• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus Hasil Produksi Bawang Merah Kecamatan Silahisabungan Kab. Dairi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus Hasil Produksi Bawang Merah Kecamatan Silahisabungan Kab. Dairi)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TATANIAGA BAWANG MERAH

(Kasus Hasil Produksi Bawang Merah Kecamatan Silahisabungan Kab. Dairi)

SKRIPSI

Oleh :

FAJAR ALFIAN KRISANTO SIRINGO-RINGO 080304071

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS TATANIAGA BAWANG MERAH

(Kasus Hasil Produksi Bawang Merah Kecamatan Silahisabungan Kab. Dairi)

SKRIPSI

Oleh :

FAJAR ALFIAN KRISANTO SIRINGO-RINGO 080304071

AGRIBISNIS

Skripsi Diajukan kepada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-

Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pendidikan

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Ketua Pembimbing Anggota Pembimbing

Ir. Thomson Sebayang,MT Ir.Sinar Indra Kusuma,M.Si

NIP : 195711151986011001 NIP : 196509261993031002

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRAK

Fajar Alfian Krisanto Siringo-ringo (080304071) dengan judul skripsi “Analisis Tataniaga Bawang Merah di Kecamatan Silahisabungan

Kabupaten Dairi ”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir.Thomsom Sebayang,MT dan Bapak Ir.Sinar Indra Kesuma,M.Si.

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 – Januari 2014 dengan penentuan daerah dilakukan secara purposive. Pengambilan sampel dilakukan secara Simpe Random Sampling dengan sampel petani sebanyak 85 sampel. Untuk Lembaga tataniaga yang terlibat ditentukan dengan metode penelusuran sehingga diperoleh 9 sampel pedagang pengumpul, 2 sampel pedagang besar dan 15 sampel pedagang pengecer. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menjelaskan pola saluran tataniaga dan fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga tataniaga, analisis margin tataniaga untuk menganalisis harga jual petani dan harga beli konsumen, analisis transmisi harga untuk menjelaskan pengaruh perubahan harga beli konsumen terhadap harga jual petani, dan analisis efisiensi tataniaga. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat dua saluran tataniaga di daerah penelitian : petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen akhir dan petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen akhir. Struktur pasar di daerah penelitian adalah bukan pasar persaingan dengan nilai elastisitas transmisi harga sebesar 0,612 ( Etr < 1 ). Saluran tataniaga di daerah penelitian sudah efisien dengan nilai efisiensi yang diperoleh sebesar 1,07 dan 1,30 ( e < 1 )

(4)

RIWAYAT HIDUP

Fajar Alfian Krisanto Siringo-ringo, lahir di Kota Jepara pada tanggal 24 November 1990 anak dari Bapak Drs. Hamonangan Siringo-ringo dan Ibu H.br.Simanjuntak. Penulis merupakan anak pertama dari tiga orang bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

Tahun 1995 masuk Taman Kanak-Kanak Kembang Jaya tamat tahun

1996.

Tahun 1996 masuk Sekolah Dasar Swasta Budi Murni 2 Medan tamat

tahun 2002.

Tahun 2002 masuk Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Swasta Putri

Cahaya tamat tahun 2005.

Tahun 2005 masuk Sekolah Menengah Atas Swasta Santo Thomas 1

Medan tamat tahun 2008.

Tahun 2008 menempuh pendidikan di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Desa Silau Baru,

Kecamatan Silau Laut, Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul penelitian ini adalah “Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus: Hasil Produksi Bawang Merah di Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi)”. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT selaku Ketua Pembimbing dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si selaku Anggota Pembimbing yang telah meluangkan waktunya membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Salmiah MS, selaku Ketua Program Studi Agribisnis FP USU

dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis MEc, selaku Sekretaris Program

Studi Agribisnis FP USU yang telah memberikan kemudahan kepada

penulis dalam hal kuliah dan administrasi kegiatan organisasi di kampus.

2. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Agribisnis FP USU yang

selama ini telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis.

3. Seluruh pegawai di FP USU khususnya pegawai Program Studi

Agribisnis.

Segala hormat dan terima kasih khusus penulis ucapkan kepada orang tua tersayang Drs.H.Siringo-ringo/H.br.Simanjuntak atas kasih sayang, motivasi, semangat dan dukungan baik secara materi maupun doa yang diberikan kepada penulis selama menjalani kuliah dan tak lupa kepada seluruh keluarga besar yang selalu memberikan semangat.

(6)

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2014

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 6

Tujuan Penelitian ... 6

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

Tinjauan Pustaka... ... 8

Landasan Teori ... 14

Kerangka Pemikiran ... 20

METODE PENELITIAN ... 24

Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 24

Metode Pengambilan Sampel... 36

Metode Pengumpulan Data ... 28

Model Analisis Data... 30

Definisi dan Batasan Operasional ... 34

(8)

Batasan Oprasional ... 35

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 36

Luas dan Letak Geografis ... 36

Keadaan Penduduk ... 37

Keadaan Sosial Ekonomi ... 37

Sarana dan parasarana ... 37

Karakteristik Petani Sampel ... 37

Pendidikan Petani Sampel ... 38

Pengalaman Bertani ... 39

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

Pola Saluran Tataniaga Bawang Merah ... 41

Fungsi Tataniaga Bawang Merah ... 43

Distribusi Margin Tataniaga Bawang Merah ... 45

Efisiensi Saluran Tataniaga ... 50

Elastisitas Transmisi Harga ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

Kesimpulan ... 52

Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Bawang Merah Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2011...24

2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Bawang Merah Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2011 ... 25

3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Bawang Merah Menurut Desa di Kecamatan Silahisabungan Tahun 2011...26

4. Jumlah Petani Bawang Merah di Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi 2012...26

5. Distribusi Jumlah Petani Sampel di Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi...27

6. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah dan Desa Tahun 2012 di Kecamatan Silahisabungan...36

7. Umur Petani Responden di Kecamatan Silahisabungan Tahun 2012...38

8. Tingkat Pendidikan Petani Sampel di Kecamatan Silahisabungan Tahun 2012...39

9. Klasifikasi Petani Sampel Berdasarkan Pengalaman Bertani di Kecamatan Silahisabungan Tahun 2012...39

10. Fungsi-Fungsi Tataniaga yang Dilakukan oleh Lembaga-Lembaga Tataniaga di Kecamatan Silahisabungan...43

11. Distribusi Margin pada Saluran Tataniaga I...46

12. Distribusi Margin pada Saluran Tataniaga II...48

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Grafik Perkembangan Produksi Bawang Merah di Empat Kabupaten

di Sumatera Utara...2

2. Grafik Perbandingan antara Produksi dan Kebutuhan Bawang

Merah di Sumatera Utara...3

3. Grafik Hubungan antara Fungsi Permintaan dan Penawaran Primer

dengan Fungsi Permintaan dan Penawaran Sekunder terhadap

Margin Tataniaga dan Nilai Margin Tataniaga...17

4. Skema Kerangka Pemikiran Tataniaga Bawang Merah...22

5. Pola Saluran Tataniaga Bawang Merah di Kecamatan

(11)

ABSTRAK

Fajar Alfian Krisanto Siringo-ringo (080304071) dengan judul skripsi “Analisis Tataniaga Bawang Merah di Kecamatan Silahisabungan

Kabupaten Dairi ”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir.Thomsom Sebayang,MT dan Bapak Ir.Sinar Indra Kesuma,M.Si.

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 – Januari 2014 dengan penentuan daerah dilakukan secara purposive. Pengambilan sampel dilakukan secara Simpe Random Sampling dengan sampel petani sebanyak 85 sampel. Untuk Lembaga tataniaga yang terlibat ditentukan dengan metode penelusuran sehingga diperoleh 9 sampel pedagang pengumpul, 2 sampel pedagang besar dan 15 sampel pedagang pengecer. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menjelaskan pola saluran tataniaga dan fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga tataniaga, analisis margin tataniaga untuk menganalisis harga jual petani dan harga beli konsumen, analisis transmisi harga untuk menjelaskan pengaruh perubahan harga beli konsumen terhadap harga jual petani, dan analisis efisiensi tataniaga. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat dua saluran tataniaga di daerah penelitian : petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen akhir dan petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen akhir. Struktur pasar di daerah penelitian adalah bukan pasar persaingan dengan nilai elastisitas transmisi harga sebesar 0,612 ( Etr < 1 ). Saluran tataniaga di daerah penelitian sudah efisien dengan nilai efisiensi yang diperoleh sebesar 1,07 dan 1,30 ( e < 1 )

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagai negara agraris, Indonesia menghasilkan beragam jenis hasil pertanian yang berpotensi besar untuk dijadikan sebagai lapangan usaha, mulai dari produk pertanian baik dalam keadaan segar hingga pada produk olahannya yang semuanya memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Banyak petani yang membudidayakan berbagai jenis produk pertanian salah satunya adalah jenis hortikultura sebagai kegiatan bisnis yang memiliki prospek yang cukup menjanjikan.

Salah satu komoditi hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah. Banyaknya manfaat yang dapat diambil dan tingginya nilai ekonomi yang dimiliki bawang merah, membuat para petani di berbagai daerah tertarik untuk membudidayakannya agar mendapatkan keuntungan yang besar dari potensi bisnis komoditi bawang merah.

Budidaya bawang merah memang memberikan keuntungan yang cukup besar bagi para petani. Mengingat saat ini kebutuhan pasar akan komoditas bawang merah semakin meningkat tajam, seiring dengan meningkatnya jumlah pelaku bisnis kuliner di berbagai daerah. Komoditas bawang merah dipandang lebih siap memasuki era pasar bebas jika diperbandingkan dengan komoditas tanaman pangan lainnya.

(13)

Gambar 1. Grafik Perkembangan Produksi Bawang Merah di Empat Kabupaten di Sumatera Utara

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara 2012

Berdasarkan grafik perkembangan produksi bawang merah dari tahun 2007 hingga tahun 2011, dapat dilihat bahwa produksi bawang merah lokal berfluktuasi. Produksi bawang merah pada tahun 2009 dan tahun 2010 mengalami penurunan dan pada tahun 2011 produksi bawang merah mengalami peningkatan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara di dalam buku statistik Sumatera Utara dalam Angka 2012, dapat dilihat bahwa volume kebutuhan akan bawang merah di Sumatera Utara sangat tinggi dan sangat berbeda dengan hasil produksi lokal bawang merah di Sumatera Utara.

4693

6488

5284

4772 5071

944 950

2150

842

2180

721 897

2070

1665 1679

2111

1625

691 809 953

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

2007 2008 2009 2010 2011

TON

TAHUN

Simalungun

Dairi

Samosir

(14)

Gambar 2. Grafik Perbandingan antara Produksi dan Kebutuhan Bawang Merah di Sumatera Utara

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara 2012

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa kondisi produksi bawang merah Sumatera Utara masih belum dapat memenuhi kebutuhan bawang merah di Sumatera Utara. Kondisi kebutuhan yang cukup tinggi tersebut membuat pemerintah melakukan import terhadap bawang merah dan perlu dilakukannya pembenahan terhadap produksi lokal untuk meningkatkan produksi bawang merah.

Berdasarkan data kebutuhan bawang merah yang memiliki potensi untuk mengalami peningkatan dan juga kondisi produksi bawang merah di Sumatera Utara yang belum dapat memenuhi kebutuhan bawang merah di Sumatera Utara, maka dalam pengusahaannya memberikan prospek yang menguntungkan. Prospek yang menguntungkan ini dapat terlihat dengan adanya usaha peningkatan produksi dan usaha perbaikan dalam bidang pemasaran hasil bawang merah.

Hasil produksi bawang merah tidak dapat disimpan terlalu lama sehingga petani harus segera memasarkannya. Kesempatan yang seperti inilah yang diambil oleh para pedagang untuk membeli hasil produksi bawang merah dengan harga semurah-murahnya dan kemudian menjualnya dengan harga yang lebih mahal daripada harga beli di tingkat petani.

11005 12071 12655 9413 12449

69720 73200 70216

33754 33754

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000

2007 2008 2009 2010 2011

TON

TAHUN

Produksi

(15)

Pemasaran merupakan hal yang sangat penting setelah selesainya proses produksi pertanian. Bila pemasaran tidak baik, mungkin disebabkan oleh karena daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai pemasaran terlalu panjang, atau hanya ada satu pembeli dan lain sebagainya, kondisi ini sudah pasti merugikan pihak petani. Petani harus berjuang dengan penuh resiko memelihara tanamannya sekian lama, sedangkan pedagang memperoleh hasil dalam waktu singkat saja, sehingga pantas dikatakan bahwa efisiensi di bidang pemasaran masih rendah.

Kelemahan dalam sistem pertanian di Indonesia adalah kurangnya perhatian terhadap bidang pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran seperti pembelian, sortir (grading), penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran sering tidak berjalan seperti yang diharapkan. Keterampilan dalam mempraktekkan unsur-unsur manajemen memang terbatas dan Belum lagi dari segi kurangnya penguasaan informasi pasar sehingga kesempatan-kesempatan ekonomi menjadi sulit untuk dicapai. Lemahnya manajemen pemasaran disebabkan karena tidak mempunyai pelaku-pelaku pasar dalam menekan biaya pemasaran.

Sistem tataniaga bawang merah, tidak terlepas dari peranan-peranan lembaga tataniaga. Lembaga-lembaga ini dalam menyampaikan komoditi dari produsen ke konsumen, berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk saluran pemasaran. Arus pemasaran yang terbentuk dalam proses pemasaran ini beragam sekali atau terdapat beberapa saluran pemasaran didalamnya, misalnya produsen berhubungan langsung dengan konsumen akhir atau produsen terlebih dahulu berhubungan dengan tengkulak, pedagang pengumpul ataupun pedagang besar.

(16)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka diidentifikasikan beberapa masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana pola saluran tataniaga bawang merah yang ada di daerah penelitian?

2. Apa saja fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga-lembaga yang terlibat dalam tataniaga bawang merah di daerah penelitian?

3. Bagaimana margin tataniaga dan distribusinya pada masing-masing lembaga tataniaga bawang merah di daerah penelitian?

4. Berapa koefisien elastisitas transmisi harga bawang merah di daerah penelitian?

5. Bagaimana efisiensi tataniaga untuk setiap saluran tataniaga di daerah penelitian?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menjelaskan pola saluran tataniaga bawang merah di daerah penelitian

2. Untuk menjelaskan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat dalam tataniaga bawang merah di daerah penelitian

3. Untuk menjelaskan besar margin dan distribusinya pada masing-masing lembaga tataniaga bawang merah di daerah penelitian

4. Untuk menganalisis elastisitas transmisi harga di daerah penelitian

5. Untuk menganalisis efisiensi pada setiap saluran tataniaga di daerah penelitian

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

(17)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat dikatakan sudah dikenal oleh masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu, pada zaman Mesir Kuno sudah banyak orang menggunakan bawang merah untuk pengobatan.

Varietas bawang merah yang ditanam oleh petani di Indonesia cukup banyak, antara lain sebagai berikut :

 Varietas Bawang Merah Australia

Jenis bawang merah impor yang banyak ditanam di Indonesia pada daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Bawang merah jenis ini berwarna merah pucat, bentuknya bulat, berukuran agak besar dan sudah dapat dipanen pada umur 65-70 hari.

 Varietas Bawang Merah Bali

Varietas bawang merah Bali sangat cocok ditanam pada daerah dengan ketinggian 1.800 mdpl dan curah hujan rata-rata 1.500-2.000 mm/tahun. Bawang merah jenis ini dapat dipanen pada umur 80-90 hari dengan produksi dapat mencapai 13 ton/ha umbi kering. Bawang merah ini memiliki ciri berwarna merah muda sampai merah dengan berbentuk bulat.

 Varietas Bawang Merah Bangkok

Varietas ini merupakan varietas impr dan cocok ditanam pada dataran rendah dengan ketinggian 30 mdpl. Bawang merah ini dapat dipanen pada umur 60-70 hari dengan produksi dapat mencapai 15 ton/ha. Bawang merah ini berwarna merah muda sampai merah tua dan berbentuk agak bulat.

 Varietas Bawang Merah Filipina

(18)

 Varietas Bawang Merah Medan

Bawang merah varietas ini merupakan bawang lokal dan cocol ditanam di segala musim, tapi produksinya tergolong sedang yaitu berkisar 7 ton/ha umbi kering dan dapat dipanen setelah berumur sekitar 80 hari. Umbi bawang merah ini berwarna merah dan berbentuk meruncing.

 Varietas Bawang Merah Ampenan

Vairetas ini berasal dari daerah Ampenan (Bali), cocok ditanam pada dataran rendah dan sangat peka terhadap hujan. Bawang merah ini memiliki produksi yg tergolong sedang yaitu sekitar 7 ton/ha umbi kering dan dapat dipanen sesudah berumur sekitar 70 hari. Bawang merah varietas ini berwarna merah muda dan berbentuk lonjong.

 Varietas Bawang Merah Bima Brebes

Bawang merah ini berasal dari daerah Brebes dan sangat cocok ditanam pada musim hujan. Produksi bawang merah jenis ini tergolong cukup tinggi yaitu sekitar 10 ton/ha umbi kering dan dapat dipanen sesudah berumur sekitar 60-70 hari. Umbi bawang merah ini berwarna merah muda, bercincin kecil, berbentuk lonjong dan berukuran agak besar.

 Varietas Bawang Merah Sumenep ( Tim Bina Karya Tani, 2008 )

Bawang merah ini berasal dari daerah Sumenep (Madura), cocok ditanam pada daerah dengan ketinggian 500-700 mdpl. Produksi bawang merah ini termasuk sedang dan dapat dipanen sesudah berumur sekitar 70 hari. Umbi bawang merah ini berwarna merah muda hingga kuning kepucatan dan terdapat garis-garis halus memanjang dari pangkal ke arah ujung umbi. Bawang merah Sumenep ini termasuk jenis yang sangat digemari oleh masyarakat karena kualitas gorengnya yang tahan lama dan aromanya harum.

(19)

fungsi-fungsi pemasaran oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran dari produsen kepada konsumen akhir. Pengukuran kinerja pemasaran ini memerlukan ukuran efisiensi pemasaran (Soekartawi,2002)

Saluran tataniaga merupakan suatu jalur dari lembaga-lembaga penyalur yang mempunyai kegiatan menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Penyalur ini secara aktif akan mengusahakan perpindahan bukan hanya secara fisik tetapi dalam arti agar barang-barang tersebut dapat dibeli konsumen. Lembaga tataniaga adalah badan atau usaha atau individu yang menyelenggarakan tataniaga, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran produk-produk pertanian sangat beragam sekali tergantung dari jenis komoditi yang dipasarkan.

Lembaga-lembaga pemasaran itu melakukan fungsi pemasaran sebagai berikut :

A. Fungsi Pertukaran

1. Pembelian (buying) adalah memilih barang-barang yang dibeli untuk dijual dengan harga dan kualitas produk tertentu

2. Penjualan (selling) adalah sumber pendapatan yang diperlukan untuk menutupi ongkos-ongkos dengan harapan mendapatkan laba

B. Fungsi Fisik

1. Penyimpanan (storage) adalah fungsi penyimpanan barang-barang selesai diproduksi sampai pada saat barang-barang dikonsumsi 2. Pengangkutan (transportation) adalah fungsi pemindahan

barang dari tempat barang dihasilkan ke tempat barang akan dikonsumsi

(20)

C. Fungsi Fasilitas

1. Pengepakan (packing) adalah fungsi pengemasan atau pengepakan barang pada saat diproduksi sampai pada saat barang dikonsumsi

2. Pembiayaan (financing) adalah fungsi mendapatkan modal dari sumber luar guna menyelenggarakan kegiatan pemasaran 3. Penentuan mutu (grading) adalah penentuan batas-batas dasar

dalam pembentukan spesifikasi barang-barang hasil manufaktur

4. Penanggungan resiko (marketing loss) adalah fungsi menghindari dan mengurangi resiko yang berkaitan dengan pemasaran

5. Informasi pasar (market information) adalah fungsi untuk mengumpulkan dan penafsiran keterangan-keterangan tentang kebutuhan konsumen, harga dan sebagainya (Mubyarto,1977) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deasy M.N.Sitanggang (2011) mengenai Analisis Tataniaga Bawang Merah di Kabupaten Samosir, disimpulkan bahwa ada tiga saluran tataniaga yang digunakan untuk memasarkan bawang merah, yaitu :

1. Saluran I (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar Propinsi)

Saluran tataniaga ini digunakan oleh 64% sampel dari keseluruhan sampel yang diteliti dan diperoleh margin tataniaga sebesar Rp 3000,00 dengan besar biaya tataniaga sebesar Rp 320,01 dan keuntungan lembaga tataniaga keseluruhan sebesar Rp 2679,99 dan saluran tataniaga ini tidak efisien.

(21)

3. Saluran III (Petani – Konsumen)

Saluran tataniaga ini digunakan oleh 2,96% sampel dari seluruh sampel yang diteliti. Petani bertindak langsung sebagai pedagang pada saluran tataniaga ini, nilai tunai yang diperoleh sebesar Rp 15.700,00 dengan share yang diterima sebesar Rp 7924,33. Saluran tataniaga ini efisien karena nilai efisiensinya sebesar 1,019 (e >1) Nilai koefisien elastisitas transmisi harga yang diperoleh sebesar 0,681 yang diartikan bahwa perubahan harga 1% di tingkat konsumen akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 0,681% di tingkat petani atau dapat juga diartikan perubahan harga sebesar Rp 1000,00 yang dibayarkan konsumen mengakibatkan perubahan harga sebesar Rp 681,00 di tingkat petani. Nilai elastisitas transmisi harga sebesar 0,681 ( Etr < 1) mengindikasikan bahwa transmisi harga yang terbentuk antara pasar petani dan pasar konsumen lemah sehingga struktur pasar yang terbentuk bukan pasar persaingan.

Landasan Teori

Dalam Kusnadi, dkk (2009), Schaffner et.al. (1998) mengemukakan pengertian tataniaga dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu perspektif mikro dan makro. Tataniaga dalam perspektif mikro, tataniaga merupakan aspek manajemen dimana perusahaan secara individu, pada setiap tahapan tataniaga dalam mencari keuntungan, melalui pengelolaan bahan baku, produksi, penetapan harga, distribusi dan promosi yang efektif terhadap produk perusahaan yang akan dipasarkan. Tataniaga dalam perspektif makro menganalisis efisiensi sistem secara keseluruhan dalam penyampaian produk/jasa hingga konsumen akhir atau pemakai, yaitu sistem tataniaga setelah dari petani dengan menggunakan fungsi-fungsi tataniaga atau aktivitas yang diperlukan untuk menyampaikan produk/jasa yang berhubungan dengan nilai guna waktu, bentuk, tempat dan kepemilikan kepada konsumen dan kelembagaan atau perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam sistem tataniaga tersebut (pengolah, distributor, broker, agen, grosir dan pedagang eceran).

(22)

memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri atas fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan tempat , dan kegunaan waktu. Fungsi fisik meliputi kegiatan penyimpanan, pengolahan, dan pengangkutan. Fungsi fasilitas yaitu semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggulangan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.

Komoditas pertanian merupakan komoditas yang cepat rusak, maka komoditas pertanian harus cepat diterima oleh konsumen. Kondisi seperti ini memerlukan saluran tataniaga yang relatif pendek. Jika jarak antara produsen dengan konsumen semakin jauh, maka saluran tataniaga yang terbentuk pun akan semakin panjang. Karena adanya perbedaan jarak dari lokasi produsen ke konsumen, maka lembaga tataniaga diharapkan kehadirannya untuk membantu penyampaian barang dari produsen ke konsumen. Oleh sebab itu, dalam hal melancarkan penyampaian dan memindahkan barang-barang dari produsen ke pasar (para konsumen) peranan lembaga-lembaga tataniaga (marketing institutions) adalah demikan besar.

Lembaga tataniaga merupakan segala usaha yang berkait dalam jaringan lalu lintas barang-barang di masyarakat, seperti halnya jasa-jasa yang ditawarkan oleh agen-agen atau perusahaan dagang, perbankan, perusahaan pengepakan dan peti kemas, perusahaan angkutan, usaha pertanggungan atau asuransi dan lain sebagainya. Perusahaan dagang, perusahaan pengepakan, perusahaan angkutan, perusahaan asuransi, kesemuanya memegang peranan dalam menyampaikan produk itu ke pasar (konsumen) dengan menjamin sampainya produk-produk itu ke konsumen (pasar) tanpa ada kerusakan-kerusakan di samping waktu penyampaiannya yang tepat (Kartasapoetra, 2002).

(23)

hasil dari petani produsen ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi apabila ingin dianggap efisien dalam sistem tataniaga (Mubyarto,1977).

(24)

Gambar 3. Grafik hubungan antara fungsi permintaan dan penawaran primer dengan fungsi permintaan dan penawaran sekunder terhadap margin tataniaga dan nilai margin tataniaga

Sumber : Limbong dan Sitorus,1987

Keterangan : Pr = harga di tingkat pengecer Pf = harga di tingkat petani

Q* = julah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Berdasarkan grafik pada gambar di atas, dapat dilihat besarnya nilai margin tataniaga yang merupakan hasil perkalian antara perbedaan harga pada dua tingkat lembaga tataniaga (dalam hal ini selisih harga eceran dengan harga petani) dengan jumlah produk yang dipasarkan. Semakin besar perbedaan harga antara lembaga tataniaga yang terlibat, terutama antara harga yang terjadi di tingkat eceran dengan harga yang diterima petani, maka semakin besar pula margin tataniaga komoditi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan banyak lembaga

P

r

P

f

M

Kurva Penawaran Turu

Kurva P

Kurva Pe

Kurva Permintaan

Rp/

Unit

Q*

Jumla

A

(25)

peningkatan pengambilan keuntungan leh setiap lembaga tataniaga yang terlibat (Limbong dan Sitorus,1987)

Efisiensi Pemasaran untuk komoditas pertanian menurut Mubyarto (1986) dikatakan efisien apabila :

1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya

2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi pemasaran.

Pasar yang tidak efisien akan terjadi jika biaya pemasaran semakin besar dengan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Sedangkan efisiensi pemasaran terjadi jika :

1) harga pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran lebih tinggi,

2) persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi,

3) adanya kompetisi pasar yang sehat ( Soekartawi, 2002 ).

Harga adalah pertemuan antara penawaran dan permintaan. Terjadinya atau terciptanya harga adalah akibat adanya proses tawar menawar antara penjual (produsen) dan pembeli (konsumen). Penjual menawarkan harga tertentu terhadap komoditinya sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan yang telah dilakukan penjual, dan pembeli menawarkan harga tertentu untuk komoditi bersangkutan sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan yang dimiliki pembeli. Bila terjadi kesesuaian harga antara harga yang ditawarkan penjual dengan harga yang diminta pembeli, maka saat itulah terjadi harga pasar dan kemudian transaksi dapat berlangsung.

(26)

harga input konstan maka perubahan nisbi harga di tingkat petani pengecer tidak akan melebihi perubahan nisbi harga di tingkat petani ( Sudiyono, 2004 ).

Kerangka Pemikiran

Dalam jalur tata niaga bawang merah terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu petani sebagai penyedia komoditi, pedagang perantara, dan konsumen akhir. Ada beberapa saluran pemasaran produk pertanian yang ditujukan untuk segmen pasar konsumen, demikian juga dengan bawang merah. Beberapa petani atau produsen menjual langsung hasil panennya kepada konsumen. Ada juga produsen yang menjual hasil panennya kepada pedagang perantara. Panjang–pendeknya saluran pemasaran ini dilihat dari banyaknya jumlah pedagang perantara yang terlibat dalam saluran tersebut.

Pedagang perantara yang terlibat mungkin menjalankan lebih dari satu fungsi pemasaran. Fungsi–fungsi pemasaran tersebut meliputi : fungsi pembelian, penjualan, pengangkutan atau transportasi, pergudangan atau penyimpanan serta kegiatan pendistribusian, penerapan standarisasi produk, penyediaan dana (financing), penanggungan resiko, serta penyediaan informasi pasar.

Dalam menjalankan fungsi–fungsi pemasaran, pedagang perantara memperoleh balas jasa berupa margin pemasaran yaitu selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin pemasaran ini oleh pedagang perantara dialokasikan di antaranya untuk biaya–biaya yang diperlukan lembaga pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fugsional dan keuntungan lembaga yang terlibat di dalam penyampaiannya. Margin pemasaran ini akan mempengaruhi efisiensi pemasaran, dalam banyak hal semakin tinggi biaya pemasaran maka saluran pemasaran tersebut akan semakin tidak efisien.

(27)

Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran Tataniaga Bawang Merah

Keterangan :

: Menyatakan ada hubungan PRODUSEN

MARGIN TATANIAGA

Efisiensi Tataniaga

Harga di tingkat konsumen FUNGSI DALAM TATANIAGA :

1. Fungsi Pertukaran

a. Penjualan

b. Pembelian

2. Fungsi Fisis

a. Penyimpanan

b. Pengangkutan

3. Fungsi Pelancar

a. Standarisasi

b. Permodalan

c. Penanggung Resiko

d. Informasi Pasar

Harga di tingkat petani

KONSUMEN PEDAGANG PERANTARA

(28)

Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan latar belakang yang sudah diuraikan, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Pembagian share margin merata di setiap pola tataniaga di daerah penelitian

2. Tataniaga bawang merah di daerah penelitian efisien ( e > 1 ) 3. Laju perubahan harga di tingkat produsen lebih kecil daripada laju

(29)

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive yang artinya daerah yang dipilih berdasarkan pertimbangan dan alasan tertentu, yaitu Kabupaten Dairi karena Kabupaten Dairi merupakan sentra produksi terbesar kedua di Sumatera Utara setelah Kabupaten Simalungun dengan data sebagai berikut.

Tabel 1 : Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Bawang Merah Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011

No.  Kabupaten  Luas tanam Luas Panen  Produksi  Produktivitas

(Ha) (Ha) (Ton)  (Kw/Ha)

Simalungun  418 420 5071  120,74

Dairi  295 294 2180  74,15

Samosir  223 217 1679  77,38

Toba Samosir  155 135 1298  96,16

Humbang 

Hasundutan 

181 148 1123  75,87

Karo  98 97 953 98,26

Tapanuli Utara  107 52 61 11,77

Tapanuli Selatan  8 10 54 53,50

Padang Lawas Utara  1 9 23 25,78

10  Mandailing Natal  2 2 7 37,00

Jumlah  1488 1384 12449  89,95

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara 2012

(30)

Tabel 2 : Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Bawang Merah Menurut Kecamatan Tahun 2011 di Kabupaten Dairi

No.  Kecamatan  Luas Panen  Produksi Produktivitas 

(Ha) (Ton) (Kw/Ha) 

Sidikalang  ‐ ‐ ‐ 

Berampu  ‐ ‐ ‐ 

Sitinjo  ‐ ‐ ‐ 

Parbuluan  ‐ ‐ ‐ 

Sumbul  ‐ ‐ ‐ 

Silahisabungan  294 2180 74,15 

Silima Pungga‐

Pungga 

‐ ‐ ‐ 

Lae Parira  ‐ ‐ ‐ 

Siempat Nempu  ‐ ‐ ‐ 

10  Siempat Nempu 

Hulu 

‐ ‐ ‐ 

11  Siempat Nempu Hilir ‐ ‐ ‐ 

12  Tigalingga  ‐ ‐ ‐ 

13  Gunung Sitember ‐ ‐ ‐ 

14  Pegagan Hilir  ‐ ‐ ‐ 

15  Tanah Pinem  ‐ ‐ ‐ 

Jumlah  294 2180 74,15 

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Dairi 2012

(31)

Tabel 3 : Luas Panen, Produktivitas, Produksi Bawang Merah Menurut Desa Tahun 2011 di Kecamatan Silahisabungan

No.  Desa  Luas Panen Produksi Produktivitas 

(Ha) (Ton) (Kw/Ha) 

Silalahi I  79,41 585,48 73,97 

Silalahi II  19,37 141,41 73,25 

Silalahi III  85,75 640,74 74,96 

Paropo  77,88 579,67 74,67 

Paropo I  31,59 232,70 73,90 

Jumlah  294,00 2180,00 74,15 

Sumber : Kecamatan Silahisabungan Dalam Angka Tahun 2011, Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi

Metode Penentuan Sampel

Petani Produsen

Populasi petani produsen dalam penelitian ini adalah petani yang menanam bawang merah di Desa Silalahi I, Desa Silalahi II, Desa Silalahi III, Desa Paropo dan Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi. Berdasarkan hasil pra survei yang dilakukan peneliti, diperoleh data jumlah petani di 5 desa di Kecamatan Silahisabungan sebagai berikut :

Tabel 4 : Jumlah Petani Bawang Merah di Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi 2012

No.  Desa  Jumlah petani

(KK)

Silalahi I 142

Silalahi II 51

Silalahi III 182

Paropo  138

Paropo I 73

Jumlah  586

(32)

Populasi petani bawang merah di daerah penelitian yang mencakup di 5 desa tersebut adalah sebanyak 586 KK. Untuk mendapatkan besar sampel yang diambil sebagai representasi dari populasi digunakan rumus Slovin sebagai berikut :

Keterangan : n = besar sampel

N = besar populasi e = nilai kritis ( batas ketidaktelitian ) yang diinginkan ( % ) ( Sevilla, dkk., 1993

).

Dengan nilai batas ketidaktelitian sebesar 10 % , maka dengan menggunakan rumus di atas diperoleh sampel sebesar :

8

8 .

n = 85 KK

Sampel yang digunakan dalam penelitian sebesar 85KK dengan distribusinya pada masing-masing desa sebagai berikut :

Tabel 5. Tabel Distribusi Jumlah Petani Sampel di Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

No.  Desa  Jumlah petani Jumlah Petani Sampel 

(KK) (KK) 

Silalahi I  142 21 

Silalahi II  51 7 

Silalahi III  182 26 

Paropo  138 20 

Paropo I  73 11 

(33)

Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Simple Random Sampling, artinya pengambilan sampel dari populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut ( Sugiyono, 2010 ).

Pedagang Perantara

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pedagang yang digunakan adalah penelitian penelusuran (tracer study). To trace artinya mengkuti jejak yang tidak lain adalah menelusuri. Arti kata menelusuri dapat diketahui bahwa kegiatan yang ada dalam penelitian ini adalah mengikuti jejak seseorang yang sudah pergi atau sesuatu yang sudah lewat waktu (Arikunto, 2002). Penelusuran yang dilakukan berdasarkan informasi dari petani, maka diperoleh sampel pedagang pedagang sebagai berikut :

 Sampel pedagang pengumul sebanyak 9 orang

 Sampel pedagang besar sebanyak 2 orang

 Sampel pedagang pengecer sebanyak 15 orang

Metode Pengumpulan Data

(34)

Metode Analisis Data

Untuk menjelaskan masalah 1 dan 2, digunakan analisis deskriptif yaitu dengan menguraikan :

1) saluran tata niaga yang dilalui mulai dari produsen ( petani bawang merah ) hingga ke konsumen akhir,

2) fungsi–fungsi tata niaga yang dilakukan oleh pedagang perantara dalam tata niaga bawang merah di daerah penelitian.

Untuk menjelaskan masalah 3, digunakan analisis deskriptif dan untuk menghitung margin tata niaga dan distribusinya pada masing – masing lembaga perantara digunakan rumus sebagai berikut :

Pr

Keterangan : MP = Margin Tata Niaga Pr = Harga di tingkat pengecer

(35)

Share biaya ( SBi ) masing – masing lembaga perantara menggunakan model :

Pr %

Keterangan : SBi = Share biaya tiap lembaga perantara Bi = Besar biaya lembaga perantara Pr = Harga di tingkat pengecer

Pf = Harga di tingkat petani / produsen

Share keuntungan ( SKi ) masing – masing lembaga perantara menggunakan model :

Pr %

Keterangan : SKi = Share keuntungan tiap lembaga perantara Ki = Besar keuntungan lembaga perantara Pr = Harga di tingakat pengecer

Pf = Harga di tingkat produsen

Share petani produsen (Sf) masing – masing lembaga perantara menggunakan model :

%

Keterangan : Sf = Share produsen

(36)

Untuk analisis nisbah margin keuntungan, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

Keterangan : I = keuntungan masing – masing lembaga tata niaga bti = biaya tata niaga masing – masing lembaga

Untuk menyelesaikan masalah 4), dilakukan analisis efesiensi pola saluran tataniaga dengan menggunakan rumus :

Keterangan : e = efisiensi tata niaga

Z = keuntungan pedagang perantara ( Rp ) Zm = keuntungan petani ( Rp )

C = biaya tata niaga ( Rp ) Cm = biaya produksi ( Rp ) Saluran tata niaga dikatakan efisien jika : e > 1 : efisien

e ≤ 1 : tidak efisien ( Mustafid, 2002 ).

Untuk menyelesaikan masalah 5), dilakukan analisis elastisitas transmisi harga dengan menggunakan rumus :

Keterangan : Etr = Elastisitas Transmisi Harga b = Koefisien regresi

(37)

Kriteria pengukuran yang digunakan pada analisis transmisi harga adalah :

(1) Jika Et = 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen sama dengan laju perubahan harga ditingkat produsen. Hal ini berarti bahwa pasar yang dihadapi oleh seluruh pelaku tataniaga adalah bersaing sempurna, dan sistem tataniaga yang terjadi sudah efisien.

(2) Jika Et < 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih kecil dibanding dengan laju perubahan harga di tingkat produsen. Keadaan ini bermakna bahwa pemasaran yang berlaku belum efisien dan pasar yang dihadapi oleh pelaku tataniaga adalah bersaing tidak sempurna, yaitu terdapat kekuatan monopsoni atau oligopoli.

(38)

Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

Definisi

1) Petani bawang merah adalah petani yang mengusahakan tanaman bawang merah baik secara komersial maupun sebagai sampingan minimal selama 5 tahun terakhir

2) Tata niaga bawang merah adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan penyampaian produksi fisik tanaman bawang merah dari produsen ke konsumen akhir.

3) Lembaga tata niaga adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya.

4) Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli bawang merah dari pedagang pengumpul dan pedagang besar dan menjualnya kepada konsumen 5) Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli bawang merah dari

petani dan menjualnya ke pedagang besar dan pedagang pengecer

6) Pedagang besar adalah pedagang yang membeli bawang merah dari pedagang pengumpul dan menjualnya ke pedagang pengecer

7) Fungsi tata niaga adalah serangkaian kegiatan fungsional yang dilakukan oleh lembaga–lembaga tata niaga, baik aktivitas proses fisik maupun aktivitas jasa yang ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen akhir.

8) Biaya tata niaga adalah biaya yang dikeluarkan oleh setiap pedagang perantara dalam menyalurkan bawang merah dari produsen hingga ke konsumen akhir. 9) Margin tata niaga adalah perbedaan antara harga yang diterima petani dengan

harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir.

(39)

Batasan Operasional

1) Petani yang menjadi sampel adalah petani yang menanam bawang merah sebagai sumber pendapatan utama maupun sebagai sumber pendapatan sampingan

(40)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

Luas dan Letak Geografis

Kecamatan Silahisabungan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Dairi. Kecamatan Silahisabungan memiliki luas wilayah sebesar 7562 km2 terdiri dari 5 desa swasembada, yaitu Desa Silalahi II dengan luas 1819 km2, Desa Silalahi I dengan luas sebesar 1581 km2, Desa Paropo dengan luas sebesar 1291 km2, Desa Silalahi III dengan luas sebesar 1752 km2 dan Desa Paropo I dengan luas 1119 km2. Secara administratif, Kecamatan Silahisabungan mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara Berbatasan dengan Kabupaten Tanah Karo

 Sebelah Timur Berbatasan dengan Danau Toba/Samosir

 Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kecamatan Parbuluan

 Sebelah Barat Berbatasan dengan Kecamatan Sumbul/Pegagan Hilir. Adapun penggunaan lahan di Kecamatan Silahisabungan adalah sebagai berikut : Tabel 6. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah dan Desa Tahun 2012

No. Desa Tanah

Sawah

Tanah

Kering

Bangunan/

Pekarangan Lainnya Jumlah

1. Silalahi II 44 333 56 1386 1819

2. Silalahi I 64 380 42 1095 1581

3. Paropo 50 113 30 1098 1291

4. Silalahi III 39 500 68 1145 1752

5. Paropo I 46 62 56 955 1119

Jumlah 243 1388 252 5679 7562

Sumber : BPS 2013, Kecamatan Silahisabungan Dalam Angka 2013

Keadaan Penduduk

(41)

Kondisi Sosial Ekonomi

Kecamatan Silahisabungan merupakan Desa Pertanian, maka mata pencarian warga sebagian besar adalah petani sebesar 88%, selebihnya 12% wiraswasta dan 3% adalah PNS.

Sarana dan Prasarana

Sarana transportasi di Kecamatan Silahisabungan kurang di dukung oleh keadaaan jalan yang kurang baik terlebih pada musim hujan, ini kadang mempersulit akses transportasi.

Untuk jaringan listrik di Kecamatan Silahisabungan telah tersedia PLN sehingga hampir seluruh rumah tangga di desa ini menggunakan listrik untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Untuk air bersih penduduk desa mendapatkanya dari mata air yang ada di desa, maka Kecamatan Silahisabungan tidak pernah kekurangan air.

Karakteristik Petani Sampel

Umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Semakin tua umur petani kecenderungan kemampuan bekerja semakin menurun. Hal ini berpengaruh pada produktivitasnya dalam mengelola usahataninya. Kegiatan usahatani banyak mengandalkan fisik. Keadaan umur petani rata-rata 41,88 tahun dengan interval antara 20-60 tahun. Klasifikasi petani menurut kelompok umur terlihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Umur Petani Responden di Kecamatan Silahisabungan Tahun 2012. No. Kelompok Umur

(Tahun)

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1.

2.

20-50 >50

77 8

85,5

14,5

Jumlah 85 100

(42)

Berdasarkan tabel persentase terbesar di daerah penelitian berada pada kisaran umur 20-50 tahun dengan persentase sebesar 85,5%. Artinya petani sampel di daerah penelitian berada pada usia produktif yang masih berpotensi dalam mengoptimalkan usahataninya.

Pendidikan Petani Sampel

Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola usahatani. Respon petani dalam hal menerima teknologi untuk mengoptimalkan usahataninya sangat erat dengan pendidikan formal. Berikut ini tabel tingkat pendidikan petani di daerah penelitian:

Tabel 8. Tingkat Pendidikan Petani Sampel di Kecamatan Silahisabungan Tahun 2012.

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1.

2.

3.

4.

Pendidikan Dasar (SD)

Pendidikan Menengah Pertama (SMP)

Pendidikan Menengah Atas (SMA, STM)

Lainnya

34 29

20

2

40

34,1

23,5

2,4

Total 85 100

Sumber: Data diolah dari lampiran 1

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata petani memiliki tingkat pendidikan dasar sebesar 40% dan pendidikan menengah (SMP+SMA) sebesar 57,6%. Jadi tingkat pendidikan petani berada pada tingkat menengah.

Pengalaman Bertani

(43)

semakin baik pula pengelolaan usahataninya. Rata-rata pengalaman petani mengolah usahatani jagung dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9. Klasifikasi Petani Sampel Berdasarkan Pengalaman Bertani di Kecamatan Silahisabungan Tahun 2012.

No. Pengalaman Bertani

(Tahun)

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1.

2.

3.

4.

0-5 6-10 11-20

> 20

11 29 36 9

12,9

34,1

42,4

10,6

Jumlah 85 100

Sumber: Data diolah dari lampiran 1

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Saluran Tataniaga Bawang Merah

Hasil penelitian mengenai saluran tataniaga bawang merah yang dilakukan di Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi, memperlihatkkan bahwa terdapat 2 pola saluran tataniaga bawang merah yaitu :

Gambar 5. Pola Saluran Tataniaga Bawang Merah/minggu di Kecamatan Silahisabungan

Saluran II (36,4%)

Saluran I (63,6%)

Keterangan : : Arah Penjualan Bawang Merah

Pola tataniaga pertama diperlihatkan sebagai berikut :

Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Pada pola tataniaga I, petani menjual hasil bawang merah kepada pedagang pengumpul yang berdomisili di Kecamatan Silahisabungan. Pedagang pengumul

PETANI

PEDAGANG PENGUMPUL

PEDAGANG BESAR

PEDAGANG PENGECER

(45)

pengecer di berbagai kecamatan di Kabupaten Dairi. Pedagang pengecer akan menjual bawang merah kepada konsumen akhir. Volume penjualan bawang merah yang berasal dari Kecamatan Silahisabungan pada pola tataniaga pertama untuk setiap minggunya adalah 7,7 ton (63,6% dari hasil produksi bawang merah sebesar 12,1 ton setiap minggunya) dan hasil produksi bawang merah pada pola tataniaga pertama diutamakan untuk memenuhi kebutuhan bawang merah di Kabupaten Dairi.

Pola tataniaga kedua diperlihatkan sebagai berikut :

Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Pedagang Pengecer Konsumen Akhir

Pada pola tataniaga kedua, hasil produksi bawang merah dijual kepada pedagang pengumpul di Kecamatan Silahisabungan. Pedagang pengumpul kemudian akan menjual bawang merah kepada pedagang besar di pasar kabupaten. Pedagang besar akan menjual bawang merah kepada pedagang pengecer keluar Kabupaten Dairi seperti ke Kabupaten Karo dan Kota Medan. Pedagang pengecer akan menjual bawang merah kepada konsumen akhir. Volume penjualan bawang merah pada pola tataniaga kedua setiap minggunya adalah 4,4 ton (36,4% dari volume produksi bawang merah sebesar 12,1 ton setiap minggunya)

(46)

Fungsi Tataniaga Bawang Merah

Fungsi tataniaga adalah serangkaian kegiatan fungsional yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga, baik berupa proses fisik maupun aktivitas jasa yang ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Fungsi tataniaga dilakukan oleh masing-masing pelaku tataniaga untuk memperlancar penyampaian hasil usahatani dari produsen kepada konsumen akhir. Konsekuensi dari pelaksanaan fungsi tataniaga ini adalah semakin besar biaya yang dikeluarkan oleh pedagang perantara akibatnya harga komoditi bawang merah akan menjadi lebih tinggi. Fungsi tataniaga bawang merah yang dilakukan masing-masing lembaga tataniaga dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 10. Fungsi-Fungsi Tataniaga yang Dilakukan oleh Lembaga-Lembaga Tataniaga di Kec.Silahisabungan

No. Fungsi Tataniaga Petani Pedagang Pengumpul

Fungsi Fasilitas :

 Resiko

 Sortasi

 Penyediaan Dana

 Informasi Pasar

(47)
(48)

Distribusi Margin Tataniaga Bawang Merah

(49)

Tabel 11. Distribusi Margin pada Saluran Tataniaga I

No Uraian Harga/Kg %

1 Harga Jual Petani 11129 55,65 Biaya produksi 7859

Margin Keuntungan 3270 Nisbah Margin Keuntungan 0,42 2 Harga Beli Pedagang Pengumpul 11129 3 Harga Jual Pedagang Pengumpul 16000

Biaya : 389,16 1,95

-Bongkar Muat 77,92 0,39 -Transportasi 272,73 1,36 -Kemasan 34,74 0,17 -Retribusi 3,77 0,02 Margin Keuntungan 4481,84 22,40 Nisbah Margin Keuntungan 11,99

4 Harga Beli Pengecer 16000 5 Harga Jual Pengecer 20000

Biaya 1434,78 7,17

-Penyusutan 869,57 4,35 -Transportasi 434,78 2,17 -Kemasan 130,43 0,65 Margin Keuntungan 2565,22 12,83 Nisbah Margin Keuntungan 2,79

6 Harga Beli Konsumen 20000 100 Sumber : Data Diolah dari Lampiran 11, 12, 13 dan 14

(50)

Harga jual yang diterima pedagang pengumpul adalah Rp 16.000/kg. Margin pemasaran yang terbentuk antara petani dan pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 4.871/kg. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 389,16/kg (1,95% dari harga yang diterima konsumen). Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul sebesar sebesar Rp 4.481,84/kg (22,40% dari harga yang diterima konsumen).

(51)

Tabel 12. Distribusi Margin pada Saluran Tataniaga II

No Uraian Harga/Kg % 

1 Harga Jual Petani 11129 39,74

Biaya produksi 7859  

Margin Keuntungan 3270  

Nisbah Margin Keuntungan 0,42   2 Harga Beli Pedagang Pengumpul 11129

3 Harga Jual Pedagang Pengumpul 17333

Biaya : 674,42 2,41

-Bongkar Muat 136,36 0,49

-Transportasi 500 1,79

-Kemasan 31,25 0,11

-Retribusi 6,81 0,02

Margin Keuntungan 5529,58 19,75 Nisbah Margin Keuntungan 8,2

4 Harga Beli Pedagang Besar 17333 5 Harga Jual Pedagang Besar 24000

Biaya : 563,64 2,01

-Bongkar Muat 125 0,45

-Penyusutan 15,91 0,06

-Transportasi 386,36 1,38

-Kemasan 29,55 0,11

-Retribusi 6,82 0,02

Margin Keuntungan 6103,36 21,80 Nisbah Margin Keuntungan 10,83

6 Harga Beli Pedagang Pengecer 24000 7 Harga Jual Pedagang Pengecer 28000

Biaya : 3076,19 10,99

-Penyusutan 1647,62 5,88 -Transportasi 952,38 3,40

(52)

Margin Keuntungan 923,81 3,30 Nisbah Margin Keuntungan 0,3

8 Harga Beli Konsumen 28000 100,00 Sumber : Data Diolah dari Lampiran 11,12, 15, 16 dan 17

Volume hasil produksi bawang merah yang melalui pola tataniaga II adalah sebesar 4,4 ton selama satu minggu 36,4% dari total hasil produksi bawang merah yang dipasarkan selama satu minggu. Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa harga jual yang diterima petani sebesar Rp 11.129/kg (39,74% dari harga yang diterima konsumen). Biaya produksi bawang merah yang dikeluarkan petani adalah sebesar Rp 7.859/kg dan keuntungan yang diperoleh petani sebesar Rp 3.270/kg.

Harga pembelian bawang merah yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 11.129/kg dan harga penjualan sebesar Rp 17.333/kg. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk menjual bawang merah adalah sebesar Rp 674,42/kg (2,41% dari harga yang diterima konsumen). Keuntungan yang didapat oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 5.529,58/kg (19,75% dari harga yang diterima konsumen)

Harga pembelian bawang merah yang dikeluarkan oleh pedagang besar sebesar Rp 17.333/kg dan harga penjualan sebesar Rp 24.000/kg. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar untuk menjual bawang merah adalah sebesar Rp 563,64/kg (2,01% dari harga yang diterima konsumen). Keuntungan yang didapat oleh pedagang besar sebesar Rp 6.103,36/kg (21,80% dari harga yang diterima konsumen)

(53)

Efisiensi Saluran Tataniaga

Penentuan efisiensi tataniaga pada penelitian ini dihitung dengan cara membandingkan besarnya keuntungan petani dan seluruh pedagang perantara yang terlibat dengan seluruh biaya produksi serta ongkos tataniaga yang dikeluarkan oleh petani dan ongkos tataniaga yang dikeluarkan oleh seluruh pedagang perantara. Saluran tataniaga dikatakan efisien apabila tingkat efisiensi lebih besar daripada satu ( e > 1 ). Tingkat efisiensi tataniaga bawang merah di Kecamatan Silahisabungan dapat diketahui pada tabel berikut.

Tabel 13. Efisiensi Saluran Tataniaga di Daerah Penelitian Saluran Keuntungan

Petani (Rp)

Keuntungan Pedagang Perantara

(Rp)

Biaya Produksi

Petani (Rp)

Ongkos Tataniaga

(Rp)

Efisiensi Tataniaga

I 3270 7.047,06 7.859 1.823,94 1,07 II 3270 12.566,75 7.859 4.314,25 1,30

(54)

Elastisitas Transmisi Harga

Analisis elastisitas transmisi harga yang digunakan untuk mengetahui persentase perubahan harga di tingkat produsen akibat perubahan harga di tingkat konsumen. Selain menunjukkan besarnya perubahan harga di tingkat petani dan pengecer, nilai elastisitas transmisi harga juga dapat menyatakan tingkat kompetisi suatu pasar, penampakan atau struktur pasar yang terbentuk.

Dari hasil analisis regresi sederhana, didapat nilai koefisien regresi b1 adalah sebesar 0,612 (Lampiran 18). Nilai koefisien regresi b1 ini menunjukkan nilai elastisitas transmisi harga dan diperoleh nilai elastisitas harga lebih kecil dari satu ( Etr < 1 ). Nilai koefisien regresi sebesar 0,612 dapat diartikan bahwa perubahan harga sebesar 1% di tingkat konsumen akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 0,612% di tingkat petani atau dapat juga diartikan bahwa perubahan harga yang dibayar konsumen sebesar Rp 1.000 akan menyebabkan perubahan harga sebesar Rp 612 di tingkat petani.

(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Saluran tataniaga bawang merah di Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi ada 2 yaitu Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir sebanyak 63,6% dan Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir sebanyak 36,4% 2. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga adalah

fungsi pertukaran (penjualan dan pembelian), fungsi fisik ( transportasi, penyimpanan dan pendistribusian) dan fungsi fasilitas (resiko, penyediaan dana dan informasi pasar)

3. Saluran tataniaga I dan II dikatakan sudah efisien karena tingkat efisiensi tataniaga untuk saluran I dan II lebih besar daripada 1 ( e > 1 ), masing-masing sebesar 1,07 dan 1,30.

4. Perubahan harga di tingkat konsumen tidak dapat mempengaruhi perubahan harga di tingkat produsen karena nilai elastisitas transmisi lebih kecil daripada satu ( Etr < 1 )

Saran

1. Kepada petani dan lembaga tataniaga lainnya sebaiknya melakukan fungsi sortasi ( grading ) dalam rangka membuat perbedaan harga berdasarkan standar kualitas bawang merah.

2. Untuk meningkatkan efisiensi tataniaga, perlu ditekan biaya atau ongkos tataniaga dalam hal ini yang dimaksud adalah biaya pengangkutan atau transportasi.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Suatu Penelitian : Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Kartasapoetra. 2002. Marketing Produk Pertanian dan Industri. Jakarta : Rineka Cipta

Kusnadi, dkk. 2009. Bunga Rampai Abribisnis Seri Pemasaran. Bogor : IPB Press Limbong, W.H dan Sitorus, P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bogor : IPB

Press

Mubyarto. 1977. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : LP3ES

Mustafid.2002. Analisis Efektivitas dan Efisiensi Tataniaga Kopi Biji di Propinsi Lampung. Lampung : UNILA

Sevilla, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : UI Press

Sitanggang, Deasy M.N. 2011. Analisis Tataniaga Bawang Merah di Kabupaten Samosir. Medan : USU

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian Teori dan Aplikasinya. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada

Sudiyono, Armand. 2004. Pemasaran Pertanian. Malang : UMM Press

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta

(57)

Lampiran 1. Karakteristik Petani Bawang Merah di Kec. Silahisabungan Kab. Dairi pada Tahun 2013

Nomor Sampel

Usia Pendidikan Pengalaman Jumlah Tanggungan

Luas Lahan

(m²)

Domisi (Tahun) (Tahun) (Tahun)

1 60 5 30 6 1200 Desa Silalahi I

2 52 12 25 5 4800 Desa Silalahi I

3 48 9 10 3 800 Desa Silalahi I

4 38 14 11 3 1200 Desa Silalahi I

5 49 6 15 5 2800 Desa Silalahi I

6 32 9 5 2 1200 Desa Silalahi I

7 36 12 3 2 1200 Desa Silalahi I

8 53 6 20 4 1600 Desa Silalahi I

9 49 12 11 4 800 Desa Silalahi I

10 45 9 15 5 3200 Desa Silalahi I

11 48 12 10 5 1600 Desa Silalahi I

12 38 9 6 2 800 Desa Silalahi I

13 40 9 13 4 800 Desa Silalahi I

14 36 9 10 3 1600 Desa Silalahi I

15 42 9 10 4 2400 Desa Silalahi I

16 51 9 25 6 2400 Desa Silalahi I

17 56 12 20 7 2000 Desa Silalahi I

18 48 12 15 3 2800 Desa Silalahi I

19 39 6 20 5 2400 Desa Silalahi I

20 48 6 20 4 1200 Desa Silalahi I

21 35 6 15 3 800 Desa Silalahi I

22 44 9 10 5 2000 Desa Silalahi II

23 47 6 12 2 2000 Desa Silalahi II

24 39 6 15 2 1600 Desa Silalahi II

25 40 12 20 3 2000 Desa Silalahi II

26 42 12 18 4 3200 Desa Silalahi II

27 49 12 19 6 1200 Desa Silalahi II

28 38 9 12 5 1200 Desa Silalahi II

29 44 6 18 2 1200 Desa Silalahi III

30 38 6 10 4 1200 Desa Silalahi III

31 35 6 8 3 2000 Desa Silalahi III

32 37 6 12 4 2000 Desa Silalahi III

33 38 12 10 2 2000 Desa Silalahi III

34 55 12 30 5 800 Desa Silalahi III

(58)

36 39 6 10 3 800 Desa Silalahi III

37 48 6 25 4 3600 Desa Silalahi III

38 45 6 15 6 2400 Desa Silalahi III

39 47 6 18 7 1600 Desa Silalahi III

40 48 6 20 3 2800 Desa Silalahi III

41 39 9 8 5 1200 Desa Silalahi III

42 43 9 11 4 3600 Desa Silalahi III

43 47 15 10 5 2000 Desa Silalahi III

44 51 9 25 6 3200 Desa Silalahi III

45 39 6 10 4 1600 Desa Silalahi III

46 42 6 10 3 2400 Desa Silalahi III

47 49 6 20 4 800 Desa Silalahi III

48 49 5 15 5 2800 Desa Silalahi III

49 50 5 25 6 1200 Desa Silalahi III

50 50 8 30 7 3200 Desa Silalahi III

51 43 8 20 3 1600 Desa Silalahi III

52 47 8 15 5 800 Desa Silalahi III

53 45 10 10 4 2400 Desa Silalahi III

54 32 9 5 2 800 Desa Silalahi III

55 41 9 14 3 2000 Desa Paropo

56 37 6 10 4 3200 Desa Paropo

57 28 6 4 3 400 Desa Paropo

58 39 12 10 4 2400 Desa Paropo

59 31 12 5 2 800 Desa Paropo

60 29 12 3 1 400 Desa Paropo

61 44 12 7 4 1200 Desa Paropo

62 47 6 11 3 1200 Desa Paropo

63 28 6 7 1 400 Desa Paropo

64 32 9 5 6 800 Desa Paropo

65 44 9 10 3 2800 Desa Paropo

66 33 9 3 3 400 Desa Paropo

67 37 9 5 5 400 Desa Paropo

68 29 9 4 2 400 Desa Paropo

69 48 6 15 5 2000 Desa Paropo

70 47 6 10 6 1200 Desa Paropo

71 51 12 30 7 2800 Desa Paropo

72 45 6 15 3 800 Desa Paropo

73 38 6 20 5 800 Desa Paropo

74 39 9 12 4 800 Desa Paropo

75 49 9 15 3 2400 Desa Paropo I

(59)

79 44 9 15 4 1200 Desa Paropo I

Lampiran 2. Karakteristik Pedagang Pengumpul di Kecamatan Silahisabungan pada Tahun 2013

Lama Berdagang 

(Tahun) Domisili 

Lampiran 3. Karakteristik Pedagang Besar di Kabupaten Dairi pada Tahun 2013

Nomor 

Lama Berdagang 

(Tahun)

1  51  12 25

2  39  9 7

3  45  9 12

Lampiran 4. Karakteristik Pedagang Pengecer di Kabupaten Dairi pada Tahun 2013

Nomor 

Lama Berdagang 

(Tahun)

1  42  9 10

2  38  9 8

3  52  12 25

(60)

5  47  6 21

6  53  6 30

7  49  12 15

8  37  9 6

9  44  6 17

10  45  9 12

11  39  9 15

12  41  9 10

13  45  12 8

14  39  12 10

(61)

Lampiran 5. Biaya Penggunaan Bibit Bawang Merah per Petani di Kec.  Silahisabungan Kab. Dairi Selama Satu Musim Tanam Tahun 2013 

Nomor Sampel

Luas Lahan Kebutuhan Bibit Harga Total Biaya (m²) (Kg) (Rp/Kg) (Rp)

1 1200 150 33000 4950000

2 4800 620 30000 18600000

3 800 105 35000 3675000

4 1200 150 33000 4950000

5 2800 340 31000 10540000

6 1200 155 33000 5115000

7 1200 150 32000 4800000

8 1600 210 32000 6720000

9 800 100 35000 3500000

10 3200 410 32000 13120000

11 1600 195 32000 6240000

12 800 100 35000 3500000

13 800 110 35000 3850000

14 1600 220 32000 7040000

15 2400 300 31000 9300000

16 2400 300 32000 9600000

17 2000 250 33000 8250000

18 2800 345 31000 10695000

19 2400 305 31000 9455000

20 1200 150 32000 4800000

21 800 98 35000 3430000

22 2000 240 31000 7440000

23 2000 255 31000 7905000

24 1600 210 32000 6720000

25 2000 250 31000 7750000

26 3200 495 31000 15345000

27 1200 155 33000 5115000

28 1200 150 32000 4800000

29 1200 145 32000 4640000

30 1200 150 32000 4800000

31 2000 250 31000 7750000

32 2000 235 31000 7285000

33 2000 255 31000 7905000

34 800 100 33000 3300000

(62)

36 800 98 32000 3136000

37 3600 450 30000 13500000

38 2400 300 31000 9300000

39 1600 200 32000 6400000

40 2800 355 31000 11005000

41 1200 155 30000 4650000

42 3600 450 30000 13500000

43 2000 250 31000 7750000

44 3200 400 30000 12000000

45 1600 195 32000 6240000

46 2400 298 31000 9238000

47 800 100 33000 3300000

48 2800 350 31000 10850000

49 1200 110 32000 3520000

50 3200 395 30000 11850000

51 1600 200 32000 6400000

52 800 100 33000 3300000

53 2400 300 31000 9300000

54 800 100 30000 3000000

55 2000 250 31000 7750000

56 3200 400 30000 12000000

57 400 50 30000 1500000

58 2400 300 31000 9300000

59 800 110 33000 3630000

60 400 60 35000 2100000

61 1200 145 32000 4640000

62 1200 160 32000 5120000

63 400 48 35000 1680000

64 800 100 33000 3300000

65 2800 345 31000 10695000

66 400 50 35000 1750000

67 400 48 33000 1584000

68 400 50 34000 1700000

69 2000 245 31000 7595000

70 1200 155 32000 4960000

71 2800 355 30000 10650000

72 800 110 33000 3630000

73 800 98 33000 3234000

(63)

77 400 45 30000 1350000

78 1200 150 30000 4500000

79 1200 155 32000 4960000

80 800 100 35000 3500000

81 1600 200 30000 6000000

82 800 98 30000 2940000

83 800 110 33000 3630000

84 800 100 33000 3300000

85 800 115 34000 3910000

(64)
(65)

Lampiran 6. Biaya Penggunaan Pupuk pada Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam di Kec.Silahisabungan Nomor

Sampel

Luas Lahan PUPUK

Total Biaya

Mutiara Amopos Komplit Boron TSP

(m²) Jumlah Biaya Jumlah Biaya Jumlah Biaya Jumlah Biaya Jumlah Biaya (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) (Kg) (Rp)

(66)

20 1200 90 783000 40 244000 50 435000 30 183000 20 220000 1865000 21 800 70 609000 40 244000 50 435000 30 183000 20 220000 1691000 22 2000 150 1305000 50 305000 60 522000 35 213500 30 330000 2675500 23 2000 150 1305000 50 305000 60 522000 35 213500 30 330000 2675500 24 1600 110 957000 50 305000 60 522000 35 213500 30 330000 2327500 25 2000 145 1261500 50 305000 60 522000 35 213500 30 330000 2632000 26 3200 220 1914000 100 610000 100 870000 70 427000 50 550000 4371000 27 1200 100 870000 40 244000 50 435000 30 183000 20 220000 1952000 28 1200 90 783000 40 244000 50 435000 30 183000 20 220000 1865000 29 1200 100 870000 40 244000 50 435000 30 183000 20 220000 1952000 30 1200 100 870000 40 244000 50 435000 30 183000 20 220000 1952000 31 2000 150 1305000 50 305000 60 522000 35 213500 30 330000 2675500 32 2000 160 1392000 50 305000 60 522000 35 213500 30 330000 2762500 33 2000 150 1305000 50 305000 60 522000 35 213500 30 330000 2675500 34 800 60 522000 40 244000 50 435000 30 183000 20 220000 1604000 35 800 60 522000 40 244000 50 435000 30 183000 20 220000 1604000 36 800 50 435000 40 244000 50 435000 30 183000 20 220000 1517000 37 3600 280 2436000 100 610000 100 870000 70 427000 50 550000 4893000 38 2400 180 1566000 80 488000 100 870000 80 488000 40 440000 3852000 Lampiran 6. Biaya Penggunaan Pupuk pada Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam di Kec.Silahisabungan (Lanjutan)

Nomor Sampel

Luas Lahan PUPUK

Total Biaya

Mutiara Amopos Komplit Boron TSP

(67)

Gambar

Grafik Perkembangan Produksi Bawang Merah di Empat Kabupaten
Gambar 1. Grafik Perkembangan Produksi Bawang Merah di Empat Kabupaten di
Gambar 2. Grafik Perbandingan antara Produksi dan Kebutuhan Bawang Merah di
Gambar 3. Grafik hubungan antara fungsi permintaan dan penawaran primer
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

lima puluh lima ribu rupiah) yang dibiayai Arrggaran Dana Masyarakai Tahun Anggaran 2012, dengan ini diumumkan bahwa sebagai Penyedia Barang untLrk pekerjaan tersebut

penjelasan Dokumen Lelang Pengadaan Optimalisasi Perangkat KPPD Balikpapan Tahun Anggaran 2017 (Lelang Ulang). tanggal 12 Juli 2017. Penjelasan dokumen

Kegiatan guru pada langkah pembelajaran dengan menggunakan metode SAS meliputi: guru menampilkan beberapa gambar yang disertai dengan ber- cerita tentang gambar; guru

Berikut adalah saran praktis dari penelitian yang sudah dilakukan, yaitu (1) Sebaiknya perusahaan menambah personel Public Relation , untuk meningkatkan kegiatan

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa terdapat 8 kelas tutupan lahan yang ada di Kabupaten Samosir yaitu badan air, hutan, ladang, lahan kosong, pemukiman,

IDENTITAS DINAS PENDIDIKAN KAB/KOTA……….. Potensi Sumber

Faktor penggerak tersebut merupakan faktor yang memiliki pengaruh tinggi pada kinerja sistem dengan ketergantungan faktor yang rendah; (3) Faktor-faktor kunci kinerja paket