• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkah Laku Estrus Kerbau Betina

Pada penelitian ini, dilakukan pengamatan tingkah laku estrus pada kerbau betina yang terdapat dalam satu populasi, yaitu terdiri dari 7 ekor kerbau betina dan 1 ekor pejantan. Dari pengamatan yang dilakukan diperoleh 7 ekor kerbau betina yang mengalami estrus pada waktu yang berbeda-beda. Frekuensi pemunculan (kali/hari) tingkah laku estrus kerbau betina selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik rataan frekuensi tingkah laku estrus kerbau betina

Dari data yang diperoleh (Gambar 2), terlihat bahwa tingkah laku estrus yang paling dominan adalah pada aktivitas bersedia didekati pejantan, urinasi dan

melenguh (mengeluarkan suara). Frekuensi pemunculan untuk aktivitas bersedia 0 5 10 15 20 25 30 35 40 F r e k u e n s i Pe m u n c u la n (k a li /h a r i)

Tanda-Tanda Estrus Kerbau Betina

Kerbau I Kerbau II Kerbau III Kerbau IV Kerbau V Kerbau VI Kerbau VII

didekati pejantan yaitu 6,50 – 38,00 kali/hari dengan rata-rata 19,93 kali/hari. Setiap betina yang estrus akan siap menerima pejantan untuk aktivitas reproduksinya (kecuali bila betina berada pada fase proestrus, matestrus dan diestrus). Inilah yang menyebabkan betina tersebut bersedia didekati oleh pejantan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Najamuddin (2010), yang menyatakan bahwa siklus estrus merupakan suatu periode secara psikologis maupun fisiologis pada ternak betina dimana ternak tersebut sudah bersedia menerima aktivitas perkawinan dengan pejantan. Siklus estrus dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus.

Urinasi merupakan tanda-tanda estrus kerbau yang paling mudah diamati ketika gejala lain tidak atau sulit diamati serta dapat dijadikan patokan terbaik untuk mengetahui apakah kerbau betina sedang estrus atau tidak. Terlihat bahwa semua betina yang estrus menunjukkan aktivitas urinasi. Frekuensi pemunculan urinasi tersebut yaitu antara 7,00 – 23,00 kali/hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar (2002), yang menyatakan bahwa gejala estrus kerbau yang mudah diamati adalah relatif seringnya frekuensi pengeluaran urine. Dari sekelompok kerbau yang estrus dikeluarkan dari satu kandang dan diamati selama 20 - 30 menit dan terlihat mengeluarkan urine sedikit-sedikit. Sifat ini khas bahkan pada musim panas yang ekstrim pada saat tanda-tanda lain tidak kelihatan, tanda ini masih dapat digunakan. Untuk tingkah laku estrus pada pengamatan penurunan nafsu makan sulit diperoleh data karena kerbau-kerbau yang digunakan pada pengamatan ini diletakkan pada kandang kelompok sehinggaa tidak memungkinkan untuk melakukan penghitungan konsumsi pakan per individunya. Sedangkan pada pengamatan pembengkakan vulva dan pengeluaran lendir pun sulit diperoleh data

frekuensi dan lama waktunya. Karena pada saat kerbau betina estrus, pembengkakan vulva yang disertai pengeluaran lendir terjadi dari awal estrus sampai akhir estrus. Bagi para peternak rakyat, tanda inilah yang menjadi landasan utama dalam mengamati apakah kerbau tersebut sedang estrus atau tidak. Karena menurut peternak, kerbau merupakan hewan ternak yang sangat sulit diamati tanda-tanda estrusnya (silent heat) sehingga melihat pengeluaran lendir pada vulva lebih mudah dilakukan oleh peternak.

Rataan lama (durasi) tingkah laku estrus pada kerbau betina dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan lama (durasi) tingkah laku estrus pada kerbau betina

Ternak

Lama (durasi) Pemunculan Tingkah Laku Estrus (detik)

Melenguh Menaiki Pejantan Bersedia Didekati Pejantan Mendekati

Betina Lain Gelisah Urinasi

Kerbau I 6.63 15.31 35.30 8.23 2.52 6.17 Kerbau II 5.37 - 19.30 - - 8.37 Kerbau III 6.8 - 10.60 - - 7.03 Kerbau IV 6.61 - 16.20 - - 6.54 Kerbau V 6.25 8.66 29.70 6.01 2.05 9.21 Kerbau VI 7.17 - 18.50 - - 5.93 KerbauVII 6.95 12.07 38.60 8.52 1.95 6.11 Rataan 6.54 12.01 24.03 7.59 2.17 7.05

Keterangan: data diambil selama 5 bulan penelitian

Dari data diatas, dapat kita lihat bahwa durasi yang paling lama terjadi pada tingkah laku estrus kerbau adalah aktivitas bersedia didekati pejantan yaitu dengan rataan 24,03 detik/ekor. Biasanya aktivitas ini terjadi ketika betina berada pada fase proestrus, yaitu dimana betina tersebut sudah mulai menunjukkan gejala estrus namun belum siap menerima aktivitas perkawinan. Sehingga pejantan hanya bisa mendekati betina tersebut dengan cara mengikuti kemanapun betina pergi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Najamuddin (2010), yang menyatakan bahwa siklus

estrus dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Proestrus adalah fase sebelum estrus, dimana folikel de graaf tumbuh dibawah pengaruh hormon FSH dan menghasilkan estradiol. Estradiol meningkatkan suplai darah kesaluran kelamin dan meningkatkan perkembangan vagina, tuba fallopi dan ovarium. Pada fase ini, ternak betina belum siap menerina perkawinan meskipun sudah mulai menunjukkan tanda-tanda estrus.

Selain itu, terdapat pula tanda estrus lainnya yang tidak termasuk didalam parameter pengamatan, yaitu adanya penurunan produksi susu pada betina indukan yang sedang dalam masa laktasi. Namun tanda ini jarang menjadi acuan bagi peternak karena tidak semua peternak kerbau Murrah melakukan pencatatan (recording) terhadap produksi susu. Gambaran dari aktivitas estrus kerbau betina dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 2. Tingkah laku estrus kerbau betina: (a) Diam didekati pejantan, (b) Gelisah, (c) Menaiki pejantan atau betina lain dan (d) Urinasi

Tingkah Laku Kawin Kerbau Jantan

Tingkah laku kawin kerbau jantan dapat diamati melalui interaksi seksual dan kesiapan betina untuk menerima perkawinan oleh pejantan. Tingkah laku kawin kerbau jantan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3. Grafik rataan frekuensi tingkah laku kawin kerbau jantan

Percumbuan (courtship) merupakan awal dari proses perkawinan ternak. Percumbuan merupakan upaya pendekatan kerbau jantan dengan kerbau betina sebagai respon estrus yang ditunjukkan oleh betina. Tingkah laku pre-copulatory

penting untuk terjadinya kopulasi dan biasanya ditandai dengan belum siapnya betina menerima pejantan secara seksual. Pre-copulatory terdiri atas 3 yaitu memisahkan betina estrus, mencium genital betina dan flehmen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Becker et.al. (1992), yang menyatakan bahwa tingksh laku pre-copulation penting untuk terjadinya kopulasi dan biasanya disebut dengan tingkah laku courtship dengan tidak menerima pejantan secara seksual namun betina menghasilkan bau yang khas (pheromon), suara dan stimulus fisik yang

0 5 10 15 20 25 30 F r e k u e n s i P e m u n c u la n (k a li /h a r i)

Tingkah Laku Kawin Kerbau Jantan

Kerbau I Kerbau II Kerbau III Kerbau IV Kerbau V Kerbau VI Kerbau VII

Mounting merupakan awal dari tingkah laku copulatory yang biasanya diikuti oleh aktivitas intromisi dan ejakulasi. Dari data diatas, dapat kita amati bahwa mounting adalah aktivitas perkawinan yang paling tinggi frekuensi pemunculannya, yaitu berkisar antara 11,00 – 27,00 kali/hari dengan rata-rata 16,57 kali/hari sedangkan yang terendah adalah ejakulasi yaitu berkisar 2,00 – 4,00 kali/hari. Ini menunjukkan bahwa mounting merupakan aktivitas perkawinan yang paling sering dilakukan oleh pejantan. Namun, tidak semua aktivitas mounting selalu dilanjutkan dengan intromisi dan ejakulasi. hal ini sesuai dengan pernyataan Toelihere (1993), yang menyatakan bahwa mounting (penunggangan) biasanya belum berhasil sampai beberapa kali pada saat betina masih pada fase proestrus (belum bersedia menerima pejantan). Setelah betina estrus (cukup reseptif menerima pejantan) maka penunggangan akan diikuti dengan kopulasi. Pejantan meletakkan dagunya pada bagian belakang betina dan betina membrikan respon dengan cara memberikan tekanan dengan menggunakan punggungnya kearah atas. Bila sudah demikian, maka pejantan akan meletakkan kaki depan pada pinggul betina dan mendorong pelvis kearah depan.

Rataan lama (durasi) tingkah laku kawin kerbau jantan dapat diihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan lama (detik/ekor) tingkah laku kawin kerbau jantan

Ternak

Rataan Lama (detik) Tingkah Laku Kawin Kerbau Jantan Memisahkan Betina Estrus Mencium Genital Betina

Flehmen Mounting Ereksi Intromisi Ejakulasi Refraktori

Kerbau I 95.50 28.05 5.02 4.69 47.60 4.05 2.12 5.21

Kerbau II 94.19 17.74 5.04 8.90 53.64 4.99 2.00 7.66

Kerbau III 72.35 25.01 5.67 4.50 32.69 4.19 2.07 8.38

Kerbau IV 77.60 21.39 4.89 10.87 24.24 6.53 3.98 8.63

Kerbau VI 63.98 18.84 4.32 9.31 16.99 5.36 5.60 6.40

KerbauVII 65.50 25.12 3.25 4.31 26.93 3.00 2.21 5.51

Rataan 73.77 24.24 4.53 6.53 36.83 4.52 2.91 7.13

Keterangan: data diambil selama 5 bulan penelitian

Tingah laku reproduksi kerbau jantan hampir sama dengan sapi, hanya saja kurang intens dibandingkan dengan sapi. Aktivitas ejakulasi ditandai dengan cara melihat dorongan tulang panggul pejantan kearah depan. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa durasi ejakulasi kerbau jantan berkisar antara 2,00 – 3,98 detik dengan rata-rata 2,91 detik. Hal ini didukung dengan pernyataan Siregar (1999), yang menyatakan bahwa karakteristik kopulasi beberapa jenis ternak yaitu pada domba 1 – 2 detik, kuda 20 – 60 detik, babi 5 – 20 menit dan sapi 1 – 3 detik. Frekuensi kopulasi berbeda-beda menurut iklim, jenis, bangsa, individu, sex ratio, luas kandang, periode istirahat kelamin dan rangsangan seksual.

Refraktori adalah masa istirahat ternak jantan setelah melakukan aktivitas kopulasi. Durasi yang dibutukan pejantan untuk refraktori (pelemasan otot) yaitu berkisar 5,21 – 8,63 detik dengan rata-rata 7,31 detik. Setelah ejakulasi, pejantan akan diam dan tanpa melakukan aktivitas apapun selama sekitar 7,31 detik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Toelihere (1993), yang menyatakan bahwa Refraktori adalah masa istirahat sementara dari aktivitas reproduksi. Kebanyakan pejantan tidak menunjukkan aktivitas seksual segera sesudah kopulasi. Refraktori merupakan tingkah laku reproduksi ternak jantan yang termasuk dalam tahap kopulasi bagian akhir setelah ejakulasi. Gambaran dari aktivitas kawin kerbau jantan dapat dilihat pada Gambar 5.

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

(g)

Gambar 3. Tingkah laku kawinkerbau jantan: (a) Memisahkan batina estrus dari kelompok betina lain, (b) Mencium geinital betina, (c) Flehmen, (d) Mounting, (e) Ereksi, (f) Intromisi dan Ejakulasi serta (g) Refraktori.

Dokumen terkait