• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Jamur Beracun Pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Eksplorasi Jamur Beracun Pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI JAMUR BERACUN PADA KAWASAN HUTAN

TAMAN WISATA ALAM SICIKE-CIKE, KABUPATEN DAIRI,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

Moses Walter Rihad Sipayung 101201110

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

MOSES WALTER RIHAD SIPAYUNG. 101201110.Eksplorasi Jamur Beracun pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan ASWITA HAFNI LUBIS.

Hutan di Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat tinggi.Baru dalam beberapa tahun terahir ini, setelah era keemasan kayu bulat terlewati dengan meninggalkan banyak masalah akibat degradasi hutan yang luar biasa berat, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) mulai mendapat perhatian yang lebih serius. Pergeseran paradigma pengelolaan hutan dari semula berbasis kayu (timber-based management) menjadi berbasis sumberdaya (resource based management) menjadi titik balik arah pembangunan kehutanan. Penelitian tentang Jamur Beracun ini dilaksanakan di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike. Penelitian ini diharapkan menjadi metode penelitian dasar dalam pengembangan jamur beracun di Indonesia. Penelitian ini memiliki 3 tahap. Tahap yang pertama adalah aspek pengetahuan lokal dengan survei pengetahuan lokal. Tahap yang kedua adalah aspek keanekaragaman hayati dengan analisis pengumpulan data vegetasi. Tahap terakhir adalah aspek fitokimia dengan mendeteksi kandungan metabolit sekunder. Jenis jamur beracunyang ditemukan adalah Trametes versicolor, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes sp. 1, Colitricia sp dan Trametes sp. 2. Semua sampel yang diidentifikasi mengandung senyawa metabolit sekunder.

(3)

ABSTRACT

MOSES WALTER RIHAD SIPAYUNG. 101201110. Exploration Poisonous Mushrooms in Sicike-Cike Forest Areas Parks Nature, Dairi, North Sumatra. Supervisor by YUNUS AFIFUDDIN and ASWITA HAFNI LUBIS.

Forests in Indonesia hada high wealth of natural resources. Just by the last few years, after the golden era of logs passed by leaved a lot of problems due to unusually heavy degradation, Non-Timber Forest Products (NTFP) began to receive serious attention. Paradigm shift in forest management based on the original wood (timber-based management) to be based resource (resource-based management) become a turning point in the direction of forestry development. This toxic mushrooms research was appliedin Sicike-Cike’sforest park nature. This study is expected to be the basis of research methods in the development of toxic mold in Indonesia. This research had three phases. The first phase was the aspect of local knowledge with local knowledge survey. The second phase was the aspect of biodiversity with the analysis of data vegetation. The last phase was to detect the content of phytochemical aspects of secondary metabolites. Type of toxic mold founded in this research was Trametes versicolor, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes sp. 1, Colitricia Trametes sp and sp. 2. All samples were identified as containing secondary metabolites.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 14 Agustus 1991 dari ayah M. Sipayung dan ibu E. Sibarani. Penulis merupakan anak pertama dari 3

bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dari SD Methodist 3 Medan pada tahun 2003, Pendidikan Tingkat Sekolah Menengah Pertama dari

SMP Methodist 3 Medan pada tahun 2006, Pendidikan Tingkat Sekolah Menengah Atas dari SMA Budi Murni 1 Medan tahun 2009 dan pada tahun 2010

masuk Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian dan semester VII memilih minat studi Teknologi Hasil Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU. Penulis mengikuti Praktik Pengenalan

Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Gunung Barus, dan Hutan Pendidikan USU, Kabupaten Karo selama 10 hari.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atasrahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikanhasil penelitian yang berjudul

“Eksplorasi Jamur Beracun Pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara”. Penulisanhasil penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menjadi Sarjana Kehutanan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepadaYunus Afifudin, S.Hut.,M.Sidan Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing

yang telah membimbing dan memberi masukan-masukan serta saran dalam pembuatan usulan penelitian ini sehingga hasil penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Medan, Mei2015

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ...iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ...viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Jamur Beracun... ... 3

Senyawa pada Jamur Beracun... ... 4

Letak dan Luas Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike ... 5

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 7

Alat dan Bahan Penelitian ... 7

Metode Pengumpulan Data ... 8

Aspek Pengetahuan Lokal ... 8

Aspek Keanekaragaman ... 8

Uji Metabolit Sekunder ... 10

Pengujian Alkaloid ... 10

Pengujian Triterpenoid/steroid ... 11

Pengujian Flavonoid ... 12

Pengujian Saponin ... 13

Pengujian Glikosida ... 14

Pengujian Tanin.... ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Pengetahuan Lokal ... 17

Deskripsi Jamur Beracun yang Ditemukan di Hutan Taman Wisata Alam Sicike Cike ... 19

Tingkat Keanekaragaman Jamur Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike Cike ... 27

Kandungan Metabolit Sekunder pada Jamur Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike Cike melalui Uji Metabolit Sekunder ... 31

Alkaloid ... 31

(7)

Glikosida... 33

Saponin ... 33

Tanin ... 34

Terpen ... 35

Potensi Jamur Beracun di Hutan Taman Wisata Alam Sicike Cike ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(8)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Desain Plot Jamur Beracun...…………...8

2. Skema Pengujian Alkaloid. ... 11

3. Skema Pengujian Triterpen-Steroid. ... 12

4. Skema Pengujian Flavonoid. ... 13

5. Skema Pengujian Saponin . ... 14

6. Skema Pengujian Glikosida. ... 15

7. Skema Pengujian Tanin... 16

8. Colitricia sp. ... 20

9. Ganoderma applanatum ... 21

10.Ganoderma sp. 1. ... 22

11.Ganoderma sp. 2. ... 23

12.Trametes versicolor. ... 24

13.Trametes sp. 1. ... 25

(9)

DAFTAR TABEL

No Halaman 1. Jenis Jamur Beracun Hasil Wawancara dengan Masyarakat ... 17 2. Jamur Beracun Hasil Uji Metabolit Sekunder di Laboratorium

(10)

ABSTRAK

MOSES WALTER RIHAD SIPAYUNG. 101201110.Eksplorasi Jamur Beracun pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan ASWITA HAFNI LUBIS.

Hutan di Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat tinggi.Baru dalam beberapa tahun terahir ini, setelah era keemasan kayu bulat terlewati dengan meninggalkan banyak masalah akibat degradasi hutan yang luar biasa berat, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) mulai mendapat perhatian yang lebih serius. Pergeseran paradigma pengelolaan hutan dari semula berbasis kayu (timber-based management) menjadi berbasis sumberdaya (resource based management) menjadi titik balik arah pembangunan kehutanan. Penelitian tentang Jamur Beracun ini dilaksanakan di Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike. Penelitian ini diharapkan menjadi metode penelitian dasar dalam pengembangan jamur beracun di Indonesia. Penelitian ini memiliki 3 tahap. Tahap yang pertama adalah aspek pengetahuan lokal dengan survei pengetahuan lokal. Tahap yang kedua adalah aspek keanekaragaman hayati dengan analisis pengumpulan data vegetasi. Tahap terakhir adalah aspek fitokimia dengan mendeteksi kandungan metabolit sekunder. Jenis jamur beracunyang ditemukan adalah Trametes versicolor, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes sp. 1, Colitricia sp dan Trametes sp. 2. Semua sampel yang diidentifikasi mengandung senyawa metabolit sekunder.

(11)

ABSTRACT

MOSES WALTER RIHAD SIPAYUNG. 101201110. Exploration Poisonous Mushrooms in Sicike-Cike Forest Areas Parks Nature, Dairi, North Sumatra. Supervisor by YUNUS AFIFUDDIN and ASWITA HAFNI LUBIS.

Forests in Indonesia hada high wealth of natural resources. Just by the last few years, after the golden era of logs passed by leaved a lot of problems due to unusually heavy degradation, Non-Timber Forest Products (NTFP) began to receive serious attention. Paradigm shift in forest management based on the original wood (timber-based management) to be based resource (resource-based management) become a turning point in the direction of forestry development. This toxic mushrooms research was appliedin Sicike-Cike’sforest park nature. This study is expected to be the basis of research methods in the development of toxic mold in Indonesia. This research had three phases. The first phase was the aspect of local knowledge with local knowledge survey. The second phase was the aspect of biodiversity with the analysis of data vegetation. The last phase was to detect the content of phytochemical aspects of secondary metabolites. Type of toxic mold founded in this research was Trametes versicolor, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes sp. 1, Colitricia Trametes sp and sp. 2. All samples were identified as containing secondary metabolites.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengetahuan masyarakat akan jamur beracun cenderung minim. Hal ini

diakibatkan ketidaktauan masyarakat akan manfaat dan kegunaan dari jamur beracun tersebut. Senyawa yang terkandung pada jamur beracun umumnya mengandung senyawa alkaloid dimana senyawa tersebut merupakan senyawa

utama dalam pembuatan biopestisida (Restuati, 2004).

Pemanfaatan jamur beracun kurang dimaksimalkan oleh masyarakat pada

umumnya. Masyarakat menggangap bahwa jamur beracun hanya merupakan parasit yang tumbuh pada pohon yang hidup ataupun yang mati yang tidak dapat dimanfaatkan sehingga keberadaannya dibiarkan begitu saja. Padahal jamur

beracun tersebut dapat digunakan sebagai biopestisida ataupun sebagai bahan insektisida nabati. Jamur beracun yang mengandung nilai racun (toksik) tinggi

dapat digunakan sebagai bahan pembuatan insektisida (Taofik 2010).

Masyarakat pada umumnya juga sangat sulit dalam membedakan mana yang termasuk jamur beracun dan mana yang tidak. Padahal pada sekarang ini

sangat mudah untuk membedakannya seperti warna lebih mencolok, baunya kurang sedap, bersifat korosif bila di sayat pada pisau, berubah warna apabila di

panaskan (Zubair, 2006).

Kurangnya pengetahuan dan pemanfaatan jamur beracun tersebut mengakibatkan kurangnya pembudidayaan akan jamur beracun tersebut. Padahal

(13)

Hutan di Taman Wisata Alam Sicike-cike sangat kaya akan tumbuhan semak, liana, herba dan anggrek. Kelimpahannya tinggi karena hutan masih terjaga. Pohon yang sangat tua pun masih ditemukan yaitu sampinur tali yang

berdiameter lebih dari 60 cm. Hutan ini cenderung landai, kemiringan hanya berkisar 40%, dengan tingkat kemiringan 10°-90°. Hutan ini secara umum mudah

dilalui, hanya bagian-bagian tertentu yang sulit karena curam atau bergambut.

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini antara lain :

1. Mengidentifikasi jenis-jenis jamur beracun yang berada pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike Kabupaten Dairi.

2. Menganalisis metabolit sekunder jenis-jenisjamur beracun padaKawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike Kabupaten Dairi.

Manfaat Penelitian

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Jamur merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di alam bebas terutama muncul pada waktu musim penghujan atau di tempat lembab

lainnya. Beberapa jenis jamur yang dapat dikonsumsi antara lain: jamur kancing atau champignon (Agaricus bisporus), jamur tiram atau hiratake (Pleurotus sp.), jamur merang (Volvariella volvaceae), jamur shiitake (Lentinus edodes), jamur

kuping (jamur kuping putih: Tremella fuciformis, jamur kuping hitam: Auriculariapolytricha, jamur kuping merah: Auricularia auricula-judae) (Chew, et al., 2008).

Jamur yang bermanfaat tentu saja ialah jamur pangan (edible mushrooms) dan jamur obat (medicinal mushrooms). Jamur pangan misalnya, jamur merang

(Volvarfelia votvacea), jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dan jamur kuping (Auricularia auricula). Jamur rayap (Termitomyces sp.), di samping sebagai jamur

pangan, juga dapat berkhasiat sebagai obat, karena dapat memperkuat perut dan menyembuhkan ambeyen (bawazir) . Jamur-jamur pangan ini selain enak rasanya, juga bemilai gizi tinggi, karena mengandung asam amino esensial yang relatif

lengkap (Winaro, et al., 1999).

Jamur makroskopis dapat tumbuh di banyak habitat dari artik hingga

tropis, dan beberapa jamur makroskopis menunjukkan habitat spesifik. Umumnya jamur makroskopis tumbuh di atas kayu lapuk, serasah atau tanah, daun, dan kotoran hewan, serta ada juga yang tumbuh pada jamur yang telah membusuk

(Asnah, 2010).

Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM (2010) menyatakan bahwa

(15)

yang dihasilkannya. Proses domestikasi atau pembudidayaan secara berangsur- angsur dapat menurunkan kadar zat racun yang dikandung oleh suatu tanaman sehingga tanaman pangan yang kita konsumsi mengandung racun dengan kadar

yang jauh lebih rendah daripada kerabatnya yang bertipe liar (wild type). Penurunan kadar senyawa racun pada tanaman yang telah dibudidaya antara lain

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tumbuhnya.

Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh

(kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga mempengaruhi kadar racun

dan nutrien yang dikandungnya (Samsudin, 2008).

Menurut Arora, et all (1996), beberapa senyawa beracun yang terkandung pada jamur makroskopis diantaranya sebagai berikut:

1. Amatoksin

Memiliki gejala kram perut, pusing-pusing, muntah, buang air besar berdarah. Akibatnya kerusakan hati dan pankreas. Contoh jamur Amanita

phalloides, A. verna, A. virosa, Conocybe flaris, Lepiota castanea. 2. Gyromitrin

Memiliki gejala kram perut, pusing-pusing, muntah, buang air besar berdarah. Akibatnya adalah kerusakan hati dan pankreas. Contoh jamur Gyromitra spp., Verpa spp., Cudonis spp., Helve spp.

3. Muscarine

Memiliki gejala hipersalivasi, nafas tak teratur, menangis, laktai pada

(16)

kerusakan jaringan saraf. Contoh jamur Inocybe spp., Clitocybe dealbata, Omphalotus spp., Boletus spp.

4. Asam Ibotenat / Muscimol

Memiliki gejala mual-mual, bingung, hilang kontrol otot, berkeringat, ketakutan distorsi visual, halusinasi. Akibatnya adalah kerusakan sistem

saraf pusat. Contoh jamur Amanita muscaria, A. pantherina, A. Gemmata. 5. Psilocybin / Psilocin

Memiliki gejala distorsi visual, halusinasi, tidak bisa melihat dengan baik.

Akibatnya adalah terganggunya sistem saraf. Contoh jamur Psilocybe spp., Conocybe spp., Gymnopilus spp.,

Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike terletak di Kabupaten Dairi, sekitar 450 km dari Medan dan sekitar 30 menit dari kota Sidikalang. Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike diresmikan sebagai kawasan konservasi melalui SK

Menteri Kehutanan No. 78/Kpts-II/1989 tanggal 7 Februari 1989 dengan luas kawasan 575 ha. Secara administratif pemerintahan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike terletak di Dusun Pansur Nauli, Desa Lae Hole I dan Desa Lae Hole

II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara.

Secara geografis terbentang antara 98020’-98030’ BT dan 2035’-22041’ LU. Secara administrasi pemangkuan kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike termasuk kedalam wilayah Seksi Konservasi Wilayah I Bidang KSDA

Sumatera Utara dengan batas administrasi :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan

(17)

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lae Hole 2 Pancur Nauli d. Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan dan

Kecamatan Kerajaan.

Peneliti memilih kawasan Hutan Wisata Alam Sicike-cike yang terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat sebagai

tempat penelitian dikarenakan kawasan hutan ini masih memiliki kekayaan sumber daya alam hayati, khususnya keanekaragaman jenis jamur beracun. Perlu dilakukan berbagai penelitian untuk mengetahui potensi keanekaragaman sumber

(18)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Hutan Taman Wisata Alam

Sicike-cike yang terletak di Dusun Pansur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat, dan di Laboratorium Farmakognosi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini

dilaksanakan bulan Juni - Juli 2014.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis, beaker glass, erlenmeyer, gelas corong, blender, lemari pengering,gelas ukur, kalkulator, kamera, kantong plastik, kertas label, kertas saring, oven, penangas air, pipet tetes,

aluminium foil, saringan, shaker, spatula, tabung reaksi, desikator, stopwatch, cawan porselin, krus tang dan pisau dan timbangan analitik.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain meliputi jamur beracun. Bahan kimia yang digunakan adalah metanol, toluen, kloroform, isoprospanol, benzen, n-heksana, asam nitrat pekat, asam klorida pekat, asam

sulfat pekat, raksa (II) klorida, bismut (III) nitrat, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, kalium iodida, kloralhidrat, asam asetat anhidrida, natrium hidroksida, amil

(19)

Metode Pengumpulan Data

1. Aspek pengetahuan lokal

Survei pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui pengaruh

adanya jamur beracun bagi masyarakat yang diperoleh dari hasil wawancara. Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah

pimpinan masyarakat setempat dan ahli pengobatan tradisional. Data yang diperoleh dari hasil wawancara bersama informan kunci ditabulasikan dan di analisa secara deskriptif.

2. Aspek Keanekaragaman

Metode pengumpulan jamur beracun dilakukan dengan

menggunakan metode sampling plot, yaitu dengan membuat sampling plot di dalam jalur. Eksplorasi dilakukan dengan metode purposive sampling dimana penentuan titik awal dilakukan berdasarkan tempat yang dianggap

banyak terdapat jamur beracunnya. Luasan penelitian yang akan dilakukan adalah 57,5 ha. Sampling plot yang dibuat adalah berbentuk lingkaran dengan jari-jari 12,6 m dengan luasan lingkaran sebesar 0,05 ha.

Pengamatan jamur beracun dilakukan secara eksploratif di dalam plot sepanjang jalur pengamatan (Sembiring, 2012).

50 m

Gambar 1. Desain Plot Jamur Beracun L=0,05ha

(20)

Pengumpulan data analisis vegetasi tumbuhan aromatik menggunakan metode purposive sampling dengan plot lingkaran berdiameter 25,2 m, luas plot lingkaran 0,05 ha, dan jumlah plot sebanyak 413 plot.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus: a. Kerapatan suatu jenis (K)

K = ∑ individu suatu jenis Luas petak contoh

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR) KR = K suatu jenis x100% ∑ K seluruh jenis

c. Frekuensi suatu jenis (F)

F = ∑ Sub petak ditemukan suatu jenis ∑ Seluruh sub petak

d. Frekuensi relatif suatu jenis (FR) FR = F Suatu jenis x 100% ∑ F Seluruh jenis

e. Indeks Nilai Penting (INP) INP = KR + FR

f. Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner H` = - ∑ (ni/N) ln (ni/N)

Kriteria nilai H’ yang digunakan adalah (Onrizal, 2008):

a. Nilai H’ > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah melimpah tinggi

(21)

c. Nilai H’ < 2 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit atau rendah.

Uji Metabolit Sekunder

Uji metabolit sekunder merupakan kegiatan menguji golongan metabolit dari masing-masing ekstrak jamur beracun dengan menggunakan pereaksi

tertentu. Adapun prosedur uji metabolit sekunder yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pengujian Alkaloid

Sampel yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling,

dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada tabung reaksi pertama

ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, pada tabung reaksi kedua ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat dan pada tabung reaksi ketiga ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff. Alkaloid positif jika terjadi

(22)

Gambar 2. Skema Pengujian Alkaloid

2. Pengujian Triterpenoid/steroid

Sampel yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml petroleum eter selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan pereaksi

Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau

menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Harborne, 1987). sampel 0,5 g

ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N

ditambahkan 9 ml air suling

dipanaskan selama 2 menit

didinginkan lalu disaring

filtrat 0,5 ml

dimasukkan kedalam 3 tabung pereaksi

pereaksi Mayer 2 tetes pereaksi Bouchardart 2 tetes pereaksi Dragendorff 2 tetes

(23)

Gambar 3. Skema Pengujian Triterpenoid/Steroid

3. Pengujian Flavonoid

Sebanyak 10 g sampel yang sudah dihaluskan ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam

klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

sampel 1 g

terjadi perubahan warna dimaserasi dengan 20 ml

petroleum eter selama 2 jam

disaring lalu diuapkan

(24)

Gambar 4. Skema Pengujian Flavonoid

4. Pengujian Saponin

Sampel yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas,

didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan

adanya saponin (Depkes, 1995).

sampel 10 g ditambahkan 10 ml air panas

dididihkan selama 5 menit

disaring

5 ml filtrat

ditambahkan 0,1 g serbuk

ditambahkan 1 ml asam klorida pekat

ditambahkan 2 ml amil alkohol

dikocok dan dibiarkan memisah

(25)

Gambar 5. Skema Pengujian Saponin

5. Pengujian Glikosida

Sebanyak 3 g sampel yang sudah dihaluskan disari dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N,

direfluks selama 1 jam, didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran

isopropanol dan kloroform (2:3) dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan dan sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol.

Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan diatas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat melalui dinding tabung,

terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya glikosida(Depkes, 1979).

sampel 0,5 g

ditambahkan 10 ml air panas

didinginkan lalu dikocok selama 10 menit

ditambahkan 1 tetes asam klorida 2 N

(26)

Gambar 6. Skema Pengujian Glikosida sampel 3 g

disari dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2N direfluks selama 1 jam

didinginkan lalu disaring

filtrat 20 ml ditambahkan 25 ml air suling

ditambahkan 25 ml timbal

dikocok

didiamkan 5 menit lalu disaring

disari dengan 20 ml campuran isopropanol + kloroform (2:3)

sari air

diuapkan dan sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol

larutan sisa

terbentuk cincin ungu dimasukkan dalam tabung reaksi

diuapkan diatas penangas air

sisanya ditambahkan 2 ml air

+ 5 tetes pereaksi Molish

(27)

6. Pengujian Tanin

Sebanyak 0,5 g sampel yang sudah dihaluskan disari dengan 10 ml air suling laludisaring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak

berwarna. Diambil 2 ml larutan dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman

menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

Gambar 7. Skema Pengujian Tanin sampel 0,5 g

disari dengan 10 ml air suling lalu disaring

filtrat diencerkan dengan air suling

diambil 2 ml larutan

ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Pengetahuan Lokal

Survei pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui adanya jenis-jenis

jamur beracun pada kawasan Hutan TWA Sicike-cike Kabupaten Dairi. Sumber wawancara adalah sebanyak 5 informan yang mengetahui tentang jamur beracun pada TWA Sicike-cike dimana 2 informan diantaranya adalah pegawai dari dinas

kehutanan setempat yaitu Bapak Sembiring dan Bapak Siahaan, 3 informan lainnya adalah Bapak Sianturi, Bapak Simamora dan Bapak Bukit. Berikut

disajikan tabel jenis-jenis jamur beracun hasil wawancara dengan masyarakat setempat.

Tabel 1. Jenis jamur beracun hasil wawancara dengan masyarakat

No Nama Tumbuhan Ciri-ciri Menurut Masyarakat 1. Colitricia sp Memiliki badan buah bertudung,

berwarna cokelat kemerahan.

2. Ganoderma applanatum Berbentuk seperti kipas, berlendir dan berwarna cokelat.

3. Ganoderma sp. 1 Berbentuk seperti kipas, berlendir dan berwarna cokelat kehitaman.

4. Trametes versicolor Bertangkai semisirkuler, berwarna cokelat muda.

5. Trametes sp. 1 Bertangkai semisirkuler, berwarna cokelat kehitaman.

.

Tabel 1 menyatakan jenis jenis jamur beracun yang diketahui oleh narasumber. Membandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

(29)

(2010) pada kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone didapati 12 jenis jamur yaitu Clitocybe odara, Ganoderma applanatum, Piptoparus sp, Daldinia concentrica, Heterobasidium sp, Phellinus sp, Trametes sp 1, Colitricia sp, Ganoderma sp. 1, Fames formentaricus, Polyporus sp dan Auricularia sp dan dari jenis jamur tersebut, terdapat 4 jenis jamur yang sama dengan yang ditemukan di

Hutan Wisata Alama Sicike-cike yaitu Colitricia sp, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1 dan Trametes sp. 1. Hasil wawancara dengan masyarakat setempat mengatakan bahwa jamur Ganoderma applanatum dan Ganoderma sp. 1

dapat merusak pohon yang masih hidup dengan cara membusukkan bagian yang ditumbuhi oleh jamur tersebut.

Tabel 2. Jamur beracun hasil uji metabolit sekunder di laboratorium farmasi No Nama Tumbuhan Hasil Laboratorium Kandungan Senyawa

1. Colitricia sp Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida, Saponin, dan Triterpen/ Steroid.

2. Ganoderma applanatum Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida, Saponin, dan Triterpen/ Steroid. 3. Ganoderma sp. 1 Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida,

Saponin, dan Triterpen/ Steroid. 4. Ganoderma sp. 2 Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida,

Saponin, dan Triterpen/ Steroid. 5. Trametes versicolor Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida,

Saponin, dan Triterpen/ Steroid. 6. Trametes sp. 1 Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida, dan

Triterpen/ Steroid.

7. Trametes sp. 2 Beracun Alkaloid, Flavanoid, Glikosida, Saponin, dan Triterpen/ Steroid.

Tabel 2 menyatakan bahwa jamur yang diperoleh dari eksplorasi di hutan TWA Sicike-cike dinyatakan beracun. Ketujuh spesies jamur ini dinyatakan

(30)

Deskripsi Jamur Beracun yang Ditemukan di Kawasan Hutan TWA Sicike-cike

Jenis-jenis jamur beracun yang ditemukan di Kawasan Hutan TWA Sicike-cike ada 7 jenis. Jenis jamur beracun yang ditemukan dideskripsikan

sebagai berikut : 1. Colitricia sp

Kingdom : Fungi

Divisi : Basidiomycota

Kelas : Hymenomycetes

Ordo : Aphylloporales

Famili : Polyporaceae

Genus : Colitricia

Spesies : Colitricia sp

Hasil pengamatan menunjukkan spesies Colitricia sp memiliki ciri-ciri tubuh badan buah bertudung dan cabang, biasanya teresterial, bagian tudungnya

berukuran 1-5 cm, berbentuk setengah lingkaran, permukaan kering berwarna kecoklatan, bagian cabang 1-5 cm, ketebalan cabang 1-4 cm, berwarna coklat

kemerahan. Spora berwarna kuning kecoklatan, berukuran 6-10 x 4,5-7 mikron, lonjong dan licin. Terlalu keras untuk dimakan dan habitatnya soliter atau didalam koloni kecil, biasanya pada tanah atau lumut kayu. Keadaan jamur yang didapat

ketika berada di lapangan berwarna coklat kemerahan, terdapat pada akar pohon besar yang masih hidup dan tumbuh pada daerah yang habitatnya lembab, ditutupi

oleh naungan dan sedikit mendapatkan cahaya matahari. Kandungan kimia Colitricia sp adalah senyawa golongan alkaloid,flavonoid, glikosida, saponin dan triterpen/steroid. Berikut disajikan gambar Colitricia sppada Hutan TWA

(31)

Gambar 8. Colitricia sp

2. Ganoderma applanatum

Kingdom : Fungi

Divisi : Basidiomycota

Kelas : Hymenomycetes

Ordo : Aphylloporales

Famili : Ganodermataceae

Genus : Ganoderma

Spesies : Ganoderma applanatum

Hasil pengamatan menunjukkan spesies Ganoderma applanatum memiliki

ciri-ciri tubuh tidak bertangkai (sessil), berbentuk kipas, awalnya berwarna putih kemudian ditutupi oleh karat halus kekuningan, kemudian menjadi bewarna coklat

kemerahan. Bagian atas berwarna seperti karat, rata dengan panjang sekitar 1-4 cm. Pori berwarna putih, yang akan berubah warna menjadi coklat apabila disentuh, berukuran kecil dan berbentuk bulat atau irregular. Spora berukuran

9-13 x 6-8 mikron, coklat, halus dan elips. Tidak dapat dimakan dan habitatnya pada kayu mati. Keadaan jamur yang didapat ketika berada di lapangan berwarna

(32)

flavonoid, glikosida, saponin dan triterpen/steroid.Berikut disajikan gambar Ganoderma applanatum pada Hutan TWA Sicike-cike.

Gambar 9. Ganoderma applanatum 3. Ganoderma sp. 1

Kingdom : Fungi

Divisi : Basidiomycota

Kelas : Hymenomycetes

Ordo : Aphylloporales

Famili : Ganodermataceae

Genus : Ganoderma

Spesies : Ganoderma sp. 1

Hasil pengamatan menunjukkan spesies Ganoderma sp. 1 memiliki ciri-ciri tubuh buah berdiameter 10-15 cm, tidak bertangkai (sessil) atau bertangkai,

berbentuk kipas, bergaris konsentris saat masih muda, berwarna putih namun segera berubah menjadi kuning karat atau mengkilap, hitam keabu-abuan. Bagian

bawah tubuh berwarna putih dan berubah menjadi warna coklat bila digores atau terluka. Spora berukuran 9-13 x 6-9 mikron, coklat dan elips. Tidak bisa dimakan dan habitatnya pada kayu lapuk atau parasit. Keadaan jamur yang didapat ketika

(33)

cahaya matahari. Kandungan kimia pada Ganoderma sp. 1adalah senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan triterpen/steroid. Berikut disajikan gambar Ganoderma sp. 1 pada Hutan TWA Sicike-cike.

Gambar 10. Ganoderma sp. 1

4. Ganoderma sp. 2

Kingdom : Fungi

Divisi : Basidiomycota

Kelas : Hymenomycetes

Ordo : Aphylloporales

Famili : Ganodermataceae

Genus : Ganoderma

Spesies : Ganoderma sp. 2

Hasil pengamatan menunjukkan spesies Ganoderma sp. 2 memiliki ciri-ciri tubuh buah berdiameter 10-15 cm, tidak bertangkai (sessil) atau bertangkai,

berbentuk kipas, bergaris konsentris saat masih muda, berwarna putih namun segera berubah menjadi kuning karat atau mengkilap, hitam keabu-abuan. Bagian tepi tubuh berwarna putih atau abu-abu. Bagian bawah tubuh berwarna putih dan

berubah menjadi warna coklat bila digores atau luka. Spora berukuran 9-13 x 6-9 mikron, coklat dan elips. Tidak bisa dimakan dan habitatnya pada kayu lapuk atau

(34)

tumbuh pada batang kayu yang telah roboh, tidak tertutupi oleh naungan dan cukup mendapatkan cahaya matahari. Kandungan kimia pada Ganoderma sp. 2 adalah senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan

triterpen/steroid. Berikut disajikan gambar Ganoderma sp. 2 pada Hutan TWA Sicike-cike.

Gambar 11. Ganoderma sp. 2

5. Trametes versicolor

Kingdom :Fungi

Divisi : Basidiomycota

Kelas :Hymenomycetes

Ordo :Aphylloporales

Famili :Polyporaceae

Genus :Trametes

Spesies :Trametes versicolor

Hasil pengamatan menunjukkan spesies Trametes versicolor memiliki

ciri-ciri tubuh atau sporophore bertangkai (sessil) bentuk semi sirkuler (dimidate) seperti kulit, halus, tipis, melekuk pada bagian pelekatan. Badan buah pendek,

(35)

habitatnya pada kayu lapuk atau pohon hidup. Keadaan jamur yang didapat ketika berada di lapangan berwarna coklat muda, tumbuh pada batang kayu yang telah lapuk, habitatnya pada daerah yang tidak terlalu lembab, tidak tertutupi oleh

naungan dan cukup mendapatkan cahaya matahari. Kandungan kimia pada Tremetes versicoloradalah senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, triterpen/steroid.Berikut disajikan gambar Tremetes versicolordi Hutan TWA Sicike-cike.

Gambar 12. Trametes versicolor

6. Trametes sp. 1

Kingdom : Fungi

Divisi : Basidiomycota

Kelas : Hymenomycetes

Ordo : Aphylloporales

Famili : Polyporaceae

Genus : Trametes

Spesies : Trametes sp. 1

(36)

permukaan licin, memiliki garis-garis konsentris dan kerutan radial, berwarna coklat kemerahan bagian tepi putih, pucat, krem hingga coklat abu-abu. Permukaan pori berwarna krem gelap. Spora berukuran 9-11 x 3-4 mikron,

silindris, elips dan licin. Tidak bisa dimakan dan habitatnya pada kayu lapuk. Keadaan jamur yang didapat ketika berada di lapangan berwarna coklat

kehitaman, tumbuh pada kayu yang telah lapuk, habitatnya pada daerah yang tidak terlalu lembab, tidak tertutupi oleh naungan dan cukup mendapatkan cahaya matahari. Kandungan kimia pada Trametes sp. 1 adalah senyawa golongan

alkaloid, flavonoid, glikosida dan triterpen/steroid. Berikut disajikan gambar Trametes sp. 1 pada Hutan TWA Sicike-cike.

Gambar 13. Trametes sp. 1

7. Trametes sp. 2

Kingdom : Fungi

Divisi : Basidiomycota

Kelas : Hymenomycetes

Ordo : Aphylloporales

Famili : Polyporaceae

Genus : Trametes

Spesies : Trametes sp. 2

(37)

seperti kulit atau seperti gabus. Panjang pileus 15-18 cm, lebar 2-7 cm, permukaan licin, memiliki garis-garis konsentris dan kerutan radial, berwarna coklat kemerahan bagian tepi putih, pucat, krem hingga coklat abu-abu.

Permukaan pori berwarna krem gelap. Spora berukuran 9-11 x 3-4 mikron, silindris, elips dan licin. Tidak bisa dimakan dan habitatnya pada kayu yang

lapuk.Keadaan jamur yang didapat ketika berada di lapangan berwarna coklat keputihan, tumbuh pada batang pohon yang telah mati, habitatnya pada daerah yang lembab, tertutupi oleh naungan dan sedikit mendapatkan cahaya matahari.

Kandungan kimia Trametes sp. 2 adalah senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan triterpen/steroid. Berikut disajikan gambarTrametes sp. 2

pada Hutan TWA Sicike-cike.

(38)

Tingkat Keanekaragaman Jamur Beracun di Hutan TWA Sicike-cike

Jamur beracun yang ditemukan di Hutan TWA Sicike-cike ada tujuh jenis jamur. Data analisis jamur beracun dapat ditunjukkan dalam tabel berikut ini. Tabel 3. Analisis JamurBeracun di Hutan TWA Sicike-cike

Jenis Jamur Beracun

Nilai Kerapatan Relatif (KR) tertinggi dari tabel diatas adalah sebesar 23,53% yaitu jenisTrametes versicolor. Nilai KR dari jamurTrametes

versicolortinggi dikarenakan jamur Trametes versicolor memiliki tempat tumbuh yang sesuai dengan kondisi lapangan di Hutan TWA Sicike-cike. Nilai KR

terendah yaitu sebesar 4,72% dari jenis jamur Ganoderma applanatum. Jamur Ganoderma applanatum memiliki nilai KR rendah karena jenis ini hanya sedikit tumbuh di Hutan TWA Sicike-cike. Beragamnya nilai KR dapat disebabkan oleh

kondisi Hutan TWA Sicike-cike yang memiliki beragam kondisi lingkungan sehingga jenis-jenis tertentu yang mampu beradaptasi cenderung banyak tumbuh.

Loveless (1989) menyatakan bahwa sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas.

(39)

menunjukan bahwa jenis jamur Ganoderma sp. 2dominan tumbuhan di Hutan TWA Sicike-cike. Sedangkan nilai FR terendah sebesar 9,18% pada jenis jamur Ganoderma applanatum. Nilai ini rendah disebabkan bahwa jenis jamur Ganoderma applanatum tidak tumbuh merata pada Hutan TWA Sicike-cike tetapi hanya tumbuh di tempat tertentu. Frekuensi kehadiran sering pula dinyatakan

dengan konstansi. Konstansi atau frekuensi kehadiran organisme dapat dikelompokan atas empat kelompok yaitu jenis aksidental (frekuensi 0-25%), jenis assesori (25-50%), jenis konstan (50,75%) dan jenis absolut (diatas 75%).

Berdasarkan data tabel 2, bahwa tumbuhan yang ada di Hutan TWA Sicike-cike termasuk dalam kategori jenis aksidental dengan frekuensi 0-25%. Hal ini

menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut daerah penyebarannya terbatas dan hidup pada daerah tertentu saja.

Sesuai dengan pernyataan Soerianegara dan Indrawan (1998) Indeks Nilai

Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan

penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR). Nilai INP tertinggi pada tabel diatas adalah sebesar 38,95 yaitu pada jenis jamur Trametes

versicolor. Nilai INP jenis jamur Trametes versicolor tinggi menunjukkan bahwa jenis ini dapat tumbuh pada daerah yang tidak mendapat cahaya dengan baik sehingga tanpa cahaya yang banyak jenis jamur Trametes versicolor dapat tumbuh

(40)

baik pada daerah Hutan TWA Sicike-cike sehinga jenis ini hanya sedikit penyebarannya pada hutan tersebut.

Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner (H’) jamur beracun yang

tumbuh di Hutan TWA Sicike-cike yang ditunjukkan melalui tabel 3 adalah sebesar 1,84. Bahwa nilai H’ < 2 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies

pada suatu transek adalah jarang. Data dalam tabel 3 menunjukkan bahwa ketujuh jamur beracun di Hutan TWA Sicike-cike tergolong ke dalam kategori

berkeanekaragaman jarang.

Pengujian Metabolit Sekunder Jamur Beracun di Hutan TWA Sicike-cike

Kandungan senyawa metabolit sekunder yang diuji pada jamur sebagai indikator adanya racun di dalam tubuh jamur ada 4 golongan yang umum diuji

yaitu senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan triterpen/steroid. Data hasil pengujian metabolit sekunder jamur beracun dapat ditunjukkan dalam

(41)

Tabel 4. Hasil Pengujian Metabolit Sekunder

Keterangan:

(+) : Mengandung senyawa metabolit sekunder Dimana: (+) lemah

(++) sedang (+++) kuat

(-) : Tidak mengandung senyawa metabolit sekunder Jenis Jamur

Hasil Pengujian Metabolit Sekunder Alkaloid

Flavonoid Glikosida Saponin Tanin Triterpen/ Steroid Meyer Boucahdart Dragendroff

Trametes versicolor ++ ++ ++ + ++ ++ - ++

Ganoderma applanatum +++ +++ +++ ++ +++ + - ++

Ganoderma sp. 1 +++ +++ +++ ++ +++ +++ - +++

Ganoderma sp. 2 +++ +++ +++ + +++ + - +++

Trametes sp. 1 + + + + ++ + - +

Colitricia sp ++ ++ ++ + + - - +++

(42)

Kandungan Metabolit Sekunder pada JamurBeracun diHutan TWA Sicike-cike melalui Uji Metabolit Sekunder

Berdasarkan hasil uji metabolit sekunder diperoleh bahwa jamurberacun pada kawasan Hutan TWA Sicike-cike mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder.

1. Alkaloid

Alkaloid sering beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan

fisiologis yang menonjol, sehingga banyak digunakan dalam pengobatan. Kandungan senyawa Alkaloida berperan sebagai penurun aktivitas makan pada organisme (antifeedant). Menurut Taofik (2010) yang menyatakan bahwa salah

satu alkaloid yang mempunyai struktur tersederhana adalah nikotina, tetapi nikotina ini dampak fisiologinya cukupbesar. Nikotina bersifat racun (toksik) pada

dosis yang tinggi, dan pernah juga digunakan sebagai insektisida, sedangkan nikotina dalam dosis rendah dapat berfungsi sebagai stimulan terhadap sistem syaraf otonom.

Setiap tumbuhan mengandung senyawa fitokimia, namun tidak semua tumbuhan mengandung alkaloid. Uji positif alkaloid (mengandung alkaloid) ditandai dengan adanya endapan putih (Restuati, 2004). Untuk pengujian alkaloid

menggunakan pereaksi Bouchardat, Wagner, Meyer dan Dragendorff. Perubahan warna larutan yang ditunjukkan oleh pereaksi Bouchardat adalah coklat,

sedangkan dengan pereaksi Wagner ditunjukkan dengan adanya endapan warna coklat. Untuk pereaksi Meyer, perubahan warna larutan menjadi putih kekuningan, dan dengan pereaksi Dragendorff ditunjukkan dengan adanya

(43)

Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil uji alkaloid (Tabel 4) menunjukkan bahwa semua jenis jamur beracunyaituColitricia sp, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes versicolor, Trametes sp. 1danTrametes sp. 2 mengandung alkaloid. Hal ini membuktikan bahwa ke-tujuh jenis jamur yang mengandung alkaloid dapat dijadikan sebagai pengobatan

dan juga sebagai pestisida atau anti hama.

Hasil pengujian alkaloid yang dilakukan bahwa ke-tujuh jamur berpotensi sebagai jamur beracun baik untuk memberikan efek kepada manusia ataupun

hewan .Peran kandungan senyawa alkaloida yang dapat memberikan efek kepada organisme menjadikan ke-tujuhjamur yangmengandung senyawa alkaloid dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan biopestisida.

2. Flavonoid

Setiap tumbuhan mengandung senyawa fitokimia namun tidak semua

tumbuhan mengandung flavonoid sehingga manfaatnya berbeda-beda. Uji positif flavonoid (mengandung flavonoid) ditandai dengan terjadinya warna kuning, orange, hingga merah (Soetarno dalam Hasarin, 2004). Pengujian flavonoid yang

dilakukan menggunakan pereaksi filtrat, serbuk magnesium, asam klorida pekat dan amil alkohol. Tumbuhan yang mengandung flavonoid akan berubah warna

menjadi merah, kuning atau jingga.

Hasil pengujian metabolit sekunder menunjukkan bahwa semua jenis jamur beracun yaitu Colitricia sp, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1,

(44)

3. Glikosida

Glikosida merupakan senyawa yang mengandung komponen gula dan bukangula. Komponen gula dikenal dengan nama glikon dan komponen bukan

gula dikenalsebagai aglikon. Dari segi biologi, glikosida memiliki peranan penting di dalamkehidupan tumbuhan dan terlibat di dalam pertumbuhan dan

perlindungan tumbuhantersebut. Beberapa glikosida mengandung lebih dari satu jenis gula dalam bentuk disakarida atau trisakarida

Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semua jenis jamurberacun yaitu

Colitricia sp, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2,Trametes versicolor, Trametes sp. 1, danTrametes sp. 2mengandung glikosida (Tabel 4). Fungsiglikosida bagi jamur yaitu sebagai perlindungan jamur. Oleh karna ituglikosidamerupakan senyawa yang tidak disukai oleh hewan.

4. Saponin

Uji positif saponin (mengandung saponin) ditandai dengan terbentuknya busa selama ± 10 menit dan tidak hilang setelah ditambah 1 tetes HCl(Depkes,

1995). Sampel yang sudah diteteskan bersama HClke dalam tabung reaksi

dikocok untuk melihat adanya senyawa saponin atau tidak pada tumbuhan yang diuji.

Saponin mempunyai aktivitas farmakologi yang cukup luas di antaranya

meliputi: immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus, anti jamur, dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek hypokholesterol.

(45)

banyak keperluan, misalnya dipakai untuk membuat minuman beralkohol, dalam industri pakaian, kosmetik, membuat obat-obatan, dan dipakai sebagai obat tradisional.

Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil uji saponin (Tabel 4) menunjukkan bahwa ada 6 jenis jamur beracun yang memiliki busa di antaranya

adalahGanoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes versicolor, Trametes sp. 1 danTrametes sp. 2, sedangkan jenis jamur beracun yang tidak memiliki busa adalah Colitricia sp. Hasil uji saponin pada jamurberacun

tersebut dapat dijadikan sebagai obat-obatan dan pestisida.

5. Tanin

Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dan menggumpalkan protein atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Senyawa-senyawa tanin

ditemukan pada banyak jenis tumbuhan, berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta dalam pengaturan pertumbuhan.

Fungsi aktivitas senyawa tanin menurut Goldstein dan Swain (1965) adalah sebagai penghambat enzim hama. Uji skrining menunjukkan adanya

kandungan tanin ditandai dengan munculnya perubahan warna menjadi hitam kehijauan kehitaman saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada Tabel 4, tidak ada satupun jenis jamur

(46)

6. Triterpen/Steroid

Pada pengujian triterpen/steroidsampel yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 1 g kemudian dimaserasi dengan 20 ml petroleum eter selama 2 jam lalu

disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna

ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau maka hal itu menunjukkan bahwa triterpenoid/steroid ada (Harborne, 1987).

Triterpenoida berupa senyawa yang tidak berwarna dan berbentuk kristal.

Ujiyang banyak digunakan adalah reaksi Liebermann-Burchard yang dengankebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru.

Triterpenoida dapatdibagi menjadi empat golongan senyawa, yaitu triterpena sebenarnya, steroida,saponin dan glikosida jantung. Kedua golongan terakhir terutama terdapat sebagaiglikosida. Steroida merupakan suatu senyawa yang

mengandung intisiklopentanoperhidrofenantren. Steroid memiliki berbagai aktivitas biologi(Harborne,1996).Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil uji triterpen/steroid menunjukkan bahwa semua jenis jamurberacunyaitu

(47)

Potensi Jamur Beracun di Hutan TWA Sicike-cike

Hasil pengujian metabolit sekunder di laboratorium dari ketujuh jamur beracun diperoleh data bahwa ketujuh jamur beracun tersebut merupakan jamur yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida.

Jenis jamur beracun yang diteliti untuk dikembangkan sebagai biopestisida memiliki jumlah yang melimpah serta jenis dari jamur tersebut mudah untuk

dibudidayakan. Kebutuhan biopestisida sekarang ini sedang dikembangkan dan jamur beracun merupakan bahan baku utama yang sangat dibutuhkan dalam pembuatan biopestisida tersebut. Jenis Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1,

Ganoderma sp. 2, Trametes versicolor, Trametes sp. 1 danTrametes sp. 2. merupakan jenis jamur yang paling berpotensi dikembangkan sebagai bahan

(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis jamur beracun yang ditemukan di Hutan TWA Sicike-cike ada

sebanyak tujuh jenis, yaitu jenis Colitricia sp, Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1, Ganoderma sp. 2, Trametes versicolor, Trametes sp. 1 dan Trametes sp. 2.

2. Pengujian metabolit sekunder pada jamur beracun yang ditemukan menunjukan bahwa jenis jamur Ganoderma applanatum, Ganoderma sp. 1,

Ganoderma sp. 2, Trametes versicolor, Trametes sp. 1 danTrametes sp. 2 mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan triterpen/steroid, sedangkan Colitricia sp mengandung senyawa alkaloid,

flavonoid, glikosida dan triterpen/steroid.

Saran

Diharapkan untuk memanfaatkan jamur beacun sebagai bahan biopestisida untuk dapat mencegah serangan hama serta perlu dilakukannya pembudidayaan jamur beracun sehingga dalam pemanfaatanya sebagai pestisida alami tetap

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Arora, K., O`Connor, M. B., and R. Warrior. 1996. BMP Signaling in Drosophila Embryogenesis. Annals of the New York Academy of Sciences 785: 80-97

Asnah. 2010. Inventarisasi Jamur Makroskopis di Ekowisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Program Studi Magister Biologi.Universitas Sumatera Utara.

Chew et all, 2008. Early Onset Muscarinic Manifestations after Wild Mushroom Ingestion, Emergency Medicine Department, School of Medical Sciencies, University Sains Malaysia, Malaysia.

Depkes. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hal. 29-31.

. 1995. Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hal. 321-326, 333-337.

Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences 55(3):263.

Goldstein, J. L. dan T. Swain. 1965. The Inhibition of Enzymes by Tannins. Phytochemistry Volume 4, pp. 185-192. Great Britain : Elsevier Science Ltd.

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan dari Phytochemical Methods oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB. Bandung. Hal 47-245. . 1996. Metode Kimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan ke-2.

ITB Press. Bandung.

Hostettmann, K. dan A. Marston. 1995. Saponins. London : Cambridge University Press. Loveless, A. R. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Edisi Kedua.

PT Gramedia. Jakarta.

Onrizal. 2008. Petunjuk Praktikum Ekologi Hutan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Pratama, H. 2015. Eksplorasi Jamur Makroskopis yang Beracun di Cagar Alam Martelu

Purba Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Medan

Restuati, M. 2004. Ekstraksi Senyawa Fitokimia Tanaman Obat. Makalah

vhvhvhPelatihan Ekstraksi Tanaman Obat Program SP-04 FMIPA Unimed, bhhbhbMedan

28 Februari-6 Maret 2005

(50)

Sembiring, R. 2012. Keanekaragaman Vegetasi Tanaman Obat di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Kawasan Taman Hutan Raya Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara. USU Press. Medan.

Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM. 2010. Racun Alami pada Tanaman Pangan. Soerinegara dan Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soetarno S. 1990. Terpenoid, Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati ITB. Bandung. Sugiarto, A. 2010. Eksplorasi dan Koleksi Jamur pada Kawasan Taman Nasional Bogani

Nani Wartabone. Sulawesi Utara

Taofik. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Air Daun Paitan (Thitonia Deversifolia) sebagai Bahan Insektisida Botani Untuk Pengendali Hama Tungau Eriophydae. Bogor.

Winaro, F.G ., U.P . Triono dan R. Dandun P.A . 1999 . Jamur sebagai pangan dan obat. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

(51)

LAMPIRAN

Hasil pengujian skrining fitokimia:

1. Colitricia sp

a. Pengujian Alkaloid b. Pengujian Flavonoid c. Pengujian Glikosida

d. Pengujian Steroid e. Pengujian Tanin

2. Ganoderma applanatum

(52)

3. Ganoderma sp. 1

a. Pengujian Alkaloid b. Pengujian Flavonoid c. Pengujian Glikosida

d. Pengujian Saponin

4. Ganoderma sp. 2

(53)

d. Pengujian Saponin

5. Trametes versicolor

a. Pengujian Alkaloid b. Pengujian Flavonoid c. Pengujian Glikosida

d. Pengujian Steroid

6. Trametes sp. 1

(54)

d. Pengujian Steroid e. Pengujian Tanin

7. Trametes sp. 2

a. Pengujian Flavonoid b. Pengujian Steroid c. Pengujian Glikosida

Gambar

Gambar 1. Desain Plot Jamur Beracun
Gambar 2. Skema Pengujian Alkaloid
Gambar 3. Skema Pengujian Triterpenoid/Steroid
Gambar 4. Skema Pengujian Flavonoid
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam penulisan ilmiah ini penulis akan membahas tentang aplikasi pembuatan Situs Web Album Kenangan Kelas 3 KC 25 Angkatan 2002 Universitas Gunadarma dengan Menggunakan perangkat

Kegiatan menghitung tidak terlepas dari kehidupan manusia, oleh karena itu sejak dini anak-anak perlu dilatih ilmu matematika.Alat bantu peraga yang menarik akan sangat

[r]

Dibuat website ini berdasarkan dibutuhkannya informasi dan media promosi mengenai perumahan untuk meningkatkan penjualan, dimana pada website ini berisi tentang informasi

Konsep dasar Penulisan ilmiah ini adalah membahas tentang bagaimana cara membuat sebuah website tentang Aneka Tanaman Lalap dan Berkhasiat Obat, dimana di dalam website ini

Multicriteria analysis based on CORINE data shows moderate changes in mapping of suitable sites for utilization of selected sources of renewable energy in 1990, 2000, 2006 and

Dari 1 (satu) Penyedia Barang dengan penawaran terendah yang responsif dan dinyatakan lulus evaluasi dokumen penawaran ditetapkan sebagai pemenang lelang yaitu :.