• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Kimia Daun Lindur (B. gymnorrhiza)

Daun lindur secara empiris telah banyak digunakan oleh masyarakat Tual di Kepulauan Sulawesi, namun komposisi kimia daun lindur tersebut belum diketahui. Komposisi kimia daun lindur ditentukan melalui analisis proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya kandungan air, lemak, protein, abu, dan serat kasar. Sampel yang digunakan untuk analisis proksimat yaitu daun lindur segar dan kering. Komposisi kimia daun lindur segar dan kering disajikan pada Tabel 1. Contoh perhitungan analisis proksimat daun lindur disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 1 Komposisi kimia daun lindur Komponen (b/b) Bruguiera gymnorrhiza Avicenia marina Bruguiera parviflora Rhizopora mucronata

segar kering segar*) kering*) segar**) kering**)

Air 54,91 9,78 68,16 7,29 51,75 46,63 Abu 4,49 8,19 4,45 11,23 1,38 1,25 Lemak 1,87 3,90 0,72 3,89 2,08 1,96 Protein 4,45 9,78 3,67 16,19 0,12 0,41 Serat kasar 8,76 18,05 - - - - Keterangan: *) : Hardiningtyas (2012) **) : Bunyapraphatsara et al. (2002)

Tabel 1 menunjukkan kadar air daun lindur menurun sebesar 45,13% setelah proses pengeringan selama 2 hari. Hasil ini sesuai dengan Hardiningtyas (2012) yang melakukan penelitian pada daun api-api yang mengalami penurunan kadar air sebesar 60,87% setelah proses pengeringan selama 4 hari. Penurunan kadar air disebabkan proses pengeringan yang menguapkan sebagian air pada bahan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kusnandar (2010) bahwa perubahan kadar air dapat disebabkan oleh mudahnya air menguap ketika mengalami proses pemanasan.

Kadar air dalam bahan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kadar air pada daun, antara lain umur, genetik, jumlah dan volume sel-sel, ketebalan dinding sel, jumlah dan bentuk stomata, jumlah dan susunan jaringan spons, jumlah dan susunan pektin pada dinding sel serta adanya penebalan sekunder pada dinding sel daun.

10

Kadar air pada daun lindur segar lebih tinggi dibandingkan daun B. parviflora dan R. mucronata segar, namun masih lebih rendah dibandingkan daun

A. marina segar. Menurut (Hardiningtyas 2012), perbedaan kadar air tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang diduga menjadi penyebab perbedaan ini adalah morfologi daun dan sifat genetik. Faktor eksternal yang diduga berpengaruh adalah nutrisi dan kondisi lingkungan yang berbeda.

Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada suatu bahan. Hasil perhitungan kadar abu daun lindur kering menunjukkan selisih sebesar 3,7% dengan kadar abu pada daun lindur segar. Penelitian Hardiningtyas (2012) juga menunjukkan peningkatan kadar abu pada sampel daun A. marina kering sebesar 6,78% dibandingkan dengan kadar abu pada daun A.marina segar.

Kadar abu daun lindur segar lebih tinggi dibandingkan dengan daun mangove lainnya. Hasil penelitian Wibowo et al. (2009), daun mangrove api-api putih segar mengandung mineral, diantaranya kalsium, fosfor, magnesium, besi, sodium dan kalium. Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan habitat atau lingkungan hidup yang berbeda. Selain itu, masing-masing organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral sehingga hal ini nantinya juga akan berpengaruh terhadap nilai kadar abu pada masing-masing bahan (Winarno 2008).

Daun lindur kering mengalami perubahan nilai kadar lemak sebesar 2,03% dibandingkan dengan daun lindur segar. Hasil penelitian Hardiningtyas (2012) juga menunjukkan peningkatan kadar lemak pada daun A. marina kering sebesar 3,17% dibandingkan daun A. marina segar. Kadar lemak daun lindur segar lebih rendah dibandingkan dengan daun B. parviflora dan R. mucronata segar, namun masih lebih tinggi dibandingkan daun A. marina segar. Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan oleh kandungan air yang cukup tinggi sehingga kadar lemak secara proporsional menurun. Menurut Yunizal et al. (1998), kadar air umumnya berbanding terbalik dengan kadar lemak. Hubungan tersebut mengakibatkan semakin rendahnya kadar lemak jika kadar air yang terkandung dalam bahan memiliki jumlah yang tinggi.

Protein merupakan makromolekul yang dibentuk dari asam amino yang berikatan peptida (Winarno 2008). Kadar protein daun lindur kering lebih tinggi sebesar 6,33% dibandingkan dengan daun lindur segar, mengingat proses pengeringan yang menyebabkan protein terdenaturasi. Menurut Gaman dan Sherrington (1992), perlakuan pemanasan pada suatu bahan pangan, menyebabkan protein terdenaturasi secara sempurna. Daun lindur segar mengandung protein dalam jumlah yang terbilang kecil, lebih tinggi dibandingkan kadar protein daun mangrove segar lainnya.

Bahan pangan nabati umumnya memiliki protein yang lebih rendah dibandingkan bahan pangan hewani. Protein hewani mengandung asam amino yang lebih lengkap dan susunan mendekati nilai protein tubuh. Asam amino pada protein nabati lebih rendah dibandingkan protein hewani (Muchtadi dan Fitriyono 2010). Asam amino yang biasanya terdapat dalam bahan makanan dalam jumlah yang sangat sedikit disebut asam amino pembatas. Asam amino pembatas pada tumbuhan serelia adalah lisin, sedangkan pada kacang-kacangan umumnya metionin. Protein yang kekurangan satu atau lebih asam amino esensial

mempunyai mutu yang rendah. Kadar protein pada tumbuhan secara umum memiliki mutu yang lebih rendah daripada kadar protein hewani. Protein hewani lebih banyak menyediakan asam amino-asam amino esensial dan karenanya disebut protein bermutu tinggi (Winarno 2008).

Serat kasar merupakan residu dari bahan pangan yang telah diperlakukan dengan kondisi asam dan alkali mendidih. Serat pada tumbuhan umumnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat pada tumbuhan yang sebagian besar berupa selulosa akan terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Serat yang berupa selulosa, hemiselulosa, dan lignin ini merupakan polisakarida yang banyak terdapat pada dinding sel tumbuhan. Selulosa yang terhidrolisis akan menjadi senyawa yang lebih sederhana, diantaranya selodekstrin yang terdiri dari satuan glukosa atau lebih sedikit, kemudian selobiosa dan akhirnya glukosa (Robinson 1995).

Daun lindur kering memiliki kadar abu, lemak, protein, dan serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan pada daun lindur segar. Hal ini akibat adanya proses pengeringan pada sampel daun lindur kering tersebut. Menurut Muchtadi dan Fitriyono (2010), proses pengeringan akan mengurangi kadar airnya dan mengakibatkan bahan mengandung senyawa protein, karbohidrat, dan mineral memiliki proporsi yang lebih tinggi.

Rendemen Ekstrak Kasar Daun Lindur

Ekstraksi dengan jenis pelarut yang berbeda menghasilkan rendemen ekstrak yang berbeda. Menurut Sultana et al. (2009), jenis pelarut yang digunakan merupakan faktor utama yang menentukan hasil ekstraksi atau rendemen ekstrak. Rendemen ekstrak merupakan perbandingan antara bobot ekstrak yang dihasilkan dengan bobot awal yang digunakan dan dinyatakan dalam persen (%). Rendemen ekstrak daun lindur dengan masing-masing pelarut disajikan pada Gambar 1. Perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 2 Rendemen ekstrak kasar daun lindur

Gambar 2 menunjukkan bahwa rendemen terendah yaitu ekstrak n-heksana sebesar 1,53%, sedangkan rendemen tertinggi yaitu ekstrak metanol sebesar 15,79%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kandungan senyawa bioaktif yang

1,53 ± 0,02c 2,85 ± 0,01b 15,79 ± 0,69a 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

N- heksana Etil asetat Metanol

% R e n d e m e n Ekstrak

12

paling banyak pada ekstrak kasar daun lindur bersifat polar. Hasil uji ANOVA (Lampiran 4) menunjukkan bahwa jenis pelarut berpengaruh terhadap rendemen ekstrak daun lindur yang dihasilkan (p<0,05), sehingga dilakukan uji lanjut. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5) diketahui bahwa rendemen ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol masing-masing berbeda signifikan.

Perbedaan rendemen pada masing-masing ekstrak diakibatkan kemampuan setiap pelarut yang spesifik hanya dapat melarutkan senyawa yang sesuai dengan kepolarannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Salamah et al. (2008) yang menunjukkan bahwa rendemen ekstrak hasil maserasi dengan pelarut yang berbeda menghasilkan persentase rendemen yang berbeda pula. Sultana et al.

(2009) menambahkan, rendemen ekstrak sangat tergantung pada jenis pelarut yang digunakan, karena ada komponen berbeda dengan beberapa karakteristik kimia dan polaritas yang mungkin tidak larut dalam pelarut tertentu.

Komponen Bioaktif Ekstrak Kasar Daun Lindur

Komponen bioaktif dalam ekstrak daun lindur ditentukan melalui analisis fitokimia. Analisis fitokimia yang dilakukan meliputi alkaloid, flavonoid, fenol hidrokuinon, tanin, steroid, dan saponin. Komponen bioaktif pada masing-masing ekstrak daun lindur disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Komponen bioaktif ekstrak kasar daun lindur Komponen bioaktif Hasil uji Ekstrak n-heksana Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol Alkaloid - Wagner - Dragendorff - Meyer - - - - - - - - - Flavonoid - + + Fenol hidroquinon + + + Tanin - - + Steroid + + + Saponin - + +

Hasil analisis fitokimia menunjukkan hasil positif adanya steroid pada ketiga ekstrak. Steroid merupakan golongan triterpena yang tersusun atas cincin siklopentana perhidrofenantrena. Steroid berfungsi sebagai pelindung bagi tanaman dalam menolak serangga dan serangan mikroba. Steroid tertentu terkenal dengan rasa pahitnya, misalnya limonin pada jeruk yang memiliki rasa pahit dan larut dalam lemak (Harborne 1987). Sterol dan stanol (produk hidrogenasi sterol) yang terdapat pada tanaman dikenal sebagai fitosterol. Fitosterol menarik perhatian dari sudut pandang nutrisi dan fisiologi karena dapat menurunkan konsentrasi kolesterol dan low density lipoprotein (LDL) dalam plasma darah. Penelitian Belitz et al. (2009) menunjukkan bahwa konsumsi fitosterol 1 gr/hari dapat menghambat absorbsi kolesterol dalam tubuh. Hal ini karena kolesterol

merupakan senyawa non polar yang berperan sebagai prekursor steroid (Harborne 1987). Steroid yang terdapat pada ketiga ekstrak daun lindur diduga lebih berfungsi sebagai peningkat stamina, meskipun Belitz et al. (2008) menyatakan bahwa triterpenoid dan steroid merupakan senyawa antioksidan lipofilik. Dugaan tersebut diperkuat dari aktivitas antioksidan ekstrak n-heksana yang lemah (>200 ppm). Hasil penelitian Juniarti et al. (2009) juga menunjukkan adanya steroid pada ekstrak daun saga (Arbus precatorius L.), namun menunjukkan aktivitas antioksidan yang lemah, sedangkan steroid pada hasil penelitian Silvia et al. (2002), menunjukkan aktivitas anti-inflamasi pada steroid yang diekstrak dari daun Agave attenuate.

Ketiga ekstrak daun lindur juga menunjukkan adanya senyawa fenol hidrokuinon. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air dan beberapa senyawa non polar karena umumnya berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola sel. Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan dan mempunyai ciri yang sama, yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil, beberapa mungkin digantikan dengan gugus metil atau glikosil. Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar di antara komponen fenolat alami yang strukturnya telah diketahui, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoid dan fenolat quinon terdapat dalam jumlah sedikit. Beberapa golongan bahan polimer penting dalam tumbuhan seperti lignin, melanin, dan tanin merupakan senyawa polifenol (Harborne 1987). Senyawa fenol pada ketiga ekstrak juga ditentukan dengan analisis kadar total fenolik. Hasil analisis menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat menunjukkan nilai total fenolik tertinggi dibandingkan ekstrak lainnya.

Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid (Harborne 1987). Senyawa flavonoid hanya terdapat pada ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat. Hal ini karena dipengaruhi oleh kepolaran pelarut dalam mengekstrak flavonoid. Menurut Middleton et al.

(2000), flavonoid merupakan senyawa aktif yang termasuk dalam jenis

intermediet antioksidan, yang berperan sebagai antioksidan hidrofilik dan lipofilik. Flavonoid sebagai derivat benzo-γ-piren mempunyai banyak kegunaan disamping fungsinya yang utama sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan resistensi dan menurunkan permeabilitas kapiler darah. Efek lain flavonoid sangat banyak macamnya terhadap berbagai organisme dan efek ini dapat menjelaskan alasan tumbuhan yang mengandung flavonoid dapat digunakan dalam pengobatan. Flavonoid dapat berfungsi sebagai antivirus, antialergi, antimikroorganisme, dan antioksidan untuk mengendalikan radikal bebas yang dapat menyebabkan tumor. Lotito dan Fraga (2000) menambahkan, flavonoid merupakan antioksidan yang berperan dalam melindungi antioksidan lipofilik sehingga dapat menguatkan antioksidan seluler.

Ekstrak metanol juga mengandung senyawa tanin. Tanin dikenal dengan rasanya yang pahit karena berfungsi untuk pelindung dari hewan pemakan tanaman. Tanin banyak digunakan sebagai bahan penyamak kulit serta antiseptik untuk mencegah hama serangga dan kapang. Kandungan tanin menurun sejalan dengan bertambahnya usia tanaman (Harborne 1987). Ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa polifenol yang sangat kompleks dan biasanya tergabung dengan karbohidrat rendah. Tanin diharapkan mampu mensubstitusi gugus fenol dan resin fenol formaldehid untuk mengurangi pemakaian fenol sebagai

14

sumberdaya alam tak terbaharukan. Tanin, polifenol dan flavonoid merupakan senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan karena ketiga senyawa tersebut merupakan senyawa-senyawa fenol, yaitu senyawa dengan gugus –OH yang terikat pada cincin aromatik. Senyawa-senyawa tersebut tidak reaktif dibandingkan dengan kebanyakan radikal bebas yang lain (Jati 2008).

Hasil analisis fitokimia menunjukkan adanya senyawa saponin pada ekstrak etil asetat dan metanol. Menurut Robinson (1995), terdapat dua jenis saponin, yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida steroid. Kedua jenis ini larut dalam air dan etanol. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Hasil penelitian Homhual et al. (2006) menunjukkan bahwa komponen bioaktif yang terdapat pada B. gymnorrhiza

terdiri dari senyawa fenol, flavonoid, steroid, kandungan sulfur, dan komponen terpenoid.

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Lindur

Analisis aktivitas antioksidan ekstrak daun lindur yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode DPPH. Aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dinyatakan dalam presentase inhibisinya terhadap radikal bebas DPPH (Ukieyanna 2012). Persen inhibisi merupakan kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas yang berhubungan dengan konsentrasi bahan. Nilai IC50 didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi yang dapat menghambat aktivitas radikal bebas DPPH sebanyak 50%. Semakin rendah nilai IC50

menunjukkan aktivitas antioksidan yang semakin tinggi (Molyneux 2004). Hubungan antara konsentrasi ekstrak vitamin C terhadap persen inhibisinya disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Hubungan konsentrasi vitamin C dengan persen inhibisinya Gambar 3 menunjukkan hubungan antara konsentrasi vitamin C dengan persen inhibisinya. Persen inhibisi vitamin C tertinggi diperoleh pada konsentrasi 10 ppm yaitu sebesar 78,08%, sedangkan persen inhibisi terendah sebesar 25,40% dihasilkan pada konsentrasi 1 ppm. Nilai IC50 larutan kontrol (vitamin C) yang dihasilkan sebesar 6,17 ppm. Vitamin C merupakan senyawa murni sehingga penghambatan radikal DPPH lebih efektif dengan konsentrasi yang rendah. Hubungan antara konsentrasi ekstrak daun lindur dengan persen inhibisinya disajikan pada Gambar 4.

y = 7,2377x + 5,3614 R² = 0,9903 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 In h ib is i (% ) Kons entras i (ppm)

Gambar 4 Hubungan konsentrasi ekstrak dengan persen inhibisinya

Persen inhibisi merupakan kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas, yang berhubungan dengan konsentrasi suatu bahan (Jacoeb et al. 2013). Gambar 4 menunjukkan peningkatan persentase penghambatan terhadap radikal bebas seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Hanani et al. (2005) bahwa persentase penghambatan terhadap aktivitas radikal bebas akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak karena semakin banyaknya senyawa antioksidan yang mendonorkan elektron terhadap radikal bebas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persen inhibisi tertinggi diperoleh dari ekstrak metanol sebesar 58,47%, sedangkan persen inhibisi terendah diperoleh dari ekstrak n-heksana yaitu sebesar 14,73%. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Haq et al. (2011) yang menunjukkan bahwa nilai persen inhibisi tertinggi diperoleh pada ekstrak etanol, diikuti ekstrak metanol, dan ekstrak kloroform pada konsentrasi ekstrak yang sama (2000 ppm). Menurut Blois (2005), suatu senyawa digolongkan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50

kurang dari 50 ppm, kuat apabila nilai IC50 berkisar 50-100 ppm, sedang apabila nilai IC50 berkisar 100-150 ppm, dan lemah apabila nilai IC50 berkisar (150-200 ppm). Perhitungan persen inhibisi dan nilai IC50 dapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai IC50 rata-rata masing-masing ekstrak disajikan pada Gambar 5.

y = 0,0487x + 10,277 R² = 0,8193 y = 0,0709x + 41,905 R² = 0,9505 y = 0,0882x + 42,846 R² = 0,9713 0 10 20 30 40 50 60 70 0 50 100 150 200 In h ib is i (% ) Konsentrasi (ppm) n-heksana etil asetat metanol

16

Gambar 5 Nilai IC50 rata-rata ekstrak kasar daun lindur dan vitamin C Hasil uji ANOVA (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan pada masing-masing ekstrak (p<0,05). Hasil uji lanjut Duncan diketahui bahwa aktivitas antioksidan ekstrak n-heksana berbeda signifikan dengan ekstrak metanol dan etil asetat (Lampiran 8). Hal tersebut diduga oleh perbedaan tipe antioksidan pada masing-masing ekstrak yang memiliki tingkat kepolaran berbeda. Antioksidan berdasarkan tipenya menurut Winarsi (2007) dapat dibedakan menjadi antioksidan lipofilik dan hidrofilik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan nilai IC50 sebesar 81,11 ppm, sedangkan etil asetat memiliki aktivitas antioksidan sedang dengan nilai IC50 sebesar 114,18%. Tingginya nilai IC50 pada ekstrak n-heksana dan etil asetat menunjukkan lemahnya aktivitas antioksidan ekstrak tersebut dibandingkan dengan ekstrak metanol. Hal ini disebabkan oleh pelarut n-heksana dan etil asetat yang memiliki kepolaran lebih rendah dibandingkan metanol. Hal serupa dibuktikan oleh Ukieyanna (2012) yang menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak etanol yang lebih rendah dapat disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa nonpolar yang terekstrak bukan merupakan senyawa antioksidan yang kuat, misalnya minyak atsiri, lemak, dan lilin.

Faktor lain yang mungkin menyebabkan tingginya aktivitas antioksidan pada ekstrak metanol yaitu karena banyak senyawa bioaktif terekstrak, misalnya tanin yang termasuk senyawa polifenol. Ketiga ekstrak tersebut masih tergolong ekstrak kasar sehingga diduga masih terdapat senyawa pengganggu, diantaranya protein dan senyawa lainnya yang menghalangi proses penangkapan radikal bebas. Kemurnian suatu sampel saat proses ekstraksi mempengaruhi aktivitas antioksidan sampel tersebut.

Nilai aktivitas antioksidan yang diperoleh masih sangat rendah jika dibandingkan hasil penelitian Haq et al. (2011) dengan nilai IC50 ekstrak etanol sebesar 0,038 ppm serta ekstrak metanol dan kloroform masing-masing sebesar 0,027 ppm dan 0,28 ppm. Rendahnya nilai IC50 yang diperoleh dalam penelitian ini diduga akibat waktu ekstraksi yang terlalu lama. Hal ini sejalan dengan

815,67 1,48c 114,18 2,29ab 81,11 1,63a 6,17 0,75 0 100 200 300 400 500 600 700 800

n-heksana etil asetat metanol Vitamin C

IC

5

0

penelitian Hardiningtyas (2012) yang menunjukkan penurunan aktivitas antioksidan seiring dengan semakin lamanya waktu ekstraksi. Chew et al. (2011) juga menambahkan bahwa waktu ekstraksi berkepanjangan akan menyebabkan paparan oksigen lebih banyak dan dengan demikian meningkatkan peluang untuk terjadinya oksidasi pada senyawa fenolik.

Kadar Total Fenol Ekstrak Kasar Daun Lindur

Fenolik merupakan metabolit sekunder yang tersebar dalam tumbuhan. Senyawa fenolik dalam tumbuhan dapat berupa fenol sederhana, antraquinon, asam fenolat, kumarin, flavonoid, lignin dan tanin. Penentuan kandungan fenolik total dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip Folin-Ciocalteau yang didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi. Kandungan total fenol dinyatakan dalam GAE (gallic acid equivalent). Reagen Folin yang terdiri dari asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat akan tereduksi oleh senyawa polifenol menjadi molibdenum-tungsen (Harborne 1987). Reaksi ini membentuk kompleks warna hijau biru. Semakin tinggi kadar fenolik pada sampel, semakin pekat warna yang terbentuk sehingga semakin tinggi nilai absorbansi yang diukur pada panjang gelombang 725 nm. Perhitungan total fenol dan kurva standar dapat dilihat pada Lampiran 9. Kadar total fenol masing-masing ekstrak disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Kadar total fenol ekstrak daun lindur

Ekstrak Total fenolik (mg GAE/g ekstrak)

N-heksana 12,41 - -

Etil asetat 97,57 - -

Metanol 30,07 134,16 *) 178,73%**)

Keterangan: *) : Banerjee et al. (2008) **) : Haq et al. (2011)

Kandungan senyawa fenolik total tertinggi terdapat pada ekstrak etil asetat yaitu sebesar 97,57 mg GAE/g ekstrak (Tabel 3). Hal ini menunjukkan banyaknya senyawa fenolik pada ekstrak daun lindur yang bersifat semi polar. Banyaknya senyawa fenolik total pada ekstrak etil asetat tidak sesuai dengan aktivitas antioksidannya, sama halnya dengan ekstrak metanol. Hal ini dibuktikan pada ekstrak metanol yang memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (50-100 ppm), namun nilai total fenoliknya lebih rendah dibandingkan ekstrak etil asetat. Hal ini disebabkan oleh ekstrak metanol yang memiliki aktivitas antioksidan selain senyawa fenolik (Ismail et al. 2012). Menurut Ukieyanna (2012), aktivitas antioksidan tidak hanya dipengaruhi oleh adanya senyawa fenolik, tetapi dapat juga disebabkan oleh adanya beberapa senyawa fitokimia lain, misalnya asam askorbat, tokoferol, dan pigmen yang memberikan efek sinergis. Beberapa jenis fenolik dapat memiliki aktivitas antioksidan yang berbeda tergantung pada strukturnya. Kemungkinan lain yang menyebabkan aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak metanol akibat adanya senyawa pengotor yaitu klorofil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ukieyanna (2012) yang menunjukkan rendahnya aktivitas antioksidan pada ekstrak etil asetat daun suruhan.

18

Hasil penelitian Haq et al. (2011) menunjukkan nilai total fenol ekstrak etanol daun lindur sebesar 189,4 mg/g, sedangkan ekstrak metanol dan ekstrak kloroform masing-masing sebesar 178,73 mg/g, dan 13,13 mg/g. Kadar total fenolik pada ekstrak kloroform tersebut tidak terlalu berbeda dengan nilai total fenolik pada ekstrak n-heksana, mengingat kloroform dan n-heksana merupakan pelarut yang bersifat non polar. Rendahnya nilai total fenolik pada kedua ekstrak tersebut disebabkan sifat non polarnya. Menurut Harborne (1987), perbedaan tingkat kepolaran pelarut menentukan struktur kimia senyawa fenolik yang terekstrak. Pengujian fenolik total sangat tergantung pada struktur kimianya. Senyawa fenolik yang mempunyai gugus fungsi hidroksil yang banyak atau dalam kondisi bebas (aglikon) akan menghasilkan kandungan fenolik total yang tinggi. Pelarut polar mampu menarik senyawa fenolik dalam jumlah yang cukup banyak. Senyawa fenolik yang bersifat polar memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Tingginya total fenolik pada ekstrak etil asetat dibandingkan dengan ekstrak metanol karena etil asetat bersifat semi polar yang dapat mengekstrak senyawa fenolik yang bersifat polar dan non polar. Menurut Andayani et al. (2008), pelarut etil asetat dapat mengekstrak senyawa fenolik, baik yang bersifat polar ataupun nonpolar. Hasil penelitian Haq et al. (2011) juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki total fenolik tertinggi dibandingkan ekstrak metanol dan kloroform. Etanol dan etil asetat merupakan pelarut semi polar karena memiliki gugus hidroksil polar dan rantai karbon non polar, sehingga dapat larut dalam pelarut polar dan non polar (Harjadi 1993).

Kadar total fenolik pada ekstrak metanol dan etil asetat berbeda dengan

Dokumen terkait