• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karasteristik Parameter Fisika dan Kimia Perairan Sungai Ciliwung

Parameter fisika kimia merupakan parameter-parameter penting yang dapat menujang kehidupan organisme di perairan termasuk didalamnya organisme Ephemeroptera. Nilai rataan hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan sungai Ciliwung dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada pengukuran parameter fisika kimia perairan sugai Ciliwung beberapa parameter kualitas air menunjukan adanya peningkatan konsentrasi yang cukup tinggi, khususnya konsentrasi bahan organik atau dengan kata lain telah mendekati batas ataupun telah melewati baku mutu yang diperbolehkan dalam PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Suhu

Setiap organsime dalam suatu ekosistem memiliki toleransi yang berbeda- beda terhadap fluktuasi parameter fisika kimia di lingkungan perairan. Secara umum suhu merupakan salah satu parameter yang paling berpengaruh terhadap metabolisme suatu mahluk hidup baik itu organisme terestrial maupun organisme aquatik (Nontji, 1987). Pada makroinvertebrata juga terdapat faktor-faktor fisika kimia lain yang sangat berpengaruh, misalnya ketinggian lokasi dan jenis substrat. Kondisi suhu pada saat pengukuran dilapangan memiliki kisaran antara 18 oC – 29 o

C.

Pada stasiun I suhu perairannya berkisar antara 18,0 oC – 18,3 oC; Stasiun II suhunya berkisar antara 18,6 oC – 20,3 oC; Stasiun III kisaran suhunya antara 19,7 oC – 21,3 oC; stasiun IV suhunya berkisar antara 25,6 oC – 28,9 oC. Suhu terendah yang berhasil diukur terdapat di stasiun I (gunung mas) dan tertinggi di stasiun Cibinong. Grafik sebaran suhu pada masing-masing stasiun selama pengamatan disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Sebaran Suhu Perairan pada Stasiun Pengamatan

Rendahnya suhu pada stasiun I itu lebih disebabkan karena lokasi stasiun tersebut yang berada di tengah hutan dan terlindungi dari cahaya matahari serta ketinggiannya lokasinya yang mencapai 1.289 m di atas permukaan laut. Kisaran nilai suhu ini jika dibandingkan dengan PP 20 tahun 1990 golongan C yang disalin dalam Kep-MENLH no. 11 tahun 2003 tentang pedoman penetapan status mutu air maka kisaran suhu di lokasi penelitian lebih luas, dimana dalam Kep- MENLH no. 11 tahun 2003 kisaran suhu yang ditentukan untuk suhu minimum adalah 20,5 oC sedangkan suhu maksimumnya adalah 25,13 oC dengan rata-rata 22,06 oC.

Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan komponen yang sangat penting bagi organisme perairan. Berdasarkan hasil pengukuran kadar oksigen terlarut di lokasi penelitian didapatkan pada stasiun I memiliki nilai DO berkisar antara 7,7 mg/l – 8,3 mg/l; stasiun II berkisar antara 7,32 mg/l – 7,8 mg/l, stasiun III berkisar antara 7,2 mg/l – 7,8 mg/l; stasiun IV berkisar antara 6,2 mg/l – 6,82 mg/l. nilai kandungan oksigen terlarut di sungai Ciliwung bila dibandingkan dengan Peraturan pemerintah RI No. 82 tahun 2001 yaitu > 3 mg/l, maka kisaran nilai DO masih berada pada kondisi yang masih baik untuk kegiatan pariwisata, pertanian dan perikanan serta bahan baku air minum. Nilai sebaran oksigen terlarut di sungai Ciliwung dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Sebaran nilai Oksigen Terlarut Pada Stasiun Pengamatan

Sebaran nilai oksigen terlarut di sungai Ciliwung umumnya masih mendukung kehidupan Ephemeroptera di perairan. Nilai oksigen terlarut bervariasi menurut stasiunnya, dimana pada stasiun I nilai DO terbilang cukup tinggi, hal ini disebabkan karena pada stasiun I kondisi perairan yang memiliki kecepatan arus tinggi. Selain itu rendahnya bahan organik pada stasiun tersebut juga memberikan pengaruh nyata terhadap tingginya oksigen terlarut. Pada stasiun II dan III kondisi oksigen terlarutnya relatif sama sedangkan pada stasiun IV memiliki kadar oksigen terlarut yang paling rendah, hal ini disebabkan kondisi kecepatan arus yang relatif lambat dan kandungan bahan organik yang semakin tinggi.

Kekeruhan

Kekeruhan perairan (turbiditas) merupakan gambaran dari banyaknya bahan-bahan yang tersuspensi di perairan seperti liat, debu, plankton dan organisme renik lainnya. Kekeruhan dapat menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan. Kondisi perairan yang keruh bisa mengancam kehidupan organsime akuatik seperti dapat mengganggu organ pernafasan dan organ penyaring makanan. Sebaran nilai kekeruhan pada setiap stasiun pengamatan di sungai Ciliwung dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Sebaran Nilai Kekeruhan Pada Stasiun Pengamatan

Pada stasiun I nilai kekeruhan adalah 3,87 NTU – 5,02 NTU; Stasiun II nilai kekeruhannya adalah 12,72 NTU – 15,60 NTU; stasiun III 24,32 NTU – 26,72 NTU; stasiun IV 28,60 NTU – 34,72 NTU. Sebaran nilai kekeruhan di setiap stasiun pengamatan tersebut mengalami peningkatan konsentrasi sebagai akibat banyaknya gangguan pada masing-masing stasiun, dimana pada stasiun I (situs rujukan) memiliki konsentrasi kekeruhan yang sangat rendah dan konsentrasi ini terus mengalami peningkatan pada stasiun-stasiun lain dibawahnya. Stasiun IV (Cibinong) merupakan stasiun yang memiliki kekeruhan paling tinggi, hal ini disebabkan pada stasiun IV banyak mendapatkan masukan sedimentasi dari proyek-proyek pembangunan ruko, pemukiman penduduk dan inustri di bagian tepi sungai.

Derajad Keasaman (pH)

Nilai pH menunjukan derajad keasaman dan kebasaan suatu perairan. Nilai pH dalam perairan sangat dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer), yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya. Derajad keasaman suatu perairan merupakan salah parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap proses-proses kehidupan dan susunan spesies dalam ekosistem. Nilai keasaman suatu perairan nilainya dapat bervariasi tergantung pada suhu perairan, oksigen terlarut, adanya anion dan kation serta adanya

sumber-sumber asam dari luar perairan seperti gunung berapi dan limbah dari industri. Nilai pH yang berhasil diukur selama penelitian menunjukan kisaran yang tidak begitu bervariasi seperti terlihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Sebaran Nilai Derajad Keasaman (pH) Stasiun Pengamatan

Dari Gambar 12. dapat diketahui bahwa nilai pH pada stasiun I berkisar antara 6,5 – 7; stasiun II berkisar antara 6 – 6,5; stasiun III berkisar antara 6 – 6,5; stasiun IV berkisar antara 6 – 7,6. Dari nilai pH tersebut bila dibandingkan dengan persyaratan baku mutu untuk golongan I, II, III dan IV dalam PP RI No. 82 tahun 2001 maka kisaran nilai pH pada masing-masing stasiun pengamatan masih memenuhi kriteria untuk masing golongan diatas. Selain itu menurut Jacobus & McCafferty (2006) bahwa nilai keasaman perairan mencapai 7,3 masih mendukung untuk kehidupan famili Baetidae di perairan.

Chemical Oxigen Demand (COD)

Chemical Oxigen Demand (COD) yang dalam bahasa Indonesia biasa disebut sebagai kebutuhan oksigen kimiawi memiliki fungsi yaitu untuk memberikan gambaran jumlah dari total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang dapat terdegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O (Boyd, 1988). Sebaran nilai kebutuhan oksigen kimiawi di perairan sungai Ciliwung selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 13.

Pada Gambar 13 dapat diketahui bahwa nilai COD selama pengamatan mengalami fluktuasi yang cukup besar dimana nilai COD stasiun I berkisar antara 4,04 mg/l – 5,23 mg/l; stasiun II 14,37 mg/l – 16,34 mlg/l; stasiun III berkisar antara 15,53 mg/l – 20,31; stasiun IV berkisar antara 30,27 mlg/l – 51,36 mg/l. sebaran nilai-nilai tersebut apabila dibandingkan dengan PP RI No. 82 tahun 2001 maka nilai COD untuk stasiun I memiliki nilai COD paling bagus dan pada stasiun IV merupakan stasiun dengan nilai COD paling buruk. Nilai COD pada stasiun I masih memenuhi criteria untuk air minum (Kelas I); untuk stasiun II, stasiun III dan stasiun IV tidak lagi memenuhi kriteria untuk air munum (kelas I) melainkan hanya untuk pemanfaatan sumberdaya air kelas II (Bahan baku air minum) dan kelas III (untuk pariwisata) Namun semua nilai COD pada masing- masing stasiun tersebut masih layak untuk kegiatan perikanan dan pertanian (golongan IV).

Gambar 13. Sebaran Nilai COD pada Stasiun Pengamatan

Pada stasiun IV mengalami peningkatan nilai COD yang cukup tinggi dikarenakan banyaknya beban masukan bahan organik dari pemukiman penduduk dan banyaknya aktivitas industri di sekitar bantaran sungai Ciliwung. Pada perairan tidak tercemar biasanya nilai COD tidak lebih dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan tercemar nilai COD-nya lebih dari 200 mg/l (WHO in Effendi, 2003). Penyebab tingginya nilai COD di perairan disebakan oleh banyaknya bahan-bahan pencemar yang masuk ke perairan khususnya pencemar organik dari

limbah rumah tangga, industri, persawahan dan budidaya perikanan (Al Shami et al., 2009).

Kesadahan

Kesadahan suatu perairan menggambarkan kandungan kation Ca2+ dan Mg2+ serta kation polivalen yang lainnya. Kesadahan air yang paling banyak adalah akibat kation Ca2+ dan Mg2+ dalam air (Boyd, 1988). Untuk lebih jelasnya sebaran nilai kesadahan di setiap stasiun pengamatan dapatb dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Sebaran nilai kesadahan pada masing-masing stasiun pengamatan

Nilai kesadahan pada stasiun I berkisar antara 6,19 mg/l – 23,76 mg/l dengan rata-rata 17,59 mg/l; stasiun II berkisar antara 17,92 mg/l – 40,26 mg/l dengan rata-rata 28,23; stasiun III berkisar antara 11,28 mg/l – 57,47 mg/l dengan rata-rata 27,82 mg/l; stasiun IV berkisar antara 10,3 mg/l – 61,47 mg/l dengan rata-rata 33,65 mg/l. dari nilai-nilai tersebut dapat dketahui bahwa nilai kesadahan pada tiap-tiap stasiun pengamatan masih berada dalam kisaran yang stabil hingga kisaran moderat.

Senyawa Nitrogen (Nitrat, Nitrit, Amoniak dan total Nitrogen)

Nitrogen merupakan unsur yang paling banyak terdapat di Alam dengan konsentrasi 780,9 Cm3/liter udara dan 13 Cm3/liter air laut. Daur bahan organik atau disingkat daur organik di laut sama dengan daur organik di lingkungan air

tawar dan di darat. Karbon (C) bersama-sama dengan unsur hara lainnya seperti posfor (P) dan nitrogen (N) melalui proses fotosintesis menghasilkan jaringan tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan. Keduanya akan menghasilkan zat organik dan jika mereka mati dan membusuk maka akan dihasilkan bahan mentah untuk memulai daur bahan organik lagi. Unsur hara nitrogen (N) tidak mempunyai hubungan tetap dengan unsur hara fosfor (P), tetapi bersama-sama dengan C, N dan P, merupakan unsur-unsur utama dalam produksi zat organik. Walaupun hara C terdapat dalam jumlah yang banyak, tetapi kedua unsur hara N dan P menjadi faktor pembatas dalam daur bahan organik di laut.

Dalam penelitian ini senyawa nitrogen yang diukur meliputi amonium, nitrit, nitrat dan total N. dimana sebaran nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Sebaran Nilai Total N pada Stasiun Pengamatan

Pada Gambar 15. terlihat bahwa nilai sebaran total N pada masing- masing stasiun selama pengamatan yaitu pada stasiun I berkisar antara 0,431 mg/l

– 0,73 mg/l; stasiun II berkisar antara 0,68 mg/l – 0,75 mg/l; stasiun III berkisar antara1,65 mg/l – 2,35 mg/l; stasiun IV berkisar antara 5,12 mg/l – 11,10 mg/l. dari nilai-nilai tersebut dapat diketahui bahwa pada stasiun I memiliki nilai total N yang paling rendah hal; ini disebabkan pada stasiun I belum mengalami gangguan dari aktivitas manusia seperti pertanian dan industri serta limbah rumah tangga. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun IV (Cibinong) hal ini dikarenakan pada

stasiun IV kondisi perairannya telah mengalami banyak gangguan terutama dari industri dan pemukiman penduduk. Dalam kondisi ini perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah kabupaten bogor karena daerah ini merupakan sumber air minum bagi masyarakat kota bogor dan sekitarnya.

Masukan, transformasi, dan siklus nitrogen di perairan sungai dipengaruhi oleh sejumlah besar keberadaan bakteri, fungi, dan metabolisme mikroba lainnya. Proses transformasi termasuk asimilasi sumber nitrogen untuk digunakan dalam sintesis bahan organik dan pertumbuhan, juga penggunaan senyawa nitrogen anorganik dan organik untuk energi dalam reaksi oksidasi-reduksi. Poin penting yang ditekankan adalah asumsi bahwa air yang bergerak teroksigenasi secara penuh, tidak selalu benar bahkan pada level makro volume air terbesar di perairan sungai dan sering tidak terjadi di lingkungan mikro antara komunitas yang menempel di permukaan dan air interstisial di sedimen sungai (Wetzel, 1975).

Senyawa N selanjutnya yang diukur adalah ammonium (N-NH4). Sebaran nilai ammonia pada masing-masing stasiun selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Sebaran Nilai Amonium Pada Stasiun Pengamatan

Dari Gambar 16. dapat diketahui pada stasiun I nilai ammonium berkisar antara 0,001 mg/l – 0,0088 mg/l; stasiun II berkisar antara 0,048 mg/l – 0,07 mg/l; stasiun III berkisar antara 0,065 mg/l – 0,263 mg/l; stasiun IV berkisar antara 0,71 mg/l – 0,93 mg/l. Pola sebaran nilai konsentrasi ammonia pada masing-masing stasiun di sungai Ciliwung memiliki kesamaan pola dengan unsur lainnya dimana

pada stasiun 4 memiliki nilai yang konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya.

Nitrat merupakan salah satu dari senyawa nitrogen anorganik yang memiliki peran penting dalam ekosistem perairan. Nitrogen sebagai sumber nitrat terbanyak terdapat di udara, yaitu sebesar 78% volume udara. Ada tiga tandon (gudang) nitrogen di alam. Yang pertama adalah udara; kedua adalah senyawa anorganik (nitrat, nitrit, amonia); dan yang ketiga adalah senyawa organik (protein, asam urea). Hanya sedikit organisme yang dapat langsung memanfaatkan nitrogen di udara. Tumbuhan dapat menghisap nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3). Perubahan nitrogen bebas di udara menjadi nitrat dapat dilakukan secara biologis maupun kimia. Transformasi ini disebut fiksasi (pengikatan) nitrogen. Sekali nitrat diabsorpsi tanaman, nitrogen akan terus disintesis menjadi protein tanaman. Herbivora akan mengubah protein ini menjadi protein hewan. Tanaman dan hewan yang mati akan diuraikan proteinnya oleh organisme pembusuk menjadi amonia dan senyawa amonium. Nitrogen dalam kotoran dan air seni akan berakhir menjadi amonia juga.

Nitrogen dalam bentuk amonia sukar digunakan oleh organisme. Bakteri tertentu mengubah amonia menjadi nitrit. Bakteri lain melanjutkan mengubah nitrit menjadi nitrat. Ada juga bakteri dan jamur yang mengubah nitrit kembali menjadi nitrogen bebas. Ada kemungkinan bahwa air tertentu mengandung ketiga macam tendon nitrogen, yakni nitrogen bebas, senyawa nitrogen anorganik (nitrat, nitrit, amonia, dan senyawa amonium), dan nitrogen organik (protein). Kecuali jika jumlahnya banyak, hal ini tidak perlu dirisaukan dari ketiga tendon nitrogen itu yang menjadi indikator pencemar ialah nitrit, nitrat, dan amonia. Amonia diubah menjadi nitrat oleh bakteri, maka akan terdapat nitrit dalam air. Hal ini jika air tidak mengalir, khususnya dibagian dasar. Jumlah nitrit tidak akan banyak, apabila dipermukaannya. Karena itu populasi industri akan ditujukan jika nitrit cukup banyak jumlahnya. Karena nitrit digunakan dalam ketel untuk mencegah korosi, maka buangan air ketel dapat menimbulkan polusi nitrit. Nitrat dapat terbentuk karena tiga proses, yakni badai listrik, organisme pengikat nitrogen, dan bakteri yang menggunakan amonia. Ketiganya tidak dibantu manusia.

Dari hasil pengamatan konsentrasi nitrat pada masing-masing stasiun pengamatan di sungai Ciliwung terlihat bahwa konsentrasi nitrat mengalami peningkatan secara singifikan menurut stasiun. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Sebaran Nilai Konsentrasi Nitrat pada Stasiun Pengamatan

Dari Gambar 17. dapat diketahui bahwa pada stasiun I nilai konsentrasi nitrat pada stasiun I berkisar antara 0,23 mg/l – 0,67 mg/l dengan rata-rata 0,5 mg/l; stasiun II berkisar antara 1,07 mg/l – 1,72 mg/l dengan rata-rata 1,27 mg/l; stasiun III berkisar antara 1,29 mg/l – 3,57 mg/l dgn rata-rata 1,93 mg/l; stasiun IV berkisar antara 3,78 mg/l – 20,58 mg/l dengan rata-rata 9,5 mg/l. dari sebaran nilai-nilai tersebut bila dibandingkan dengan PP RI No. 82 tahun 2001 yaitu kisaran konsentrasi nilai nitrat untuk peruntukan kegaitan golongan I, II, III dan IV yaitu sebesar 10 mg/l (untuk golongan I dan II) dan 20 mg/l (untuk golongan III dan IV) menunjukan nilai yang masih layak diperuntukan bagi kegaitan- kegiatan tersebut, kecuali pada stasiun IV yang sudah mendekati ambang batas maksimum yang diperbolehkan. Nitrat seringkali digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotropik memiliki kadar nitrat antara 0-1 mg/L, perairan mesotropik berkadar nitrat 1-5 mg/L dan perairan eutropik mempunyai kadar nitrat berkisar 5-50 mg/L (Wetzel, 1975).

Risiko nitrat pada kesehatan manusia adalah ancaman kesehatan manusia terutama untuk bayi, menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai

methemoglobinemia, yang juga disebut "sindrom bayi biru". air yang digunakan untuk membuat susu bayi, pada bayi. Ketika nitrat diambil oleh makan makanan dan air minum, nitrat dikonversi di dalam usus menjadi nitrit, yang kemudian menggabungkan dengan hemoglobin untuk membentuk methemoglobin, sehingga mengurangi kemampuan darah untuk membawa oksigen. Bayi lebih rentan terhadap nitrat toksisitas dari anak-anak yang lebih tua atau orang dewasa. Kematian jarang terjadi, tapi methemoglobinemia sub-akut dapat asimtotik sementara mempengaruhi pembangunan, sehingga kondisi tersebut terutama membahayakan. konsumsi nitrat tingkat tinggi yang kronis juga dapat menyebabkan masalah kesehatan lainnya, misalnya beberapa jenis kanker dan efek teratogenik. Tingkat tinggi nitrat dalam pakan ternak dan air minum dapat menyebabkan penurunan vitalitas dan meningkatkan bayi lahir mati, berat badan lahir rendah, dan berat badan lambat dan bahkan kematian hewan yang terkena dampak (6). keracunan nitrat kronis berkorelasi dengan aborsi, kelahiran dan betis masih terhambat. Aborsi disebabkan methemoglobinemia ibu dan janin menghasilkan anoxia janin (terutama pada trimester terakhir kehamilan). Toksikosis kronis nitrat menyebabkan hilangnya kondisi, kehilangan berat badan, penurunan produksi susu dan kelemahan. Sehingga hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah kabupaten Bogor mengingat kadar nitrat pada stasiun IV ini mengalami peningkatan mendekati ambang batas yang diperbolehkan (stasiunIV berdekatan dengan PDAM kota Bogor).

Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit pada perairan relatif karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Di perairan, nitrit ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat. Hal tersebut karena nitrit bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi) yang terbentuk dalam kondisi anaerob.

Pada proses denitrifikasi, gas N2 yang terlepas dilepaskan dari dalam air ke udara. Ion nitrit dapat berperan sebagai sumber nitrogen bagi tanaman. Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah.

Pada pengukuran konsentrasi nitrit di sungai Ciliwung menunjukan pola yang sama dengan senyawa nitrogen lainnya selama pengukuran. Konsentrasi nitrit yang berhasil diukur pada stasiun I dan stasiun II menujukan konsentrasi yang sangat rendah, dan kemudian mengalami peningkatan secara signifikan pada stasiun III dan stasiun IV. Sebaran konsentrasi nitrit pada masing-masing stasiun selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Sebaran Konsentrasi Nitrit pada Stasiun Pengamatan

Dari Gambar 18. dapat diketahui bahwa pada stasiun I konsentrasi nitrit berkisar antara 0,001 mg/l – 0,003 mg/l dengan rata-rata 0,0017; stasiun II berkisar antara 0,001 mg/l – 0,004 mg/l dengan rata-rata 0,003 mg/l; stasiun III berkisar antara 0,01 mg/l – 0,055 mg/l dengan rata-rata 0,031 mg/l; stasiun IV berkisar antara 0,086 mg/l – 0.71 mg/l dengan rata-rata 0,26 mg/l. dari sebaran nilai-nilai tersebut bila dibandingkan dengan PP RI No. 82 tahun 2001, dimana konstrasi nitrit yang diperbolehkan untuk menunujang kegiatan-kegiatan golongan I, II, III dan IV adalah sebesar 0,06 mg/l. Dari nilai tersebut diketahui bahwa sebaran konstrasi nitrit pada stasiun III dan IV sudah mulai mengkhawatirkan karena sudah melebihi ambang baku mutu yang diperbolehkan, begitu juga dengan kadar nitrit pada perairan alami berkisar 0,001 mg/L dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/L (Canadian Council of Resource and Enviroment Ministers, 1987). Kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mg/L bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Moore, 1991).

pertumbuhan algae secara tak terkendali (blooming). Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat menyebabkan perairan menjadi tercemar. Schmit (1978) in Wardoyo (1989) menyatakan bahwa pencemaran perairan dapat dinilai berdasarkan kandungan nitritnya (Tabel 7).

Tabel 7. Status Kualitas Air berdasarkan Kandungan Nitrit Schmit (1978) in Wardoyo (1989)

No Kadar nitrit (mg/l) Status kualitas air

1 < 0,003 Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan 2 0,003 – 0,014 Tercemar sedang 3 0,014 – 0,10 Tercemar berat

Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa kondisi kandungan nitrit di sungai Ciliwung khususnya pada stasiun II, stasiun III dan stasiun IV telah mengalami peningkatan kandungan nitrit dalam jumlah yang cukup besar sehingga dikhawatirkan akan memberikan efek yang berbahaya bagi biota perairan dan manusia.

Total Fosafat dan Orthoposfat

Keberadaan fosfor di perairan adalah sangat penting terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berperan dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine triphosfate (ATP) dan adenosine diphosphate (ADP). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk yang paling sederhana di perairan (Boyd, 1988). Reaksi ionisasi ortofosfat ditunjukkan dalam persamaan berikut:

H3PO4 H+ + H2PO4-

H2PO4- H+ + HPO42-

HPO4- H+ + PO43-

Pada pengukuran kadar orthoposfat di sungai Ciliwung selama pengamatan menunjukan nilai yang cukup tinggi pada stasiun tertentu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Sebaran Nilai Konsentrasi Orthoposfat pada Stasiun Pengamatan

Pada Gambar 19. terlihat bahwa pada stasiun I nilai konsentrasi ortoposfat berkisar antara 0,01 mg/l – 0,216 mg/l dengan rata-rata 0,069 mg/l; stasiun II berkisar antara 0,03 mg/l – 0,133 mg/l dengan rata-rata 0,104 mg/l; stasiun III berkisar antara 0,18 mg/l – 0,5 mg/l dengan rata-rata 0,387 mg/l; dan stasiun IV berkisar antara 0,37 mg/l – 0,66 mg/l dengan rata-rata 0,45 mg/l.

Sedangkan nilai total fosfat di sungai Ciliwung selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Sebaran Nilai Total Posfat pada Stasiun Pengamatan

Pada Gambar 20. dapat dilihat sebaran nilai TP pada masing-masing stasiun. Pada stasiun I sebran nilai TP berkisar antara 0,05 mg/l – 0,281 mg/l dengan rata-rata 0,1023 mg/l; stasiun II berkisar antara 0,047 mg/l – 1,014 mg/l dengan rata-rata 0,424 mg/l; stasiun III 0,244 mg/l – 0,719 mg/l dengan rata-rata

0,481 mg/l; stasiun IV berkisar antara 0,54 mg/l – 0,97 mg/l dengan rata-rata 0,78 mg/l. Sebaran nilai-nilai tersebut jika dibandingkan dengan PP RI No. 82 tahun 2001 maka nilai-nilai TP pada stasiun I dan stasiun II masih layak digunakan sebagai air minum dan bahan baku air minum (golongan I dengan nilai 0,2 mg/l).

Dokumen terkait