• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Pepohonan di Hutan Pendidikan USU

Hasil penelitian dari 10 plot dengan ukuran masing-masing plot 100m x 20m dengan luas total pengamatan 2 Ha diperoleh 73 jenis pohon dengan 31 Famili. Diantaranya Bucklandia tricuspis Hall.f. (Kapas-kapas), Castanopsis

tungurrut A. DC (Kecing ndiket), Cryptocarya tomentosa Bl (Belo-belo), Knema

mandarahan (Kulit labang), Evodia robusta Hook.f. (Sitelubulung), Toona sureni Merr.

(Limperah), Pinus merkusii (Tusam), Altingia excelsa (Tulasan), dan Cratoxylon

arborescens Bl (Sudu-sudu). Beberapa koleksi daun dari jenis pohon yang terdapat

di Hutan Pendidikan USU dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

(e) (f)

(g) (h)

(i) (j)

(k) (l)

Gambar 3. Jenis Pohon di Hutan Pendidikan USU

Keterangan: (a) Prunus acuminata Hook, (b) Dysoxylum alliaceum Bl, (c) Litsea cubeba Pers, (d)

Evodia robusta Hook.f, (e) Macaranga rhizinoides, (f) Vernonia arborea Ham, (g) Tarrietia javanica, (h) Turpinia ssphaerocarpa Hassk, (i) Toona sureni Merr, (j) Platea excelsa Bl, (k) Manglietia glauca,

Beberapa jenis pohon yang terdapat di Hutan Pendidikan USU berasal dari Famili pohon yang sama. Lima (5) Famili dengan jenis spesies pohon terbanyak diantaranya Lauraceae memiliki 9 spesies yaitu Cinnamomun parthenoxylon Neissn, Cryptocarya tomentosa Bl, Litsea cubeba Pers, Litsea firma Hook. F, Litsea tomentosa Bl, Phoebe opaca Bl, Phoebe sp. 1, Phoebe sp. 2, dan Phoebe sp. 3, Meliaceae 7 spesies yaitu Aglaia sp., Celtis wightii Planch, Dysoxylum alliaceum Bl., Dysoxylum densiflorum, Dysoxylum excelsum, Dysoxylum sp., dan Toona sureni Merr., Myrtaceae 6 spesies yaitu Eugenia sp. 1, Eugenia sp. 2, Eugenia sp. 3, Eugenia sp. 4, Eugenia sp. 5, dan Eugenia sp. 6, Fagaceae 5 spesies yaitu Castanopsis sp., Castanopsis tungurrut A.D.C., Castanopsis tungurrut Bl., Querous javensis Miq., Querous subsericea A.Camus dan Guttiferae, Moraceae, dan Sapotaceae masing-masing 4 spesies yaitu Guttiferae meliputi Calluphilum fuccerinum, Cratoxylon arborescens Bl, Garcinia rostrata T.et B, dan Garsinia dioica Bl, Moraceae meliputi Ficus benjamina, Ficus fistulosa Reinw, Ficus Grossularioides Burm, dan Ficus racemosa, dan Sapotaceae meliputi Meliosma nitida BI., Madhuca cuneata, Palaqium hexandrum, dan Payena Leerii. Untuk lebih jelasnya, nama jenis dan famili pohon yang terdapat di Hutan Pendidikan USU Tahura dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis Pohon yang Terdapat di Hutan Pendidikan USU

No. Nama Latin Nama Lokal Family

1 Aglaia sp. Tualah-tualah Meliaceae

2 Altingia excelsa Tulasan Hamamelidaceae

3 Brassaiopsis sp. Padan-padan Araliaceae 4 Brassaiopsis speciosa Tipang-tipang Araliaceae 5 Bucklandia tricuspis Hall.f. Kapas-kapas Hamamelidaceae 6 Calluphilum fuccerinum Lintanggur Guttiferae 7 Castanopsis sp. Kecing merah/ K.

Kedep

Fagaceae 8 Castanopsis tungurrut A. DC. Kecing ndiket Fagaceae

10 Celtis wightii Planch Pia-pia Meliaceae 11 Cinnamomun parthenoxylon Neissn Jambu-jambu Lauraceae 12 Cratoxylon arborescens Bl Sudu-sudu Guttiferae 13 Cryptocarya tomentosa Bl Belo-belo Lauraceae 14 Dysoxylum alliaceum Bl. Bakir Meliaceae 15 Dysoxylum densiflorum Ngaskas Meliaceae 16 Dysoxylum excelsum Damar-damar Meliaceae

17 Dysoxylum sp. Tuba lalat Meliaceae

18 Elaeccarpus stipularis Bl.var Gara tartar Elaeocarpaceae 19 Endospermum malaccensa Meull.Arg Ndulpak Euphorbiaceae

20 Eugenia sp. 1 Ndeleng Myrtaceae

21 Eugenia sp. 2 Ndeleng api-api Myrtaceae 22 Eugenia sp. 3 Ndeleng bunga Myrtaceae 23 Eugenia sp. 4 Ndeleng jambu Myrtaceae 24 Eugenia sp. 5 Ndeleng merah Myrtaceae 25 Eugenia sp. 6 Ndeleng tanduk Myrtaceae 26 Eurya acuminata A.P.DC Kedep-kedep Theaceae 27 Evodia robusta Hook.f Sitelu bulung Rutaceae 28 Ficus benjamina Bunga/ Ficus Moraceae 29 Ficus fistulosa Reinw Ober/ dendeng Moraceae 30 Ficus Grossularioides Burm Mbetung Moraceae

31 Ficus racemosa Rubai Moraceae

32 Garcinia rostrata T.et B Gersing duruh Guttiferae 33 Garsinia dioica Bl. Kandis Guttiferae 34 Ilex bogoriensis Loes Ngalkal Caesalpiniaceae 35 Knema mandarahan Kulit labang Myristicaceae

36 Litsea cubeba Pers Karnea Lauraceae

37 Litsea firma Hook. F Sangketen pakpak Lauraceae 38 Litsea tomentosa Bl Butbutan Lauraceae 39 Macaranga rhizinoides Tampu Euphorbiaceae

40 Macropanax sp. Nggersap Araliaceae

41 Madhuca cuneata Mayang bunga Sapotaceae 42 Manglietia glauca Kayu jatuh Magnoliaceae 43 Manglietia glauca Bl Lau-lau Magnoliaceae 44 Meliosma nitida BI. Kabung-kabung Sabiaceae 45 Nyssa javanica Wang Kalibambang Nyssaceae 46 Palaqium hexandrum Mayang susu Sapotaceae 47 Payena Leerii Mayang batu Sapotaceae

48 Phoebe opaca Bl Sangketen Lauraceae

49 Phoebe sp. 1 Sangketen beras Lauraceae 50 Phoebe sp. 2 Sangketen gepor Lauraceae 51 Phoebe sp. 3 Sangketen sanggar Lauraceae

52 Pinus merkusii Tusam Pinacea

54 Polyosma sp. Si uban-uban Saxfragaceae 55 Prunus Acuminta Hook Kacihe Rosaceae 56 Querous javensis Miq Kecing beras Fagaceae 57 Querous subsericea A.Camus Kecing batu Fagaceae 58 Saurauia sp. 1 Cepen-cepen Saurauiaceae 59 Saurauia sp. 2 Kecepen indet Saurauiaceae 60 Saurauia sp. 3 Cepen perling Saurauiaceae

61 Schima wallichi Martelu Theaceae

62 Sloanea sigun Szysz Beka kayu Elaecocarpaceae

63 Styrax benzoin Kemenyan Styracaceae

64 Symplocos fasciculata Zoll Pipi udan Symplocaceae 65 Tarrietia javanica Rahu Sterculiaceae 66 Toona sureni Merr. Limprah Meliaceae 67 Trema orientalis Bl Nderung Ulmaceae 68 Turpinia sphaerocarpa Hassk. Mei-mei Staphyeaceae 69 Urena lubata LINN Tebu-tebu/ Sampe lulut Malvaceae 70 Vernonia arborea Ham Sibernaik Compositae 71 Villebrunea rubescens Nderasi Urticaceae

72 Anonim spesies 1 Mbarinau -

73 Anonim spesies 2 Rasi -

Hasil penelitian ini menemukan bahwa di Hutan Pendidikan USU terdapat 73 jenis pohon dengan 31 Famili. Hasil ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian analisis vegetasi dari peneliti-peneliti sebelumnya di daerah yang sama. Diantaranya penelitian Karo (2011) yang bertempat di Taman Hutan Raya Bukit Barisan khususnya di Kabupaten Karo menemukan 59 jenis dan 29 famili pada

tingkat pohon, 55 jenis dan 25 famili pada tingkat pertumbuhan tiang, dan 77 jenis

dan 34 famili pada tingkat pertumbuhan pancang, dan secara total terdapat 120 jenis spesies dari 42 Famili. Sedangkan penelitian Tampubolon (2011) di lokasi yang sama dengan penelitian ini, yaitu Hutan Pendidikan USU menemukan vegetasi pada tingkat semai 12 jenis, tingkat pancang 13 jenis, tingkat tiang 13 jenis, dan tingkat pohon 13 jenis, dan secara total terdapat 19 jenis spesies dari 13 Famili. Jumlah Spesies yang ditemukan pada penelitian ini lebih besar dibandingkan Tampubolon yang hanya menemukan 19 jenis spesies dari 13

famili, namun lebih kecil dari Karo (2011) yang menemukan 120 spesies dari 42 famili. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kreteria objek yang diamati dan penempatan plot contoh yang berbeda. Objek yang diamati dimana dalam penelitian ini hanya mengidentifikasi pohon berukuran ≥5cm, sedangkan Karo (2011) dan Tampubolon (2011) mengamati pohon mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon.

Jenis-jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian beberapa merupakan jenis komersial. Jenis-jenis pohon yang termasuk jenis komersial adalah Litsea Firma (Sangketen pakpak), Palaquium hexandrum (Mayang Susu), Calluphilum fuccerinum (Lintanggur), Payena Leerii (Mayang batu), Altingea Excelsa (Tulasan), Cinnamomum parthenoxylon Neissn (Jambu-jambu), Castanopsis tungurrut A. DC. (Kecing ndiket), Castanopsis sp. (Kecing bunga), Schima wallichii (Martelu) dan Toona Sureni (Limperah). Jenis-jenis pohon yang dilindungi menurut SK Menteri Pertanian No. 54/Kpts/Um/2/1972 Tanggal 5 Pebruari 1972 adalah Styrac sp.

Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies, dan sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang rendah jika komunitasnya itu disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominan (Indriyanto,2006).

Tinggi dan rendahnya jumlah spesies pada suatu hutan selain dipengaruhi oleh kondisi habitat dan faktor lingkungan juga tingkat gangguan baik dari hewan dan terutama akibat kegiatan manusia. Kegiatan manusia yang mengeksploitasi hutan dengan menebang pohon menyebabkan dampak yang tidak menguntungkan

bagi kelestarian jenis, terutama apabila kemoditi yang ditebang seringkali terdiri atas jenis yang sudah langka.

Cadangan Karbon di Hutan Pendidikan USU

Hariah dan Rahayu (2007) menyatakan konsentrasi C dalam bahan organik berkisar 46% dari berat keringnya (biomassa). Perhitungan biomassa pohon dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus allometrik dari peneliti-peneliti sebelumnya, semakin spesifik model allometrik yang digunakan (allometrik untuk pohon tertentu) maka hasil pendugaan karbon diharapka lebih akurat.

Jumlah biomassa pada masing-masing spesies pohon berbeda, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti menurut Badan Litbang Kehutanan (2010) yang menyatakan bahwa besarnya kandungan biomassa tergantung pada jenis dan umur pohon, tipe tanah dan topografi. Pohon yang berbeda memiliki berat jenis yang berbeda, semakin tinggi nilai berat jenis suatu pohon maka kandungan biomassanya semakin besar. Diameter dan berat jenis berbanding lurus dengan biomassa. Kandungan biomassa masing-masing jenis pohon dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Biomassa pada Masing-masing Jenis Spesies Pohon di Hutan Pendidikan USU

No. Nama Latin

Jumlah Individu Biomassa Total

Plot Besar Plot Kecil Plot Besar Plot

Kecil Individu Biomassa

1 Aglaia sp. 4 2 0,47 1,01 6 1,48 2 Altingia excelsa 66 8 104,88 9,69 74 114,56 3 Brassaiopsis sp. 4 1 0,57 0,34 5 0,91 4 Brassaiopsis speciosa - 3 - 0,17 3 0,17 5 Bucklandia tricuspis Hall.f. 1 - 2,48 - 1 2,48 6 Calluphilum fuccerinum - 4 - 1,27 4 1,27

8 Castanopsis tungurrut A. DC. 5 1 11,58 0,09 6 11,67 9 Castanopsis tungurrut Bl 21 7 37,31 4,57 28 41,88

10 Celtis wightii Planch 2 - 1,26 - 2 1,26 11 Cinnamomun parthenoxylon Neissn - 5 - 0,53 5 0,53 12 Cratoxylon arborescens Bl 2 1 0,72 0,01 3 0,73 13 Cryptocarya tomentosa Bl - 1 - 0,02 1 0,02 14 Dysoxylum alliaceum Bl. - 2 - 0,08 2 0,08 15 Dysoxylum densiflorum 7 1 7,93 0,59 8 8,52 16 Dysoxylum excelsum 5 3 1,43 1,93 8 3,36 17 Dysoxylum sp. 1 - 0,13 - 1 0,13 18 Elaeccarpus stipularis Bl.var 11 2 6,11 1,56 13 7,67 19 Endospermum malaccensa Meull.Arg - 1 - 0,11 1 0,11 20 Eugenia sp. 1 5 4 2,11 0,64 9 2,75 21 Eugenia sp. 2 2 - 0,87 - 2 0,87 22 Eugenia sp. 3 4 - 0,73 - 4 0,73 23 Eugenia sp. 4 7 3 2,12 0,92 10 3,04 24 Eugenia sp. 5 1 - 0,20 - 1 0,20 25 Eugenia sp. 6 4 1 1,25 0,02 5 1,27 26 Eurya acuminata A.P.DC - 1 - 0,11 1 0,11 27 Evodia robusta Hook.f 28 9 10,55 5,79 37 16,34 28 Ficus benjamina 1 - 11,17 - 1 11,17

29 Ficus fistulosa Reinw - 16 - 2,16 16 2,16 30 Ficus Grossularioides Burm - 1 - 0,79 1 0,79 31 Ficus racemosa - 4 - 0,65 4 0,65 32 Garcinia rostrata T.et B 1 - 11,30 - 1 11,30 33 Garsinia dioica Bl. 1 - 1,24 - 1 1,24 34 Ilex bogoriensis Loes 2 6 4,17 0,71 8 4,88

35 Knema mandarahan - 1 - 0,02 1 0,02

36 Litsea cubeba Pers 6 1 2,19 0,09 7 2,28 37 Litsea firma Hook. F 4 2 2,22 0,08 6 2,30 38 Litsea tomentosa Bl 4 5 1,49 1,25 9 2,74 39 Macaranga rhizinoides 9 5 2,99 3,14 14 6,13 40 Macropanax sp. 14 6 3,39 2,50 20 5,89 41 Madhuca cuneata 7 3 8,34 0,27 10 8,61

42 Manglietia glauca 15 1 9,87 0,05 16 9,92 43 Manglietia glauca Bl - 2 - 0,63 2 0,63 44 Meliosma nitida BI. 2 9 0,78 0,72 11 1,50

45 Nyssa javanica Wang 1 - 0,25 - 1 0,25 46 Palaqium hexandrum 2 3 1,22 1,68 5 2,91 47 Payena Leerii 6 1 4,56 0,10 7 4,65 48 Phoebe opaca Bl 9 2 4,04 0,28 11 4,32 49 Phoebe sp. 1 1 2 0,14 0,09 3 0,23 50 Phoebe sp. 2 - 2 - 0,22 2 0,22 51 Phoebe sp. 3 1 1 0,13 0,02 2 0,16 52 Pinus merkusii 6 - 9,93 - 6 9,93 53 Platea excelsa Bl 5 - 3,17 - 5 3,17 54 Polyosma sp. - 5 - 0,22 5 0,22 55 Prunus Acuminta Hook 17 18 8,12 8,72 35 16,85

56 Querous javensis Miq 7 - 12,39 - 7 12,39 57 Querous subsericea A.Camus 7 - 10,31 - 7 10,31 58 Saurauia sp. 1 - 2 - 0,26 2 0,26 59 Saurauia sp. 2 1 5 0,16 0,27 6 0,44 60 Saurauia sp. 3 - 1 - 0,08 1 0,08 61 Schima wallichi 6 - 0,20 - 6 0,20

62 Sloanea sigun Szysz 4 - 2,25 - 4 2,25 63 Styrax benzoin 9 17 5,55 6,71 26 12,26 64 Symplocos

fasciculata Zoll

1 21 0,30 2,63 22 2,93

65 Tarrietia javanica 10 1 19,83 0,34 11 20,17 66 Toona sureni Merr. 2 - 3,50 - 2 3,50 67 Trema orientalis Bl 11 - 8,25 - 11 8,25 68 Turpinia

sphaerocarpa Hassk.

13 9 7,17 2,42 22 9,59

69 Urena lubata LINN 1 3 0,12 0,10 4 0,21 70 Vernonia arborea Ham 5 4 1,40 0,19 9 1,59 71 Villebrunea sp. - 19 - 1,87 19 1,87 72 Anonim spesies 1 - 9 - 0,39 9 0,39 73 Anonim spesies 2 - 5 - 0,24 5 0,24 Total 630 429,12

Tabel 4 menunjukkan bahwa spesies yang memberikan kontribusi cadangan karbon terbesar adalah spesies Altingea excelsa dengan cadangan karbon sebesar114,56 ton/ha dengan jumlah 77 individu, dan spesies yang memberikan kontribusi cadangan karbon terkecil adalah spesies Knema

mandarahan dan Cryptocarya tomentosa Bl dengan cadangan karbon masing-masing sebesar 0,02 ton/ha dengan jumlah individu pohon masing-masing-masing-masing 1. Berat jenis, jumlah individu, dan diameter pohon menentukan kandungan carbon pohon. Seperti dapat dilihat pada Tabel 4, Tarrietia javanica dan Trema orientalis Bl memiliki jumlah individu yang sama, namun kandungan karbonnya berbeda, yaitu 20,17 ton/ha dan 8,25 ton/ha, hal ini terjadi karena berat jenis Tarrietia javanica(0,74 gr/cm³) lebih besar dibandingan Trema orientalis Bl (0,42 gr/cm³).

Hal di atas sesuai dengan pernyataan Rahayu dkk. (2007) yang menyatakan cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah. Daftar berat jenis untuk masing-masing jenis pohon dapat dilihat pada Lampiran 1, dan perhitungan cadangan karbon masing-masing individu pohon dalam plot besar dan kecil dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

Semakin membaiknya komposisi dan struktur vegetasi, seperti kerapatan vegetasi yang semakin rapat berpengaruh terhadap kemampuan vegetasi tersebut dalam menyerap CO2 di atmosfir, pertambahan diameter pohon yang semakin meningkat dengan semakin bertambahnya usia pohon. Pertambahan diameter yang semakin meningkat mengakibatkan biomassa yang tersimpan dalam pohon tersebut juga akan semakin meningkat, dengan demikian cadangan kerbon yang tersimpan juga akan semakin meningkat. Menurut Johson et all. (2001) yang

diacu dalam Junaedi (2007) menyatakan kandungan karbon di atas permukaan tanah pada hutan primer dan sekunder dapat bervariasi berdasarkan umur tegakan.

Terjadinya degradasi hutan akibat kegiatan penebangan cenderung akan memperbesar jumlah nekromasa pohon di hutan. Hal ini menunjukan bahwa biomasa yang hilang dari hutan akan semakin menurun dengan adanya kegiatan penebangan. Pada penelitian ini jumlah nekromasa pohon di hutan primer yang mengalami degradasi ringan (pohon tumbang akibat tua, kena angin besar, penyakit, dsb.) yakni sebesar 11,737 ton/ha. Jumlah tersebut relatif lebih kecil dibanding dengan jumlah nekromasa hutan bekas tebangan tahun 1998 sebesar 116,676 ton/ha dan hutan bekas tebangan tahun 2000, yaitu sebesar 119,129 ton/ha. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa biomasa yang hilang dari hutan berkisar antara 11,737 – 119,129 ton/ha (Tresnawan dan Rosalina, 2002).

Whitten et al (1984) menyatakan bahwa pembukaan hutan dan perubahan dalam penggunaan lahan yang disebabkan oleh kegiatan pemanenan akan mengakibatkan pengurangan biomasa dalam jumlah yang sangat besar, yaitu 100 ton/ha di hutan dataran rendah. Semakin menurunnya jumlah biomasa tersebut akan membawa dampak negatif terhadap kelangsungan ekosistem hutan terutama dalam ketersediaan unsur hara dan kesuburan tanah. Hal ini juga berpengaruh terhadap siklus karbon di atmosfer karena hampir 50% biomasa tumbuhan terdiri dari unsur karbon dan unsur tersebut dapat lepas ke atmosfer apabila hutan mengalami gangguan/ degradasi.

Biomasa pohon di hutan primer, hutan bekas tebangan tahun 2000, dan hutan bekas tebangan tahun 1998 memiliki persentase paling besar dibandingkan dengan komponen lainnya (nekromasa, tumbuhan bawah, serasah kasar, dan

serasah halus). Persentase biomasa pohon tersebut bervariasi antara 60,12 – 94,84% dari total biomasa di atas tanah. Hal ini disebabkan karena jumlah individu dan ukuran individu pohon jauh lebih besar dibandingkan dengan komponen lainnya (Tresnawan dan Rosalina, 2002).

Jumlah plot pengamatan pada penelitian ini adalah 10 plot. Masing-masing plot memiliki kandungan biomassa yang berbeda. Kandungan biomassa pohon pada masing-masing plot penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Biomassa Pohon pada Masing-masing Plot

No

Jenis Plot Jenis Plot Jumlah

Besar (kg/0,2 ha) Kecil (kg/0,02 ha) Besar (ton/ha) Kecil (ton/ha) (ton/ha) 1. 48.205,23 1.144,85 241,03 57,24 298,27 2. 69.431,18 1.143,03 347,16 57,15 404,31 3. 84.168,69 1.882,09 420,84 94,10 514,95 4. 19.114,80 1.734,56 95,57 86,73 182,30 5. 111.758,03 1.516,95 558,79 75,85 634,64 6. 117.898,98 1.255,49 589,49 62,77 652,27 7. 51.343,54 830,70 256,72 41,53 298,25 8. 88.023,03 2.003,44 440,12 100,17 540,29 9. 79.682,58 1.231,85 398,41 61,59 460,01 10. 49.941,35 1.124,52 249,71 56,23 305,93 Rata-rata 71956,74 1386,75 359,78 69,34 429,12

Cadangan Karbon (Ton/Ha) 197,40

Cadangan Karbon Total (Ton) 261.549,31

Jumlah biomassa pada masing-masing wilayah plot penelitian berbeda, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, Badan Litbang Kehutanan (2010) menyatakan bahwa besarnya kandungan biomassa tergantung pada jenis dan umur pohon, tipe tanah dan topografi.

Tabel 4 menunjukkan rata-rata biomassa yang terkandung di Hutan Pendidikan USU adalah 429,12 ton/ha. Besaran biomassa tersebut diperoleh dari pohon besar 359,78 ton/ha dan pohon kecil 69,34 ton/ha.

Hutan alam memiliki potensi cadangan biomassa paling tinggi dibandingkan di areal bekas tebangan. Pada penelitian ini cadangan biomassa Hutan Pendidikan USU sejumlah 429,12 ton/ha, sedangkan pada areal bekas tebangan menurut hasil penelitian Junaedi (2007) pada umur areal bekas tebang 0-4 tahun (ABT 0-4) memiliki cadangan biomassa 173,57 ton/ha. Kondisi ini dikarenakan hutan primer khususnya Hutan Pendidikan USU adalah hutan konservasi masih memiliki keutuhan dan tidak terganggu oleh kegiatan pemanenan dan perlakuan silvikultur serta kegiatan kehutanan lainnya, sehingga cadangan biomassa yang berada di dalam hutan tidak hilang. Besarnya biomassa vegetasi di atas permukaan tanah jumlahnya bervariasi dari 210-650 ton/ha sesuai dengan tipe hutannya (Junaedi, 2007).

Perhitungan kandungan karbon tersimpan, dilakukan dengan memperkirakan bahwa biomassa tegakan mengandung 46% karbon. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hairiah et all, (2001) yang mengatakan bahwa bahan organik mengandung 46% karbon. Jumlah stok Karbon di Hutan Pendidikan USU dapat dilihat pada Tabel 5.

Nilai cadangan karbon pohon di Hutan Pendidikan USU berkisar 197,40 ton/ha. Nilai cadangan karbon ini memiliki kesesuaian dengan kreteria jumlah cadangan karbon di hutan alam menurut penelitian dari Badan Litbang Kehutanan (2010) yang menyatakan cadangan karbon pada berbagai kelas penutupan lahan di hutan alam berkisar antara 7,5 – 264,70 ton C/ha.

Nilai cadangan karbon pada hutan pendidikan USU yang berkisar 197,40 ton/ha berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya di hutan alam, bahkan pada lokasi yang sama yaitu penelitian Karo (2011) dan Tampubolon (2011),

Karo (2011) menyatakan kawasan TAHURA Bukit Barisan Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara terdapat karbon tersimpan sebesar 485,01 ton/ha, dan Tampubolon (2011) menyatakan 58,56 ton/Ha, sedangkan penelitian carbon di hutan alam di tempat yang berbeda seperti Bakri (2009) menyatakan bahwa kawasan hutan Taman Wisata Alam Taman Eden memiliki potensi karbon tersimpan sebesar 95,82 ton/ha, Bako (2009) yang menyatakan bahwa di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Barat sebesar 143,7 ton/ha, Tresnawan dan Rosalina (2002) menyatakan besarnya biomasa hutan primer di Hutan Dusun Aro Jambi berkisar348,02 ton/ha dan Noor’an (2007) yang menyatakan karbon tersimpan di hutan lindung berkisar 211,86 ton/ha.

Nilai cadangan karbon dari penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa nilai cadangan karbon di Hutan Pendidikan USU tidak yang paling tinggi dan tidak yang paling rendah. Namun, Hutan pendidikan USU yang merupakan kawasan hutan lindung memiliki cadangan karbon termasuk tinggi yaitu 197,60 ton/ha, bila dibandingkan dengan penelitian Samsoedin dkk. (2009) yang menyatakan hutan alam primer dataran tinggi memiliki cadangan karbon berkisar berkisar 103,16 Ton/Ha. Hutan Pendidikan USU termasuk dalam klasifikasi tutupan lahan Hutan Kerapatan Tinggi, hal ini sesuai dengan klasifikasi pendugaan karbon berdasarkan tutupan lahan menurut Golden Agri-Resources and SMART (2012), dimana perkiraan karbon untuk tutupan/penggunaan lahan Hutan Kerapatan Tinggi adalah 192±81. Klasifikasi pendugaan karbon berdasarkan tutupan lahan menurut

Golden Agri-Resources and SMART (2012) dapat dilihat pada Lampiran 4.

Perbedaan jumlah cadangan karbon pada setiap lokasi penelitian disebabkan karena perbedaan kerapatan tumbuhan pada setiap lokasi. Cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Seperti menurut Hairiah dan Rahayu (2007) bahwa suatu sistem penggunaan

lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomassanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah.

Secara umum pada hutan lahan kering primer mampu menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan hutan lahan kering sekunder karena pada hutan sekunder telah terjadi gangguan terhadap tegakannya. Kebakaran, ekstraksi kayu, pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam dan kejadian atau aktivitas lainnya di kawasan hutan yang menyebabkan berkurangnya potensi biomassa yang berindikasi langsung terhadap kemampuannya menyimpan karbon. Pola tersebut juga terjadi pada hutan rawa primer dan hutan rawa sekunder.

Selanjutnya pada hutan lahan kering relatif memiliki kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar daripada hutan rawa dan mangrove karena kemampuannya dalam membangun tegakan yang tinggi dan berdiameter besar sebagai tempat menyimpan karbon.

Pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan CO2 yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang penyimpanan CO2. Hutan juga melepaskan CO2 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi (pelapukan) serasah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah yang besar.

Hutan merupakan penyerap karbon terbesar dan memainkan peranan yang penting dalam siklus karbon global, seperti menurut Holdgate (1995) dalam Badan Litbang Kehutanan (2010) menyatakan hutan

dapat menyimpan karbon sekurang kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput, tanaman semusim dan tundra.

Kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon tidak sama. Baik di hutan alam, hutan tanaman, hutan payau, hutan rawa maupun di hutan rakyat tergantung pada jenis pohon, tipe tanah dan topografi (Badan Litbang Kehutanan, 2010).

Nilai karbon tersimpan menyatakan banyaknya karbon yang mampu diserap oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa. Jumlah karbon yang semakin meningkat pada saat ini harus diimbangi dengan jumlah serapannya oleh tumbuhan guna menghindari pemanasan global. Dengan demikian dapat diramalkan berapa banyak tumbuhan yang harus ditanam pada suatu lahan untuk mengimbangi jumlah karbon yang ada di udara.

Nilai Ekonomi Cadangan Karbon di Hutan Pendidikan USU

Nilai ekonomi adalah nilai barang dan jasa yang dapat diperjualbelikan, sehingga memberikan pendapatan. Dari konsep ekonomi bahwa kegunaan, kepuasan atau kesenangan yang diperoleh individu atau masyarakat tidak terbatas kepada barang dan jasa yang diperoleh melalui jual beli (transaksi) saja, tetapi semua barang dan jasa yang memberikan manfaat akan memberikan kesejahteraan bagi individu atau masyarakat. Barang dan jasa yang dapat diperjualbelikan menyangkut sifat barang dan jasa tersebut, yaitu memiliki kegunaan, bersifat langka dan kepemilikan yang jelas (Lidiawati, 2003).

Langkah akhir dalam mendefiniskan kerangka kerja proposal REDD+ adalah mengetahui dari mana dana berasal. Sumber pembiayaan yang dibahas di modul ini mengacu secara jelas pada pendapatan yang akan digunakan untuk

memberikan insentif terhadap pengurangan emisi melalui mekanisme REDD seperti yang ditentang oleh mekanisme pendanaan lainnya yang mungkin ditujukan untuk peningkatan kapasitas atau konservasi cadangan karbon (Parker et all., 2009).

Mekanisme yang berkaitan dengan pasar, seperti memasukkan kredit REDD+ ke dalam pasar karbon, melelang izin emisi, dan/atau biaya tambahan lain dan pajak transaksi jual beli karbon, merupakan peluang pendapatan untuk mengumpulkan semua biaya atau dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan potensi REDD+.

Transaksi jual beli karbon merupakan salah satu sumber pendanaan REDD+. Harga karbon di pasaran berbeda menurut berbagai sumber, diantaranya yaitu menurut Van Beukering et. al. (2003), nilai karbon dalam perdagangan karbon adalah US$ 5 per ton karbon yang terserap, menurut Saloh dan Clough (2002) nilai karbon dalam perdagangan karbon adalah US$15-20US$ per ton karbon yang terserap. Dengan asumsi harga US$ 1 setara dengan Rp 9.600, maka nilai ekonomi cadangan karbon di Hutan Pendidikan USU dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Ekonomi Cadangan Karbon di Hutan Pendidikan USU

No Harga Karbon Sumber Total Karbon Nilai Ekonomi (per

Ton) US$ IDR

1. US$15-20US$

Saloh dan Clough (2002)

261.549,31 3.923.239,72-5.230.986,30

37.663.101.357,14-50.217.468.476,19 2. US$5 Van Beukering et.

al. (2003)

Nilai ekonomi total suatu areal hutan tergantung pada harga per satuan. Dimana harga karbon per satuan dalam ton berbeda-beda menurut sumber berbeda. Menurut Van Beukering et. al. (2003), harga karbon di Indonesia 50% lebih rendah harganya dibandingkan yang lain, yang mana nilainya berkisar

Dokumen terkait