UJI SIFAT FISIK DAN EVALUASI KECERNAAN
BISKUIT BERBASIS RUMPUT LAPANG
DAN LIMBAH TANAMAN JAGUNG
PADA DOMBA
SKRIPSI
CORRY ADELINA MARPAUNG
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
CORRY ADELINA MARPAUNG. D24062419.2011. Uji Sifat Fisik dan Evaluasi Kecernaan Biskuit Berbasis Rumput Lapang dan Limbah Tanaman Jagung pada Domba. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Dosen Pembimbing Utama : Ir. Lidy Herawati, M.S. Dosen Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc.
Hijauan (rumput, legum dan limbah pertanian) bersifat voluminous dan kemampuan produksi berfluktuasi sehingga proses teknologi untuk mengolah hijauan agar tetap tersedia serta mudah disimpan perlu dilakukan. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan mengolah hijauan menjadi biskuit. Hijauan yang umum digunakan peternak untuk pakan adalah rumput lapang, sehingga rumput lapang digunakan sebagai bahan pembanding pada penelitian ini. Limbah tanaman jagung mengandung serat kasar yang cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Limbah tanaman jagung yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daun dan klobot jagung. Biskuit merupakan hasil pengolahan pakan melalui proses pemanasan dan pemadatan yang memiliki bentuk bulat dan tipis serta memiliki diameter 7 cm dan tebal 1 cm.
Penelitian pembuatan dan pengujian sifat fisik biskuit dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian pengujian pemberian pakan dan pengukuran kecernaan dilakukan di Mitra Tani Farm (MT Farm), Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Laboratorium Pengetahuan Bahan Makanan Ternak, Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 sampai bulan Desember 2009.
Hasil pengukuran nilai rata-rata ukuran partikel (D) adalah 447.71-669.64 µm and nilai tengah ukuran partikel (D50) adalah 206.08-321.29 µm, Modulus of fineness (MF) sekitar 2.10-2.68 and modulus of uniformity (MU) bervariasi yakni; R1= 0:3:7 ; R2=R4= 0:5:5 and R3= 0:6:4. Berdasarkan nilai MF seluruh partikel biskuit termasuk dalam kategori halus. LBD berkisar antara 173-225 kg/m3 and TBD berkisar antara 185-239 kg/m3. Terdapat korelasi negatif antara (D) dan LBD yang ditunjukkan oleh persamaan y= 314,6-0.204x; r= -0,754; r2= 57%. Hasil sidik ragam penelitian ini menunjukkan bahwa formula biskuit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai densitas (LBD dan TBD) dan ukuran partikel (D dan D50). Uji kecernaan menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kecernaan bahan kering, NDF dan ADF, akan tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap kecernaan bahan organik, serat kasar, dan protein kasar. Nilai rata-rata koefisien cerna pakan berbasis biskuit rumput lapang dan limbah tanaman jagung yaitu KCBK= 36,58%; KCBO= 70,16%; KCSK= 50,31%; KCNDF= 61,65%; KCADF= 44,19%; dan KCPK= 81,49%.
Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan antara nilai ukuran partikel biskuit (D dan D50) dengan nilai KCBK menunjukkan adanya korelasi negatif. Persamaan regresi antara D dan KCBK yaitu y= 91,43-0,09x; r= -0,995; r2= 99%. Persamaan regresi antara D50 dan KCBK yaitu y= 87,00-0,173x; r= -0,996; r2= 99%. TBD memiliki korelasi positif dengan KCNDF. Persamaan regresi antara TBD dan KCNDF yaitu y= 49,82-0,048x; r= 0,909; r2=83%.
ABSTRACT
The Physical Characteristic and Digestibility Evaluation of Biscuits Based on Field Grass and Corn Plant Waste for Sheep
Marpaung, C. A., Y. Retnani, L. Herawati
The objective of this experiment was to determine the physical characteristic of corn plant waste after formed as a biscuit and evaluate the digestibility of the diet given to sheep based on field grass and corn plant waste. The experimental design used by Completely Randomized Design with 4 treatments and 3 replications. The treatments were : R1 (100% field grass); R2 (50% field grass + 50% corn leaf); R3 (100% corn leaf); and R4 (50% corn leaf + 50% corn husk). Consentrate was also given to sheep to fulfill its nutrient requirement. The results were subjected to ANOVA and Duncan Test, correlation among the variables was determined by linier regretion technique (Steel and Torrie, 1993).Biscuit variables measured were density (loose bulk density and tapped bulk density), particle size (average particle size and median particle size). Feed digestibility evaluation were dry matter, organic matter, crude fiber, NDF, ADF and crude protein. Average particle size (D) was about 447.71-669.64 µm and median particle size (D50) was about 206.08-321.29 µm. Modulus of fineness (MF) was about 2.10-2.68 and modulus of uniformity (MU) was variated; R1= 0:3:7 ; R2=R4= 0:5:5 and R3= 0:6:4. Loose bulk density (LBD) of the biscuits ranged about 173-225 kg/m3 and tapped bulk density (TBD) ranged about 185-239 kg/m3. According to the particle size which was determined on modulus of fineness (MF), all of the biscuits were defined as “fine” particle. Results showed that biscuits formula had gave very significant effect (P<0.01) on Density (LBD and TBD) and particle size (D and D50). Negative correlation was shown by the equation y= 0.3146-0.0002x, r= 75.47 % between average particle size (D) and LBD. The results of digestibility test indicated that the treatments had gave very significant effect (P<0.01) on dry matter digestibility, neutral detergent fibre digestibility, and acid detergent fibre digestibility, but gave no significant effect on organic matter digestibility, crude fiber digestibility, and crude protein digestibility.
UJI SIFAT FISIK DAN EVALUASI KECERNAAN
BISKUIT BERBASIS RUMPUT LAPANG
DAN LIMBAH TANAMAN JAGUNG
PADA DOMBA
CORRY ADELINA MARPAUNG D24062419
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : Uji Sifat Fisik dan Evaluasi Kecernaan Biskuit Berbasis Rumput Lapang dan Limbah Tanaman Jagung pada Domba
Nama : Corry Adelina Marpaung NIM : D24062419
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Ir. Lidy Herawati, M.S.) (Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc.) NIP: 19620914 198703 2 009 NIP. 19640724 199002 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Agustus 1989 di Sei Belutu, Sumatera
Utara. Penulis merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara dari pasangan Robert
Marpaung dan Liswati Lumbantobing.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar
Negeri 091588 Serbelawan dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan
tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Dolok Batunanggar, Kabupaten
Simalungun. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1
Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun pada tahun 2003 dan diselesaikan pada
tahun 2006.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Biro Khusus Magang dan
peluang Kerja, HIMASITER, Fakultas Peternakan periode 2008-2009, dan Komisi
Kesenian Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut
Pertanian Bogor (2007-2010). Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Tri’s
Ranch Tapos, Ciawi selama satu bulan, pada tahun 2008. Penulis berkesempatan
menjadi penerima beasiswa BBM (Bantuan Beasiswa Mahasiswa) tahun 2009/2010.
Bogor, Januari 2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Bapa surgawi, karena atas
pimpinan dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Uji Sifat Fisik dan Evaluasi Kecernaan Biskuit Berbasis Rumput Lapang dan
Limbah Tanaman Jagung pada Domba yang ditulis berdasarkan hasil penelitian
pada bulan Juli 2009 sampai dengan Desember 2009.
Rumput lapang merupakan hijauan pakan yang umum digunakan peternak
ruminansia, akan tetapi ketersediaan hijauan tersebut sangat tergantung pada musim
dan memiliki kualitas yang rendah sehingga perlu disediakan hijauan pakan lainnya
seperti limbah tanaman jagung yang digunakan pada penelitian ini dengan
menggunakan teknologi baru. Teknologi tersebut yaitu biskuit yang mengandung
limbah tanaman jagung dengan atau tanpa kombinasi dengan rumput lapang sebagai
sumber serat kasar bagi ruminansia, khususnya domba.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi
baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi
pembaca pada umumnya.
Bogor, Januari 2011
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... i
ABSTRACT ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
LEMBAR PENGESAHAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Rumput Lapang ... 3
Limbah Tanaman Jagung ... 3
Daun Jagung ... 4
Klobot Jagung ... 4
Teknologi Pengolahan Pakan ... 5
Sifat Fisik ... 6
Ukuran Partikel ... 6
Kerapatan ... 8
Kecernaan ... 10
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ... 12
Kecernaan Serat ... 12
Kecernaan Neutral Detergent Fibre (NDF) dan Acid Detergent Fibre (ADF) ... 12
Kecernaan Protein Kasar ... 13
Domba Ekor Tipis ... 13
MATERI DAN METODE ... 15
Lokasi dan Waktu ... 15
Materi ... 15
Bahan Makanan ... 15
Ternak ... 15
Alat ... 15
Kandang dan Perlengkapan Kandang ... 16
Pembuatan Biskuit Pakan ... 16
Pengujian Kecernaan ... 18
Rancangan Percobaan ... 20
Perlakuan ... 21
Peubah ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Karakteristik Biskuit ... 23
Sifat Fisik ... 24
Ukuran Partikel ... 25
Kerapatan ... 26
Hubungan antara Ukuran Partikel dan Kerapatan ... 28
Kecernaan ... 29
Hubungan antara Sifat fisik dengan Nilai Koefisien Cerna ... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
Kesimpulan ... 36
Saran ... 36
UCAPAN TERIMA KASIH ... 37
DAFTAR PUSTAKA . ... 38
LAMPIRAN ... 43
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kandungan Nutrien Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering . 3
2. Kandungan Nutrien Klobot Jagung Berdasarkan Bahan Kering .... 4
3. Sifat-sifat Domba Prolifik ... 14
4. Kandungan Nutrien Biskuit (100% Bahan Kering) ... 24
5. Hasil Uji Sifat Fisik Biskuit ... 25
6. Kandungan Nutrien Konsentrat (100% Bahan Kering) ... 29
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Diagram Alur Proses Pembuatan dan Pengujian Biskuit Rumput
Lapang dan Limbah Tanaman Jagung ... ... 17
2. Mesin Biskuit Pakan ... 18
3. Tempat Pakan ... 19
4. Cara Penampungan Feses ... 20
5. Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang ... 23
6. Grafik Hubungan antara Nilai Rata-Rata Ukuran Partikel (D) dan Kerapatan Tumpukan (LBD) ... 28
7. Grafik Hubungan antara Nilai Rata-Rata Ukuran Partikel (D) dan Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) ... 33
8. Grafik Hubungan antara Nilai Tengah Ukuran Partikel (D50) dan Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Sidik Ragam Niai Rata-Rata Ukuran Partikel (D) Biskuit
Pakan ... 44
2. Hasil Uji Lanjut Duncan Niai Rata-Rata Ukuran Partikel (D) Biskuit Pakan ... 44
3. Hasil Sidik Ragam Niai Tengah Ukuran Partikel (D50) Biskuit Pakan ... 44
4. Hasil Uji Lanjut Duncan Niai Tengah Ukuran Partikel (D50 Biskuit Pakan ... 44
5. Hasil Sidik Ragam Loose Bulk Density (LBD) Biskuit Pakan ... 45
6. Hasil Uji Lanjut Duncan Loose Bulk Density (LBD) Biskuit Pakan ... 45
7. Hasil Sidik Ragam Tapped Bulk Density (TBD) Biskuit Pakan .... 45
8. Hasil Uji Lanjut Duncan Tapped Bulk Density (TBD) Biskuit Pakan ... 45
9. Hasil Sidik Ragam Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) ... 46
10.Hasil Uji Lanjut Duncan Koefisien Cerna Bahan Kering ... 46
11.Hasil Sidik Ragam Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBO) ... 46
12.Hasil Sidik Ragam Koefisien Cerna Serat Kasar (KCSK) ... 46
13.Hasil Sidik Ragam Koefisien Cerna Neutral Detergent Fiber (KCNDF) ... 46
14.Hasil Uji Lanjut Duncan Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) Biskuit Pakan ... 47
15.Hasil Sidik Ragam Koefisien Cerna Acid Detergent Fiber (KCADF) ... 47
16.Hasil Sidik Ragam Koefisien Cerna Acid Detergent Fiber (KCNDF) ... 48
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hijauan yang mengandung serat kasar yang tinggi dapat dimanfaatkan sebagai
pakan ternak. Ketersediaan hijauan berupa rumput, legum dan limbah pertanian
dipengaruhi oleh iklim, sehingga pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan
pakan ternak dan kondisi sebaliknya pada musim hujan. Hijauan merupakan pakan
utama bagi ternak ruminansia. Hijauan yang umum digunakan peternak adalah
rumput lapang. Rumput lapang merupakan campuran dari beberapa jenis rumput lokal
yang umumnya tumbuh secara alami, oleh karena itu rumput lapang mudah didapat
tetapi memiliki daya produksi dan kualitas nutrien rendah serta pengelolaannya sangat
minim (Wiradarya, 1989). Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan
ternak adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan (Syamsu et al, 2003) dan perlu diupayakan alternatif pengawetan limbah pertanian yang dapat menghasilkan
produk pakan yang mempunyai kualitas yang lebih baik dari produk asalnya salah
satunya dengan mengolah hijauan segar menjadi biskuit pakan. Pengolahan hijauan
segar menjadi biskuit dimaksudkan untuk memaksimalkan pemanfaatan limbah
pertanian agar dapat digunakan sepanjang tahun, sehingga dapat mengatasi
kelangkaan hijauan pakan pada musim kemarau.
Penggunaan limbah tanaman jagung yang dilakukan pada penelitian ini
berdasarkan potensi tanaman jagung yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik
(2009) bahwa produksi tanaman jagung di Indonesia dapat diperkirakan mencapai 4,2
ton/ha, dengan produksi tanaman jagung di Jawa Barat mencapai 5,8 ton/ha. Proporsi
limbah tanaman jagung dalam persen bahan kering terdiri dari 50% batang, 20%
daun, 20% tongkol dan 10% klobot. Kandungan protein kasar yang terdapat pada
limbah tanaman jagung ini mendekati nilai protein kasar yang terkandung pada
rumput lapang yaitu daun jagung: 19,83%; klobot jagung: 11,40%; dan rumput
lapang: 14,06% (Firki, 2010) sehingga diperkirakan dapat menjadi alternatif hijauan
untuk substitusi rumput lapang yang dapat dimanfaatkan terutama pada musim
kemarau.
Sifat fisik biskuit dan kecernaan pakan berbasis rumput lapang dan limbah
lapang dan limbah tanaman jagung dan kecernaan pakan berbasis rumput lapang dan
limbah tanaman jagung perlu dilakukan karena nilai sifat fisik pakan seperti ukuran
partikel dan kerapatan mempengaruhi laju rata-rata pakan pada saluran pencernaan
yang akan mempengaruhi kecernaan pakan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sifat fisik biskuit yaitu densitas dan
ukuran partikel, dan mengevaluasi nilai kecernaan pakan berbasis rumput lapang dan
limbah tanaman jagung pada ternak domba serta hubungan antara nilai densitas dan
TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Lapang
Rumput lapang merupakan hijauan yang sudah umum digunakan oleh para
peternak sebagai pakan utama ternak ruminansia untuk memenuhi kebutuhan serat
kasar. Rumput ini mudah diperoleh, murah, dan mudah dikelola karena tumbuh liar
tanpa dibudidayakan, karena itu rumput lapang mempunyai kualitas yang rendah
untuk pakan ternak (Aboenawan, 1991). Menurut Wiradarya (1989), rumput lapang
merupakan campuran dari berbagai rumput lokal yang umumnya tumbuh secara
alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah. Komposisi zat
makanan rumput lapang berdasarkan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nutrien Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien Komposisi* Komposisi** Komposisi***
Bahan Kering (%) 22,97 - -
Abu (%) 9,12 8,23 8,48
Protein Kasar (%) 10,21 7,75 8,59
Lemak Kasar (%) 1,23 1,34 6,93
Serat Kasar (%) 32,09 31,46 36,38
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%) 47,35 50,93 48,31
Total Digestible Nutrient (%) - 52,37 57,31
Kalsium (%) 0,17 - 0,30
Posfor (%) 0,17 - 0,12
Sumber: *Batubara (1992), **Furqaanida (2004), *** Wahyuni (2008)
Limbah Tanaman Jagung
Tanaman jagung (Zea mays L) termasuk ke dalam family rumput-rumputan (Gramineae). Jagung banyak digunakan pada bidang peternakan sebagai pakan unggas dan limbahnya sebagai pakan ruminansia. Selain buah atau bijinya, tanaman
jagung menghasilkan limbah dengan proporsi terbesar adalah batang jagung (stover)
diikuti dengan daun, tongkol, dan kulit buah jagung (Umiyasih dan Wina, 2008),
akan tetapi pemanfaatan limbah tanaman jagung belum maksimal, dikarenakan
limbah tersebut cepat rusak setelah dipanen, bersifat bulky (voluminous), dan musiman. Kandungan nilai gizi limbah tanaman seringkali sulit untuk dianalisis,
karena variasi komposisi bagi bagian-bagian tanaman dan juga proporsi bagian yang
diambil dari lapangan tidak langsung diberikan kepada ternak, sehingga ada selang
waktu sejak panen hingga pemberian pada ternak, hal ini mengakibatkan terlarutnya
zat-zat gizi atau hilang karena menguap sehingga menurunkan kandungan gizi dari
limbah tanaman jagung tersebut yang akhirnya dapat menurunkan penampilan atau
mengurangi pertumbuhan ternak (Tangendjaja dan Gunawan, 1998).
Daun Jagung
Daun jagung muncul dari buku-buku batang, sedangkan pelepah daun
menyelubungi ruas batang untuk memperkuat batang. Panjang daun bervariasi antara
30-150 cm dan lebar 4-15 cm dengan ibu tulang daun yang sangat keras Tepi helaian
daun halus dan kadang-kadang berombak. Terdapat juga lidah daun (ligula) yang
transparan dan tidak mempunyai telinga daun (auricale). Bagian bawah daun tidak
berbulu (glabrous) dan umumnya mengandung stomata yang lebih banyak dibanding
dengan di permukaan atas (Muhadjir, 1988).
Klobot Jagung
Salah satu limbah tanaman jagung adalah klobot jagung yang dapat dijadikan
makanan ternak ruminansia. Komposisi zat makanan klobot jagung dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nutrien Klobot Jagung Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien % Bahan Kering
Bahan Kering (%) 91,41
Protein Kasar (%) 7,84
Serat Kasar (%) 32,25
Lemak Kasar (%) 0,65
Abu (%) 3,23
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%) 56,03
Total Digestible Nutrient (%) 54,29
Kalsium (%) 0,21
Posfor (%) 0,44
Sumber: Furqaanida (2004)
Parakkasi (1995) menyatakan bahwa setelah panen klobot dapat digunakan
sebagai makanan ternak ruminansia. Klobot dan tongkol merupakan hijauan, karena
itu buah jagung lengkap lebih disukai dibanding dengan biji jagung. Klobot jagung
selain berfungsi sebagai pelindung biji jagung dan tongkol untuk mempertahankan
Teknologi Pengolahan Pakan
Keuntungan bahan baku pakan yang mengalami proses pengolahan adalah
mengurangi ukuran partikel bahan, meningkatkan penampilan produk,
meningkatkan palatabilitas ternak (Henderson dan Perry, 1976), membuat kondisi
fisik yang baik untuk kondisi rumen, meningkatkan efisiensi penggunaan pakan,
meningkatkan konversi pertambahan bobot badan dan sebagai proses awal untuk
kegiatan prosesing selanjutnya. Pengolahan pakan menjadi bentuk pakan tertentu
akan meningkatkan daya cerna pakan dan menghilangkan sifat memilih ternak
(Pfost, 1976).
Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya awet yang relatif
tinggi sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa dalam
perjalanan karena volume dan beratnya proses pengeringan (Whiteley, 1971). Biskuit
termasuk produk yang mudah menyerap air dan oksigen, oleh sebab itu bahan
pengemasnya harus memenuhi beberapa syarat antara lain kedap air, kedap terhadap
komponen volatile terutama bau-bauan, kedap terhadap sinar dan mampu melindungi
produk dari kerusakan mekanis (Manley, 1983). Almond (1989) mengatakan bahwa
secara umum pembuatan biskuit dapat dibagi menjadi empat tahap yaitu
pencampuran bahan, pembentukan adonan dan pencetakan, pembakaran dan
pendinginan. Ada beberapa variasi proses dapat digunakan sesuai dengan jenis
biskuit yang akan dibuat.
Pemanasan biskuit termasuk ke dalam proses dry heating yaitu pemanasan
yang dilakukan tanpa penambahan minyak atau lemak, salah satunya yaitu baking.
Baking adalah teknik pemasakan atau cooking dengan cara meletakkan bahan pangan ke dalam oven yang biasanya telah dilengkapi dengan elemen panas yang terletak di
bagian bawah dari oven. Pemindahan panas yang terjadi dalam baking tersebut
terdiri dari tiga mekanisme, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada awalnya
udara bagian bawah oven dipanaskan, kemudian udara yang hangat dan panas
bergerak ke atas, terjadilah perpindahan konveksi.
Udara panas yang bergerak ke atas dan kemana-mana tersebut akhirnya
menyentuh bahan pangan, terjadilah perambatan panas secara konduksi. Radiasi
oven, kemudian dipantulkan dan diserap, akhirnya membentur bahan pangan
sehingga bahan pangan menjadi panas (Winarno, 2007).
Kriteria mutu fisik produk pangan biskuit atau produk kering pada kadar air
kritis tidak lembek dan renyah (Herawati, 2008). Pembuatan biskuit dalam bidang
pangan ini digunakan sebagai prinsip dasar bentuk biskuit pakan karena adanya
persamaan dalam proses pemanasan dan pencetakan terutama bentuk bulat. Biskuit
pakan ini dibuat dari bahan serat terutama hijauan sebagai pengganti hijauan segar
agar ruminansia dapat memanfaatkan serat ketika kualitas dan kuantitas hijauan
menurun.
Sifat Fisik Pakan
Karakteristik atau sifat fisik bahan pakan ruminansia jarang diukur, terutama
sekali dalam hubungannya dengan kandungan nutisinya yang dapat digunakan pada
formulasi ransum. Telah diketahui bahwa beberapa dari sifat fisik seperti ukuran
partikel dan densitas dapat menerangkan sebagian dari interaksi antara flora rumen
dan degradasi bahan pakan. Densitas partikel mempengaruhi laju rata-rata pakan
hingga rata-rata pergantian pakan pada rumen dan jumlah bahan makanan yang
dikonsumsi. Ukuran partikel pakan mempengaruhi luas area yang tersedia untuk
aktivitas mikroorganisme dan multiplikasinya dan juga memegang peranan pada laju
rata-rata bahan pakan melewati saluran pencernaan (Giger-Reverdin, 2000).
Ukuran Partikel
Uji ukuran partikel merupakan proses penentuan nilai tengah atau nilai
rata-rata ukuran partikel dari sejumlah pakan atau komposisi sampel (McEllhiney, 1994).
Ukuran partikel dapat ditentukan dengan menggunakan metode tyler sieve
(Henderson dan Perry, 1976) dan median particle size (Giger-Reverdin, 2000).
Ukuran partikel mempengaruhi luas permukaan yang tersedia bagi penempatan dan
multiplikasi mikro-organisme rumen (Giger-Reverdin, 2000) Weston (2002)
menambahkan bahwa partikel yang lolos dari saringan 1200 µm memiliki laju
pengosongan rumen dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan ukuran
partikel, contohnya partikel yang lolos dari saringan 150 µm ternyata meninggalkan
dengan ukuran 1200 µm - 600 µm. Ukuran partikel dan tekstur biskuit pakan yang
halus menyebabkan laju aliran digesta rumen menjadi lebih cepat, sehingga domba
dapat mengkonsumsi pakan lebih banyak. Menurut Arora (1989), ukuran partikel
pakan yang lebih kecil akan meningkatkan laju aliran cairan dan laju aliran digesta
rumen, sehingga konsumsi pakan akan meningkat demikian juga pengosongan
lambung lebih cepat.
Grinding dan pelleting biasanya mendukung peningkatan jumlah konsumsi dan membantu dalam pencernaan selulosa dan protein yang kompleks, akan tetapi
terkadang grinding menurunkan nilai kecernaan pakan yang selanjutnya
memunculkan ide untuk mengukur seberapa halus suatu pakan digiling, yang
ditetapkan dalam ukuran kehalusanatau modulus of fineness (Schneider dan William, 1975). Uji ukuran kehalusan adalah proses pengayakan atau penyaringan sejumlah
sampel pakan untuk menentukan bagian yang halus (McEllhiney, 1994).
Prosedur penanganan pakan rutin seperti grinding dan pelleting mengubah ukuran partikel pakan, oleh sebab itu kecernaannya juga berubah, dengan
mengabaikan efeknya terhadap komposisi kimia bahan pakan jika ada. Pengurangan
ukuran partikel pakan dapat meningkatkan nilai kecernaan, yang disebabkan oleh
peningkatan luas permukaan untuk aktifitas enzimatik; menurunkan kecernaan
dengan berkurangnya waktu retensi dan meminimalkan luas daerah terbuka ke enzim
pencernaan; atau tidak mempunyai pengaruh yang dapat dideteksi sama sekali
(Kitessa et al, 1999).
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel
mengakibatkan penurunan aktivitas mengunyah dan kandungan lemak. Pengurangan
ukuran partikel hijauan meningkatkan konsumsi bahan kering dan sintesis protein
mikroba yang disebabkan oleh peningkatan laju pengosongan rumen (Fonseca et al, 2000).
Bahan kering hay alfalfa giling memiliki nilai kecernaan 2,2% lebih rendah
dibanding hay yang dipotong kasar. Laju kecernaan residu pakan yang digiling halus
pada steer lebih baik jika dibandingkan dengan pakan kasar, dan kecernaan serat
kasar cenderung menurun saat laju aliran digesta semakin meningkat. Tingkat
yang digiling dengan empat tingkat kehalusan yaitu kasar, agak halus, dan sangat
halus, nilai kecernaan bahan keringnya masing-masing turun 3,2%, 7,6% dan 15,1%
jika dibandingkan dengan hay yang diberikan dalam bentuk panjang (utuh).
Kandungan nutrien tercerna pada hay menurun seiring dengan semakin kecil ukuran
partikel. Tidak ada perbedaan yang konsisten antara nutrien hay alfalfa giling dalam
derajat kehalusan yang berbeda. Proses grinding yang menghasilkan partikel halus tidak selalu menekan nilai kecernaan bahan kering. Domba mengunyah makanan
dengan sangat efektif sehingga kemungkinan tidak terdapat keuntungan dari
penggilingan biji-bijian bagi domba kecuali untuk biji-bijian yang sangat kecil dan
keras (Schneider dan William, 1975).
Ukuran kehalusan atau yang sering disebut dengan modulus of fineness (MF) adalah pengukuran kekasaran atau kehalusan agregat tertentu. Pemakaian nilai
ukuran hasil penggilingan dengan metode sieving atau yang biasa disebut ukuran partikel sebagai suatu bahan pengukur kehalusan partikel kemudian dipetimbangkan
kembali hingga dibuat suatu pemanfaatan ukuran kehalusan dan ukuran
keseragaman atau modulus of uniformity (MU) yang baik dalam menginterpretasikan percobaan dan menemukan bahwa kerapatan, ukuran kehalusan dan ukuran
keseragaman berhubungan signifikan dengan koefisien cerna, ketika ukuran partikel
tidak berhubungan (Schneider dan William, 1975).
Kerapatan (Densitas)
Densitas atau kerapatan jenis curah merupakan massa partikel yang
menempati suatu unit volume tertentu. Menurut Wirakartakusumah et al (1992)
kerapatan curah diberi sifat-sifat tambahan seperti loose bulk density (LBD) atau
kerapatan tumpukan dan tapped bulk density (TBD) atau kerapatan pemadatan
tumpukan (setelah getaran). Toharmat et al (2006) menyatakan bahwa sifat kerapatan
bahan terkait dengan kadar serat dalam bahan
.
Semakin tinggi kadar serat makasemakin rendah kerapatan atau bahan tersebut semakin amba. Hasil penelitianKhalil
(1999) yang memperlihatkan bahwa semakin kecil ukuran partikel, semakin tinggi
kerapatan pemadatan tumpukan. Giger-Reverdin (2000) juga menyatakan bahwa
setiap kenaikan nilai tengah ukuran partikel biasanya diikuti dengan menurunnya
Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan partikel dalam lembaran dan
sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan serta besarnya tekanan
kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran dengan menentukan atau
mengukur berat sampel untuk setiap satu satuan volume sampel (Suryani, 1986).
Kerapatan bahan baku sangat tergantung pada besarnya kempa yang diberikan
selama proses pembuatan (Syananta, 2009). Tekanan pengempaan dilakukan untuk
menciptakan ikatan antara permukaan bahan perekat dan bahan yang direkat dengan
bantuan alat pengepres (Suryani, 1986).
Menurut Trisyulianti et al (1998), wafer pakan yang mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras sehingga mudah dalam
penanganan, penyimpanan dan goncangan pada saat transportasi serta diperkirakan
akan lebih lama dalam penyimpanan. Sebaliknya, pada pakan yang mempunyai
kerapatan rendah akan memperlihatkan bentuk wafer pakan yang tidak terlalu padat
dan tekstur yang lebih lunak serta porous (berongga), sehingga diperkirakan hanya dapat bertahan dalam penyimpanan beberapa waktu saja. Wafer dengan kerapatan
yang rendah akan mempunyai ruang kosong atau luasan kontak antar partikel yang
lebih besar sehingga mengakibatkan kemampuan penyerapan air yang besar.
Kerapatan wafer ransum komplit dapat mempengaruhi palatabilitas ternak.
Pakan atau wafer yang terlalu keras dengan kerapatan yang tinggi akan menyebabkan
sulitnya ternak dalam mengkonsumsi wafer secara langsung sehingga perlu
ditambahkan air pada saat akan diberikan dan ternak pada umumnya menyukai pakan
atau wafer dengan kerapatan yang rendah (Nursita, 2005). Menurut Furqaanida
(2004), kerapatan menentukan bentuk fisik dari wafer ransum komplit yang
dihasilkan dan menunjukkan kepadatan wafer ransum komplit dalam teknik
pembuatannya.
Rumput dan sebagian hasil ikutan industri pertanian merupakan hijauan
pakan yang kaya sumber serat. Hijauan secara umum mempunyai nilai kerapatan
yang rendah (Khalil, 1999). Ternak yang diberi pakan dengan rasio keambaan yang
besar biasanya mencoba mengkonsumsi lebih banyak pakan. Walaupun demikian,
terbatas. Saat saluran pencernaan penuh, tidak ada pakan yang dapat dikonsumsi lagi
(Schneider dan William, 1975).
Sebuah studi tentang pendugaan kandungan nutrien dedak padi terhadap sifat
fisik (Wibowo, 2010) menunjukkan bahwa kadar abu dan kadar serat kasar
mempunyai hubungan yang positif dengan kerapatan tumpukan sehingga setiap
kenaikan nilai kerapatan tumpukan (LBD) akan meningkatkan kadar abu dan kadar
serat bahan, sedangkan kadar protein kasar dan lemak kasar mempunyai hubungan
negatif dengan LBD. Sebaran nilai kerapatan pemadatan tumpukan (TBD) lebih baik
dibandingkan nilai LBD yang berarti bahwa setiap bahan sumber abu dan serat akan
lebih banyak menempati volume dibandingkan bahan sumber protein dan lemak.
Semua hasil uji sifat fisik LBD, TBD dan kelarutan total memberikan pengaruh nyata
terhadap masing-masing kandungan nutrien, namun kadar protein kasarlah yang
mempunyai korelasi paling erat dengan sifat fisik LBD, TBD dan kelarutan total.
Kecernaan
Kecernaan zat makanan didefinisikan sebagai jumlah zat makanan yang tidak
diekskresikan dalam feses atau dengan asumsi bahwa zat makanan tersebut dicerna
oleh hewan (McDonald et al, 1991), apabila dinyatakan dalam persentase maka
disebut koefisisen cerna (Tillman, 1989). Keberadaan pakan dalam alat pencernaan
ruminansia akan mengalami perubahan kimia, biologi, dan fisik. Setiap jenis ternak
memiliki kemampuan yang berbeda dalam mendegradasi pakan, sehingga
mengakibatkan perbedaan kecernaan dalam rumen (Sutardi, 1980).
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mengukur kecernaan suatu
bahan pakan seperti in vivo, in sacco dan in vitro. Teknik evaluasi pakan secara in vivo mempunyai tingkat akurasi yang lebih tinggi dibanding teknik lain karena bersifat aplikatif pada ternak secara langsung. Menurut Suparjo (2008), pengukuran
kecernaan secara in vivo dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara tak langsung
dengan menggunakan marker dan cara langsung. Pengukuran secara langsung
merupakan pengukuran konvensional dengan menggunakan kandang metabolis
ataupun kandang individu. Dalam metoda ini semua pakan, sisa pakan dan feses
ditimbang dan dicatat, kemudian diambil sampel untuk dianalisis. Dengan
dikeluarkan setiap ekor ternak serta mengetahui kandungan zat makanan bahan
pakan, sisa pakan, feses atau urine, maka akan didapat nilai kecernaan dari
masing-masing komponen. Pengukuran secara tidak langsung merupakan metode yang pada
penerapannya feses yang dikeluarkan ternak tidak perlu dikumpulkan dan ditimbang
semua tetapi cukup diambil sampelnya. Teknik ini biasanya dilakukan pada ternak
yang digembalakan, pengukuran konsumsinya dihitung dengan menduga feses yang
dikeluarkan untuk setiap ternak dengan menggunakan perunut misalnya chrome
oxide, ferric oxide, pigment, silika, lignin dan cromogen (Suparjo, 2008).
Selisih antara konsumsi zat makanan bahan pakan dengan ekskresi zat
makanan feses menunjukkan jumlah zat makanan bahan pakan yang dapat dicerna
(Suparjo, 2008 ). Kecernaan ransum mempengaruhi konsumsi ransum, kecernaan
ransum yang rendah dapat meningkatkan konsumsi ransum karena laju digesta dalam
pencernaan semakin cepat dan ransum akan cepat keluar dari saluran pencernaan
(Church dan Pond, 1988).
Rumen dan retikulum berisi mikroorganisme seperti bakteri dan protozoa.
Nilai kecernaan yang meningkat berkaitan dengan peningkatan aktivitas
mikroorganisme dalam rumen yang menunjukkan pemenuhan kebutuhan
mikrorganisme untuk optimasi aktivitas mikroorganisme merupakan hal yang
penting. Mikroorganisme memecah partikel-partikel kecil pakan untuk memproduksi
zat-zat kimia sederhana yang beberapa diantaranya diserap melalui dinding lambung
dan sebahagian lagi dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme tidak dapat
memecah sejumlah besar makanan asing, sehingga jika jenis pakan baru diberikan
kepada ternak ruminansia seharusnya diperkenalkan secara perlahan-lahan guna
memungkinkan miroorganisme berubah (Gatenby, 1991).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan adalah komposisi pakan, daya
cerna semu protein kasar, lemak, komposisi ransum, penyiapan pakan, faktor hewan
dan jumlah pakan yang diberikan (Tillman et al, 1991). Domba akan mengkonsumsi lebih banyak pakan halus dibanding pakan yang kasar. Konsumsi bahan kering pakan
kasar bervariasi mulai dari 1,5% dari bobot badan untuk pakan dengan kualitas
Proses pengeringan menyebabkan penurunan nilai kecernaan hijuan.
Dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mengunyah hay dan membawanya masuk
ke saluran pencernaan jika dibandingkan dengan hijauan segar. Penyimpanan pakan
kering untuk beberapa bulan, walaupun lebih disukai, dapat menurunkan nilai
kecernaan (Schneider dan William, 1975).
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Kosentrasi serat pakan yang meningkat tidak mempengaruhi volume digesta
rumen maupun bobot digesta akan tetapi menurunkan persentase bobot bahan kering
digesta. Kandungan serat yang tinggi menurunkan kecernaan bahan kering namun
meningkatkan kecernaan neutral detergent fibre (NDF) (Tjardes, 2002). Menurut Sutardi (1980), nilai kecernaan bahan organik dari suatu pakan dapat menentukan
kualitas pakan tersebut. Nilai rataan koefisien cerna bahan kering pada domba lokal
adalah 57,34% sedangkan nilai rataan koefisien cerna bahan organik adalah 60,74%
(Elita, 2006).
Kecernaan Serat
Kecernaan serat suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kecernaan
pakan, baik dari segi jumlah maupun dari komposisi kimia seratnya (Tillman et al,
1991). Serat tidak pernah digunakan secara keseluruhan oleh ruminansia, sekitar
20-70% dari serat yang dikonsumsi ditemukan dalam feses (Cuthbertson, 1969). Ibrahim
et al (1995) menyatakan kecernaan serat kasar yang rendah merupakan akibat dari proporsi lignin yang tinggi di daerah tropis dengan pemberian pakan hijauan dan
pakan konsentrat yang menyebabkan laju pergerakan zat makanan yang tinggi,
sehingga kerja enzim tidak optimal serta mengakibatkan sejumlah zat makanan tidak
dapat didegradasi dan diserap oleh tubuh.
Kecernaan Neutral Detergent Fibre (NDF) dan AcidDetergent Fibre (ADF)
Bahan kering hijauan kaya akan serat terdiri dari kira-kira 20% isi sel dan
80% dinding sel. Sistem analisa menurut Van Soest (1982) membagi pakan hijauan
dalam dua fraksi yaitu: a) isi sel bersifat mudah larut dalam detergent netral; b)
dinding sel bersifat tidak mudah larut dalam deterjen netral. Adapun serat dalam
Dinding sel terdiri dari: a) acid detergent soluble yang larut dalam detergen asam seperti hemiselulosa dan protein dinding sel, dan b) acid detergent fibre (ADF) yang tidak larut dalam detergen asam (Van Soest, 1982). Kandungan ADF hijauan
erat hubungannya dengan manfaat bahan pakan.
Kecernaan NDF kemungkinan besar lebih berhubungan dengan pemanfaatan
dinding sel oleh ruminansia. Karena dinding sel mewakili sebagian besar bagian
tidak tercerna dari tumbuhan hijauan makanan ternak, kecernaan dan komposisi
dinding sel dapat terdiri dari faktor-faktor yang sebagian besar menjadi pembatas
bagi produksi ternak dengan pakan tinggi hijauan (Van Soest, 1994).
Kandungan serat yang tinggi menurunkan kecernaan bahan kering namun
meningkatkan kecernaan NDF. Peningkatan kecernaan NDF pada perlakuan tinggi
serat merupakan hasil dari peningkatan kondisi pencernaan serat oleh
mikroorganisme sepanjang saluran pencernaan (Tjardes et al, 2002).
Kecernaan Protein Kasar
Kebutuhan protein domba secara teori dapat diperhitungkan, walaupun kita
mengetahui bahwa kandungan protein pakan maupun kebutuhan protein domba
cukup baik untuk membuat lebih dari perkiraan yang sangat umum dari kekurangan
atau kelebihan protein (Gatenby, 1991). Kisaran normal kecernaan protein yaitu
antara 47,70%-71,94% (Manurung, 1996). Ginting (2000) melaporkan bahwa
kecernaan protein kasar (PK) domba yang diberi hijauan berkisar antara
38,19%-51,09%. Rendahnya kecernaan PK pada hijauan karena protein sel tumbuhan berada
di dalam isi sel sehingga untuk mencernanya harus memecah dinding sel tumbuhan
terlebih dahulu (Russel et al, 1992).
Domba Ekor Tipis
Domba Ekor Tipis merupakan domba asli Indonesia dikenal sebagai domba
Lokal, domba Kampung atau domba Kacang. Domba ini tidak jelas asal-usulnya dan
dijumpai di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah (Devendra dan McLeroy, 1992).
Konsentrasi Domba Ekor Tipis terbesar terdapat di propinsi Jawa Barat (Iniquez dan
Gunawan, 1990). Domba Ekor Tipis merupakan domba prolifik. Sifat-sifat domba
Tabel 3 Sifat-sifat Domba Prolifik
Sifat Tunggal Kembar
Dua
Kembar > 3
Rata-rata bobot lahir (kg) 2.6 1.8 1.2
Rata-rata bobot sapih per ekor (kg) 15.2 10.3 8.1
Kematian prasapih (%) 10 17 30
Laju pertumbuhan prasapih (gr/ekor/hari) 130 95 75
Laju pertumbuhan lepas sapih (gr/ekor/hari) 119 124 135
Umur pubertas betina (hari) 359.1 359.2 312
Rata-rata bobot badan setahun (kg) 25 20 18
Sumber: Tiesnamurti (1992)
Karakteristik domba lokal diantaranya bertubuh kecil, lambat dewasa,
berbulu kasar, tidak seragam, hasil daging relatif sedikit dan pola warna bulu sangat
beragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna polos putih dan hitam umumnya
(Tiesnamurti, 1992). Ekor pada domba lokal umumnya pendek (Devendra dan
McLeroy, 1992) dengan ukuran panjang rata-rata 19,3 cm, lebar pangkal ekor 5,6 cm
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu
dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, serta di
peternakan Mitra Tani Farm, Ciampea, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai
bulan Juli 2009 sampai Desember 2009.
Materi
Bahan Makanan
Bahan makanan yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu biskuit hijauan
dan konsentrat Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit yaitu rumput lapang
dan limbah tanaman jagung (daun jagung dan klobot jagung). Daun jagung diperoleh
dari daerah Cangrang, Bogor. Klobot jagung diperoleh dari pasar di Kabupaten
Bogor dan rumput lapang diperoleh dari sekitar Kampus Dramaga Institut Pertanian
Bogor. Konsentrat diperoleh dari Koperasi Pengumpulan Susu (KPS) Bogor Bahan
yang digunakan dalam penyusunan konsentrat adalah dedak padi, pollard, bungkil
kopra, tetes, onggok, vitamin mix, kapur, garam, dan urea. Kandungan protein kasar konsentrat dari KPS bogor yaitu 16,43% (Firki, 2010).
Ternak
Penelitian ini menggunakan dua belas ekor Domba Ekor Tipis jantan yang
sedang dalam proses penggemukan dengan rataan bobot badan awal 17,76 ± 0,91 kg
dan dipelihara secara intensif dalam kandang individu Ternak ini berasal dari
peternakan domba di daerah Malang, Jawa Timur.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain mesin pemotong rumput,
mesin giling, mesin pencetak biskuit pakan, blender,tyler sieve, plastik terpal, ember plastik, corong, gelas ukur 250 ml, karung plastik, kemasan plastik berukuran 20 cm
x 30 cm dan 10 cm x 25 cm, timbangan dengan kapasitas 2,25 kg, timbangan digital
Kandang dan Perlengkapan Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang berbentuk panggung
dengan ukuran 200 cm x 100 cm x 100 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan
tempat pakan berupa bak papan bersekat dan talang untuk tempat air minum.
Prosedur
Pembuatan Biskuit Pakan
Penelitian pembuatan biskuit limbah tanaman jagung yang terdiri dari daun
jagung dan klobot jagung serta rumput lapang. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang ini yaitu sebagai
berikut:
1) Semua bahan baku sumber serat (daun jagung, klobot jagung dan rumput lapang)
dipotong dengan mesin chopper hingga ukuran 5 cm, kemudian dijemur di
bawah sinar matahari selama 3-5 hari hingga kadar air kurang dari 14%.
2) Setelah kering, bahan tersebut digiling kasar dengan menggunakan hammermill
(diameter saringan 10 mm).
3) Pencampuran bahan dilakukan dengan diaduk secara manual hingga campuran
homogen sesuai dengan perlakuan masing-masing dengan penambahan molases
5% dari berat bahan.
4) Sekitar 400 g bahan tersebut dimasukkan ke dalam 16 cetakan berbentuk silinder
pada mesin biskuit pakan (Gambar 2) yang masing-masing berdiameter 7 cm
dengan tebal 5 cm.
5) Pemadatan dilakukan pada suhu sekitar 90 oC selama 5 menit dengan satu kali
pembalikan setelah 180 detik. Pendinginan biskuit pakan dilakukan dengan
menempatkannya pada suhu kamar, kemudian biskuit pakan dimasukkan ke
dalam kemasan plastik berukuran 20 cm x 35 cm.
Proses pembuatan dan pengujian biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang
Uji Kecernaan Analisis Proksimat
Analisis Proksimat
[image:30.612.102.506.116.626.2]Uji Sifat Fisik
Gambar 1. Diagram Alur Proses Pembuatan dan Pengujian Biskuit Rumput Lapang dan Limbah Tanaman Jagung
Hijauan (daun jagung, klobot jagung, rumput lapang)
Manual Mixing + molasses
Pencetakan Biskuit
Biskuit Pakan Grinding
Drying Chopping
Keterangan: 1 Cetakan Biskuit
[image:31.612.136.462.76.325.2]2 Pengatur Suhu Elemen 3 Handle
Gambar 2. Mesin Biskuit Pakan
Pengujian Kecernaan
Dua belas ekor domba ekor tipis jantan yang digunakan dalam penelitian,
masing-masing perlakuan diperoleh tiga ekor. Semua domba ditempatkan dalam
kandang individu tipe panggung sebanyak 12 petak dengan ukuran 200 cm x 100 cm
x 100 cm untuk lebih memudahkan pengamatan. Penempatan ternak dalam petak
kandang dilakukan secara acak sesuai dengan pakan perlakuan. Sebelum dilakukan
pengkoleksian feses, ternak diberi waktu untuk beradaptasi terhadap lingkungan
kandang, dan diberi pakan selama 5 minggu dengan ransum percobaan.
Masing-masing ternak ditimbang untuk mendapatkan data bobot awal.
Pemberian biskuit hijauan pakan sebanyak 250 g/e/h, sedangkan pemberian
konsentrat sebanyak 750 g/e/h. Jumlah bahan kering pakan yang diberikan kepada
ternak sebanyak 3% bobot badan domba (NRC, 1985). Pemberian biskuit dilakukan
pada pagi hari pukul 0600 WIB dan pemberian konsentrat dilakukan siang hari pukul
1200 WIB, sedangkan pemberian air minum ad libitum. Gambar 3 merupakan
gambar tempat pakan di peternakan Mitra Tani Farm, Ciampea, Bogor.
1
3
Gambar 3. Tempat Pakan
Pengukuran kecernaan dilakukan dengan metode pengukuran secara
langsung:
1. Feses ditampung dengan menggunakan jaring plastik (plastik kasa) yang ditaruh
dibagian bawah kandang agar feses dapat tertampung seluruhnya namun urine
tidak ikut tertampung bersama feses (Gambar 4).
2. Seluruh sisa pakan dan feses ditimbang selama 3 hari, bobot feses dicatat dan
feses disimpan dalam kantong pelastik yang berbeda setiap harinya.
3. Setelah 3 hari periode koleksi, feses dijemur di bawah sinar matahari langsung
hingga kadar air feses berkisar antara 12-14%.
4. Feses yang telah kering ditimbang kembali dan bobot feses dicatat, kemudian
Gambar 4. Cara Penampungan Feses
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan Model
matematika dari rancangan ini adalah :
Yij = + i + ij Keterangan:
Yij : Hasil pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
: Nilai rataan umum hasil pengamatan i : Pengaruh perlakuan ke-i
ij : Pengaruh galat ke-i dan ulangan ke-j
i : Perlakuan yang diberikan (1,2,3,4)
j : Ulangan dari masing-masing perlakuan (1,2,3)
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
(ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji jarak
Duncan, serta dilakukan uji korelasi untuk mengetahui untuk mengetahui koefisien
korelasi (r) antara dua peubah yaitu peubah bebas (x) dengan peubah tidak bebas (y)
Perlakuan
Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dilakukan dengan 4 macam
perlakuan yaitu:
R1 : 100% rumput lapang
R2 : 50% rumput lapang + 50% daun jagung
R3 : 100% daun jagung
R4 : 50% daun jagung + 50% klobot jagung
Peubah yang Diukur
A Uji Sifat Fisik 1 Ukuran Partikel
Seluruh sampel yang akan diuji dihaluskan hingga mencapai ukuran 1 mm
Ukuran partikel bahan pakan diukur dengan mengunakan metode dry-sieving. Sekitar
100 g dari masing-masing sampel yang telah ditimbang dimasukkan ke sieve yang
paling atas dan digetarkan dari satu sisi ke sisi lainnya selama 10 menit, kemudian
ditimbang sisa bahan yang tertinggal pada tiap sieve (Giger-Reverdin , 2000).
Modulus of Finess (MF) atau tingkat kehalusan adalah pengukuran kekasaran atau kehalusan agregat tertentu dihitung dengan menggunakan rumus :
MF = ∑ (% bahan tiap mesh × No Perjanjian ) 100
selanjutnya bahan dikategorikan berdasarkan nilai MF dengan ketentuan sebagai
berikut:
a Nilai MF= 4,1≤ x ≤7,0 : kategori bahan kasar;
b Nilai MF= 2,9≤ x <4,1 : kategori bahan sedang;
c Nilai MF= x<2,9 : kategori bahan halus (Henderson dan Perry, 1976).
Modulus of Uniformity (MU) atau ukuran keseragaman dihitung dengan rumus : MU= Coarse : Medium : Fine
= ∑(%bahan sieve no7+6+5) : ∑ (%bahan sieve no4+3) : ∑ (%bahan sieve no2+1)
10 10 10
Rataan ukuran Partikel (D) dihitung dengan menggunakan rumus :
2 Nilai Tengah Ukuran Partikel
Nilai tengah ukuran partikel atau median particle size (D50) bahan pakan ditentukan dengan memplotkan hasil yang diperoleh dari pengukuran ukuran
partikel terhadap logaritma ukuran saringan. D50 adalah nilai tengah ukuran partikel
yang dibaca secara langsung sebagai kesesuaian hasil penyaringan yang sebenarnya
yang dapat menahan 50% partikel(Giger-Reverdin , 2000).
3 Densitas
Prosedur berikut ini digunakan untuk memperkirakan densitas dari sampel
yang kering. Seluruh sampel yang akan diuji sifat fisik dihaluskan hingga mencapai
ukuran 1 mm. Sebuah gelas ukur 100 ml diisi dengan sampel hingga batas 50 ml,
diputar selama 15 detik dengan kecepatan putaran 84 rpm/menit (Giger-Reverdin,
2000). Berat dan volume bahan yang terdapat dalam gelas ukur dicatat LBD dan
TBD ditentukan dengan rumus= berat/ volume, dengan satuan kg/m3.
B. Koefisien Cerna :
Bahan Kering
Bahan Organik
Serat Kasar
Neutral Detergent Fiber (NDF) Acid Detergent Fiber (ADF)
Protein Kasar
Kecernaan dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini :
Keterangan : A = Jumlah zat makanan yang dikonsumsi per hari (g)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Biskuit
Biskuit pakan adalah suatu produk pengolahan pakan yang terdiri dari hijauan
dengan atau tanpa campuran bahan pakan lain seperti bahan perekat dalam penelitian
ini misalnya molases melalui proses pemadatan dengan tekanan dan pemanasan pada
suhu tertentu. Biskuit pakan berbentuk bulat pipih memliliki dimensi diameter dan
tebal. Biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang yang digunakan sebagai
hijauan pakan pada penelitian ini mempunyai ukuran diameter 7 cm dengan tebal 1
cm.
Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari hijauan yang
terdiri dari rumput lapang dan limbah tanaman jagung (daun dan klobot jagung).
Rumput lapang banyak dimanfaatkan oleh peternak untuk pakan pokok ruminansia
khususnya domba digunakan sebagai pakan hijauan pembanding dengan perlakuan
lain (Wiradarya, 1989). Biskuit yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 5.
R1 R2 R3 R4
Gambar 5 Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang
Keterangan: R1: biskuit (rumput lapang 100%); R2: biskuit (rumput lapang 50% + daun jagung 50%); R3: biskuit (daun jagung 100%); R4: biskuit (daun jagung 50% + klobot jagung 50%)
Biskuit yang digunakan pada penelitian ini secara umum memiliki warna
hijau kecoklatan, tekstur kasar, aroma wangi, dan bentuk kompak. Biskuit daun
jagung pada perlakuan ketiga memiliki warna yang lebih hijau dan bertekstur lebih
remah dibandingkan biskuit perlakuan lain. Berat biskut limbah tanaman jagung dan
rumput lapang yaitu berkisar antara 22–23 g. Hasil analisa proksimat biskuit rumput
[image:36.612.124.507.388.512.2]digunakan memiliki kandungan protein kasar yang relatif tinggi yaitu 14,64%,
sedangkan kandungan protein kasar rumput lapang biasanya berkisar antara
8%-10%, hal ini kemungkinan disebabkan rumput lapang yang diambil dari sekitar
Kampus Dramaga, Institut Pertanian Bogor, tercampur dengan legum Centrocema
pubescens, Calopogonium mucunoides dan Stylosanthes sp. yang banyak terdapat di lokasi pengambilan rumput lapang. Komposisi nutrien dari keempat biskuit yang
[image:37.612.118.521.240.345.2]diberikan pada perlakuan tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Nutrien Biskuit (100% Bahan Kering)
Peubah R 1 R 2 R 3 R 4
Abu (%) 9,78 11,74 12,82 7,72
Protein Kasar (%) 14,64 14,09 11,94 12,48
Serat Kasar (%) 37,31 42,13 39,71 37,32
Lemak Kasar (%) 1,46 1,51 1,86 1,35
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%) 36,82 30,53 33,67 41,13
Neutral Detergent Fiber (%) 90,33 87,23 86,79 91,94
Acid Detergent Fiber (%) 70,92 65,17 70,83 77,94
Keterangan: R1: biskuit (rumput lapang 100%); R2: biskuit (rumput lapang 50% + daun jagung 50%); R3: biskuit (daun jagung 100%); R4: biskuit (daun jagung 50% + klobot jagung 50%)
Kandungan serat kasar pada semua biskuit pakan cukup tinggi yaitu sekitar
37,31%-42,13%, hal ini menunjukkan bahwa biskuit limbah tanaman jagung dan
rumput lapang dapat memenuhi kebutuhan serat bagi ternak ruminansia karena
memiliki serat kasar lebih dari 18% dan dapat diberikan pada ternak domba.
Sifat Fisik Biskuit
Karakteristik atau sifat fisik bahan pakan ruminansia jarang diukur, terutama
yang berhubungan dengan kandungan nutrisi yang dapat digunakan pada formulasi
ransum dan nilai kecernaan pakan. Peubah sifat fisik yang diukur dalam penelitian
ini meliputi ukuran partikel yang dibedakan menjadi nilai rata-rata ukuran partikel
Tabel 5 Hasil Uji Sifat Fisik Biskuit
Peubah R 1 R 2 R 3 R 4
MF
2,10 ± 0,02
(Fine)
2,42 ± 0,05
(Fine)
2,68 ± 0,06
(Fine)
2,41 ± 0,05
(Fine)
MU(C:M:F) 0 : 3 : 7 0 : 5 : 5 0 : 6 : 4 0 : 5 : 5
D (µm) 447,71±4,64A 560,96±15,03B 669,64±12,88C 553,37±19,58B
D50(µm) 206,08±2,83A 266,45±8,52B 321,29±7,17C 261,92±9,79B
LBD(kg/m3) 217,04±0,33B 187,22±14,17A 173,42±3,30A 224,93±5,69B
TBD (kg/m3) 230,90±1,86C 200,90±12,28B 184,82±0,94A 239,23±8,88C
Keterangan : MF: Modulus of Fineness; MU: Modulus of Uniformity (C: Coarse; M: Medium; F: Fine); D: Average Particle size; D50: Median Particle size; LBD: Loose Bulk Density; TBD: Tapped Bulk Density R1: Biskuit Rumput Lapang 100% ; R2: Biskuit Rumput Lapang 50% + Daun Jagung 50%; R3: Biskuit Daun Jagung 100% ; R4: Biskuit Daun Jagung 50% + Klobot Jagung 50% Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)
Ukuran Partikel
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan bahan pakan pada biskuit
memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap ukuran partikel baik
pada nilai rata-rata ukuran partikel (D) maupun nilai tengah ukuran partikel (D50).
Nilai rata-rata ukuran partikel (D) berkisar antara 447,71-669,64 µm. Nilai rata-rata
ukuran partikel terbesar terdapat pada biskuit yang mengandung 100% daun jagung
(R3) yaitu sebesar 66964 µm sedangkan ukuran partikel terkecil terdapat pada
biskuit yang mengandung 100% rumput lapang (R1) yaitu 44771 µm. Nilai tengah
ukuran partikel (D50) biskuit pada penelitian ini berkisar antara 206,08-321,29 µm.
Sama halnya dengan nilai rataan ukuran partikel (D), perlakuan yang memiliki nilai
tengah ukuran partikel terbesar adalah biskuit yang mengandung 100% daun jagung
(R3).
Ukuran partikel mempengaruhi luas permukaan yang tersedia bagi
penempatan dan multiplikasi mikro-organisme rumen (Giger-Reverdin, 2000).
Weston (2002) menambahkan bahwa partikel yang lolos dari saringan 1200 µm
memiliki laju pengosongan rumen dengan kecepatan yang berbanding terbalik
dengan ukuran partikel, contohnya partikel yang lolos dari saringan 150 µm dapat
mengosongkan rumen sekitar 14 kali lebih cepat dibandingkan partikel yang tertahan
biskuit yang mengandung 100% daun jagung (R3) berada dalam rumen paling lama
dibandingkan ketiga biskuit lain karena biskuit R3 memiliki ukuran partikel yang
paling besar, sehingga kemungkinan pemanfaatan nutrien yang terkandung dalam
biskuit R3 ini lebih optimal karena mikroba rumen dapat memanfaatkan lebih banyak
serat kasar.
Ukuran kehalusan dari biskuit limbah tanaman jagung ini secara keseluruhan
termasuk kategori halus karena nilai modulus of finess (MF) biskuit berada pada kisaran kurang dari 2,90 (Henderson dan Perry, 1976) yaitu antara 2,10-2,68. Ukuran
keseragaman atau Modulus of uniformity (MU) merupakan nilai perbandingan
jumlah antara partikel yang termasuk kategori kasar, sedang dan halus. MU biskuit
pada penelitian ini memperlihatkan bahwa biskuit hijauan pakan yang diteliti
memiliki ukuran keseragaman yang berbeda pada tiap perlakuan. Biskuit yang
mengandung 100% rumput lapang (R1) dan biskuit yang mengandung 100% daun
jagung (R3) dominan partikel medium ( R1= 0 : 6: 4 ; R3= 0 : 3 : 7) sedangkan biskuit yang mengandung 50% rumput lapang + 50% daun jagung (R2) dan biskuit
yang mengandung 50% daun jagung + 50% klobot jagung (R4) memiliki
perbandingan partikel medium dan fine yang relatif seimbang (0 : 5 : 5).
Perbandingan nilai MU ini menunjukkan bahwa perlakuan campuran antara rumput
lapang + daun jagung dan daun jagung + klobot jagung menghasilkan biskuit yang
mamiliki nilai MU relatif lebih seragam.
Kerapatan (Densitas)
Kerapatan merupakan massa partikel yang menempati suatu unit volume
tertentu. Menurut Wirakartakusumah et al (1992) kerapatan diberi sifat-sifat
tambahan seperti loose bulk density dan tapped bulk density (setelah getaran). Kerapatan jenis curah ditentukan dengan memasukkan sampel biskuit pakan ke
dalam gelas ukur 100 ml. Nilai kerapatan sangat mempengaruhi penampilan biskuit,
penanganan transportasi, dan efisiensi ruang penyimpanan. Ternak yang diberi pakan
dengan rasio keambaan yang besar biasanya mencoba mengkonsumsi lebih banyak
pakan. Satu hal yang harus diingat bahwa kapasitas saluran pencernaan tidaklah tidak
terbatas. Saat saluran pencernaan penuh, tidak ada pakan yang dapat dikonsumsi lagi
Nilai yang diperoleh dari pengukuran bulk density kali ini dibedakan menjadi dua yaitu Loose Bulk Density (LBD) dan Tapped Bulk Density (TBD) LBD biskuit yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 173-225 kg/m3, sedangkan TBD
berkisar antara 185-239 kg/m3. Nilai TBD akan lebih besar daripada nilai LBD
karena adanya pergetaran yang menyebabkan terjadi pemadatan sehingga volume per
ml bahan semakin kecil. Nilai kerapatan dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang
digunakan dan pemadatan hamparan pada mesin pencetak biskuit Hasil sidik ragam
menunjukkan bahwa perbedaan formula biskuit sangat nyata (P<0,01)
mempengaruhi LBD dan TBD biskuit. Nilai LBD dan TBD tertinggi terdapat pada
biskuit mengandung 50% daun jagung + 50% klobot jagung (R4). Biskuit yang
mengandung 100% daun jagung (R3) memiliki nilai LBD dan TBD terendah, hal ini
berarti bahwa R3 merupakan bahan yang amba dibanding perlakuan lainnya.
Kerapatan bahan pakan kaya serat memiliki nilai yang sangat bervariasi. Sifat
kerapatan bahan banyak terkait dengan kadar serat dalam bahan. Semakin tinggi
kadar serat maka semakin rendah kerapatan atau bahan tersebut semakin amba
(Toharmat et al, 2006). Pada Tabel 1 kadar serat kasar biskuit tertinggi adalah pada biskuit mengandung 50% rumput lapang + 50% daun jagung (R2) yaitu 42,13% dan
biskuit ini memiliki nilai LBD dan TBD terendah kedua setelah biskuit R3 (LBD =
187 kg/m3; TBD = 201 kg/m3).
Sebuah studi tentang pendugaan kandungan nutrien dedak padi terhadap sifat
fisik yang dilakukan oleh Wibowo (2010) menunjukkan bahwa kadar abu dan kadar
serat kasar mempunyai hubungan yang positif dengan kerapatan tumpukan sehingga
setiap kenaikan nilai kerapatan tumpukan (LBD) akan meningkatkan kadar abu dan
kadar serat bahan, sedangkan kadar protein kasar dan lemak kasar mempunyai
hubungan negatif dengan LBD. Sebaran nilai kerapatan pemadatan tumpukan (TBD)
lebih baik dibandingkan nilai LBD yang berarti bahwa setiap bahan sumber abu dan
serat akan lebih banyak menempati volume dibandingkan bahan sumber protein dan
lemak. Semua hasil uji sifat fisik LBD, TBD memberikan pengaruh terhadap
masing-masing kandungan nutrien, namun kadar protein kasar yang mempunyai korelasi
Hubungan antara Ukuran Partikel dan Kerapatan
Biskuit pakan dengan nilai ukuran partikel besar akan memiliki ruang kosong
lebih besar sehingga nilai kerapatannya akan semakin kecil. Giger-Reverdin (2000)
menyatakan bahwa setiap kenaikan nilai ukuran median partikel biasanya diikuti
dengan penurunan nilai kerapatan. Khalil (1999) juga menyatakan bahwa semakin
kecil ukuran partikel, semakin tinggi kerapatan pemadatan tumpukan, hal tersebut
sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh, bahwa korelasi antara ukuran partikel
yang diwakili oleh nilai rata-rata ukuran partikel dan kerapatan atau densitas yang
diwakili oleh LBD menunjukkan adanya hubungan linier berbanding terbalik dengan
nilai korelasi yang cukup tinggi (r= -0,754), persamaan regresi y= 314,6-0204x, nilai
r2= 57% menunjukkan bahwa 57% proporsi keragaman nilai LBD dapat dijelaskan
dengan nilai ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel bahan maka nilai
kerapatan bahan tersebut akan semakin besar atau keambaan bahan tersebut semakin
rendah karena partikel yang berukuran kecil mampu mengisi ruang yang tersedia
dengan lebih efisien. Grafik garis hubungan antara nilai rata-rata ukuran partikel (D)
dan kerapatan tumpukan (LBD) dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Hubungan antara Nilai Rata-Rata Ukuran Partikel (D) dan Kerapatan Tumpukan (LBD)
Kecernaan
Sugana dan Duldjaman (1986) menyatakan bahwa pemberian hijauan yang
berkualitas rendah merupakan faktor pembatas terhadap ketersediaan protein dalam
pakan, sehingga pada pemberian hijauan perlu dilakukan penambahan bahan
makanan sumber protein untuk memperbaiki ketersediaan protein. Bahan pakan yang
digunakan untuk memperbaiki ketersediaan protein adalah konsentrat, yang
umumnya terdiri atas bahan baku yang kaya karbohidrat dan protein. Konsentrat
digunakan sebagai pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan domba yang
dipelihara dengan sistem pemeliharaaan secara intensif. Konsentrat yang dikonsumsi
oleh domba tersebut berperan sebagai pakan tambahan yang dapat memenuhi
kebutuhan nutrien ternak domba yang tidak didapatkan dari biskuit limbah tanaman
jagung dan rumput lapang. Kandungan nutrien konsentrat yang digunakan pada
[image:42.612.118.519.372.485.2]penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan Nutrien Konsentrat (100% Bahan Kering)
Zat Makanan % Bahan Kering
Abu (%) 19,47
Protein Kasar (%) 17,29
Serat Kasar (%) 18,70
Lemak Kasar (%) 3,26
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%) 41,28
Neutral Detergent Fiber (%) 62,16
Acid Detergent Fiber (%) 26,48
Keterangan: Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2009)
Hasil sidik ragam terhadap seluruh koefisien cerna pada penelitian ini
menunjukkan bahwa perlakuan yang digunakan memberikan pengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan NDF dan kecernaan ADF,
namun tidak memberikan pengaruh terhadap kecernaan bahan organik, kecernaan
serat kasar, dan kecernaan protein kasar. Nilai koefisien cerna pakan pada penelitian
Tabel 7. Nilai Koefisien Cerna (%)
Peubah R1+K R2+K R3+K R4+K Rataan
KCBK (%) 51,35 ± 1,99A 32,40 ± 0,27B 27,03 ± 0,00C 42,33 ± 3,22B 36,58
KCBO (%) 72,75 ± 0,59 68,86 ± 1,71 70,28 ± 1,06 68,73 ± 3,55 70,16
KCSK (%) 49,11 ± 1,80 51,14 ± 4,26 49,40 ± 4,11 51,58 ± 1,81 50,31
KCNDF (%) 62,89 ± 0,81AB 56,38 ± 2,26C 59,59 ± 1,85BC 65,75 ± 1,34A 61,65
KCADF (%) 44,89 ± 1,55A 30,72 ± 1,80B 50,16 ± 3,44A 50,97 ± 2,76A 44,19
KCPK (%) 82,75 ± 0,62 81,37 ± 0,71 80,98 ± 1,16 80,50 ± 3,42 81,49
Keterangan: R1: Biskuit Rumput Lapang 100%; R2: Biskuit Rumput Lapang 50% + Daun Jagung 50%; R3: Biskuit Daun Jagung 100%; R4: Biskuit Daun Jagung 50% + Klobot Jagung 50%; K: Konsentrat; KCBK: Koefisien cerna bahan kering; KCBO: Koefisien cerna bahan organik; KCSK: Koefisien cerna serat kasar; KCNDF: Koefisien cerna neutral detergent fibre; KCADF: Koefisien cerna acid detergent fibre; KCPK: Koefisien cerna protein kasar Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh
yang sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai koefisien cerna bahan kering pakan. Nilai
koefisien cerna bahan kering (KCBK) pakan pada penelitian ini berkisar antara
27,03%-51,35% dengan rataan 36,58%. Perlakuan yang memiliki nilai kecernaan
tertinggi adalah R1+K yaitu 51,35%. Nilai rataan KCBK pada domba lokal adalah
57,34% (Elita, 2006). Nilai KCBK pada penelitian ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Elita (2006) tersebut. Nilai kecernaan bahan
organik dari suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan tersebut (Sutardi, 1980).
Nilai koefisien cerna bahan organik (KCBO) menunjukkan jumlah nutrien seperti
lemak, karbohidrat, dan protein yang dapat dicerna oleh ternak (Elita, 2006). Nilai
KCBO pakan pada penelitian ini berkisar antara 68,73%-72,75% dengan rataan
70,16%. Nilai rataaan KCBO pada domba lokal adalah 60,74% (Elita, 2006).
Berbeda dengan nilai KCBK, nilai KCBO penelitian ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai KCBO domba lokal hasil penelitian Elita (2006). Hasil
sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempunyai pengaruh nyata
terhadap nilai koefisien cerna bahan organik pakan. Nilai rataan KCBO pakan yang
menggunakan biskuit rumput lapang (R1+K) adalah yang tertinggi (72,75%) pada
jagung yang mempunyai nilai rataan KCBO tertinggi adalah perlakuan yang
menggunakan biskuit daun jagung (R3+K) dengan nilai rataan KCBO 70,28%.
Kecernaan serat suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kecernaan
pakan, baik dari segi jumlah maupun dari komposisi kimia seratnya (Tillman et al, 1991). Nilai koefisien cerna serat kasar (KCSK) yang diperoleh pada penelitian ini
yaitu 49,11%-51,58% dengan rataan 50,31%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai KCSK. Serat tidak pernah
digunakan seluruhnya oleh ruminansia dan sekitar 20%-70% dari serat yang
dikonsumsi ditemukan dalam feses (Cuthbertson, 1969), yang berarti bahwa kisaran
KCSK yaitu antara 30%-80% dari total serat yang dikonsumsi oleh ternak.
Berdasarkan hal tersebut, maka nilai KCSK pakan pada penelitian ini cukup baik,
nilai rataan KCSK pada penelitian ini berada pada kisaran 30%-80% yaitu
49,11%-51,58%. Perlakuan R4+K mempunyai nilai KCSK tertinggi diantara keempat
perlakuan. Ibrahim et al (1995) menyatakan kecernaan serat kasar yang rendah
merupakan akibat dari proporsi lignin yang tinggi di daerah tropis, dengan pemberian
pakan hijauan dan pakan konsentrat yang menyebabkan laju pergerakan zat makanan
yang tinggi, sehingga kerja enzim tidak optimal serta mengakibatkan sejumlah zat
makanan tidak dapat didegradasi dan diserap oleh tubuh.
Bahan kering hijauan kaya akan serat terdiri dari kira-kira 20% isi sel dan
80% dinding sel. Sistem analisa menurut Van Soest (1982) membagi pakan hijauan
dalam dua fraksi yaitu: a) isi sel bersifat mudah larut dalam deterjen netral; b)
dinding sel (NDF), bersifat tidak mudah larut dalam deterjen netral. Keistimewaan
ruminansia adalah kemampuannya dalam mencerna dan menggunakan materi
dinding sel tanaman atau NDF. Adapun serat dalam pakan asal rumen termasuk
dalam komponen dinding sel yang sulit difermentasi. Dinding sel terdiri dari: a) acid detergent soluble yang larut dalam detergen asam seperti hemiselulosa dan protein dinding sel, dan b) acid detergent fibre (ADF) yang larut dalam deterjen asam (Van Soest, 1982). Kandungan ADF hijauan berhubungan erat dengan pemanfaatan bahan
pakan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh
detergent fibre (KCNDF) penelitian ini yaitu 56,38%-65,75% dengan rataan 61,65% (Tabel 7). Nilai rataan KCNDF pada domba lokal adalah 39,93% (Arsadi, 2006).
Nilai KCNDF penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Arsadi
(2006) tersebut, hal ini dapat disebabkan oleh kandungan serat kasar biskuit yang
tinggi yang mengakibatkan KCNDF juga tinggi. Peningkatan kecernaan NDF pada
perlakuan tinggi serat merupakan hasil dari peningkatan kondisi pencernaan serat
oleh mikroorganisme sepanjang salu