Deskripsi Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Hutan Lindung Sibayak I Jenis-jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Lindung Sibayak I ada delapan jenis. Jenis tumbuhan beracun yang telah ditemukan dideskripsikan sebagai berikut.
1. Eugenia densiflora Willd. (Famili Myrtaceae)
Gambar 4. Eugenia densiflora
Deskripsi: Jenis ini dikenal juga sebagai Kelat Jambu, berpotensi sebagai obat anti-malaria (Subeki, 2008).
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid pada daun serta senyawa golongan Alkaloid pada daun dan bunga.
Daun: Tata daun whorled, berdaun tunggal, bentuk daun lanceolate, ujung daun acuminate, pangkal daun acute, tepi daun entire, permukaan daun glabrous, pertulangan daun penninervis.
Biji: Biji tidak ditemukan saat diidentifikasi, berdasarkan morfologi akarnya maka bijinya tergolong berkeping dua / dikotil.
Bunga: Bunga belum mekar penuh saat diidentifikasi, susunan bunga
terminal, komposisi bunga majemuk tidak terbatas (catkin).
Buah: Tidak ada buah yang ditemukan saat diidentifikasi. Akar: Tipe perakaran tunggang.
2. Rubus rosifolius Sm. (Famili Rosaceae)
Gambar 5. Rubus rosifolius
Deskripsi: Jenis ini dikenal juga sebagai Beri Hutan, batang memiliki duri dengan panjang 1-4 mm, daunnya dapat dijadikan teh yang bermanfaat untuk
mengurangi rasa sakit saat menstruasi, bersalin, flu, morning sickness, dan di Australia oleh suku Aborigine telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk penyakit diarrhea (Notman, 2000). Umumnya tumbuh di ketinggian 0 sampai 4.701 meter.
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid serta senyawa golongan Alkaloid pada daun dan buah.
Daun: Tata daun whorled, berdaun majemuk (palmately compound), bentuk daun lanceolate, ujung daun acuminate, pangkal daun cuneate, tepi daun
denticulate, permukaan daun glabrous, pertulangan daun penninervis. Warna
bagian atas daun hijau tetapi bawahnya berwarna putih keperak-perakan. Biji: Tergolong grup tumbuhan biji berkeping dua / dikotil.
Bunga: Susunan bunga axillary, komposisi bunga majemuk terbatas (cyme). Mahkota bunga dan kelopak bunga berjumlah 5 helai.
Buah: Berdasarkan pembentukannya tergolong buah semu (buah juga terbentuk dari benang sari / stamen). Warnanya hijau saat muda dan oranye saat matang. Buahnya dapat dimakan dan rasanya manis.
3. Pogonanthera pulverulenta Blume (Famili Melastomataceae)
Gambar 6. Pogonanthera pulverulenta
Deskripsi: Jenis ini tersebar di daerah Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Filipina, Sulawesi, Moluccas dan di New Guinea. Jumlah bijinya sekitar 40-60 per buah, mampu hidup pada habitat bertanah kapur di perbukitan bahkan di tanah berlumut dan di tanah bebatuan (Clausing, 2000).
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid pada daun dan bunga serta senyawa golongan Saponin pada daun.
Daun: Tata daun opposite (sessile), berdaun tunggal, bentuk daun oval, ujung daun obtuse, pangkal daun obtuse, tepi daun entire, permukaan daun
rugose, pertulangan daun cervinervis.
Biji: Biji tidak ditemukan saat diidentifikasi, berdasarkan morfologi akarnya maka bijinya tergolong berkeping dua / dikotil.
Bunga: Bunga belum mekar penuh saat diidentifikasi, susunan bunga
terminal, komposisi bunga majemuk tidak terbatas (panicle). Pada saat pengujian
saponin, pencampuran ekstrak bunga Pogonanthera pulverulenta dengan alkohol menghasilkan aroma harum khas yang semerbak sehingga bisa berpotensi sebagai bibit parfum.
Buah: Tidak ada buah yang ditemukan saat diidentifikasi. Akar: Tipe perakaran tunggang.
4. Angelesia splendens Korth. (Famili Chrysobalanaceae)
Gambar 7. Angelesia splendens
Deskripsi: Buah merah dari jenis ini memunculkan aroma khas mirip dengan aroma minyak angin pada saat dimortar dalam upaya mengekstraksi.
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid pada daun dan buah hitam, senyawa Terpen pada daun dan
buah merah, senyawa Alkaloid pada daun dan buah hitam serta senyawa golongan Saponin pada daun.
Daun: Tata daun alternate, berdaun tunggal, bentuk daun ovate, ujung daun acute, pangkal daun rounded / cordate, tepi daun repand, permukaan daun
glabrous, pertulangan daun cervinervis.
Biji: Tergolong grup tumbuhan biji berkeping dua / dikotil. Bunga: Tidak ada bunga yang ditemukan saat diidentifikasi.
Buah: Berdasarkan pembentukannya tergolong buah sejati. Terdapat dua macam buah yang ditafsirkan sebagai berikut, buah berwarna merah pada masa muda dan warnanya berubah menjadi hitam pada masa yang lebih tua.
Akar: Tipe perakaran tunggang.
5. Cinchona ledgeriana (Famili Rubiaceae)
Deskripsi: Jenis ini dikenal juga sebagai Kina, tumbuhan asli dari lereng timur Andes yang tumbuh pada ketinggian 1.500-3.000 meter di Kolombia dan Bolivia. Jenis ini bisa tumbuh hingga tinggi mencapai 20 meter dengan daun yang mengkilap dan besar. Nama ini diperoleh dari Charles Ledger yang menemukan tanaman ini sebagai sumber kina (quinine), yang mana digunakan dalam pengobatan untuk penyakit malaria. Benihnya dikumpulkan dan kemudian ditanam di India serta di Pulau Jawa (Andrews, 1974).
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid serta senyawa golongan Alkaloid pada daun dan bunga.
Quinine yang terkandung di dalam Cinchona ledgeriana memiliki fungsi utama
sebagai pengobat malaria, pembunuh parasit, pengurang demam, penetral detak jantung, perangsang pencernaan, pembunuh kuman, pengurang kejang dan pembunuh serangga serta fungsi sampingan sebagai pengurang rasa sakit, pembunuh bakteri, pembunuh jamur, pengering sekresi dan penenang saraf.
Daun: Tata daun opposite (petiolate), berdaun tunggal, bentuk daun
elliptical, ujung daun acuminate, pangkal daun obtuse, tepi daun entire,
permukaan daun glabrous, pertulangan daun penninervis.
Biji: Biji tidak ditemukan saat diidentifikasi, berdasarkan morfologi akarnya maka bijinya tergolong berkeping dua / dikotil.
Bunga: Bunga belum mekar penuh saat diidentifikasi, susunan bunga
terminal, komposisi bunga majemuk tidak terbatas (umbel).
Buah: Tidak ada buah yang ditemukan saat diidentifikasi. Akar: Tipe perakaran tunggang.
6. Trema virgata Blume (Famili Cannabaceae)
Gambar 9. Trema virgata
Deskripsi: Jenis ini biasa ditemukan pada ketinggian 0-867 meter, tergolong jenis fast-growing. Daun dan kulitnya dapat digunakan untuk mengobati batuk, sakit tenggorokan, asma, bronchitis, gonorrhea, demam kuning, sakit gigi dan penangkal beberapa jenis racun (Rulangaranga, 1989).
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid pada daun serta senyawa golongan Alkaloid pada buah.
Daun: Tata daun alternate, berdaun majemuk (pinnately compound), bentuk daun lanceolate, ujung daun acuminate, pangkal daun acute, tepi daun
serrate, permukaan daun glabrous, pertulangan daun penninervis.
Biji: Tergolong grup tumbuhan biji berkeping dua / dikotil. Bunga: Tidak ada bunga yang ditemukan saat diidentifikasi.
Buah: Berdasarkan pembentukannya tergolong buah sejati. Warnanya hijau saat muda dan hitam mengkilap saat matang. Belum ada keterangan mengenai efek jika buah ini dimakan.
Akar: Tipe perakaran tunggang.
7. Melastoma malabathricum L. (Famili Melastomataceae)
Deskripsi: Jenis ini dikenal juga sebagai Sendudok atau Straits
Rhododendron, tingginya saat dewasa bisa mencapai sekitar 91,44 cm hingga
121,92 cm. Habitatnya cocok baik pada lahan terbuka, tanah berumput, semak belukar, hutan yang jarang pohonnya, maupun hutan bambu; dan umumnya hidup pada ketinggian sekitar 100-2800 meter.
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid pada daun dan bunga serta senyawa golongan Alkaloid pada bunga.
Daun: Tata daun alternate, berdaun majemuk (pinnately compound), bentuk daun lanceolate, ujung daun acuminate, pangkal daun acute, tepi daun
entire, permukaan daun pubescent, pertulangan daun cervinervis.
Biji: Biji tidak ditemukan saat diidentifikasi, berdasarkan morfologi akarnya maka bijinya tergolong berkeping dua / dikotil.
Bunga: Bunga sudah mekar penuh saat diidentifikasi, susunan bunga
terminal, komposisi bunga majemuk tidak terbatas (corymb). Bunganya bisa
tumbuh sekitar 3-7 bunga per cabang dengan 2 helai daun sebagai dasarnya. Kelopak bunga (sepal/calyx) berbentuk lanceolate dengan ujung berbentuk
acuminate dan berwarna merah. Mahkota bunga (petals/corolla) berukuran
panjang sekitar 2-4 cm, ujungnya berbentuk rounded. Benang sari (stamen) berbentuk melengkung, yang lebih panjang muncul dari dasar dengan perpanjangan berwarna serupa dengan warna mahkota bunga dan yang lebih pendek berwarna kuning muncul dari dasar tanpa ada perpanjangan. Umumnya warna mahkota bunga Melastoma malabathricum adalah lavender, magenta, ungu atau violet.
Buah: Tidak ada buah yang ditemukan saat diidentifikasi. Akar: Tipe perakaran tunggang.
8. Cestrum aurantiacum Lindl. (Famili Solanaceae)
Deskripsi: Jenis ini merupakan salah satu jenis tumbuhan liana dari famili Solanaceae yang merambat lebih dari satu cabang Cestrum aurantiacum per ranting pohon.
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid pada buah.
Daun: Tata daun alternate, berdaun tunggal, bentuk daun ovate, ujung daun acuminate, pangkal daun obtuse, tepi daun entire, permukaan daun glabrous, pertulangan daun cervinervis.
Biji: Tergolong grup tumbuhan biji berkeping satu / monokotil.
Bunga: Bunga dalam kondisi layu saat ditemukan, susunan bunga
terminal, komposisi bunga majemuk tidak terbatas (umbel). Kelopak bunga
(sepal/calyx) berbentuk palmately linear dan berwarna hijau. Mahkota bunga (petals/corolla) berbentuk tubular panjang dan berwarna oranye hingga merah muda.
Buah: Berdasarkan pembentukannya tergolong buah sejati. Buah berwarna merah mengkilap, permukaan licin dan mudah hancur.
Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I
Tabel 3. Data Analisis Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I
Tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Lindung Sibayak I ada delapan jenis tumbuhan. Data analisis tumbuhan beracun dapat ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
Nama Jenis (ind/ha)
K KR (%) F FR (%) INP H` Eugenia densiflora 640 4.95 0.12 7.23 12.18 Rubus rosifolius 5380 41.64 0.52 31.33 72.97 Pogonanthera pulverulenta 1380 10.68 0.22 13.25 23.93 Angelesia splendens 2200 17.03 0.3 18.07 35.1 Cinchona ledgeriana 340 2.63 0.1 6.02 8.65 Trema virgata 1060 8.21 0.2 12.05 20.26 Melastoma malabathricum 1620 12.54 0.14 8.43 20.97 Cestrum aurantiacum 300 2.32 0.06 3.62 5.94 1.7 Total 12920 100 1.66 100 200 1.7
Nilai Kerapatan Relatif (KR) tertinggi yang ditunjukkan melalui tabel 3 adalah pada jenis Rubus rosifolius dengan nilai sebesar 41,64%. Nilai ini menunjukkan bahwa jenis Rubus rosifolius banyak tumbuh di Hutan Lindung Sibayak I. Sedangkan nilai KR terendah adalah pada jenis Cestrum aurantiacum
dengan nilai sebesar 2,32%. Nilai ini bisa disebabkan oleh karakter Cestrum
aurantiacum yang bersifat “menumpang” pada cabang pohon tertentu dan tidak
ditemukan tumbuh bebas di permukaan tanah. Beragamnya nilai KR dapat disebabkan oleh kondisi hutan yang memiliki beragam kondisi lingkungan sehingga jenis-jenis tertentu yang mampu beradaptasi cenderung banyak tumbuh. Loveless (1989) menyatakan bahwa sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas.
Nilai Frekuensi Relatif (FR) tertinggi yang ditunjukkan melalui tabel 3 adalah pada jenis Rubus rosifolius dengan nilai sebesar 31,33%. Nilai ini menunjukkan bahwa jenis Rubus rosifolius dominan tumbuh di Hutan Lindung Sibayak I. Sedangkan nilai FR terendah adalah pada jenis Cestrum aurantiacum
dengan nilai sebesar 3,62%. Nilai ini bisa disebabkan oleh habitat Cestrum
aurantiacum yang terbatas pada cabang pohon tertentu saja. Frekuensi kehadiran
sering dinyatakan dengan konstansi. Suin (2002) menyatakan bahwa konstansi atau frekuensi kehadiran organisme dapat dikelompokkan atas empat kelompok yaitu jenis aksidental (frekuensi 0-25%), jenis aksesori (25-50%), jenis konstan (50-75%), dan jenis absolut (di atas 75%). Data dalam tabel 3 menunjukkan bahwa tujuh tumbuhan beracun di Hutan Lindung Sibayak I tergolong ke dalam kategori jenis aksidental dan khusus jenis Rubus rosifolius tergolong ke dalam kategori aksesori. Jadi jenis-jenis tumbuhan beracun ini memiliki daerah penyebaran yang terbatas, hanya pada sekitar tempat tumbuhnya.
Indeks Nilai Penting (INP) menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam komunitas. Nilai INP tertinggi yang ditunjukkan melalui tabel 3 adalah pada jenis Rubus rosifolius dengan nilai sebesar 72,97. Nilai ini menunjukkan bahwa jenis Rubus rosifolius memiliki peranan penting dalam komunitasnya. Henderson (2001) menyatakan bahwa jenis
Rubus rosifolius tergolong tumbuhan yang berpengaruh besar terhadap penekanan
pertumbuhan tumbuhan bawah dengan menggunakan naungannya untuk mengurangi intensitas cahaya masuk dan mampu “memanjat” tumbuhan lain dengan durinya serta menerobos himpunan tumbuhan lain yang rapat.
Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner (H`) tumbuhan beracun di Hutan Lindung Sibayak I yang ditunjukkan melalui tabel 3 adalah sebesar 1,7. Barbour et al (1987) menyatakan bahwa nilai H` hanya bisa berkisar 0-7. Kriterianya antara lain adalah 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang dan lebih dari 3 tergolong tinggi. Data dalam tabel 3 menunjukkan bahwa kedelapan tumbuhan beracun di Hutan Lindung Sibayak I tergolong ke dalam kategori berkeanekaragaman rendah.
Pengujian Fitokimia Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I
Kandungan senyawa metabolit sekunder yang diuji pada tumbuhan sebagai indikator adanya racun di dalam tubuh tumbuhan ada 4 golongan yang umum diuji yaitu senyawa tanin, terpen, alkaloid dan saponin. Khusus buah merah
Angelesia splendens diskrining dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis
Tipis (KLT). Hal ini dilakukan karena sampel kurang reaktif terhadap pereaksi-pereaksi dalam metode uji skrining yang dilaksanakan. Sampel terbukti mengandung senyawa golongan terpen apabila saat sampel yang telah diteteskan pada plat disemprotkan dengan pereaksi CeSO4 dan dipanaskan pada suhu 120oC memunculkan perubahan warna menjadi merah. Hasil skrining buah merah
Angelesia splendens dengan menggunakan metode KLT adalah positif tiga
mengandung senyawa golongan terpen. Data hasil pengujian fitokimia tumbuhan beracun dapat ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4. Data Hasil Uji Fitokimia Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I
Jenis
Metabolit Sekunder Fenolik /
Flavonoid /
Tanin Terpen / Steroid Alkaloid Saponin
FeCl
Lieberman-Bouchard
3 CeSO4 Bouchardart Wagner Maeyer Dragendorff HCl 10%
Daun Eugenia densiflora +++ - - - - ++ - -
Bunga Eugenia densiflora - - - - - ++ +++ -
Daun Rubus rosifolius +++ - - - - + - -
Buah Rubus rosifolius +++ - - - - + +++ -
Daun Pogonanthera pulverulenta +++ - - - - - - +
Bunga Pogonanthera pulverulenta +++ - - - - - - -
Daun Angelesia splendens +++ + - - - - +++ ++
Buah Merah Angelesia splendens - - - - - - - -
Buah Hitam Angelesia splendens +++ - - - - - +++ -
Daun Cinchona ledgeriana +++ - - - - - ++ -
Bunga Cinchona ledgeriana +++ - - - - - +++ -
Daun Trema virgata +++ - - - - - - -
Buah Trema virgata - - - - - - +++ -
Daun Melastoma malabathricum +++ - - - - - - -
Bunga Melastoma malabathricum +++ - - - - - +++ -
Buah Cestrum aurantiacum - - - - - - + - Keterangan:
Lieberman-Bouchard : H2SO4 (p) + CH3
Bouchardart : KI + Aquadest + Iodium
COOH an-hidrat Wagner : KI + Aquadest + Iodium
Maeyer : HgCl2
Dragendorff : BiNO
+ Aquadest + KI
3 + HNO3 + KI + Aquadest
+ : Cukup reaktif terhadap pereaksi ++ : Reaktif terhadap pereaksi +++ : Sangat reaktif terhadap pereaksi
- : Bereaksi negatif terhadap pereaksi (tidak mengandung senyawa metabolit sekunder)
38 39
Aktifitas Tanin
Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dan menggumpalkan protein atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan, berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta dalam pengaturan pertumbuhan.
Senyawa tanin dan flavonoid adalah senyawa turunan fenolik. Struktur senyawa fenolik salah satu gugus pembentuknya adalah senyawa tanin atau flavonoid. Fungsi aktifitas senyawa tanin menurut Goldstein dan Swain (1965) adalah sebagai penghambat enzim hama. Fungsi aktifitas senyawa flavonoid adalah sebagai antimikroba (Leo et al, 2004), antibakteri (Schütz et al, 1995) dan antifungi (Tahara et al, 1994).
Pereaksi dalam pengujian tanin adalah FeCl3. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan tanin ditandai dengan munculnya perubahan warna menjadi hitam saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel 4, bunga Eugenia densiflora dan buah Trema
virgata serta buah Cestrum aurantiacum tidak mengandung senyawa tanin.
Sedangkan yang lainnya, saat direaksikan dengan FeCl3
Aktifitas Terpen
memunculkan perubahan warna menjadi hitam pekat. Sampel lainnya yang mengandung senyawa golongan tanin merupakan jenis-jenis yang berpotensi sebagai pestisida.
Terpen adalah suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah serta vakuola selnya. Modifikasi
dari senyawa golongan terpen, yaitu terpenoid, merupakan metabolit sekunder tumbuhan. Selain telah ditemukannya kamper melalui peneltian mengenai terpen, telah banyak juga ditemukan bahan aktif ideal sebagai pestisida alami. Fungsi aktifitas senyawa terpen adalah sebagai antibakteri (Wang et al, 1997), antivirus (Nakatani et al, 2002), pestisida dan insektisida (Ragasa et al, 1997; Siddiqui
et al, 2002).
Pereaksi dalam pengujian terpen adalah Lieberman-Bouchard dan CeSO4. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan terpen ditandai dengan munculnya perubahan warna menjadi kebiruan saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Lieberman-Bouchard dan cokelat saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi CeSO4
Aktifitas Alkaloid
. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel 4, hanya daun dan buah merah dari jenis Angelesia
splendens yang mengandung senyawa golongan terpen maka jenis ini berpotensi
sebagai insektisida ataupun fungisida.
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan banyak terdapat pada tumbuhan. Fungsi alkaloid yang dikenal sebagian besar terkait pada sistem perlindungan, misalnya senyawa
aporphine alkaloid liriodenine dihasilkan oleh pohon tulip untuk melindunginya
dari serangan jamur parasit dan senyawa alkaloid lainnya pada tumbuhan tertentu untuk mencegah serangga memakan bagian tubuh tumbuhan. Fungsi aktifitas senyawa alkaloid menurut Atta-ur-Rahman et al (1997) adalah sebagai antibakteri dan antifungi.
Pereaksi dalam pengujian alkaloid adalah Bouchardart, Wagner, Maeyer dan Dragendorff. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan alkaloid ditandai dengan munculnya endapan berwarna coklat saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Bouchard serta Wagner, endapan berwarna putih saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Maeyer dan endapan berwarna merah bata saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Dragendorff. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel 4, daun serta bunga
Pogonanthera pulverulenta, daun Trema virgata dan daun Melastoma malabathricum tidak mengandung senyawa alkaloid. Sedangkan yang lainnya,
saat direaksikan dengan pereaksi Maeyer memunculkan endapan berwarna putih dan memunculkan endapan berwarna merah bata saat direaksikan dengan pereaksi Dragendorff. Sampel lainnya yang mengandung senyawa golongan alkaloid merupakan jenis-jenis yang berpotensi sebagai insektisida ataupun fungisida.
Aktifitas Saponin
Saponin adalah sebuah kelas senyawa kimia, salah satu dari banyak metabolit sekunder yang dapat ditemukan di sumber-sumber alam, ditemukan berlimpah dalam berbagai jenis tumbuhan. Senyawa ini bersifat amfipatik, disusun oleh satu atau lebih gugus glikosida hidrofilik yang dikombinasikan dengan turunan triterpen lipofilik dan menghasilkan buih saat diguncang dalam larutan air. Saponin yang umumnya larut dalam air beracun bagi ikan dan kebanyakan jenis tumbuhan beracun mematikan seperti Deadly Nightshade (Atropa belladonna L.) mengandung racun golongan senyawa saponin. Fungsi aktifitas senyawa saponin menurut Hostettmann dan Marston (1995) adalah
sebagai antimikroba, fungisida, antibakteri, antivirus, piscisida, molluscisida dan insektisida.
Pereaksi dalam pengujian saponin adalah HCl 10%. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan saponin ditandai dengan munculnya buih permanen saat sampel tanaman dicampur dan diguncangkan bersama dengan senyawa pereaksi. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel 4, daun
Pogonanthera pulverulenta dan daun Angelesia splendens saat dicampur dan
diguncangkan dengan HCl 10% memunculkan buih permanen. Hal ini menunjukkan bahwa daun Pogonanthera pulverulenta dan daun Angelesia
splendens mengandung senyawa golongan saponin maka kedua jenis ini
berpotensi sebagai pestisida.
Manfaat Potensial Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I
Data hasil pengujian pada tabel 4 menunjukkan kedelapan jenis tumbuhan beracun di Hutan Lindung Sibayak I bisa berpotensi sebagai pestisida, insektisida ataupun fungisida meskipun belum dapat dipastikan penentuan secara rinci sasaran hamanya agar penerapannya tepat sasaran. Jenis-jenis tumbuhan beracun yang memiliki kandungan metabolit sekunder kompleks dan berkadar tinggi, berpotensi lebih besar sebagai bahan alami berbagai macam pestisida dibandingkan jenis-jenis tumbuhan beracun yang memiliki kandungan metabolit sekunder kurang lengkap serta berkadar rendah.
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang memiliki kandungan tanin dan saponin dengan kadar tinggi adalah Angelesia splendens dan Pogonanthera pulverulenta. Hasil uji skrining tanin pada kedua jenis ini sama-sama positif tiga tetapi hasil uji
skrining saponinnya berbeda, positif dua pada jenis Angelesia splendens dan positif satu pada jenis Pogonanthera pulverulenta. Kedua jenis ini memiliki manfaat potensial sebagai bahan alami pestisida namun yang paling berpotensi adalah jenis Angelesia splendens.
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang memiliki kandungan alkaloid dan terpen dengan kadar tinggi adalah Angelesia splendens, Eugenia densiflora dan
Rubus rosifolius. Hasil uji skrining alkaloid dengan pereaksi Dragendorff pada
ketiga jenis ini sama-sama positif tiga tetapi dengan pereaksi Maeyer hasilnya berbeda, positif dua pada jenis Eugenia densiflora dan positif satu pada jenis
Rubus rosifolius. Hasil uji skrining terpen hanya positif pada jenis Angelesia splendens. Ketiga jenis ini memiliki manfaat potensial sebagai bahan alami
insektisida ataupun fungisida namun yang tingkat manfaat potensialnya tinggi secara berurut adalah jenis Angelesia splendens, jenis Eugenia densiflora dan jenis Rubus rosifolius.
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang diteliti juga masih memiliki manfaat potensial lainnya seperti pada jenis Eugenia densiflora berpotensi sebagai obat anti-malaria; jenis Rubus rosifolius berpotensi sebagai obat tradisional untuk penyakit diarrhea; jenis Pogonanthera pulverulenta berpotensi sebagai bibit parfum; Angelesia splendens berpotensi sebagai obat sejenis minyak angin;
Cinchona ledgeriana berpotensi sebagai obat penyakit malaria; Trema virgata
berpotensi sebagai obat untuk mengobati batuk, sakit tenggorokan, asma,
bronchitis, gonorrhea, demam kuning, sakit gigi dan penangkal beberapa jenis
Peluang Pengembangan Budidaya Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I
Data analisis dalam tabel 3 menunjukkan kedelapan jenis tumbuhan beracun di Hutan Lindung Sibayak I kurang berpeluang dalam pengembangannya. Daya sebar yang rendah mengasumsikan sulitnya dalam membudidayakan kedelapan jenis ini namun hal tersebut bukan menerangkan bahwa jenis-jenis tumbuhan beracun yang diteliti tidak layak dikembangkan.
Jenis Rubus rosifolius yang sangat adaptif, dengan tingkat kerapatan tertinggi dan tingkat frekuensi terdominan dibandingkan ketujuh jenis tumbuhan beracun lainnya yang diteliti, menunjukkan bahwa jenis ini masih berpeluang baik untuk dibudidayakan dan akan menjadi semakin mudah sejalan dengan