TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan Umum Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-Cike
Taman Wisata Alam Sicike-cike terletak di Kabupaten Dairi, sekitar 450
km dari Medan dan sekitar 30 menit dari kota Sidikalang. Taman Wisata Alam
Sicike-cike diresmikan sebagai Hutan Wisata melalui SK Menteri Kehutanan No.
78/Kpts-II/1989 tanggal 7 Februari 1989 dengan luas kawasan 575 ha yang
termasuk di Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera
Utara.
Letak dan Luas
Secara administratif pemerintahan TWA Sicike-cike terletak di Dusun
Pansur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi dan
Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara. Secara geografis terbentang antara
98o20’-98030’ BT dan 2035’-22041’ LU. Secara administrasi pemangkuan kawasan TWA Sicike-Cike termasuk kedalam wilayah Seksi Konservasi Wilayah
I Bidang KSDA Sumatera Utara dengan batas administrasi.
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lae Hole 2 Pancur Nauli
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan dan
Kecamatan Kerajaan
Potensi Kawasan
Hutan di TWA Sicike-cike sangat kaya akan tumbuhan semak, liana, herba
60 cm. Hutan ini cenderung landai, kelerengannya berkisar 40%, hutan ini secara
umum mudah dilalui, hanya bagian-bagian tertentu yang sulit karena curam atau
bergambut.
Tipe vegetasi TWA Sicike-cike adalah hutan hujan tropis. Sebagaimana
karakter hutan hujantropis pada umumnya, di TWA Sicike-cike juga terdapat
keragaman tumbuhan mulai dari tumbuhan tingkat rendah hingga tumbuhan
tingkat tinggi. Keragaman tumbuhannya terlihat berbeda mulai dari tepian hutan
hingga ketinggian 1.400 m dpl. Pada ketinggian tertentu banyak dijumpai pohon
kemenyan (Styrax paralleloneurum), Maeang (Palaquium), jenis-jenis
Zingiberaceae (Hedychium, Zingiber, Alpinia), jenis-jenis Araliaceae
(Arthrophyllum, Brassaiopsis, Schefflera), jenis-jenis Theaceae (Schima wallichii,
Eurya nitida), dan jenis-jenis Lauraceae (Cinnamomum, Actinodaphne). Dengan
bertambahnya ketinggian, populasi jenis-jenis tersebut semakin berkurang, namun
ada jenis lain yang populasinya bertambah sesuai dengan ketinggian tersebut,
seperti jenis dari sampinur tali (Dacrydium elatum), sampinur bunga
(Dacrycarpus imbricatus), jenis-jenis Fagaceae (Lithocarpus, Quercus), ada juga
dari jenis-jenis Andolok (Syzygium, Tristaniopsis), Rhododendron spp.
(Rhododendron malayanum dan Rhododendron sessilifolium), Nepenthes spp. (N.
rafflesiana, N.reinwardtiana), dan banyak jenis anggrek lainnya.
Tumbuhan Beracun
Indonesia tercatat mempunyai lebih dari 50 famili tumbuhan penghasil
racun, sedang sekitar 250 famili lainnya belum diketahui kandungan bahan
racunnya. Berdasarkan hasil penelitian sebagian tumbuhan tersebut, interaksi
kimia metabolit sekunder tumbuhan mempengaruhi perilaku, perkembangan, dan
fisiologis serangga. Dengan strategi penggunaan yang tepat, metabolit sekunder
ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengendali hama tertentu.
Peranan tumbuhan dalam perkembangan pengobatan tradisi telah diakui selain
daripada peranannya seperti sumber makanan, perhiasan, obat dan sebagainya
(Hamid dan Nuryani, 1992).
Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM (2010) menyatakan bahwa
banyak spesies tumbuhan di dunia tidak dapat dimakan karena kandungan racun yang
dihasilkannya. Proses domestikasi atau pembudidayaan secara berangsur-angsur
dapat menurunkan kadar zat racun yang dikandung oleh suatu tanaman sehingga
tanaman pangan yang kita konsumsi mengandung racun dengan kadar yang jauh lebih
rendah daripada kerabatnya yang bertipe liar (wild type). Penurunan kadar senyawa
racun pada tanaman yang telah dibudidaya antara lain dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan tempat tumbuhnya. Racun yang dihasilkan oleh tanaman merupakan
salah satu cara untuk melawan predator maka tidak mengherankan bila tanaman
pangan modern jauh lebih rentan terhadap penyakit.
Generasi saat ini lebih yakin kepada pengobatan secara tradisi walaupun
akhirnya ada diantara mereka yang menerima pengobatan moden. Selain daripada
tumbuhan yang digunakan sebagai obat, terdapat juga tumbuhan yang menjaga
kesehatan manusia dan hewan. Tidak semua tumbuhan digunakan sebagai obat
malah ada tumbuhan yang beracun. Tumbuhan beracun adalah
tumbuhan-tumbuhan yang boleh menyebabkan kesakitan, mabuk atau kematian apabila kita
memakan, meminum atau menyentuh bahagian-bahagian tertentu. Tumbuhan
yang dapat menerima dampaknya. Kingsburg (1967) pernah menelitilebih kurang
700 spesies tumbuhan yang beracun dan masih banyak lagi yang belum diketahui.
Kelompok-kelompok racun yang ditemukan pada tanaman konsumtif, ada
beberapa yang larut lemak dan juga dapat bersifat bioakumulatif. Hal ini berarti
bila tanaman tersebut dikonsumsi maka racunnya akan tersimpan pada jaringan
tubuh, misalnya solanin pada tumbuhan kentang dan lain sebagainya
(Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM, 2010).
Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi
antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh
(kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas
yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga mempengaruhi kadar racun
dan nutrien yang dikandungnya (Joy, 2014).
Anti nutrisi bisa terdapat pada tanaman umumnya terjadi karena faktor
dalam (faktor intrinsik), yaitu suatu keadaan pada tanaman yang secara genetik
mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi dalam jaringan tubuhnya.
Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam amino toksik, dan saponin adalah beberapa
contohnya. Faktor lainnya adalah faktor luar (faktor lingkungan), yaitu suatu
keadaan pada tanaman yang secara genetik tidak mengandung unsur anti nutrisi
tetapi diperoleh dari pengaruh luar yang berlebihan atau mendesak (zat yang tidak
diinginkan mungkin masuk dalam jaringan tubuhnya). Contohnya adalah Se yang
terdapat secara berlebihan pada tanaman dan mampu mengakumulasi Se dalam
protein, misalnya pada jenis Astragalus sp., juga unsur radioaktif yang masuk
dalam rantai metabolik unsur yang kemudian terdeposit sebagai unsur-unsur
Beberapa ciri tumbuhan beracun sebagai berikut (Ardianto, 2013):
1. Memiliki duri yang tajam dihampir semua bagian
2. Memiliki rambut atau bulu yang sangat lebat dibagian daun atau batang
3. Memiliki getah yang berasa pahit
4. Memiliki bunga atau buah yang berwarna kuat atau gelap
5. Beraroma tidak enak atau menyengat dan berasa pahit
6. Daun terlihat utuh tidak ada bekas-bekas serangga-serangga
Sebagian besar racun atau anti nutrisi umumnya diperoleh dari hasil
metabolisme sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua
berdasarkan berat molekulnya yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh
pigmen pinol, antosin, alkohol, asam-asam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida,
inositol, asam-asam hidroksi aromatik, glikosida, fenol, alkaloid, ester, dan eter.
Metabolisme sekunder lainnya adalah yang berat molekulnya tinggi yaitu
selulosa, pektin, gum, resin, karet, tannin, dan lignin. Tanaman yang mengandung
metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya dengan cara pencucian air hujan
(daun dan kulit), penguapan dari daun (contoh kamfer), ekskresi aksudat pada
akar (contoh alang-alang) dan dekomposisi pada bagian tanaman itu sendiri
(Widodo, 2005).
Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan
Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun, dan kemungkinan
dapat disebabkan oleh senyawa racun yang terkandung di dalam tumbuhan
tersebut. Setiap jenis tumbuhan beracun mengandung zat-zat atau senyawa kimia
sepenuhnya diketahui atau belum dimanfaatkan secara mekanis. Beberapa
tumbuhan mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen
kimianya satu dengan yang lainnya. Menurut Hanenson (1980),
komponen-komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan terbagi atas alkaloid, polipeptida dan
asam amino, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin, tanin, saponin, dan
mineral lainnya.
1. Alkaloid
Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang
ditimbulkan hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan
berbeda-beda sesuai kondisi lingkungannya, dan alkaloid tersebar di seluruh bagian
tumbuhan. Efek terkontaminasi alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa
panas dan memerah, jantung berdenyut kencang, penglihatan menjadi gelap dan
menyebabkan susah buang air.
2. Polipeptida dan asam amino
Hanya sebagian polipeptida dan asam amino yang bersifat racun. Bila
terkontaminasi polipeptida, hypoglycin, akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.
3. Glikosida
Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses
hidrolisis, yang biasa disebut aglikon. Glikosida adalah senyawa yang paling
banyak terdapat pada tumbuhan daripada alkaloid. Gejala yang ditimbulkan
apabila terkontaminasi glikosida adalah iritasi pada mulut dan perut, diare hingga
4. Asam Oksalat
Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan
iklim, yang paling banyak adalah saat akhir musim panas dan musim gugur.
Karena oksalat dihasilkan oleh tumbuhan pada akhir produksi, yang terakumulasi
dan bertambah selama tumbuhan hidup. Gejala yang ditimbulkan adalah mulut
dan kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan
kehilangan suara selama dua hari, dan hingga menyebabkan kematian jika
terhirup.
5. Resin
Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic dan
penol, alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis
tertentu. Efek keracunan yaitu iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh.
Termasuk juga gejala muntah-muntah. Apabila terkontaminasi dengan air
buahnya menyebabkan bengkak dan kulit melepuh.
6. Phytotoxin
Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh ebagian
kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Akibat
terkontaminasi adalah iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan
pembengkakan organ tubuh setelah terhirup.
7. Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol yang bersifat terhidrolisa dan kental.
Senyawa ini telah dikembangkan oleh tanaman sebagai bentuk pertahanan
terhadap serangan eksternal dari predator yang memiliki rasa sangat pahit
saluran pencernaan seperti diare, sakit perut, urin bercampur darah, sakit kepala,
kurang nafsu makan dan lain-lain.
8. Saponin
Saponin adalah glikosida tanaman yang ditandai dengan munculnya busa
di permukaan air bila dicampur atau diaduk, yang telah dikenal serta diakui
sebagai sabun alami dan telah menyebabkan beberapa tanaman seperti soapwort
(Saponaria officinalis) umum digunakan sebagai sabun untuk waktu yang lama.
Saponinketika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar daripada yang
diizinkan, senyawa ini menjadi tergolong beracun. Gejala yang ditimbulkan bagi
manusia apabila saponin dikonsumsi secara berlebihanadalahdapat menyebabkan
kerusakan pada mukosa pencernaan sehingga menderita muntah-muntah, sakit
perut, perdarahan, pusing, maag dan begitu terkontaminasi ke sistem peredaran
darah, senyawa ini dapat merusak ginjal dan hati serta mempengaruhi sistem saraf