• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Data Curah Hujan

Data penelitian merupakan data curah hujan bulanan kabupaten Indramayu yang termasuk dalam daerah perkiraan musim 6 (DPM 6). Berdasarkan Haryoko (2004), musim kemarau pada DPM 6 dimulai pada bulan April - September dan musim hujan dimulai dari bulan Oktober - Maret. Musim kemarau ditandai dengan curah hujan bulanan kurang dari 150 mm/bulan sedangkan musim penghujan ditandai dengan curah hujan bulanan sebesar 150 mm/bulan (BMKG dalam Pribadi 2012). Deskripsi data curah hujan bulanan rata-rata dari 15 stasiun penakar curah hujan kabupaten Indramayu disajikan pada Tabel 1. Pada bulan-bulan yang masuk dalam musim hujan, rata-rata curah hujan bulan-bulanannya relatif tinggi seperti pada bulan Januari, Februari, Maret, November dan Desember. Nilai curah hujan bulanan rata-rata pada musim hujan tersebut berkisar antara 148.24 mm/bulan sampai 308.85 mm/bulan. Berbeda pada bulan-bulan di musim hujan, curah hujan pada bulan-bulan di musim kemarau relatif rendah. Nilainya berkisar antara 14.62 mm/bulan sampai 141.24 mm/bulan. Curah hujan bulanan rata-rata dari 15 stasiun penakar curah hujan di kabupaten Indramayu menunjukkan bahwa curah hujan bulanan rata-rata adalah 122.62 mm//bulan.

Secara umum data curah hujan bulanan terendah adalah 0 mm/bulan sementara curah hujan bulanan tinggi terjadi pada bulan Januari tahun 1981 yakni 583 mm/bulan. Curah hujan ini merupakan curah hujan bulanan yang sangat tinggi dan berdasarkan kategori BMG (2008), intensitas tersebut dikategorikan ekstrim karena lebih besar dari 400 mm/bulan. Simpangan baku terbesar berada pada bulan Januari dengan 126.27 mm/bulan dan terendah pada bulan Agustus yakni 16.52 mm/bulan. Simpangan baku yang tinggi pada bulan Januari menunjukkan bahwa curah hujan pada bulan Januari di tahun 1979-2008 sangat beragam.

Koefisien kemiringan untuk semua bulan lebih dari nol, dengan koefisien kemiringan tertinggi berada pada bulan Juli sebesar 2.00 dan terendah pada bulan Mei sebesar 0.23. Koefisien kemiringan yang lebih dari nol merupakan indikator bahwa sebaran data pengamatan tidak normal dan menjulur ke kanan, artinya nilai rata-rata lebih besar dari median dan modus. Dengan kata lain, terdapat curah hujan ekstrim pada data pengamatan. Diagram kotak garis data curah hujan bulanan disajikan pada Gambar 2.

Pada Gambar 2 tampak bahwa pada bulan Februari, Juli, Agustus, September, November, dan Desember terdapat curah hujan bulanan yang lebih tinggi dari kondisi normalnya. Selain curah hujan yang lebih tinggi dari kondisi normalnya, pola curah hujan bulanan di kabupaten Indramayu tahun 1979-2008 menunjukkan bahwa pola data curah hujan di kabupaten Indramayu membentuk huruf U atau dengan kata lain memiliki satu puncak musim hujan (unimodal).

9

Tabel 1 Deskripsi curah hujan

Bulan

Rata-rata

Simpangan

Baku Minimum Maksimum

Koefisien Kemiringan Januari 308.85 126.27 79 583 0.54 Februari 226.84 106.86 90 521 1.14 Maret 161.17 57.20 76 280 0.66 April 141.24 46.49 54 246 0.31 Mei 86.43 46.09 6 186 0.23 Juni 62.11 41.24 10 167 0.75 Juli 30.66 33.55 0 153 2.00 Agustus 14.62 16.52 0 58 1.42 September 16.94 21.76 0 66 1.32 Oktober 63.76 51.07 0 166 0.34 November 148.24 83.51 17 346 0.82 Desember 210.62 62.42 123 402 1.36 Des embe r Nov embe r Okt ober Sept embe r Agu stus Juli Juni Mei April Mar et Febr uari Janu ari 600 500 400 300 200 100 0 C u ra h H u ja n ( m m ) Bulan

Gambar 2 Diagram kotak garis curah hujan bulanan Deskripsi Data Presipitasi GCM Lag

Time Lag data presipitasi luaran GCM ditentukan berdasarkan nilai korelasi silang tertinggi antara data presipitasi dengan data curah hujan. Nilai korelasi tersebut dihitung dengan menggunakan CCF. Berdasarkan Sahriman (2014), hasil perhitungan korelasi pada presipitasi GCM dengan penundaan mempunyai korelasi yang lebih tinggi daripada presipitasi GCM tanpa penundaan. Jumlah grid GCM dengan penundaan (GCM-Lag) yang memiliki korelasi antara data curah hujan dengan presipitasi tanpa penundaan (GCM) yang lebih dari 0.7 dengan data curah hujan sebanyak 73%. Sementara itu, korelasi antara data curah hujan dengan presipitasi tanpa penundaan (GCM) yang lebih dari 0.7 hanya mencapai 9%.

10

Data GCM-lag masih merupakan data yang berdimensi besar sehingga cenderung terjadi multikolinieritas. Multikolinieritas ditandai dengan adanya

korelasi yang kuat antar peubah penjelas dan nilai VIF yang besar (Lampiran 1). Nilai VIF data presipitasi GCM-lag memiliki nilai VIF berkisar

5.56-1252.11 atau VIF 10 yang mengindikasikan adanya multikolinieritas sehingga data GCM-lag tidak bisa langsung digunakan untuk pemodelan. Pemodelan data yang mengandung multikolinieritas menyebabkan dugaan yang tidak tepat sehingga perlu dilakukan pereduksian dimensi data.

Reduksi Dimensi

Pereduksian dimensi data presipitasi luaran GCM-lag untuk mengatasi adanya korelasi antar peubah penjelas, digunakan metode kuadrat terkecil parsial (KTP). Metode KTP memodelkan � terhadap � melalui komponen baru. Berdasarkan Tabel 2, nilai PRESS memperlihatkan bahwa cukup menggunakan satu komponen dalam model KTP meskipun terdapat dua komponen yang memiliki nilai akar rataan PRESS terkecil (komponen yang memiliki nilai peluang lebih dari 0.05). Satu komponen terekstrak dapat menjelaskan sebesar 83.1% keragaman data presipitasi luaran GCM-lag dan sebesar 62.1% keragaman data curah hujan (Gambar 3).

Tabel 2 Komponen terekstrak pada model KTP Jumlah komponen

terekstrak Akar rataan PRESS Peluang > PRESS

0 1.02 <0.00

1 0.63 0.36

2 0.63 1.00

3 0.64 0.01

Berdasarkan Sahriman (2014), metode KTP menghasilkan beberapa keluaran berupa plot antara nilai skor � dan skor �. Gambar 3 merupakan plot antara skor � dan skor � yang dihasilkan dari komponen pertama. Gambar 3 memberikan informasi bahwa amatan dengan curah hujan tinggi cenderung lebih beragam dibandingkan dengan amatan dengan curah hujan rendah. Amatan ke-25 merupakan amatan dengan nilai skor � tertinggi. Hal ini sesuai dengan kondisi sebenarnya, yakni amatan ke-25 adalah amatan dengan curah hujan tertinggi. Amatan ke-25 merupakan curah hujan bulan Januari 1981 dengan nilai sebesar 583 mm/bulan. Gambar 3 juga menggambarkan kondisi sisaan dari model KTP. Semakin tinggi nilai skor � nilai sisaan semakin besar yang mengindikasikan sisaan model KTP tidak homogen (membentuk pola divergen).

Gambar 3 memperlihatkan bahwa terdapat 5 kelompok data curah hujan berdasarkan kelompok warna dominan. Kelompok 1 umumnya terjadi pada bulan Mei hingga Oktober dengan intensitas 0 110.53 mm/bulan, kelompok 2 umumnya terjadi pada bulan Maret, April, dan November dengan intensitas 110.54 235.07 mm/bulan, kelompok 3 umumnya terjadi pada bulan Desember dengan intensitas 235.08 353.73 mm/bulan, kelompok 4 umumnya terjadi pada bulan Februari dengan intensitas 353.74 454.73 mm/bulan, dan kelompok 5

11

umumnya terjadi pada bulan Januari dengan intensitas lebih dari 454.73 mm/bulan. Pengelompokan ini juga sesuai dengan hasil analisis diskriminan dengan persentase ketepatan pengelompokan sebesar 94.80%.

Pemodelan Regresi Kuantil

Berdasarkan Tabel 2, regresi kuantil akan melibatkan 1 komponen KTP. Nilai RMSEP dari model regresi kuantil linier untuk kuantil ke- adalah 74.48, kuantil ke- adalah 101.57 dan kuantil ke- adalah 129.52 dan korelasi (r) prediksi untuk semua kuantil adalah 0.90. Lampiran 2a menunjukkan bahwa model regresi kuantil linier tidak dapat mengikuti pola aktual, sehingga akan ditambahkan peubah boneka dalam model. Penambahan peubah boneka pada model regresi kuantil linier dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan pendugaan yang lebih baik. Peubah boneka ditentukan berdasarkan hasil pengelompokan metode KTP (Gambar 3). Plot antara skor � dengan skor �

memperlihatkan 5 kelompok data curah hujan sehingga terdapat 4 peubah boneka yang ditambahkan ke dalam model.

Penambahan peubah boneka pada model regresi kuantil linier menghasilkan pola yang sudah mengikuti pola aktual, namun model tersebut hanya mampu memprediksi curah hujan pada kuantil ke 90 (Lampiran 2b). Nilai RMSEP dari model regresi kuantil linier dengan peubah boneka untuk kuantil ke- adalah 34.77, kuantil ke- adalah 52.41 dan kuantil ke- adalah 61.34 dan korelasi (r) prediksi untuk semua kuantil adalah 0.98. Nilai RMSEP model regresi kuantil linier dengan peubah boneka mengalami penurunan sekitar 48% - 53% dari nilai RMSEP model regresi kuantil linier tanpa peubah boneka, dan nilai korelasi model regresi kuantil linier dengan peubah boneka mengalami peningkatan 9% dari model regresi kuantil linier tanpa peubah boneka (Tabel 3).

12

Tabel 3 Perbandingan nilai RMSEP dan korelasi model regresi kuantil linier tanpa peubah boneka dan dengan peubah boneka

Tanpa peubah boneka Dengan peubah boneka

RMSEP r RMSEP r

Kuantil ke-75 74.48 0.90 34.77 0.98

Kuantil ke-90 101.57 0.90 52.41 0.98

Kuantil ke-95 129.52 0.90 61.34 0.98

Lampiran 3 menunjukkan bahwa pola hubungan antara data curah hujan Indramayu dengan komponen KTP cenderung tidak linier sehingga selain regresi kuantil linier akan dilakukan regresi kuantil kuadratik dan regresi kuantil kubik. Model regresi kuantil kuadratik dan regresi kuantil kubik juga menghasilkan pola yang tidak mengikuti pola aktual sehingga akan ditambahkan peubah boneka pada kedua model tersebut.

Regresi kuantil kuadratik dan kubik yang ditambahkan peubah boneka menghasilkan nilai RMSEP yang lebih kecil dan nilai korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan regresi kuantil kuadratik dan kubik tanpa peubah boneka. Tabel 4 Perbandingan nilai RMSEP dan korelasi model regresi kuantil kuadratik

tanpa peubah boneka dan dengan peubah boneka

Tanpa peubah boneka Dengan peubah boneka

RMSEP r RMSEP r Kuantil ke-75 75.76 0.9 1 40.18 0.9 8 Kuantil ke- 90 95.44 0.9 1 52.06 0.9 8 Kuantil ke- 95 127.75 0.9 1 61.55 0.9 8 Nilai RMSEP model regresi kuantil kuadratik dengan peubah boneka mengalami penurunan sekitar 45% - 51% dari nilai RMSEP model regresi kuantil kuadratik tanpa peubah boneka, dan nilai korelasi model regresi kuantil kuadratik dengan peubah boneka mengalami peningkatan 8% dari model regresi kuantil kuadratik tanpa peubah boneka (Tabel 4). Pada model regresi kuantil kubik dengan peubah boneka, nilai RMSEP pun mengalami penurunan sekitar 50% - 58% dari nilai RMSEP model regresi kuantil kubik tanpa peubah boneka, dan nilai korelasi model regresi kuantil kubik dengan peubah boneka mengalami peningkatan 11% dari model regresi kuantil kubik tanpa peubah boneka (Tabel 5).

13

Tabel 5 Perbandingan nilai RMSEP dan korelasi model regresi kuantil kubik tanpa peubah boneka dan dengan peubah boneka

Tanpa peubah boneka Dengan peubah boneka

RMSEP r RMSEP r

Kuantil ke-75 80.60 0.88 40.09 0.98

Kuantil ke-90 104.32 0.88 51.29 0.98

Kuantil ke-95 143.94 0.88 59.33 0.98

Prediksi

Nilai RMSEP dari model regresi kuantil kuadratik dengan peubah boneka untuk kuantil ke-75 adalah 40.18, kuantil ke-90 adalah 52.06 dan kuantil ke-95 adalah 61.55 dan korelasi (r) prediksi adalah 0.98 untuk kuantil-kuantil tersebut. Pada model regresi kuantil kubik dengan peubah boneka nilai RMSEP untuk kuantil ke-75 adalah 40.09, kuantil ke-90 adalah 51.29 dan kuantil ke-95 adalah 59.33 dan korelasi (r) prediksi untuk untuk kuantil-kuantil tersebut adalah 0.98. Model regresi kuantil kubik dengan peubah boneka menghasilkan hasil

pendugaan yang lebih baik dari model regresi kuantil kuadratik dengan peubah boneka (Tabel 6).

Tabel 6 Perbandingan nilai RMSEP dan korelasi model regresi kuantil kuadratik boneka dan kubik boneka

Kuadratik boneka Kubik boneka

RMSEP r RMSEP r

Kuantil ke-75 40.18 0.98 40.09 0.98

Kuantil ke-90 52.06 0.98 51.29 0.98

Kuantil ke-95 61.55 0.98 59.33 0.98

Gambar 4 menunjukkan bahwa model dengan menggunakan model regresi kuantil kubik dengan peubah boneka dapat memprediksi intensitas curah hujan bulanan dengan baik. Prediksi curah hujan bulanan Indramayu dapat mengikuti pola data aktual dengan baik, khususnya saat curah hujan ekstrim. Bulan Februari merupakan intensitas curah hujan tertinggi yang terjadi di tahun 2008 dengan nilai 439.33 mm/bulan. Nilai ini diestimasi dengan baik oleh prediksi pada kuantil ke-95 yakni 439.66 mm/bulan (Tabel 7). Secara umum, untuk bulan-bulan yang berada di musim kemarau (April-September), nilai prediksi pada kuantil ke-75,

ke-90 dan ke-95 memang lebih tinggi dari nilai aktual, namun mampu mengikuti pola dengan baik.

14

Tabel 7 Prediksi curah hujan bulanan tahun 2008

Gambar 4 Prediksi curah hujan bulanan tahun 2008 menggunakan model regresi

kuantil kubik dengan peubah boneka pada kuantil ke-75, ke-90 dan ke-95

Validasi dan Konsistensi Model

Validasi merupakan tahapan yang penting dilakukan karena mencerminkan keakuratan hasil prediksi model yang dibentuk. Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin panjang data yang akan diprediksi, semakin besar nilai RMSEP-nya. Nilai RMSEP minimum terdapat pada model yang digunakan untuk memprediksi intensitas curah hujan sebanyak dua tahun. Jadi model yang direduksi dengan metode KTP merupakan model yang masih baik digunakan dalam pendugaan curah hujan ekstrim untuk prediksi jangka panjang paling banyak 2 tahun dengan memperlihatkan konsistensi modelnya.

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 In ten sitas C u rah Hu jan ( m m ) Bulan

Bulan Kuantil ke-75 Kuantil ke-90 Kuantil ke-95 Aktual

1 298.30 359.11 381.87 351.467 2 427.15 438.49 439.66 439.333 3 305.74 342.42 344.06 260.867 4 104.83 109.65 109.99 97.133 5 91.48 103.17 106.91 19.733 6 70.29 87.23 97.03 23.467 7 41.11 59.78 76.00 0.000 8 32.03 50.35 68.22 7.333 9 41.70 60.38 76.49 2.200 10 69.44 86.51 96.53 68.000 11 191.16 202.50 205.41 136.467 12 192.21 210.80 223.93 198.400 Kuantil ke-95 Kuantil ke-90 Kuantil ke-75 y aktual

15

Gambar 5 Nilai RMSEP regresi kuantil kubik berdasarkan banyaknya data prediksi

Tabel 8 Nilai korelasi untuk prediksi curah hujan dua tahun

Data Historis Data dugaan Kuantil Korelasi

1979-2004 2005-2006 Kuantil ke-75 0.96 Kuantil ke-90 0.96 Kuantil ke-95 0.98 1979-2005 2006-2007 Kuantil ke-75 0.96 Kuantil ke-90 0.97 Kuantil ke-95 0.98 1979-2006 2007-2008 Kuantil ke-75 0.95 Kuantil ke-90 0.97 Kuantil ke-95 0.97 Rata-rata Kuantil ke-75 0.97 Kuantil ke-90 0.97 Kuantil ke-95 0.96 Simpangan Baku Kuantil ke-75 0.01 Kuantil ke-90 0.01 Kuantil ke-95 0.01

Konsistensi model dapat diketahui dari hasil pendugaan yang konsisten pada berbagai tahun pendugaan. Model memberi hasil yang baik bila hubungan peubah penjelas dan peubah respon tidak berubah terhadap perubahan waktu dan tetap sama meskipun ada perubahan iklim. Adapun hasil uji konsistensi disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai korelasi rata-rata model SD regresi kuantil kubik yang menggunakan satu komponen dengan peubah boneka cukup stabil/konsisten untuk prediksi dua tahun khususnya untuk prediksi curah hujan ekstrim. Model tersebut memiliki nilai korelasi yang besar dan nilai simpangan baku yang kecil pada tiap kuantilnya.

0 10 20 30 40 50 60 70

1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun

R

MSE

P

Periode prediksi

16

5 SIMPULAN

Model regresi kuantil linier dengan penambahan peubah boneka mampu mengikuti pola aktual namun nilai prediksi model tersebut belum dapat mengikuti nilai ekstrim. Model SD regresi kuantil terbaik adalah hasil pemodelan regresi kuantil kubik yang ditambahkan peubah boneka pada data presipitasi luaran GCM dengan time lag berdasarkan bentuk model yang lebih sederhana dengan nilai r yang lebih tinggi dan RMSEP yang lebih rendah dan dapat memprediksi nilai ekstrim dengan baik. Model regresi kuantil kubik dengan penambahan peubah boneka mampu memperbaiki hasil dugaan data curah hujan dengan baik.

Dokumen terkait