LAMPIRAN
Hasil pengujian skrining fitokimia:
1. Colitricia sp
a. Pengujian Alkaloid b. Pengujian Flavonoid c. Pengujian Glikosida
d. Pengujian Steroid e. Pengujian Tanin
2. Ganoderma applanatum
3. Ganoderma sp. 1
a. Pengujian Alkaloid b. Pengujian Flavonoid c. Pengujian Glikosida
d. Pengujian Saponin
4. Ganoderma sp. 2
d. Pengujian Saponin
5. Trametes versicolor
a. Pengujian Alkaloid b. Pengujian Flavonoid c. Pengujian Glikosida
d. Pengujian Steroid
6. Trametes sp. 1
d. Pengujian Steroid e. Pengujian Tanin
7. Trametes sp. 2
a. Pengujian Flavonoid b. Pengujian Steroid c. Pengujian Glikosida
DAFTAR PUSTAKA
Arora, K., O`Connor, M. B., and R. Warrior. 1996. BMP Signaling in Drosophila Embryogenesis. Annals of the New York Academy of Sciences 785: 80-97
Asnah. 2010. Inventarisasi Jamur Makroskopis di Ekowisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Program Studi Magister Biologi.Universitas Sumatera Utara.
Chew et all, 2008. Early Onset Muscarinic Manifestations after Wild Mushroom Ingestion, Emergency Medicine Department, School of Medical Sciencies, University Sains Malaysia, Malaysia.
Depkes. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hal. 29-31.
. 1995. Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hal. 321-326, 333-337.
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences 55(3):263.
Goldstein, J. L. dan T. Swain. 1965. The Inhibition of Enzymes by Tannins. Phytochemistry Volume 4, pp. 185-192. Great Britain : Elsevier Science Ltd.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan dari Phytochemical Methods oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB. Bandung. Hal 47-245. . 1996. Metode Kimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan ke-2.
ITB Press. Bandung.
Hostettmann, K. dan A. Marston. 1995. Saponins. London : Cambridge University Press. Loveless, A. R. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Edisi Kedua.
PT Gramedia. Jakarta.
Onrizal. 2008. Petunjuk Praktikum Ekologi Hutan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Pratama, H. 2015. Eksplorasi Jamur Makroskopis yang Beracun di Cagar Alam Martelu
Purba Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Medan
Restuati, M. 2004. Ekstraksi Senyawa Fitokimia Tanaman Obat. Makalah
vhvhvhPelatihan Ekstraksi Tanaman Obat Program SP-04 FMIPA Unimed, bhhbhbMedan 28 Februari-6 Maret 2005
Sembiring, R. 2012. Keanekaragaman Vegetasi Tanaman Obat di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Kawasan Taman Hutan Raya Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara. USU Press. Medan.
Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM. 2010. Racun Alami pada Tanaman Pangan. Soerinegara dan Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soetarno S. 1990. Terpenoid, Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati ITB. Bandung. Sugiarto, A. 2010. Eksplorasi dan Koleksi Jamur pada Kawasan Taman Nasional Bogani
Nani Wartabone. Sulawesi Utara
Taofik. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Air Daun Paitan (Thitonia Deversifolia) sebagai Bahan Insektisida Botani Untuk Pengendali Hama Tungau Eriophydae. Bogor.
Winaro, F.G ., U.P . Triono dan R. Dandun P.A . 1999 . Jamur sebagai pangan dan obat. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Hutan Taman Wisata Alam
Sicike-cike yang terletak di Dusun Pansur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan
Parbuluan, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat, dan di Laboratorium
Farmakognosi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini
dilaksanakan bulan Juni - Juli 2014.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis, beaker
glass, erlenmeyer, gelas corong, blender, lemari pengering,gelas ukur, kalkulator,
kamera, kantong plastik, kertas label, kertas saring, oven, penangas air, pipet tetes,
aluminium foil, saringan, shaker, spatula, tabung reaksi, desikator, stopwatch,
cawan porselin, krus tang dan pisau dan timbangan analitik.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain meliputi jamur
beracun. Bahan kimia yang digunakan adalah metanol, toluen, kloroform,
isoprospanol, benzen, n-heksana, asam nitrat pekat, asam klorida pekat, asam
sulfat pekat, raksa (II) klorida, bismut (III) nitrat, besi (III) klorida, timbal (II)
asetat, kalium iodida, kloralhidrat, asam asetat anhidrida, natrium hidroksida, amil
alkohol, natrium sulfat anhidrat, serbuk magnesium. Bahan kimia berkualitas
Metode Pengumpulan Data
1. Aspek pengetahuan lokal
Survei pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui pengaruh
adanya jamur beracun bagi masyarakat yang diperoleh dari hasil
wawancara. Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah
pimpinan masyarakat setempat dan ahli pengobatan tradisional. Data yang
diperoleh dari hasil wawancara bersama informan kunci ditabulasikan dan
di analisa secara deskriptif.
2. Aspek Keanekaragaman
Metode pengumpulan jamur beracun dilakukan dengan
menggunakan metode sampling plot, yaitu dengan membuat sampling plot
di dalam jalur. Eksplorasi dilakukan dengan metode purposive sampling
dimana penentuan titik awal dilakukan berdasarkan tempat yang dianggap
banyak terdapat jamur beracunnya. Luasan penelitian yang akan dilakukan
adalah 57,5 ha. Sampling plot yang dibuat adalah berbentuk lingkaran
dengan jari-jari 12,6 m dengan luasan lingkaran sebesar 0,05 ha.
Pengamatan jamur beracun dilakukan secara eksploratif di dalam plot
sepanjang jalur pengamatan (Sembiring, 2012).
50 m
Gambar 1. Desain Plot Jamur Beracun L=0,05ha
Pengumpulan data analisis vegetasi tumbuhan aromatik menggunakan
metode purposive sampling dengan plot lingkaran berdiameter 25,2 m, luas plot
lingkaran 0,05 ha, dan jumlah plot sebanyak 413 plot.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus:
a. Kerapatan suatu jenis (K)
K = ∑ individu suatu jenis Luas petak contoh
b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
KR = K suatu jenis x100% ∑ K seluruh jenis
c. Frekuensi suatu jenis (F)
F = ∑ Sub petak ditemukan suatu jenis ∑ Seluruh sub petak
d. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)
FR = F Suatu jenis x 100% ∑ F Seluruh jenis
e. Indeks Nilai Penting (INP)
INP = KR + FR
f. Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner
H` = - ∑ (ni/N) ln (ni/N)
Kriteria nilai H’ yang digunakan adalah (Onrizal, 2008):
a. Nilai H’ > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek
adalah melimpah tinggi
b. Nilai H’ 2 < H’ < 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
c. Nilai H’ < 2 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek
adalah sedikit atau rendah.
Uji Metabolit Sekunder
Uji metabolit sekunder merupakan kegiatan menguji golongan metabolit
dari masing-masing ekstrak jamur beracun dengan menggunakan pereaksi
tertentu. Adapun prosedur uji metabolit sekunder yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Pengujian Alkaloid
Sampel yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 0,5 g
kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling,
dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring.
Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi,
lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada tabung reaksi pertama
ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, pada tabung reaksi kedua
ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat dan pada tabung reaksi ketiga
ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff. Alkaloid positif jika terjadi
endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan diatas
Gambar 2. Skema Pengujian Alkaloid
2. Pengujian Triterpenoid/steroid
Sampel yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi
dengan 20 ml petroleum eter selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan
dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan pereaksi
Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna
ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau
menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Harborne, 1987). sampel 0,5 g
ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N
ditambahkan 9 ml air suling
dipanaskan selama 2 menit
didinginkan lalu disaring
filtrat 0,5 ml
dimasukkan kedalam 3 tabung pereaksi
pereaksi Mayer 2 tetes pereaksi Bouchardart 2 tetes pereaksi Dragendorff 2 tetes
Gambar 3. Skema Pengujian Triterpenoid/Steroid
3. Pengujian Flavonoid
Sebanyak 10 g sampel yang sudah dihaluskan ditambahkan 10 ml
air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke
dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam
klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah.
Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning atau jingga pada
lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966). sampel 1 g
terjadi perubahan warna dimaserasi dengan 20 ml
petroleum eter selama 2 jam
disaring lalu diuapkan
Gambar 4. Skema Pengujian Flavonoid
4. Pengujian Saponin
Sampel yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 0,5 g dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas,
didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk
busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih
tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan
adanya saponin (Depkes, 1995).
sampel 10 g
ditambahkan 10 ml air panas
dididihkan selama 5 menit
disaring
5 ml filtrat
ditambahkan 0,1 g serbuk
ditambahkan 1 ml asam klorida pekat
ditambahkan 2 ml amil alkohol
dikocok dan dibiarkan memisah
Gambar 5. Skema Pengujian Saponin
5. Pengujian Glikosida
Sebanyak 3 g sampel yang sudah dihaluskan disari dengan 30 ml
campuran etanol 95% dengan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N,
direfluks selama 1 jam, didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat
ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok,
didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran
isopropanol dan kloroform (2:3) dilakukan berulang sebanyak 3 kali.
Kumpulan sari air diuapkan dan sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol.
Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan diatas
penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi
Molish. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat melalui dinding tabung,
terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya
glikosida(Depkes, 1979).
sampel 0,5 g
ditambahkan 10 ml air panas
didinginkan lalu dikocok selama 10 menit
ditambahkan 1 tetes asam klorida 2 N
Gambar 6. Skema Pengujian Glikosida sampel 3 g
disari dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2N
direfluks selama 1 jam
didinginkan lalu disaring
filtrat 20 ml
ditambahkan 25 ml air suling
ditambahkan 25 ml timbal
dikocok
didiamkan 5 menit lalu disaring
disari dengan 20 ml campuran isopropanol + kloroform (2:3)
sari air
diuapkan dan sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol
larutan sisa
terbentuk cincin ungu dimasukkan dalam tabung reaksi
diuapkan diatas penangas air
sisanya ditambahkan 2 ml air
+ 5 tetes pereaksi Molish
6. Pengujian Tanin
Sebanyak 0,5 g sampel yang sudah dihaluskan disari dengan 10 ml air
suling laludisaring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak
berwarna. Diambil 2 ml larutan dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi
(III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman
menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).
Gambar 7. Skema Pengujian Tanin sampel 0,5 g
disari dengan 10 ml air suling lalu disaring
filtrat
diencerkan dengan air suling
diambil 2 ml larutan
ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Pengetahuan Lokal
Survei pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui adanya jenis-jenis
jamur beracun pada kawasan Hutan TWA Sicike-cike Kabupaten Dairi. Sumber
wawancara adalah sebanyak 5 informan yang mengetahui tentang jamur beracun
pada TWA Sicike-cike dimana 2 informan diantaranya adalah pegawai dari dinas
kehutanan setempat yaitu Bapak Sembiring dan Bapak Siahaan, 3 informan
lainnya adalah Bapak Sianturi, Bapak Simamora dan Bapak Bukit. Berikut
disajikan tabel jenis-jenis jamur beracun hasil wawancara dengan masyarakat
setempat.
Tabel 1. Jenis jamur beracun hasil wawancara dengan masyarakat
No Nama Tumbuhan Ciri-ciri Menurut Masyarakat
1. Colitricia sp Memiliki badan buah bertudung,
berwarna cokelat kemerahan.
2. Ganoderma applanatum Berbentuk seperti kipas, berlendir dan
berwarna cokelat.
3. Ganoderma sp. 1 Berbentuk seperti kipas, berlendir dan berwarna cokelat kehitaman.
4. Trametes versicolor Bertangkai semisirkuler, berwarna cokelat muda.
5. Trametes sp. 1 Bertangkai semisirkuler, berwarna
cokelat kehitaman. .
Tabel 1 menyatakan jenis jenis jamur beracun yang diketahui oleh
narasumber. Membandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Pratama (2015) di Cagar Alam Martelu Purba didaptkan 12 jenis jamur yaitu
Auricularia auricular, Ganoderma sp, Tyromycetes floriformes, Colitricia sp,
Vascellum sp, Trametes corruguta, Cantharellus sp, Xylaria polymorpha,
Sarcoscypha coccinea, Polyporus arcularius, Trametes sp dan Lycoperdon sp.
(2010) pada kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone didapati 12 jenis
jamur yaitu Clitocybe odara, Ganoderma applanatum, Piptoparus sp, Daldinia
concentrica, Heterobasidium sp, Phellinus sp, Trametes sp 1, Colitricia sp,
Ganoderma sp. 1, Fames formentaricus, Polyporus sp dan Auricularia sp dan dari
jenis jamur tersebut, terdapat 4 jenis jamur yang sama dengan yang ditemukan di
Hutan Wisata Alama Sicike-cike yaitu Colitricia sp, Ganoderma applanatum,
Ganoderma sp. 1 dan Trametes sp. 1. Hasil wawancara dengan masyarakat
setempat mengatakan bahwa jamur Ganoderma applanatum dan Ganoderma sp. 1
dapat merusak pohon yang masih hidup dengan cara membusukkan bagian yang
ditumbuhi oleh jamur tersebut.
Tabel 2. Jamur beracun hasil uji metabolit sekunder di laboratorium farmasi
No Nama Tumbuhan Hasil Laboratorium Kandungan Senyawa
1. Colitricia sp Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida, Saponin, dan Triterpen/ Steroid.
2. Ganoderma applanatum Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida, Saponin, dan Triterpen/ Steroid. 3. Ganoderma sp. 1 Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida,
Saponin, dan Triterpen/ Steroid. 4. Ganoderma sp. 2 Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida,
Saponin, dan Triterpen/ Steroid. 5. Trametes versicolor Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida,
Saponin, dan Triterpen/ Steroid. 6. Trametes sp. 1 Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida, dan
Triterpen/ Steroid.
7. Trametes sp. 2 Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida, Saponin, dan Triterpen/ Steroid.
Tabel 2 menyatakan bahwa jamur yang diperoleh dari eksplorasi di hutan
TWA Sicike-cike dinyatakan beracun. Ketujuh spesies jamur ini dinyatakan
beracun berdasarkan uji metabolit sekunder yang dilakukan di laboratorium
Deskripsi Jamur Beracun yang Ditemukan di Kawasan Hutan TWA Sicike-cike
Jenis-jenis jamur beracun yang ditemukan di Kawasan Hutan TWA
Sicike-cike ada 7 jenis. Jenis jamur beracun yang ditemukan dideskripsikan
sebagai berikut :
1. Colitricia sp
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota Kelas : Hymenomycetes Ordo : Aphylloporales Famili : Polyporaceae Genus : Colitricia Spesies : Colitricia sp
Hasil pengamatan menunjukkan spesies Colitricia sp memiliki ciri-ciri
tubuh badan buah bertudung dan cabang, biasanya teresterial, bagian tudungnya
berukuran 1-5 cm, berbentuk setengah lingkaran, permukaan kering berwarna
kecoklatan, bagian cabang 1-5 cm, ketebalan cabang 1-4 cm, berwarna coklat
kemerahan. Spora berwarna kuning kecoklatan, berukuran 6-10 x 4,5-7 mikron,
lonjong dan licin. Terlalu keras untuk dimakan dan habitatnya soliter atau didalam
koloni kecil, biasanya pada tanah atau lumut kayu. Keadaan jamur yang didapat
ketika berada di lapangan berwarna coklat kemerahan, terdapat pada akar pohon
besar yang masih hidup dan tumbuh pada daerah yang habitatnya lembab, ditutupi
oleh naungan dan sedikit mendapatkan cahaya matahari. Kandungan kimia
Colitricia sp adalah senyawa golongan alkaloid,flavonoid, glikosida, saponin dan
triterpen/steroid. Berikut disajikan gambar Colitricia sppada Hutan TWA
Gambar 8. Colitricia sp
2. Ganoderma applanatum
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota Kelas : Hymenomycetes Ordo : Aphylloporales Famili : Ganodermataceae Genus : Ganoderma
Spesies : Ganoderma applanatum
Hasil pengamatan menunjukkan spesies Ganoderma applanatum memiliki
ciri-ciri tubuh tidak bertangkai (sessil), berbentuk kipas, awalnya berwarna putih
kemudian ditutupi oleh karat halus kekuningan, kemudian menjadi bewarna coklat
kemerahan. Bagian atas berwarna seperti karat, rata dengan panjang sekitar 1-4
cm. Pori berwarna putih, yang akan berubah warna menjadi coklat apabila
disentuh, berukuran kecil dan berbentuk bulat atau irregular. Spora berukuran
9-13 x 6-8 mikron, coklat, halus dan elips. Tidak dapat dimakan dan habitatnya pada
kayu mati. Keadaan jamur yang didapat ketika berada di lapangan berwarna
coklat, terdapat pada batang kayu yang telah mati, habitatnya lembab, tertutupi
oleh naungan dan sedikit mendapatkan cahaya matahari. Kandungan kimia yang
flavonoid, glikosida, saponin dan triterpen/steroid.Berikut disajikan gambar
Ganoderma applanatum pada Hutan TWA Sicike-cike.
Gambar 9. Ganoderma applanatum
3. Ganoderma sp. 1
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota Kelas : Hymenomycetes Ordo : Aphylloporales Famili : Ganodermataceae Genus : Ganoderma Spesies : Ganoderma sp. 1
Hasil pengamatan menunjukkan spesies Ganoderma sp. 1 memiliki
ciri-ciri tubuh buah berdiameter 10-15 cm, tidak bertangkai (sessil) atau bertangkai,
berbentuk kipas, bergaris konsentris saat masih muda, berwarna putih namun
segera berubah menjadi kuning karat atau mengkilap, hitam keabu-abuan. Bagian
bawah tubuh berwarna putih dan berubah menjadi warna coklat bila digores atau
terluka. Spora berukuran 9-13 x 6-9 mikron, coklat dan elips. Tidak bisa dimakan
dan habitatnya pada kayu lapuk atau parasit. Keadaan jamur yang didapat ketika
berada di lapangan berwarna coklat kehitaman, tumbuh pada batang kayu yang
cahaya matahari. Kandungan kimia pada Ganoderma sp. 1adalah senyawa
golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan triterpen/steroid. Berikut
disajikan gambar Ganoderma sp. 1 pada Hutan TWA Sicike-cike.
Gambar 10. Ganoderma sp. 1
4. Ganoderma sp. 2
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota Kelas : Hymenomycetes Ordo : Aphylloporales Famili : Ganodermataceae Genus : Ganoderma Spesies : Ganoderma sp. 2
Hasil pengamatan menunjukkan spesies Ganoderma sp. 2 memiliki
ciri-ciri tubuh buah berdiameter 10-15 cm, tidak bertangkai (sessil) atau bertangkai,
berbentuk kipas, bergaris konsentris saat masih muda, berwarna putih namun
segera berubah menjadi kuning karat atau mengkilap, hitam keabu-abuan. Bagian
tepi tubuh berwarna putih atau abu-abu. Bagian bawah tubuh berwarna putih dan
berubah menjadi warna coklat bila digores atau luka. Spora berukuran 9-13 x 6-9
mikron, coklat dan elips. Tidak bisa dimakan dan habitatnya pada kayu lapuk atau
bersifat parasit pada pohon. Keadaan jamur yang didapat ketika berada di
tumbuh pada batang kayu yang telah roboh, tidak tertutupi oleh naungan dan
cukup mendapatkan cahaya matahari. Kandungan kimia pada Ganoderma sp. 2
adalah senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan
triterpen/steroid. Berikut disajikan gambar Ganoderma sp. 2 pada Hutan TWA
Sicike-cike.
Gambar 11. Ganoderma sp. 2
5. Trametes versicolor
Kingdom :Fungi
Divisi : Basidiomycota
Kelas :Hymenomycetes
Ordo :Aphylloporales Famili :Polyporaceae
Genus :Trametes
Spesies :Trametes versicolor
Hasil pengamatan menunjukkan spesies Trametes versicolor memiliki
ciri-ciri tubuh atau sporophore bertangkai (sessil) bentuk semi sirkuler (dimidate)
seperti kulit, halus, tipis, melekuk pada bagian pelekatan. Badan buah pendek,
permukaan memiliki garis-garis kosentris dan kerutan radial, berwarna putih
menjadi kecoklatan ketika dewasa. Daging tipis dan tidak berbau. Spora berwarna
habitatnya pada kayu lapuk atau pohon hidup. Keadaan jamur yang didapat ketika
berada di lapangan berwarna coklat muda, tumbuh pada batang kayu yang telah
lapuk, habitatnya pada daerah yang tidak terlalu lembab, tidak tertutupi oleh
naungan dan cukup mendapatkan cahaya matahari. Kandungan kimia pada
Tremetes versicoloradalah senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida,
saponin, triterpen/steroid.Berikut disajikan gambar Tremetes versicolordi Hutan
TWA Sicike-cike.
Gambar 12. Trametes versicolor 6. Trametes sp. 1
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota Kelas : Hymenomycetes Ordo : Aphylloporales Famili : Polyporaceae Genus : Trametes Spesies : Trametes sp. 1
Hasil pengamatan menunjukkan spesies Trametes sp. 1 memiliki ciri-ciri
tubuh atau sporophore tidak bertangkai (sessil) bentuk semi sirkuler (dimidate)
permukaan licin, memiliki garis-garis konsentris dan kerutan radial, berwarna
coklat kemerahan bagian tepi putih, pucat, krem hingga coklat abu-abu.
Permukaan pori berwarna krem gelap. Spora berukuran 9-11 x 3-4 mikron,
silindris, elips dan licin. Tidak bisa dimakan dan habitatnya pada kayu lapuk.
Keadaan jamur yang didapat ketika berada di lapangan berwarna coklat
kehitaman, tumbuh pada kayu yang telah lapuk, habitatnya pada daerah yang
tidak terlalu lembab, tidak tertutupi oleh naungan dan cukup mendapatkan cahaya
matahari. Kandungan kimia pada Trametes sp. 1 adalah senyawa golongan
alkaloid, flavonoid, glikosida dan triterpen/steroid. Berikut disajikan gambar
Trametes sp. 1 pada Hutan TWA Sicike-cike.
Gambar 13. Trametes sp. 1
7. Trametes sp. 2
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota Kelas : Hymenomycetes Ordo : Aphylloporales Famili : Polyporaceae Genus : Trametes Spesies : Trametes sp. 2
Hasil pengamatan menunjukkan spesiesTrametes sp. 2memiliki ciri-ciri
seperti kulit atau seperti gabus. Panjang pileus 15-18 cm, lebar 2-7 cm,
permukaan licin, memiliki garis-garis konsentris dan kerutan radial, berwarna
coklat kemerahan bagian tepi putih, pucat, krem hingga coklat abu-abu.
Permukaan pori berwarna krem gelap. Spora berukuran 9-11 x 3-4 mikron,
silindris, elips dan licin. Tidak bisa dimakan dan habitatnya pada kayu yang
lapuk.Keadaan jamur yang didapat ketika berada di lapangan berwarna coklat
keputihan, tumbuh pada batang pohon yang telah mati, habitatnya pada daerah
yang lembab, tertutupi oleh naungan dan sedikit mendapatkan cahaya matahari.
Kandungan kimia Trametes sp. 2 adalah senyawa golongan alkaloid, flavonoid,
glikosida, saponin dan triterpen/steroid. Berikut disajikan gambarTrametes sp. 2
pada Hutan TWA Sicike-cike.
Tingkat Keanekaragaman Jamur Beracun di Hutan TWA Sicike-cike
Jamur beracun yang ditemukan di Hutan TWA Sicike-cike ada tujuh jenis
jamur. Data analisis jamur beracun dapat ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 3. Analisis JamurBeracun di Hutan TWA Sicike-cike
Jenis Jamur Beracun
Nilai Kerapatan Relatif (KR) tertinggi dari tabel diatas adalah sebesar
23,53% yaitu jenisTrametes versicolor. Nilai KR dari jamurTrametes
versicolortinggi dikarenakan jamur Trametes versicolor memiliki tempat tumbuh
yang sesuai dengan kondisi lapangan di Hutan TWA Sicike-cike. Nilai KR
terendah yaitu sebesar 4,72% dari jenis jamur Ganoderma applanatum. Jamur
Ganoderma applanatum memiliki nilai KR rendah karena jenis ini hanya sedikit
tumbuh di Hutan TWA Sicike-cike. Beragamnya nilai KR dapat disebabkan oleh
kondisi Hutan TWA Sicike-cike yang memiliki beragam kondisi lingkungan
sehingga jenis-jenis tertentu yang mampu beradaptasi cenderung banyak tumbuh.
Loveless (1989) menyatakan bahwa sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh
dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut
cenderung tersebar luas.
Nilai Frekuensi Relatif (FR) paling tinggi yang ditunjukkan pada tabel 3
menunjukan bahwa jenis jamur Ganoderma sp. 2dominan tumbuhan di Hutan
TWA Sicike-cike. Sedangkan nilai FR terendah sebesar 9,18% pada jenis jamur
Ganoderma applanatum. Nilai ini rendah disebabkan bahwa jenis jamur
Ganoderma applanatum tidak tumbuh merata pada Hutan TWA Sicike-cike tetapi
hanya tumbuh di tempat tertentu. Frekuensi kehadiran sering pula dinyatakan
dengan konstansi. Konstansi atau frekuensi kehadiran organisme dapat
dikelompokan atas empat kelompok yaitu jenis aksidental (frekuensi 0-25%),
jenis assesori (25-50%), jenis konstan (50,75%) dan jenis absolut (diatas 75%).
Berdasarkan data tabel 2, bahwa tumbuhan yang ada di Hutan TWA Sicike-cike
termasuk dalam kategori jenis aksidental dengan frekuensi 0-25%. Hal ini
menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut daerah penyebarannya terbatas dan hidup
pada daerah tertentu saja.
Sesuai dengan pernyataan Soerianegara dan Indrawan (1998) Indeks Nilai
Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap
jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan
ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan
penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR). Nilai INP
tertinggi pada tabel diatas adalah sebesar 38,95 yaitu pada jenis jamur Trametes
versicolor. Nilai INP jenis jamur Trametes versicolor tinggi menunjukkan bahwa
jenis ini dapat tumbuh pada daerah yang tidak mendapat cahaya dengan baik
sehingga tanpa cahaya yang banyak jenis jamur Trametes versicolor dapat tumbuh
dengan baik. Sedangkan INP terendah yaitu sebesar 13,90 pada jenisjamur
Ganoderma applanatum.Nilai INP pada jenis jamur Ganoderma applanatum
baik pada daerah Hutan TWA Sicike-cike sehinga jenis ini hanya sedikit
penyebarannya pada hutan tersebut.
Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner (H’) jamur beracun yang
tumbuh di Hutan TWA Sicike-cike yang ditunjukkan melalui tabel 3 adalah
sebesar 1,84. Bahwa nilai H’ < 2 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies
pada suatu transek adalah jarang. Data dalam tabel 3 menunjukkan bahwa ketujuh
jamur beracun di Hutan TWA Sicike-cike tergolong ke dalam kategori
berkeanekaragaman jarang.
Pengujian Metabolit Sekunder Jamur Beracun di Hutan TWA Sicike-cike
Kandungan senyawa metabolit sekunder yang diuji pada jamur sebagai
indikator adanya racun di dalam tubuh jamur ada 4 golongan yang umum diuji
yaitu senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan triterpen/steroid.
Data hasil pengujian metabolit sekunder jamur beracun dapat ditunjukkan dalam
Tabel 4. Hasil Pengujian Metabolit Sekunder
Keterangan:
(+) : Mengandung senyawa metabolit sekunder Dimana: (+) lemah
(++) sedang (+++) kuat
(-) : Tidak mengandung senyawa metabolit sekunder Jenis Jamur
Hasil Pengujian Metabolit Sekunder
Alkaloid
Flavonoid Glikosida Saponin Tanin Triterpen/ Steroid Meyer Boucahdart Dragendroff
Trametes versicolor ++ ++ ++ + ++ ++ - ++
Ganoderma applanatum +++ +++ +++ ++ +++ + - ++
Ganoderma sp. 1 +++ +++ +++ ++ +++ +++ - +++
Ganoderma sp. 2 +++ +++ +++ + +++ + - +++
Trametes sp. 1 + + + + ++ + - +
Colitricia sp ++ ++ ++ + + - - +++
Kandungan Metabolit Sekunder pada JamurBeracun diHutan TWA Sicike-cike melalui Uji Metabolit Sekunder
Berdasarkan hasil uji metabolit sekunder diperoleh bahwa jamurberacun
pada kawasan Hutan TWA Sicike-cike mengandung berbagai senyawa metabolit
sekunder.
1. Alkaloid
Alkaloid sering beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan
fisiologis yang menonjol, sehingga banyak digunakan dalam pengobatan.
Kandungan senyawa Alkaloida berperan sebagai penurun aktivitas makan pada
organisme (antifeedant). Menurut Taofik (2010) yang menyatakan bahwa salah
satu alkaloid yang mempunyai struktur tersederhana adalah nikotina, tetapi
nikotina ini dampak fisiologinya cukupbesar. Nikotina bersifat racun (toksik) pada
dosis yang tinggi, dan pernah juga digunakan sebagai insektisida, sedangkan
nikotina dalam dosis rendah dapat berfungsi sebagai stimulan terhadap sistem
syaraf otonom.
Setiap tumbuhan mengandung senyawa fitokimia, namun tidak semua
tumbuhan mengandung alkaloid. Uji positif alkaloid (mengandung alkaloid)
ditandai dengan adanya endapan putih (Restuati, 2004). Untuk pengujian alkaloid
menggunakan pereaksi Bouchardat, Wagner, Meyer dan Dragendorff. Perubahan
warna larutan yang ditunjukkan oleh pereaksi Bouchardat adalah coklat,
sedangkan dengan pereaksi Wagner ditunjukkan dengan adanya endapan warna
coklat. Untuk pereaksi Meyer, perubahan warna larutan menjadi putih
kekuningan, dan dengan pereaksi Dragendorff ditunjukkan dengan adanya
Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil uji alkaloid (Tabel 4)
menunjukkan bahwa semua jenis jamur beracunyaituColitricia sp, Ganoderma
applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes versicolor, Trametes
sp. 1danTrametes sp. 2 mengandung alkaloid. Hal ini membuktikan bahwa
ke-tujuh jenis jamur yang mengandung alkaloid dapat dijadikan sebagai pengobatan
dan juga sebagai pestisida atau anti hama.
Hasil pengujian alkaloid yang dilakukan bahwa ke-tujuh jamur berpotensi
sebagai jamur beracun baik untuk memberikan efek kepada manusia ataupun
hewan .Peran kandungan senyawa alkaloida yang dapat memberikan efek kepada
organisme menjadikan ke-tujuhjamur yangmengandung senyawa alkaloid dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan biopestisida.
2. Flavonoid
Setiap tumbuhan mengandung senyawa fitokimia namun tidak semua
tumbuhan mengandung flavonoid sehingga manfaatnya berbeda-beda. Uji positif
flavonoid (mengandung flavonoid) ditandai dengan terjadinya warna kuning,
orange, hingga merah (Soetarno dalam Hasarin, 2004). Pengujian flavonoid yang
dilakukan menggunakan pereaksi filtrat, serbuk magnesium, asam klorida pekat
dan amil alkohol. Tumbuhan yang mengandung flavonoid akan berubah warna
menjadi merah, kuning atau jingga.
Hasil pengujian metabolit sekunder menunjukkan bahwa semua jenis
jamur beracun yaitu Colitricia sp, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1,
Ganoderma sp. 2, Trametes versicolor, Trametes sp. 1 danTrametes sp.
2mengandung flavonoid (Tabel 4). Jamur yang mengandung flavonoid dapat
3. Glikosida
Glikosida merupakan senyawa yang mengandung komponen gula dan
bukangula. Komponen gula dikenal dengan nama glikon dan komponen bukan
gula dikenalsebagai aglikon. Dari segi biologi, glikosida memiliki peranan
penting di dalamkehidupan tumbuhan dan terlibat di dalam pertumbuhan dan
perlindungan tumbuhantersebut. Beberapa glikosida mengandung lebih dari satu
jenis gula dalam bentuk disakarida atau trisakarida
Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semua jenis jamurberacun yaitu
Colitricia sp, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp.
2,Trametes versicolor, Trametes sp. 1, danTrametes sp. 2mengandung glikosida
(Tabel 4). Fungsiglikosida bagi jamur yaitu sebagai perlindungan jamur. Oleh
karna ituglikosidamerupakan senyawa yang tidak disukai oleh hewan.
4. Saponin
Uji positif saponin (mengandung saponin) ditandai dengan terbentuknya
busa selama ± 10 menit dan tidak hilang setelah ditambah 1 tetes HCl(Depkes,
1995). Sampel yang sudah diteteskan bersama HClke dalam tabung reaksi
dikocok untuk melihat adanya senyawa saponin atau tidak pada tumbuhan yang
diuji.
Saponin mempunyai aktivitas farmakologi yang cukup luas di antaranya
meliputi: immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus, anti jamur,
dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek hypokholesterol.
Fungsi aktivitas senyawa saponin menurut Hostettmann dan Marston
(1995) adalah sebagai antimikroba, fungisida, antibakteri, antivirus, pestisida,
banyak keperluan, misalnya dipakai untuk membuat minuman beralkohol, dalam
industri pakaian, kosmetik, membuat obat-obatan, dan dipakai sebagai obat
tradisional.
Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil uji saponin (Tabel 4)
menunjukkan bahwa ada 6 jenis jamur beracun yang memiliki busa di antaranya
adalahGanoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes
versicolor, Trametes sp. 1 danTrametes sp. 2, sedangkan jenis jamur beracun yang
tidak memiliki busa adalah Colitricia sp. Hasil uji saponin pada jamurberacun
tersebut dapat dijadikan sebagai obat-obatan dan pestisida.
5. Tanin
Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa
pahit dan kelat, yang bereaksi dan menggumpalkan protein atau berbagai senyawa
organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Senyawa-senyawa tanin
ditemukan pada banyak jenis tumbuhan, berperan penting untuk melindungi
tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta dalam pengaturan
pertumbuhan.
Fungsi aktivitas senyawa tanin menurut Goldstein dan Swain (1965)
adalah sebagai penghambat enzim hama. Uji skrining menunjukkan adanya
kandungan tanin ditandai dengan munculnya perubahan warna menjadi hitam
kehijauan kehitaman saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi.
Berdasarkan dari data hasil pengujian pada Tabel 4, tidak ada satupun jenis jamur
6. Triterpen/Steroid
Pada pengujian triterpen/steroidsampel yang sudah dihaluskan ditimbang
sebanyak 1 g kemudian dimaserasi dengan 20 ml petroleum eter selama 2 jam lalu
disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan
pereaksi Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna
ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau maka hal itu
menunjukkan bahwa triterpenoid/steroid ada (Harborne, 1987).
Triterpenoida berupa senyawa yang tidak berwarna dan berbentuk kristal.
Ujiyang banyak digunakan adalah reaksi Liebermann-Burchard yang
dengankebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru.
Triterpenoida dapatdibagi menjadi empat golongan senyawa, yaitu triterpena
sebenarnya, steroida,saponin dan glikosida jantung. Kedua golongan terakhir
terutama terdapat sebagaiglikosida. Steroida merupakan suatu senyawa yang
mengandung intisiklopentanoperhidrofenantren. Steroid memiliki berbagai
aktivitas biologi(Harborne,1996).Setelah dilakukan pengujian di laboratorium,
hasil uji triterpen/steroid menunjukkan bahwa semua jenis jamurberacunyaitu
Colitricia sp, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2,
Trametes versicolor, Trametes sp. 1 danTrametes sp. 2di TWA Sicike-cike
mengandung senyawa triterpen (Tabel 4). Triterpen/steroid memiliki kandungan
senyawa yang tidak disukai oleh serangga sehingga bisa digunakan sebagai
Potensi Jamur Beracun di Hutan TWA Sicike-cike
Hasil pengujian metabolit sekunder di laboratorium dari ketujuh jamur
beracun diperoleh data bahwa ketujuh jamur beracun tersebut merupakan jamur
yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida.
Jenis jamur beracun yang diteliti untuk dikembangkan sebagai biopestisida
memiliki jumlah yang melimpah serta jenis dari jamur tersebut mudah untuk
dibudidayakan. Kebutuhan biopestisida sekarang ini sedang dikembangkan dan
jamur beracun merupakan bahan baku utama yang sangat dibutuhkan dalam
pembuatan biopestisida tersebut. Jenis Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1,
Ganoderma sp. 2, Trametes versicolor, Trametes sp. 1 danTrametes sp. 2.
merupakan jenis jamur yang paling berpotensi dikembangkan sebagai bahan
pestisida dari pada jenis yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan mudahnya
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jenis jamur beracun yang ditemukan di Hutan TWA Sicike-cike ada
sebanyak tujuh jenis, yaitu jenis Colitricia sp, Ganoderma applanatum,
Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes versicolor, Trametes sp. 1
dan Trametes sp. 2.
2. Pengujian metabolit sekunder pada jamur beracun yang ditemukan
menunjukan bahwa jenis jamur Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1,
Ganoderma sp. 2, Trametes versicolor, Trametes sp. 1 danTrametes sp. 2
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan
triterpen/steroid, sedangkan Colitricia sp mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, glikosida dan triterpen/steroid.
Saran
Diharapkan untuk memanfaatkan jamur beacun sebagai bahan biopestisida
untuk dapat mencegah serangan hama serta perlu dilakukannya pembudidayaan
jamur beracun sehingga dalam pemanfaatanya sebagai pestisida alami tetap
TINJAUAN PUSTAKA
Jamur merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di alam
bebas terutama muncul pada waktu musim penghujan atau di tempat lembab
lainnya. Beberapa jenis jamur yang dapat dikonsumsi antara lain: jamur kancing
atau champignon (Agaricus bisporus), jamur tiram atau hiratake (Pleurotus sp.),
jamur merang (Volvariella volvaceae), jamur shiitake (Lentinus edodes), jamur
kuping (jamur kuping putih: Tremella fuciformis, jamur kuping hitam:
Auriculariapolytricha, jamur kuping merah: Auricularia auricula-judae) (Chew,
et al., 2008).
Jamur yang bermanfaat tentu saja ialah jamur pangan (edible mushrooms)
dan jamur obat (medicinal mushrooms). Jamur pangan misalnya, jamur merang
(Volvarfelia votvacea), jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dan jamur kuping
(Auricularia auricula). Jamur rayap (Termitomyces sp.), di samping sebagai jamur
pangan, juga dapat berkhasiat sebagai obat, karena dapat memperkuat perut dan
menyembuhkan ambeyen (bawazir) . Jamur-jamur pangan ini selain enak rasanya,
juga bemilai gizi tinggi, karena mengandung asam amino esensial yang relatif
lengkap (Winaro, et al., 1999).
Jamur makroskopis dapat tumbuh di banyak habitat dari artik hingga
tropis, dan beberapa jamur makroskopis menunjukkan habitat spesifik. Umumnya
jamur makroskopis tumbuh di atas kayu lapuk, serasah atau tanah, daun, dan
kotoran hewan, serta ada juga yang tumbuh pada jamur yang telah membusuk
(Asnah, 2010).
Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM (2010) menyatakan bahwa
yang dihasilkannya. Proses domestikasi atau pembudidayaan secara berangsur-
angsur dapat menurunkan kadar zat racun yang dikandung oleh suatu tanaman
sehingga tanaman pangan yang kita konsumsi mengandung racun dengan kadar
yang jauh lebih rendah daripada kerabatnya yang bertipe liar (wild type).
Penurunan kadar senyawa racun pada tanaman yang telah dibudidaya antara lain
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tumbuhnya.
Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi
antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh
(kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas
yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga mempengaruhi kadar racun
dan nutrien yang dikandungnya (Samsudin, 2008).
Menurut Arora, et all (1996), beberapa senyawa beracun yang terkandung
pada jamur makroskopis diantaranya sebagai berikut:
1. Amatoksin
Memiliki gejala kram perut, pusing-pusing, muntah, buang air besar
berdarah. Akibatnya kerusakan hati dan pankreas. Contoh jamur Amanita
phalloides, A. verna, A. virosa, Conocybe flaris, Lepiota castanea.
2. Gyromitrin
Memiliki gejala kram perut, pusing-pusing, muntah, buang air besar
berdarah. Akibatnya adalah kerusakan hati dan pankreas. Contoh jamur
Gyromitra spp., Verpa spp., Cudonis spp., Helve spp.
3. Muscarine
Memiliki gejala hipersalivasi, nafas tak teratur, menangis, laktai pada
kerusakan jaringan saraf. Contoh jamur Inocybe spp., Clitocybe dealbata,
Omphalotus spp., Boletus spp.
4. Asam Ibotenat / Muscimol
Memiliki gejala mual-mual, bingung, hilang kontrol otot, berkeringat,
ketakutan distorsi visual, halusinasi. Akibatnya adalah kerusakan sistem
saraf pusat. Contoh jamur Amanita muscaria, A. pantherina, A. Gemmata.
5. Psilocybin / Psilocin
Memiliki gejala distorsi visual, halusinasi, tidak bisa melihat dengan baik.
Akibatnya adalah terganggunya sistem saraf. Contoh jamur Psilocybe spp.,
Conocybe spp., Gymnopilus spp.,
Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike terletak di Kabupaten Dairi, sekitar
450 km dari Medan dan sekitar 30 menit dari kota Sidikalang. Hutan Taman
Wisata Alam Sicike-cike diresmikan sebagai kawasan konservasi melalui SK
Menteri Kehutanan No. 78/Kpts-II/1989 tanggal 7 Februari 1989 dengan luas
kawasan 575 ha. Secara administratif pemerintahan Hutan Taman Wisata Alam
Sicike-cike terletak di Dusun Pansur Nauli, Desa Lae Hole I dan Desa Lae Hole
II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat,
Sumatera Utara.
Secara geografis terbentang antara 98020’-98030’ BT dan 2035’-22041’
LU. Secara administrasi pemangkuan kawasan Hutan Taman Wisata Alam
Sicike-cike termasuk kedalam wilayah Seksi Konservasi Wilayah I Bidang KSDA
Sumatera Utara dengan batas administrasi :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lae Hole 2 Pancur Nauli
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan dan
Kecamatan Kerajaan.
Peneliti memilih kawasan Hutan Wisata Alam Sicike-cike yang terletak di
dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat sebagai
tempat penelitian dikarenakan kawasan hutan ini masih memiliki kekayaan
sumber daya alam hayati, khususnya keanekaragaman jenis jamur beracun. Perlu
dilakukan berbagai penelitian untuk mengetahui potensi keanekaragaman sumber
daya alam hayati yang ada di kawasan hutan ini sehingga keanekaragaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengetahuan masyarakat akan jamur beracun cenderung minim. Hal ini
diakibatkan ketidaktauan masyarakat akan manfaat dan kegunaan dari jamur
beracun tersebut. Senyawa yang terkandung pada jamur beracun umumnya
mengandung senyawa alkaloid dimana senyawa tersebut merupakan senyawa
utama dalam pembuatan biopestisida (Restuati, 2004).
Pemanfaatan jamur beracun kurang dimaksimalkan oleh masyarakat pada
umumnya. Masyarakat menggangap bahwa jamur beracun hanya merupakan
parasit yang tumbuh pada pohon yang hidup ataupun yang mati yang tidak dapat
dimanfaatkan sehingga keberadaannya dibiarkan begitu saja. Padahal jamur
beracun tersebut dapat digunakan sebagai biopestisida ataupun sebagai bahan
insektisida nabati. Jamur beracun yang mengandung nilai racun (toksik) tinggi
dapat digunakan sebagai bahan pembuatan insektisida (Taofik 2010).
Masyarakat pada umumnya juga sangat sulit dalam membedakan mana
yang termasuk jamur beracun dan mana yang tidak. Padahal pada sekarang ini
sangat mudah untuk membedakannya seperti warna lebih mencolok, baunya
kurang sedap, bersifat korosif bila di sayat pada pisau, berubah warna apabila di
panaskan (Zubair, 2006).
Kurangnya pengetahuan dan pemanfaatan jamur beracun tersebut
mengakibatkan kurangnya pembudidayaan akan jamur beracun tersebut. Padahal
jamur beracun ini dapat menjadi bahan alfternatif dalam pembuatan biopestisida
Hutan di Taman Wisata Alam Sicike-cike sangat kaya akan tumbuhan
semak, liana, herba dan anggrek. Kelimpahannya tinggi karena hutan masih
terjaga. Pohon yang sangat tua pun masih ditemukan yaitu sampinur tali yang
berdiameter lebih dari 60 cm. Hutan ini cenderung landai, kemiringan hanya
berkisar 40%, dengan tingkat kemiringan 10°-90°. Hutan ini secara umum mudah
dilalui, hanya bagian-bagian tertentu yang sulit karena curam atau bergambut.
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini antara lain :
1. Mengidentifikasi jenis-jenis jamur beracun yang berada pada Kawasan
Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike Kabupaten Dairi.
2. Menganalisis metabolit sekunder jenis-jenisjamur beracun padaKawasan
Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike Kabupaten Dairi.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah observasi awal untuk menjawab
kekurangan pengetahuan tentang bermacam-macam jamur beracun yang belum
ABSTRAK
MOSES WALTER RIHAD SIPAYUNG. 101201110.Eksplorasi Jamur Beracun pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan ASWITA HAFNI LUBIS.
Hutan di Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat tinggi.Baru dalam beberapa tahun terahir ini, setelah era keemasan kayu bulat terlewati dengan meninggalkan banyak masalah akibat degradasi hutan yang luar biasa berat, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) mulai mendapat perhatian yang lebih serius. Pergeseran paradigma pengelolaan hutan dari semula berbasis kayu (timber-based management) menjadi berbasis sumberdaya (resource based management) menjadi titik balik arah pembangunan kehutanan. Penelitian tentang Jamur Beracun ini dilaksanakan di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike. Penelitian ini diharapkan menjadi metode penelitian dasar dalam pengembangan jamur beracun di Indonesia. Penelitian ini memiliki 3 tahap. Tahap yang pertama adalah aspek pengetahuan lokal dengan survei pengetahuan lokal. Tahap yang kedua adalah aspek keanekaragaman hayati dengan analisis pengumpulan data vegetasi. Tahap terakhir adalah aspek fitokimia dengan mendeteksi kandungan metabolit sekunder. Jenis jamur beracunyang ditemukan adalah Trametes versicolor, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes sp. 1, Colitricia sp dan Trametes sp. 2. Semua sampel yang diidentifikasi mengandung senyawa metabolit sekunder.
ABSTRACT
MOSES WALTER RIHAD SIPAYUNG. 101201110. Exploration Poisonous Mushrooms in Sicike-Cike Forest Areas Parks Nature, Dairi, North Sumatra. Supervisor by YUNUS AFIFUDDIN and ASWITA HAFNI LUBIS.
Forests in Indonesia hada high wealth of natural resources. Just by the last few years, after the golden era of logs passed by leaved a lot of problems due to unusually heavy degradation, Non-Timber Forest Products (NTFP) began to receive serious attention. Paradigm shift in forest management based on the original wood (timber-based management) to be based resource (resource-based management) become a turning point in the direction of forestry development. This toxic mushrooms research was appliedin Sicike-Cike’sforest park nature. This study is expected to be the basis of research methods in the development of toxic mold in Indonesia. This research had three phases. The first phase was the aspect of local knowledge with local knowledge survey. The second phase was the aspect of biodiversity with the analysis of data vegetation. The last phase was to detect the content of phytochemical aspects of secondary metabolites. Type of toxic mold founded in this research was Trametes versicolor, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes sp. 1, Colitricia Trametes sp and sp. 2. All samples were identified as containing secondary metabolites.
EKSPLORASI JAMUR BERACUN PADA KAWASAN HUTAN
TAMAN WISATA ALAM SICIKE-CIKE, KABUPATEN DAIRI,
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh:
Moses Walter Rihad Sipayung 101201110
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
MOSES WALTER RIHAD SIPAYUNG. 101201110.Eksplorasi Jamur Beracun pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan ASWITA HAFNI LUBIS.
Hutan di Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat tinggi.Baru dalam beberapa tahun terahir ini, setelah era keemasan kayu bulat terlewati dengan meninggalkan banyak masalah akibat degradasi hutan yang luar biasa berat, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) mulai mendapat perhatian yang lebih serius. Pergeseran paradigma pengelolaan hutan dari semula berbasis kayu (timber-based management) menjadi berbasis sumberdaya (resource based management) menjadi titik balik arah pembangunan kehutanan. Penelitian tentang Jamur Beracun ini dilaksanakan di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike. Penelitian ini diharapkan menjadi metode penelitian dasar dalam pengembangan jamur beracun di Indonesia. Penelitian ini memiliki 3 tahap. Tahap yang pertama adalah aspek pengetahuan lokal dengan survei pengetahuan lokal. Tahap yang kedua adalah aspek keanekaragaman hayati dengan analisis pengumpulan data vegetasi. Tahap terakhir adalah aspek fitokimia dengan mendeteksi kandungan metabolit sekunder. Jenis jamur beracunyang ditemukan adalah Trametes versicolor, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes sp. 1, Colitricia sp dan Trametes sp. 2. Semua sampel yang diidentifikasi mengandung senyawa metabolit sekunder.
ABSTRACT
MOSES WALTER RIHAD SIPAYUNG. 101201110. Exploration Poisonous Mushrooms in Sicike-Cike Forest Areas Parks Nature, Dairi, North Sumatra. Supervisor by YUNUS AFIFUDDIN and ASWITA HAFNI LUBIS.
Forests in Indonesia hada high wealth of natural resources. Just by the last few years, after the golden era of logs passed by leaved a lot of problems due to unusually heavy degradation, Non-Timber Forest Products (NTFP) began to receive serious attention. Paradigm shift in forest management based on the original wood (timber-based management) to be based resource (resource-based management) become a turning point in the direction of forestry development. This toxic mushrooms research was appliedin Sicike-Cike’sforest park nature. This study is expected to be the basis of research methods in the development of toxic mold in Indonesia. This research had three phases. The first phase was the aspect of local knowledge with local knowledge survey. The second phase was the aspect of biodiversity with the analysis of data vegetation. The last phase was to detect the content of phytochemical aspects of secondary metabolites. Type of toxic mold founded in this research was Trametes versicolor, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes sp. 1, Colitricia Trametes sp and sp. 2. All samples were identified as containing secondary metabolites.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 14 Agustus 1991 dari ayah
M. Sipayung dan ibu E. Sibarani. Penulis merupakan anak pertama dari 3
bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dari SD Methodist 3
Medan pada tahun 2003, Pendidikan Tingkat Sekolah Menengah Pertama dari
SMP Methodist 3 Medan pada tahun 2006, Pendidikan Tingkat Sekolah
Menengah Atas dari SMA Budi Murni 1 Medan tahun 2009 dan pada tahun 2010
masuk Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB).
Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian dan semester VII
memilih minat studi Teknologi Hasil Hutan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU. Penulis mengikuti Praktik Pengenalan
Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Gunung Barus,
dan Hutan Pendidikan USU, Kabupaten Karo selama 10 hari.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional
Teso Nilo Pekan Baru. Penulis melaksanakan PKL mulai tanggal 31 Januari dan
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atasrahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikanhasil penelitian yang berjudul
“Eksplorasi Jamur Beracun Pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam
Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara”. Penulisanhasil penelitian ini merupakan
salah satu syarat untuk menjadi Sarjana Kehutanan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepadaYunus Afifudin,
S.Hut.,M.Sidan Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing
yang telah membimbing dan memberi masukan-masukan serta saran dalam
pembuatan usulan penelitian ini sehingga hasil penelitian ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Medan, Mei2015
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ...iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ...viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Jamur Beracun... ... 3
Senyawa pada Jamur Beracun... ... 4
Letak dan Luas Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike ... 5
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 7
Alat dan Bahan Penelitian ... 7
Metode Pengumpulan Data ... 8
Aspek Pengetahuan Lokal ... 8
Aspek Keanekaragaman ... 8
Uji Metabolit Sekunder ... 10
Pengujian Alkaloid ... 10
Pengujian Triterpenoid/steroid ... 11
Pengujian Flavonoid ... 12
Pengujian Saponin ... 13
Pengujian Glikosida ... 14
Pengujian Tanin.... ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Pengetahuan Lokal ... 17
Deskripsi Jamur Beracun yang Ditemukan di Hutan Taman Wisata Alam Sicike Cike ... 19
Tingkat Keanekaragaman Jamur Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike Cike ... 27
Kandungan Metabolit Sekunder pada Jamur Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike Cike melalui Uji Metabolit Sekunder ... 31
Alkaloid ... 31
Glikosida... 33
Saponin ... 33
Tanin ... 34
Terpen ... 35
Potensi Jamur Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike Cike ... 36
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37
Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Desain Plot Jamur Beracun...…………...8
2. Skema Pengujian Alkaloid. ... 11
3. Skema Pengujian Triterpen-Steroid. ... 12
4. Skema Pengujian Flavonoid. ... 13
5. Skema Pengujian Saponin . ... 14
6. Skema Pengujian Glikosida. ... 15
7. Skema Pengujian Tanin... 16
8. Colitricia sp. ... 20
9. Ganoderma applanatum ... 21
10.Ganoderma sp. 1. ... 22
11.Ganoderma sp. 2. ... 23
12.Trametes versicolor. ... 24
13.Trametes sp. 1. ... 25
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Jenis Jamur Beracun Hasil Wawancara dengan Masyarakat ... 17
2. Jamur Beracun Hasil Uji Metabolit Sekunder di Laboratorium
Farmasi ... 18
3. Analisis Jamur Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike ... 27