• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Ikan Tongkol

Ikan tongkol yang digunakan terlebih dahulu dikarakterisasi dengan penghitungan proporsi rendemen bagian tubuh dan analisis komposisi kimia kulit. Proporsi rendemen yang dihitung adalah bagian tulang, kepala, kulit, daging, dan jeroan. Hasil proporsi bagian tubuh ikan tongkol (Gambar 2) diperoleh bahwa daging memiliki rendemen tertinggi yaitu sebesar 54,31±0,59% (edible portion) dan rendemen terendah terdapat pada kulit yaitu sebesar 3,23±0,09%. Bagian tubuh lainnya yaitu kepala, tulang, dan jeroan memiliki proporsi rendemen sebesar 21,54±0,50%; 13,63±0,37%; dan 7,28±0,18%. Liu et al. (2012) menjelaskan bahwa kulit memang memiliki proporsi terendah dari bagian tubuh lainnya, namun dalam pemanfaatan limbah untuk dijadikan sumber kolagen, kulit memiliki prospek dan potensi yang lebih baik dibandingkan dengan bagian limbah lainnya, seperti tulang, kepala, maupun jeroan. Beberapa data sumber penelitian menunjukkan bahwa kolagen dari kulit memiliki rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan tulang, misalnya kolagen dari kulit dan tulang ikan swanggi sebesar 10,9% dan 1,6% (bb) (Kittiphatanabawon et al. 2005), ikan bighead carp sebesar 17,5% dan 1,3% (bb) (Liu et al. 2012), dan ikan mas sebesar 41,3% dan 1,06% (bk) (Duan et al. 2009).

Gambar 2 Proporsi bagian tubuh ikan tongkol ( ) daging, ( ) jeroan, ( )tulang, ( ) kepala, ( ) kulit

Proses karakterisasi selanjutnya yaitu analisis komposisi kimia kulit ikan tongkol. Analisis komposisi kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi yang terkandung didalam kulit. Analisis komposisi kimia yang dilakukan pada penelitian ini meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu.

13,63±0,37%

21,54±0,50%

3,23±0,09% 54,31±0,59%

12

Komposisi kimia kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya

Sumber Kadar air (% bb) Kadar protein (% bb) Kadar lemak (% bb) Kadar abu (% bb) Kulit ikan tongkol

(Euthynnusaffinis) 71,66±0,01 24,63±0,12 2,72±0,24 0,17±0,00 Kulit ikan cobia

(Rachycentron canadum)1 71,79±0,49 19,02±0,21 7,09±0,18 1,36±0,16 Kulit ikan cucut bambu

(Chiloscyllium punctatum)2 58,70±1,14 29,77±0,81 0,16±0,04 14,43±0,12 Keterangan: 1Ariesta (2014); 2Mahardika (2013)

Tabel 1 menunjukkan bahwa kulit ikan tongkol memiliki kadar air, protein, lemak, dan abu sebesar 71,66%; 24,63%; 2,72%; dan 0,17%. Komposisi kimia kulit ikan tongkol memiliki kadar air dan kadar protein yang tinggi serta kadar lemak dan kadar abu yang rendah apabila dibandingkan dengan kulit ikan cobia dan kulit ikan cucut bambu. Kadar protein kulit ikan tongkol tergolong tinggi karena bernilai lebih dari 20% (Stansby 1963). Kadar protein yang tinggi dari kulit ikan tongkol juga memiliki potensi yang baik untuk dijadikan sebagai sumber kolagen. Alfaro et al. (2013) menyatakan bahwa kadar protein pada kulit ikan sangat menentukan terhadap jumlah kolagen yang terkandung di dalam jaringan kulit. Keberadaan lemak dan abu pada kulit ikan juga akan berpengaruh terhadap karakteristik dan keefektifan kolagen yang dihasilkan sehingga perlu dihilangkan (Shon et al. 2011). Matmaroh et al. (2011) menyatakan bahwa penghilangan lemak dan abu dapat dilakukan dengan perendaman kulit pada larutan alkali dan asam asetat. Kadar lemak dan kadar abu yang rendah dari kulit ikan tongkol juga mengindikasikan sebagai bahan baku yang baik dalam ekstraksi kolagen.

Pretreatment Kolagen

Pembuatan kolagen diawali dengan proses pretreatment yaitu deproteinisasi. Proses deproteinisasi bertujuan untuk menghilangkan protein non-kolagen yang terkandung pada kulit ikan tongkol dengan larutan alkali. Zhou dan Regenstein (2005) menyatakan contoh dari larutan alkali yang dapat digunakan untuk menghilangkan protein non-kolagen yaitu NaOH dan Ca(OH)2. Larutan alkali yang digunakan dalam proses deprotinisasi ini adalah NaOH dengan 3 perlakuan konsentrasi berbeda dan lama perendaman selama 12 jam. Konsentrasi protein terlarut pada NaOH sisa perendaman kulit ikan tongkol berdasarkan pengaruh konsentrasi NaOH dan lama perendaman dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

13

Gambar 3 Konsentrasi protein terlarut pada NaOH sisa perendaman kulit ikan tongkol berdasarkan hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi NaOH

Keterangan: lama perendaman 2 jam ( ), 4 jam ( ), 6 jam ( ), 8 jam ( ), 10 jam ( ), dan 12 jam ( )

Gambar 4 Konsentrasi protein terlarut pada NaOH sisa perendaman kulit ikan tongkol berdasarkan hasil uji DMRT pengaruh lama perendaman

Keterangan: konsentrasi NaOH 0,05 M ( ); NaOH 0,1 M ( ); dan NaOH 0,2 M ( ) 1,279 1,403 1,391 1,050 1,130 1,249 0,760 0,864 0,985 0,549 0,609 0,680 0,327 0,404 0,469 0,140 0,220 0,285 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 0,05 M 0,1 M 0,2 M P rot ei n t er la ru t (m g/m L ) Konsentrasi NaOH a b c 1,279 1,050 0,760 0,549 0,327 0,140 1,403 1,130 0,864 0,609 0,404 0,220 1,391 1,249 0,985 0,680 0,469 0,285 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8

2 jam 4 jam 6 jam 8 jam 10 jam 12 jam

P rot ei n t er la ru t (m g/m L ) Lama perendaman a b c d e f

14

Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa lama perendaman kulit pada berbagai konsentrasi NaOH selama 2 jam memiliki konsentrasi protein terlarut yang tinggi dan seiring bertambahnya waktu maka konsentrasi protein terlarut menjadi semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama proses perendaman, maka protein non-kolagen pada kulit ikan tongkol akan semakin berkurang. Jaswir et al. (2011) menyatakan bahwa selama perendaman dalam NaOH, kulit menjadi mengembang sehingga memudahkan masuknya air dan menyebabkan protein non-kolagen yang terjebak dalam matrik kolagen menjadi lebih mudah dilepaskan.

Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi NaOH dan lama perendaman terhadap total protein non-kolagen terlarut, namun interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap total protein non-kolagen terlarut (Lampiran 3). Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT pada tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 4-5), perendaman kulit dalam larutan NaOH 0,05 M selama 12 jam merupakan perlakuan terbaik karena memiliki nilai konsentrasi protein non-kolagen terlarut yang paling rendah yaitu sebesar 0,140 mg/mL. Zhang et al. (2007) menyatakan bahwa protein non-kolagen pada kulit dapat

dihilangkan dengan perendaman menggunakan larutan NaOH selama 12 jam. Zhou dan Regenstein (2005) menambahkan bahwa penghilangan protein non-kolagen dapat dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH pada konsentrasi antara 0,01 hingga 0,1 mol/L dan penggunaan konsentrasi larutan NaOH di atas 0,1 mol/L tidak akan lebih efektif dalam menghilangkan protein non-kolagen.

Karakteristik Kolagen Kulit Ikan Tongkol Terbaik

Kolagen kulit ikan tongkol terbaik yang dihasilkan merupakan kolagen yang sudah dikeringbekukan yang diperoleh dari proses pretreatment terbaik. Kolagen terbaik yang diperoleh berbentuk lembaran berserat, berwarna putih, dan tidak beraroma. Karakterisasi kolagen terbaik diperlukan untuk mengetahui sifat fisiko-kimia dari kolagen yang dihasilkan.

Rendemen kolagen terbaik

Rendemen kolagen merupakan persentase kolagen yang dihasilkan dari berat bahan baku awal. Rendemen juga berguna untuk mengetahui keefektifan proses ekstraksi. Hasil penelitian menunjukkan kolagen kulit ikan tongkol memiliki rendemen sebesar 7,46±0,33%. Rendemen kolagen kulit ikan tongkol lebih tinggi dari PSC (pepsin soluble collagen) kulit ikan gorara (Jongjareonrak et al. 2005) dan ASC (acid soluble collagen) kulit ikan patin siam (Singh et al. 2011), namun lebih rendah dari kulit ikan cobia (Ariesta 2014), ASC kulit ikan gorara (Jongjareonrak et al. 2005), dan PSC kulit ikan patin siam (Singh et al. 2011). Potaros et al. (2009) menyatakan bahwa perbedaan nilai rendemen pada kolagen yang dihasilkan dapat disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi yang digunakan, perbedaan konsentrasi larutan untuk menghilangkan protein non-kolagen, perbedaan jenis bahan baku, serta perbedaan suhu dan waktu dalam proses ekstraksi. Rendemen kolagen kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya disajikan pada Tabel 2.

15

Tabel 2 Rendemen kolagen kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya

Sumber kolagen Rendemen (% bb) Kulit ikan tongkol (Euthynnusaffinis) 7,46±0,33 Kulit ikan cobia (Rachycentron canadum)1 10,51±0,48 ASC kulit ikan gorara (Lutjanus vitta)2

PSC kulit ikan gorara (Lutjanus vitta)2

9,0 4,7 ASC kulit ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus)3 5,1 PSC kulit ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus)3 7,7 Keterangan: 1Ariesta (2014); 2Jongjareonrak et al. (2005); 3Singh et al. (2011)

Nilai pH kolagen terbaik

Nilai pH merupakan suatu parameter untuk mengukur derajat keasaman atau kebasaan suatu larutan. Nilai pH kolagen dari kulit ikan tongkol bersifat sedikit asam yaitu 5,29±0,04. Nilai pH kolagen kulit ikan tongkol lebih tinggi dibandingkan dengan kolagen kulit ikan pari yaitu 5,00 dan kolagen kulit ikan cucut bambu yaitu 4,60 namun lebih rendah dari nilai pH kolagen kulit ikan cobia yaitu 7,08±0,01. Nilai pH kolagen kulit ikan tongkol yang dihasilkan sedikit lebih rendah bila dibandingkan pH kolagen dari sisik ikan yaitu berkisar antara 5,5-6,6 (Hartati dan Kurniasari 2010). Zhou dan Regenstein (2005) menyatakan kombinasi perlakuan asam dan basa pada proses ekstraksi cenderung menghasilkan pH akhir yang netral. Proses penetralan juga berpengaruh pada pH akhir kolagen karena penetralan berfungsi mengurangi sisa-sisa larutan asam maupun basa akibat perendaman. Nilai pH kolagen kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai pH kolagen kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya

Sumber kolagen Nilai pH

Kulit ikan tongkol (Euthynnusaffinis) 5,29±0,04 Kulit ikan cobia (Rachycentron canadum)1 7,08±0,01 Kulit ikan cucut bambu (Chiloscyllium punctatum)2 4,60 Kulit ikan pari (Pastinachus solocirostris)3 5,00 Keterangan: 1Ariesta (2014); 2Mahardika (2013); 3Nur’aenah (2013)

Komposisi asam amino kolagen terbaik

Kolagen merupakan komponen utama dari matriks ekstraseluler yang mengandung sekitar 90% protein dan memiliki 18 jenis asam amino dengan 7 diantaranya merupakan asam amino esensial (Kumar et al. 2011). Kolagen telah teridentifikasi sebanyak 28 jenis yaitu kolagen dengan tipe I-XXVIII dan setiap jenisnya memiliki urutan-urutan asam amino dan struktur molekul yang khas (Matmaroh et al. 2011). Komposisi asam amino pada kolagen dipengaruhi oleh sifat fisik-kimianya, seperti kemampuan cross-linking dan stabilitas termal. Komposisi asam amino kolagen berbeda-beda pada setiap spesies karena adanya perbedaan struktur molekulnya (Lin dan Liu 2006). Komposisi asam amino kolagen kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya disajikan pada Tabel 4.

16

Tabel 4 Komposisi asam amino kolagen kulit ikan tongkol dan kulit ikan lainnya

Asam amino

Komposisi asam amino (%) Data penelitian Kolagen kulit ikan cobia

(Ariesta 2014)

Kolagen kulit ikan pari

(Nur’aenah 2013) Alanina 7,48 7,36 4,37 Arginina 10,60 8,32 12,03 Asam aspartat 2,70 3,67 3,75 Asam glutamat 5,68 5,83 8,20 Fenilalanina 3,23 1,82 2,97 Glisina 30,34 20,75 24,08 Histidina 1,09 1,52 1,89 Isoleusina 0,55 0,98 1,97 Leusina 2,40 1,42 2,99 Lisina 2,35 3,32 2,51 Metionina 2,55 2,21 3,25 Prolina 11,31 10,21 11.42 Serina 4,43 2,70 3,60 Sistina 0,10 0,35 0,00 Tirosina 0,85 0,54 0,71 Treonina 3,66 2,00 3,84 Valina 0,78 1,95 3,17 Total 90,10 74,95 79,33

Tabel 4 menunjukkan bahwa komposisi asam amino dengan jumlah yang dominan pada kolagen kulit ikan tongkol yaitu glisina, prolina, arginina, dan alanina. Asam amino dengan jumlah yang rendah yaitu sistina, isoleusina, valina, tirosina, dan histidina. Hasil ini serupa dengan komposisi asam amino dari kulit ikan cobia (Rachycentron canadum) (Ariesta 2014) dan kulit ikan pari (Pastinachus solocirostris) (Nur’aenah 2013). Glisina merupakan asam amino

yang paling dominan pada kolagen kulit ikan tongkol yaitu sebesar 30,34%. Kittiphattanabawon et al. (2005) menyatakan bahwa glisina mewakili sekitar sepertiga total dari asam amino pada kolagen. Susunan triple helix kolagen (Gly-X-Y) memiliki 35% prolina dan hidroksiprolina sebagai penyusunnya, sementara glisina terdapat pada setiap posisi ketiga susunan (Friess 1998). Keberadaan glisina pada posisi ketiga susunan berperan sangat penting dalam mengurangi halangan steric dan menyediakan ikatan hidrogen antar rantai yang tegak lurus dengan sumbu helix (Fontaine-Vive et al. 2009). Kadar asam amino glisina, alanina, dan prolina yang tinggi serta kadar asam amino tirosina dan histidina yang rendah mengindikasikan bahwa kolagen yang diekstrak adalah kolagen tipe I (Nalinanon et al. 2011). Silvipriya et al. (2015) menjelaskan bahwa kolagen yang diekstrak dari kulit pada umumnya merupakan kolagen tipe I.

Kelarutan kolagen terbaik

Kelarutan merupakan kemampuan zat terlarut (solute) untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Lee et al. (2001) menyatakan bahwa kolagen dapat dilarutkan ke dalam air, terutama dengan penambahan perlakuan asam. Hasil kelarutan kolagen kulit ikan tongkol pada beberapa pH disajikan pada Gambar 5.

17

Gambar 5 Kelarutan kolagen kulit ikan tongkol pada beberapa pH (n = 2 ulangan) Gambar 5 menunjukkan bahwa kelarutan kolagen tertinggi terdapat pada pH 3 yaitu 90,80%, sedangkan kelarutan terendah terdapat pada pH 6 yaitu 54,45%. Matmaroh et al. (2011) menjelaskan bahwa kelarutan kolagen akan tinggi pada kisaran pH 2-4 dan ketika pH di atas 4 yaitu mendekati pH netral atau basa kelarutan kolagen akan menurun. Kelarutan terendah pada pH 6 menunjukkan titik isoelektrik pada kolagen yang dihasilkan. Titik isoelektrik pada kolagen umumnya terdapat pada kisaran pH 6-9 (Shon et al. 2011). Kittiphattanabawon et al. (2005) mengatakan bahwa ketika nilai pH berada di atas dan di bawah titik isoelektrik, protein memiliki muatan positif atau negatif sehingga memiliki kemampuan berinteraksi dengan air menjadi lebih tinggi. Jongjareonrak et al. (2005) menjelaskan bahwa pada titik isoelektrik, muatan molekul protein menjadi nol sehingga interaksi hidrofobik menjadi meningkat dan menyebabkan pengendapan protein terlarut pada pH titik isolektrik tersebut.

Gugus fungsi kolagen terbaik dengan Fourier Transform Infrared (FTIR)

Spektroskopi FTIR merupakan teknik analisis yang sudah banyak digunakan untuk menganalisis struktur sekunder kolagen dengan cara mengetahui gugus fungsinya (Paschalis et al. 2001). Kong dan Yu (2007) menjelaskan bahwa prinsip dari spektroskopi FTIR yaitu dengan pengukuran panjang gelombang dan intensitas penyerapan radiasi inframerah oleh sampel. Penyerapan radiasi inframerah tersebut akan menimbulkan getaran yang dapat mengkarakterisasikan kelompok peptida dan rantai sampingnya sehingga memberikan informasi mengenai struktur protein (Paschalis et al. 2001). Gugus fungsi khas yang terdapat pada kolagen adalah amida A, B, I, II, dan III. Hasil spektra inframerah kolagen kulit ikan tongkol disajikan pada Gambar 6 dan karakteristik gugus fungsi kolagen kulit ikan tongkol disajikan pada Tabel 5.

88,50 90,80 81,65 75,60 54,45 71,60 66,25 0 20 40 60 80 100 120 2 3 4 5 6 7 8 K el a ru tan ( % ) pH

18

Gambar 6 Spektra inframerah kolagen kulit ikan tongkol

Tabel 5 Karakteristik gugus fungsi kolagen kulit ikan tongkol dan ikan lainnya

Daerah serapan

Bilangan gelombang puncak serapan (cm-1)

Keterangan Data penelitian PSC kulit belut laut (Veeruraj et al. 2013)

ASC kulit ikan nila perch (Muyonga et al. 2004) Standar wilayah serapan Amida A 3395 3395 3434 3440-33001 NH streching Amida B 2929 2924 2924 2935-29152 CH2 asimetri streching

Amida I 1652 1653 1650 1690-16003 C=O streching

Amida II 1543 1541 1542 1575-14803 NH bending, CN streching

Amida III 1237 1243 1235 1301-12293 NH bending, CN streching

Keterangan: 1Muyonga et al. (2004); 2Coates (2000); 3Kong dan Yu (2007)

Gambar 6 menunjukkan bahwa puncak serapan gugus amida A terdeteksi pada bilangan gelombang 3395 cm-1 dengan karakteristik NH streching. Nilai

serupa juga ditunjukkan dari PSC kulit belut laut hasil penelitian Veeruraj et al. (2013), namun lebih rendah dari ASC kulit ikan nila perch yaitu

3434 cm-1. Gugus amida A dengan NH streching yang bebas biasanya terdeteksi pada bilangan gelombang 3440-3400 cm-1, namun ketika grup NH pada peptida terlibat dalam ikatan hidrogen, maka posisinya akan bergeser ke frekuensi yang lebih rendah (Li et al. 2013).

A

B

I II

19

Gugus amida B kolagen kulit ikan tongkol terdeteksi pada bilangan gelombang 2929 cm-1. Coates (2000) menyatakan bahwa wilayah serapan gugus amida B akan terdeteksi pada bilangan gelombang 2935-2915 cm-1 atau 2865-2845 cm-1. Nilai gugus amida B kolagen kulit ikan tongkol lebih tinggi dari

PSC kulit belut laut dan ASC kulit ikan nila perch yaitu 2924 cm-1. Li et al. (2013) menjelaskan dengan adanya gugus amida B pada kolagen, maka

akan berhubungan dengan sifat karakteristik CH2 asimetri streching yang dihasilkan.

Gugus amida I kolagen kulit ikan tongkol terdeteksi pada bilangan gelombang 1652 cm-1. Kong dan Yu (2007) menyatakan bahwa gugus amida I akan terdeteksi pada bilangan gelombang 1690-1600 cm-1. Nilai gugus amida I kolagen kulit ikan tongkol sedikit lebih tinggi dari ASC kulit ikan nila perch yaitu 1650 cm-1 dan sedikit lebih rendah dari PSC kulit belut laut yaitu 1653 cm-1. Shah dan Manekar (2012) menyatakan bahwa gugus amida I terkait dengan karakteristik vibrasi peregangan gugus karbonil. Gugus amida I juga merupakan

gugus fungsi khas yang dapat membedakan antara kolagen dan gelatin. Sai dan Babu (2001) menjelaskan bahwa umumnya gugus amida I pada kolagen

memiliki bilangan gelombang antara 1655-1650 cm-1. Nagarajan et al. (2012) menyatakan bahwa gugus amida I gelatin kulit luar cumi-cumi terdeteksi pada bilangan gelombang 1635-1632 cm-1. Gugus amida I pada kolagen memiliki puncak serapan bilangan gelombang yang lebih tinggi dibandingkan gugus amida I pada gelatin. Yakimets et al. (2005) menyatakan bahwa gugus amida I yang terdeteksi pada bilangan gelombang sekitar 1633 cm-1 merupakan karakteristik struktur random coiled pada gelatin. Struktur random coiled tersebut terbentuk karena adanya proses depolimerisasi termal, yaitu proses terpecahnya struktur terorganisir triple helix kolagen akibat peningkatan suhu pada saat proses ekstraksi dilakukan (Sai dan Babu 2001).

Gugus amida II kolagen kulit ikan tongkol terdeteksi pada bilangan gelombang 1543 cm-1. Kong dan Yu (2007) menyatakan bahwa gugus amida II akan terdeteksi pada bilangan gelombang 1575-1480 cm-1. Nilai gugus amida II kolagen kulit ikan tongkol sedikit lebih tinggi dari PSC kulit belut laut yaitu 1541 cm-1 dan ASC kulit ikan nila perch yaitu 1542 cm-1. Liu et al. (2012) menyatakan bahwa gugus amida II terkait dengan adanya karakteristik vibrasi NH bending disertai dengan vibrasi CN stretching.

Gugus amida III kolagen kulit ikan tongkol terdeteksi pada bilangan gelombang 1237 cm-1. Kong dan Yu (2007) menyatakan bahwa gugus amida III akan terdeteksi pada bilangan gelombang 1301-1229 cm-1. Nilai gugus amida III kolagen kulit ikan tongkol sedikit lebih tinggi dari ASC kulit ikan nila perch yaitu 1235 cm-1 dan lebih rendah dari PSC kulit belut laut yaitu 1243 cm-1. Gugus amida III memiliki karakteristik yang sama dengan gugus amida II akan tetapi ada sedikit perubahan bentuk dari vibrasi NH bending dan vibrasi CN stretching (Liu et al. 2012). Gugus amida III memiliki hubungan terhadap struktur triple helix yang merupakan karakteristik khas pada kolagen. Matmaroh et al. (2011) menyatakan bahwa gugus amida III dengan bilangan gelombang 1237-1234 cm-1 memiliki struktur antarmolekul yang tinggi dan struktur triple helix yang dominan dengan ikatan yang kuat. Hal ini mengindikasikan bahwa proses ekstraksi yang dilakukan menghasilkan kolagen dengan karakteristik yang baik.

20

Dokumen terkait