• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Biskuit

Biskuit pakan adalah suatu produk pengolahan pakan yang terdiri dari hijauan dengan atau tanpa campuran bahan pakan lain seperti bahan perekat dalam penelitian ini misalnya molases melalui proses pemadatan dengan tekanan dan pemanasan pada suhu tertentu. Biskuit pakan berbentuk bulat pipih memliliki dimensi diameter dan tebal. Biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang yang digunakan sebagai hijauan pakan pada penelitian ini mempunyai ukuran diameter 7 cm dengan tebal 1 cm.

Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari hijauan yang terdiri dari rumput lapang dan limbah tanaman jagung (daun dan klobot jagung). Rumput lapang banyak dimanfaatkan oleh peternak untuk pakan pokok ruminansia khususnya domba digunakan sebagai pakan hijauan pembanding dengan perlakuan lain (Wiradarya, 1989). Biskuit yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

     

R1 R2 R3 R4

Gambar 5 Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang

Keterangan: R1: biskuit (rumput lapang 100%); R2: biskuit (rumput lapang 50% + daun jagung 50%); R3: biskuit (daun jagung 100%); R4: biskuit (daun jagung 50% + klobot jagung 50%)

Biskuit yang digunakan pada penelitian ini secara umum memiliki warna hijau kecoklatan, tekstur kasar, aroma wangi, dan bentuk kompak. Biskuit daun jagung pada perlakuan ketiga memiliki warna yang lebih hijau dan bertekstur lebih remah dibandingkan biskuit perlakuan lain. Berat biskut limbah tanaman jagung dan rumput lapang yaitu berkisar antara 22–23 g. Hasil analisa proksimat biskuit rumput lapang dan limbah tanaman jagung menunjukkan biskuit rumput lapang yang

digunakan memiliki kandungan protein kasar yang relatif tinggi yaitu 14,64%, sedangkan kandungan protein kasar rumput lapang biasanya berkisar antara 8%-10%, hal ini kemungkinan disebabkan rumput lapang yang diambil dari sekitar

Kampus Dramaga, Institut Pertanian Bogor, tercampur dengan legum Centrocema

pubescens, Calopogonium mucunoides dan Stylosanthes sp. yang banyak terdapat di lokasi pengambilan rumput lapang. Komposisi nutrien dari keempat biskuit yang diberikan pada perlakuan tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Nutrien Biskuit (100% Bahan Kering)

Peubah R 1 R 2 R 3 R 4

Abu (%) 9,78 11,74 12,82 7,72

Protein Kasar (%) 14,64 14,09 11,94 12,48

Serat Kasar (%) 37,31 42,13 39,71 37,32

Lemak Kasar (%) 1,46 1,51 1,86 1,35

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%) 36,82 30,53 33,67 41,13

Neutral Detergent Fiber (%) 90,33 87,23 86,79 91,94

Acid Detergent Fiber (%) 70,92 65,17 70,83 77,94

Keterangan: R1: biskuit (rumput lapang 100%); R2: biskuit (rumput lapang 50% + daun jagung 50%); R3: biskuit (daun jagung 100%); R4: biskuit (daun jagung 50% + klobot jagung 50%)

Kandungan serat kasar pada semua biskuit pakan cukup tinggi yaitu sekitar 37,31%-42,13%, hal ini menunjukkan bahwa biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dapat memenuhi kebutuhan serat bagi ternak ruminansia karena memiliki serat kasar lebih dari 18% dan dapat diberikan pada ternak domba.

Sifat Fisik Biskuit

Karakteristik atau sifat fisik bahan pakan ruminansia jarang diukur, terutama yang berhubungan dengan kandungan nutrisi yang dapat digunakan pada formulasi ransum dan nilai kecernaan pakan. Peubah sifat fisik yang diukur dalam penelitian ini meliputi ukuran partikel yang dibedakan menjadi nilai rata-rata ukuran partikel (D) dan nilai tengah ukuran partikel (D50); kerapatan yang dibedakan menjadi Loose Bulk Density (LBD) dan Tapped Bulk Density (TBD). Rataan hasil uji sifat fisik pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil Uji Sifat Fisik Biskuit Peubah R 1 R 2 R 3 R 4 MF 2,10 ± 0,02 (Fine) 2,42 ± 0,05 (Fine) 2,68 ± 0,06 (Fine) 2,41 ± 0,05 (Fine) MU(C:M:F) 0 : 3 : 7 0 : 5 : 5 0 : 6 : 4 0 : 5 : 5 D (µm) 447,71±4,64A 560,96±15,03B 669,64±12,88C 553,37±19,58B D50(µm) 206,08±2,83A 266,45±8,52B 321,29±7,17C 261,92±9,79B LBD(kg/m3) 217,04±0,33B 187,22±14,17A 173,42±3,30A 224,93±5,69B TBD (kg/m3) 230,90±1,86C 200,90±12,28B 184,82±0,94A 239,23±8,88C Keterangan : MF: Modulus of Fineness; MU: Modulus of Uniformity (C: Coarse; M: Medium; F:

Fine); D: Average Particle size; D50: Median Particle size; LBD: Loose Bulk Density; TBD: Tapped Bulk Density R1: Biskuit Rumput Lapang 100% ; R2: Biskuit Rumput Lapang 50% + Daun Jagung 50%; R3: Biskuit Daun Jagung 100% ; R4: Biskuit Daun Jagung 50% + Klobot Jagung 50% Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Ukuran Partikel

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan bahan pakan pada biskuit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap ukuran partikel baik pada nilai rata-rata ukuran partikel (D) maupun nilai tengah ukuran partikel (D50). Nilai rata-rata ukuran partikel (D) berkisar antara 447,71-669,64 µm. Nilai rata-rata ukuran partikel terbesar terdapat pada biskuit yang mengandung 100% daun jagung (R3) yaitu sebesar 66964 µm sedangkan ukuran partikel terkecil terdapat pada biskuit yang mengandung 100% rumput lapang (R1) yaitu 44771 µm. Nilai tengah ukuran partikel (D50) biskuit pada penelitian ini berkisar antara 206,08-321,29 µm. Sama halnya dengan nilai rataan ukuran partikel (D), perlakuan yang memiliki nilai tengah ukuran partikel terbesar adalah biskuit yang mengandung 100% daun jagung (R3).

Ukuran partikel mempengaruhi luas permukaan yang tersedia bagi penempatan dan multiplikasi mikro-organisme rumen (Giger-Reverdin, 2000). Weston (2002) menambahkan bahwa partikel yang lolos dari saringan 1200 µm memiliki laju pengosongan rumen dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan ukuran partikel, contohnya partikel yang lolos dari saringan 150 µm dapat mengosongkan rumen sekitar 14 kali lebih cepat dibandingkan partikel yang tertahan pada saringan dengan ukuran 1200 µm–600 µm. Berdasarkan hal diatas diperkirakan

biskuit yang mengandung 100% daun jagung (R3) berada dalam rumen paling lama dibandingkan ketiga biskuit lain karena biskuit R3 memiliki ukuran partikel yang paling besar, sehingga kemungkinan pemanfaatan nutrien yang terkandung dalam biskuit R3 ini lebih optimal karena mikroba rumen dapat memanfaatkan lebih banyak serat kasar.

Ukuran kehalusan dari biskuit limbah tanaman jagung ini secara keseluruhan termasuk kategori halus karena nilai modulus of finess (MF) biskuit berada pada kisaran kurang dari 2,90 (Henderson dan Perry, 1976) yaitu antara 2,10-2,68. Ukuran

keseragaman atau Modulus of uniformity (MU) merupakan nilai perbandingan

jumlah antara partikel yang termasuk kategori kasar, sedang dan halus. MU biskuit pada penelitian ini memperlihatkan bahwa biskuit hijauan pakan yang diteliti memiliki ukuran keseragaman yang berbeda pada tiap perlakuan. Biskuit yang mengandung 100% rumput lapang (R1) dan biskuit yang mengandung 100% daun jagung (R3) dominan partikel medium ( R1= 0 : 6: 4 ; R3= 0 : 3 : 7) sedangkan biskuit yang mengandung 50% rumput lapang + 50% daun jagung (R2) dan biskuit yang mengandung 50% daun jagung + 50% klobot jagung (R4) memiliki

perbandingan partikel medium dan fine yang relatif seimbang (0 : 5 : 5).

Perbandingan nilai MU ini menunjukkan bahwa perlakuan campuran antara rumput lapang + daun jagung dan daun jagung + klobot jagung menghasilkan biskuit yang mamiliki nilai MU relatif lebih seragam.

Kerapatan (Densitas)

Kerapatan merupakan massa partikel yang menempati suatu unit volume

tertentu. Menurut Wirakartakusumah et al (1992) kerapatan diberi sifat-sifat

tambahan seperti loose bulk density dan tapped bulk density (setelah getaran). Kerapatan jenis curah ditentukan dengan memasukkan sampel biskuit pakan ke dalam gelas ukur 100 ml. Nilai kerapatan sangat mempengaruhi penampilan biskuit, penanganan transportasi, dan efisiensi ruang penyimpanan. Ternak yang diberi pakan dengan rasio keambaan yang besar biasanya mencoba mengkonsumsi lebih banyak pakan. Satu hal yang harus diingat bahwa kapasitas saluran pencernaan tidaklah tidak terbatas. Saat saluran pencernaan penuh, tidak ada pakan yang dapat dikonsumsi lagi (Schneider dan William, 1975).

Nilai yang diperoleh dari pengukuran bulk density kali ini dibedakan menjadi dua yaitu Loose Bulk Density (LBD) dan Tapped Bulk Density (TBD) LBD biskuit yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 173-225 kg/m3, sedangkan TBD

berkisar antara 185-239 kg/m3. Nilai TBD akan lebih besar daripada nilai LBD

karena adanya pergetaran yang menyebabkan terjadi pemadatan sehingga volume per ml bahan semakin kecil. Nilai kerapatan dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan dan pemadatan hamparan pada mesin pencetak biskuit Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan formula biskuit sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi LBD dan TBD biskuit. Nilai LBD dan TBD tertinggi terdapat pada biskuit mengandung 50% daun jagung + 50% klobot jagung (R4). Biskuit yang mengandung 100% daun jagung (R3) memiliki nilai LBD dan TBD terendah, hal ini berarti bahwa R3 merupakan bahan yang amba dibanding perlakuan lainnya.

Kerapatan bahan pakan kaya serat memiliki nilai yang sangat bervariasi. Sifat

kerapatan bahan banyak terkait dengan kadar serat dalam bahan. Semakin tinggi kadar serat maka semakin rendah kerapatan atau bahan tersebut semakin amba (Toharmat et al, 2006). Pada Tabel 1 kadar serat kasar biskuit tertinggi adalah pada biskuit mengandung 50% rumput lapang + 50% daun jagung (R2) yaitu 42,13% dan biskuit ini memiliki nilai LBD dan TBD terendah kedua setelah biskuit R3 (LBD = 187 kg/m3; TBD = 201 kg/m3).

Sebuah studi tentang pendugaan kandungan nutrien dedak padi terhadap sifat fisik yang dilakukan oleh Wibowo (2010) menunjukkan bahwa kadar abu dan kadar serat kasar mempunyai hubungan yang positif dengan kerapatan tumpukan sehingga setiap kenaikan nilai kerapatan tumpukan (LBD) akan meningkatkan kadar abu dan kadar serat bahan, sedangkan kadar protein kasar dan lemak kasar mempunyai hubungan negatif dengan LBD. Sebaran nilai kerapatan pemadatan tumpukan (TBD) lebih baik dibandingkan nilai LBD yang berarti bahwa setiap bahan sumber abu dan serat akan lebih banyak menempati volume dibandingkan bahan sumber protein dan lemak. Semua hasil uji sifat fisik LBD, TBD memberikan pengaruh terhadap masing-masing kandungan nutrien, namun kadar protein kasar yang mempunyai korelasi paling erat dengan sifat fisik LBD dan TBD (Wibowo, 2010).

Hubungan antara Ukuran Partikel dan Kerapatan

Biskuit pakan dengan nilai ukuran partikel besar akan memiliki ruang kosong lebih besar sehingga nilai kerapatannya akan semakin kecil. Giger-Reverdin (2000) menyatakan bahwa setiap kenaikan nilai ukuran median partikel biasanya diikuti dengan penurunan nilai kerapatan. Khalil (1999) juga menyatakan bahwa semakin kecil ukuran partikel, semakin tinggi kerapatan pemadatan tumpukan, hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh, bahwa korelasi antara ukuran partikel yang diwakili oleh nilai rata-rata ukuran partikel dan kerapatan atau densitas yang diwakili oleh LBD menunjukkan adanya hubungan linier berbanding terbalik dengan nilai korelasi yang cukup tinggi (r= -0,754), persamaan regresi y= 314,6-0204x, nilai

r2= 57% menunjukkan bahwa 57% proporsi keragaman nilai LBD dapat dijelaskan

dengan nilai ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel bahan maka nilai kerapatan bahan tersebut akan semakin besar atau keambaan bahan tersebut semakin rendah karena partikel yang berukuran kecil mampu mengisi ruang yang tersedia dengan lebih efisien. Grafik garis hubungan antara nilai rata-rata ukuran partikel (D) dan kerapatan tumpukan (LBD) dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Hubungan antara Nilai Rata-Rata Ukuran Partikel (D) dan Kerapatan Tumpukan (LBD)

Y= 314,6‐0,204x 

Kecernaan

Sugana dan Duldjaman (1986) menyatakan bahwa pemberian hijauan yang berkualitas rendah merupakan faktor pembatas terhadap ketersediaan protein dalam pakan, sehingga pada pemberian hijauan perlu dilakukan penambahan bahan makanan sumber protein untuk memperbaiki ketersediaan protein. Bahan pakan yang digunakan untuk memperbaiki ketersediaan protein adalah konsentrat, yang umumnya terdiri atas bahan baku yang kaya karbohidrat dan protein. Konsentrat digunakan sebagai pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan domba yang dipelihara dengan sistem pemeliharaaan secara intensif. Konsentrat yang dikonsumsi oleh domba tersebut berperan sebagai pakan tambahan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrien ternak domba yang tidak didapatkan dari biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang. Kandungan nutrien konsentrat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan Nutrien Konsentrat (100% Bahan Kering)

Zat Makanan % Bahan Kering

Abu (%) 19,47

Protein Kasar (%) 17,29

Serat Kasar (%) 18,70

Lemak Kasar (%) 3,26

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%) 41,28

Neutral Detergent Fiber (%) 62,16

Acid Detergent Fiber (%) 26,48

Keterangan: Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2009)

Hasil sidik ragam terhadap seluruh koefisien cerna pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan yang digunakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan NDF dan kecernaan ADF, namun tidak memberikan pengaruh terhadap kecernaan bahan organik, kecernaan serat kasar, dan kecernaan protein kasar. Nilai koefisien cerna pakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Koefisien Cerna (%) Peubah R1+K R2+K R3+K R4+K Rataan KCBK (%) 51,35 ± 1,99A 32,40 ± 0,27B 27,03 ± 0,00C 42,33 ± 3,22B 36,58 KCBO (%) 72,75 ± 0,59 68,86 ± 1,71 70,28 ± 1,06 68,73 ± 3,55 70,16 KCSK (%) 49,11 ± 1,80 51,14 ± 4,26 49,40 ± 4,11 51,58 ± 1,81 50,31 KCNDF (%) 62,89 ± 0,81AB 56,38 ± 2,26C 59,59 ± 1,85BC 65,75 ± 1,34A 61,65 KCADF (%) 44,89 ± 1,55A 30,72 ± 1,80B 50,16 ± 3,44A 50,97 ± 2,76A 44,19 KCPK (%) 82,75 ± 0,62 81,37 ± 0,71 80,98 ± 1,16 80,50 ± 3,42 81,49 Keterangan: R1: Biskuit Rumput Lapang 100%; R2: Biskuit Rumput Lapang 50% + Daun Jagung

50%; R3: Biskuit Daun Jagung 100%; R4: Biskuit Daun Jagung 50% + Klobot Jagung 50%; K: Konsentrat; KCBK: Koefisien cerna bahan kering; KCBO: Koefisien cerna bahan organik; KCSK: Koefisien cerna serat kasar; KCNDF: Koefisien cerna neutral detergent fibre; KCADF: Koefisien cerna acid detergent fibre; KCPK: Koefisien cerna protein kasar Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai koefisien cerna bahan kering pakan. Nilai koefisien cerna bahan kering (KCBK) pakan pada penelitian ini berkisar antara 27,03%-51,35% dengan rataan 36,58%. Perlakuan yang memiliki nilai kecernaan tertinggi adalah R1+K yaitu 51,35%. Nilai rataan KCBK pada domba lokal adalah 57,34% (Elita, 2006). Nilai KCBK pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Elita (2006) tersebut. Nilai kecernaan bahan organik dari suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan tersebut (Sutardi, 1980). Nilai koefisien cerna bahan organik (KCBO) menunjukkan jumlah nutrien seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang dapat dicerna oleh ternak (Elita, 2006). Nilai KCBO pakan pada penelitian ini berkisar antara 68,73%-72,75% dengan rataan 70,16%. Nilai rataaan KCBO pada domba lokal adalah 60,74% (Elita, 2006). Berbeda dengan nilai KCBK, nilai KCBO penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai KCBO domba lokal hasil penelitian Elita (2006). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap nilai koefisien cerna bahan organik pakan. Nilai rataan KCBO pakan yang menggunakan biskuit rumput lapang (R1+K) adalah yang tertinggi (72,75%) pada keempat perlakuan, sedangkan pada perlakuan yang mengandung limbah tanaman

jagung yang mempunyai nilai rataan KCBO tertinggi adalah perlakuan yang menggunakan biskuit daun jagung (R3+K) dengan nilai rataan KCBO 70,28%.

Kecernaan serat suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kecernaan pakan, baik dari segi jumlah maupun dari komposisi kimia seratnya (Tillman et al, 1991). Nilai koefisien cerna serat kasar (KCSK) yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 49,11%-51,58% dengan rataan 50,31%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai KCSK. Serat tidak pernah digunakan seluruhnya oleh ruminansia dan sekitar 20%-70% dari serat yang dikonsumsi ditemukan dalam feses (Cuthbertson, 1969), yang berarti bahwa kisaran KCSK yaitu antara 30%-80% dari total serat yang dikonsumsi oleh ternak. Berdasarkan hal tersebut, maka nilai KCSK pakan pada penelitian ini cukup baik, nilai rataan KCSK pada penelitian ini berada pada kisaran 30%-80% yaitu 49,11%-51,58%. Perlakuan R4+K mempunyai nilai KCSK tertinggi diantara keempat

perlakuan. Ibrahim et al (1995) menyatakan kecernaan serat kasar yang rendah

merupakan akibat dari proporsi lignin yang tinggi di daerah tropis, dengan pemberian pakan hijauan dan pakan konsentrat yang menyebabkan laju pergerakan zat makanan yang tinggi, sehingga kerja enzim tidak optimal serta mengakibatkan sejumlah zat makanan tidak dapat didegradasi dan diserap oleh tubuh.

Bahan kering hijauan kaya akan serat terdiri dari kira-kira 20% isi sel dan 80% dinding sel. Sistem analisa menurut Van Soest (1982) membagi pakan hijauan dalam dua fraksi yaitu: a) isi sel bersifat mudah larut dalam deterjen netral; b) dinding sel (NDF), bersifat tidak mudah larut dalam deterjen netral. Keistimewaan ruminansia adalah kemampuannya dalam mencerna dan menggunakan materi dinding sel tanaman atau NDF. Adapun serat dalam pakan asal rumen termasuk dalam komponen dinding sel yang sulit difermentasi. Dinding sel terdiri dari: a) acid detergent soluble yang larut dalam detergen asam seperti hemiselulosa dan protein dinding sel, dan b) acid detergent fibre (ADF) yang larut dalam deterjen asam (Van Soest, 1982). Kandungan ADF hijauan berhubungan erat dengan pemanfaatan bahan pakan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai KCNDF pakan. Nilai koefisien cerna neutral

detergent fibre (KCNDF) penelitian ini yaitu 56,38%-65,75% dengan rataan 61,65% (Tabel 7). Nilai rataan KCNDF pada domba lokal adalah 39,93% (Arsadi, 2006). Nilai KCNDF penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Arsadi (2006) tersebut, hal ini dapat disebabkan oleh kandungan serat kasar biskuit yang tinggi yang mengakibatkan KCNDF juga tinggi. Peningkatan kecernaan NDF pada perlakuan tinggi serat merupakan hasil dari peningkatan kondisi pencernaan serat

oleh mikroorganisme sepanjang saluran pencernaan (Tjardes et al, 2002). Nilai

KCNDF perlakuan R4+K adalah yang tertinggi diantara semua perlakuan yaitu

65,75% Nilai koefisien cerna acid detergent fibre (KCADF) yang diperoleh pada

penelitian ini yaitu 30,72%-50,97% dengan rataan 44,19% (Tabel 7). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai KCADF pakan. Nilai rataan KCADF pada domba lokal adalah 31,52% (Arsadi, 2006). Nilai KCADF penelitian ini juga jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Arsadi (2006) tersebut. Perlakuan yang mempunyai nilai KCADF tertinggi adalah R4+K yaitu 50,97%.

Nilai koefisien cerna protein kasar (KCPK) yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 80,50%-82,75% dengan rataan 81,49% (Tabel 7). Nilai rataan KCPK ini lebih besar dari rataan nilai kisaran normal kecernaan protein menurut Manurung (1996) yaitu antara 47,70%-71,94%. Haryanto dan Djajanegara (1992) melaporkan bahwa kebutuhan protein domba pada bobot badan 10-20 kg dengan pertambahan bobot badan 100 g/h berkisar antara 102,7–135,8 g/h. Rataan konsumsi protein domba pada penelitian ini berada pada kisaran nilai sesuai dengan yang dilaporkan oleh Haryanto dan Djajanegara (1992). Rataan konsumsi protein harian pada penelitian ini yaitu 106,15-116,34 g/h dengan rataan pertambahan bobot badan 92,86-128,18 g/h (Firki, 2010).

Hubungan antara Sifat Fisik dan Koefisien Kecernaan

Ukuran partikel dan densitas dapat menerangkan sebagian dari interaksi antara flora rumen dan degradasi bahan pakan (Giger-Reverdin, 2000), sehingga pada penelitian ini juga dilakukan analisa hubungan antara sifat fisik biskuit dengan nilai koefisien cerna. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa uji kecernaan pada domba menggunakan biskuit rumput lapang dan limbah tanaman jagung serta konsentrat.

Konsentrat yang digunakan merupakan konsentrat yang sejenis pada semua perlakuan, sehingga hal yang membedakan sifat fisik pakan yang diberikan pada domba pada penelitian ini merupakan sifat fisik biskuit. Korelasi antara ukuran partikel dengan nilai koefisien cerna pakan dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8 berikut ini.

Gambar 7. Grafik Hubungan antara Nilai Rata-Rata Ukuran Partikel (D) dan Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK)

 

 

Gambar 8. Grafik Hubungan antara Nilai Rata-Rata Ukuran Partikel (D) dan Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK)

 

Hasil uji korelasi terhadap nilai ukuran partikel (D dan D50) dan nilai KCBK menunjukkan adanya korelasi negatif. Persamaan regresi antara D dan KCBK (Gambar 7) yaitu y= 91,43-0,09x dengan nilai r= -0,995 yang menunjukkan bahwa D

y= 91,43—0,09x 

r= ‐0,995; r2= 99% 

y= 87,00—0,173x 

Persamaan regresi antara D50 dan KCBK (Gambar 8) yaitu y= 87,00-0,173x dengan r= -0,996 yang menunjukkan bahwa D50 dan KCBK juga berkorelasi negatif dan memiliki nilai keeratan yang sangat tinggi. Nilai r2=99% menunjukkan bahwa 99% proporsi keragaman nilai peubah y (KCBK) dapat dijelaskan oleh nilai peubah x (D dan D50), sisanya disebabkan oleh faktor lain. Berdasarkan kedua persamaan tersebut maka diketahui bahwa setiap kenaikan ukuran partikel akan mengakibatkan penurunan nilai KCBK. Hasil uji korelasi ini sesuai dengan Fonseca et al (2000) yang menyatakan bahwa pengurangan ukuran partikel hijauan meningkatkan konsumsi bahan kering yang disebabkan oleh peningkatan laju pengosongan rumen, jika laju pengosongan rumen meningkat maka nilai kecernaan pakan pun akan menurun, karena pakan tidak berada cukup lama di saluran pencernaan untuk memaksimalkan proses penyerapan nutrien yang terkandung di dalamnya. Ukuran partikel pakan mempengaruhi luas area yang tersedia untuk aktivitas mikroorganisme dan multiplikasinya dan juga memegang peranan pada laju rata-rata bahan pakan melewati saluran pencernaan (Giger-Reverdin, 2000), hal ini didukung oleh hasil penelitian Weston (2002) bahwa partikel yang lolos dari saringan 1200 µm memiliki laju pengosongan rumen dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan ukuran partikel. Semakin cepat pakan meninggalkan saluran pencernaan maka waktu yang dimiliki oleh mikroba rumen untuk memecah dan memanfaatkan nutrien yang terkandung dalam pakan akan semakin sedikit; mikrorganisme yang melekat pada dinding sel (NDF) akan segera dipindahkan keluar dari rumen; populasi mikroba rumen akan berkurang; nilai kecernaan pakan menurun.

Kerapatan atau densitas partikel mempengaruhi laju rata-rata pakan hingga rata-rata pergantian pakan pada rumen dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi (Giger-Reverdin, 2000). Pakan yang memiliki nilai kerapatan besar dengan kata lain amba akan cepat memenuhi saluran pencernaan ternak sehingga jumlah konsumsi ternak akan rendah Jumlah konsumsi berbanding terbalik dengan nilai kecernaan. Jika konsumsi ternak rendah maka pakan akan mempunyai waktu yang cukup lama dalam saluran pencernaan; laju digesta akan relatif lebih lambat yang menyebabkan waktu retensi dalam rumen bertambah dan terjadinya peningkatan proses fermentasi sehingga banyak digesta yang didegradasi oleh mikroba rumen dan kecernaan akan

tinggi. Berdasarkan hal ini maka pakan dengan nilai kerapatan yang lebih besar akan memiliki nilai kecernaan yang lebih tinggi. Hasil uji korelasi antara nilai kerapatan dengan nilai koefisien cerna secara umum sesuai dengan hal ini, namun nilai keeratan yang tinggi hanya terdapat antara hubungan TBD dan KCNDF. Persamaan regresi antara TBD dan KCNDF (Gambar 9) yaitu y= 49,82 + 0,048x dengan nilai r= 0,80 yang menunjukkan bahwa TBD dan KCNDF berkorelasi positif dengan nilai

keeratan yang tinggi Nilai r2= 83% menunjukkan bahwa 83% proporsi keragaman

nilai peubah y (KCNDF) dapat dijelaskan oleh nilai peubah x (TBD), sisanya disebabkan oleh faktor lain.  

   

Gambar 9. Grafik Hubungan antara Kerapatan Pemadatan Tumpukan (TBD) dan Koefisien Cerna Neutral Detergent Fiber (KCNDF)

y= 49,82 + 0,048x 

Dokumen terkait