• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksplorasi Tumbuhan Beracun Pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Eksplorasi Tumbuahn Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike

No Nama Tumbuhan

Analisis

Masyarakat Ciri Khusus Efek Samping

1 Natumpea Tidak Beracun Bunganya merah bulat Tidak ada 2 Suhul-suhul Tidak Beracun Daunnya bentuk hati Tidak Ada 3 Simartelu Beracun Bintik-bintik di batang pohon Gatal-gatal 4 Taratullit Beracun Bintik-bintik di batang pohon Gatal-gatal 5. Dongdong Beracun Daun ada bulu-bulunya Gatal-gatal 6 Modang Landit Beracun Daunnya berlendir Racun untuk

serangga 7 Phylodendron Beracun Memiliki getah Gatal-gatal 8 Api-api Tidak Beracun Batang warna merah saat

muda

Tidak Ada

Lampiran 2. Data Potensi Populasi Sample Jenis Tumbuhan Beracun yang Diteliti pada Kawasan Hutan Wisata Alam Sicike-cike

Plot Nama Lokal Jumlah Tumbuhan bawah Pohon

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)

Dong-dong 5 √

Modang landit 6 √

406 Modang landit 7 √

Simartolu 2 √

407 Natumpea 35 √

Phylodendron 20 √

408 Modang landit 13 √

Suhul-suhul 23 √

409 Natumpea 43 √

410 Api-api 7 √

Taratullit 3 √

411 Modang landit 9 √

412 Simartolu 4 √

413 Phylodendron 22 √

(18)

Lampiran 3. Data hasil uji fitokimia di Laboratorium Bahan Kimia Alam, FMIPA

Jenis

Tumbuhan Fenolik Terpen/Steroid Alkaloid Saponin Flavonoid Tanin

FeCl3 Hasil CeSO4/TLC Hasil Bouch Hasil Dragen Hasil Maeyer Hasil Wagner Hasil Aqua FeCl3 NaOH

Philodendron Kuning

kecokelatan - Hijau -

Dragendorff : BiNO

3 + HNO3 + KI + Aquades

+ : Cukup reaktif terhadap pereaksi ++ : Cukup reaktif terhadap pereaksi +++ : Reaktif terhadap pereaksi ++++ : Reaktif terhadap pereaksi +++++ : Sangat reaktif terhadap pereaksi ++++++:Sangat reaktif terhadap pereaksi

(19)

Lampiran 4. Wawancara kepada masyarakat Desa Pancur Nauli

Gambar 15. Wawancara dengan masyarakat

Lampiran 5. Pengujian Tumbuhan Beracun di Laboratorium

Gambar 16. Persiapan bahan (a) tumbuhan beracun diiris kecil-kecil dan (b) tumbuhan beracun yang sudah diiris dimasukkan kedalam erlenmeyer

(20)

Gambar 17. Persiapan bahan (a) pemberian metanol dan (b) tumbuhan beracun yang sudah diberi metanol ditutup dengan kantong plastik

Gambar 18. (a) bahan yang akan digunakan untuk pengujian dan (b) hot plate untuk menguji Terpen

a b

(21)

Gambar 19. Pengujian Modang Landit (a) sebelum diberikan pereaksi dan (b) setelah diberikan pereaksi

Gambar 20. Pengujian Natumpea (a) sebelum diberikan pereaksi dan (b) setelah diberikan pereaksi

Gambar 21. Pengujian Simartolu (a) sebelum diberikan pereaksi dan (b) setelah doberikan pereaksi

a b

b a

(22)

Gambar 22. Pengujian Api-api (a) sebelum diberikan pereaksi dan (b) setelah diberikan pereaksi

Gambar 23. Pengujian Dong-dong (a) sebelum diberikan pereaksi dan (b) setelah diberikan pereaksi

Gambar 24. Pengujian Suhul-suhul (a) sebelum diberikan pereaksi dan (b) setelah diberikan pereaksi

b a

b a

(23)

Gambar 25. Pengujian Philodendron (a) sebelum diberikan pereaksi dan (b) setelah diberikan pereaksi

Gambar 26. Pengujian Taratullit (a) sebelum diberikan pereaksi dan (b) setelah diberikan pereaksi

Gambar 27. Pengujian Terpen (a) ekstrak tumbuhan beracun yang akan diuji dan (b) ekstrak tumbuhan beracun diatas kertas TLC

a b

a b

(24)

Gambar 28. Pengujian Terpen (a) ekstrak tumbuhan beracun yang disemprotkan CeSO4 dan (b) dipanaskan di ats hot plate

Gambar 29. Pengujian Terpen (a) ekstrak tumbuhan beracun yang akan diuji dengan CeSO4 (b) hasil pengujian Terpen

a b

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, R. 2013. Mengenali Tumbuhan Beracun atau Berbahaya.

Balai Besar KSDA Sumatera Utara. 2011. Buku informasi Kawasan Konservasi. BBKSDA. Medan.

Dewatisari, W.F. 2009. Uji Anatomi, Metabolit Sekunder, Dan Molekuler Sansevieria trifasciata. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Hamid, A. Y. Nuryani. 1992. Kumpulan Abstrak Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani, Bogor. P.1. Dalam S. Riyadi, A. Kuncoro, dan A.D.P. Utami. Tumbuhan Beracun. Balittas.Malang.

Hanenson, I. B. 1980. Clinical Toxicology. JB Lippincot Company . Toronto. Hartini, S. 2011. Laporan Eksplorasi Flora Nusantara: Eksplorasi dan Penelitian

Flora di Taman wisataAlam Sicike-cike, Sumatera Utara. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat KonservasiTumbuhan-Kebun Raya Bogor. Bogor.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

Kardinan, A. 2004. Pestisida Nabati. Jilid Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kingsbury, J. K. 1967. Poisonous Plants of the United States and Canada . Cornell University, Practice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey, pp: 206-208.

Loveless, A. R. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Edisi Kedua. PT Gramedia. Jakarta.

Muktiningsih, S. R., dkk. 2001. Review Tanaman Obat yang Digunakan Oleh Pengobat Tradisional di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bali, dan Sulawesi Selatan. Media Litbang Kesehatan Volume XI Nomor 4.

(26)

Putranti, R.I. 2013. Skrining Fitokimia Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Sargassum duplicatum dan Turbinaria ornata Dari Jepara. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang. Ragasa, C. Y. et al. 2002. Tetranortriterpenoids from Azadirachta indica.

Phytochemistry Volume 46, No. 3, pp. 555-558. Great Britain : Elsevier Science Ltd.

Sembiring, R. 2012. Keanekaragaman Vegetasi Tanaman Obat di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Kawasan Taman Hutan Raya Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara. USU Press. Medan.

Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM. 2012. Racun Alami padaTanaman Panga Diakses pada bulan Mei 2013].

Simamora, J.Y. 2014. Eksplorasi Tumbuhan Beracun Pada Kawasan Hutan Lindung Simancik I Di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. USU Press. Medan.

Sirait, T. S.Y. 2013. Eksplorasi Tumbuhan Beracunsebagai Biopestisida Pada Kawasan Hutan Lindung Sibayak I Di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. USU Press. Medan.

Sinuraya, B.O. 2014. Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Pada Kawasan Hutan Lindung Simancik IiDi Taman Hutan Raya Bukit Barisan

.

USU Press. Medan.

Soerianegara dan Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Susanto, D. 2012. Tahapan Perkembangan Buah dan Bunga Mahang (Macarangan gigantea (Rchb.F. dan Zoll) Mull.Arg.). Jurusan Biologi FMIPA Unoersitas Mulawarman. Samarinda.

(27)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2014. Pengambilan sampel dilakukan di kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike yang terletak di Dusun Pansur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan,Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara. Analisis fitokimia dan Identifikasi Tumbuhan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : alat tulis, beaker glass, gelas ukur, kalkulator, kamera, kantong plastik, kertas label, kertas saring, oven, penangas air, pipet tetes, saringan, shaker, spatula, tabung reaksi, dan timbangan analitik.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara lain : HCl 2N, HCl 10%, Pereaksi Bouchard, Pereaksi Wagner, Pereaksi Maeyer, Pereaksi Dragendorff, Cerium Sulfat 1%, Salkowsky, H2SO4 10%, NaOH 10%, FeCl3

1%, Mg-HCl cair, aquadest dan metanol. Metode Pengumpulan Data

Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data vegetasi tumbuhan beracun di Hutan Wisata Alam Sicike-cike ini adalah dengan teknik observasi, yaitu survei langsung ke lapangan dengan bantuan masyarakat setempat yang ahli tanaman beracun.

(28)

sekundernya adalah data tentang keadaaan umum daerah penelitian dan data-data yang diperoleh dari sumber yang dapat dipercaya seperti instansi terkait maupun suatu lembaga serta penelitian-penelitian yang mendukung.

Aspek Pengetahuan Lokal

Survei pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui pengaruh adanya tumbuhan beracun bagi masyarakat yang diperoleh dari hasil wawancara. Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah opsir Balai Tahura, pimpinan masyarakat setempat, dan ahli pengobatan tradisional. Data yang diperoleh dari hasil wawancara bersama informan kunci ditabulasikan dan dianalisa secara deskriptif.

Aspek Keanekaragaman

(29)

Gambar 1. Desain Plot Tumbuhan Beracun Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus: a. Kerapatan suatu jenis (K)

contoh

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

100%

c. Frekuensi suatu jenis (F)

petak

d. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)

%

e. Indeks Nilai Penting (INP) INP = KR + FR

Indeks keanekaragaman yang dapat digunakan dalam analisis komunitas tumbuhan adalah indeks Shanon atau Shanon Indeks of General Diversity(H’). RumusIndeks Keanekaragaman Shanon-Wienner atau Shanon Indeks of General Diversity(H’) :

H’ = - ∑ (ni/N) ln (ni/N)

D=25,2 m L=0,05 ha

100 m

(30)

Keterangan :

H’ = indeks keanekaragaman Shannon Ni = jumlah individu dari suatu jenis i N = jumlah total individu seluruh jenis Kriteria nilai H’ yang digunakan adalah:

a. Nilai H’ > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah melimpah tinggi

b. Nilai H’ 1 < H’ < 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek sedang melimpah

c. Nilai H’ < 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit atau rendah

(Indriyanto, 2006). Uji Fitokimia

Uji fitokimia mengacu kepada pendeteksian kandungan metabolit sekunder yang berpotensi sebagai biopestisida. Jenis-jenis tumbuhan beracun dideteksi kandungan senyawanya yang tergolong metabolit sekunder yaitu senyawa alkaloid, terpen, tanin dan saponin. Prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan berdasarkan Penuntun Praktikum Kimia Bahan Alam (2010) adalah sebagai berikut:

a. Pengujian Alkaloid

(31)

•Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Maeyer. Jika

mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih kekuningan

•Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff. Jika

mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan berwarna merah bata.

•Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Bouchardart.Jika

mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan berwarna cokelat kehitaman.

•Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Wagner. Jika

mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan berwarna cokelat.

Gambar 2. Skema Pengujian Alkaloid HCl 2 N Sampel (10 gr) Pemanasan Filtrat (3 tetes) Filtrat (3 tetes)

(32)

b. Pengujian Terpen

Sampel diiris halus lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC. Selanjutnya ditimbang sebanyak 2-3 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan diekstraksi dengan 10 mL metanol. Ekstrak dipanaskan selama 15 menit di atas penangas air kemudian disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut :

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes pereaksi Salkowsky.Jika

mengandung senyawa golongan terpen maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna merah pekat.

• Filtratditotolkan ke plat TLC, kemudian difiksasi dengan CeSO4 1% dalam

H2SO4 10%,kemudian plat dipanaskan ke hot plate pada temperatur 110oC.

Bila noda berwarna coklat kemerahan adanya senyawa terpen.

Gambar 3. Skema Pengujian Triterpen-Steroid

Sampel (2-3 gram) Ekstrak Metanol (10 mL)

Pemanasan

Filtrat (1 tetes) Filtrat (1 tetes)

(33)

c. Pengujian Flavonoid

Sampel diiris halus lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC. Selanjutnya ditimbang sebanyak 2-4 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan diekstraksi dengan 20 mL metanol.Ekstrak dapat diekstraksi dalam kondisi panas maupun dingin kemudian disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut :

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan FeCl3 1%.Jika

mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna hitam.

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan NaOH 10%.Jika

mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna ungu kemerahan.

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes Mg-HCl encer. Jika

mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna merah jambu.

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan H2SO4.Jika

(34)

Gambar 4. Skema Pengujian Flavonoid

d. Pengujian Saponin

Sampel diekstraksi dengan alkohol-air di atas penangas air. Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu dibiarkan hingga suhu semula. Hasilnya dikocok selama 2-3 menit kemudian busa yang terbentuk didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan pengujian busa permanen dengan penambahan 1-3 tetes HCl 10%. Sampel (2-4 gram) Ekstrak Metanol (20 mL)

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Pengetahuan Lokal

Tabel 1. Hasil wawancara dengan masyarakat tentang Tumbuhan Beracun No Nama

Tumbuhan

Analisis

Masyarakat Ciri Khusus Efek Samping

1 Natumpea Tidak Beracun Bunganya merah bulat Tidak ada 2 Suhul-suhul Tidak Beracun Daunnya bentuk hati Tidak Ada 3 Simartelu Beracun Bintik-bintik di batang pohon Gatal-gatal 4 Taratullit Beracun Bintik-bintik di batang pohon Gatal-gatal 5. Dongdong Beracun Daun ada bulu-bulunya Gatal-gatal 6 Modang Landit Beracun Daunnya berlendir Racun untuk

serangga 7 Phylodendron Beracun Memiliki getah Gatal-gatal 8 Api-api Tidak Beracun Batang warna merah saat

muda

Tidak Ada

Dari hasil wawancara dengan masyarakat diperoleh sebanyak 5 jenis tumbuhan beracun dan 3 tumbuhan tidak beracun. Wawancara yang dilakukan tersebut diketahui bahwa masyarakat setempat mengetahui tumbuhan beracun jika memiliki efek samping langsung dengan tubuh. Masyarakat setempat hanya mengetahui tumbuhan beracun turun temurun dari nenek moyang didaerah tersebut.

Masyarakat setempat juga menggunakan tumbuhann yang beracun tersebut untuk obat dan bahkan ada yang dimakan karena dari nenek moyang mereka telah melakukannya terlebih dahulu walaupun tumbuhan tersebut adalah tumbuhan beracun. Nama lokal tumbuhan beracun yang ada adalah nama lokal yang telah ada sejak dahulu sehingga masyarakat setempat tetap menggunakan nama lokal tersebut sampai sekarang.

(36)

tumbuhan beracun. Tumbuhan beracun yang menurut masyarakat tidak beracun ternyata beracun setelah dilakukan pengujian, hal ini penting karena dengan adanya teknologi sekarang dapat memberikan informasi kepada masyarakat jenis-jenis tumbuhan beracun yang menurut masyarakat bukan tumbuhan beracun sehingga masyrakat dapat memanfaatkannya untuk pestisida alami untuk kebutuhan sehari-hari yang dibutuhkan.

Deskripsi Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Hutan Wisata Alam Sicike-Cike

Jenis-jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Wisata Alam Sicike-cike ada 8 jenis. Jenis tumbuhan beracun yang ditemukan dideskripsikan sebagai berikut:

1. Modang Landit (Persea rimosa)

(37)

Kingdom :Plantae

Divisi :Magnoliophyta

Kelas :Magnoliopsida

Ordo :Laurales

Famili :Lauraceae

Genus :Persea

Spesies :Persea rimosa

Modang Landit (Persea rimosa) merupakan pohon dengan tinggi sampai 20 meter dengan warna kayunya adalah kuning tua sampai kemerahan. Batangnya bertekstur halus dan agak mengkilap. Kulit batang memiliki ketebatan 1-1,5 cm. Modang Landit (Persea rimosa)hidup di tempat yang cukup mendapat cahaya. Modang landit(Persea rimosa) memiliki daun berbentuk bulat lonjol, permukaan daun atas dan bawah halus dan mengkilap. Daun memiliki lendir yang dapat digunakan sebagai pestisida (mengusir serangga)

Bunga dan buah tidak ditemukaan saat melakukan identifikasi karena pada saat dilakukanidentifikasi secara umum Modang landit(Persea rimosa) masih anakan dan sudah dewasa (pohon) sehingga bunga dan buahnya tidak kelihatan.

(38)

Gambar 6. Natumpea (Miconia ceramicapa DC) Klasifikasi Antumpea adalah sebagai berikut:

Kingdom :Plantae

Divisi :Spermatophyta Kelas :Dycotiledoneae

Ordo :Myrtales

Famili :Melastomataceae

Genus :Miconia

Spesies :Miconia ceramicapa DC

(39)

cahaya yang cukup biasanya lebih besar dan lebih subur daripada di tempat yang terbuka. Tumbuh di tempat yang agak lembab.

Natumpea (Miconia ceramicapa DC) memiliki daun yang besar, berbentuk bulat lonjong dan kasar. Memiliki diameter 20-30 cm dan urat daunnya nampak dengan jelas dan besar. Warna daun pada bagian atas berwarna hijau muda dan daun bagian bawah berwarna hijau tua.

(40)

3. Suhul-suhul (Macaranga gigantea)

Gambar 7. Suhul-suhul (Macaranga gigantea) Klasifikasi Suhul-suhul adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas :Dicotyledoneae Famili :Euporbiaceae

Ordo :Euporbiales

Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga gigantea

(41)

Batangnya memiliki tinggi mencapai 25 meter, dengan diameter 55 cm. Batang lurus, bulat, tidak berbanir, berkulit halus dengan warna cokelat muda. Kulit luarnya berdaging yang berwarna agak putih kekuningan.

Daunnya tunggal berbentuk bulat telur yang melebar, permukaan daun atas berwarna hijau tua dan bertekstur kasar dan warna daun bawah hijau muda dan tekstur kasar serta pertulangan daun menjari. Daun memiliki ukuran yang besar dengan diameter mencapai 100 cm dan bertangkai panjang.

Bunga dan buah tidak ditemukan pada saat identifikasi. Dari bentuk daun dan tipe perakaran maka tipe biji tumbuhan ini merupakan tipe biji berkeping dua/dikotil. Akarnya merupakan akar tunggang.

4. Simartolu (Schima sp.)

Gambar 8. Simartolu (Schima )

Klasifikasi Simartolu (Schima wallichi) adalah sebagai berikut:

Kingdom :Plantae

Divisi :Magnoliophyta

Kelas :Magnoliopsida

Ordo :Ericales

(42)

Genus :Schima Spesies :Schima sp.

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang selalu hijau dan memiliki ketinggian hingga mencapai 20 meter. Batang bulat dan tidak ada banir, kulit luar berwarna merah muda, merah tua hingga hitam. Batangnya gatal sehingga ketika kena kulit maka akan menimbulkan rasa gatal..

Daun tersebar spiral, ujung daun runcing atau meruncing dengan petulangannya menyirip dan nampak jelas. Daun pada saat muda berwarna kemerahan dan ketika sudah dewasa daunnya berwarna hijau. Permukaan daun bagian bawah dan daun bagian atas halus.

Buah dan bunga tidak ditemukan pada saat dilakukan identifikasi. Akarnya merupakan tipe perakaran tunggang dan berdasarkan tipe perakarannya maka tipe tumbuhan ini merupakan tipe berkeping ganda/dikotil.

5. Taratullit (Melia sp.)

(43)

Klasifikasi Taratullit adalah sebagai berikut:

Kingdom :Plantae

Divisi :Spermatophyta Kelas :Dycotiledoneae

Ordo :Sapindales

Famili :Meliaceae

Genus :Melia

Spesies :Melia sp.

Taratullit adalah tumbuhan yang termasuk dalam famili Meliaceae yang memiliki banyak cabang dan tingginya 20-30 meter. Batang berkayu bulat, bercabang dan berwarna putih. Batang Taratullit pada saat masih mudah berwarna kemerahan.

Memiliki daun majemuk, tepinya bergerigi, ujung dan pangkal runcing. Permukaan daun atas dan daun bagian bawah licin dan mengkilap. Pertulangan daunnya menyirip dan daun saat muda berwarna kemerah-merahan dan akan menjadi hijau pada saat sudah dewasa. Tata daun opposite, pangkal daun menempel pada tangkai daun.

(44)

6. Dong-dong (Laportea stumulans Gaud)

Gambar 10. Dong-dong (Laportea stumulans Gaud) Klasifikasi Dong-dong adalah sebagai berikut:

Kingdom :Plantae

Divisi :Spermatophyta Kelas :Dycotiledoneae

Ordo :Urticales

Famili :Urticaceae Genus :Laportea

Spesies :Laportea stimulans Gaud

Dong-dong memiliki tinggi 5-12 meter, cabang batangnya banyak, bentuk batang bulat dan kulit batang berwarna kehijauan. Dong-dong menyenangi daerah lembab dan ternaungi, seringkali ditemukan di pinggir-pinggir jalan setapak.

(45)

tampak jelas. Pinggir daun mudanya berbentuk gerigi dengan jarak gerigi tidak terlalu rapat. Semakin tua, gerigi semakin menghilang.

Daun mengandung racun (apabila terkena kulit manusia bisa mengakibatkan gatal-gatal). Bagian atas dan pinggir daun ditumbuhi bulu-bulu halus yang hanya nampak bila dilihat dari jarak sangat dekat. Bila bulu-bulu ini tersentuh bagian kulit kita yang halus dan sensitif dapat menimbulkan rasa gatal, perih dan panas yang cukup menyengat.

7. Philodendron (Philodendron scandens)

Gambar 11. Philodendron (Philodendron scandens) Klasifikasi Philodendron adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida

Ordo : Arales

Famili

Genus

(46)

Philodendron termasuk dalam jenis tumbuhan yang merambat pada pohon-pohon besar untuk mencari cahaya. Philodendron mengandung getah yang beracun dan jika terkena kulit maka kulit akan terasa gatal dan panas. Batang Philodendron berbentuk bulat dan kecil dan berwarna kehijauan.

Daun philodendron berbentuk hati, warna daun Philodendron hijau kekukuningan. Permukaan daun licin dan mengkilap dan memiliki pertulangan yang menyirip. Daun memiliki tangkai yang panjang dan hanya memiliki satu daun pada satu tangkai. Daun pada saat muda berwarna kuning dan lama-kelamaan akan berubah menjadi hijau kekuningan.

Philodendron memiliki bunga majemuk, yaitu bunga banyak tersusun dalam satu rangkaian. Warna bunganya kekuningan dan memiliki bau yang tidak enak. Bunganya tumbuh pada batangnya. Akarnya adalah akar serabut, dan termasuk tumbuhan monokotil.

(47)

8. Api-api (Adinandra dumosa Jack)

Gambar 12. Api-api (Adinandra dumosa Jack)

Klasifikasi dari Api-api adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi :Magnoliophyta

Kelas :Magnoliopsida

Ordo :Theales

Famili :Theaceae

Genus :Adinandra

Spesies :Adinandra dumosaJack

Api-api (Adinandra dumosaJack) adalah pohon yang tumbuh dengan tinggi bisa mencapai 15-20 meter. Api-api hidup di daerah yang cukup cahaya. Api-api merupakan famili dari Theaceae dan banyak ditemukan di daerah dataran tinggi. Batangnya keras berwarna kecokelatan dan agak licin.

(48)

Bunga dan buah tidak ditemukan pada saat identifikasi. Akarnya dalah tipe akar tunggang dan termasuk dalam tumbuhan berkeping dua atau dikotil. Akarnya berwarna kehitaman.

Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike

Tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike ada delapan jenis tumbuhan. Data analisis tumbuhan beracun dapat ditunjukkan dalam tabel berikut ini.

Tabel 2. Analisis tumbuhan beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-Cike Jenis Tumbuhan K (ind.ha) KR (%) F FR (%) INP H'

(49)

sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas.

Nilai Frekuensi Relatif (FR) paling tinggi yang ditunjukkan pada tabel 2 adalah sebesar 19,73%, yaitu pada jenis Api-api (Adinandra dumosa Jack). Nilai ini menunjukkan bahwa jenis Api-api (Adinandra dumosa Jack) dominan tumbuh di hutan Taman Wisata Alam sicike-cike. Sedangkan nilai FR terendah sebesar 1,79% pada jenis Simartolu (Shima sp.). Nilai ini rendah disebabkan bahwa Simartolu (Shima sp.) tidak tumbuh merata pada Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike tetapi hanya tumbuh pada tempat tertentu. Frekuensi kehadiran sering pula dinyatakan dengan konstansi. Konstansi atau frekuensi kehadiran organisme dapat dikelompokkan atas empat kelompok yaitu jenis aksidental (frekuensi 0-25%), jenis assesori (25-50%), jenis konstan (50-75%), dan jenis absolut (di atas 75%) (Suin, 2002). Berdasarkan data tabel 2, bahwa tumbuhan yang ada di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike termasuk dalam kategori jenis aksidental dengan frekuensi 0-25%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut daerah penyebarannya terbatas, dan hidup pada daerah tertentu saja.

(50)

cahaya dengan baik sehingga tanpa cahaya yang banyak Natumpea dapat tumbuh dengan baik. Sedangkan INP terendah yaitu sebesar 2,34 pada jenis Simartolu (Shima sp.). Nilai INP pada Simartolu (Shima sp.) rendah dikarenakan Simartolu tidak dapat hidup dengan baik pada daerah Hutan Wisata Alam Sicike-cike sehingga jenis ini hanya sedikit penyebarannya pada hutan tersebut.

Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner (H’) tumbuhan beracun yang tumbuh di Hutan Taman Wisata Alam yang ditunjukkan melalui tabel 3 adalah sebesar 1,52. Indriyanto (2006) menyatakan bahwa nilai 1<H’< 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transekadalah sedang. Data dalam tabel 3 menunjukkan bahwa kedelapan tumbuhan beracun di Hutan Taman Wisata Alaam tergolong ke dalam kategori berkeanekaragaman sedang.

Pengujian Fitokimia Tumbuhan Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike

(51)

Tabel 3. Data Hasil Uji Fitokimia Tumbuhan Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike

Jenis Tumbuhan Fenolik Terpen/Steroid Alkaloid Saponin Flavonoid Tanin FeCl3 CeSO4/TLC Bouch Dragen Meyer Wagner Aqua FeCl3 NaOH

Dragendorff : BiNO

3 + HNO3 + KI + Aquades

+ : Cukup reaktif terhadap pereaksi ++ : Cukup reaktif terhadap pereaksi +++ : Reaktif terhadap pereaksi ++++ : Reaktif terhadap pereaksi +++++ : Sangat reaktif terhadap pereaksi ++++++:Sangat reaktif terhadap pereaksi

(52)

1. Terpen

Terpen adalah suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah serta vakuola selnya. Modifikasi dari senyawa golongan terpen, yaitu terpenoid, merupakan metabolit sekunder tumbuhan. Selain telah ditemukannya kamper melalui peneltian mengenai terpen, telah banyak juga ditemukan bahan aktif ideal sebagai pestisida alami. Salah satu fungsi aktifitas senyawa terpen adalah sebagai pestisida dan insektisida (Ragasa et al, 1997).

Pereaksi yang digunakan dalam pengujian terpen adalah CeSO4. Pengujian

fitokimia pada tumbuhan yang mengandung terpen ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi cokelat kemerahan.Berdasarkan uji fitokimia pada tumbuhan beracun yang mengandung senyawa terpen adalah jenis tumbuhan Modang landit, Taratullit, Natumpea, Suhul-suhul, Simartolu, Dongdong. Tumbuhan yang mengandung terpen paling banyak adalah Suhul-suhul sehingga Suhul-suhul berpotensi sebagai insekstisida. Tumbuhan yang mengandung terpen dapat dilihat pada Gambar 1. berikut ini.

Gambar 13. Hasil pengujian terpen (a) sebelum diberikan CeSO4dan dipanaskan,

(b) setelah diberikan CeSO4dan dipanaskan

(53)

2. Saponin

Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti adanya saponin. Sumber utama saponin adalah tumbuhan tinggi. Saponin mempunyai khasiat seperti detergen sebagai santiseptik. Fungsi aktifitas senyawa saponin adalah sebagai antimikroba, fungisida, antibakteri, antivirus, piscisida, molluscisida dan insektisida. Saponin yang umumnya larut dalam air beracun bagi ikan dan kebanyakan jenis tumbuhan beracun mematikan seperti Deadly Nightshade (Atropa belladonna L.) mengandung racun golongan senyawa saponin (Dewatisari, 2009).

Pengujian saponin yang dilakukan menggunakan aquadest yang dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah berisi ekstrak tumbuhan. Pengujian saponin yang dilakukan ditandai dengan adanya busa jika tabung reaksi yang berisi ekstrak tumbuhan dikocok dan busa tersebut bertahan hingga bebeapa menit. Uji saponin yang dilakukan pada tumbuhan beracun seperti pada tabel diatas menunjukkan bahwa hanya Dong-dong yang memiliki saponin.

(54)

3. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan terbesar senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan. Telah diketahui sekitar 5.500 senyawa alkaloid yang terbesar di berbagai famili. Alkaloid seringkali beracun pada manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol sehingga banyak digunakan dalam pengobatan.Alkaloid dapat ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi dan tingkat rendah, bahkan pada hewan. Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, lazim mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklis, diturunkan dari racun amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik (Putranti, 2013).

(55)

menghasilkan endapan merah bata. Hasil pengujian alkaloid yang dilakukan bahwa semua tumbuhan berpotensi sebagai tumbuhan beracun baik untuk memberikan efek kepada manusia ataupun hewan.

4. Flavonoid

Flavonoid punya sejumlah kegunaan. Pertama, terhadap tumbuhan, yaitusebagai pengatur tumbuhan, pengatur fotosintesis, kerja antimiroba danantivirus. Kedua, terhadap manusia, yaitu sebagai antibiotik terhadap penyakitkanker dan ginjal, menghambat perdarahan. Ketiga, terhadap serangga, yaitusebagai daya tarik serangga untuk melakukan penyerbukan. Keempat,kegunaan lainnya adalah sebagai bahan aktif dalam pembuatan insektisidanabati dari kulit jeruk manis. Bagi manusia falovonoid dalam dosis kecil bekerja seagai stimulas pada jantung dan pembuluh darah kaliper, sebagai diuretic, dan antioksidan pada lemak. Dalam dosis yang besar bisa menjadi racun bagi tubuh (Sirait, 2013).

Pengujian flavonoid yang dilakukan menggunakan pereaksi FeCl3.

Tumbuhan yang mengandung flavonoid akan berubah warna menjadi hitam pekat. Tumbuhan yang mengandung flavonoid adalah Taratullit, Suhul-suhul, Dong-dong, Api-api. Tumbuhan yang mengandung flavonoid dapat dijadikan sebagai insektisida nabati.

5. Tanin

(56)

(Acacia sp), ekaliptus (Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp) dan sebagainya. Tanin adalah polifenol alami yang selama ini banyak digunakan sebagai bahan perekat tipe eksterior, yang terutama terdapat pada bagian kulit kayu. Tanin memiliki sifat antara lain dapat larut dalam air atau alkohol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat logam berat, serta adanya zat yang bersifat anti rayap dan jamur (Sirait, 2013).

Tanin banyak terdapat didalam tumbuhan berpembuluh, khususnya dalam jaringan kayu, selain itu banyak terdapat pada bagian daunnya. Tumbuhan yang banyak mengandung tanin pada umumnya dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan, karena senyawa ini mempunyai rasa sepat dan dianggap sebagai penolak hewan.

Hasil pengujian fitokimia, tumbuhan yang mengandung senyawa tanin adalah Modang Landit, Api-api, Dong-dong. Tumbuhan yang mengandung tanin tersebut berpotensi sebagai bahan pestisida karena mengandung senyawa yang tidak disukai oleh hewan.

Potensi Tumbuhan Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike cike

(57)
(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike ada sebanyak delapan jenis, yaitu jenis Modang Landit (Persea rimosa), Antumpea (Miconia ceramicapa DC), Suhul-suhul (Macaranga gigantea), Simartolu (Shima sp.), Taratullit (Melia sp.), Dong-dong(Laportea stumulans Gaud), Philodendron (Philodendron scandens), Api-api (Adinandra dumosa Jack).

2. Kandungan metabolik sekunder yang terkandung dalam tumbuhan beracun yang diteliti antara lain adalah terpen terkandung pada jenis tumbuhan Suhul-suhul (Macaranga gigantea); saponin terkandung dalam Dong-dong(Laportea stimulans Gaud); Wagner terkandung dalam Suhul-suhul (Macaranga gigantea) dan Dong-dong (Laportea stimulans Gaud), dan Dragendroff terkandung dalam semua tumbuhan beracun; yang memiliki flavonoid tertinggiterkandung dalam Taratullit (Melia sp.), dan yang memilikitanin tertinggi terdapat dalam Api-api (Adinandra dumosa Jack). 3. Potensi tumbuhan beracun sebagai pestisida alami adalah Dong-dong

(59)

Saran

(60)

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-Cike

Taman Wisata Alam Sicike-cike terletak di Kabupaten Dairi, sekitar 450 km dari Medan dan sekitar 30 menit dari kota Sidikalang. Taman Wisata Alam Sicike-cike diresmikan sebagai Hutan Wisata melalui SK Menteri Kehutanan No. 78/Kpts-II/1989 tanggal 7 Februari 1989 dengan luas kawasan 575 ha yang termasuk di Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera Utara.

Letak dan Luas

Secara administratif pemerintahan TWA Sicike-cike terletak di Dusun Pansur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara. Secara geografis terbentang antara 98o20’-98030’ BT dan 2035’-22041’ LU. Secara administrasi pemangkuan kawasan TWA Sicike-Cike termasuk kedalam wilayah Seksi Konservasi Wilayah I Bidang KSDA Sumatera Utara dengan batas administrasi.

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lae Hole 2 Pancur Nauli

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan dan Kecamatan Kerajaan

Potensi Kawasan

(61)

60 cm. Hutan ini cenderung landai, kelerengannya berkisar 40%, hutan ini secara umum mudah dilalui, hanya bagian-bagian tertentu yang sulit karena curam atau bergambut.

Tipe vegetasi TWA Sicike-cike adalah hutan hujan tropis. Sebagaimana karakter hutan hujantropis pada umumnya, di TWA Sicike-cike juga terdapat keragaman tumbuhan mulai dari tumbuhan tingkat rendah hingga tumbuhan tingkat tinggi. Keragaman tumbuhannya terlihat berbeda mulai dari tepian hutan hingga ketinggian 1.400 m dpl. Pada ketinggian tertentu banyak dijumpai pohon kemenyan (Styrax paralleloneurum), Maeang (Palaquium), jenis-jenis Zingiberaceae (Hedychium, Zingiber, Alpinia), jenis-jenis Araliaceae (Arthrophyllum, Brassaiopsis, Schefflera), jenis-jenis Theaceae (Schima wallichii, Eurya nitida), dan jenis-jenis Lauraceae (Cinnamomum, Actinodaphne). Dengan bertambahnya ketinggian, populasi jenis-jenis tersebut semakin berkurang, namun ada jenis lain yang populasinya bertambah sesuai dengan ketinggian tersebut, seperti jenis dari sampinur tali (Dacrydium elatum), sampinur bunga (Dacrycarpus imbricatus), jenis-jenis Fagaceae (Lithocarpus, Quercus), ada juga dari jenis-jenis Andolok (Syzygium, Tristaniopsis), Rhododendron spp. (Rhododendron malayanum dan Rhododendron sessilifolium), Nepenthes spp. (N. rafflesiana, N.reinwardtiana), dan banyak jenis anggrek lainnya.

Tumbuhan Beracun

(62)

kimia metabolit sekunder tumbuhan mempengaruhi perilaku, perkembangan, dan fisiologis serangga. Dengan strategi penggunaan yang tepat, metabolit sekunder ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengendali hama tertentu. Peranan tumbuhan dalam perkembangan pengobatan tradisi telah diakui selain daripada peranannya seperti sumber makanan, perhiasan, obat dan sebagainya (Hamid dan Nuryani, 1992).

Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM (2010) menyatakan bahwa

banyak spesies tumbuhan di dunia tidak dapat dimakan karena kandungan racun yang

dihasilkannya. Proses domestikasi atau pembudidayaan secara berangsur-angsur

dapat menurunkan kadar zat racun yang dikandung oleh suatu tanaman sehingga

tanaman pangan yang kita konsumsi mengandung racun dengan kadar yang jauh lebih

rendah daripada kerabatnya yang bertipe liar (wild type). Penurunan kadar senyawa

racun pada tanaman yang telah dibudidaya antara lain dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan tempat tumbuhnya. Racun yang dihasilkan oleh tanaman merupakan

salah satu cara untuk melawan predator maka tidak mengherankan bila tanaman pangan modern jauh lebih rentan terhadap penyakit.

(63)

yang dapat menerima dampaknya. Kingsburg (1967) pernah menelitilebih kurang 700 spesies tumbuhan yang beracun dan masih banyak lagi yang belum diketahui. Kelompok-kelompok racun yang ditemukan pada tanaman konsumtif, ada beberapa yang larut lemak dan juga dapat bersifat bioakumulatif. Hal ini berarti bila tanaman tersebut dikonsumsi maka racunnya akan tersimpan pada jaringan tubuh, misalnya solanin pada tumbuhan kentang dan lain sebagainya (Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM, 2010).

Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh (kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga mempengaruhi kadar racun dan nutrien yang dikandungnya (Joy, 2014).

(64)

Beberapa ciri tumbuhan beracun sebagai berikut (Ardianto, 2013): 1. Memiliki duri yang tajam dihampir semua bagian

2. Memiliki rambut atau bulu yang sangat lebat dibagian daun atau batang 3. Memiliki getah yang berasa pahit

4. Memiliki bunga atau buah yang berwarna kuat atau gelap 5. Beraroma tidak enak atau menyengat dan berasa pahit 6. Daun terlihat utuh tidak ada bekas-bekas serangga-serangga

Sebagian besar racun atau anti nutrisi umumnya diperoleh dari hasil metabolisme sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua berdasarkan berat molekulnya yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh pigmen pinol, antosin, alkohol, asam-asam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida, inositol, asam-asam hidroksi aromatik, glikosida, fenol, alkaloid, ester, dan eter. Metabolisme sekunder lainnya adalah yang berat molekulnya tinggi yaitu selulosa, pektin, gum, resin, karet, tannin, dan lignin. Tanaman yang mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya dengan cara pencucian air hujan (daun dan kulit), penguapan dari daun (contoh kamfer), ekskresi aksudat pada akar (contoh alang-alang) dan dekomposisi pada bagian tanaman itu sendiri (Widodo, 2005).

Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan

(65)

sepenuhnya diketahui atau belum dimanfaatkan secara mekanis. Beberapa tumbuhan mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan yang lainnya. Menurut Hanenson (1980), komponen-komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan terbagi atas alkaloid, polipeptida dan asam amino, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin, tanin, saponin, dan mineral lainnya.

1. Alkaloid

Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang ditimbulkan hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan berbeda-beda sesuai kondisi lingkungannya, dan alkaloid tersebar di seluruh bagian tumbuhan. Efek terkontaminasi alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air.

2. Polipeptida dan asam amino

Hanya sebagian polipeptida dan asam amino yang bersifat racun. Bila terkontaminasi polipeptida, hypoglycin, akan menyebabkan reaksi hypoglycemic. 3. Glikosida

(66)

4. Asam Oksalat

Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan iklim, yang paling banyak adalah saat akhir musim panas dan musim gugur. Karena oksalat dihasilkan oleh tumbuhan pada akhir produksi, yang terakumulasi dan bertambah selama tumbuhan hidup. Gejala yang ditimbulkan adalah mulut dan kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan kehilangan suara selama dua hari, dan hingga menyebabkan kematian jika terhirup.

5. Resin

Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic dan penol, alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis tertentu. Efek keracunan yaitu iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh. Termasuk juga gejala muntah-muntah. Apabila terkontaminasi dengan air buahnya menyebabkan bengkak dan kulit melepuh.

6. Phytotoxin

Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh ebagian kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Akibat terkontaminasi adalah iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah terhirup.

7. Tanin

(67)

saluran pencernaan seperti diare, sakit perut, urin bercampur darah, sakit kepala, kurang nafsu makan dan lain-lain.

8. Saponin

(68)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tumbuhan beracun merupakan tumbuhan yang mengandung racun yang dapat menyebabkan kita mengalami rasa sakit ataupun kematian. Tumbuhan beracun dari hutan kurang mendapat perhatian khusus padahal memiliki potensi yang cukup besar. Pemanfaatan tanaman beracun masih sangat kurang menyebabkan tumbuhan beracun tertinggal dari pemanfaatan tanaman obat. Menurut Hamid dan Nuryani(1992)Indonesia tercatat mempunyai lebih dari 50 famili tumbuhan penghasil racun, sedang sekitar 250 famili lainnya belum diketahui kandungan bahan racunnya. Peranan tumbuhan dalam perkembangan pengobatan tradisi telah diakui selain daripada peranannya seperti sumber makanan, perhiasan, obat maupun bahan racun untuk hama.

Tumbuhan beracun dapat digunakan masyarakat sebagai bahan pengendali hama karena mengandung racun. Kandungan senyawa yang ada dalam tumbuhan beracun bermacam-macam sehingga dapat digunakan pengendali bagi berbagai macam hama. Berdasarkan hasil penelitian Hamid dan Nuryani (1992) sebagian tumbuhan tersebut, interaksi antara tumbuhan dan serangga yang terjadi telah menyebabkan sejumlah senyawa kimia metabolit sekunder tumbuhan mempengaruhi perilaku, perkembangan, dan fisiologis serangga. Dengan strategi penggunaan yang tepat, metabolit sekunder ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengendali hama tertentu.

(69)

obat racun untuk keperluan sehari-hari. Masyarakat Indonesia bahkan dikenal dengan pengetahuan lokal yang tinggi sehingga masyarakat Indonesia dapat memanfaatkan tumbuhan beracun untuk digunakan bagi kebutuhan sehari-hari. Menurut Muktiningsih (2001) masyarakat Indonesia terdiri dari ratusan suku yang masing-masing memiliki kebudayaan tersendiri. Setiap suku memiliki pengetahuan lokal serta tradisional dalam memanfaatkan tumbuhanyang ada dilingkungnnya, salah satunya adalah pemanfaatan tanaman beracun untuk digunakan sebagai pestisida. Sebagaian besar merupakan kakayaan yang diwariskan secara turun-temurun. Pengetahuan lokal ini spesifik bagi setiap suku, sesuai dengan kondisi lingkungannya.

(70)

pestisida sintesis dapat diminimalkan sehingga kerusakan lingkungan yang diakibatkannya pun diharapkan dapat dikurangi pula.

Peneliti memilih kawasan Hutan Wisata Alam Sicike-cike dengan luas kawasan hutan sebesar ± 575 ha yang terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat sebagai tempat penelitian dikarenakan kawasan hutan ini masih memikili kekayaan sumberdaya alam hayati, khususnya keanekaragaman jenis tumbuhan beracun. Perlu dilakukan berbagai penelitian untuk mengetahui potensi keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang ada di kawasan hutan ini sehingga keanekaragaman hayatinya dapat dimanfaatkan masyarakat serta dapat dilestarikan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilaksanakan pada Kawasan Hutan Wisata Alam Sicike-cike ini antara lain:

1. Identifikasi jenis-jenis tumbuhan beracun

2. Analisis kandungan metabolit sekunder dari jenis-jenis tumbuhan beracun 3. Potensi pengembangan tumbuhan beracun.

Manfaat Penelitian

(71)

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-Cike

Taman Wisata Alam Sicike-cike terletak di Kabupaten Dairi, sekitar 450 km dari Medan dan sekitar 30 menit dari kota Sidikalang. Taman Wisata Alam Sicike-cike diresmikan sebagai Hutan Wisata melalui SK Menteri Kehutanan No. 78/Kpts-II/1989 tanggal 7 Februari 1989 dengan luas kawasan 575 ha yang termasuk di Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera Utara.

Letak dan Luas

Secara administratif pemerintahan TWA Sicike-cike terletak di Dusun Pansur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara. Secara geografis terbentang antara 98o20’-98030’ BT dan 2035’-22041’ LU. Secara administrasi pemangkuan kawasan TWA Sicike-Cike termasuk kedalam wilayah Seksi Konservasi Wilayah I Bidang KSDA Sumatera Utara dengan batas administrasi.

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lae Hole 2 Pancur Nauli

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan dan Kecamatan Kerajaan

Potensi Kawasan

(72)

60 cm. Hutan ini cenderung landai, kelerengannya berkisar 40%, hutan ini secara umum mudah dilalui, hanya bagian-bagian tertentu yang sulit karena curam atau bergambut.

Tipe vegetasi TWA Sicike-cike adalah hutan hujan tropis. Sebagaimana karakter hutan hujantropis pada umumnya, di TWA Sicike-cike juga terdapat keragaman tumbuhan mulai dari tumbuhan tingkat rendah hingga tumbuhan tingkat tinggi. Keragaman tumbuhannya terlihat berbeda mulai dari tepian hutan hingga ketinggian 1.400 m dpl. Pada ketinggian tertentu banyak dijumpai pohon kemenyan (Styrax paralleloneurum), Maeang (Palaquium), jenis-jenis Zingiberaceae (Hedychium, Zingiber, Alpinia), jenis-jenis Araliaceae (Arthrophyllum, Brassaiopsis, Schefflera), jenis-jenis Theaceae (Schima wallichii, Eurya nitida), dan jenis-jenis Lauraceae (Cinnamomum, Actinodaphne). Dengan bertambahnya ketinggian, populasi jenis-jenis tersebut semakin berkurang, namun ada jenis lain yang populasinya bertambah sesuai dengan ketinggian tersebut, seperti jenis dari sampinur tali (Dacrydium elatum), sampinur bunga (Dacrycarpus imbricatus), jenis-jenis Fagaceae (Lithocarpus, Quercus), ada juga dari jenis-jenis Andolok (Syzygium, Tristaniopsis), Rhododendron spp. (Rhododendron malayanum dan Rhododendron sessilifolium), Nepenthes spp. (N. rafflesiana, N.reinwardtiana), dan banyak jenis anggrek lainnya.

Tumbuhan Beracun

(73)

kimia metabolit sekunder tumbuhan mempengaruhi perilaku, perkembangan, dan fisiologis serangga. Dengan strategi penggunaan yang tepat, metabolit sekunder ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengendali hama tertentu. Peranan tumbuhan dalam perkembangan pengobatan tradisi telah diakui selain daripada peranannya seperti sumber makanan, perhiasan, obat dan sebagainya (Hamid dan Nuryani, 1992).

Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM (2010) menyatakan bahwa

banyak spesies tumbuhan di dunia tidak dapat dimakan karena kandungan racun yang

dihasilkannya. Proses domestikasi atau pembudidayaan secara berangsur-angsur

dapat menurunkan kadar zat racun yang dikandung oleh suatu tanaman sehingga

tanaman pangan yang kita konsumsi mengandung racun dengan kadar yang jauh lebih

rendah daripada kerabatnya yang bertipe liar (wild type). Penurunan kadar senyawa

racun pada tanaman yang telah dibudidaya antara lain dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan tempat tumbuhnya. Racun yang dihasilkan oleh tanaman merupakan

salah satu cara untuk melawan predator maka tidak mengherankan bila tanaman pangan modern jauh lebih rentan terhadap penyakit.

(74)

yang dapat menerima dampaknya. Kingsburg (1967) pernah menelitilebih kurang 700 spesies tumbuhan yang beracun dan masih banyak lagi yang belum diketahui. Kelompok-kelompok racun yang ditemukan pada tanaman konsumtif, ada beberapa yang larut lemak dan juga dapat bersifat bioakumulatif. Hal ini berarti bila tanaman tersebut dikonsumsi maka racunnya akan tersimpan pada jaringan tubuh, misalnya solanin pada tumbuhan kentang dan lain sebagainya (Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM, 2010).

Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh (kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga mempengaruhi kadar racun dan nutrien yang dikandungnya (Joy, 2014).

(75)

Beberapa ciri tumbuhan beracun sebagai berikut (Ardianto, 2013): 1. Memiliki duri yang tajam dihampir semua bagian

2. Memiliki rambut atau bulu yang sangat lebat dibagian daun atau batang 3. Memiliki getah yang berasa pahit

4. Memiliki bunga atau buah yang berwarna kuat atau gelap 5. Beraroma tidak enak atau menyengat dan berasa pahit 6. Daun terlihat utuh tidak ada bekas-bekas serangga-serangga

Sebagian besar racun atau anti nutrisi umumnya diperoleh dari hasil metabolisme sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua berdasarkan berat molekulnya yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh pigmen pinol, antosin, alkohol, asam-asam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida, inositol, asam-asam hidroksi aromatik, glikosida, fenol, alkaloid, ester, dan eter. Metabolisme sekunder lainnya adalah yang berat molekulnya tinggi yaitu selulosa, pektin, gum, resin, karet, tannin, dan lignin. Tanaman yang mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya dengan cara pencucian air hujan (daun dan kulit), penguapan dari daun (contoh kamfer), ekskresi aksudat pada akar (contoh alang-alang) dan dekomposisi pada bagian tanaman itu sendiri (Widodo, 2005).

Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan

(76)

sepenuhnya diketahui atau belum dimanfaatkan secara mekanis. Beberapa tumbuhan mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan yang lainnya. Menurut Hanenson (1980), komponen-komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan terbagi atas alkaloid, polipeptida dan asam amino, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin, tanin, saponin, dan mineral lainnya.

1. Alkaloid

Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang ditimbulkan hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan berbeda-beda sesuai kondisi lingkungannya, dan alkaloid tersebar di seluruh bagian tumbuhan. Efek terkontaminasi alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air.

2. Polipeptida dan asam amino

Hanya sebagian polipeptida dan asam amino yang bersifat racun. Bila terkontaminasi polipeptida, hypoglycin, akan menyebabkan reaksi hypoglycemic. 3. Glikosida

(77)

4. Asam Oksalat

Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan iklim, yang paling banyak adalah saat akhir musim panas dan musim gugur. Karena oksalat dihasilkan oleh tumbuhan pada akhir produksi, yang terakumulasi dan bertambah selama tumbuhan hidup. Gejala yang ditimbulkan adalah mulut dan kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan kehilangan suara selama dua hari, dan hingga menyebabkan kematian jika terhirup.

5. Resin

Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic dan penol, alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis tertentu. Efek keracunan yaitu iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh. Termasuk juga gejala muntah-muntah. Apabila terkontaminasi dengan air buahnya menyebabkan bengkak dan kulit melepuh.

6. Phytotoxin

Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh ebagian kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Akibat terkontaminasi adalah iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah terhirup.

7. Tanin

(78)

saluran pencernaan seperti diare, sakit perut, urin bercampur darah, sakit kepala, kurang nafsu makan dan lain-lain.

8. Saponin

(79)

ABSTRAK

IMELDA WIDYASTUTI SIMANJORANG: Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Hutan Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Dibimbing oleh Yunus Afifuddin, S.Hut., M.Si. dan Lamek Marpaung, M.Phil., Ph.D

Tumbuhan beracun merupakan tumbuhan yang mengandung racun yang dapat menyebabkan kita mengalami rasa sakit ataupun kematian dan keberadaannya cukup tinggi di wilayah Sumatera Utara secara khusus di kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan beracun, menganalisis kandungan metabolik sekunder, dan mengetahui potensi pengembangan tumbuhan beracun di hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2014. Jenis tumbuhan beracun yang diketahui dicatat dan diidentifikasi. Metode yang dilakukan adalah metode sampling plot berbentuk lingkaran dengan luasan lingkaran sebesar 0,05 ha.

Hasil identifikasi tumbuhan beracun yang dilakukan di hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike ditemukan sebanyak delapan jenis tumbuhan beracun. Jenis yang ditemukan adalah jenis Modang landit (Persea rimosa), jenis Natumpea (Miconia ceramicapa DC), jenis Taratullit (Melia sp.), jenis Suhul-suhul (Macaranga gigantea), jenis Simartolu (Schima sp.), jenis Dong-dong (Laportea stimulans Gaud), jenis Philodendron (Philodendron scandens), dan jenis Api-api (Adinandra dumosa Jack). Potensi tumbuhan beracun di hutan Tamna Wisata Alam Sicike-cike tinggi sehingga perlu pengembangan akan tumbuhan beracun dengan baik serta kandungan metabolik sekundernya yang sudah diketahui akan membantu untuk mengaplikasikannya.

(80)

ABSTRACT

IMELDA Widyastuti Simanjorang: Exploration of Poisonous Plants in Forest Park Nature Sicike-Cike, Dairi, North Sumatra. Supervised of Yunus Afifuddin, S.Hut., M.Sc. and Lamek Marpaung, M.Phil., Ph.D

Poisonous plants are plants that contain toxins that can be cause us to feel pain or death and its presence is quite high in the region of North Sumatra in particular in the area of Forest Park Nature Sicike-Cike. This study aims to identify the types of poisonous plants, analyze the content of secondary metabolic, and knowing the potential for the development of poisonous plants in the Natural Park Forest Sicike-Cike. This study was conducted in July 2014, a poisonous plant known type is recorded and identified. The method used is a circular plot sampling method with a circular area of 0.05 ha.

The results of the identification of poisonous plants conducted in forest Nature Park Sicike-Cike found as many as eight different types of poisonous

plants. Type found was Modang landit (Persea rimosa)species, Natumpea (Miconia ceramicapa DC) species, Taratullit (Melia sp.) species, Suhul-suhul

(Macaranga gigantea) species, Simartolu (Schima sp.) species, Dong-dong (Laportea stimulans Gaud) species, Philodendron (Philodendron scandens) species, and Api-api (Adinandra dumosa Jack) species. Potential toxic plants in the forest Park Nature Sicike- cike high that will need development as well as poisonous plants with secondary metabolic content that has been known to help to apply it.

(81)

EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN PADA KAWASAN

HUTAN TAMAN WISATA ALAM SICIKE-CIKE,

KABUPATEN DAIRI, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh :

Imelda Widyastuti Simanjorang 101201132

Teknologi Hasil Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(82)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Eksplorasi Tumbuhan Beracun Pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara

Nama : Imelda Widyastuti Simanjorang

NIM : 101201132

Minat : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :

Yunus Afifuddin, S. Hut, M. Si

Ketua Anggota Lamek Marpaung, M. P.hil, Ph. D

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kehutanan

(83)

ABSTRAK

IMELDA WIDYASTUTI SIMANJORANG: Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Hutan Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Dibimbing oleh Yunus Afifuddin, S.Hut., M.Si. dan Lamek Marpaung, M.Phil., Ph.D

Tumbuhan beracun merupakan tumbuhan yang mengandung racun yang dapat menyebabkan kita mengalami rasa sakit ataupun kematian dan keberadaannya cukup tinggi di wilayah Sumatera Utara secara khusus di kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan beracun, menganalisis kandungan metabolik sekunder, dan mengetahui potensi pengembangan tumbuhan beracun di hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2014. Jenis tumbuhan beracun yang diketahui dicatat dan diidentifikasi. Metode yang dilakukan adalah metode sampling plot berbentuk lingkaran dengan luasan lingkaran sebesar 0,05 ha.

Hasil identifikasi tumbuhan beracun yang dilakukan di hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike ditemukan sebanyak delapan jenis tumbuhan beracun. Jenis yang ditemukan adalah jenis Modang landit (Persea rimosa), jenis Natumpea (Miconia ceramicapa DC), jenis Taratullit (Melia sp.), jenis Suhul-suhul (Macaranga gigantea), jenis Simartolu (Schima sp.), jenis Dong-dong (Laportea stimulans Gaud), jenis Philodendron (Philodendron scandens), dan jenis Api-api (Adinandra dumosa Jack). Potensi tumbuhan beracun di hutan Tamna Wisata Alam Sicike-cike tinggi sehingga perlu pengembangan akan tumbuhan beracun dengan baik serta kandungan metabolik sekundernya yang sudah diketahui akan membantu untuk mengaplikasikannya.

(84)

ABSTRACT

IMELDA Widyastuti Simanjorang: Exploration of Poisonous Plants in Forest Park Nature Sicike-Cike, Dairi, North Sumatra. Supervised of Yunus Afifuddin, S.Hut., M.Sc. and Lamek Marpaung, M.Phil., Ph.D

Poisonous plants are plants that contain toxins that can be cause us to feel pain or death and its presence is quite high in the region of North Sumatra in particular in the area of Forest Park Nature Sicike-Cike. This study aims to identify the types of poisonous plants, analyze the content of secondary metabolic, and knowing the potential for the development of poisonous plants in the Natural Park Forest Sicike-Cike. This study was conducted in July 2014, a poisonous plant known type is recorded and identified. The method used is a circular plot sampling method with a circular area of 0.05 ha.

The results of the identification of poisonous plants conducted in forest Nature Park Sicike-Cike found as many as eight different types of poisonous

plants. Type found was Modang landit (Persea rimosa)species, Natumpea (Miconia ceramicapa DC) species, Taratullit (Melia sp.) species, Suhul-suhul

(Macaranga gigantea) species, Simartolu (Schima sp.) species, Dong-dong (Laportea stimulans Gaud) species, Philodendron (Philodendron scandens) species, and Api-api (Adinandra dumosa Jack) species. Potential toxic plants in the forest Park Nature Sicike- cike high that will need development as well as poisonous plants with secondary metabolic content that has been known to help to apply it.

(85)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Silalahi, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 21 Mei 1992 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari Ayah bernama Arisman Simanjorang dan Ibu bernama Pine Gurning.

Penulis memulai pendidikan formal dari Sekolah Dasar di SD INPRES 034796 Silalahi, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara pada tahun 1998 dan lulus tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Silalahi, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Sidikalang, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima dan terdaftar di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada semester VII tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa minat Teknologi Hasil Hutan.

Penulis telah melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Hutan Pendidikan TAHURA Bukit Barisan Kabupaten Karo pada tahun 2012 yang dilaksanakan selama 10 hari. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi pada tahun 2014 yang berlangsung selama 1 bulan.

(86)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Judul dari penelitian ini adalah “Eksplorasi tumbuhan Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike Kabupaten Dairi, Sumatera Utara” dan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tumbuhan beracun sehingga dapat memberikan masukan bagi pihak yang memerlukan.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Orangtua penulis, Bapak Arisman Gurning dan Ibu Pine Gurning beserta saudara saya William Simanjorang, Danur Windo Simanjorang, dan Bonita Marlindang Simanjorang yang telah memberi dukungan materi dan doanya kepada penulis.

2. Bapak Yunus Affifuddin, S.Hut., M.Si.sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Siti Latifah S.Hut., M. Si., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara beserta dosen-dosen pengajar. 4. Bapak Simamora, Bapak Siahaan, Bapak Bukit, Bapak Samuel Siahaan, dan

Bapak Bergiat Sembiring yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike.

5. Teman-teman saya Astri Hutauruk, Moses Sipayung, dan Arif Budiman yang telah banyak membantu selama penelitian.

(87)

Manurung, Yaena Adelisa Manurung, Rasi Tarigan, Reza Nachsybandi, Jecson Sagala, Santy DN Purba, dan teman-teman yang lain yang tidak dapat saya sebutkan namanya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan karya ilmiah ini. Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Medan, Agustus 2014

(88)

DAFTAR ISI

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-Cike ... 4

Letak dan Luas ... 4

Potensi Kawasan ... 4

Tumbuhan Beracun ... 5

Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan ... 8

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

Alat dan Bahan ... 12

Metode Pengumpulan Data ... 12

Aspek Pengetahuan Lokal ... 13

Aspek Keanekaragaman ... 13

Uji Fitokimia ... 15

Pengujian Alkaloid ... 15

Pengujian Terpen ... 17

Pengujian Flavonoid ... 18

(89)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Pengetahuan Lokal ... 20

Deskripsi Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike ... 21

Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike ... 32

Pengujian Fitokimia Tumbuhan Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike ... 34

Terpen ... 36

Saponin ... 37

Alkaloid ... 38

Flavonoid ... 39

Tanin ... 39

Potensi Tumbuhan Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 43

(90)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Desain Plot Tumbuhan Beracun... 13

2. Skema Pengujian Alkaloid. ... 16

3. Skema Pengujian Triterpen-Steroid. ... 17

4. Skema Pengujian Flavonoid. ... 19

5. Modang Landit (Persea rimosa). . ... 21

6. Natumpea (Miconia ceramicapa DC). ... 22

7. Suhul-suhul (Macaranga gigantea). ... 24

8. Simartolu (Schima sp.). ... 25

9. Taratullit (Melia sp.) ... 26

10.Dong-dong (Laportea stumulans Gaud). ... 28

11.Philodendron (Philodendron scandens). ... 29

12.Api-api (Adinandra dumosa Jack). ... 31

13.Hasil pengujian terpen... 36

(91)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Hasil Wawancara dengan Masyarakat tentang Tumbuhan Beracun ... 20

2. Analisis Tumbuhan Beracun di Hutan Taman Wisata Alam

Sicike-Cike. ... 32 3. Data Hasil Uji Fitokimia Tumbuhan Beracun di Hutan Taman

(92)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Kuisioner Penelitian Eksplorasi Tumbuahn Beracun di Hutan

Taman Wisata Alam Sicike-cike ... 46 2. Data Potensi Populasi Sample Jenis Tumbuhan Beracun yang

Diteliti pada Kawasan Hutan Wisata Alam Sicike-cike. ... 46 3. Data hasil uji fitokimia di Laboratorium Bahan Kimia Alam,

Gambar

Gambar 16. Persiapan bahan (a) tumbuhan beracun diiris kecil-kecil dan                  (b) tumbuhan beracun yang sudah diiris dimasukkan kedalam erlenmeyer
Gambar 17. Persiapan bahan (a) pemberian metanol dan (b) tumbuhan beracun yang sudah diberi metanol ditutup dengan kantong plastik
Gambar 20. Pengujian Natumpea (a) sebelum diberikan pereaksi dan                           (b) setelah diberikan pereaksi
Gambar 23. Pengujian Dong-dong (a) sebelum diberikan pereaksi dan                         (b) setelah diberikan pereaksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat 17 jenis tumbuhan beracun yang diskrining fitokimia untuk mengetahui kandungan metabolit sekundernya, diantaranya 10

Kata kunci: Jamur Beracun, Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, dan Metabolit

Hutan di Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat tinggi.Baru dalam beberapa tahun terahir ini, setelah era keemasan kayu bulat terlewati dengan meninggalkan

Peneliti memilih kawasan Hutan Wisata Alam Sicike-cike yang terletak di. dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak

Tanaman hias yang ada di sekitar kita memiliki keanekaragaman yang banyak sehingga keanekaragaman tanaman hias tersebut dapat diciptakan sebagai tatanan lingkungan yang

tanaman pangan yang kita konsumsi mengandung racun dengan kadar yang jauh lebih.. rendah daripada kerabatnya yang bertipe liar ( wild

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi dan pengetahuan tentang jenis-jenis tumbuhan beracun dan pemanfaatan tumbuhan beracun bagi masyarakat dan

Pengujian fitokimia pada tumbuhan beracun yang ditemukan menunjukan bahwa tumbuhan Sempuyung ( Hibiscus heterophyllus ) dan Krisan ( Crhysantemum Sp. ) mengandung