• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Pada Kawasan Hutan Lindung Sibayak I Di Taman Hutan Raya Bukit Barisan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Pada Kawasan Hutan Lindung Sibayak I Di Taman Hutan Raya Bukit Barisan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM (2010) menyatakan bahwa

banyak spesies tumbuhan di dunia tidak dapat dimakan karena kandungan racun yang dihasilkannya. Proses domestikasi atau pembudidayaan secara berangsur-angsur dapat menurunkan kadar zat racun yang dikandung oleh suatu tanaman

sehingga tanaman pangan yang kita konsumsi mengandung racun dengan kadar yang jauh lebih rendah daripada kerabatnya yang bertipe liar (wild type).

Penurunan kadar senyawa racun pada tanaman yang telah dibudidaya antara lain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tumbuhnya.

Riza dan Tahjadi (2001) menyatakan bahwa racun yang dihasilkan oleh

tanaman merupakan salah satu cara untuk melawan predator maka tidak mengherankan bila tanaman pangan modern jauh lebih rentan terhadap penyakit.

Kelompok-kelompok racun yang ditemukan pada tanaman konsumtif, ada beberapa yang larut lemak dan juga dapat bersifat bioakumulatif. Hal ini berarti bila tanaman tersebut dikonsumsi maka racunnya akan tersimpan pada jaringan

tubuh, misalnya solanin pada kentang (Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM, 2010).

Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh (kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas

(2)

Contoh-contoh racun yang terkandung pada tanaman pangan dan gejala keracunannya bagi manusia diinformasikan oleh Sentra Informasi Keracunan

Nasional BPOM (2010) melalui tabel berikut ini.

Tabel 1. Contoh Racun yang Terkandung pada Tanaman Pangan dan Gejala Keracunannya bagi Manusia

Racun Terdapat pada tanaman Gejala keracunan Fitohemaglutinin Kacang merah Mual, muntah, nyeri perut,

diare Glikosida sianogenik Singkong, rebung, biji

buah-buahan (apel, aprikot, pir, prem/plum, ceri, persik/peach)

Penyempitan saluran pernapasan, mual, muntah, sakit kepala

Glikoalkaloid Kentang, tomat hijau Rasa terbakar di mulut, sakit perut, mual, muntah Kumarin Parsnip, seledri Sakit perut, nyeri pada kulit

jika terkena sinar matahari

Kukurbitasin Zucchini Muntah, kram perut, diare,

pingsan

Asam oksalat Bayam, rhubarb, teh Kram, mual, muntah, sakit kepala

Sumber : Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM

Pestisida

Tarumingkeng (2008) menyatakan bahwa pembasmi hama atau pestisida

adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Pestisida seringkali disebut sebagai "racun" dalam bahasa sehari-hari. Nama ini berasal dari pest ("hama”) dan memiliki

akhiran -cide ("pembasmi").

Sasaran pestisida bermacam-macam seperti serangga, tikus, gulma,

burung, mamalia, ikan atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida digolongkan berdasarkan sasarannya dapat berupa Akarisida / Mitesida (tungau atau kutu), Algisida (alga), Avisida (burung), Bakterisida (bakteri), Fungisida

(3)

yang hidup di akar), Ovisida (telur), Pedukulisida (kutu atau tuma), Piscisida (ikan), Rodentisida (binatang pengerat seperti tikus) dan Termisida (rayap)

(Tarumingkeng, 2008).

Pestisida yang digolongkan berdasarkan cara penggunaannya dapat berupa Atraktan (zat kimia pembau sebagai penarik serangga dan menangkapnya dengan

perangkap), Kemosterilan (zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga serta hewan bertulang belakang), Defoliant (zat yang dipergunakan untuk

menggugurkan daun supaya memudahkan panen pada tanaman kapas dan kedelai), Desiccant (zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman lainnya), Disinfektan (zat yang digunakan untuk membasmi

mikroorganisme), Zat pengatur tumbuh (zat yang dapat memperlambat atau mempercepat pertumbuhan tanaman), Repellent (zat yang berfungsi sebagai

penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya; contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak nyamuk), Sterilan tanah (zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma),

Pengawet kayu (biasanya digunakan pentaclilorophenol / PCP), Stiker (zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin dan hujan),

Surfaktan / agen penyebar (zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun), Inhibitor (zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas) dan Stimulan tanaman (zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan

terjadinya buah) (Martono dkk, 2004).

Pestisida merupakan substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik

(4)

pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria, virus, nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput,

tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Sedangkan hama yang dimaksud bagi kehidupan rumah tangga adalah meliputi semua hewan yang mengganggu kesejahteraan hidup seperti lalat, nyamuk, kecoak, ngengat,

kumbang, siput, kutu, tungau, ulat, rayap, ganggang serta kehidupan lainnya yang terbukti mengganggu kesejahteraan (Novizan, 2002).

Untung (2001) menyatakan bahwa prinsip penggunaan pestisida adalah harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain seperti komponen hayati, efisien untuk mengendalikan hama tertentu, harus minim residu, tidak persistent /

harus mudah terurai, dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum, harus tersedia

antidote untuk pestisida tersebut, sebisa mungkin aman bagi lingkungan fisik dan biota, relatif aman bagi pemakai (LD 50 dermal dan oral relatif tinggi) dan harga terjangkau bagi petani.

Untung (2001) juga menyatakan mengenai beberapa cara kerja pestisida. Pestisida kontak berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena

sasaran. Pestisida fumigan berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap atau gas. Pestisida sistemik berarti dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman melalui jaringan kemudian hama akan mati kalau mengisap cairan

(5)

Pestisida Organik

Prakash dan Rao (1997) menyatakan bahwa petani selama ini bergantung

pada penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Pestisida kimia selain harganya yang mahal juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari

penggunaan pestisida kimia antara lain adalah hama berpeluang menjadi kebal (resisten), terjadi peledakan hama baru (resurjensi), berpotensi menciptakan

epidemi, penumpukan residu bahan kimia pada bagian tubuh tanaman yang berpotensi meracuni ternak bahkan organisme lain sehingga menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati, penumpukan residu bahan kimia di dalam

hasil panen sehingga berpotensi meracuni manusia, terbunuhnya predator alami, pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia dan kecelakaan operasi bagi

pengguna pestisida kimia yang dapat menyebabkan keracunan, kebutaan, kemandulan serta efek buruk lainnya.

Pestisida organik memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai repelan /

repellent yaitu menolak kehadiran serangga (misalnya dengan bau yang menyengat), sebagai antifidan yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang

telah diberi pestisida, sebagai penghambat reproduksi serangga betina, sebagai racun syaraf, sebagai pengacau sistem hormon di dalam tubuh serangga, sebagai atraktan yaitu pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap

serangga, sebagai pengendali pertumbuhan jamur/bakteri dan sebagai perusak perkembangan telur, larva dan pupa (Anonim, 2007).

(6)

tanaman atau resin yang diperoleh dengan mengambil cairan metabolit sekunder dari bagian tanaman tertentu dan dapat berupa abu sebagai insektisida yang

diperoleh dengan membakar bagian tertentu tanaman (seperti serai dan tembelekan (Lantana camara)). Contoh lainnya mengenai jenis tanaman yang dapat dipakai sebagai pestisida organik ditunjukkan melalui tabel berikut ini.

Tabel 2. Contoh Jenis Tanaman yang dapat Dipakai sebagai Pestisida Organik Nomor Jenis

Tanaman

Kandungan Racun dan Daya Kerjanya Jasad Sasaran 1 Berenuk Buah mengandung alkaloid

Cara kerja racun:

Mengusir dengan aroma serta rasa buahnya

Tikus, kutu daun, wereng

2 Batrawalik Buah mengandung alkaloid Cara kerja racun:

Mengusir dengan aroma serta rasa, meracuni syaraf dan menghambat perkembangan serangga

Umbinya mengandung racun dioskorin dan dioskonin

Cara kerja racun:

Mempengaruhi sistem syaraf, mengusir serangga dengan aroma serta rasa dan menganggu sistem reproduksi

Kutu daun, nyamuk,

wereng, tikus

4 Mindi Mengandung margosin, glikosida dan flavonoid

Cara kerja racun:

Menolak serangga, menghambat pertumbuhan, meracuni sistem pencernaan, mempengaruihi sistem syaraf dan respirasi serta bisa bersifat racun kontak

Ulat grayak,

5 Srikaya Daun dan buah muda mengandung minyak anonain dan resin

Cara kerja racun:

Meracuni sistem pencernaan, menolak serangga, menghambat peletakan telur dan mengurangi nafsu makan serangga serta bisa bersifat racun kontak

6 Surian Daun dan kulit batang mengandung surenon, surenin dan surenolakton

Cara kerja racun:

Mempengaruhi aktivitas makan, mengganggu sistem reproduksi dan bersifat mengusir hama

Tungau, walang sangit, kutu kebul, ulat dan kutu daun

7 Sembung Mengandung borneol, sineol, limonene, dan dimetil eter floroasetofenon

Cara kerja racun:

Mempengaruhi metabolisme dan syaraf.

Keong mas, limus

(7)

8 Picung Buah dan daun mengandung alkaloid dan asam biru (HCN)

Cara kerja racun:

Sebagai racun kontak yang mempengaruhi sistem syaraf. Daunnya dapat dipergunakan sebagai pembasmi kutu kepala manusia yaitu dengan cara dipanggang (dideang) daun picung hingga terasa hangat kemudian disisipkan di atas kepala yang banyak kutunya maka kutu akan keluar dan mati menempel pada daun picung

Wereng

9 Selasih Daun dan bunga selasih mengandung minyak atsiri yang di dalamnya terdapat kandungan metilegenol, eugenol, geraniol, sineol

Cara kerja racun:

Unsur metilegenol dapat menarik serangga jantan lalat buah dari golongan bactrocera sp.

Lalat buah /

Komponen Senyawa Beracun dalam Tumbuhan

Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun dan kemungkinan dapat disebabkan oleh hasil metabolisme sekunder yang terkandung di dalam tumbuhan beracun tersebut. Setiap jenis tumbuhan beracun pada umumnya

mengandung zat-zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda. Senyawa racun yang bersifat alami dalam tumbuhan beracun belum sepenuhnya diketahui dan belum

semuanya dimanfaatkan secara aplikatif. Beberapa jenis tumbuhan beracun mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan lainnya. Hanenson (1980) menyatakan bahwa komponen-komponen

kimia yang dihasilkan tumbuhan beracun melalui metabolisme sekunder terbagi atas beberapa macam seperti alkaloid, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin,

tanin, saponin, polipeptida dan asam amino serta mineral lainnya. 1. Alkaloid

Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang

(8)

berbeda-beda sesuai kondisi lingkungannya dan alkaloid umunya tersebar di seluruh bagian tumbuhan. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi

alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air.

2. Glikosida

Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses hidrolisis yang biasa dikenal dengan sebutan aglikon. Glikosida merupakan

senyawa yang paling banyak terdapat dalam tumbuhan bahkan lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah alkaloid yang terkandung. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi glikosida adalah iritasi pada mulut dan perut

serta diare.

3. Asam oksalat

Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan iklim. Kadar asam oksalat paling tinggi ada pada saat akhir musim panas dan musim gugur. Hal ini disebabkan oleh asam oksalat yang dihasilkan tumbuhan

terakumulasi selama masa tumbuhan produktif pada musim-musim itu. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi asam oksalat adalah mulut

beserta kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan kehilangan suara sekitar selama dua hari dan bahkan dapat menyebabkan kematian jika terkontaminasi terlalu banyak.

4. Resin

Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic, fenol,

(9)

langsung terhadap tubuh atau otot tubuh, gejala muntah-muntah, bengkak dan kulit melepuh.

5. Phytotoxin

Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh bagian kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Gejala yang

ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi phytotoxin adalah iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah

terkontaminasi. 6. Tanin

Tanin adalah senyawa polifenol yang bersifat terhidrolisa dan kental.

Senyawa ini telah dikembangkan oleh tanaman sebagai bentuk pertahanan terhadap serangan eksternal dari predator yang memiliki rasa sangat pahit atau

kelat. Jika terkonsumsi lebih dari 100 mg bisa menghasilkan masalah pada saluran pencernaan seperti diare, sakit perut, urin bercampur darah, sakit kepala, kurang nafsu makan dan lain-lain.

7. Saponin

Saponin adalah glikosida tanaman yang ditandai dengan munculnya busa

di permukaan air bila dicampur atau diaduk, yang telah dikenal serta diakui sebagai sabun alami dan telah menyebabkan beberapa tanaman seperti soapwort (Saponaria officinalis) umum digunakan sebagai sabun untuk waktu yang lama.

Saponin ketika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar daripada yang diizinkan, senyawa ini menjadi tergolong beracun. Gejala yang ditimbulkan bagi

(10)

perut, perdarahan, pusing, maag dan begitu terkontaminasi ke sistem peredaran darah, senyawa ini dapat merusak ginjal dan hati serta mempengaruhi sistem saraf

bahkan dapat menghasilkan serangan jantung. 8. Polipeptida dan asam amino

Polipeptida dan asam amino hanya sebagian kecil yang bersifat racun.

Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi polipeptida (hypoglycin) adalah akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Tahura Bukit Barisan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden

Republik Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha. Tahura Bukit Barisan secara geografis terletak pada 001’16"-019’37" Lintang Utara dan

9812’16"-9841’00" Bujur Timur, sedangkan secara administratif termasuk Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Tanah Karo, Propinsi Sumatera Utara.

Pembangunan Tahura ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan

pemanfaatan lingkungan melalui peningkatan fungsi dan peranan hutan. Tahura Bukit Barisan adalah unit pengelolaan yang berintikan kawasan hutan lindung dan

kawasan konservasi. Sebagian besar merupakan hutan lindung berupa hutan alam pegunungan yang ditetapkan sejak zaman Belanda, meliputi Hutan Lindung Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan Simancik II serta Hutan

Lindung Sinabung. Bagian lain kawasan Tahura ini terdiri dari CA/TW Sibolangit, SM Langkat Selatan, TW Lau Debuk-debuk dan Bumi Perkemahan

(11)

Kawasan Tahura Bukit Barisan memiliki dua buah Gunung yaitu Gunung Sibayak (2.211 m) dan Gunung Sinabung (2.451 m). Gunung-gunung ini sering

menjadi tantangan bagi para pendaki untuk menaklukkannya. Jika ingin mendaki gunung-gunung ini, dianjurkan untuk meminta izin lebih dahulu kepada instansi yang berwenang untuk persiapan segala sesuatu serta sangat diperlukan adanya

pemandu keselamatan.

Pada umumnya keadaan topografi lapangan Tahura Bukit Barisan

sebagian datar, curam dan berbukit-bukit. Pegunungan terdapat di beberapa tempat dan puncak tertingginya yaitu Gunung Sibayak dengan ketinggian 1.430 sampai 2.200 meter di atas permukaan laut.

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Tahura Bukit Barisan termasuk ke dalam klasifikasi tipe B dengan curah hujan rata-rata 2.000 sampai

dengan 2.500 mm per tahun. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum 25°C dengan kelembaban rata-rata berkisar 90%.

Vegetasi di Tahura Bukit Barisan, keadaanya ditumbuhi berbagai jenis

pohon pegunungan baik jenis lokal maupun yang berasal dari luar yaitu antara lain Tusam (Pinus merkusii), Simar telu (Schima wallichii), Tulasan (Altingia exelsa),

Meang (Alseodaphne sp.)

Jenis-jenis satwa yang dapat dijumpai antara lain Wau-wau (Hylobates lar), Elang (Haliantus indus) Rangkong (Buceros sp.), Ayam Hutan

(Gallus varius)

, Podocarpus sp., Ingul (Toona surei), Durian (Durio zibethinus) dan lain-lain. Jenis tanaman yang berasal dari luar diantaranya Pinus caribeae, Pinus khasia, Pinus insularis, Eucalyptus sp., Agathis sp. dan lain-lain.

Gambar

Tabel 1. Contoh Racun yang Terkandung pada Tanaman Pangan dan Gejala
Tabel 2. Contoh Jenis Tanaman yang dapat Dipakai sebagai Pestisida Organik

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian pendidikan stimulasi ibu terhadap kesiapan toilet training anak toddler di Desa Sukoreno Sentolo

Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menhyelesaikan Tugas Akhir ini serta menyelesaikan

data yang relevan penelitian. 14 Teknik dokumentasi digunakan untuk mencari data prestasi belajar matematika siswa yang.. diperoleh dari guru matematika yang

Dalam skripsi ini akan diuraikan bagaimana pengawasan perbankan di Indonesia, bagaimana pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan di Indonesia, dan bagaimana penentuan

rasa ucapan syukur masyarakat kepada sang pencipta atas berkat panen.. yang

Dalam cerita yang terdapat dalam kidung Sunda tersebut dapat dilihat bahwa perang Bubat terjadi karena kesalahan yang dilakukan oleh patih Gajah Mada.. Gajah Mada merasa bahwa

Studipustakayaitupengumpulan data dansumberdengancaramembacabuku, internet, jurnaldanartikel-artikel yang terkaitdenganproyekini

Sistem Radio frequency identification (RFID) adalah sebuah teknologi yang menggunakan komunikasi via gelombang elektromagnetik untuk merubah data antara terminal dengan suatu