• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi dan Identifikasi Isolat Fusarium spp.

Rizosfer tanaman kelapa sawit menyediakan nutrisi seperti gula dan berbagai macam asam amino yang dibutuhkan propagul cendawan untuk berkecambah (Ho dan Varghese 1985). Fusarium spp. yang berhasil diisolasi dari rizosfer tanaman kelapa sawit berjumlah 20 isolat di mana 12 isolat berasal dari tanaman kelapa sawit sehat dan 8 isolat berasal dari tanaman kelapa sawit yang menunjukkan gejala pembengkokan pelepah daun (Tabel 1).

Tabel 1 Hasil isolasi Fusarium spp. dari rizosfer kelapa sawit Sampel Kelimpahan

(cfu/g)

Keragaman Isolat

SH1

Rizosfer kelapa sawit sehat

2000 F. oxysporum morfotipe a FaH1A, FaH1B SH2 4000 F. oxysporum morfotipe a F. oxysporum morfotipe b F. solani FaH2C, FaH2D FbH2A, FbH2B FsH2E, FsH2F SH3 0 - - SH4 0 - - SH5 0 - - SH6 0 - - SH7 0 - - SH8 0 - - SH9 0 - - SH10 0 - - SH11 0 - - SH12 0 - -

Rizosfer kelapa sawit bergejala SD1 6000 F. oxysporum morfotipe a

F. oxysporum morfotipe b

F. solani

FaD1A, FaD1B, FaD1D FbD1C FsD1E, FsD1F, FsD1G SD2 3000 F. oxysporum morfotipe a F. solani FaD2C, FaD2D FsD2A, FsD2B SD3 0 - - SD4 0 - - SD5 0 - - SD6 0 - - SD7 0 - - SD8 0 - - SD9 0 - - SD10 0 - - SD11 0 - - SD12 0 - -

7 Hasil isolasi menunjukkan Fusarium spp. hanya ditemukan pada 4 sampel tanah yang terdiri atas 2 sampel tanah SH dan 2 sampel tanah SD, sampel tersebut yaitu SH1, SH2, SD1, dan SD2. Sedangkan pada 16 sampel tanah yang terdiri atas 8 sampel tanah SH dan 8 sampel tanah SD, Fusarium spp. tidak berhasil diisolasi dari sampel-sampel tersebut. Ketidakberhasilan isolasi Fusarium spp. dari keenam belas sampel tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan waktu pengambilan sampel tanah, yaitu pengambilan sampel pada saat musim kemarau dengan pengambilan sampel pada saat musim hujan. Keenam belas sampel tersebut diambil pada saat musim kemarau, dimana kelembaban atau kadar air di dalam tanah tersebut berada pada tingkat rendah.

Kelimpahan propagul Fusarium spp. di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kesuburan tanah, kesuburan tanaman dan vegetasi di sekitar tanaman (Ho dan Varghese 1985). Kelimpahan propagul Fusarium spp. tertinggi diperoleh dari sampel tanah SD1 yaitu 6000 cfu/g tanah, sedangkan kelimpahan terendah diperoleh dari sampel tanah rizosfer tanaman kelapa sawit sehat SH1 sebesar 2000 cfu/g tanah. Kelimpahan propagul Fusarium spp. yang lebih besar pada SD1 kemungkinan disebabkan oleh rizosfer kelapa sawit tempat diambilnya sampel tersebut lebih kondusif bagi pertumbuhan propagul Fusarium

spp., terutama vegetasi di sekitar SD1 lebih banyak dibandingkan sampel yang lainnya. Ho dan Varghese (1985) juga berhasil mengisolasi Fusarium spp. dari rizosfer kelapa sawit di Malaysia dan mencatat kelimpahan propagul Fusarium

spp. sebanyak 5946 cfu/g tanah.

Media KSM merupakan media selektif yang mengisolasi cendawan Fusarium (Komada 1975). Miselium Fusarium spp. yang tumbuh pada media KSM berwarna putih dan tidak menghasilkan pigmen sama sekali. Cendawan selain Fusarium spp. juga ditemukan tumbuh pada media tersebut, tetapi pertumbuhannya tertekan dengan ukuran koloni yang jauh lebih kecil dibandingkan koloni Fusarium spp. yang pertumbuhannya sangat cepat (Gambar 1).

Semua isolat Fusarium spp. berhasil diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologi koloni pada media PDA dan karakteristik mikroskopis pada media BLA. Dari total 20 Isolat Fusarium spp. yang berhasil diisolasi dari rizosfer tanaman kelapa sawit teridentifikasi sebagai Fusarium oxysporum morfotipe a,

Fusarium oxysporum morfotipe b dan F. solani. Sembilan isolat merupakan spesies F. oxysporum morfotipe a, 3 isolat F. oxysporum morfotipe b dan 8 isolat merupakan spesies F. solani. Identifikasi dilakukan berdasarkan karakterisitik morfologi yang mengacu pada Leslie dan Summerel 2006.

Gambar 1 Pertumbuhan koloni Fusarium spp. pada media KSM: (a) SH, (b) SD

8

Karakterisitik morfologi isolat Fusarium oxysporum

Isolat F. oxysporum yang diidentifikasi mempunyai 2 morfotipe yang berbeda yaitu morfotipe a dan morfotipe b. Secara garis besar kedua morfotipe ini memiliki karakteristik yang hampir sama, yang membedakan ialah kelengkungan dari makrokonidia yang dihasilkan pada sporodokia. F. oxysporum morfotipe b memiliki bentuk makrokonidia yang lebih melengkung dari bentuk makrokonidia morfotipe a. Miselium keduanya berwarna putih, merah muda, hingga putih-keunguan (Gambar 2). Makrokonidia berbentuk seperti sabit dengan jumlah sekat tiga hingga lima sekat dan dihasilkan pada fialid tunggal pendek pada hifa dan sporodokia (Gambar 3).

Karakteristik morfologi isolat Fusarium solani

Miselium F.solani berwarna putih dan tidak menghasilkan pigmen sama sekali (Gambar 2). Salah satu ciri khas yang dimiliki oleh F. solani yaitu fialid tunggal yang ukurannya sangat panjang (Gambar 3). Makrokonidia berbentuk lurus dan sedikit melengkung dengan jumlah lima hingga tujuh, dihasilkan dari fialid tunggal panjang pada hifa dan sporodokia (Gambar 3). Sporodokia berwarna coklat muda.

Tabel 2 Karakteristik morfologi isolat Fusarium spp. Karakteristik

Morfologi

F. oxysporum F. solani

Warna koloni Putih, ungu Putih

Pigmentasi Merah muda, ungu Putih - kekuningan Bentuk makrokonidia Morfotipe a:

Lurus-sedikit melengkung, ramping

Morfotipe b:

melengkung, sedikit gemuk

Lurus, sedikit lebar dan gemuk

Sel apikal makrokonidia

Meruncing dan melengkung

Tumpul dan bulat Sel basal makrokonidia Berbentuk menyerupai

kaki dan runcing

Berbentuk menyerupai kaki dan melekuk Panjang makrokonidia (µm) 24.2–27.6 25.4-43.8 Lebar makrokonidia (µm) 1.8–2.3 3.2-4.2

Sekat makrokonidia 3–5 sekat 5-7 sekat

9

Gambar 2 Morfologi koloni isolat umur 14 hari pada media PDA: (a) F. oxysporum morfotipe a, (b) F.oxysporum morfotipe b, (c) F. solani

Gambar 3 Morfologi mikroskopis Fusarium spp.: F. oxysporum morfotipe a: (a) makrokonidia, (d) mikrokonidia, (g) klamidospora; F. oxysporum

morfotipe b: (b) makrokonidia, (e) mikrokonidia, (h) klamidospora; F. solani: (c) makrokonidia, (f) mikrokonidia, (i) klamidospora

b c f e d i h g a a b c

10

Uji Patogenisitas

Pada pengujian ini diperoleh 14 isolat yang meyebabkan munculnya gejala penguningan daun dan nekrosis dari total 20 isolat yang diuji. Isolat tersebut ialah FaD1A, FaD1B, FaD2C, FaD2D, FaH1A, FaH2C, FaH2D, FbD1C, FbH2A, FbH2B, FsD1E, FsD1F, FsD1G, dan FsD2A. Kemampuan isolat dalam menginfeksi tanaman dari yang mempunyai persentase kejadian penyakit paling tinggi ke rendah secara berturut-turut yaitu: isolat FbH2B dan FsD1F dengan persentase kejadian penyakit sebesar 55%, diikuti dengan isolat FaD1A dan FsD1G (44%), kemudian isolat FaD1B, FaD2D, FaH2D, FsD1E (33%), isolat FaH1A, FaH2C, FsD2A (22%), dan isolat FbD1C, FaD2C, FbH2A dengan persentase kejadian penyakit sebesar 11%. Isolat yang tidak berhasil menyebabkan kejadian penyakit berjumlah 6 isolat yaitu isolat FaD1D, FaH1B, FsD1H, FsD2B, FsH2E, dan FsH2F (Gambar 4).

Cendawan F. oxysporum mampu menyebabkan rebah kecambah, layu, busuk akar dan perusakan warna pada sistem pembuluh tanaman pada persemaian maupun tanaman yang tua (Horinouchi et al. 2010). Gejala yang muncul bervariasi tergantung fase pertumbuhan kecambah dan spesies Fusarium spp.. Gejala pertama kali muncul pada minggu ke-2 setelah tanam dan disebabkan oleh

F. oxysporum morfotipe a isolat FaH2D. Gejala yang ditimbulkan merupakan gejala nekrotik.

Gambar 4 Persentase kejadian penyakit yang disebabkan oleh Fusarium spp. 22 22 0 11 55 22 33 0 33 44 33 11 33 33 55 44 22 22 0 11 33 0 0 10 20 30 40 50 60 K ej ad ian p en y ak it (%) Isolat

11

Gambar 5 Busuk kecambah yang disebabkan oleh F. oxysporum (kiri), kontrol tanpa patogen (kanan)

Gambar 6 Gejala penyakit yang disebabkan oleh Fusarium spp.: F. oxysporum: (a) nekrotik, (d) daun kering; F. solani: (c) nekrotik, (f) daun kering; (b) kontrol (+); (e) kontrol (-)

Gejala lain yang disebabkan oleh isolat F. oxysporum yaitu gejala daun memelintir diikuti dengan gejala nekrotik yang muncul pada ujung daun (Gambar 6). Gejala daun memelintir atau disebut juga dengan epinasti disebabkan oleh pertumbuhan petiol bagian atas yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bagian bawah petiol sebagai akibat dari prduksi etilen yang berlebihan atau meningkatnya sensitivitas hormon. Gejala epinasti tersebut juga terjadi pada tomat yang terinfeksi F. oxysporum f. sp. lycopersici (Strange 2003). Pada tanaman yang daunnya telah terbuka gejala yang muncul yaitu menguningnya daun yang paling tua diikuti dengan daun yang lebih muda. Agrios

a d b e c f

12

(2005), menyatakan bahwa perubahan warna tersebut disebabkan oleh aktivitas patogen yang menimbulkan adanya gangguan kloroplas sehingga menyebabkan penurunan kandungan klorofil pada daun. Menguningnya daun dimulai dari tepi daun menuju ke bagian tengah daun. Waktu munculnya gejala penguningan daun bervariasi mulai dari kecambah berdaun satu hingga kecambah berdaun tiga pada minggu terakhir pengamatan. Cendawan F. oxysporum juga menghasilkan fitotoksin yang disebut asam fusarat (Fusaric acid) yang bersifat toksik bagi tanaman sehingga menjadi salah satu penyebab tanaman menjadi layu (Smith 2007).

Gejala penyakit yang diakibatkan oleh F. solani mirip dengan gejala penyakit yang diakibatkan oleh F. oxysporum. Gejalaterjadi pada kecambah yang daunnya belum terbuka maupun kecambah yang daunnya telah terbuka, gejala muncul pada minggu ke-3 setelah tanam. Gejala yang muncul berupa gejala nekrotik yang dimulai pada pucuk daun yang belum terbuka kemudian menyebar hingga ke pangkal hingga akhirnya tanaman mati. Isolat tersebut yaitu isolat FsD1E, FsD1F, FsD1G, dan FsD2A. Isolat F. solani juga menyebabkan pertumbuhan kecambah mengalami stagnasi dengan gejala nekrosis pada pucuk daun, namun tidak mengakibatkan tanaman mati hingga minggu terakhir pengamatan (Gambar 7). Hal tersebut diduga sebagai akibat dari fitotoksin yang diproduksi oleh isolat F. solani. F. solani memproduksi fitotoksin naphtazarin

dan dihydrofusarubin yang mampu menyebabkan klorosis pada tanaman dan juga menghambat pertumbuhan tanaman (Ondrej et al. 2008).

Kecambah kontrol positif yang diinokulasi dengan F. oxysporum patogenik koleksi Laboratorium Mikologi, nilai persentase kejadian penyakit sebesar 22% Nilai persentase kejadian penyakit yang rendah tersebut mungkin dikarenakan degenerasi isolat yaitu menurunnya daya virulensi isolat karena isolat telah disimpan dalam waktu yang cukup lama. Gejala yang diakibatkan yaitu daun menjadi kering yang dimulai dari pangkal batang semu kemudian menjalar hingga ujung daun (Gambar 6) dan diikuti dengan pertumbuhan miselium berwarna putih yang keluar dari sekitar batang. Gejala ini mulai muncul pada saat awal daun pertama terbuka yaitu pada minggu ke-2 setelah inokulasi. Gejala berlanjut hingga mengakibatkan kecambah mati dalam waktu 1 minggu.

13 Reisolasi Fusarium spp.

Fusarium spp. yang diperoleh dari reisolasi sama dengan Fusarium spp. pada tahap isolasi dan yang digunakan pada uji patogenisitas. Reisolasi isolat

Fusarium spp. dari kecambah kelapa sawit pada uji patogenisitas dilakukan pada minggu ke-8 setelah tanam. Kemampuan Fusarium spp. dalam mengolonisasi tanaman tidak selalu berakibat buruk bagi tanaman. Meskipun Fusarium spp. merupakan penyebab dari banyak penyakit layu yang terjadi pada tanaman, cendawan tersebut secara umum mengolonisasi akar tanaman tanpa menyebabkan gejala penyakit (Edel et al. 1997). Isolat FaH1B dan isolat FsH2E yang berhasil mengolonisasi jaringan tanaman, namun tidak menimbulkan gejala penyakit pada tanaman atau pertumbuhan tanaman tidak berbeda dengan kontrol. Kedua isolat tersebut dapat dikatakan bersifat seperti cendawan endofit yang tinggal di dalam jaringan tanaman tetapi tidak menyebabkan tanaman sakit atau tidak menggangu pertumbuhan tanaman. Kedua isolat ini didapatkan dari rizosfer kelapa sawit sehat. Rodrigues dan Menezes (2006) menyatakan bahwa tanaman toleran terhadap pertumbuhan cendawan yang terbatas di dalam jaringannya tanpa melakukan mekanisme pertahanan. Menurut Isniah (2012), cendawan Fusarium oxysporum nonpatogenik yang diisolasi dari tanaman bawang merah mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen bawang merah yang diinokulasi dengan cendawan tersebut. Dengan demikian, kedua isolat tersebut berpotensi dijadikan sebagai agens pengendali hayati.

Terdapat tiga isolat yang tidak berhasil direisolasi, namun muncul gejala pada kecambah yang diinokulasikan dengan isolat-isolat tersebut, isolat tersebut yaitu isolat FsH2F, FaD1D, dan FsD1H.

Gambar 8 Hasil reisolasi Fusarium spp. dari kecambah kelapa sawit 70 30 40 20 50 50 10 0 100 50 50 0 30 20 10 0 40 0 60 50 0 20 40 60 80 100 120 R eiso lasi is o lat Fu sar iu m s p p . (%) Isolat

14

Tidak berhasilnya isolat FsH2F, FaD1D, FsD1H direisolasi dari kecambah kelapa sawit menunjukkan isolat-isolat tersebut tidak berhasil masuk ke dalam jaringan kecambah kelapa sawit, dan munculnya gejala kemungkinan disebabkan oleh faktor lain seperti kelainan genetik kecambah atau disebabkan oleh mikroba patogen lain yang mungkin sudah ada atau terbawa di dalam benih kelapa sawit tersebut, namun tidak dilakukan identifikasi terhadap mikroba patogen terbawa benih tersebut. Flood et al. (1990) menemukan cendawan Fusarium spp. di dalam benih kelapa sawit, tepatnya pada permukaan inti sawit (kernel).

Pengaruh Isolat Fusarium spp. Terhadap Tinggi Kecambah Kelapa Sawit Isolat Fusarium spp. memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap tinggi kecambah. Berdasarkan uji F pada taraf 5% perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi kecambah. Rata-rata tinggi kecambah tertinggi dicapai oleh kecambah yang diinokulasi isolat FsD2A, sedangkan rata-rata tinggi kecambah terendah diperoleh dari kecambah yang diinokulasi dengan isolat FsD1G (Tabel 3). Berdasarkan uji DMRT antara tinggi kecambah kontrol dengan kecambah yang diinokulasi menggunakan isolat FsD2A tidak berbeda nyata, sedangkan kecambah yang diinokulasi dengan isolat FsD1G dan FsD1F tingginya berbeda nyata terhadap kontrol, dimana kedua isolat tersebut merupakan isolat F. solani

patogenik. Perbedaan tinggi antara kecambah kontrol (-) dengan kecambah yang diinokulasi dengan isolat FsD2A yang berbeda nyata dimungkinkan disebabkan oleh adanya pengaruh asam giberelin (Gibberellic Acid) hasil produksi cendawan

Fusarium spp..

Smith (2007) menyatakan bahwa tanaman padi yang terinfeksi Fusarium

spp. mengalami pertumbuhan tinggi yang berlebihan, namun lemah dan produktivitasnya rendah, dan tanaman padi tersebut terdeteksi mengandung asam giberelin yang diproduksi oleh Fusarium spp.. Sedangkan perbedaan tinggi antara kecambah kontrol (-) dengan kecambah yang diinokulasi dengan isolat FsD1F dan FsD1G dimungkinkan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya tingkat virulensi kedua isolat tersebut dan ketahanan kecambah kelapa sawit yang digunakan. Killerbrew et al. 1988 menginokulasi F. solani pada benih kacang kedelai dan menemukan kejadian penyakit yang lebih tinggi pada benih-benih kedelai yang berkualitas buruk.

Kecambah yang diinokulasi dengan Fusarium nonpatogenik isolat FaH1B dan FsH2E memiliki tinggi yang tidak berbeda nyata dengan kecambah kontrol (+) maupun kecambah kontrol (-). Hal ini mengindikasikan meskipun kedua isolat tersebut bersifat endofit, namun tidak berperan sebagai Plant Growth Promoting Fungi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melihat peranan kedua isolat tersebut di pertanaman kelapa sawit.

15 Tabel 3 Tinggi kecambah kelapa sawit pada 8 MST

Perlakuan Isolat Tinggi (cm)a Perlakuan Isolat Tinggi (cm)a FsD2A 17.06 a FsH2E 15.64 ab FsH2F 16.62 ab Kontrol (+) 15.63 ab FaH1A 16.61 ab FaH1B 15.11 ab FaH2C 16.31 ab FbH2A 14.86 ab FaD1B 16.23 ab FbD1C 14.55 ab

FaH2D 16.13 ab FaD1A 13.60 abc

FaD2C 16.06 ab FaD1D 13.59 abc

FsD2B 15.99 ab FsD1E 13.42 abc

Kontrol (-) 15.88 ab FbH2B 12.21 bcd

FaD2D 15.74 ab FsD1F 10.39 cd

FsD1H 15.65 ab FsD1G 8.60 d

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji DMRT); Kontrol (+): kontrol diinokulasi dengan patogen; Kontrol (-): kontrol tanpa inokulasi patogen

16

Dokumen terkait