Lampiran 1:
BAGAN PENELITIAN
Keterangan:
I0: Kontrol (tanpa perlakuan)
I1: Deltametrin (Decis 25 EC) konsentrasi 0,05% I2: Klorpirifos (Dursban 200 EC) konsentrasi 0,05% I3: Dimehipo (Manuver 400 SL) konsentrasi 0,05% I4: Dimetoat (Perfektan 425 EC) konsentrasi 0,05% I5: Deltametrin (Decis 25 EC) konsentrasi 0,1% I6: Klorpirifos (Dursban 200 EC) konsentrasi 0,1% I7: Dimehipo (Manuver 400 SL) konsentrasi 0,1% I8: Dimetoat (Perfektan 425 EC) konsentrasi 0,1%
I6 (1) I7 (2) I4 (3)
I1 (2) I3 (2) I0 (3)
I4 (1) I6 (3) I2 (1)
I7 (3) I8 (2) I3 (1)
I0 (2) I2 (3) I7 (1)
I5 (3) I1 (1) I6 (2)
I8 (1) I5 (1) I1 (3)
I2 (2) I0 (1) I8 (3)
I3 (3) 170 cm I4 (2) I5 (2)
Lampiran 2. Data Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 1 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III
Transformasi Arc Sin √x
Uji Jarak Duncan
SY 17.25 -50.37 -26.23 -17.83 -15.62 13.57 16.28 19.13 25.42 28.44 I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 SSR 0.05 2.96 3.10 3.19 3.26 3.31 3.34 3.37 3.39 3.41 LSR 0.05 51.08 53.60 55.20 56.33 57.14 57.76 58.24 58.62 58.93
Perlakuan I0 I3 I4 I7 I8 I1 I2 I6 I5
Rataan 0.71 27.37 37.37 40.71 70.71 74.04 77.37 84.04 87.37 a b
Lampiran 3. Data Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 2 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III
Transformasi Arc Sin √x
Uji Jarak Duncan
SY 23.80 -69.74 -31.55 -15.43 -11.79 -12.42 -12.28 3.72 11.53 13.88 I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 SSR 0.05 2.96 3.10 3.19 3.26 3.31 3.34 3.37 3.39 3.41 LSR 0.05 70.44 73.92 76.13 77.68 78.80 79.65 80.32 80.84 81.27
Perlakuan I0 I2 I4 I3 I7 I5 I6 I8 I1
Lampiran 4. Data Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 3 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III
Transformasi Arc Sin √x
Uji Jarak Duncan
SY 22.65 -66.34 -36.55 -5.09 4.55 25.71 24.89 24.26 23.76 23.35 I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 SSR 0.05 2.96 3.10 3.19 3.26 3.31 3.34 3.37 3.39 3.41 LSR 0.05 67.04 70.35 72.46 73.93 75.00 75.81 76.45 76.94 77.35
Perlakuan I0 I2 I4 I3 I8 I7 I6 I5 I1
Lampiran 5. Data Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 4 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III
Transformasi Arc Sin √x
Uji Jarak Duncan
SY 22.60 -66.20 -36.17 -4.94 4.69 25.86 25.05 24.41 23.92 23.51 I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 SSR 0.05 2.96 3.10 3.19 3.26 3.31 3.34 3.37 3.39 3.41 LSR 0.05 66.91 70.21 72.31 73.78 74.84 75.66 76.29 76.79 77.20
Perlakuan I0 I2 I4 I3 I8 I7 I6 I5 I1
Lampiran 6. Data Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 5 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III
Transformasi Arc Sin √x
Uji Jarak Duncan
SY 17.76 -51.87 12.20 21.66 42.73 41.90 41.26 40.76 40.37 40.05 I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 SSR 0.05 2.96 3.10 3.19 3.26 3.31 3.34 3.37 3.39 3.41 LSR 0.05 52.57 55.17 56.82 57.97 58.81 59.45 59.95 60.34 60.65
Perlakuan I0 I2 I3 I8 I7 I6 I5 I4 I1
Lampiran 7. Data Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 6 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III
Transformasi Arc Sin √x
Uji Jarak Duncan
SY 1.57 22.73 95.83 95.68 95.58 95.51 95.45 95.41 95.37 95.34 I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 SSR 0.05 2.96 3.10 3.19 3.26 3.31 3.34 3.37 3.39 3.41 LSR 0.05 4.65 4.87 5.02 5.12 5.20 5.25 5.30 5.33 5.36
Perlakuan I0 I2 I3 I8 I7 I6 I5 I4 I1
Lampiran 8. Data Tingkat Kerusakan Tanaman (%) Untuk Setiap Perlakuan Pada Hari Terakhir Pengamatan (6 hsa)
Perlakuan Ulangan
I II III
I0 70 40 40
I1 15 15 15
I2 15 20 15
I3 20 50 20
I4 25 30 30
I5 10 10 15
I6 25 15 10
I7 30 40 30
Lampiran 9:
DOKUMENTASI
Lahan Penelitian
Pengaplikasian
Preparat Histopatologi
DAFTAR PUSTAKA
Bhanu S, S Archana, K Ajay, JL Bhatt, SP Bajpai, PS Singh, B Vandana. 2011. Impact of deltamethrin on enviroment, use as an insecticide and its bacterial degradation - a preliminary study. International Journal of Environmental Sciences 1(5): 977-980.
Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, I. Satyawibawa, R. H. Paeru. 2012. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hasan, M. 2006. Efek Paparan Insektisida Deltametrin pada Kerbau Terhadap Angka Gigitan Nyamuk Anopheles vagus pada Manusia. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Johnson M, B Luukinen, K Buhl, D Stone. 2010. Deltamethrin Technical Faact Sheet. National Pesticide Information Center, Oregon State University Extention Services
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crop in Indonesia.Revised and Translated by P.A Van der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta.
Kilmaskossu, S.T.E.M and J.P. Nero-kouw. 1993. Inventory of Forest Damage at Faperta Uncen Experi-ment Gardens in Manokwari Irian Jaya Indonesia. Proceedings of the Symphosium on Biotechnological and environmental Approaches to Forest and Disease Management. SEAMEO, Bogor.
Lubis, A. 2008. Oil Palm ( Elaeis guinensis Jacq.) in Indonesia. Second edition. Medan.
Prawirosukarto, S.A, R.Y. Purba, C. Utomo dan A. Susanto. 2003. Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
Prijono, D. 2004. Pengujian Fungisida Berbahan Aktif Majemuk. Makalah Pelatihan. FP IPB. Bogor
Purba, R.Y., A. Susanto, dan S. Prawirosukarto.2005. Hama-Hama pada Kelapa Sawit. Buku I, Serangga Hama pada Kelapa Sawit. Seri Buku Saku 12. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.29 pp.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2011. EWS: Ulat Api, Ulat Kantong, Ulat Bulu. Pematang Siantar.
Peneliti dan Teknisi (Senior Researcher, Researcher and Tecnision): Pusat Peneliti Gabah dan Beras.
Suparman, Y. Pujiastuti, H. Bando, and S. Asano. 2014. Serial Dilution of Nettle Caterpillar Viruses Applied as Bioinsecticide against Setothosea asigna van Eecke (Lepidoptera: Limacodidae) the Important Pest of Oil Palm. Journal of Advanced Agricultural Technologies Vol. 1, No. 2, December 2014.
Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Pengendalian Hama Terpadu. UGM Press. Yogyakarta
Venugopal, N. V. S., B. Sumalatha., S. R. Bonthula., dan G. Veeribabu. 2012. Spectrophotometric Determination Of Organophosphate Insecticide (Chlorpyrifos) Based On Diazotisation With Anthranilic Acid. The Malaysian Journal Of Analytical Sciences 16(2):180-186
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Perumnas Simalingkar, Kecamatan
Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang pada bulan Juli sampai September 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman kelapa
sawit berumur 10 bulan, sungkup, insektisida Decis 25 EC, Dursban 200 EC,
Manufer 400 SL, Perfektan 425 EC, air, aquades, formalin, dan larva S. asigna
instar 3-6.
Alat yang digunakan adalah cangkul, meteran, handsprayer, gelas ukur,
ember, kamera, masker, mikroskop dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK)
non faktorial yang terdiri dari 9 perlakuan yaitu:
I0: Kontrol (tanpa perlakuan)
I1: Deltametrin (Decis 25 EC) konsentrasi 0,05%
I2: Klorpirifos (Dursban 200 EC) konsentrasi 0,05%
I3: Dimehipo (Manuver 400 SL) konsentrasi 0,05%
I4: Dimetoat (Perfektan 425 EC) konsentrasi 0,05%
I5: Deltametrin (Decis 25 EC) konsentrasi 0,1%
I6: Klorpirifos (Dursban 200 EC) konsentrasi 0,1%
I7: Dimehipo (Manuver 400 SL) konsentrasi 0,1%
Dengan jumlah ulangan (r) :
(t-1)(r-1) > 15
(9-1)(r-1) > 15
8(r-1) > 15
8r – 8 > 15
r > 3
Dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linear sebagai berikut:
Yij : μ + ��i + βj +Eij
Dimana:
Yij : Respon atau nilai pengamatan dari blok ke-i dan ulangan ke-j
μ : Nilai tengah umun
��i : Pengaruh perlakuan ke-i
βj : Pengaruh blok ke-j
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan lahan
Persiapan lahan dimulai dengan membersihkan lahan dari gulma dengan
menggunakan cangkul. Kemudian dilakukan penggemburan dengan membolak
balikkan tanah sekaligus meratakan tanah.
Pembuatan sungkup dan bibit kelapa sawit
Sungkup dipersiapkan dengan ukuran 40 cm x 40 cm dengan tinggi
125 cm terbuat dari kain kasa sebanyak 27 sungkup dan ke dalamnya dimasukkan
bibit kelapa sawit berumur 10 bulan sebanyak 1 pohon per sungkup.
Introduksi S. asigna
S. asigna yang digunakan adalah stadia larva instar 3- 6, dalam keadaan
sehat. S. asigna dikumpulkan dari Kebun Rambong Sialang PTPP London
Sumatra Indonesia dan langsung diintroduksi ke dalam sungkup sebanyak 10 ekor
per tanaman, sehingga jumlah seluruh larva S. asigna yang diintroduksi sebanyak
270 ekor.
Aplikasi insektisida
Dilakukan pada pagi hari dengan menggunakan handsprayer. Aplikasi
dilaksanakan satu kali yakni satu hari setelah ulat api diintroduksi. Konsentrasi
insektisida diaplikasikan sesuai dengan perlakuan.
Peubah Amatan
Persentase mortalitas (%)
Persentase mortalitas S. asigna dihitung dengan rumus:
Keterangan :
PM : Persentase mortalitas imago
a : Jumlah imago yang mati
b : Jumlah imago yang hidup
(Sulistyowati dan Mufrihati, 2005).
Waktu kematian (hari)
Pengamatan waktu kematian serangga dilakukan dengan cara mengamati
hama yang mati pada setiap hari pengamatan. Pengamatan dengan cara yang sama
dilakukan untuk semua perlakuan.
Tingkat kerusakan tanaman
Tingkat kerusakan akibat serangan hama perusak daun (defoliator)
ditentukan dengan rumus:
I = ni.vi x 100% N.V
Keterangan:
I : Tingkat kerusakan per tanaman
ni : Jumlah tanaman dengan skor ke-i
vi : Nilai skor serangan
N : Jumlah tanaman yang diamati
V : Skor tertinggi
Tingkat skor yang digunakan adalah:
0 : sehat
1 : Sangat ringan (1-20%)
2 : Ringan (21-40)
4 : Berat (61-80%)
5 : Sangat berat (81-100%)
(Kilmaskossu dan Nerokouw, 1993)
Histopatologi
Pembuatan preparat histopatologi larva S. asigna dilaksanakan di
Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Metode yang digunakan adalah metode parafin dengan pewarnaan
Hematoxylin-Eosin (HE), namun sebelum pembuatan preparat histopatologi sampel larva
S. asigna terlebih dahulu difiksasi dengan perendaman dalam larutan formalin
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Mortalitas S. asigna
Hasil dari pengamatan persentase mortalitas ulat api (S. asigna) dapat
dilihat pada lampiran 2 - 7. Pengambilan data dilakukan pada 1 hsa hingga 6 hsa.
Hasil sidik ragam dan uji jarak Duncan (UJD 5%) menunjukkan bahwa pemberian
insektisida memberi pengaruh sangat nyata terhadap mortalitas ulat api (S. asigna)
untuk semua perlakuan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan persentase mortalitas S. asigna pada setiap perlakuan untuk seluruh pengamatan (hsa) Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama
berbeda sangat nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%. I0: Kontrol, I1: Deltametrin konsentrasi 0,05%, I2: Klorpirifos konsentrasi 0,05%, I3: Dimehipo konsentrasi 0,05%, I4: Dimetoat konsentrasi 0,05%, I5: Deltametrin konsentrasi 0,1%, I6: Klorpirifos konsentrasi 0,1%, I7: Dimehipo konsentrasi 0,1%, I8: Dimetoat konsentrasi 0,1%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan
yaitu deltametrin, klorpirifos, dimehipo, dan dimetoat masing-masing dalam
konsentrasi 0,05% dan 0,1% efektif dalam mengendalikan S. asigna dimana
seluruh perlakuan tersebut menghasilkan persentase mortalitas 100% pada akhir
S. asigna dengan cara kerja masing-masing. Bhanu et al. (2011) menyatakan
bahwa deltametrin adalah pestisida piretroid sintetik yang dapat membunuh
serangga melalui kontak kulit dan pencernaan. Venugopal et al. (2012)
menyatakan klorpirifos merupakan insektisida organoposfat yang cukup beracun
dan menyebabkan gangguan syaraf, gangguan perkembangan, dan gangguan
autoimun. Selanjutnya Prijono (2004) menyatakan bahwa dimehipo merupakan
racun syaraf antagonis pada reseptor asetilkolin. Untung (1996) menyatakan
bahwa cara kerja dimetoat adalah menghambat bekerjanya enzim
asetilkolinesterase yang mengakibatkan terjadinya penumpukan asetilkolin dan
terjadilah kekacauan pada sistem penghantar impuls ke sel-sel otot.
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada 1 hsa perlakuan I5 (Deltametrin
konsentrasi 0,1%) menghasilkan persentase mortalitas tertinggi. Namun pada 3
hsa terdapat 4 perlakuan yang menghasilkan persentase mortalitas 100% yaitu I1
(Deltametrin 0,05%), I5 (Deltametrin 0,1%), I6 (Klorpirifos 0,1%) dan I8
(Dimetoat 0,1%). Hal ini menunjukkan bahwa Deltametrin adalah bahan aktif
insektisida yang efektif dan paling efisien dalam membunuh ulat api S. asigna
karena dalam konsentrasi 0,05% dapat menghasilkan persentase mortalitas
S. asigna yang sama (100% dalam 3 hari) dengan bahan aktif klorpirifos dan
dimetoat dalam konsentrasi 0,1%. Hasan (2006) menyatakan bahwa cara kerja
piretroid adalah mempengaruhi sistem saraf serangga dengan merangsang sel-sel
saraf untuk menghasilkan efek pengulangan (repetitive) yang berakhir dengan
kelumpuhan dan kematian.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan yang menghasilkan persentase
(Dimehipo 0,05%). Namun ketika insektisida berbahan aktif klorpirifos dan
dimehipo diaplikasikan dengan konsentrasi 0,1% (perlakuan I6 dan I7) akan
menghasilkan persentase mortalitas 100% dalam waktu yang lebih cepat, yaitu
perlakuan I6 dalam 3 hsa dan I7 dalam 4 hsa. Hal ini menunjukkan bahwa
konsentrasi insektisida berbahan aktif klorpirifos dan dimehipo lebih efektif
diaplikasikan dalam konsentrasi 0,1% dibandingkan 0,05% untuk membunuh
larva S. asigna. Venugopal et al. (2012) menyatakan klorpirifos merupakan
insektisida organoposfat yang cukup beracun dan menyebabkan gangguan syaraf,
gangguan perkembangan, dan gangguan autoimun. Selanjutnya Prijono (2004)
menyatakan bahwa dimehipo merupakan racun syaraf antagonis pada reseptor
asetilkolin.
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi insektisida
yang diaplikasikan maka semakin cepat persentase mortalitas hama menjadi
100%. Hal ini dilihat dari persentase mortalitas hama pada aplikasi insektisida
klorpirifos dan dimehipo dalam konsentrasi 0,05% adalah 100% dalam 6 hsa,
namun dalam konsentrasi 0,1% persentase mortalitas hama 100% terjadi dalam 3
hsa dan 4 hsa. Aplikasi insektisida berbahan aktif dimetoat dengan konsentrasi
0,05% menghasilkan persentase mortalitas 100% dalam 5 hsa, sedangkan ketika
diaplikasikan dengan konsentrasi 0,1% menghasilkan persentase mortalitas 100%
Waktu Kematian S. asigna
Gambar 6. Histogram Rataan Waktu Kematian S. asigna (hsa)
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa rataan waktu kematian larva S. asigna
tercepat terdapat pada perlakuan Deltametrin 0,05% dan 0,1% (I1 dan I5),
Klorpirifos 0,05% dan 0,1% (I2 dan I6), Dimehipo 0,05% dan 0,1% (I3 dan I7),
dan Dimetoat 0,1% (I8) yakni 1 hari setelah aplikasi. Sedangkan rataan waktu
kematian larva S. asigna terlama terdapat pada perlakuan Dimetoat 0,05% (I4)
yaitu 1,33 hari setelah aplikasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi
insektisida berbahan aktif dimetoat yang lebih efektif mengendalikan larva
S. asigna dan membutuhkan waktu kematian yang singkat (1 hari setelah aplikasi)
adalah 0,1%.
0 1 2 3 4 5 6 7
I0 I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8
Tingkat Kerusakan Tanaman
Gambar 7. Histogram Rataan Tingkat Kerusakan Tanaman (%)
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa rataan tingkat kerusakan tanaman
tertinggi terdapat pada perlakuan I4 (Dimetoat 0,05%) dan I7 (Dimehipo 0,1%)
yaitu 50%. Dimetoat dan dimehipo merupakan racun sistemik, hal ini
menyebabkan ketika aplikasi kedua insektisida tersebut larva S. asigna tidak
langsung mati dan masih memakan daun kelapa sawit sehingga mengakibatkan
tingkat kerusakan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan tanaman kelapa sawit
yang hamanya diaplikasikan dengan insektisida berbahan aktif deltametrin dan
klorpirifos. Prijono (2004) menyatakan bahwa dimehipo merupakan racun syaraf
antagonis pada reseptor asetilkolin. Untung (1996) menyatakan bahwa cara kerja
dimetoat adalah menghambat bekerjanya enzim asetilkolinesterase yang
mengakibatkan terjadinya penumpukan asetilkolin dan terjadilah kekacauan pada
sistem penghantar impuls ke sel-sel otot.
Tingkat kerusakan tanaman terendah terdapat pada perlakuan I1
(Deltametrin 0,05%), I2 (Klorpirifos 0,05%), dan I5 (Deltametrin 0,1%) yaitu
25%. Deltametrin dan klorpirifos merupakan racun kontak, hal ini menyebabkan
ketika aplikasi kedua insektisida tersebut sebagian besar larva S. asigna langsung
jatuh dari daun kelapa sawit sehingga tidak lagi memakan daun kelapa sawit dan
tingkat kerusakan tanamannya lebih rendah dibandingkan tanaman kelapa sawit
yang hamanya diaplikasikan dengan insektisida berbahan aktif dimehipo dan
dimetoat. Hasan (2006) menyatakan bahwa cara kerja piretroid adalah
mempengaruhi sistem saraf serangga atau mamalia dengan merangsang sel-sel
saraf untuk menghasilkan efek pengulangan (repetitive) yang berakhir dengan
kelumpuhan dan kematian, efek ini disebabkan oleh rendahnya penutupan saluran
natrium dalam akson saraf, sehingga natrium bergerak cepat dalam sel-sel dan
merubah fungsi akson saraf. Selanjutnya Venugopal et al. (2012) menyatakan
klorpirifos merupakan insektisida organoposfat yang cukup beracun dan
menyebabkan gangguan syaraf, gangguan perkembangan, dan gangguan
Gambar 8. Tingkat Kerusakan Tanaman Akibat Serangan Setothosea asigna Sumber: Foto Langsung
Histopatologi
Pengamatan histopatologi dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pengamatan histopatologi
dilakukan terhadap kutikula (c) dan sel epitel (ec). Hasil pengamatan
histopatologi menunjukkan bahwa semua sampel mempunyai bentuk kutikula
yang sama, namun terdapat perbedaan bentuk sel epitel antara sampel perlakuan
dan sampel kontrol. Hal ini menujukkan bahwa insektisida deltametrin,
klorpirifos, dimehipo dan dimetoat bekerja sebagai racun kontak namun dengan
waktu kematian yang berbeda-beda menyebabkan kerusakan sel-sel pada jaringan
Skala 3 Skala 4
Skala 5
larva S. asigna, namun dapat kita lihat juga bahwa insektisida berbahan aktif
dimehipo mengakibatkan kerusakan sel epitel yang paling parah.
Gambar 9. Histopatologi perlakuan kontrol (A), deltametrin (B), klorpirifos (C), dimehipo (D), dan dimetoat (E)
Sumber: Foto Langsung Pembesaran 40 kali
A
B
C
D
E
cec
c ec
ec c c
ec
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perlakuan I1 (Deltametrin konsentrasi 0,05%) merupakan perlakuan yang
efektif dan paling efisien dalam membunuh larva S. asigna.
2. Rataan waktu kematian larva S. asigna sama terhadap semua perlakuan (1 hsa)
kecuali pada perlakuan I4 (Dimetoat konsentrasi 0,05%) (1,33 hsa).
3. Rataan tingkat kerusakan tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan I4
(Dimetoat konsentrasi 0,05%) dan I7 (Dimehipo konsentrasi 0,1%).
4. Semua perlakuan insektisida menyebabkan kerusakan sel epitel pada larva
S. asigna
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis dan konsentrasi
insektisida yang sesuai untuk mengendalikan hama S. asigna sehingga dapat
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae)
Menurut Kalshoven (1981), S. asigna diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Pilum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Limacodidae
Genus : Setothosea
Spesies : S. asigna Eecke
Telur
Telur diletakkan berderet 3 – 4 baris sejajar dengan permukaan daun
sebelah bawah, biasanya pada bawah pelepah daun ke 6 – 17. Satu tumpukan telur
berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300 –
400 butir, telur menetas 4 – 8 hari setelah diletakkan. Ulat yang baru menetas
hidup berkelompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah
(Prawirosukarto et al., 2003).
Larva
Larva yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis jaringan daun dari
permukaan daun dan meninggalkan epidermis permukaan bagian atas daun. Larva
berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas (berbentuk pita yang
menyerupai piramida) pada bagian punggungnya. Selain itu pada bagian
punggungnya dijumpai duri-duri yang kokoh. Selama perkembangannya ulat
berganti kulit 7 – 8 kali dan mampu menghabiskan helai daun seluas 400 cm²
(Prawirosukarto et al., 2003).
Gambar 2. Larva Setothosea asigna Sumber: Foto Langsung
Pupa
Larva sebelum menjadi pupa menjatuhkan diri pada permukaan tanah
yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa
diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan
berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing – masing berukuran 16 x
13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia pupa berlangsung selama ± 39,7 hari
Gambar 3. Pupa Setothosea asigna Sumber: Foto Langsung
Imago
Imago jantan dan betina masing – masing lebar rentangan sayapnya 41
mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan
bintik – bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda
(Prawirosukarto et al., 2003).
Gambar 4. Imago Setothosea asigna Sumber: Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Gejala Serangan
Gejala serangan yang disebabkan ulat api yakni helaian daun berlubang
atau habis sama sekali sehingga hanya tinggal tulang daun saja. Gejala ini dimulai
dari daun bagian bawah. Dalam kondisi yang parah tanaman akan kehilangan
daun sekitar 90%. Pada tahun pertama setelah serangan dapat menurunkan
Gambar 5. Gejala Serangan Setothosea asigna Sumber: Foto Langsung
Umumnya gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga
akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun
saja. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300- 500 cm² daun sawit per
hari. Tingkat populasi 5-10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis hama
tersebut di lapangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian
(Lubis, 2008).
Pengendalian
Beberapa teknik pengendalian ulat api yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut: 1. pengendalian secara mekanik, yaitu pengutipan ulat ataupun
pupa di lapangan kemudian dimusnahkan 2. pengendalian secara hayati,
dilakukan dengan: penggunaan parasitoid larva seperti Trichogramma sp dan
predator berupa Eocanthecona sp, Penggunaan virus seperti Granulosis
Baculoviruses, MNPV (Multiple Nucleo Polyhedro Virus) dan jamur
Bacillus thuringiensis, 3. Penggunaan insektisida, dilakukan dengan:
Penyemprotan (spraying) dilakukan pada tanaman yang berumur 2,5 tahun dengan
menggunakan penyemprotan tangan, sedangkan tanaman yang berumur lebih dari
5 tahun penyemprotan dilakukan dengan mesin penyemprot. Penyemprotan udara
meluas yang meliputi daerah dengan berbagai topografi. Penggunaan feromon
seks sintetik efektif untuk merangkap ngengat jantan ulat api S. asigna selama 45
hari (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2011).
Penggunaan insektisida kimia sintetik diupayakan sebagai tindakan
terakhir apabila terjadi ledakan populasi pada hamparan yang luas, dengan
memilih jenis dan teknik aplikasi yang aman bagi lingkungan, khususnya bagi
kelangsungan hidup parasitoid dan predator (Prawirosukarto et al., 2003).
Deltametrin (Decis 25 EC)
Dalam dunia pertanian, pestisida kimia menjadi bahan yang ampuh untuk
meningkatkan produktifitas suatu komoditi. Pestisida kimia merupakan senyawa
kimia buatan bersifat racun baik bagi hewan, mikroba maupun manusia. Bahan ini
sering dipakai untuk membasmi hama, salah satu contoh adalah Deltametrin.
Deltametrin adalah pestisida piretroid buatan yang dapat membunuh serangga
melalui kontak kulit dan pencernaan (Bhanu et al., 2011).
Cara kerja piretroid adalah mempengaruhi sistem saraf serangga atau
mamalia dengan merangsang sel-sel saraf untuk menghasilkan efek pengulangan
(repetitive) yang berakhir dengan kelumpuhan dan kematian. Efek ini disebabkan
oleh rendahnya penutupan saluran natrium dalam akson saraf, sehingga natrium
bergerak cepat dalam sel-sel dan merubah fungsi akson saraf (Hasan, 2006).
Deltametrin mempunyai memiliki rumus kimia: C22H19Br2NO3. Bahan
ini digunakan untuk melindungi tanaman di luar ruangan maupun di dalam
ruangan untuk membasmi hama Lepidoptera, Hemiptera, Coleoptera, dan Diptera.
kedelai dan sayur-sayuran (Johnson et al., 2010). Dosis anjuran deltamtrin untuk
mengendalikan S. asigna adalah 0,5-1 liter/ha.
Klorpirifos (Dursban 200 EC)
Klorpirifos adalah insektisida organofosfat berupa kristal. Nama IUPAC
klorpirifos adalah O, O-dietil O-3,5,6-trikloro-2-piridil phosphorothioate dan
dengan rumus molekul C9H11Cl3NO3PS. Klorpirifos ini cukup beracun dan
paparan kronis telah dikaitkan dengan efek neurologis, gangguan perkembangan,
dan gangguan autoimun. Klorpirifos diproduksi dengan mereaksikan
3,5,6-trikloro-2-pyridinol dengan diethylthiophosphoryl klorida. Klorpirifos terdaftar
hanya untuk digunakan di bidang pertanian yang merupakan salah satu insektisida
organofosfat yang paling banyak digunakan menurut United States Environmental
Protection Agency (EPA). Tanaman dengan penggunaan klorpirifos paling intens
adalah kapas, jagung, almond dan pohon buah-buahan, termasuk jeruk dan apel.
Hal ini dihasilkan melalui tahapan sintesis dari 3-methylpyridine
(Venugopal et al., 2012).
Dimehipo (Manuver 400 SL)
Dimehipo merupakan racun syaraf antagonis pada reseptor asetilkolin.
Dimehipo dengan rumus kimia C5H13NO6S4 adalah sejenis pestisida bionic
yang bekerja sebagai racun perut, kontak, sistemik, fumigan, dan dapat bekerja
membunuh telur-telur serangga (Prijono, 2004).
Dimetoat (Perfektan 425 EC)
Merupakan insektisida golongan organofosfat. Cara kerja (mode of action)
insektisida ini adalah menghambat bekerjanya enzim asetil kolinesterase yang
sistem penghantar impuls ke sel-sel otot. Keadaan ini menyebabkan pesan-pesan
berikutnya tidak dapat diteruskan, otot kejang dan akhirnya terjadilah kelumpuhan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama
Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan
minyak inti sawit (KPO) memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi salah satu
penyumbang devisa negara yang terbesar dibandingkan dengan komoditas
perkebunan lainnya. Hingga saat ini kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk
perkebunan dan pabrik pengolahan hingga menjadi minyak dan produk turunan
lainnya (Fauzi et al., 2012).
Salah satu kendala yang paling penting dalam budidaya kelapa sawit
adalah hama serangga, Setothosea asigna (Lepidoptera: Limacodidae) memakan
baik daun muda maupun daun tua. Ulat ini beserta Setora nitens, Darna trima dan
D. bradley juga disebut sebagai ulat api dan dianggap sebagai pemakan daun
paling berbahaya di perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Larva
S. asigna memakan semua daun dan meninggalkan tulang daun yang
menyebabkan penurunan produksi tandan yang signifikan
(Suparman et al., 2014).
Hama ini termasuk dalam kelompok hama yang menyerang daun tanaman
kelapa sawit pada fase larva. Larva instar pertama memakan mesofil daun dari
permukaan bawah dan meninggalkan epidermis daun sebelah atas. Pada serangan
berat hama ini dapat memakan seluruh permukaan daun tanaman sehingga daun
tanaman tampak melidi. Seekor ulat api jenis ini mampu mengonsumsi daun
Penggunaan insektisida yang berbahan aktif atau kelompok senyawa yang
sama secara terus menerus dengan dosis yang tidak tepat dapat menimbulkan
resistensi pada organisme pengganggu sasaran (Wudianto, 2000).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insektisida yang paling efektif
dan efisien untuk mengendalikan ulat api (S. asigna Eecke) pada tanaman kelapa
sawit.
Hipotesis Penelitian
Setiap insektisida mempunyai efektifitas yang berbeda dalam
mengendalikan S. asigna di lapangan.
Kegunaan Penelitian
− Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
− Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam mengendalikan
ABSTRACT
Amadeus J. Tarigan, "The Effectiveness Test of Several Insecticide Active Ingredients to Control Nettle Caterpillar (Setothosea asigna Eecke) On
Vegetative Phase of Oil Palm in The Field", supervised by Mukhtar Iskandar Pinem and Fatimah Zahara. This research aim to determine the
most effective and efficient insecticide to control nettle caterpillar (S. asigna Eecke) on oil palm in the field. The research was held in Desa
Perumnas Simalingkar since July to September 2016. The method of this research was complete block design nonfactorial, with nine treatments, Control, Deltamethrin (0.05% and 0.1)%, Chlorpyrifos (0.05% and 0.1%), Dimehipo (0.05% and 0.1%), Dimetoat (0.05% and 0.1%) with three replications. The parameters include the percentage of mortality, death time of pest, the level of crop damage and histopathology.
The result showed that the most effective and efficient insecticide was found in treatment Deltametrin 0.05% (100% mortality at 3 days after application). The fastest death time of larvae were in all treatments except Dimetoat 0.05% occurred 1 day after application, and the longest was in treatment Dimetoat 0.05% occurred at 1.33 days after application. The highest level of crop damage were in treatments Dimetoat 0.05% and Dimehipo 0.1% (50%), and the lowest were in treatments Deltametrin (0.05% and 0.1%) and Chlorpyrifos 0.05% (25%).
ABSTRAK
Amadeus J. Tarigan, ”Uji Efektifitas Beberapa Bahan Aktif Insektisida
Untuk Mengendalikan Ulat Api (Setothosea asigna Eecke) Pada
Fase Vegetatif Kelapa Sawit di Lapangan”, di bawah bimbingan Mukhtar Iskandar Pinem dan Fatimah Zahara. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui insektisida yang paling efektif dan efisien untuk mengendalikan ulat api (S. asigna Eecke) pada kelapa sawit di lapangan. Penelitian dilaksanakan di Desa Perumnas Simalingkar pada bulan Juli sampai September 2016. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial, dengan sembilan perlakuan, Kontrol, Deltamethrin (0.05% dan 0.1%), Klorpirifos (0.05% dan 0.1%), Dimehipo (0.05% dan 0.1%), Dimetoat (0.05% dan 0.1%) dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati meliputi persentase mortalitas, waktu kematian hama, tingkat kerusakan tanaman dan histopatologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan aktif insektisida yang paling efektif dan efisien terdapat pada perlakuan Deltametrin 0.05% (mortalitas 100% pada 3 hsa). Rataan waktu kematian hama tercepat terdapat pada semua perlakuan kecuali Dimetoat 0.05% terjadi 1 hsa, dan yang paling lama terdapat pada perlakuan Dimetoat 0.05% terjadi pada 1,33 hsa. Rataan tingkat kerusakan tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan Dimetoat 0.05% dan Dimehipo 0.1% yaitu 50%, dan yang terendah terdapat pada perlakuan Deltametrin (0.05% dan 0.1%) and Klorpirifos 0.05% yaitu 25%.
UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA BAHAN AKTIF INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN ULAT API (Setothosea asigna Eecke) PADA FASE
VEGETATIF KELAPA SAWIT DI LAPANGAN
SKRIPSI
OLEH :
AMADEUS J. TARIGAN 110301155
AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA BAHAN AKTIF INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN ULAT API (Setothosea asigna Eecke) PADA FASE
VEGETATIF KELAPA SAWIT DI LAPANGAN
SKRIPSI
OLEH :
AMADEUS J. TARIGAN 110301155
AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Uji Efektifitas Beberapa Bahan Aktif Insektisida Untuk Mengendalikan Ulat Api (Setothosea asigna Eecke) Pada Fase Vegetatif Kelapa Sawit di Lapangan
Nama : Amadeus J. Tarigan
NIM : 110301155
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Hama dan Penyakit Tanaman
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
(Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr)
Ketua Anggota
(Ir. Fatimah Zahara)
Mengetahui,
ABSTRACT
Amadeus J. Tarigan, "The Effectiveness Test of Several Insecticide Active Ingredients to Control Nettle Caterpillar (Setothosea asigna Eecke) On
Vegetative Phase of Oil Palm in The Field", supervised by Mukhtar Iskandar Pinem and Fatimah Zahara. This research aim to determine the
most effective and efficient insecticide to control nettle caterpillar (S. asigna Eecke) on oil palm in the field. The research was held in Desa
Perumnas Simalingkar since July to September 2016. The method of this research was complete block design nonfactorial, with nine treatments, Control, Deltamethrin (0.05% and 0.1)%, Chlorpyrifos (0.05% and 0.1%), Dimehipo (0.05% and 0.1%), Dimetoat (0.05% and 0.1%) with three replications. The parameters include the percentage of mortality, death time of pest, the level of crop damage and histopathology.
The result showed that the most effective and efficient insecticide was found in treatment Deltametrin 0.05% (100% mortality at 3 days after application). The fastest death time of larvae were in all treatments except Dimetoat 0.05% occurred 1 day after application, and the longest was in treatment Dimetoat 0.05% occurred at 1.33 days after application. The highest level of crop damage were in treatments Dimetoat 0.05% and Dimehipo 0.1% (50%), and the lowest were in treatments Deltametrin (0.05% and 0.1%) and Chlorpyrifos 0.05% (25%).
ABSTRAK
Amadeus J. Tarigan, ”Uji Efektifitas Beberapa Bahan Aktif Insektisida
Untuk Mengendalikan Ulat Api (Setothosea asigna Eecke) Pada
Fase Vegetatif Kelapa Sawit di Lapangan”, di bawah bimbingan Mukhtar Iskandar Pinem dan Fatimah Zahara. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui insektisida yang paling efektif dan efisien untuk mengendalikan ulat api (S. asigna Eecke) pada kelapa sawit di lapangan. Penelitian dilaksanakan di Desa Perumnas Simalingkar pada bulan Juli sampai September 2016. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial, dengan sembilan perlakuan, Kontrol, Deltamethrin (0.05% dan 0.1%), Klorpirifos (0.05% dan 0.1%), Dimehipo (0.05% dan 0.1%), Dimetoat (0.05% dan 0.1%) dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati meliputi persentase mortalitas, waktu kematian hama, tingkat kerusakan tanaman dan histopatologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan aktif insektisida yang paling efektif dan efisien terdapat pada perlakuan Deltametrin 0.05% (mortalitas 100% pada 3 hsa). Rataan waktu kematian hama tercepat terdapat pada semua perlakuan kecuali Dimetoat 0.05% terjadi 1 hsa, dan yang paling lama terdapat pada perlakuan Dimetoat 0.05% terjadi pada 1,33 hsa. Rataan tingkat kerusakan tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan Dimetoat 0.05% dan Dimehipo 0.1% yaitu 50%, dan yang terendah terdapat pada perlakuan Deltametrin (0.05% dan 0.1%) and Klorpirifos 0.05% yaitu 25%.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Uji Efektifitas Beberapa Bahan Aktif Insektisida
Untuk Mengendalikan Ulat Api (Setothosea asigna Eecke) Pada Fase
Vegetatif Kelapa Sawit di Lapangan” yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi
Pembimbing Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr sebagai Ketua dan
Ir. Fatimah Zahara sebagai Anggota yang telah yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan skipsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, November 2016
RIWAYAT HIDUP
Amadeus Jovensius Tarigan, dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada
tanggal 26 Februari 1993 dari pasangan Ayahanda Surung Tarigan dan Ibunda
Roseva Jenda Malem Sembiring. Penulis merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh :
− Lulus dari Sekolah Dasar Budi Murni 2 Medan pada tahun 2005.
− Lulus dari Sekolah Menengah Pertama Santo Thomas 1 Medan pada tahun
2008.
− Lulus dari Sekolah Menengah Atas Santo Thomas 1 Medan pada tahun 2011.
− Pada tahun 2011 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan, Program Studi Agroekoteknologi melalui jalur SNMPTN Ujian Tulis.
Pendidikan informal yang pernah ditempuh diantaranya :
− Tahun 2013 menjadi Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub
Gulma di Fakultas Pertanian USU, Medan.
− Tahun 2014 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. Ekadaya Sejati
Sukses, Desa Lubuk Sakat, Kec. Perhentian Raja, Kab. Kampar, Riau.
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Hipotesis Penelitian ... 2
Kegunaan Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae) ... 3
Telur ... 3
Larva ... 4
Pupa ... 4
Imago ... 5
Gejala Serangan ... 5
Pengendalian ... 6
Deltametrin (Decis 25 EC) ... 7
Klorpirifos (Dursban 200 EC) ... 8
Dimehipo (Manuver 400 SL) ... 8
Dimetoat (Perfektan 425 EC) ... 8
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 10
Bahan dan Alat ... 10
Metode Penelitian ... 10
Pembuatan sungkup dan bibit kelapa sawit ... 12
Introduksi S. asigna ... 12
Aplikasi insektisida ... 12
Peubah Amatan ... 12
Persentase mortalitas (%) ... 12
Waktu kematian (hari) ... 13
Tingkat kerusakan tanaman ... 13
Histopatologi ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Mortalitas S. asigna ... 15
Waktu Kematian S. asigna ... 18
Tingkat Kerusakan Tanaman ... 19
Histopatologi ... 21
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 23
Saran ... 23
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Judul Hlm
1. Rataan persentase mortalitas S. asigna pada setiap perlakuan untuk seluruh pengamatan
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hlm
1. Telur Setothosea asigna 3
2. Larva Setothosea asigna 4
3. Pupa Setothosea asigna 5
4. Imago Setothosea asigna 5
5. Gejala Serangan Setothosea asigna 6
6. Histogram Rataan Waktu Kematian Setothosea asigna (hsa) 18
7. Histogram Rataan Tingkat Kerusakan Tanaman (%) 19
8. Tingkat Kerusakan Tanaman Akibat Serangan Setothosea asigna 21
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hlm
1. Bagan Penelitian 26
2. Data Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 1 hsa
27
3. Data Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 2 hsa
29
4. Data Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 3 hsa
31
5. Data Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 4 hsa
33
6. Data Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 5 hsa
35
7. Data Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 6 hsa
37
8. Data Tingkat Kerusakan Tanaman (%) Untuk Setiap Perlakuan Pada Hari Terakhir Pengamatan (6 hsa)
39