• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang termasuk lokasi pelaksanaan Prima Tani dengan agroekosistem lahan kering. Lokasi Prima Tani dengan agroekosistem lahan kering meliputi: Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Garut, Kota Tasikmalaya dan Kota Depok. Sebaran lokasi Prima Tani di Jawa Barat meliputi desa-desa yang terpilih berdasarkan hasil PRA (Participatory Rural Appraisal) yang melibatkan Tim Prima Tani, dinas pertanian lingkup daerah, penyuluh lapang dan petani atau kelompok tani yang dilibatkan langsung pada pelaksanaan Prima Tani (BPTP Jawa Barat 2007).

Berdasarkan agroekosistem pelaksanaan Prima Tani terbagi menjadi lahan kering (Lahan Kering Dataran Rendah dan Lahan Kering Dataran Tinggi) dan lahan sawah (Lahan Sawah Intensif dan Lahan Sawah Semi Intensif). Melalui pelaksanaan Prima Tani Lahan Kering Dataran Rendah Beriklim Basah di Kabupaten Bogor diharapkan dapat mendukung program pembangunan pertanian yang masih merupakan program utama yang mampu menyumbang pendapatan yang cukup berarti dan dapat dinikmati oleh masyarakat Kabupaten Bogor (Tim Prima Tani Kabupaten Bogor 2007). Kabupaten Bogor secara administrasi posisinya sangat strategis karena berbatasan dengan DKI Jakarta sebagai pusat segala kegiatan termasuk bisnis atau perdagangan dengan aksesibilitas yang sangat baik (Distan Kabupaten Bogor 2006). Kabupaten Bogor termasuk ke dalam agroekosistem lahan kering dataran rendah beriklim basah yang luasnya kurang lebih 72% dan 28% merupakan agroekosistem lahan kering dataran tinggi. Kabupaten Bogor terbagi menjadi 40 kecamatan, 15 kelurahan dan 425 desa. Sektor pertanian di Kabupaten Bogor masih merupakan sektor prioritas (Distan Kabupaten Bogor 2006).

Selain lahan produktif pada tahun 2003 di Jawa Barat terdapat 591.705 ha lahan kritis atau 16% dari luas total Jawa Barat yang tersebar di bagian tengah dan selatan Jawa Barat. Luasan lahan kritis sebagian besar berada di Kabupaten

kritis ini mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan terutama pada awal rehabilitasi hutan (Distan Kabupaten Bogor 2006).

Upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani pada lahan kering dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani. Strategi pengembangan di tingkat petani secara luas dapat dilakukan melalui penerapan sistem dan usaha agribisnis yang mampu mengembangkan usaha pertanian yang komersial atau berorientasi pasar, mampu meningkatkan dan memperluas penganekaragaman hasil pertanian (BPTP Jawa Barat 2007).

Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor sebagai salah satu lokasi Prima Tani di Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Leuwi Sadeng. Prima Tani yang bersifat top down membentuk Klinik Agribisnis di Desa Babakan Sadeng untuk memperlancar penyebarluasan inovasi teknologi pertanian. Peta lokasi wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

g

Gambar 2 Peta situasi Kecamatan Leuwi Sadeng lokasi Prima Tani Kabupaten Bogor

Kecamatan Leuwi Sadeng secara geografis termasuk wilayah Kabupaten Bogor bagian barat yang jaraknya kurang lebih 42 km dari Ibukota Kabupaten Bogor dan 55 km ke Ibukota DKI Jakarta. Luas wilayah Kecamatan Leuwi Sadeng kurang lebih 3.665 ha yang terdiri dari lahan sawah 1.234 ha dan lahan kering 2.431 ha. Potensi pengembangan komoditas pertanian lahan kering lebih besar jika dibandingkan dengan pengembangan komoditas lahan sawah. Secara administratif batas Kecamatan Leuwi Sadeng adalah: sebelah utara Kecamatan Serpong (Tangerang), sebelah selatan Kabupaten Sukabumi, sebelah barat Kecamatan Cigudeg dan sebelah timur Kecamatan Cibungbulan (Kecamatan Leuwi Sadeng 2008). Penggunaan lahan di Kecamatan Leuwi Sadeng Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Luas wilayah berdasarkan stratifikasi lahan sawah dan lahan darat

Penggunaan Lahan Luas (ha)

Lahan Sawah

- Sawah Irigasi Teknis 0

- Sawah Irigasi Setengah Teknis 79

- Sawah Pengairan Pedesaan 273

- Sawah Tadah Hujan 882

Jumlah 1.234 Lahan Kering - Pekarangan 459 - Tegalan/Kebun /Ladang 1.093 - Padang Rumput 293 - Hutan 95 - Perkebunan 473 Jumlah 2.413 Lain-lain - Kolam 18 Jumlah 18 Total 3.665 Sumber: Kecamatan Leuwi Sadeng (2008)

Tabel 1 menunjukkan bahwa penggunaan lahan sebagian besar adalah lahan kering yaitu seluas 2.413 ha atau 65,8 % yang penggunaannya didominasi oleh tegalan/kebun/ladang seluas 1.093 ha atau 29,8% dari luas keseluruhan penggunaan lahan di Kecamatan Leuwi Sadeng. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa sebagian besar lahan di Kecamatan Leuwi Sadeng adalah lahan kering dan sawah yang diusahakan berupa sawah tadah hujan artinya untuk pengairannya hanya mengandalkan air hujan.

Selanjutnya informasi yang berupa data curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Stasiun Karacak-Leuwiliang rata-rata curah hujan di Kecamatan Leuwi Sadeng sebesar 2.770,2 mm/tahun dengan rata- rata curah hujan bulanan berkisar antara 163-314 mm. Kecamatan Leuwi Sadeng berada pada ketinggian 200-550 m dpl dengan temperatur berkisar antara 25-32oC. Kondisi iklim yang dimiliki Kecamatan Leuwi Sadeng sangat berpeluang untuk pengembangan berbagai macam komoditas pertanian (Kecamatan Leuwi Sadeng 2008).

Sumber daya manusia merupakan modal utama keberhasilan suatu program pembangunan pertanian. Sebaik apapun suatu program pembangunan akan tidak berhasil apabila sumber daya manusianya sebagai pelaksana program tersebut tidak berperan aktif atau berpartisipasi dalam menerima dan menjalankan program tersebut. Jumlah penduduk di Kecamatan Leuwisadeng pada tahun 2008 sebanyak 69.533 orang dan didominasi oleh penduduk usia 0-14 tahun (Kecamatan Leuwi Sadeng 2008). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah penduduk berdasarkan umur di Kecamatan Leuwi Sadeng tahun 2008

Umur (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

0-14 24.596 35,4 15-29 19.245 27,7 30-44 13.779 19,8 45-59 7.991 11,5 ≥60 3.922 5,6 Total 69.533 100,0

Sumber: Kecamatan Leuwi Sadeng (2008)

Pelaksanaan pembangunan tidak menyangkut sarana fisik saja, tetapi juga membangun sumber daya manusia agar terampil dan berpotensi mengembangkan sumber daya alam yang ada. Mosher (1978) mengemukakan bahwa pendidikan membina kepercayaan dan tradisi-tradisi masyarakat yang menunjang pembangunan. Pendidikan terkait dengan tingkat adopsi suatu inovasi dari sebuah program pembangunan. Data yang tersedia hanya dapat menyajikan tingkat pendidikan formal yang pernah diselesaikan oleh penduduk di Kecamatan Leuwi Sadeng Kabupaten Bogor. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Leuwi Sadeng tahun 2008

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Belum Sekolah 6.414 9,2 Tidak Tamat SD 26.846 38,6 SD 27.094 39,0 SLTP 5.584 8,0 SLTA 3.273 4,7 Akademi 199 0,3 Perguruan Tinggi 123 0,2 Total 69.533 100,0 Sumber: Kecamatan Leuwi Sadeng (2008)

Tabel 3 menunjukkan sebanyak 26.846 orang (38,6%) tidak tamat SD, 27.094 orang (39,0%) tamat SD, sisanya sebanyak 9.179 orang (13,2%) berpendidikan SLTP, SLTA, akademi dan perguruan tinggi serta 6.414 orang (9,2%) belum sekolah. Berdasarkan data dapat dikatakan tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Leuwi Sadeng masih rendah karena sebanyak 77,6% berpendidikan tidak tamat SD dan tamat SD (Kecamatan Leuwi Sadeng 2008).

Pekerjaan penduduk di Kecamatan Leuwi Sadeng Kabupaten Bogor bervariasi mulai dari sektor pertanian, pegawai pemerintah sampai ke sektor lainnya. Data mengenai pekerjaan penduduk di Kecamatan Leuwi Sadeng tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah penduduk berdasarkan pekerjaan di Kecamatan Leuwisadeng tahun 2008

Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Belum/tidak bekerja 49.289 70,9

Petani dan peternak 6.448 9,3

Pegawai/karyawan 1.757 2,5 PNS/POLRI 368 0,5 Dagang/wiraswasta 6.584 9,5 Buruh tani 2.466 3,5 Lainnya 2.621 3,8 Total 69.533 100,0

Sumber: Kecamatan Leuwi Sadeng (2008)

Tabel 4 menunjukkan bahwa penduduk di Kecamatan Leuwi Sadeng berdasarkan pekerjaan terdiri dari: petani dan peternak sebanyak 6.448 orang

(9,3%), pegawai/karyawan sebanyak 1.757 orang (2,5%) dan sebanyak 368 orang (17,3%) bekerja sebagai PNS/POLRI, dagang/wiraswasta, buruh tani dan sektor lainnya, belum bekerja sebanyak 33.253 orang (47,8%) karena masih di bawah umur dan bersekolah, sedangkan tidak bekerja sebanyak 16.036 orang (23,1%). Penduduk yang bekerja pada sektor lainnya terdiri dari: sebanyak 1.904 orang (2,7%) bekerja sebagai pengemudi/jasa dan sebanyak 717 orang (1,0%) bekerja sebagai tukang. Berdasarkan data tersebut hanya 12,8% yang bekerja di sektor pertanian sebagai petani, peternak dan buruh tani. Pelaksanaan Prima Tani LKDRIB mempunyai tujuan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya, agar petani lebih progresif dan berorientasi komersil untuk usahataninya.

Rata-rata petani di Kecamatan Leuwi Sadeng memiliki luas garapan 0,10 ha dengan status kepemilikan lahan sebagian besar adalah lahan milik (Tim Prima Tani Kabupaten Bogor 2007). Kepemilikan lahan yang sempit merupakan faktor yang dianggap kendala untuk menjadikan skala usaha yang menguntungkan apalagi petani masih menjalankan usahataninya secara individu.

Sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Leuwi Sadeng baik pertanian, transportasi, komunikasi maupun pemasaran kondisinya baik akan tetapi untuk alat-alat pertanian kondisinya kurang baik. Sarana yang berupa jalan raya kondisinya cukup baik hampir semuanya berupa jalan aspal sampai ke desa-desa. Selanjutnya untuk sarana komunikasi cukup lengkap dengan terpasangnya jaringan telekomunikasi baik dari pemerintah maupun swasta. Sarana dan prasarana pertanian sangat penting dalam mendukung pengembangan usaha pertanian di suatu wilayah karena dapat mendukung kegiatan pertanian di wilayah tersebut sehingga dapat berjalan dengan baik. Terkait dengan jaringan pasar untuk komoditas pertanian dan perkebunan, umumnya petani menjual hasil pertanian maupun perkebunan ke pengumpul kemudian dari pengumpul dijual ke bandar atau pedagang besar dan dari bandar besar kemudian dijual lagi ke pengecer kemudian baru sampai ke konsumen. Komoditas pertanian yang dikembangkan dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pertanian, perkebunan dan kehutanan. Pola usahatani yang dikembangkan di lahan sawah maupun lahan kering umumnya masih bersifat monokultur (UPTD Penyuluhan Wilayah Leuwi Sadeng 2005).

Rancang bangun untuk diversifikasi atau integrasi tanaman-ternak yang dikembangkan pada Prima Tani di Kecamatan Leuwi Sadeng Kabupaten Bogor berdasarkan hasil survai PRA (Participatory Rural Appraisal) yang telah dilakukan oleh BPTP Jawa Barat diketahui ada tiga komoditas selain padi yang berpotensi untuk dikembangkan di Desa Babakan Sadeng yaitu sayuran dataran rendah, jambu biji (diarahkan untuk penanganan pasca panen) dan pemanfaatan kotoran ternak domba. Terjadi aliran dua arah, yaitu ternak domba dapat mengalirkan pupuk kandang sebagai bahan organik untuk tanaman padi atau sayuran dan padi sedangkan dari tanaman padi dimanfaatkan oleh ternak domba sebagai pakan. Pendekatan kelembagaan yang dilakukan pada Prima Tani di Kecamatan Leuwi Sadeng di antaranya adalah pembentukan kelompok tani dan Klinik Agribisnis. Pelaksanaannya, Prima Tani juga membawa inovasi teknologi yang bertujuan untuk diintroduksikan kepada masyarakat setempat (petani) yang tentu saja disesuaikan dengan kondisi setempat baik dari aspek sosial, ekonomis maupun teknis (Tim Prima Tani Kabupaten Bogor 2007).

Berdasarkan identifikasi potensi dan permasalahan usahatani di lahan kering dataran rendah di Desa Babakan Sadeng, Kecamatan Leuwi Sadeng maka inovasi teknologi yang dikembangkan pada lahan kering dataran rendah di Kecamatan Leuwi Sadeng Kabupaten Bogor mencakup peningkatan produktivitas lahan dan pendapatan petani secara berkelanjutan. Penataan kembali tata letak pertanaman dalam satu lahan yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah optimalisasi. Komoditas dan teknologi yang diintroduksikan merupakan komoditas dan teknologi yang sesuai dengan kondisi biofisik dan lingkungan setempat, sosial ekonomi, sosial budaya dan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Semua ini dikembangkan dalam sistem usahatani terpadu yaitu integrasi antara tanaman dan ternak (Tim Prima Tani Kabupaten Bogor 2007).

Berdasarkan hasil interpretasi Peta Rupabumi Digital Indonesia skala 1:25.000 dan Citra Landsat serta survei sumber daya lahan diketahui bahwa penggunaan lahan saat ini di Desa Babakan Sadeng sebagian besar adalah kebun campuran (34,43%) dan sawah (30,84%). Penggunaan lahan lainnya yaitu Tegalan (12,85%), semak atau alang-alang (12,59%), Pemukiman (7,52%) dan lahan terbuka (1,78%). Lokasi dan komoditas yang dikembangkan ditetapkan

berdasarkan potensi titik ungkit pengembangan suatu komoditas yang apabila dikembangkan secara agribisnis dapat mendorong kemajuan usahatani dan kesejahteraan masyarakat setempat (BPTP Jawa Barat 2007).

Komoditas yang dikembangkan sebenarnya disesuaikan dengan apa yang telah diusahakan petani yang kemudian diberikan sentuhan teknologi yang siap diterapkan berupa penggunaan varietas unggul, pengelolaan tanaman terpadu, penanganan panen dan pasca panen. Selain itu juga dikembangkan kelembagaan agribisnis dan sentuhan diseminasi (penyuluhan) melalui penyebarluasan inovasi teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan petani di lokasi setempat (BPTP Jawa Barat 2007).

Komoditas padi sawah sebenarnya bukan merupakan komoditas utama yang dikembangkan tetapi komoditas padi sawah di Desa Babakan Sadeng masih merupakan komoditas strategis (security food). Selama ini hasil padi hanya dikonsumsi sendiri dan hanya sedikit sekali yang dijual. Kemudian dalam perkembangannya petani mulai beralih komoditas ke jambu biji. Alasan para petani antara lain: 1) untuk ditanami padi kadang-kadang air tidak mencukupi karena memang lahan sawahnya sebagian besar lahan sawah tadah hujan dan 2) budidaya jambu biji dianggap lebih menguntungkan dan tidak memerlukan pemeliharaan yang intensif (Tim Prima Tani Kabupaten Bogor 2007) .

Berdasarkan hasil PRA (Participatory Rural Appraisal) yang dilakukan oleh BPTP Jawa Barat diketahui bahwa masyarakat ingin mencoba mengembangkan padi gogo baik di lahan sawah maupun lahan kering karena tidak berfungsinya jaringan irigasi dan tidak tersedianya air pada musim kemarau dan dikhawatirkan produksi padi akan menurun akibat perluasan tanaman jambu biji di lahan sawah. Hal ini merupakan peluang bagi BPTP dengan kegiatan Prima Tani memasukkan teknologi PTT padi gogo sekaligus memperkenalkan varietas unggul padi gogo. Kinerja teknologi pada tanaman padi sawah baru 45%, baik itu pergiliran varietas, teknologi PHT, pemupukan berimbang, maupun jarak tanam. Varietas padi yang selama ini digunakan oleh petani adalah IR 64 padahal varietas baru lebih baik sudah cukup banyak beredar di pasaran seperti Ciherang dan Sintanur. Padi IR 64 pada saat ini sudah mengalami penurunan produktivitas dan

sangat mudah terserang hama penggerek batang dan penyakit busuk leher (neck blast) serta tungro (BPTP Jawa Barat 2007).

Rancang bangun inovasi teknologi untuk lokasi Prima Tani di Kabupaten Bogor adalah integrasi tanaman ternak pada LKDR yang mengacu pada rancangan dasar Prima Tani yang diterbitkan oleh Badan Litbang Pertanian. Sistem usahatani yang dikembangkan pada Prima Tani adalah “Sistem Usahatani Intensifikasi Diversifikasi” oleh karena itu secara operasional harus didukung oleh inovasi teknologi dan kelembagaan. Sistem usahatani dengan pola diversifikasi atau integrasi tanaman ternak menjelaskan integrasi masing-masing komoditas melalui pola aliran energi. Antara tanaman jambu biji dan padi gogo dengan ternak domba hanya terjadi aliran dua arah, yaitu ternak domba dapat mengalirkan pupuk kandang sebagai bahan organik untuk tanaman jambu biji dan padi gogo, sedangkan dari tanaman padi dimanfaatkan oleh ternak domba sebagai pakan. Rakitan teknologi yang ditawarkan dalam memperbaiki pengelolaan masing- masing komoditas mulai dari teknis produksi, panen dan pasca panen (Tim Prima Tani Kabupaten Bogor 2007). Keterkaitan antara tanaman dan ternak dalam sistem usaha tanaman terpadu lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pola integrasi berdasarkan komoditas dalam SUID (Tim Prima Tani Kabupaten Bogor 2007)

Komoditas sayuran dikembangkan oleh petani di lokasi penelitian dan ditanam sebagai komoditas penyelang tanaman padi. Tanaman sayuran yang biasa dibudidayakan oleh petani yaitu jenis tanaman sayuran dataran rendah

Limbah tanaman (Teknologi Fermentasi)

Pendapatan

Pemasaran

Pengolahan jambu biji

Limbah pengolahan Ternak domba Budidaya tanaman: Jambu biji Sayuran (Jagung Manis, Mentimun, Kacang Panjang) Pupuk organik Produsen minuman

seperti: jagung manis, mentimun dan kacang panjang. Teknologi budidaya sayuran di Desa Babakan Sadeng umumnya masih kurang baik dalam hal penggunaan benih maupun teknik budidaya. Benih sayuran yang digunakan adalah benih dari tanaman sebelumnya padahal benih tersebut adalah hibrida sehingga tidak dapat dibenihkan lagi dan jika ditanam tidak akan tumbuh optimal dan tidak akan berproduksi baik (Tim Prima Tani Kabupaten Bogor 2007). Tingkat adopsi teknologi pada petani sayuran baru 40-50% yang meliputi teknologi penggunaan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh), teknologi PHT (Pengendalian Hama Terpadu), pergiliran varietas dan teknologi pasca panen. Melihat kondisi yang demikian merupakan peluang yang cukup baik dalam menyosialisasikan inovasi teknologi yang memuat teknik budidaya sayuran yang baik dan benar untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani di Desa Babakan Sadeng melalui pelaksanaan Prima Tani (BPTP Jawa Barat 2007).

. Petani juga banyak yang mengusahakan tanaman jambu biji dan sudah berorientasi ke arah komersial walaupun dalam lahan yang masih terbatas. Berdasarkan hasil survei PRA yang dilakukan oleh BPTP Jawa Barat diketahui ternyata teknik budidaya yang dilakukan oleh petani belum begitu baik dibuktikan jarak tanam yang masih terlalu rapat sehingga sangat mudah terserang hama dan penyakit. Melalui Prima Tani diperkenalkan inovasi teknologi untuk menghindari atau mengatasi masalah tersebut misalnya: pemangkasan pada dahan tertentu yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman atau pemupukan yang baik dan benar di sekitar pohon jambu biji sebagai upaya untuk mempertahankan produktivitasnya. Secara ekonomi petani menganggap usaha budidaya jambu biji ini cukup menguntungkan (Tim Prima Tani Kabupaten 2007).

Desa Babakan Sadeng juga memiliki berbagai lembaga yang tumbuh dan berkembang yang mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat. Terdapat 11 lembaga yang banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat meliputi: KUD, Kelompok Kerajinan Tangan Bunga Kering, PKK, Puskesmas, Posyandu, Desa, KTNA, Penyuluh (UPTD), Kios Saprodi, kelompok tani dan paguyuban transportasi babakan sadeng (angkot dan ojek). Kelompok tani juga sudah ada namun belum memiliki kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama (belum aktif) dan memerlukan pembinaan yang lebih baik agar kapasitasnya dapat

ditingkatkan. Keberadaan lembaga kelompok tani dirasakan oleh para petani kurang manfaatnya sehingga petani belum merasakan kebutuhan berkelompok salah satunya dapat dilihat dengan belum lengkapnya struktur organisasi kelompok. Manfaat berkelompok terus ditingkatkan dalam rangka merancang model AIP akan dimulai dari penguatan kelompok yang dilakukan secara partisipatif dimana lembaga pendukung kelompok tani akan didekatkan aksesnya sehingga menjadi satu kesatuan manajemen dalam kerangka manajemen model AIP. Selain itu terdapat juga kelembagaan penunjang di Kecamatan Leuwi Sadeng yang kondisinya masih terbatas jika dibandingkan dengan kecamatan lain seperti Kecamatan Leuwi Liang. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Leuwi Sadeng merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Leuwi Liang sehingga keberadaan kelembagaan penunjang seperti BRI, UPTD/P4S, RPH dan pasar masih berada di Kecamatan Leuwi Liang (BPTP Jawa Barat 2007).

Berdasarkan kondisi kelembagaan yang ada serta permasalahannya maka dalam rangka pengembangan kelembagaan agribisnis pada Prima Tani Kabupaten Bogor disusun kelembagaan AIP yang komponen-komponennya terdiri dari: lembaga unit usaha saprodi tanaman dan ternak, lembaga unit usaha produksi, lembaga unit usaha pasca panen (pengolahan hasil), lembaga pemasaran, lembaga koperasi dan lembaga klinik agribisnis (BPTP Jawa Barat 2007). Model Sistem dan Usaha Agribisnis yang dilaksanakan melalui pendekatan model farm untuk mengkaji kelayakan teknis, ekonomis dan sosial budaya. Pendekatan ini diperlukan karena keberhasilan suatu program pengembangan usahatani tidak hanya ditentukan oleh teknologi maju tetapi juga faktor sosial ekonomi petani, dukungan kelembagaan yang ada di pedesaan, dan kebijaksanaan pemerintah. Selain itu partisipasi aktif dari semua pihak yang terkait sejak perencanaan hingga monitoring dan evaluasi akan mendukung keberlanjutan penerapan teknologi anjuran secara luas di tingkat petani (Syahyuti 2006).

Proses Komunikasi dalam Jasa Pelayanan Klinik Agribisnis

Proses komunikasi terjadi selama pelaksanaan Prima Tani mulai dari persiapan, perencanaan, pemantapan sampai kepada pelaksanaan kegiatan. Tahapan persiapan meliputi: kegiatan advokasi program Prima Tani di Daerah,

Survei Diagnostik/PRA wilayah (identifikasi, karakterisasi biofisik, sosial budaya dan kelembagaan serta kebutuhan teknologi), baseline survey, survei tanah dan sumber daya air. Tahapan perencanaan meliputi: penentuan CPCL (Calon Petani dan Calon Lokasi) dilakukan dengan instansi terkait yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian dan pelaku agribisnis. Tahap perencanaan ini termasuk didalamnya penetapan untuk lokasi Klinik Agribisnis dan perencanaan pertemuan Partisipatif. Pemantapan meliputi: peningkatan SDM (pendamping teknologi dan petani), penguatan kelembagaan, perancangan pembentukan klinik agribisnis. Pelaksanaan kegiatan meliputi implementasi inovasi teknologi (teknologi sistem produksi pada tanaman jambu biji, PTT sayuran, ternak domba) dan inovasi kelembagaan mengaktifkan kelompok tani yang ada dan mengembangkannya selanjutnya dilaksanakan monev (monitoring dan evaluasi) sebagai pertanggungjawaban untuk mengevaluasi pencapaian kegiatan yang telah direncanakan yang dilakukan empat bulan sekali selama satu tahun (BPTP Jawa Barat 2007).

Proses komunikasi selalu dilakukan dalam pelaksanaan Prima Tani di antaranya untuk membangun Klinik Agribisnis dilakukan tahapan-tahapan: (1) penetapan lokasi: klinik agribisnis ditempatkan di Desa Babakan Sadeng dan tahap selanjutnya klinik bisa dikembangkan dengan swadaya petani dan bantuan Pemerintah Daerah setempat, (2) identifikasi dan penetapan prioritas masalah: materi yang akan mengisi klinik ditentukan berdasarkan hasil penelusuran dengan memperhatikan prioritas, masalah, potensi dan peluang pengembangannya dan (3) penetapan materi: materi yang tersedia di Klinik Agribisnis disesuaikan dengan hasil identifikasi permasalahan yang ada di lapangan, disesuaikan dengan kebutuhan, mencakup kegiatan keseluruhan proses agribisnis dari hulu (on-farm) sampai hilir (off-farm).

Penyiapan pembentukan Klinik Agribisnis dilaksanakan secara bersama- sama antara BPTP, Dinas terkait, Pemda, petani dan pelaku agribisnis lainnya. Kegiatan yang dilakukan meliputi:

1 Penyediaan informasi

- Penyiapan dan penyebarluasan informasi melalui berbagai media sesuai kebutuhan

2 Penyediaan jasa pelayanan/konsultasi

- Bimbingan pemecahan masalah usahatani - Bimbingan pemilihan komoditas

- Pengumpulan serta merespons kebutuhan teknologi dan umpan balik 3 Penyiapan sumber daya manusia

- Survei pendasaran diseminasi teknologi

- Sosialisasi program Prima Tani dan Laboratorium Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP)

- Bimbingan pengelolaan usahatani - Bimbingan dinamika kelompok

4 Penyiapan dan pemeliharaan fasilitas Klinik Agribisnis

- Pelengkapan Posko sebagai Klinik Agribisnis dengan beberapa panel,

display (hasil PRA, Peta Lokasi, jadwal kegiatan Prima Tani) - Penyediaan alat peraga (benih, peralatan budidaya, visitor plot) - Penambahan atau penggantian display

- Penyiapan perpustakaan mini

- Pemeliharaan fasilitas Klinik Agribisnis

Setiap langkah dalam pelaksanaan Prima Tani dilakukan secara terpadu dengan melibatkan masyarakat (petani) setempat, dan dinas /instansi atau lembaga terkait lainnya. Lembaga yang terlibat dalam jaringan kerja klinik agribisnis dengan peran masing-masing sesuai tupoksinya yaitu:

1 BPTP: (a) pemasok materi penyuluhan, (b) menyiapkan inovasi teknologi dan kelembagaan kepada penyuluh dan (c) advokasi kelembagaan.

2 Penyuluh (dari BPTP dan Dinas): (a) konsultan inovasi teknologi dan

kelembagaan, (b) dinamisasi kelompok tani dan organisasi petani, (c) konsultasi manajemen usaha dan finansial, (d) konsultasi pengembangan

jaringan usaha.

3 Dinas Pertanian/Perkebunan/Peternakan: (a) menyiapkan informasi pasar,

supplier, permodalan, (b) membantu menyiapkan materi penyuluhan, (c) advokasi, (d) konsultasi pengembangan jaringan usaha (e) penguatan kelembagaan penyuluhan.

4 Balit/Puslit/BB/LRPI: (a) konsultasi inovasi teknologi, kelembagaan, dan manajemen usaha serta finansial, (b) menyediakan informasi dan produk komoditas serta teknologi unggulan.

5 Asosiasi komoditas: (a) menyediakan informasi harga, komoditas dan pasar, (b) konsultasi pengembangan jaringan usaha.

6 LSM pertanian pedesaan (optional): (a) konsultasi manajemen usaha dan finansial (b) konsultasi pengembangan jaringan usaha dan (c) dinamisasi

Dokumen terkait