TINJAUAN PUSTAKA
Hutan tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tumbuhan yang merupakan
sumber daya alam hayati sekaligus sebagai penyedia senyawa kimia yang
berkhasiat sebagai obat atau racun.Walaupun luas daerah hutan tropis
diperkirakan 7% dari luas permukaan bumi tapi lebih dari 50% spesies organisme
berada di hutan tropis. Sebagai contoh saat ini satu dari dua belas obat-obatan dari
tanaman yang di pasarkan di Amerika Serikat mengandung derivat dari hutan
tropis dan satu dari tiga obat-obatan dari tanaman berasal dari hutan tropis.
Sungguhpun demikian baru sebagian kecil saja potensi dari hutan tropis tersebut
yang sudah diinventarisasi sebagai obat. Disisi lain kita berpacu dengan
kepentingan ekonomi, dimana hutan-hutan juga digunakan untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku industri atau diubah fungsinya sebagai lahan
pertanian(Soejarto et al., 1991).
Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis sehingga dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Umumnya
berbagai bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun, telah
diketahui. Namun, tidak demikian halnya dengan beberapa jenis hewan dan
tumbuhan, termasuk beberapa jenis tanaman pangan yang ternyata dapat
mengandung racun alami, walaupun dengan kadar yang sangat rendah. Tanaman
pangan seperti sayuran dan buah-buahan memiliki kandungan nutrien, vitamin,
danmineral yang berguna bagi kesehatan manusia serta merupakan komponen
buah-manusia. Racun alami adalah zat yang secara alami terdapat pada tumbuhan, dan
sebenarnya merupakan salah satu mekanisme dari tumbuhan tersebut untuk
melawan serangan jamur, serangga, serta predator (BPOM, 2008).
Keracunan dapat diidentifikasi dari berbagai macam tumbuhan beracun,
dan dapat dikelompokkan menurut senyawa racun. Sejumlah tumbuhan
mengandung unsur-unsur yang unik. Sebagian besar dan berbagai macam
kelompok tumbuhan mengandung racun alami yang belum diketahui atau
kerugian yang ditimbulkan. Sebagian tanaman mengandung dua atau lebih
senyawa racun yang berbeda satu dengan yang lainnya (Kingsbury, 1964).
Samsudin (2008) mengatakan kadar racun pada tanaman dapat sangat
bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan
tempat tanaman tumbuh (kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit
yang potensial. Varietas yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga
mempengaruhi kadar racun dan nutrien yang dikandungnya. Beberapa contoh
Tabel 1. Contoh Racun yang Terkandung pada Tanaman dan Fungsinya
Racun Terdapat pada tanaman Potensi
Terpen (Angelesia dan insektisida, anti mikroba, , pertahanan tubuh dari herbivora.
Alkaloid (Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Angelesia
Saponin (Pogonanthera pulverulenta,
Angelesia splendens,
Flavonoid (Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Pogonanthera
Pestisida
Pestisida merupakan substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik
maupun virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Hama yang
dimaksud di sini memiliki makna sangat luas yaitu serangga, tungau, tumbuhan
pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria,
virus, nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput,
tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Sedangkan hama yang
dimaksud bagi kehidupan rumah tangga adalah meliputi semua hewan yang
mengganggu kesejahteraan hidup seperti lalat, nyamuk, kecoak, ngengat,
kumbang, siput, kutu, tungau, ulat, rayap, ganggang serta kehidupan lainnya yang
terbukti mengganggu kesejahteraan (Novizan, 2002).
Pestisida yang digolongkan berdasarkan cara penggunaannya dapat berupa
Atraktan (zat kimia pembau sebagai penarik serangga dan menangkapnya dengan
perangkap), Kemosterilan (zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga serta
hewan bertulang belakang), Defoliant (zat yang dipergunakan untuk
menggugurkan daun supaya memudahkan panen pada tanaman kapas dan
kedelai), Desiccant (zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian
tanaman lainnya), Disinfektan (zat yang digunakan untuk membasmi
mikroorganisme), Zat pengatur tumbuh (zat yang dapat memperlambat atau
mempercepat pertumbuhan tanaman), Repellent (zat yang berfungsi sebagai
penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya; contohnya kamper
untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak nyamuk), Sterilan tanah (zat
yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma),
berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin dan hujan),
Surfaktan / agen penyebar (zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun),
Inhibitor (zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas) dan Stimulan
tanaman (zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan
terjadinya buah) (Martono et al., 2004).
Untung (2001) menyatakan bahwa prinsip penggunaan pestisida adalah harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain seperti komponen hayati, efisien untuk mengendalikan hama tertentu, harus minim residu, tidak persistent / harus mudah terurai, dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum, harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut, sebisa mungkin aman bagi lingkungan fisik dan biota, relatif aman bagi pemakai (LD 50 dermal dan oral relatif tinggi) dan harga terjangkau bagi petani.
Pestisida Organik
Pestisida organik adalah pestisida yang bahan aktifnya barasal dari
tanaman atau tumbuhan, hewan dan bahan ogranik lainnya yang berkhasiat
mengendalikan serangan hama pada tanaman. Pestisida organik tidak
meninggalkan residu yang berbahaya pada tanaman maupun lingkungan serta
dapat dibuat dengan mudah menggunakan bahan yang murah dan peralatan yang
sederhana (Komdasulsel, 2012).
Pestisida organik memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai repelan/
repellent yaitu menolak kehadiran serangga (misalnya dengan bau yang
menyengat), sebagai antifidan yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang
racun syaraf, sebagai pengacau sistem hormon di dalam tubuh serangga, sebagai
atraktan yaitu pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap
serangga, sebagai pengendali pertumbuhan jamur/bakteri dan sebagai perusak
perkembangan telur, larva dan pupa (Lestarimandiri, 2007).
Komponen Senyawa Beracun dalam Tumbuhan
Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun dan kemungkinan
dapat disebabkan oleh hasil metabolisme sekunder yang terkandung di dalam
tumbuhan beracun tersebut. Setiap jenis tumbuhan beracun pada umumnya
mengandung zat-zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda. Senyawa racun yang
bersifat alami dalam tumbuhan beracun belum sepenuhnya diketahui dan belum
semuanya dimanfaatkan secara aplikatif. Beberapa jenis tumbuhan beracun
mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen kimianya
satu dengan lainnya. Hanenson (1980) menyatakan bahwa komponen-komponen
kimia yang dihasilkan tumbuhan beracun melalui metabolisme sekunder terbagi
atas beberapa macam seperti alkaloid, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin,
tanin, saponin, polipeptida dan asam amino serta mineral lainnya.
1. Alkaloid
Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang
ditimbulkan hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan
berbeda-beda sesuai kondisi lingkungannya dan alkaloid umunya tersebar di seluruh
bagian tumbuhan. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi
alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung
2. Glikosida
Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses
hidrolisis yang biasa dikenal dengan sebutan aglikon. Glikosida merupakan
senyawa yang paling banyak terdapat dalam tumbuhan bahkan lebih banyak jika
dibandingkan dengan jumlah alkaloid yang terkandung. Gejala yang ditimbulkan
bagi manusia apabila terkontaminasi glikosida adalah iritasi pada mulut dan perut
serta diare.
3. Asam oksalat
Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan
iklim.Kadar asam oksalat paling tinggi ada pada saat akhir musim panas dan
musim gugur. Hal ini disebabkan oleh asam oksalat yang dihasilkan tumbuhan
terakumulasi selama masa tumbuhan produktif pada musim-musim itu. Gejala
yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi asam oksalat adalah mulut
beserta kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan
kehilangan suara sekitar selama dua hari dan bahkan dapat menyebabkan
kematian jika terkontaminasi terlalu banyak.
4. Resin
Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic, fenol,
alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis tertentu.
Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi resin adalah iritasi
langsung terhadap tubuh atau otot tubuh, gejala muntah-muntah, bengkak dan
5. Phytotoxin
Phytotoxinadalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh bagian
kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Gejala yang
ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi phytotoxin adalah iritasi hingga
menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah
terkontaminasi.
6. Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol yang bersifat terhidrolisa dan kental.
Senyawa ini telah dikembangkan oleh tanaman sebagai bentuk pertahanan
terhadap serangan eksternal dari predator yang memiliki rasa sangat pahit
ataukelat. Jika terkonsumsi lebih dari 100 mg bisa menghasilkan masalah pada
saluran pencernaan seperti diare, sakit perut, urin bercampur darah, sakit kepala,
kurang nafsu makan dan lain-lain.
7. Saponin
Saponin adalah glikosida tanaman yang ditandai dengan munculnya busa
di permukaan air bila dicampur atau diaduk, yang telah dikenal serta diakui
sebagai sabun alami dan telah menyebabkan beberapa tanaman seperti soapwort
(Saponaria officinalis) umum digunakan sebagai sabun untuk waktu yang lama.
Saponin ketika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar daripada yang
diizinkan, senyawa ini menjadi tergolong beracun. Gejala yang ditimbulkan bagi
manusia apabila saponin dikonsumsi secara berlebihana dalah dapat menyebabkan
kerusakan pada mukosa pencernaan sehingga menderita muntah-muntah, sakit
darah, senyawa ini dapat merusak ginjal dan hati serta mempengaruhi sistem saraf
bahkan dapat menghasilkan serangan jantung
8. Polipeptida dan asam amino
Polipeptida dan asam amino hanya sebagian kecil yang bersifat racun.
Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi polipeptida
(hypoglycin)adalah akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Tahura Bukit Barisan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha. Tahura Bukit
Barisan secara geografis terletak pada 0º1’16"-0º19’37" Lintang Utara dan
98º12’16"-98º41’00" Bujur Timur, sedangkan secara administratif termasuk
Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Tanah Karo, Propinsi Sumatera Utara
(Dephut, 2007)
Kawasan Tahura Bukit Barisan memiliki dua buah Gunung yaitu Gunung
Sibayak (2.211 mdpl) dan Gunung Sinabung (2.451 mdpl). Gunung-gunung ini
sering menjadi tantangan bagi para pendaki untuk menaklukkannya. Jika ingin
mendaki gunung-gunung ini, dianjurkan untuk meminta izin lebih dahulu kepada
instansi yang berwenang untuk persiapan segala sesuatu serta sangat diperlukan
adanya pemandu keselamatan (Dephut,2007).
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Tahura Bukit Barisan
termasuk ke dalam klasifikasi tipe B dengan curah hujan rata-rata 2.000 mm
sampai dengan 2.500 mm per tahun. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum