• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksplorasi Tumbuhan Beracun Pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Sicike-cike, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tumbuhan beracun merupakan tumbuhan yang mengandung racun yang

dapat menyebabkan kita mengalami rasa sakit ataupun kematian. Tumbuhan

beracun dari hutan kurang mendapat perhatian khusus padahal memiliki potensi

yang cukup besar. Pemanfaatan tanaman beracun masih sangat kurang

menyebabkan tumbuhan beracun tertinggal dari pemanfaatan tanaman obat.

Menurut Hamid dan Nuryani(1992)Indonesia tercatat mempunyai lebih dari 50

famili tumbuhan penghasil racun, sedang sekitar 250 famili lainnya belum

diketahui kandungan bahan racunnya. Peranan tumbuhan dalam perkembangan

pengobatan tradisi telah diakui selain daripada peranannya seperti sumber

makanan, perhiasan, obat maupun bahan racun untuk hama.

Tumbuhan beracun dapat digunakan masyarakat sebagai bahan pengendali

hama karena mengandung racun. Kandungan senyawa yang ada dalam tumbuhan

beracun bermacam-macam sehingga dapat digunakan pengendali bagi berbagai

macam hama. Berdasarkan hasil penelitian Hamid dan Nuryani (1992) sebagian

tumbuhan tersebut, interaksi antara tumbuhan dan serangga yang terjadi telah

menyebabkan sejumlah senyawa kimia metabolit sekunder tumbuhan

mempengaruhi perilaku, perkembangan, dan fisiologis serangga. Dengan strategi

penggunaan yang tepat, metabolit sekunder ini diharapkan dapat dimanfaatkan

sebagai bahan pengendali hama tertentu.

Kebutuhan masyarakat akan obat-obatan sangat diperlukan terkhusus

(2)

obat racun untuk keperluan sehari-hari. Masyarakat Indonesia bahkan dikenal

dengan pengetahuan lokal yang tinggi sehingga masyarakat Indonesia dapat

memanfaatkan tumbuhan beracun untuk digunakan bagi kebutuhan sehari-hari.

Menurut Muktiningsih (2001) masyarakat Indonesia terdiri dari ratusan suku

yang masing-masing memiliki kebudayaan tersendiri. Setiap suku memiliki

pengetahuan lokal serta tradisional dalam memanfaatkan tumbuhanyang ada

dilingkungnnya, salah satunya adalah pemanfaatan tanaman beracun untuk

digunakan sebagai pestisida. Sebagaian besar merupakan kakayaan yang

diwariskan secara turun-temurun. Pengetahuan lokal ini spesifik bagi setiap suku,

sesuai dengan kondisi lingkungannya.

Tumbuhan beracun jika dimanfaatkan oleh masyarakat dengan baik akan

dapat menggantikan penggunaan pestisida yang berbahaya bagi lingkungan kita.

Penggunaan tumbuhan beracun menjadi pestisida alami tidak akan mengganggu

pertumbuhan tanaman pangan yang ditanam karena pestisida alami dari tumbuhan

beracun mudah menguap dan menghilang sehingga tidak mengganggu bagi

kesehatan. Kardinan (2004) menyatakan bahwa pestisida nabati bersifat “pukul

dan lari” (hit and run), yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada

waktu itu dan setelah hamanya terbunuh maka residunya akan cepat menghilang

di alam. Dengan demikian, tanaman akan terbebas dari residu pestisida dan aman

untuk dikonsumsi. Penggunaan pestisida nabati dimaksudkan bukan untuk

meninggalkan dan menganggap tabu penggunaan pestisida sintesis, tetapi hanya

merupakan suatu cara alternatif dengan tujuan agar pengguna tidak hanya

(3)

pestisida sintesis dapat diminimalkan sehingga kerusakan lingkungan yang

diakibatkannya pun diharapkan dapat dikurangi pula.

Peneliti memilih kawasan Hutan Wisata Alam Sicike-cike dengan luas

kawasan hutan sebesar ± 575 ha yang terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten

Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat sebagai tempat penelitian dikarenakan

kawasan hutan ini masih memikili kekayaan sumberdaya alam hayati, khususnya

keanekaragaman jenis tumbuhan beracun. Perlu dilakukan berbagai penelitian

untuk mengetahui potensi keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang ada di

kawasan hutan ini sehingga keanekaragaman hayatinya dapat dimanfaatkan

masyarakat serta dapat dilestarikan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilaksanakan pada Kawasan Hutan Wisata Alam

Sicike-cike ini antara lain:

1. Identifikasi jenis-jenis tumbuhan beracun

2. Analisis kandungan metabolit sekunder dari jenis-jenis tumbuhan beracun

3. Potensi pengembangan tumbuhan beracun.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah observasi awal untuk menjawab

kekurangan pengetahuan tentang bermacam-macam racun yang belum umum

yang dapat dijadikan referensi bagi yang berkepentingan khususnya masyarakat

serta dapat dijadikan petunjuk praktis untuk lebih berhati-hati dalam pemanfaatan

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-Cike

Taman Wisata Alam Sicike-cike terletak di Kabupaten Dairi, sekitar 450

km dari Medan dan sekitar 30 menit dari kota Sidikalang. Taman Wisata Alam

Sicike-cike diresmikan sebagai Hutan Wisata melalui SK Menteri Kehutanan No.

78/Kpts-II/1989 tanggal 7 Februari 1989 dengan luas kawasan 575 ha yang

termasuk di Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera

Utara.

Letak dan Luas

Secara administratif pemerintahan TWA Sicike-cike terletak di Dusun

Pansur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi dan

Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara. Secara geografis terbentang antara

98o20’-98030’ BT dan 2035’-22041’ LU. Secara administrasi pemangkuan

kawasan TWA Sicike-Cike termasuk kedalam wilayah Seksi Konservasi Wilayah

I Bidang KSDA Sumatera Utara dengan batas administrasi.

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lae Hole 2 Pancur Nauli

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan dan

Kecamatan Kerajaan

Potensi Kawasan

Hutan di TWA Sicike-cike sangat kaya akan tumbuhan semak, liana, herba

dan anggrek.Kelimpahannya tinggi karena hutan masih terjaga. Pohon yang

(5)

60 cm. Hutan ini cenderung landai, kelerengannya berkisar 40%, hutan ini secara

umum mudah dilalui, hanya bagian-bagian tertentu yang sulit karena curam atau

bergambut.

Tipe vegetasi TWA Sicike-cike adalah hutan hujan tropis. Sebagaimana

karakter hutan hujantropis pada umumnya, di TWA Sicike-cike juga terdapat

keragaman tumbuhan mulai dari tumbuhan tingkat rendah hingga tumbuhan

tingkat tinggi. Keragaman tumbuhannya terlihat berbeda mulai dari tepian hutan

hingga ketinggian 1.400 m dpl. Pada ketinggian tertentu banyak dijumpai pohon

kemenyan (Styrax paralleloneurum), Maeang (Palaquium), jenis-jenis

Zingiberaceae (Hedychium, Zingiber, Alpinia), jenis-jenis Araliaceae

(Arthrophyllum, Brassaiopsis, Schefflera), jenis-jenis Theaceae (Schima wallichii,

Eurya nitida), dan jenis-jenis Lauraceae (Cinnamomum, Actinodaphne). Dengan

bertambahnya ketinggian, populasi jenis-jenis tersebut semakin berkurang, namun

ada jenis lain yang populasinya bertambah sesuai dengan ketinggian tersebut,

seperti jenis dari sampinur tali (Dacrydium elatum), sampinur bunga

(Dacrycarpus imbricatus), jenis-jenis Fagaceae (Lithocarpus, Quercus), ada juga

dari jenis-jenis Andolok (Syzygium, Tristaniopsis), Rhododendron spp.

(Rhododendron malayanum dan Rhododendron sessilifolium), Nepenthes spp. (N.

rafflesiana, N.reinwardtiana), dan banyak jenis anggrek lainnya.

Tumbuhan Beracun

Indonesia tercatat mempunyai lebih dari 50 famili tumbuhan penghasil

racun, sedang sekitar 250 famili lainnya belum diketahui kandungan bahan

racunnya. Berdasarkan hasil penelitian sebagian tumbuhan tersebut, interaksi

(6)

kimia metabolit sekunder tumbuhan mempengaruhi perilaku, perkembangan, dan

fisiologis serangga. Dengan strategi penggunaan yang tepat, metabolit sekunder

ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengendali hama tertentu.

Peranan tumbuhan dalam perkembangan pengobatan tradisi telah diakui selain

daripada peranannya seperti sumber makanan, perhiasan, obat dan sebagainya

(Hamid dan Nuryani, 1992).

Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM (2010) menyatakan bahwa

banyak spesies tumbuhan di dunia tidak dapat dimakan karena kandungan racun yang

dihasilkannya. Proses domestikasi atau pembudidayaan secara berangsur-angsur

dapat menurunkan kadar zat racun yang dikandung oleh suatu tanaman sehingga

tanaman pangan yang kita konsumsi mengandung racun dengan kadar yang jauh lebih

rendah daripada kerabatnya yang bertipe liar (wild type). Penurunan kadar senyawa

racun pada tanaman yang telah dibudidaya antara lain dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan tempat tumbuhnya. Racun yang dihasilkan oleh tanaman merupakan

salah satu cara untuk melawan predator maka tidak mengherankan bila tanaman

pangan modern jauh lebih rentan terhadap penyakit.

Generasi saat ini lebih yakin kepada pengobatan secara tradisi walaupun

akhirnya ada diantara mereka yang menerima pengobatan moden. Selain daripada

tumbuhan yang digunakan sebagai obat, terdapat juga tumbuhan yang menjaga

kesehatan manusia dan hewan. Tidak semua tumbuhan digunakan sebagai obat

malah ada tumbuhan yang beracun. Tumbuhan beracun adalah

tumbuhan-tumbuhan yang boleh menyebabkan kesakitan, mabuk atau kematian apabila kita

memakan, meminum atau menyentuh bahagian-bahagian tertentu. Tumbuhan

beracun sebagai tumbuhan yang menyebabkan kesehatan normal terganggu

(7)

yang dapat menerima dampaknya. Kingsburg (1967) pernah menelitilebih kurang

700 spesies tumbuhan yang beracun dan masih banyak lagi yang belum diketahui.

Kelompok-kelompok racun yang ditemukan pada tanaman konsumtif, ada

beberapa yang larut lemak dan juga dapat bersifat bioakumulatif. Hal ini berarti

bila tanaman tersebut dikonsumsi maka racunnya akan tersimpan pada jaringan

tubuh, misalnya solanin pada tumbuhan kentang dan lain sebagainya

(Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM, 2010).

Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi

antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh

(kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas

yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga mempengaruhi kadar racun

dan nutrien yang dikandungnya (Joy, 2014).

Anti nutrisi bisa terdapat pada tanaman umumnya terjadi karena faktor

dalam (faktor intrinsik), yaitu suatu keadaan pada tanaman yang secara genetik

mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi dalam jaringan tubuhnya.

Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam amino toksik, dan saponin adalah beberapa

contohnya. Faktor lainnya adalah faktor luar (faktor lingkungan), yaitu suatu

keadaan pada tanaman yang secara genetik tidak mengandung unsur anti nutrisi

tetapi diperoleh dari pengaruh luar yang berlebihan atau mendesak (zat yang tidak

diinginkan mungkin masuk dalam jaringan tubuhnya). Contohnya adalah Se yang

terdapat secara berlebihan pada tanaman dan mampu mengakumulasi Se dalam

protein, misalnya pada jenis Astragalus sp., juga unsur radioaktif yang masuk

dalam rantai metabolik unsur yang kemudian terdeposit sebagai unsur-unsur

(8)

Beberapa ciri tumbuhan beracun sebagai berikut (Ardianto, 2013):

1. Memiliki duri yang tajam dihampir semua bagian

2. Memiliki rambut atau bulu yang sangat lebat dibagian daun atau batang

3. Memiliki getah yang berasa pahit

4. Memiliki bunga atau buah yang berwarna kuat atau gelap

5. Beraroma tidak enak atau menyengat dan berasa pahit

6. Daun terlihat utuh tidak ada bekas-bekas serangga-serangga

Sebagian besar racun atau anti nutrisi umumnya diperoleh dari hasil

metabolisme sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua

berdasarkan berat molekulnya yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh

pigmen pinol, antosin, alkohol, asam-asam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida,

inositol, asam-asam hidroksi aromatik, glikosida, fenol, alkaloid, ester, dan eter.

Metabolisme sekunder lainnya adalah yang berat molekulnya tinggi yaitu

selulosa, pektin, gum, resin, karet, tannin, dan lignin. Tanaman yang mengandung

metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya dengan cara pencucian air hujan

(daun dan kulit), penguapan dari daun (contoh kamfer), ekskresi aksudat pada

akar (contoh alang-alang) dan dekomposisi pada bagian tanaman itu sendiri

(Widodo, 2005).

Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan

Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun, dan kemungkinan

dapat disebabkan oleh senyawa racun yang terkandung di dalam tumbuhan

tersebut. Setiap jenis tumbuhan beracun mengandung zat-zat atau senyawa kimia

yang berbeda-beda, namun ada juga yang tidak. Sebagian besar dan berbagai

(9)

sepenuhnya diketahui atau belum dimanfaatkan secara mekanis. Beberapa

tumbuhan mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen

kimianya satu dengan yang lainnya. Menurut Hanenson (1980),

komponen-komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan terbagi atas alkaloid, polipeptida dan

asam amino, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin, tanin, saponin, dan

mineral lainnya.

1. Alkaloid

Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang

ditimbulkan hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan

berbeda-beda sesuai kondisi lingkungannya, dan alkaloid tersebar di seluruh bagian

tumbuhan. Efek terkontaminasi alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa

panas dan memerah, jantung berdenyut kencang, penglihatan menjadi gelap dan

menyebabkan susah buang air.

2. Polipeptida dan asam amino

Hanya sebagian polipeptida dan asam amino yang bersifat racun. Bila

terkontaminasi polipeptida, hypoglycin, akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.

3. Glikosida

Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses

hidrolisis, yang biasa disebut aglikon. Glikosida adalah senyawa yang paling

banyak terdapat pada tumbuhan daripada alkaloid. Gejala yang ditimbulkan

apabila terkontaminasi glikosida adalah iritasi pada mulut dan perut, diare hingga

(10)

4. Asam Oksalat

Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan

iklim, yang paling banyak adalah saat akhir musim panas dan musim gugur.

Karena oksalat dihasilkan oleh tumbuhan pada akhir produksi, yang terakumulasi

dan bertambah selama tumbuhan hidup. Gejala yang ditimbulkan adalah mulut

dan kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan

kehilangan suara selama dua hari, dan hingga menyebabkan kematian jika

terhirup.

5. Resin

Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic dan

penol, alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis

tertentu. Efek keracunan yaitu iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh.

Termasuk juga gejala muntah-muntah. Apabila terkontaminasi dengan air

buahnya menyebabkan bengkak dan kulit melepuh.

6. Phytotoxin

Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh ebagian

kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Akibat

terkontaminasi adalah iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan

pembengkakan organ tubuh setelah terhirup.

7. Tanin

Tanin adalah senyawa polifenol yang bersifat terhidrolisa dan kental.

Senyawa ini telah dikembangkan oleh tanaman sebagai bentuk pertahanan

terhadap serangan eksternal dari predator yang memiliki rasa sangat pahit

(11)

saluran pencernaan seperti diare, sakit perut, urin bercampur darah, sakit kepala,

kurang nafsu makan dan lain-lain.

8. Saponin

Saponin adalah glikosida tanaman yang ditandai dengan munculnya busa

di permukaan air bila dicampur atau diaduk, yang telah dikenal serta diakui

sebagai sabun alami dan telah menyebabkan beberapa tanaman seperti soapwort

(Saponaria officinalis) umum digunakan sebagai sabun untuk waktu yang lama.

Saponinketika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar daripada yang

diizinkan, senyawa ini menjadi tergolong beracun. Gejala yang ditimbulkan bagi

manusia apabila saponin dikonsumsi secara berlebihanadalahdapat menyebabkan

kerusakan pada mukosa pencernaan sehingga menderita muntah-muntah, sakit

perut, perdarahan, pusing, maag dan begitu terkontaminasi ke sistem peredaran

darah, senyawa ini dapat merusak ginjal dan hati serta mempengaruhi sistem saraf

Referensi

Dokumen terkait

Figures 5 and 6 were the results obtained after running the knowledge base classification in section 3.3 and they represent the lithology of the study area.. However

Persentase Jumlah penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan, jumlah pembinaan yang dilakukan kecamatan kepada desa dan kelurahan secara berkala dan jumlah

Multicriteria analysis based on CORINE data shows moderate changes in mapping of suitable sites for utilization of selected sources of renewable energy in 1990, 2000, 2006 and

Metode Evaluasi : Pagu Anggaran Kualitas Maka dapat kami umumkan hasil sebagai berikut

Bagi penyedia barang/jasa lainnya yang merasa tidak puas terhadap penetapan pemenang pelelangan ini diberi kesempatan untuk megajukan sanggahan secara tertulis ditujukan

Metode Evaluasi : Pagu Anggaran Kualitas Maka dapat kami umumkan hasil sebagai berikut

1) Kontrak yang dimaksud untuk pekerjaan ini adalah Lumpsum, yaitu kontrak pengadaan barang/ jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu,

melakukan pembayaran jumlah tersebut di atas dengan baik dan benar bilamana TERJAMIN tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan untuk