EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN SEBAGAI BIOPESTISIDA
PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG SIBAYAK I
DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN
_______
SKRIPSIOleh :
Tomy Sihar Yosua Sirait 081201050/Teknologi Hasil Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Pada Kawasan Hutan Lindung Sibayak I Di Taman Hutan Raya Bukit Barisan
Nama : Tomy Sihar Yosua Sirait
NIM : 081201050
Program Studi : Kehutanan
Jurusan : Teknologi Hasil Hutan
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :
Ketua, Anggota,
Yunus Afifuddin, S. Hut., M. Si. DR. Lamek Marpaung, M. Phil.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kehutanan
TOMY SIHAR YOSUA S. 081201050. Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Pada Kawasan Hutan Lindung Sibayak I Di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK MARPAUNG.
ABSTRAK
Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan produksi metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Oleh karena itu, kita dapat mengolah tumbuhan ini sebagai bahan pestisida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan kandungan senyawa kimia dari tumbuhan beracun di Hutan Lindung Sibayak I.
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Lindung Sibayak I adalah Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Pogonanthera pulverulenta,
Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum dan Cestrum aurantiacum. Tumbuhan yang mengandung senyawa
flavonoid adalah Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Pogonanthera
pulverulenta, Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum dan Cestrum aurantiacum. Sedangkan tumbuhan yang
mengandung senyawa terpenoid adalah Angelesia splendens. Tumbuhan yang mengandung senyawa alkaloid diantaranya adalah Eugenia densiflora, Rubus
rosifolius, Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum dan Cestrum aurantiacum. Sedangkan tumbuhan yang
mengandung senyawa saponin antara lain Pogonanthera pulverulenta dan
Angelesia splendens.
TOMY SIHAR YOSUA S. 081201050. Eksploration of Tocix Plant in The Safe
Forest Sibayak I in Taman Hutan Raya Bukit Barisan as Material of Natural Pesticide. Supervised of YUNUS AFIFUDDIN and LAMEK MARPAUNG.
ABSTRACT
Plant contain a many chemical material to form secondary metabolit product and used by plant as material resistance from disturbed organism attack. Because that is, we can to make the plant as material pesticide. The research of purpose to knows kinds and chemical material of toxic plant in the Safe Forest Sibayak I.
The kinds of plant toxic finded in the Safe Forest Sibayak I are Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Pogonanthera pulverulenta, Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum and Cestrum aurantiacum. Plants of contain flavonoid compound are Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Pogonanthera pulverulenta, Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum and Cestrum aurantiacum. And plant of contain terpenoid compound is Angelesia splendens. The plants of contain alkaloid compound are Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum and Cestrum aurantiacum. Plants of contain saponin compound are Pogonanthera pulverulenta and Angelesia splendens.
KATA PENGANTAR
Salam sejahtera. Segala puji, hormat juga syukur penulis naikkan bagi Allah Yang Maha Esa karena karunia hikmat, berkat dan cinta-Nya yang tiada terukur sehingga penulis dimampukan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Pada Kawasan Hutan Lindung Sibayak I Di Taman Hutan Raya Bukit Barisan”.
Dalam melaksanakan penelitian sampai dengan penyelesaian skripsi ini, penulis telah menerima banyak bantuan, dorongan serta doa sehingga terukir kesan yang sungguh indah dan begitu berarti di hati penulis. Penulis dengan penuh kerendahan hati mengucapkan terima kasih serta penghargaan dan penghormatan yang tiada taranya kepada :
1. Ayahanda terkasih, Walter P. Sirait dan Bunda tersayang, Elisabeth L. D. R. Siagian, yang telah memberi dorongan semangat dan setia mendoakan. 2. Dosen Pembimbing, Yunus Afifuddin, S.Hut., M.Si. dan DR. Lamek
Marpaung, M.Phil yang telah menyediakan kesempatannya dengan penuh kesabaran dalam memberi arahan yang membangun dan bermanfaat. 3. Rekan-rekan peneliti dan mahasiswa-mahasiswi Kehutanan stambuk 2008,
dengan kebaikannya telah memberi bantuan dan hiburan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada kekurangan. Penulis hendak memohonkan maaf atas adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini layak dan berguna bagi yang membutuhkannya serta bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Februari 2013
DAFTAR ISI
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I ... 23
Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I 36
Pengujian Fitokimia Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I ... 38
Peluang Pengembangan Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I 45
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 47
Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Contoh Racun yang Terkandung pada Tanaman Pangan dan Gejala Keracunannya bagi Manusia ... 6 2. Contoh Jenis Tanaman yang dapat Dipakai sebagai Pestisida
Organik ... 10 3. Data Analisis Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I .... 36 4. Data Hasil Uji Fitokimia Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema Pengujian Alkaloid ... 19
2. Skema Pengujian Triterpen-Steroid ... 20
3. Skema Pengujian Flavonoid ... 22
4. Eugenia densiflora ... 23
5. Rubus rosifolius ... 24
6. Pogonanthera pulverulenta ... 26
7. Angelesia splendens ... 28
8. Cinchona ledgeriana ... 29
9. Trema virgata ... 31
10.Melastoma malabathricum ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Potensi Populasi Sampel Jenis Tumbuhan Beracun yang Diteliti pada Kawasan Hutan Lindung Sibayak I di Taman Hutan Raya Bukit Barisan
TOMY SIHAR YOSUA S. 081201050. Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Pada Kawasan Hutan Lindung Sibayak I Di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK MARPAUNG.
ABSTRAK
Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan produksi metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Oleh karena itu, kita dapat mengolah tumbuhan ini sebagai bahan pestisida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan kandungan senyawa kimia dari tumbuhan beracun di Hutan Lindung Sibayak I.
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Lindung Sibayak I adalah Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Pogonanthera pulverulenta,
Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum dan Cestrum aurantiacum. Tumbuhan yang mengandung senyawa
flavonoid adalah Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Pogonanthera
pulverulenta, Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum dan Cestrum aurantiacum. Sedangkan tumbuhan yang
mengandung senyawa terpenoid adalah Angelesia splendens. Tumbuhan yang mengandung senyawa alkaloid diantaranya adalah Eugenia densiflora, Rubus
rosifolius, Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum dan Cestrum aurantiacum. Sedangkan tumbuhan yang
mengandung senyawa saponin antara lain Pogonanthera pulverulenta dan
Angelesia splendens.
TOMY SIHAR YOSUA S. 081201050. Eksploration of Tocix Plant in The Safe
Forest Sibayak I in Taman Hutan Raya Bukit Barisan as Material of Natural Pesticide. Supervised of YUNUS AFIFUDDIN and LAMEK MARPAUNG.
ABSTRACT
Plant contain a many chemical material to form secondary metabolit product and used by plant as material resistance from disturbed organism attack. Because that is, we can to make the plant as material pesticide. The research of purpose to knows kinds and chemical material of toxic plant in the Safe Forest Sibayak I.
The kinds of plant toxic finded in the Safe Forest Sibayak I are Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Pogonanthera pulverulenta, Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum and Cestrum aurantiacum. Plants of contain flavonoid compound are Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Pogonanthera pulverulenta, Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum and Cestrum aurantiacum. And plant of contain terpenoid compound is Angelesia splendens. The plants of contain alkaloid compound are Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum and Cestrum aurantiacum. Plants of contain saponin compound are Pogonanthera pulverulenta and Angelesia splendens.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Racun telah dikenal sejak dulu sebagai zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan
kematian. Girindra (1990) menyatakan bahwa bahan-bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun telah umum diketahui namun tidak
demikian halnya dengan racun dalam beberapa jenis hewan dan tumbuhan. Jenis-jenis tanaman pangan ternyata dapat mengandung racun alami walaupun dengan kadar yang sangat rendah. Tanaman pangan yang dimaksud adalah kelompok
tanaman yang biasa dikonsumsi sehari-hari oleh manusia.
Tanaman pangan, yaitu sayuran dan buah-buahan, memiliki kandungan
nutrien, vitamin dan mineral yang berguna bagi kesehatan manusia serta merupakan komponen penting untuk diet sehat. Namun, beberapa jenis sayuran dan buah-buahan dapat mengandung racun alami yang berpotensi membahayakan
kesehatan manusia. Racun alami adalah zat yang secara alami terdapat pada tumbuhan dan sebenarnya merupakan salah satu mekanisme dari tumbuhan
tersebut untuk melawan serangan jamur dan serangga (Asikin dkk, 2002).
Konsumen I (herbivora) adalah obyek lain selain manusia yang lebih berpotensi ter-“serang” racun alami. Obyek lain ini akan menjadi perhatian dalam
kehidupan bermasyarakat kalau mereka adalah ternak atau peliharaan milik manusia karena pasti akan diupayakan agar ternak itu tidak terkena racun.
Racun ternak dalam bahasa peternakan lebih dikenal sebagai anti nutrisi. Anti nutrisi merupakan substansi yang dapat mempengaruhi beberapa aspek
metabolisme tubuh, dengan kata lain akan dapat mempengaruhi aspek biologi (kaitannya dengan terganggunya fungsi metabolisme tubuh) dan aspek ekonomi (kaitannya dengan turunnya produktivitas dan nilai jual ternak yang bersangkutan)
sehingga sangat merugikan bagi para peternak. Anti nutrisi dapat juga diartikan sebagai suatu perubahan yang termasuk di dalamnya adalah perubahan dalam
struktur kimia yang tidak semestinya atau terdapat substansi-substansi yang dapat mempengaruhi tubuh sehingga akan mengganggu kerja dari organ-organ tubuh. Unsur-unsur kimia alami yang terdapat di dalam anti nutrisi mempunyai sifat dan
dampak yang berbeda-beda (Poedjiadi, 2004).
Anti nutrisi bisa terdapat pada tanaman umumnya terjadi karena faktor
dalam (faktor intrinsik), yaitu suatu keadaan pada tanaman yang secara genetik mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi dalam jaringan tubuhnya. Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam amino toksik, dan saponin adalah beberapa
contohnya. Faktor lainnya adalah faktor luar (faktor lingkungan), yaitu suatu keadaan pada tanaman yang secara genetik tidak mengandung unsur anti nutrisi
tetapi diperoleh dari pengaruh luar yang berlebihan atau mendesak (zat yang tidak diinginkan mungkin masuk dalam jaringan tubuhnya). Contohnya adalah Se yang terdapat secara berlebihan pada tanaman dan mampu mengakumulasi Se dalam
protein, misalnya pada jenis Astragalus sp., juga unsur radioaktif yang masuk dalam rantai metabolik unsur yang kemudian terdeposit sebagai unsur-unsur
Tanaman mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara biologis. Zat-zat pada tanaman dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang
menimpa ternak maupun manusia (contohnya adalah digitoksin, kolcisin dan atropin). Widodo (2005) menyatakan bahwa zat kimia tertentu yang ada dalam tanaman dipercaya untuk memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator
tanaman seperti serangga dan ruminan. Penulis memperoleh inspirasi dan berminat untuk melaksanakan penelitian berdasarkan pernyataan yang telah
disinyalir ini.
Anti nutrisi umumnya sebagian besar diperoleh dari hasil metabolisme sekunder tanaman. Kardinan (2001) menyatakan bahwa hasil metabolisme
sekunder dibagi dua berdasarkan berat molekulnya yaitu berat molekul rendah, contohnya pigmen pirol, antosin, alkohol, asam-asam alifatik, sterol, terpen, lilin
fosfatida, inositol, asam-asam hidroksi aromatik, glikosida, fenol, alkaloid, ester dan eter; dan berat molekul tinggi, contohnya selulosa, pektin, gum, resin, karet, tanin dan lignin.
Grainge dan Ahmed (1988) menyatakan bahwa tanaman yang mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkan zat-zat hasil
metabolisme sekunder dengan cara pencucian air hujan (contohnya pada daun dan kulit tanaman), penguapan dari daun (contohnya kamfer), ekskresi eksudat pada akar (contohnya alang-alang) dan dekomposisi bagian tanaman itu sendiri (jatuh
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilaksanakan pada Kawasan Hutan Lindung
Sibayak I di Taman Hutan Raya Bukit Barisan ini antara lain: 1. Mengetahui jenis-jenis tumbuhan beracun
2. Mengkaji kandungan metabolit sekunder dari jenis-jenis tumbuhan
beracun
3. Mengetahui manfaat potensial dan peluang pengembangan budidaya
tumbuhan beracun.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah observasi awal untuk memberi informasi mengenai jenis-jenis tumbuhan beracun yang terdapat di Taman Hutan
TINJAUAN PUSTAKA
Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM (2010) menyatakan bahwa
banyak spesies tumbuhan di dunia tidak dapat dimakan karena kandungan racun yang dihasilkannya. Proses domestikasi atau pembudidayaan secara berangsur-angsur dapat menurunkan kadar zat racun yang dikandung oleh suatu tanaman
sehingga tanaman pangan yang kita konsumsi mengandung racun dengan kadar yang jauh lebih rendah daripada kerabatnya yang bertipe liar (wild type).
Penurunan kadar senyawa racun pada tanaman yang telah dibudidaya antara lain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tumbuhnya.
Riza dan Tahjadi (2001) menyatakan bahwa racun yang dihasilkan oleh
tanaman merupakan salah satu cara untuk melawan predator maka tidak mengherankan bila tanaman pangan modern jauh lebih rentan terhadap penyakit.
Kelompok-kelompok racun yang ditemukan pada tanaman konsumtif, ada beberapa yang larut lemak dan juga dapat bersifat bioakumulatif. Hal ini berarti bila tanaman tersebut dikonsumsi maka racunnya akan tersimpan pada jaringan
tubuh, misalnya solanin pada kentang (Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM, 2010).
Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh (kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas
Contoh-contoh racun yang terkandung pada tanaman pangan dan gejala keracunannya bagi manusia diinformasikan oleh Sentra Informasi Keracunan
Nasional BPOM (2010) melalui tabel berikut ini.
Tabel 1. Contoh Racun yang Terkandung pada Tanaman Pangan dan Gejala Keracunannya bagi Manusia
Racun Terdapat pada tanaman Gejala keracunan Fitohemaglutinin Kacang merah Mual, muntah, nyeri perut,
diare Glikosida sianogenik Singkong, rebung, biji
buah-buahan (apel, aprikot, pir, prem/plum, ceri, persik/peach)
Penyempitan saluran pernapasan, mual, muntah, sakit kepala
Glikoalkaloid Kentang, tomat hijau Rasa terbakar di mulut, sakit perut, mual, muntah Kumarin Parsnip, seledri Sakit perut, nyeri pada kulit
jika terkena sinar matahari
Kukurbitasin Zucchini Muntah, kram perut, diare,
pingsan
Asam oksalat Bayam, rhubarb, teh Kram, mual, muntah, sakit kepala
Sumber : Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM
Pestisida
Tarumingkeng (2008) menyatakan bahwa pembasmi hama atau pestisida
adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Pestisida seringkali disebut sebagai "racun"
dalam bahasa sehari-hari. Nama ini berasal dari pest ("hama”) dan memiliki akhiran -cide ("pembasmi").
Sasaran pestisida bermacam-macam seperti serangga, tikus, gulma,
burung, mamalia, ikan atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida digolongkan berdasarkan sasarannya dapat berupa Akarisida / Mitesida (tungau
yang hidup di akar), Ovisida (telur), Pedukulisida (kutu atau tuma), Piscisida (ikan), Rodentisida (binatang pengerat seperti tikus) dan Termisida (rayap)
(Tarumingkeng, 2008).
Pestisida yang digolongkan berdasarkan cara penggunaannya dapat berupa Atraktan (zat kimia pembau sebagai penarik serangga dan menangkapnya dengan
perangkap), Kemosterilan (zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga serta hewan bertulang belakang), Defoliant (zat yang dipergunakan untuk
menggugurkan daun supaya memudahkan panen pada tanaman kapas dan kedelai), Desiccant (zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman lainnya), Disinfektan (zat yang digunakan untuk membasmi
mikroorganisme), Zat pengatur tumbuh (zat yang dapat memperlambat atau mempercepat pertumbuhan tanaman), Repellent (zat yang berfungsi sebagai
penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya; contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak nyamuk), Sterilan tanah (zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma),
Pengawet kayu (biasanya digunakan pentaclilorophenol / PCP), Stiker (zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin dan hujan),
Surfaktan / agen penyebar (zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun), Inhibitor (zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas) dan Stimulan tanaman (zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan
terjadinya buah) (Martono dkk, 2004).
Pestisida merupakan substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik
pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria, virus, nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput,
tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Sedangkan hama yang dimaksud bagi kehidupan rumah tangga adalah meliputi semua hewan yang mengganggu kesejahteraan hidup seperti lalat, nyamuk, kecoak, ngengat,
kumbang, siput, kutu, tungau, ulat, rayap, ganggang serta kehidupan lainnya yang terbukti mengganggu kesejahteraan (Novizan, 2002).
Untung (2001) menyatakan bahwa prinsip penggunaan pestisida adalah harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain seperti komponen hayati, efisien untuk mengendalikan hama tertentu, harus minim residu, tidak persistent /
harus mudah terurai, dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum, harus tersedia
antidote untuk pestisida tersebut, sebisa mungkin aman bagi lingkungan fisik dan
biota, relatif aman bagi pemakai (LD 50 dermal dan oral relatif tinggi) dan harga terjangkau bagi petani.
Untung (2001) juga menyatakan mengenai beberapa cara kerja pestisida. Pestisida kontak berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena
sasaran. Pestisida fumigan berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap atau gas. Pestisida sistemik berarti dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman melalui jaringan kemudian hama akan mati kalau mengisap cairan
Pestisida Organik
Prakash dan Rao (1997) menyatakan bahwa petani selama ini bergantung
pada penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Pestisida kimia selain harganya yang mahal juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari
penggunaan pestisida kimia antara lain adalah hama berpeluang menjadi kebal (resisten), terjadi peledakan hama baru (resurjensi), berpotensi menciptakan
epidemi, penumpukan residu bahan kimia pada bagian tubuh tanaman yang berpotensi meracuni ternak bahkan organisme lain sehingga menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati, penumpukan residu bahan kimia di dalam
hasil panen sehingga berpotensi meracuni manusia, terbunuhnya predator alami, pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia dan kecelakaan operasi bagi
pengguna pestisida kimia yang dapat menyebabkan keracunan, kebutaan, kemandulan serta efek buruk lainnya.
Pestisida organik memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai repelan /
repellent yaitu menolak kehadiran serangga (misalnya dengan bau yang
menyengat), sebagai antifidan yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang
telah diberi pestisida, sebagai penghambat reproduksi serangga betina, sebagai racun syaraf, sebagai pengacau sistem hormon di dalam tubuh serangga, sebagai atraktan yaitu pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap
serangga, sebagai pengendali pertumbuhan jamur/bakteri dan sebagai perusak perkembangan telur, larva dan pupa (Anonim, 2007).
tanaman atau resin yang diperoleh dengan mengambil cairan metabolit sekunder dari bagian tanaman tertentu dan dapat berupa abu sebagai insektisida yang
diperoleh dengan membakar bagian tertentu tanaman (seperti serai dan tembelekan (Lantana camara)). Contoh lainnya mengenai jenis tanaman yang dapat dipakai sebagai pestisida organik ditunjukkan melalui tabel berikut ini.
Tabel 2. Contoh Jenis Tanaman yang dapat Dipakai sebagai Pestisida Organik Nomor Jenis
Tanaman
Kandungan Racun dan Daya Kerjanya Jasad Sasaran 1 Berenuk Buah mengandung alkaloid
Cara kerja racun:
Mengusir dengan aroma serta rasa buahnya
Tikus, kutu daun, wereng
2 Batrawalik Buah mengandung alkaloid Cara kerja racun:
Mengusir dengan aroma serta rasa, meracuni syaraf dan menghambat perkembangan serangga
Umbinya mengandung racun dioskorin dan dioskonin
Cara kerja racun:
Mempengaruhi sistem syaraf, mengusir serangga dengan aroma serta rasa dan menganggu sistem reproduksi
Kutu daun, nyamuk,
wereng, tikus
4 Mindi Mengandung margosin, glikosida dan flavonoid
Cara kerja racun:
Menolak serangga, menghambat pertumbuhan, meracuni sistem pencernaan, mempengaruihi sistem syaraf dan respirasi serta bisa bersifat racun kontak
Ulat grayak,
5 Srikaya Daun dan buah muda mengandung minyak anonain dan resin
Cara kerja racun:
Meracuni sistem pencernaan, menolak serangga, menghambat peletakan telur dan mengurangi nafsu makan serangga serta bisa bersifat racun kontak
Kumbang
6 Surian Daun dan kulit batang mengandung surenon, surenin dan surenolakton
Cara kerja racun:
Mempengaruhi aktivitas makan, mengganggu sistem reproduksi dan bersifat mengusir hama
Tungau, walang sangit, kutu kebul, ulat dan kutu daun
7 Sembung Mengandung borneol, sineol, limonene, dan dimetil eter floroasetofenon
Cara kerja racun:
Mempengaruhi metabolisme dan syaraf.
Keong mas, limus
8 Picung Buah dan daun mengandung alkaloid dan asam biru (HCN)
Cara kerja racun:
Sebagai racun kontak yang mempengaruhi sistem syaraf. Daunnya dapat dipergunakan sebagai pembasmi kutu kepala manusia yaitu dengan cara dipanggang (dideang) daun picung hingga terasa hangat kemudian disisipkan di atas kepala yang banyak kutunya maka kutu akan keluar dan mati menempel pada daun picung
Wereng coklat,
lembing batu, belalang, walang sangit, kutu daun, ulat grayak
9 Selasih Daun dan bunga selasih mengandung minyak atsiri yang di dalamnya terdapat kandungan metilegenol, eugenol, geraniol, sineol
Cara kerja racun:
Unsur metilegenol dapat menarik serangga jantan lalat buah dari golongan bactrocera sp.
Lalat buah / Entod longong jantan dari golongan
bactrocera sp.
Sumber : www.lestarimandiri.org
Komponen Senyawa Beracun dalam Tumbuhan
Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun dan kemungkinan dapat disebabkan oleh hasil metabolisme sekunder yang terkandung di dalam tumbuhan beracun tersebut. Setiap jenis tumbuhan beracun pada umumnya
mengandung zat-zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda. Senyawa racun yang bersifat alami dalam tumbuhan beracun belum sepenuhnya diketahui dan belum
semuanya dimanfaatkan secara aplikatif. Beberapa jenis tumbuhan beracun mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan lainnya. Hanenson (1980) menyatakan bahwa komponen-komponen
kimia yang dihasilkan tumbuhan beracun melalui metabolisme sekunder terbagi atas beberapa macam seperti alkaloid, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin,
tanin, saponin, polipeptida dan asam amino serta mineral lainnya. 1. Alkaloid
Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang
berbeda-beda sesuai kondisi lingkungannya dan alkaloid umunya tersebar di seluruh bagian tumbuhan. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi
alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air.
2. Glikosida
Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses hidrolisis yang biasa dikenal dengan sebutan aglikon. Glikosida merupakan
senyawa yang paling banyak terdapat dalam tumbuhan bahkan lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah alkaloid yang terkandung. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi glikosida adalah iritasi pada mulut dan perut
serta diare.
3. Asam oksalat
Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan iklim. Kadar asam oksalat paling tinggi ada pada saat akhir musim panas dan musim gugur. Hal ini disebabkan oleh asam oksalat yang dihasilkan tumbuhan
terakumulasi selama masa tumbuhan produktif pada musim-musim itu. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi asam oksalat adalah mulut
beserta kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan kehilangan suara sekitar selama dua hari dan bahkan dapat menyebabkan kematian jika terkontaminasi terlalu banyak.
4. Resin
Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic, fenol,
langsung terhadap tubuh atau otot tubuh, gejala muntah-muntah, bengkak dan kulit melepuh.
5. Phytotoxin
Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh bagian
kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Gejala yang
ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi phytotoxin adalah iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah
terkontaminasi. 6. Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol yang bersifat terhidrolisa dan kental.
Senyawa ini telah dikembangkan oleh tanaman sebagai bentuk pertahanan terhadap serangan eksternal dari predator yang memiliki rasa sangat pahit atau
kelat. Jika terkonsumsi lebih dari 100 mg bisa menghasilkan masalah pada saluran pencernaan seperti diare, sakit perut, urin bercampur darah, sakit kepala, kurang nafsu makan dan lain-lain.
7. Saponin
Saponin adalah glikosida tanaman yang ditandai dengan munculnya busa
di permukaan air bila dicampur atau diaduk, yang telah dikenal serta diakui sebagai sabun alami dan telah menyebabkan beberapa tanaman seperti soapwort (Saponaria officinalis) umum digunakan sebagai sabun untuk waktu yang lama.
Saponin ketika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar daripada yang diizinkan, senyawa ini menjadi tergolong beracun. Gejala yang ditimbulkan bagi
perut, perdarahan, pusing, maag dan begitu terkontaminasi ke sistem peredaran darah, senyawa ini dapat merusak ginjal dan hati serta mempengaruhi sistem saraf
bahkan dapat menghasilkan serangan jantung. 8. Polipeptida dan asam amino
Polipeptida dan asam amino hanya sebagian kecil yang bersifat racun.
Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi polipeptida (hypoglycin) adalah akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Tahura Bukit Barisan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha. Tahura Bukit Barisan secara geografis terletak pada 001’16"-019’37" Lintang Utara dan
9812’16"-9841’00" Bujur Timur, sedangkan secara administratif termasuk Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Tanah Karo, Propinsi Sumatera Utara.
Pembangunan Tahura ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan
pemanfaatan lingkungan melalui peningkatan fungsi dan peranan hutan. Tahura Bukit Barisan adalah unit pengelolaan yang berintikan kawasan hutan lindung dan
kawasan konservasi. Sebagian besar merupakan hutan lindung berupa hutan alam pegunungan yang ditetapkan sejak zaman Belanda, meliputi Hutan Lindung Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan Simancik II serta Hutan
Lindung Sinabung. Bagian lain kawasan Tahura ini terdiri dari CA/TW Sibolangit, SM Langkat Selatan, TW Lau Debuk-debuk dan Bumi Perkemahan
Kawasan Tahura Bukit Barisan memiliki dua buah Gunung yaitu Gunung Sibayak (2.211 m) dan Gunung Sinabung (2.451 m). Gunung-gunung ini sering
menjadi tantangan bagi para pendaki untuk menaklukkannya. Jika ingin mendaki gunung-gunung ini, dianjurkan untuk meminta izin lebih dahulu kepada instansi yang berwenang untuk persiapan segala sesuatu serta sangat diperlukan adanya
pemandu keselamatan.
Pada umumnya keadaan topografi lapangan Tahura Bukit Barisan
sebagian datar, curam dan berbukit-bukit. Pegunungan terdapat di beberapa tempat dan puncak tertingginya yaitu Gunung Sibayak dengan ketinggian 1.430 sampai 2.200 meter di atas permukaan laut.
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Tahura Bukit Barisan termasuk ke dalam klasifikasi tipe B dengan curah hujan rata-rata 2.000 sampai
dengan 2.500 mm per tahun. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum 25°C dengan kelembaban rata-rata berkisar 90%.
Vegetasi di Tahura Bukit Barisan, keadaanya ditumbuhi berbagai jenis
pohon pegunungan baik jenis lokal maupun yang berasal dari luar yaitu antara lain Tusam (Pinus merkusii), Simar telu (Schima wallichii), Tulasan (Altingia exelsa),
Meang (Alseodaphne sp.)
Jenis-jenis satwa yang dapat dijumpai antara lain Wau-wau (Hylobates lar), Elang (Haliantus indus) Rangkong (Buceros sp.), Ayam Hutan
(Gallus varius)
, Podocarpus sp., Ingul (Toona surei), Durian (Durio
zibethinus) dan lain-lain. Jenis tanaman yang berasal dari luar diantaranya Pinus
caribeae, Pinus khasia, Pinus insularis, Eucalyptus sp., Agathis sp. dan lain-lain.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Desember 2012. Pengambilan sampel di kawasan Hutan Lindung Sibayak I, Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Pendeteksian fitokimia dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Pengidentifikasian jenis tumbuhan beracun dilaksanakan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : alat tulis, beaker glass, gelas ukur, kalkulator, kamera, kantung plastik, kertas label, kertas saring, oven, penangas air, pipet tetes, saringan, shaker, spatula, tabung reaksi, dan
timbangan analitik.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : HCl 2 N, HCl
Prosedur Penelitian
Aspek Ethnobotani
Survei ethnobotani akan dilakukan untuk mengetahui pengaruh adanya tumbuhan beracun bagi masyarakat yang diperoleh dari hasil wawancara.
Aspek Keanekaragaman
Pengumpulan data analisis vegetasi tumbuhan beracun menggunakan metode purposive sampling dengan plot lingkaran berukuran luas 0,05 hektar
(Soetarahardja, 1997). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus:
a. Kerapatan suatu jenis (K)
contoh
b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
%
c. Frekuensi suatu jenis (F)
petak
d. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)
%
e. Indeks Nilai Penting (INP) INP = KR + FR
Aspek Fitokimia
Aspek fitokimia mengacu kepada pendeteksian kandungan metabolit
sekunder yang berpotensi sebagai biopestisida. Jenis-jenis tumbuhan beracun dideteksi kandungan senyawanya yang tergolong metabolit sekunder yaitu senyawa alkaloid, terpen, tanin dan saponin. Prosedur pengujian fitokimia yang
dilakukan berdasarkan Diktat Praktikum Kimia Bahan Alam (2010) adalah sebagai berikut:
a. Pengujian Alkaloid
Sampel diiris halus lalu dimasukkan ke dalam beaker glass sebanyak 10 gram. Selanjutnya direndam dengan HCl 2 N dan dipanaskan di
atas penangas air selama 2 jam pada suhu 60o
• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Maeyer.
Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan
terbentuk endapan menggumpal berwarna putih kekuningan. C. Hasilnya didinginkan dan disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut :
• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi
Dragendorff. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan berwarna merah bata.
• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi
Bouchardart. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka
akan terbentuk endapan berwarna cokelat kehitaman.
• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Wagner.
Gambar 1. Skema Pengujian Alkaloid
b. Pengujian Terpen
Sampel diiris halus lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50o
• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes pereaksi
Lieberman-Bouchard (20 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes C.
Selanjutnya ditimbang sebanyak 2-3 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan diekstraksi dengan 10 mL metanol. Ekstrak dipanaskan selama 15 menit di atas penangas air kemudian disaring.
Filtrat akan diujikan sebagai berikut : HCl 2 N Sampel (10 gr)
Filtrat (3 tetes)
Endapan cokelat Filtrat (3 tetes) Filtrat (3 tetes)
Pereaksi Maeyer (2 tetes)
Pereaksi Wagner (2 tetes) Pereaksi Dragendorff
(2 tetes)
Pengendapan
Endapan cokelat kehitaman Filtrat (3 tetes)
asam sulfat pekat). Jika mengandung senyawa golongan terpen maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna hijau
kebiru-biruan.
• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes pereaksi
Salkowsky (H2SO4
• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan CeSO pekat). Jika mengandung senyawa golongan terpen maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna
merah pekat.
4 1% dalam H2SO4 10%. Jika mengandung senyawa golongan terpen maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna cokelat.
Gambar 2. Skema Pengujian Triterpen-Steroid
Sampel (2-3 gram) Ekstrak Metanol (10 mL)
Pemanasan (15 menit)
Filtrat
P. Salkowsky dalam H2SO4 p.a (3 tetes)
Pereaksi Lieberman-Bouchard (3 tetes)
Penyaringan
CeSO4 1% dalam
H2SO4 10% (3 tetes)
Filtrat (1 tetes) Filtrat (1 tetes) Filtrat (1 tetes)
Larutan cokelat Larutan merah pekat
c. Pengujian Tanin
Sampel diiris halus lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50o
• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan FeCl3 1%.
Jika mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna hitam.
C.
Selanjutnya ditimbang sebanyak 2-4 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan diekstraksi dengan 20 mL metanol. Ekstrak dapat diekstraksi dalam kondisi panas maupun dingin kemudian disaring.
Filtrat akan diujikan sebagai berikut :
• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan
NaOH 10%. Jika mengandung senyawa golongan tanin maka akan
tampak perubahan warna larutan menjadi warna ungu kemerahan. • Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes Mg-HCl encer.
Jika mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna merah jambu.
• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan H2SO4
pekat. Jika mengandung senyawa golongan tanin maka akan
Gambar 3. Skema Pengujian Flavonoid
d. Pengujian Saponin
Sampel diekstraksi dengan alkohol-air di atas penangas air. Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu dibiarkan hingga suhu semula. Hasilnya dikocok selama 2-3 menit kemudian busa yang
terbentuk didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan pengujian busa permanen dengan penambahan 1-3 tetes HCl 10%.
Filtrat (1 tetes)
FeCl3 1%
(3 tetes)
NaOH 10% (3 tetes)
Mg-HCl encer (3 tetes)
H2SO4 (p.a)
(3 tetes)
Warna hitam / kehitaman
Warna ungu kemerahan
Warna merah muda
Warna jingga kekuningan
Sampel (2-4 gram) Ekstrak Metanol (20 mL)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Hutan Lindung Sibayak I
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Lindung Sibayak I ada delapan jenis. Jenis tumbuhan beracun yang telah ditemukan dideskripsikan sebagai berikut.
1. Eugenia densiflora Willd. (Famili Myrtaceae)
Gambar 4. Eugenia densiflora
Deskripsi: Jenis ini dikenal juga sebagai Kelat Jambu, berpotensi sebagai obat anti-malaria (Subeki, 2008).
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid pada daun serta senyawa golongan Alkaloid pada daun dan
Daun: Tata daun whorled, berdaun tunggal, bentuk daun lanceolate, ujung daun acuminate, pangkal daun acute, tepi daun entire, permukaan daun glabrous,
pertulangan daun penninervis.
Biji: Biji tidak ditemukan saat diidentifikasi, berdasarkan morfologi akarnya maka bijinya tergolong berkeping dua / dikotil.
Bunga: Bunga belum mekar penuh saat diidentifikasi, susunan bunga
terminal, komposisi bunga majemuk tidak terbatas (catkin).
Buah: Tidak ada buah yang ditemukan saat diidentifikasi. Akar: Tipe perakaran tunggang.
2. Rubus rosifolius Sm. (Famili Rosaceae)
Gambar 5. Rubus rosifolius
Deskripsi: Jenis ini dikenal juga sebagai Beri Hutan, batang memiliki duri
mengurangi rasa sakit saat menstruasi, bersalin, flu, morning sickness, dan di Australia oleh suku Aborigine telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk
penyakit diarrhea (Notman, 2000). Umumnya tumbuh di ketinggian 0 sampai 4.701 meter.
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa
golongan Flavonoid serta senyawa golongan Alkaloid pada daun dan buah.
Daun: Tata daun whorled, berdaun majemuk (palmately compound),
bentuk daun lanceolate, ujung daun acuminate, pangkal daun cuneate, tepi daun
denticulate, permukaan daun glabrous, pertulangan daun penninervis. Warna
bagian atas daun hijau tetapi bawahnya berwarna putih keperak-perakan.
Biji: Tergolong grup tumbuhan biji berkeping dua / dikotil.
Bunga: Susunan bunga axillary, komposisi bunga majemuk terbatas
(cyme). Mahkota bunga dan kelopak bunga berjumlah 5 helai.
Buah: Berdasarkan pembentukannya tergolong buah semu (buah juga terbentuk dari benang sari / stamen). Warnanya hijau saat muda dan oranye saat
3. Pogonanthera pulverulenta Blume (Famili Melastomataceae)
Gambar 6. Pogonanthera pulverulenta
Deskripsi: Jenis ini tersebar di daerah Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Filipina, Sulawesi, Moluccas dan di New Guinea.
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid pada daun dan bunga serta senyawa golongan Saponin pada
daun.
Daun: Tata daun opposite (sessile), berdaun tunggal, bentuk daun oval, ujung daun obtuse, pangkal daun obtuse, tepi daun entire, permukaan daun
rugose, pertulangan daun cervinervis.
Biji: Biji tidak ditemukan saat diidentifikasi, berdasarkan morfologi
akarnya maka bijinya tergolong berkeping dua / dikotil.
Bunga: Bunga belum mekar penuh saat diidentifikasi, susunan bunga
terminal, komposisi bunga majemuk tidak terbatas (panicle). Pada saat pengujian
saponin, pencampuran ekstrak bunga Pogonanthera pulverulenta dengan alkohol menghasilkan aroma harum khas yang semerbak sehingga bisa berpotensi sebagai
bibit parfum.
4. Angelesia splendens Korth. (Famili Chrysobalanaceae)
Gambar 7. Angelesia splendens
Deskripsi: Buah merah dari jenis ini memunculkan aroma khas mirip dengan aroma minyak angin pada saat dimortar dalam upaya mengekstraksi.
buah merah, senyawa Alkaloid pada daun dan buah hitam serta senyawa golongan Saponin pada daun.
Daun: Tata daun alternate, berdaun tunggal, bentuk daun ovate, ujung daun acute, pangkal daun rounded / cordate, tepi daun repand, permukaan daun
glabrous, pertulangan daun cervinervis.
Biji: Tergolong grup tumbuhan biji berkeping dua / dikotil. Bunga: Tidak ada bunga yang ditemukan saat diidentifikasi.
Buah: Berdasarkan pembentukannya tergolong buah sejati. Terdapat dua macam buah yang ditafsirkan sebagai berikut, buah berwarna merah pada masa muda dan warnanya berubah menjadi hitam pada masa yang lebih tua.
Akar: Tipe perakaran tunggang.
5. Cinchona ledgeriana (Famili Rubiaceae)
Deskripsi: Jenis ini dikenal juga sebagai Kina, tumbuhan asli dari lereng timur Andes yang tumbuh pada ketinggian 1.500-3.000 meter di Kolombia dan
Bolivia. Jenis ini bisa tumbuh hingga tinggi mencapai 20 meter dengan daun yang mengkilap dan besar. Nama ini diperoleh dari Charles Ledger yang menemukan tanaman ini sebagai sumber kina (quinine), yang mana digunakan dalam
pengobatan untuk penyakit malaria. Benihnya dikumpulkan dan kemudian ditanam di India serta di Pulau Jawa (Andrews, 1974).
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid serta senyawa golongan Alkaloid pada daun dan bunga.
Quinine yang terkandung di dalam Cinchona ledgeriana memiliki fungsi utama
sebagai pengobat malaria, pembunuh parasit, pengurang demam, penetral detak jantung, perangsang pencernaan, pembunuh kuman, pengurang kejang dan
pembunuh serangga serta fungsi sampingan sebagai pengurang rasa sakit, pembunuh bakteri, pembunuh jamur, pengering sekresi dan penenang saraf.
Daun: Tata daun opposite (petiolate), berdaun tunggal, bentuk daun
elliptical, ujung daun acuminate, pangkal daun obtuse, tepi daun entire,
permukaan daun glabrous, pertulangan daun penninervis.
Biji: Biji tidak ditemukan saat diidentifikasi, berdasarkan morfologi akarnya maka bijinya tergolong berkeping dua / dikotil.
Bunga: Bunga belum mekar penuh saat diidentifikasi, susunan bunga
terminal, komposisi bunga majemuk tidak terbatas (umbel).
Buah: Tidak ada buah yang ditemukan saat diidentifikasi.
6. Trema virgata Blume (Famili Cannabaceae)
Gambar 9. Trema virgata
Deskripsi: Jenis ini biasa ditemukan pada ketinggian 0-867 meter,
tergolong jenis fast-growing. Daun dan kulitnya dapat digunakan untuk mengobati batuk, sakit tenggorokan, asma, bronchitis, gonorrhea, demam kuning, sakit gigi
dan penangkal beberapa jenis racun (Rulangaranga, 1989).
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid pada daun serta senyawa golongan Alkaloid pada buah.
Daun: Tata daun alternate, berdaun majemuk (pinnately compound), bentuk daun lanceolate, ujung daun acuminate, pangkal daun acute, tepi daun
serrate, permukaan daun glabrous, pertulangan daun penninervis.
Buah: Berdasarkan pembentukannya tergolong buah sejati. Warnanya hijau saat muda dan hitam mengkilap saat matang. Belum ada keterangan
mengenai efek jika buah ini dimakan. Akar: Tipe perakaran tunggang.
7. Melastoma malabathricum L. (Famili Melastomataceae)
Deskripsi: Jenis ini dikenal juga sebagai Sendudok atau Straits
Rhododendron, tingginya saat dewasa bisa mencapai sekitar 91,44 cm hingga
121,92 cm. Habitatnya cocok baik pada lahan terbuka, tanah berumput, semak belukar, hutan yang jarang pohonnya, maupun hutan bambu; dan umumnya hidup pada ketinggian sekitar 100-2800 meter.
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid pada daun dan bunga serta senyawa golongan Alkaloid pada
bunga.
Daun: Tata daun alternate, berdaun majemuk (pinnately compound), bentuk daun lanceolate, ujung daun acuminate, pangkal daun acute, tepi daun
entire, permukaan daun pubescent, pertulangan daun cervinervis.
Biji: Biji tidak ditemukan saat diidentifikasi, berdasarkan morfologi
akarnya maka bijinya tergolong berkeping dua / dikotil.
Bunga: Bunga sudah mekar penuh saat diidentifikasi, susunan bunga
terminal, komposisi bunga majemuk tidak terbatas (corymb). Bunganya bisa
tumbuh sekitar 3-7 bunga per cabang dengan 2 helai daun sebagai dasarnya. Kelopak bunga (sepal/calyx) berbentuk lanceolate dengan ujung berbentuk
acuminate dan berwarna merah. Mahkota bunga (petals/corolla) berukuran
panjang sekitar 2-4 cm, ujungnya berbentuk rounded. Benang sari (stamen) berbentuk melengkung, yang lebih panjang muncul dari dasar dengan
perpanjangan berwarna serupa dengan warna mahkota bunga dan yang lebih pendek berwarna kuning muncul dari dasar tanpa ada perpanjangan. Umumnya
Buah: Tidak ada buah yang ditemukan saat diidentifikasi. Akar: Tipe perakaran tunggang.
8. Cestrum aurantiacum Lindl. (Famili Solanaceae)
Deskripsi: Jenis ini merupakan salah satu jenis tumbuhan liana dari famili Solanaceae yang merambat lebih dari satu cabang Cestrum aurantiacum per
ranting pohon.
Kandungan kimia: Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan Flavonoid pada buah.
Daun: Tata daun alternate, berdaun tunggal, bentuk daun ovate, ujung daun acuminate, pangkal daun obtuse, tepi daun entire, permukaan daun glabrous,
pertulangan daun cervinervis.
Biji: Tergolong grup tumbuhan biji berkeping satu / monokotil.
Bunga: Bunga dalam kondisi layu saat ditemukan, susunan bunga
terminal, komposisi bunga majemuk tidak terbatas (umbel). Kelopak bunga
(sepal/calyx) berbentuk palmately linear dan berwarna hijau. Mahkota bunga
(petals/corolla) berbentuk tubular panjang dan berwarna oranye hingga merah muda.
Buah: Berdasarkan pembentukannya tergolong buah sejati. Buah berwarna
Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I
Tabel 3. Data Analisis Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I
Tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Lindung Sibayak I ada
delapan jenis tumbuhan. Data analisis tumbuhan beracun dapat ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
Nama Jenis (ind/ha) Pogonanthera pulverulenta 1380 10.68 0.22 13.25 23.93 Angelesia splendens 2200 17.03 0.3 18.07 35.1
Cinchona ledgeriana 340 2.63 0.1 6.02 8.65
Trema virgata 1060 8.21 0.2 12.05 20.26
Melastoma malabathricum 1620 12.54 0.14 8.43 20.97
Cestrum aurantiacum 300 2.32 0.06 3.62 5.94 1.7
Total 12920 100 1.66 100 200 1.7
Nilai Kerapatan Relatif (KR) tertinggi yang ditunjukkan melalui tabel 3 adalah pada jenis Rubus rosifolius dengan nilai sebesar 41,64%. Nilai ini
menunjukkan bahwa jenis Rubus rosifolius banyak tumbuh di Hutan Lindung Sibayak I. Sedangkan nilai KR terendah adalah pada jenis Cestrum aurantiacum
dengan nilai sebesar 2,32%. Nilai ini bisa disebabkan oleh karakter Cestrum
aurantiacum yang bersifat “menumpang” pada cabang pohon tertentu dan tidak
ditemukan tumbuh bebas di permukaan tanah. Beragamnya nilai KR dapat
disebabkan oleh kondisi hutan yang memiliki beragam kondisi lingkungan sehingga jenis-jenis tertentu yang mampu beradaptasi cenderung banyak tumbuh. Loveless (1989) menyatakan bahwa sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh
Nilai Frekuensi Relatif (FR) tertinggi yang ditunjukkan melalui tabel 3 adalah pada jenis Rubus rosifolius dengan nilai sebesar 31,33%. Nilai ini
menunjukkan bahwa jenis Rubus rosifolius dominan tumbuh di Hutan Lindung Sibayak I. Sedangkan nilai FR terendah adalah pada jenis Cestrum aurantiacum
dengan nilai sebesar 3,62%. Nilai ini bisa disebabkan oleh habitat Cestrum
aurantiacum yang terbatas pada cabang pohon tertentu saja. Frekuensi kehadiran
sering dinyatakan dengan konstansi. Suin (2002) menyatakan bahwa konstansi
atau frekuensi kehadiran organisme dapat dikelompokkan atas empat kelompok yaitu jenis aksidental (frekuensi 0-25%), jenis aksesori (25-50%), jenis konstan (50-75%), dan jenis absolut (di atas 75%). Data dalam tabel 3 menunjukkan
bahwa tujuh tumbuhan beracun di Hutan Lindung Sibayak I tergolong ke dalam kategori jenis aksidental dan khusus jenis Rubus rosifolius tergolong ke dalam
kategori aksesori. Jadi jenis-jenis tumbuhan beracun ini memiliki daerah penyebaran yang terbatas, hanya pada sekitar tempat tumbuhnya.
Indeks Nilai Penting (INP) menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan
serta memperlihatkan peranannya dalam komunitas. Nilai INP tertinggi yang ditunjukkan melalui tabel 3 adalah pada jenis Rubus rosifolius dengan nilai
sebesar 72,97. Nilai ini menunjukkan bahwa jenis Rubus rosifolius memiliki peranan penting dalam komunitasnya. Henderson (2001) menyatakan bahwa jenis
Rubus rosifolius tergolong tumbuhan yang berpengaruh besar terhadap penekanan
pertumbuhan tumbuhan bawah dengan menggunakan naungannya untuk mengurangi intensitas cahaya masuk dan mampu “memanjat” tumbuhan lain
Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner (H`) tumbuhan beracun di Hutan Lindung Sibayak I yang ditunjukkan melalui tabel 3 adalah sebesar 1,7.
Barbour et al (1987) menyatakan bahwa nilai H` hanya bisa berkisar 0-7. Kriterianya antara lain adalah 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang dan lebih dari 3 tergolong tinggi. Data dalam tabel 3 menunjukkan bahwa kedelapan
tumbuhan beracun di Hutan Lindung Sibayak I tergolong ke dalam kategori berkeanekaragaman rendah.
Pengujian Fitokimia Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I
Kandungan senyawa metabolit sekunder yang diuji pada tumbuhan
sebagai indikator adanya racun di dalam tubuh tumbuhan ada 4 golongan yang umum diuji yaitu senyawa tanin, terpen, alkaloid dan saponin. Khusus buah merah
Angelesia splendens diskrining dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis
Tipis (KLT). Hal ini dilakukan karena sampel kurang reaktif terhadap pereaksi-pereaksi dalam metode uji skrining yang dilaksanakan. Sampel terbukti
mengandung senyawa golongan terpen apabila saat sampel yang telah diteteskan pada plat disemprotkan dengan pereaksi CeSO4 dan dipanaskan pada suhu 120oC
memunculkan perubahan warna menjadi merah. Hasil skrining buah merah
Angelesia splendens dengan menggunakan metode KLT adalah positif tiga
mengandung senyawa golongan terpen. Data hasil pengujian fitokimia tumbuhan
Tabel 4. Data Hasil Uji Fitokimia Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I
Jenis
Metabolit Sekunder Fenolik /
Flavonoid /
Tanin Terpen / Steroid Alkaloid Saponin
FeCl
Lieberman-Bouchard
3 CeSO4 Bouchardart Wagner Maeyer Dragendorff HCl 10%
Daun Eugenia densiflora +++ - - - - ++ - -
Bouchardart : KI + Aquadest + Iodium
COOH an-hidrat
Wagner : KI + Aquadest + Iodium
Maeyer : HgCl2
Dragendorff : BiNO
+ Aquadest + KI
3 + HNO3 + KI + Aquadest
+ : Cukup reaktif terhadap pereaksi ++ : Reaktif terhadap pereaksi +++ : Sangat reaktif terhadap pereaksi
- : Bereaksi negatif terhadap pereaksi (tidak mengandung senyawa metabolit sekunder)
38 39
Aktifitas Tanin
Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa
pahit dan kelat, yang bereaksi dan menggumpalkan protein atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan, berperan penting untuk melindungi
tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta dalam pengaturan pertumbuhan.
Senyawa tanin dan flavonoid adalah senyawa turunan fenolik. Struktur senyawa fenolik salah satu gugus pembentuknya adalah senyawa tanin atau flavonoid. Fungsi aktifitas senyawa tanin menurut Goldstein dan Swain (1965)
adalah sebagai penghambat enzim hama. Fungsi aktifitas senyawa flavonoid adalah sebagai antimikroba (Leo et al, 2004), antibakteri (Schütz et al, 1995) dan
antifungi (Tahara et al, 1994).
Pereaksi dalam pengujian tanin adalah FeCl3. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan tanin ditandai dengan munculnya perubahan warna menjadi
hitam saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel 4, bunga Eugenia densiflora dan buah Trema
virgata serta buah Cestrum aurantiacum tidak mengandung senyawa tanin.
Sedangkan yang lainnya, saat direaksikan dengan FeCl3
Aktifitas Terpen
memunculkan perubahan warna menjadi hitam pekat. Sampel lainnya yang mengandung senyawa golongan
tanin merupakan jenis-jenis yang berpotensi sebagai pestisida.
dari senyawa golongan terpen, yaitu terpenoid, merupakan metabolit sekunder tumbuhan. Selain telah ditemukannya kamper melalui peneltian mengenai terpen,
telah banyak juga ditemukan bahan aktif ideal sebagai pestisida alami. Fungsi aktifitas senyawa terpen adalah sebagai antibakteri (Wang et al, 1997), antivirus (Nakatani et al, 2002), pestisida dan insektisida (Ragasa et al, 1997; Siddiqui
et al, 2002).
Pereaksi dalam pengujian terpen adalah Lieberman-Bouchard dan CeSO4.
Uji skrining menunjukkan adanya kandungan terpen ditandai dengan munculnya perubahan warna menjadi kebiruan saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Lieberman-Bouchard dan cokelat saat sampel tanaman
direaksikan dengan senyawa pereaksi CeSO4
Aktifitas Alkaloid
. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel 4, hanya daun dan buah merah dari jenis Angelesia
splendens yang mengandung senyawa golongan terpen maka jenis ini berpotensi
sebagai insektisida ataupun fungisida.
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan banyak terdapat pada tumbuhan. Fungsi alkaloid
yang dikenal sebagian besar terkait pada sistem perlindungan, misalnya senyawa
aporphine alkaloid liriodenine dihasilkan oleh pohon tulip untuk melindunginya
dari serangan jamur parasit dan senyawa alkaloid lainnya pada tumbuhan tertentu
untuk mencegah serangga memakan bagian tubuh tumbuhan. Fungsi aktifitas senyawa alkaloid menurut Atta-ur-Rahman et al (1997) adalah sebagai antibakteri
Pereaksi dalam pengujian alkaloid adalah Bouchardart, Wagner, Maeyer dan Dragendorff. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan alkaloid ditandai
dengan munculnya endapan berwarna coklat saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Bouchard serta Wagner, endapan berwarna putih saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Maeyer dan endapan
berwarna merah bata saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Dragendorff. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel 4, daun serta bunga
Pogonanthera pulverulenta, daun Trema virgata dan daun Melastoma
malabathricum tidak mengandung senyawa alkaloid. Sedangkan yang lainnya,
saat direaksikan dengan pereaksi Maeyer memunculkan endapan berwarna putih
dan memunculkan endapan berwarna merah bata saat direaksikan dengan pereaksi Dragendorff. Sampel lainnya yang mengandung senyawa golongan alkaloid
merupakan jenis-jenis yang berpotensi sebagai insektisida ataupun fungisida. Aktifitas Saponin
Saponin adalah sebuah kelas senyawa kimia, salah satu dari banyak
metabolit sekunder yang dapat ditemukan di sumber-sumber alam, ditemukan berlimpah dalam berbagai jenis tumbuhan. Senyawa ini bersifat amfipatik,
disusun oleh satu atau lebih gugus glikosida hidrofilik yang dikombinasikan dengan turunan triterpen lipofilik dan menghasilkan buih saat diguncang dalam larutan air. Saponin yang umumnya larut dalam air beracun bagi ikan dan
kebanyakan jenis tumbuhan beracun mematikan seperti Deadly Nightshade (Atropa belladonna L.) mengandung racun golongan senyawa saponin. Fungsi
sebagai antimikroba, fungisida, antibakteri, antivirus, piscisida, molluscisida dan insektisida.
Pereaksi dalam pengujian saponin adalah HCl 10%. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan saponin ditandai dengan munculnya buih permanen saat sampel tanaman dicampur dan diguncangkan bersama dengan
senyawa pereaksi. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel 4, daun
Pogonanthera pulverulenta dan daun Angelesia splendens saat dicampur dan
diguncangkan dengan HCl 10% memunculkan buih permanen. Hal ini menunjukkan bahwa daun Pogonanthera pulverulenta dan daun Angelesia
splendens mengandung senyawa golongan saponin maka kedua jenis ini
berpotensi sebagai pestisida.
Manfaat Potensial Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I
Data hasil pengujian pada tabel 4 menunjukkan kedelapan jenis tumbuhan beracun di Hutan Lindung Sibayak I bisa berpotensi sebagai pestisida, insektisida
ataupun fungisida meskipun belum dapat dipastikan penentuan secara rinci sasaran hamanya agar penerapannya tepat sasaran. Jenis-jenis tumbuhan beracun
yang memiliki kandungan metabolit sekunder kompleks dan berkadar tinggi, berpotensi lebih besar sebagai bahan alami berbagai macam pestisida dibandingkan jenis-jenis tumbuhan beracun yang memiliki kandungan metabolit
sekunder kurang lengkap serta berkadar rendah.
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang memiliki kandungan tanin dan saponin
skrining saponinnya berbeda, positif dua pada jenis Angelesia splendens dan positif satu pada jenis Pogonanthera pulverulenta. Kedua jenis ini memiliki
manfaat potensial sebagai bahan alami pestisida namun yang paling berpotensi adalah jenis Angelesia splendens.
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang memiliki kandungan alkaloid dan
terpen dengan kadar tinggi adalah Angelesia splendens, Eugenia densiflora dan
Rubus rosifolius. Hasil uji skrining alkaloid dengan pereaksi Dragendorff pada
ketiga jenis ini sama-sama positif tiga tetapi dengan pereaksi Maeyer hasilnya berbeda, positif dua pada jenis Eugenia densiflora dan positif satu pada jenis
Rubus rosifolius. Hasil uji skrining terpen hanya positif pada jenis Angelesia
splendens. Ketiga jenis ini memiliki manfaat potensial sebagai bahan alami
insektisida ataupun fungisida namun yang tingkat manfaat potensialnya tinggi
secara berurut adalah jenis Angelesia splendens, jenis Eugenia densiflora dan jenis Rubus rosifolius.
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang diteliti juga masih memiliki manfaat
potensial lainnya seperti pada jenis Eugenia densiflora berpotensi sebagai obat anti-malaria; jenis Rubus rosifolius berpotensi sebagai obat tradisional untuk
penyakit diarrhea; jenis Pogonanthera pulverulenta berpotensi sebagai bibit parfum; Angelesia splendens berpotensi sebagai obat sejenis minyak angin;
Cinchona ledgeriana berpotensi sebagai obat penyakit malaria; Trema virgata
berpotensi sebagai obat untuk mengobati batuk, sakit tenggorokan, asma,
bronchitis, gonorrhea, demam kuning, sakit gigi dan penangkal beberapa jenis
Peluang Pengembangan Budidaya Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung
Sibayak I
Data analisis dalam tabel 3 menunjukkan kedelapan jenis tumbuhan beracun di Hutan Lindung Sibayak I kurang berpeluang dalam pengembangannya. Daya sebar yang rendah mengasumsikan sulitnya dalam membudidayakan
kedelapan jenis ini namun hal tersebut bukan menerangkan bahwa jenis-jenis tumbuhan beracun yang diteliti tidak layak dikembangkan.
Jenis Rubus rosifolius yang sangat adaptif, dengan tingkat kerapatan tertinggi dan tingkat frekuensi terdominan dibandingkan ketujuh jenis tumbuhan beracun lainnya yang diteliti, menunjukkan bahwa jenis ini masih berpeluang baik
untuk dibudidayakan dan akan menjadi semakin mudah sejalan dengan bertambahnya pengalaman saat pelaksanaan budidaya. Rubus rosifolius tergolong
mudah untuk dibudidayakan dengan pembudidayaan bisa melalui perbanyakan biji. Habitatnya di lokasi dalam keadaan tanpa naungan dan umumnya tumbuh di ketinggian 0 sampai 4.701 meter.
Jenis Angelesia splendens dengan hasil uji skrining paling kompleks dibandingkan ketujuh jenis tumbuhan beracun lainnya yang diteliti, yaitu lengkap
mengandung senyawa golongan tanin, terpen, alkaloid dan saponin, menunjukkan bahwa jenis ini layak untuk dikembangkan karena memiliki potensi lebih besar sebagai bahan alami berbagai macam pestisida. Jenis yang hasil uji skriningnya
kurang kompleks diasumsikan memiliki potensi lebih sempit sebagai bahan alami dalam menghasilkan berbagai macam pestisida. Jenis ini tergolong mudah untuk
splendens tumbuh di lokasi dalam keadaan diliputi oleh banyak naungan serta
kondisi tanahnya mengandung belerang.
Jenis Pogonanthera pulverulenta memiliki kerapatan pada urutan keempat dan frekuensi pada urutan ketiga tertinggi dibandingkan kedelapan jenis tumbuhan beracun yang diteliti serta salah satu jenis yang memiliki kandungan
saponin selain Angelesia splendens. Pogonanthera pulverulenta tergolong sulit untuk dibudidayakan dengan pembudidayaan bisa melalui teknik penyerbukan.
Habitatnya di lokasi dalam keadaan penuh naungan.
Jenis Eugenia densiflora memiliki kerapatan dan frekuensi yang tergolong rendah, menempati urutan ke enam dibandingkan kedelapan jenis tumbuhan
beracun yang diteliti, namun jenis ini memiliki kandungan alkaloid berkadar paling tinggi. Eugenia densiflora tergolong sulit untuk dibudidayakan dengan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tumbuhan-tumbuhan beracun yang ditemukan pada kawasan Hutan Lindung Sibayak I di Tahura Bukit Barisan ada delapan jenis antara lain adalah
Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Pogonanthera pulverulenta, Angelesia
splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum dan
Cestrum aurantiacum.
Kandungan kimia yang terkandung di dalam delapan tumbuhan beracun yang diteliti antara lain adalah senyawa golongan Tanin yang hanya tidak terkandung di dalam bunga Eugenia densiflora, buah Trema virgata & buah
Cestrum aurantiacum sehingga yang lainnya berpotensi sebagai pestisida;
senyawa golongan Terpen yang terkandung di dalam daun & buah merah
Angelesia splendens sehingga berpotensi sebagai insektisida ataupun fungisida;
senyawa golongan Alkaloid yang hanya tidak terkandung di dalam daun serta bunga Pogonanthera pulverulenta, daun Trema virgata & daun Melastoma
malabathricum sehingga yang lainnya berpotensi sebagai insektisida ataupun
fungisida; dan senyawa golongan Saponin yang terkandung di dalam daun
Pogonanthera pulverulenta & daun Angelesia splendens sehingga berpotensi
sebagai pestisida.
Jenis Angelesia splendens merupakan jenis yang paling kompleks
kandungan metabolit sekundernya sehingga memiliki potensi paling besar sebagai bahan alami berbagai macam pestisida dibandingkan ketujuh jenis tumbuhan
paling banyak tumbuh serta paling dominan dibandingkan ketujuh jenis tumbuhan beracun lainnya yang diteliti.
Saran
1. Diharapkan dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi
pemanfaatan tumbuhan beracun sebagai biopestisida dan penanggulangan hama agar penerapannya tepat sasaran.
2. Diperlukan pelaksanaan upaya budidaya terhadap jenis-jenis tumbuhan beracun yang diteliti pada Kawasan Hutan Lindung Sibayak I di Taman Hutan Raya Bukit Barisan agar jenis-jenis ini
tetap dapat dimanfaatkan dan dilestarikan agar tidak menghilang komposisinya di alam.
Lampiran 1. Data Potensi Populasi Sampel Jenis Tumbuhan Beracun yang Diteliti pada Kawasan Hutan Lindung Sibayak I di Taman Hutan Raya Bukit Barisan
Nomor Plot
Nama Jenis Jumlah Individu Jumlah Individu per Plot
1 Eugenia densiflora 8 8
2 Eugenia densiflora 6 13
Rubus rosifolius 7
3 Eugenia densiflora 6 14
Pogonanthera pulverulenta 8
4 Eugenia densiflora 3 13
Rubus rosifolius 4
Pogonanthera pulverulenta 6
5 Eugenia densiflora 7 21
Pogonanthera pulverulenta 14
6 Eugenia densiflora 2 14
Rubus rosifolius 12
7 Rubus rosifolius 8 14
Pogonanthera pulverulenta 3
Angelesia splendens 3
8 Rubus rosifolius 14 26
Angelesia splendens 12
9 Angelesia splendens 9 9
10 Rubus rosifolius 8 8
11 Angelesia splendens 8 8
12 Rubus rosifolius 4 11
Pogonanthera pulverulenta 3
Angelesia splendens 4
13 Pogonanthera pulverulenta 6 6
14 Rubus rosifolius 15 21
Pogonanthera pulverulenta 6
15 Rubus rosifolius 16 22
Pogonanthera pulverulenta 6
16 Rubus rosifolius 18 24
Pogonanthera pulverulenta 6
17 Rubus rosifolius 15 22
Pogonanthera pulverulenta 7
18 Pogonanthera pulverulenta 4 4
19 Rubus rosifolius 8 12
Angelesia splendens 4
20 Rubus rosifolius 9 17
Angelesia splendens 8
21 Cinchona ledgeriana 4 4
22 Rubus rosifolius 8 13
Angelesia splendens 5
23 Rubus rosifolius 10 10
24 Angelesia splendens 10 10
25 Rubus rosifolius 6 11
Angelesia splendens 3