• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Salah satu wilayah pesisir Indonesia yang memiliki kekayaan dan potensi yang besar adalah wilayah pesisir di perairan Kuala Penet Lampung Timur. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur tahun 2010 mencatat bahwa pantai timur Provinsi Lampung yang mempunyai garis pantai sepanjang 270 km merupakan wilayah pesisir dengan beragam potensi yang dapat menunjang pembangunan. Diantaranya potensi yang dimiliki yaitu potensi wilayah laut seluas 108 Km x 4 mil (1 mil = 1,852 Km) atau seluas 200.016 km, potensi wilayah perikanan seluas 22.548,05 ha dengan luas wilayah pemanfaatan 15.909,29 ha dan luas wilayah tambak rakyat sebesar 8.000 ha dengan wilayah pemanfaatan 4728 ha. Saat ini pantai timur Lampung mengalami degradasi lingkungan yang cukup parah, terutama akibat adanya kerusakan habitat mangrove yang diperparah dengan terjadinya abrasi pantai. Kerusakan hutan mangrove sebagai green belt diwilayah tersebut sudah menghilangkan fungsinya sebagai sarana mitigasi bencana diwilayah pesisir dan peranannya dalam menunjang produksi perikanan tangkap dengan komoditas hasil tangkapan berupa udang, ikan pari, ikan kakap, kerang-kerangan dan jenis ikan laut lain yang ada di pantai pesisir timur.

Perairan Kuala Penet merupakan wilayah yang potensial dalam penangkapan kerang darah bagi nelayan-nelayan Labuhan Maringgai dan sekitarnya. Nelayan yang berada di sekitar perairan Kuala Penet merupakan nelayan tradisional yang banyak menggunakan kapal dengan ukuran 3-8 GT. Hasil tangkapan utama nelayan berupa ikan-ikan jenis pelagis kecil, rajungan, udang, kepiting bakau dan kerang-kerangan bagi nelayan yang berprofesi khusus menangkap kerang.

Pada perairan Kuala Penet terdapat beberapa sungai yang bermuara di perairan ini diantaranya sungai Way Sekampung, sungai Way Nibung, dan sungai Way Penet. Daerah lingkungan sekitar areal penelitian banyak ditumbuhi pepohonan mangrove dan bakau serta dibagian sebelah utara banyak terdapat areal tambak rakyat. Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada proses biologis dan fisiologis, seperti kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan reproduksi organisme air. Perubahan lingkungan yang sangat ekstrim dapat mengganggu kelangsungan hidup organisme air, bahkan jika terjadi terus menerus organisme tersebut akan mengalami kepunahan.

Kondisi habitat kerang darah pada lokasi penelitian di perairan Kuala Penet berupa lumpur dasar yang relatif halus, berwarna abu-abu dengan sedikit berbau (bau lumpur) yang mengindikasikan bahwa kandungan detritus pada perairan ini relatif tinggi. Parameter fisika air yang diamati adalah suhu dan kecepatan arus. Suhu perairan sangat penting bagi kehidupan biota perairan, karena untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan yang optimal dan sangat berpengaruh baik pada aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme perairan (Hutabarat & Stewart 1984).

Suhu di perairan Kuala Penet selama penelitian berlangsung berfluktuatif secara musiman yang berkisar antara 26,5oC – 30oC. Suhu perairan pada bulan Mei merupakan suhu paling rendah diantara bulan lainnya selama peenelitian.

11

Besarnya suhu ini cocok untuk kehidupan kerang darah di perairan Kuala Penet dengan melihat keberadaan kerang darah di perairan tersebut. Berdasarkan Broom (1985) suhu yang sesuai untuk setiap spesies pada kerang darah berbeda-beda tergantung pada kondisi geografisnya. Hal ini didasarkan pada kemampuan kerang darah untuk beradaptasi terhadap lingkungannya. Misalnya, kerang darah di Malaysia umumnya dapat hidup dengan suhu permukaan air rata-rata 29oC - 32oC. Lain halnya di Phuket, Thailand suhu air yang sesuai adalah 25oC - 32.8oC (Boonruang & Janekarn 1983 in Broom 1985). Suhu sangat berpengaruh, baik pada aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme perairan (Hutabarat & Stewart 1984), dimana suhu merupakan salah satu pemicu dimulainya proses gametogenesis pada siklus reproduksi (Bayne 1985 in Freites et al. 2010). Berdasarkan penelitian Kusukabe (1959) in Broom (1985) kerang darah memijah pada suhu air 25oC - 27°C.

Selain kondisi suhu perairan yang diamati, parameter fisika lain yang diamati adalah arus. Kecepatan arus pada perairan Kuala Penet selama penelitian dilaksanakan berkisar antara 7,56 – 14,21 cm/detik. Kondisi arus seperrti ini termasuk pada arus yang sangat lemah hingga sedang. Pergerakan air yang lemah di daerah berlumpur menyebabkan partikel halus mengendap dan detritus melimpah, sehingga merupakan media yang baik bagi pemakan detritus, seperti halnya pada kerang darah (Mann 2000). Kecepatan arus yang kurang dari 10 cm/detik termasuk arus yang sangat lemah, dengan organisme bentik dapat menetap, tumbuh dan bergerak bebas, sedangkan kecepatan arus 10 - 100 cm/detik termasuk arus sedang, sehingga menguntungkan bagi organisme dasar, dimana terjadi pembaruan bahan organik dan anorganik (Wood 1987).

Parameter kimia air yang diamati adalah salinitas dan derajat keasaman.

Selama pengamatan salinitas pada perairan Kuala Penet berkisar antara 24‰ – 29‰. Salinitas minimun terjadi pada bulan Mei sebesar 24‰ dan salinitas tertinggi terjadi pada bulan Juli yaitu 29‰. Nilai salinitas yang diperoleh sesuai

dengan pernyataan Pathansali (1963) in Broom (1985) bahwa kerang darah hanya mampu hidup di daerah dengan salinitas lebih dari 23 ppt, namun pada stadia muda secara normal dapat melakukan aktivitas mencari makan dengan salinitas yang lebih rendah sampai 18 ppt. Pathansali menambahkan A.granosa termasuk organisme yang toleran terhadap salinitas yang tinggi dan rendah. Salinitas tinggi sampai 29 ppt, namun pada salinitas yang sangat rendah, yaitu 9,4 ppt kerang darah tidak dapat tumbuh bahkan mengalami kematian.

Derajat keasaman berpengaruh terhadap proses metabolisme dalam tubuh kerang darah. Nilai derajat keasaman pada perairan Kuala Penet selama pengamatan berkisar antara 6,5 – 7,5. Nilai derajat keasaman yang baik memungkinkan organisme untuk hidup dan tumbuh, serta kehidupan biologis yang berjalan baik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan derajat keasaman dan menyukai derajat keasaman yaitu pada kisaran 7 - 8.5 (Effendi, 2002). Nilai derajat keasaman ini berpengaruh terhadap proses metabolisme dalam tubuh kerang darah. Jika proses metabolisme dapat berjalan dengan baik, maka kerang darah juga dapat tumbuh dan berkembang biak melalui energi yang dihasilkan dari proses metabolisme. Nilai derajat keasaman di perairan ini masih berada dalam kisaran yang mendukung kehidupan biota ikan terutama kerang darah (Smith dan Chanley 1975). Kedua parameter fisika dan kimia perairan yang diamati dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

12

Tabel 1. Kondisi fisika dan kimia Perairan Kuala Penet selama penelitian

Parameter Satuan Waktu Pengamatan Kondisi

Ideal

April Mei Juli

Fisika Suhu oC 28 26,5 30 25 - 32,8 Arus cm/detik 10,35 7,56 14,21 10 – 100 Kimia Air Salinitas ppt (‰) 27 24 29 18 – 29 Derajat keasaman - 7 7,5 6,5 7 - 8,5

Data di atas menggambarkan bahwa kondisi lokasi penelitian di perairan Kuala Penet masih berada dalam kondisi ideal untuk kerang darah dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik. Kerang darah hasil tangkapan setiap harinya didaratkan di TPI Labuhan Maringgai Lampung Timur dan TPI Lempasing di Bandar Lampung. Daerah penangkapan kerang darah dilakukan di sekitar perairan Kuala Penet. Daerah pemasarannya meliputi Jakarta dan wilayah sekitar. Kerang darah dijual dalam bentuk hidup dan daging. Harga kerang yang dibeli oleh para pengumpul dari para nelayan dengan harga Rp 2.500,00 – Rp 4.000,00 per kilogramnya dan dijual kembali kepada konsumen berkisar antara Rp 5.000,00 - Rp 8.000,00 per kilogram dan harga daging berkisar antara Rp 15.000,00 - Rp 17.000,00 per kilogram. Harga kerang darah lebih tinggi dibandingkan dengan harga jenis kerang lainnya.

Sebaran Kelompok Ukuran Hasil Tangkapan

Kerang darah (Anadara granosa) yang ditangkap di perairan Kuala Penet untuk dijadikan objek pengamatan selama penelitian memiliki jumlah tangkapan dan ukuran tangkapan yang bervariasi setiap waktu pengambilan. Total kerang darah contoh yang ditangkap dan diobservasi selama bulan April 2011 hingga bulan Juli 2011 berjumlah 378 individu, yang terdiri dari 142 individu pada bulan April, pada bulan Mei berjumlah 110 individu dan 126 individu pada bulan Juli. Perbedaan komposisi hasil tangkapan diduga karena adanya upaya penangkapan, tingkat keberhasilan operasi penangkapan dan keberadaan kerang darah itu sendiri. Tekanan penangkapan yang semakin tinggi dapat berpengaruh pada kelimpahan dan perubahan struktur populasi kerang darah di perairan tersebut. Tingkat keberhasilan operasi penangkapan juga dapat mempengaruhi perbedaan komposisi hasil tangkapan, jika para nelayan dapat menangkap kerang darah yang berukuran lebih besar maka hasil tangkapan didominasi oleh kerang yang berukuran besar, begitu pula sebaliknya. Sebaran ukuran panjang cangkang berdasarkan waktu penelitian disajikan pada Gambar 3.

13

Gambar 3. Distribusi ukuran panjang cangkang kerang darah (Anadara granosa) berdasarkan waktu pengamatan

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa sebaran ukuran panjang cangkang kerang darah terletak pada selang kelas 17,20 – 19,85 mm sampai 41,14 – 43,79 mm. Ukuran panjang cangkang kerang darah yang paling besar adalah kerang contoh yang berukuran 42,60 mm berada pada selang kelas panjang cangkang 41,14 – 43,79 mm, sedangkan ukuran panjang cangkang kerang darah yang paling kecil adalah 17,20 mm berada pada selang kelas panjang cangkang 17,20 – 19,85 mm. Berdasarkan selang kelas kisaran selang panjang cangkang kerang darah yang dominan tertangkap pada lokasi perairan Kuala Penet sama tiap bulannya yaitu pada kisaran 19,86 – 22,51 mm dengan jumlah populasi tertangkap tiap

14

bulannya yang berbeda-beda yaitu pada bulan April sebanyak 59 ekor, bulan Mei sebanyak 43 ekor dan pada bulan Juli sebanyak 40 ekor.

Faktor yang menyebabkan ukuran kerang darah yang tertangkap semakin kecil adalah karena tekanan penangkapan yang tinggi terhadap sumberdaya kerang darah di perairan Kuala Penet. Perbedaan ukuran panjang cangkang kerang darah disebabkan oleh beberapa faktor seperti perbedaan waktu pengambilan contoh, keterwakilan contoh kerang darah yang diambil, dan kemungkinan terjadinya aktifitas penangkapan yang tinggi terhadap sumberdaya kerang darah, juga disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti pengaruh kondisi perairan. Semakin tinggi tingkat eksploitasi maka ukuran kerang darah akan didominasikan oleh kerang yang berukuran kecil karena kerang darah berukuran besar telah hilang, sehingga mempengaruhi kelimpahan dan struktur populasi kerang darah di perairan tersebut. Tekanan penangkapan yang semakin tinggi dapat menyebabkan kelimpahan kerang darah kerang darah di perairan tersebut akan semakin sedikit dan bisa terjadi kepunahan. Hal itu yang menyebabkan pertumbuhan kerang berbeda di setiap tempat dan waktu. Pengaruh eksploitasi yang berlebihan ( over-exploitation) akan menyebabkan penurunan ukuran rata-rata kerang darah yang tertangkap. Kondisi ini serupa terjadi di perairan Jawa Barat dan Banten seperti di Perairan Cirebon dan Teluk Banten yang sama-sama mengalami penurunan jumlah populasi kerang darah, kelimpahan kerang darah dan struktur populasi kerang darah.

Hubungan Panjang Berat

Pertumbuhan merupakan pertambahan panjang dan berat tubuh dalam satu satuan waktu. Pertumbuhan dapat diukur dengan mudah sebagai tambahan panjang cangkang yang merupakan konversi pertumbuhan somatik berupa hubungan antara ukuran panjang cangkang dan berat tubuh. Hubungan panjang dan berat kerang darah di perairan Kuala Penet pada setiap pengambilan contoh disajikan dalam Tabel 2 yang menunjukkan tipe pertumbuhan yang tidak jauh berbeda. Pengambilan contoh pendahuluan sampai dengan ketiga menunjukkan tipe pertumbuhan yang sama yaitu allometrik negatif atau laju pertumbuhan panjang lebih besar dari pada laju pertumbuhan beratnya.

Tabel 2. Hubungan panjang berat kerang darah (Anadara granosa) setiap pengambilan contoh di perairan Kuala Penet

Pengambilan Contoh Waktu N a B R 2 Keterangan 1 23 April 2011 142 0,0036 2,4314 0,9264 Allometrik negatif 2 22 Mei 2011 110 0,0028 2,5055 0,8924 Allometrik negatif 3 2 Juli 2011 126 0,0019 2,6118 0,9324 Allometrik negatif Hubungan panjang dan berat kerang adalah parameter yang dapat digunakan untuk menganalisis pola pertumbuhan kerang, dengan kata lain hubungan panjang berat digunakan untuk menduga berat melalui panjang dan sebaliknya. Analisis hubungan panjang dan berat menggunakan data panjang total dan berat basah

15

kerang contoh untuk melihat pola pertumbuhan individu kerang darah di perairan Kuala Penet. Hubungan panjang berat kerang darah disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan antara panjang cangkang dengan berat total pada kerang darah (Anadara granosa) jantan

Gambar 4 menunjukkan bahwa hubungan panjang berat pada kerang darah jantan memiliki persamaan W = 0,0023L2,5709. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,9181, yang menunjukkan bahwa berdasarkan keragaman berat total, model dugaan dapat menjelaskan hubungan antara panjang (dalam hal ini tinggi cangkang) dan berat total kerang darah sebesar 91,81%. Berdasarkan hasil perhitungan statistik (uji t) pada perbandingan panjang cangkang dengan berat total diperoleh nilai a sebesar 0,0023 dan b sebesar 2,5709, sehingga t hitung bernilai 6,6828 (Lampiran 2). Jika nilai t hitung dibandingkan dengan t tabel sebesar 1,9767 maka kesimpulan yang diperoleh adalah tolak H0 (t hitung > t tabel), yang menunjukkan bahwa pola hubungan pertumbuhan panjang berat kerang darah jantan allometrik negatif, yaitu pertambahan berat cangkang lebih dominan dibandingkan pertambahan panjang total. Berat total merupakan gabungan antara berat cangkang dengan berat daging. Pada kerang darah, secara keseluruhan berat cangkang lebih dominan dibandingkan berat daging. Pada saat pertambahan panjang cangkang terjadi pertambahan berat cangkang dan pertambahan berat total. Oleh karena itu pertambahan panjang sama dengan pertambahan berat total.

Berdasarkan Day & Fleming (1992) in Setyono (2006) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan kekerangan yaitu suhu air, makanan dan aktifitas reproduksi (pemijahan). Hubungan panjang berat berpengaruh terhadap kondisi tubuh (kemontokan) kerang darah, jika cangkang terisi penuh oleh daging maka kerang darah montok, namun jika cangkang tidak terisi penuh oleh daging maka kerang darah kurang montok (kopong). Berdasarkan Effendie (2002) nilai yang didapatkan dari perhitungan panjang berat dapat digunakan untuk menduga berat dari panjang maupun sebaliknya, pola pertumbuhan, kemontokan dan perubahan lingkungan.

Seperti halnya pada kerang darah jantan, Gambar 4 menunjukkan adanya hubungan panjang berat pada kerang darah betina.

16

Gambar 5. Hubungan antara panjang cangkang dengan berat total pada kerang darah betina

Jika panjang cangkang dibandingkan dengan berat total maka kerang darah betina memiliki persamaan W = 0,0027L2,5121. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari perbandingan panjang cangkang dengan berat total sebesar 0,9518 yang berarti bahwa berdasarkan keragaman berat total, model dugaan dapat menjelaskan hubungan antara panjang (dalam hal ini tinggi cangkang) dan berat cangkang kerang darah sebesar 95,18%. Setelah dilakukan perhitungan statistik (uji t) diperoleh nilai t hitung sebesar 13,1207 dan t tabel sebesar 1,9703 (Lampiran 2). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa keduanya tolak H0 (t hitung > t tabel), sehingga pola hubungan pertumbuhan panjang berat kerang darah betina allometrik negatif, yaitu pertambahan bobot cangkang lebih dominan dibandingkan pertambahan panjang total. Kerang darah yang mengalami pertumbuhan somatik menyebabkan adanya pertambahan jaringan tubuh, termasuk cangkang dan daging sehingga terjadi pertambahan panjang cangkang, berat cangkang, berat daging dan berat total (berat cangkang dan berat daging). Pertambahan panjang cangkang menyebabkan pertambahan berat cangkang, yang kemudian menyebabkan pertambahan berat total. Menurut Effendie (2002) pola pertumbuhan allometrik negatif mengindikasikan bahwa ketersediaan makanan di perairan berlebih sehingga lebih dominan pertambahan berat dibandingkan panjang.

Hubungan panjang berat merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan dan persamaan produksi. Lee (1986) in Vakily (1989) menyebutkan bahwa panjang cangkang dapat digunakan dalam mengukur pertumbuhan yang kemudian dapat mengukur produksi. Adanya perbedaan pola pertumbuhan yang terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang cenderung sulit untukdikontrol diantaranya seperti keturunan (gen) dan kelamin, serta faktor eksternal yaitu parasit, penyakit, makanan dan suhu (Effendie 2002). Broom (1982) menambahkan bahwa variasi temporal pertumbuhan dapat disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya ketersediaan makanan, suhu, dan salinitas. Pola pertumbuhan isometrik atau allometrik tidaklah selalu tetap pada suatu spesies. Perbedaan nilai b dapat terjadi pada spesies yang sama di lokasi berbeda atau lokasi yang sama pada musim berbeda. Perubahan pola pertumbuhan juga diduga adanya perubahan komposisi makanan dan kompetisi pada saat musim berganti.

17

Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Kerang Darah

Eksploitasi sumberdaya kerang darah yang telah terjadi perlu dikaji lebih dalam untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Menurut King (1995) laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M) sehingga ketiga jenis mortalitas tersebut perlu dianalisis. Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) kerang darah dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang cangkang. Untuk menduga laju mortalitas alami dengan menggunakan rumus empiris pauly (Sparre & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan perairan Kuala Penet sebesar 28,25°C. Adapun hasil analisis parameter pertumbuhan dan parameter moralitas disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil analisis parameter pertumbuhan dan mortalitas kerang darah (Anadara granosa) dengan menggunakan program FISAT II di perairan Kuala Penet

Lokasi Parameter Pertumbuhan Parameter Mortalitas

L∞ K M F Z E

Kuala Penet 44,59 1,7 1,619 6,717 8,336 0,806

Bondet 47,70 0,51 0,7154 1,2705 1,9859 0,6398

Mundu 49,05 2,30 1,9169 7,7776 9,5945 0,8023

Keterangan : L∞ = panjang yang tidak dapat dicapai ikan (mm); K = koefisien

pertumbuhan (per tahun); M = laju mortalitas alami (pertahun); Z = laju mortalitas total (per tahun); F = laju mortalitas penangkapan (per tahun); E= laju eksploitasi

Dari hasil analisis parameter pertumbuhan di perairan Kuala Penet,

diperoleh nilai L∞ sebesar 44,59. Nilai L∞ dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat dipengaruhi oleh keturunan (faktor genetik), parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal yang dapat dipengaruhi adalah suhu dan ketersedian makanan (Effendi 2002).

Laju mortalitas total (Z) kerang darah di perairan Kuala Penet, diduga sebesar 8,336 per tahun. Nilai Z tergantung dari laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F). Fluktuasi laju mortalitas alami (M) sumberdaya perairan sulit ditentukan, sehingga diasumsikan variasi nilai Z dari tahun ke tahun hanya tergantung dari variasi nilai F. Nilai laju mortalitas (M) di perairan Kuala Penet diduga sebesar 1,619 per tahun. Laju mortalitas alami (M) dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kondisi perairan, predator, penyakit, persaingan makanan dan mati karena tua. Spesies yang sama dapat memiliki laju mortalitas alami yang berbeda pada lokasi atau habitat yang berbeda (Sparre et. al 1989). Dari persamaan Z = F+M, dengan menggunakan masukan nilai Z dan M yang sudah dikoreksi, maka diperoleh laju mortalitas penangkapan (F). Laju mortalitas penangkapan di perairan Kuala Penet diduga sebesar 6,717 per tahun (Lampiran 4). Berdasarkan nilai tersebut dapat dilihat bahwa di lokasi tersebut ditemukan laju mortalitas penangkapan (F) lebih besar dari laju mortalitas alami (M). Hal ini menunjukan bahwa faktor kematian kerang darah lebih besar disebabkan oleh aktifitas penangkapan yang terus menerus akibat dari konsumsi terhadap kerang darah meningkat. Semakin tinggi upaya penangkapan, maka nilai laju mortalitas penangkapan akan semakin tinggi.

18

laju eksploitasi sumberdaya kerang darah. Laju eksploitasi kerang darah di perairan Kuala Penet melebihi dari 0,50 atau lebih dari 50% yang mencapai 0,806 atau 80,6% (Lampiran 4) yang menunjukan bahwa laju eksploitasi pada perairan Kuala Penet ini telah melebihi batas optimum eksploitasi dari potensi lestarinya sebagaimana yang dikemukan oleh Gulland (1971) in Pauly (1984). Kondisi serupa juga terjadi di perairan Bondet dan Mundu di Cirebon dengan laju eksploitasi sebesar 63,98% dan 80,23%. Hal ini menunjukkan bahwa laju penangkapan di perairan Kuala Penet, Bondet dan Mundu mengalami peningkatan intensitas waktu penangkapan (effort) yang dilakukan oleh nelayan setiap harinya yang berlangsung intensif secara terus menerus dan berlangsung lama. Eksploitasi dengan skala besar menyebabkan populasi yang ada didominasi oleh kerang darah dengan ukuran panjang cangkang lebih kecil dengan pertumbuhan yang lebih cepat dan mempengaruhi hasil tangkapan yang semakin menurun sebagaimana telah digambarkan pada Gambar 3, kerang darah banyak tertangkap dengan panjang cangkang yang kecil sedangkan kerang darah dengan ukuran besar relatif lebih sedikit. Nilai ini juga menguatkan indikasi adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok kerang darah di perairan. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi yang semakin tinggi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar.

Tingkat laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukan dugaan terjadinya kondisi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah kerang tua, karena kerang muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap sehingga tekanan penangkapan terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi hingga mencapai kondisi optimum yaitu laju mortalitas penangkapan sama dengan laju mortalitas alami.

Implementasi untuk Pengelolaan Perikanan

Pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan untuk menjaga kelestarian stok sumberdaya di alam. Beberapa aspek biologi yang dapat membantu pengelolaan antara lain adalah evaluasi terhadap kapasitas dan potensi perairan serta pengetahuan tentang perubahan-perubahan besarnya atau jumlah stok (Effendie, 2002). Diantara aspek biologi tersebut adalah aspek biologi reproduksi yang dapat menduga ketersediaan stok di perairan.Terdapat tiga hal yang harus dilakukan dalam mengelola stok sumberdaya perikanan di alam yaitu pengaturan hasil tangkapan, pengaturan upaya penangkapan (jumlah nelayan, waktu dan armada penangkapan), serta pengaturan teknik penangkapan (ukuran mata jaring dan pengoperasian alat tangkap).

Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai studi pertumbuhan dan reproduksi kerang darah misalnya penelitian Prawuri (2005) dan Suwanjarat et al. (2009), yang menyatakan bahwa kerang darah dapat memijah sepanjang tahun yang akan bervariasi pada setiap tahunnya dan berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Karakteristik tersebut menyebabkan ketersediaan atau stok kerang darah di alam akan selalu ada sepanjang tahun. Namun, dengan adanya berbagai aktivitas yang terdapat di sekitar habitat baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mengganggu keberadaan kerang darah di alam. Salah satu upaya pengelolaan yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian kerang darah

19

(A.granosa) di perairan Kuala Penet adalah mengatur waktu penangkapan dan ukuran kerang darah yang ditangkap. Penangkapan kerang darah sebaiknya tidak dilakukan pada saat kerang darah telah memasuki puncak perkembangan gonad atau pada saat akan bereproduksi serta merilis kembali kerang darah yang tertangkap dengan ukuran kecil guna menjaga populasi dan stok di alam.

Penurunan hasil tangkapan kerang darah di perairan Kuala Penet juga secara tidak langsung disebabkan oleh pencemaran dan reklamasi pantai di perairan tersebut. Reklamasi pantai ini dilakukan untuk membangun tambak rakyat. Limbah yang masuk ke perairan Kuala Penet berasal dari sisa pakan dari usaha budidaya tambak rakyat di sekitarnya. Perlu adanya pemantauan terhadap kualitas

Dokumen terkait