PENGARUH SUBSTITUSI DAUN RUMPUT GAJAH DENGAN
KELOBOT JAGUNG DAN LIMBAH TANAMAN UBI JALAR
TERHADAP KECERNAAN RANSUM KOMPLIT
PADA KELINCI LOKAL JANTAN
SKRIPSI ADYA RAHMI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
ADYA RAHMI. D24080157. 2012. Pengaruh Substitusi Daun Rumput Gajah dengan Kelobot Jagung dan Limbah Tanaman Ubi Jalar terhadap Kecernaan Ransum Komplit pada Kelinci Lokal Jantan. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor.
Dosen Pembimbing Utama : Ir. Lidy Herawati, M. S Dosen Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah, M. Si
Limbah pertanian merupakan salah satu sumber hijauan yang potensial untuk pakan kelinci sebagai pengganti rumput yang biasa dikonsumsi kelinci. Kelobot atau kulit jagung adalah limbah pertanian yang memiliki nilai kecernaan yang cukup tinggi, namun belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber serat bagi kelinci. Kelobot memiliki kandungan protein kasar dalam bahan kering sebesar 6,21% dan serat kasar sebesar 47,32%. Limbah pertanian lain yang telah umum digunakan untuk pakan kelinci adalah limbah tanaman ubi jalar. Limbah tamanan ubi jalar yang digunakan meliputi batang, tangkai daun, dan daun ubi jalar. Limbah tanaman ubi jalar memiliki kandungan protein kasar sebesar 18,75% dan serat kasar sebesar 37,66%.
Ternak yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 16 ekor kelinci lokal jantan berumur 4 bulan dengan rataan bobot badan 1.111 ± 50 g. Kelinci diberikan pellet komplit dengan sumber hijauan kelobot jagung (KJ) dan limbah tanaman ubi jalar (LUJ) sebagai substitusi daun rumput gajah (DRG). Komposisi pellet pada masing-masing perlakuan adalah sebanyak 82% konsentrat dan 18% hijauan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang diberikan merupakan kombinasi dari hijauan antara lain R0 (18% daun rumput gajah), R1 (12% daun rumput gajah, 3% kelobot jagung, dan 3% limbah tanaman ubi jalar), R2 (6% daun rumput gajah, 6% kelobot jagung dan 6% limbah tanaman ubi jalar), R3 (9% kelobot jagung dan 9% limbah tanaman ubi jalar). Data yang diperoleh diuji dengan analisis sidik ragam (ANOVA), dan jika berbeda nyata dilakukan uji jarak Duncan. Peubah yang diamati adalah kecernaan nutrien yang terdiri dari kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar, neutral detergent fiber (NDF) dan acid detergent fiber (ADF).
Hasil pengukuran kecernaan menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap koefisien cerna protein kasar dan ADF, akan tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap koefisien cerna bahan kering, bahan organik, serat kasar dan NDF. Nilai selang koefisien cerna
protein kasar dan ADF berturut-turut adalah 71,15% - 83,79% dan 8,96% - 80,04% sedangkan selang koefisien cerna bahan kering, bahan organik, serat kasar dan NDF
berturut-turut adalah 58,19% - 71,37%, 60,06% - 72,70%, 13,13% - 36,51%, dan 39,99% - 74,13%.
ABSTRACT
Digestibility on Nutrient of Complete Feed with the Sweet Corn Husks and Sweet Potato Vines as a Substitution of Napier Grass Leaves
in the Local Buck
A. Rahmi, L. Herawati and L. Khotijah
Rabbit is very potential animal as a meat source for small scale farming systems. Rabbit also can use the agriculture product for the fiber need. Agriculture by-products such as sweet corn husk (SCH) and sweet potato vines (SPV) can replace grass that usually used for the fiber source. This experiment was to measure digestibility on nutrient of complete feed with the sweet corn husk (SCH) and sweet potato vines (SPV) as a substitution of Napier Grass (Pennisetum purpureum) leaves (NPL) in the local bucks. The experiment using 16 local bucks live weight 1,111 ± 50 grams, were completly random design with four treatments and four replications. The complete pellet consists of 82% concentrate per treatment and combination of 18% forage in the control of the treatment (R0); 18% NPL, the first treatment (R1); 12% NPL, each 3% SCH and SPV, the second treatment (R2); each 6% NPL, SCH and SPV, the third treatment (R3); each 9% SCH and SPV. The data were analyzed with ANOVA (analysis of variance) and Duncan test. The experiment variables measured were nutrient digestibilities made up dry matter, organic matter, crude protein, crude fiber, neutral detergent fiber (NDF), and acid detergent fiber (ADF). The results of digestibilities test indicated that the treatments had gave significant effect (P<0.05) on protein and ADF digestibilities, but no significant effect on dry matter, organic matter, crude fiber and NDF digestibilities. The digestibilities of crude fiber between 71.15% to 83.79% and ADF between 8.96% to 80.04%. The digestibilities of dry matter between 58.19% to 71.37%, organic matter between 60.06% to 72.70%, crude fiber between 13.13% to 36.51%, and NDF between 39.99% to 74.13%
PENGARUH SUBSTITUSI DAUN RUMPUT GAJAH DENGAN
KELOBOT JAGUNG DAN LIMBAH TANAMAN UBI JALAR
TERHADAP KECERNAAN RANSUM KOMPLIT
PADA KELINCI LOKAL JANTAN
ADYA RAHMI D24080157
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Juni 1990 di
Lubuk Jantan, Batusangkar, Sumatera Barat. Penulis
adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan
Bapak Adlis, S.Pd dan Ibu Yasneli.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2002 di
SDN 35 Pincuran VII, pendidikan lanjutan menengah
pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMPN 3 Lintau
Buo Utara, dan pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan pada tahun 2008 di SMAN 1 Lintau Buo Utara.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008 dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2009.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif sebagai pengurus di Biro Nutisari
dan Nutricom, HIMASITER pada tahun 2009/2010 sampai 2010/2011. Penulis juga
aktif mengikuti kegitan di Klub Nutrisi Unggas dan Klub Nutrisi Perah. Penulis
pernah mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat melalui kegiatan IPB Goes to Field 2011 yang dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB selama satu bulan. Penulis berkesempatan menjadi
penerima beasiswa BPOM pada tahun 2008/2009 sampai 2009/2010 dan beasiswa
BBM pada tahun 2010/2011. Penulis juga berkesempatan mengikuti kegiatan
magang di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Tangerang pada tahun 2012.
Bogor, Agustus 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, karena atas
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Substitusi Daun
Rumput Gajah dengan Kelobot Jagung dan Limbah Tanaman Ubi Jalar terhadap Kecernaan Ransum Komplit pada Kelinci Lokal Jantan yang ditulis berdasarkan hasil penelitian pada bulan Desember 2011 sampai April 2012.
Pemberian dan penyediaan pakan merupakan hal penting bagi peternakan
khususnya ternak kelinci. Kelinci sangat sensitif terhadap kekurangan dan kelebihan
kandungan serat dalam pakan, sehingga diperlukan pakan komplit dengan kandungan
serat yang tepat dan bersumber dari hijauan berkualitas. Pemberian pakan bentuk
pellet telah terbukti memberikan pertumbuhan dan produktivitas yang paling baik dibandingkan pemberian pakan bentuk lain. Ransum komplit berbentuk pellet yang komersil umumnya memiliki harga relatif mahal sehingga diperlukan sumber hijauan
yang belum banyak dioptimalkan, mudah diperoleh, jumlah yang banyak kandungan
nutrisi yang baik, serta tersedia secara kontinyu.
Kelobot jagung merupakan salah satu hijauan yang potensial sebagai pakan
ternak yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama sebagai pakan kelinci.
Ketersediaan kelobot jagung sebagai limbah pertanian diharapkan dapat diolah untuk
pakan kelinci sebagai sumber serat. Hijauan lain yang potensial sebagai sumber serat
dan telah umum digunakan sebagai pakan kelinci adalah limbah tanaman ubi jalar.
Kandungan protein limbah tanaman ubi jalar yang cukup tinggi yaitu sebesar 18,75%
diharapkan dapat dimanfaatkan untuk sumber protein selain sebagai sumber serat.
Pembuatan pellet untuk pakan kelinci pedaging dengan sumber hijauan dari limbah pertanian ini diharapkan dapat diterapkan dengan pola pertanian terintegrasi secara
vertikal, sehingga peternak kelinci yang mempunyai lahan pertanian, dapat
mengoptimalkan hijauan tersebut sebagai pakan ternak kelinci.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dalam dunia
peternakan dan dapat berguna bagi penulis maupun pembaca.
Bogor, Agustus 2012
Judul : Pengaruh Substitusi Daun Rumput Gajah dengan Kelobot Jagung dan Limbah Tanaman Ubi Jalar terhadap Kecernaan Ransum Komplit pada Kelinci Lokal Jantan
Nama : Adya Rahmi
NIM : D24080157
Menyetujui,
Pembimbing Utama
(Ir. Lidy Herawati, M. S.) NIP: 19620914 198703 2 009
Pembimbing Anggota
(Ir. Lilis Khotijah, M. Si.) NIP: 19660703 199203 2 003
Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat G. Permana, M. Sc. Agr) NIP: 19670506 199103 1 001
ix
Peubah yang Diukur ... 16
Analisis Data ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
Kecernaan ... 17
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ... 17
Kecernaan Protein Kasar ... 20
Kecernaan Serat Kasar ... 21
Kecernaan NDF ... 22
Kecernaan ADF ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN ... 25
Kesimpulan ... 25
Saran ... 25
UCAPAN TERIMA KASIH ... 26
DAFTAR PUSTAKA ... 27
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Persentase Zat Makanan dalam Ransum Komplit yang Digunakan
untuk Kelinci pada Masa Pertumbuhan ... 3
2. Kebutuhan Zat Makanan Kelinci ... 4
3. Kandungan Zat Makanan Rumput Gajah ... 5
4. Kandungan Zat Makanan Kelobot Jagung ... 5
5. Kandungan Zat Makanan Limbah Tanaman Ubi Jalar ... 7
6. Kandungan Zat Makanan Sumber Hijauan berdasarkan Bahan Kering ... 12
7. Persentase Penggunaan Bahan Pakan ... 14
8. Kandungan Zat Makanan Ransum berdasarkan Bahan Kering ... 15
9. Nilai Konsumsi Bahan Kering, Bahan Kering Feses, dan Koefisien Cerna Bahan Kering ... 17
10. Nilai Konsumsi Bahan Organik, Bahan Organik Feses, dan Koefisien Cerna Bahan Organik ... 19
11. Nilai Konsumsi Protein Kasar, Protein Kasar Feses, dan Koefisien Cerna Protein Kasar ... 20
12. Nilai Konsumsi Serat Kasar, Serat Kasar Feses, dan Koefisien Cerna Serat Kasar ... 21
13. Nilai Konsumsi NDF, NDF Feses, dan Koefisien Cerna NDF . ... 22
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Saluran Pencernaan Kelinci ... 3
2. Kelinci Lokal Jantan ... 11
3. Kandang ... 12
4. Diagram Alur Proses Pembuatan Pellet ... 13
5. Daun Rumput Gajah, Daun Rumput Gajah Satelah Dicacah, dan Tepung Daun Rumput Gajah ... 13
6. Kelobot Jagung, Kelobot Jagung setelah Dicacah, dan Tepung Kelobot Jagung ... 13
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Sidik Ragam Nilai Koefisien Cerna Bahan Kering ... 31
2. Hasil Sidik Ragam Nilai Koefisien Cerna Bahan Organik ... 31
3. Hasil Sidik Ragam Nilai Koefisien Cerna Protein Kasar ... 31
4. Hasil Uji Lanjut Duncan Koefisien Cerna Protein Kasar ... 32
5. Hasil Sidik Ragam Nilai Koefisien Cerna Serat Kasar ... 32
6. Hasil Sidik Ragam Nilai Koefisien Cerna NDF ... 32
7. Hasil Sidik Ragam Nilai Koefisien Cerna ADF ... 33
8. Hasil Uji Lanjut Duncan Koefisien Cerna ADF ... 33
9. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering ... 33
10. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Bahan Organik ... 34
11. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Protein Kasar ... 34
12. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Serat Kasar ... 34
13. Hasil Sidik Ragam Konsumsi NDF ... 35
14. Hasil Uji Lanjut Duncan Konsumsi NDF ... 35
15. Hasil Sidik Ragam Konsumsi ADF ... 35
16. Hasil Uji Lanjut Duncan Konsumsi ADF ... 36
17. Hasil Sidik Ragam Bahan Kering Feses ... 36
18. Hasil Uji Lanjut Duncan Bahan Kering Feses ... 36
19. Hasil Sidik Ragam Bahan Organik Feses ... 37
20. Hasil Sidik Ragam Protein Kasar Feses ... 37
21. Hasil Uji Lanjut Duncan Protein Kasar Feses ... 37
22. Hasil Sidik Ragam Serat Kasar Feses ... 38
23. Hasil Sidik Ragam NDF Feses ... 38
24. Hasil Sidik Ragam ADF Feses ... 38
25. Hasil Uji Lanjut Duncan ADF Feses ... 39
26. Perhitungan Estimasi TDN ... 39
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging yang potensial untuk
dikembangkan. Pemberian dan penyediaan pakan menjadi hal penting bagi
peternakan khususnya ternak kelinci. Kelinci sangat sensitif terhadap kekurangan
dan kelebihan kandungan serat dalam pakan, sehingga diperlukan pakan komplit
dengan kandungan serat yang tepat dan bersumber dari hijauan berkualitas.
Pemberian pakan bentuk pellet telah terbukti memberikan pertumbuhan dan produktivitas yang paling baik dibandingkan pemberian pakan bentuk lain. Ransum
komplit berbentuk pellet yang komersil umumnya memiliki harga relatif mahal sehingga diperlukan sumber hijauan lain yang belum banyak dioptimalkan, memiliki
kualitas zat makanan yang baik, mudah diperoleh, jumlah yang relatif banyak dan
tersedia secara kontinyu.
Ketersediaan hasil samping pertanian belum banyak digunakan untuk pakan
kelinci. Hasil samping pertanian merupakan sumber hijauan potensial yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan pengganti rumput. Hasil samping pertanian tersebut
yang digunakan pada penelitian ini adalah kelobot jagung dan limbah tanaman ubi
jalar.
Kelobot (kulit) jagung adalah hasil samping pertanian yang ketersediaan yang
cukup banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber hijauan untuk
ternak kelinci. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2012), produksi jagung di
Indonesia pada tahun 2011 adalah 17.643.250 ton. Menurut Tangendjaja dan Wina
(2008) sebanyak 50% berat total tanaman jagung adalah limbah yang digunakan
setelah panen dan persentase masing-masing limbah antara lain: 50% tangkai, 20%
daun, 20% tongkol dan 10% kelobot. Kelobot mempunyai sifat bulky, sehingga penggunaan dalam ransum terbatas, akan tetapi ketersediaan kelobot yang cukup
banyak diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk ternak khususnya
kelinci.
Limbah tanaman ubi jalar memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinggi
yaitu sebesar 18,75% (Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, 2011). Produksi ubi
jalar di Indonesia berdasarkan Badan Pusat Statistik (2012) pada tahun 2011 adalah
2 sebanyak 429.378 ton/tahun. Aregheore (2005) melaporkan bahwa limbah tanaman
ubi jalar (daun, tangkai daun dan batang) menyumbang sekitar 64% dari biomassa
segar ubi jalar, sehingga jumlah limbah tanaman ubi jalar yang dihasilkan dapat
dioptimalkan untuk pakan ternak terutama kelinci. Limbah tanaman ubi jalar juga
sangat disukai oleh kelinci dan mendukung performa kelinci yang baik.
Daya cerna suatu ransum penting untuk diketahui karena dapat berguna
dalam menentukan kualitas ransum. Daya cerna yang tinggi menunjukkan kualitas
ransum yang baik, sehingga pengukuran daya cerna menjadi salah satu pertimbangan
dalam mengetahui kualitas ransum yang diberikan kepada ternak.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan membandingkan koefisien cerna
nutrien yang terdiri dari koefisien cerna bahan kering (KCBK), bahan organik
(KCBO), protein kasar (KCPK), serat kasar (KCSK), Neutral Detergent Fiber
(KCNDF), dan Acid Detergent Fiber (KCADF), serta menentukan kombinasi terbaik
dari ransum komplit berbentuk pellet dengan sumber hijauan berupa daun rumput gajah, limbah tanaman ubi jalar dan kelobot jagung yang diberikan kepada kelinci
TINJAUAN PUSTAKA Kelinci
Kelinci (Oryctolagus cuniculus) diklasifikasikan dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Lagomorpha, famili Leporidae, genus Oryctolagus dan spesies cuniculus. Kelinci lokal, Orytolagus cuniculus, terdiri dari beberapa subspesies yang awalnya berasal dari Barat Daya Eropa dan Afrika Utara
(De Blas dan Wiseman, 1998).
Menurut Farrel dan Raharjo (1984), di Indonesia terdapat bangsa kelinci lokal
yang lebih kecil dari kelinci impor. De Blas dan Wiseman (1998) menyatakan bahwa
kelinci relatif lebih mudah untuk dipelihara, dikelola pada tempat yang lebih kecil
dan mampu memenuhi kebutuhan daging bagi manusia.
McNitt et al. (2000), menyatakan bahwa kelinci cukup rentan terhadap penyakit pada usus yaitu enteritis dan diare. Kelinci sangat sensitif terhadap faktor
palatabilitas. Persyaratan nutrisi kelinci dipengaruhi oleh fisiologi saluran
pencernaan kelinci. Kelinci memfermentasikan mikroba dalam sekum dan
mengonsumsi isi sekum yang disebut Cecothrophy. Cecotrophy biasanya terjadi satu atau dua per periode 24 jam, umumnya pada malam hari yang nantinya akan
dimakan kembali. Konsumsi feses lunak menghasilkan sumber protein dan vitamin B
yang tersedia bagi mikroba. Tabel 1 menunjukkan persentase zat makanan dalam
ransum komplit untuk kelinci dalam masa pertumbuhan. Gambar 1 menunjukkan
saluran pencernaan kelinci. Kebutuhan ternak kelinci berdasarkan status fisiologis
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 1. Persentase Zat Makanan dalam Ransum Komplit yang Digunakan untuk Kelinci dalam Masa Pertumbuhan
Analisa % Bahan Kering
Serat kasar 14-18
Acid Detergent Fiber 16-21
Neutral Detergent Fiber 27-42
WICW (water insoluble cell-wall) / (dinding sel yang tidak larut air: lignin, selulosa, hemiselulosa dan pectin)
28-47
Pati 10-20
Protein kasar 13-18
4 Gambar 1. Saluran Pencernaan Kelinci (Cheeke dan Dierenfeld, 2010)
Tabel 2. Kebutuhan Zat Makanan Kelinci
Zat Makanan Pertumbuhana Penggemukanb
Energi tercerna (kcal) 2500 2786,6
TDN (%) 65 -
Energi metabolis (kkal) - 2652,8
Serat kasar (%) 10-12 15,0 – 16,7
Lemak (%) 2 -
Protein Kasar (%) 16 16,1 - 18,0
NDF (%) - 35.6 - 38,9
ADF (%) - 17,8 - 20,5
ADL (%) - 6,1
Ca (%) 0,4 0,54
P (%) 0,22 0,36
5 Daun Rumput Gajah
Rumput gajah (Pennisetum purpureum) disebut juga Elephant grass, atau Napier grass. Karakteristik morfologi rumput gajah adalah tumbuh tegak, merumpun lebat, tinggi dapat mencapai 7 m, berbatang tebal dan keras, daun panjang, dan
berbunga seperti es lilin. Kandungan zat makanan dalam rumput gajah terdiri atas
19,9% bahan kering, 10,2% protein kasar, 1,6% lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% abu
dan 42,3% bahan ekstrak tanpa nitrogen (Rukmana, 2005).
Rukmana (2005), juga menyatakan bahwa rumput gajah mempunyai
beberapa varietas yaitu varietas Afrika dan Hawai. Varietas Afrika ditandai dengan
batang dan daun kecil, tumbuh tegak, berbunga, dan produksi lebih rendah
dibandingkan varietas Hawai. Varietas Hawai ditandai dengan batang dan daun
lebar, pertumbuhan rumpun sedikit melebar, produksi cukup tinggi dan berbunga.
Tabel 3 menunjukkan kandungan zat makanan rumput gajah berdasarkan bahan
kering.
Tabel 3. Kandungan Zat Makanan Daun Rumput Gajah
Zat Makanan (%) Sumber
Ansah et al. (2010) Hartadi et al. (1980)
Bahan kering 49,99 17,00
Abu 7,76 10,10
Protein kasar 12,22 3,60
Serat kasar - 32,50
Lemak kasar - 1,20
Beta-N - 52,70
NDF 70,86 -
ADF 46,85 -
ADL 10,58 -
Hemiselulosa 24,01 -
6 Kelobot Jagung
Menurut Tangendjaja dan Wina (2008), kelobot atau kulit jagung merupakan
hasil samping jagung dengan proporsi terkecil yaitu sebesar 10%, tetapi mempunyai
kecernaan bahan kering secara in vitro lebih tinggi (68%) dibandingkan limbah jagung lainnya yaitu batang, daun, dan tongkol jagung masing-masing memiliki nilai
kecernaan 51, 58, dan 60%. Data yang hampir sama dilaporkan oleh Anggraeny et al. (2006), limbah jagung dari batang berkisar antara 55,40%-62,3%, dari daun
22,6%-27,4% dan dari kelobot antara 11,9%-16,4%. Parakkasi (1995) menyatakan bahwa
setelah panen, kelobot jagung dapat digunakan sebagai makanan ternak. Kelobot
jagung antara lain dapat berfungsi sebagai pelindung biji jagung dan tongkol, untuk
mempertahankan kesegaran sehingga tidak akan terlampau keras untuk dikunyah
ternak. Tabel 4 menunjukkan kandungan zat makanan dalam kelobot jagung
berdasarkan bahan kering.
Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Kelobot Jagung
Zat Makanan
(%)
Sumber
Tangendjaja dan Wina (2008) Cheva-Isarakul et al. (2001)
Bahan kering 50-55 17,79
Abu - 3,87
Protein kasar 2,80 5,41
Serat kasar - -
Lemak kasar - 1,51
Beta-N - -
NDF - 77,47
ADF - 38,73
Limbah Tanaman Ubi Jalar (Ipomea batatas)
Aregheore (2005) menyatakan bahwa dulu ubi jalar ditanam untuk
diamanfatkan umbinya, sedangkan bagian daun dianggap sebagai sampah dan kurang
dimanfaatkan. Saat ini ubi jalar ditanam oleh petani kecil sebagai tanaman dwiguna.
Bagian yang merambat digunakan untuk pakan ternak dan umbinya digunakan untuk
pangan. Potensi produksi bahan kering per hektar dari beberapa varietas ubi jalar bisa
7 batang) menyumbang sekitar 64% dari biomasa segar. Limbah tanaman ubi jalar
mengandung 11-17% protein kasar dan kecernaan yang relatif lebih dari 62%.
Limbah tanaman ubi jalar sebagai sumber hijauan, mampu meningkatkan asupan
pakan dan bobot badan. Limbah tanaman ubi jalar dikaitkan dengan produktivitas,
palatabilitas dan kadar protein kasar serta kadar air yang tinggi. Kandungan zat
makanan dalam limbah tanaman ubi jalar berdasarkan bahan kering ditunjukkan pada
Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Zat Makanan Limbah Tanaman Ubi Jalar
Zat Makanan
(%)
Sumber
Cuong et al. (2008) Aregheore (2005) Katongole et al.(2008)
Bahan kering 11,4 37.3 19,7
Hewan tidak dapat mengekstrak semua zat makanan yang ada dalam pakan.
Nilai aktual zat makanan yang dimakan tergantung pada penggunaannya dalam
tubuh. Pertimbangan pertama dalam menentukan nilai aktual nutrisi adalah
kecernaaan, karena nutrisi yg tidak dicernakan tidak masuk ke dalam tubuh dengan
tepat (Ensiminger, 1977).
Makanan yang dicerna adalah bagian yang tidak dikeluarkan dan
diperkirakan diserap oleh ternak. Daya cerna dapat diukur dengan menggunakan
metode in vivo dan in vitro. Palatabilitas dan kualitas yang ditunjukkan oleh daya cerna dan nilai zat makanan tergantung pada jenis yang dipakai di lingkungan iklim
tersebut, metode yang digunakan, dan umur penggunaan bahan pakan (Williamson
8 Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)
Menurut Damron (2006), bahan kering ditentukan dengan memanaskan
sampel pakan sampai semua air menguap. Persentase dari sampel yang tidak
mengandung air ini kemudian disebut sebagai bahan kering sampel. Kecernaan
bahan organik merupakan faktor yang penting yang dapat menentukan nilai pakan.
Nilai kecernaan bahan organik suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan
tersebut (Sutardi, 1980). Menurut Parakkasi (1999), kecernaan bahan kering dan
organik dipengaruhi oleh konsumsi dan kadar NDF. Nilai kecernaan bahan kering
kelinci yang diberi ransum berbentuk pellet yaitu sebesar 47% (Chekee, 1987).
Kecernaan Protein Kasar (KCPK)
Kecernaan protein kasar dipengaruhi oleh tingginya kadar protein kasar
dalam ransum (Garcia et al., 1993). Kecernaan bahan makanan akan cenderung meningkat, serta kualitas protein sangat penting bagi kelinci karena konsumsi akan
meningkat jika ransum mengandung protein yang berkualitas tinggi (Lang, 1981).
Peningkatan kandungan polisakarida non-pati dari pakan telah berhubungan
dengan penurunan daya cerna protein kasar, kandungan dinding sel tidak selalu
berkaitan dengan daya cerna protein. Sehubungan dengan pakan komplit, kecernaan
protein kasar bervariasi sesuai dengan bahan pakan daripada komposisi kimia.
Kecernaan protein kasar pakan kelinci dipengaruhi oleh umur kelinci. Studi tentang
kecernaan ditentukan pada umur yang berbeda (dari menyapihan pada umur 28 hari
sampai 11 minggu). Kecernaan protein kasar menurun setelah penyapihan untuk
selang nilai yang stabil sekitar minggu kedelapan sampai minggu kesembilan,
dengan penurunan yang lebih lambat dari minggu kelima. Efek ini umum untuk
semua komponen pakan, tetapi penurunan kecernaan protein kasar adalah lebih
tinggi daripada penurunan koefisien cerna bahan organik pakan (De Blas dan
Wiseman, 1998).
Kecernaan Serat Kasar (KCSK)
Kelinci adalah hewan herbivora monogastrik, fisiologi pencernaan yang baik
disesuaikan dengan asupan tinggi dinding sel tanaman. Serat pakan adalah komponen
utama dari pakan kelinci (bahkan dalam produksi intensif % BK) dan tergantung dari
9 Van soest (1994) menyatakan bahwa kecernaan serat kasar erat hubungannya
dengan kemampuan ternak untuk menghasilkan sumber energi. Kandungan serat
yang tinggi akan mengurangi nilai kecernaan dan berhubungan dengan produksi
VFA sebagai sumber energi.
Serat memiliki hubungan positif dengan tingkat konsumsi, kenaikan tingkat
serat akan menurunkan tingkat kecernaan, ternak akan mengonsumsi lebih banyak
pakan agar dapat memenuhi kebutuhan energi. Masalah utama dalam penggunaan
serat kasar adalah kadar lignin yang tidak dapat dicerna bervariasi dengan prosedur
analisis serat kasar (Parakkasi, 1995). Anggorodi (1979) menyatakan bahwa
umumnya semakin tinggi suatu bahan mengandung serat kasar semakin rendah daya
cerna dari bahan makanan tersebut.
Ternak akan mengonsumsi pakan dalam jumlah lebih banyak jika bersumber
dari hijauan dengan protein kasar dan mineral tinggi, sedangkan serat kasar lebih
rendah, dan menghasilkan kurang beban panas dalam tubuh sehingga meningkatkan
jumlah yang dimakan (Williamson dan Payne, 1993). Koefisien cerna serat kasar
pada kelinci yaitu sebesar 14% (De Blas dan Wiseman, 1998).
Kecernaan Neutral Detergent Fiber (KCNDF)
NDF terdiri dari empat komponen kimia utama. Secara kuantitatif selulosa
dan hemiselulosa komponen terbesar dan berpotensi dicerna, namun struktur
kimianya kompleks. Komponen utama lain dari NDF adalah lignin dan cutin, yang
hampir tidak dapat dicerna, baik di rumen dan usus halus. Lignin dan cutin
menghambat pencernaan yang mendasari dan atau berhubungan dengan selulosa atau
hemiselulosa baik dengan pelindung fisik atau kimia. Meningkatnya level NDF
dalam pakan kelinci persilangan masa pertumbuhan menurunkan berat badan harian
dan kecernaan nutrien, dengan level NDF: 37%, 41%, 45%, 49%, 53%, dan 57%
(NDF dalam % bahan kering). Level NDF sebanyak 41% dalam pakan memberikan
tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dan manfaat lebih baik bagi produsen (Dong
dan Giang, 2008). Koefisien cerna NDF pada kelinci lokal persilangan menurut
Dong dan Giang (2008) dengan level NDF pakan dalam bahan kering yang diujikan
sebesar 37%, 41%, 45%, 49%, 53% dan 57% secara berurutan adalah 50,9%, 54,1%,
10 Kecernaan Acid Detergent Fiber (KCADF)
ADF adalah serat yang tidak larut dalam larutan deterjen asam dan NDF
adalah serat yang tidak larut dalam deterjen netral yang erat hubungannya dengan
konsumsi dan tersedianya Net Energy (NE) dan Digestible Energy (DE). ADF dan NDF digunakan untuk mengestimasi secara langsung penampilan ternak dan oleh
karena itu, lebih bermanfaat dibandingkan serat kasar (Parakkasi, 1995).
Penyediakan pakan berserat untuk kelinci tumbuh sangat penting untuk
menghindari gangguan pencernaan. Selulosa dan lignin yang sulit dicerna berperan
dalam mengurangi diare pada kelinci masa pertumbuhan. Penggabungan sumber
serat yang mudah dicerna dalam pakan kelinci mencakup tujuan ganda yaitu sebagai
sumber pati yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan, dan dapat meningkatkan
kesehatan pencernaan hewan. Kecernaan serat mudah dicerna yang tinggi, mungkin
juga memiliki peran lain dalam menstimulasi aktivitas flora sekum pada kelinci
muda (Dong dan Giang, 2008). Koefisien cerna ADF yang dilaporkan oleh Dong
dan Giang, 2008) pada level pemberian NDF sebanyak 37%, 41%, 45%, 49%, 53%
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu
Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed.
Pemeliharaan kelinci dilakukan di kandang Pemuliaan dan Genetika Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan pada bulan Februari sampai
April 2012. Analisa proksimat dan Van Soest dilakukan di Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2011 sampai April 2012.
Materi Ternak
Ternak yang digunakan adalah 16 ekor kelinci lokal jantan dengan bobot
badan 1.111 ± 50 gram berumur 4 bulan. Kelinci diperoleh dari daerah Bogor.
Kelinci dipelihara secara intensif pada kandang individu. Kelinci lokal jantan yang
digunakan ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kelinci Lokal Jantan
Kandang dan Peralatan
Kelinci dipelihara dalam kandang individu berukuran 50 cm x 50 cm x 50
cm. Kandang dilengkapi dengan tempat minum, tempat pakan dan jaring kawat.
Jaring kawat dipasang di bagian bawah kandang agar feses dapat tertampung dan
terpisah dengan urin. Peralatan lain yang digunakan adalah tempat pakan dan tempat
minum, timbangan digital dengan ketelitian 0,05 gram, timbangan Ohaus dengan
ketelitian 20 gram, penjemur feses dan plastik. Gambar 3 menunjukkan kandang
12 Gambar 3. Kandang
Pakan dan Air Minum
Ternak diberikan ransum berbentuk pellet dengan substitusi daun rumput gajah sebagai sumber hijauan dengan klobot jagung dan jerami ubi jalar. Air minum
diberikan ad libitum. Kandungan nutrien sumber hijauan ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan Zat Makanan Sumber Hijauan berdasarkan 100 % Bahan
Keterangan: Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB (2011).
Prosedur Pembuatan Pellet
Kelobot jagung yang digunakan adalah kelobot jagung manis yang diperoleh
dari pasar Bogor. Limbah tamanan ubi jalar yang digunakan adalah bagian batang,
tangkai daun dan daun ubi jalar setelah dipanen. Kelobot jagung dan limbah tamanan
ubi jalar dikumpulkan, disortir dan dicacah kemudian dikeringkan di bawah sinar
matahari dan digiling. Kemudian dicampurkan dengan konsentrat yang terdiri dari
jagung, pollard, onggok, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, CPO, CaCO3,
garam dan premix sampai homogen, lalu dimasukkan dalam mesin pellet dengan ukuran diameter die 3 mm. Pellet diangin-anginkan dan disimpan dalam karung. Berikut adalah diagram alir proses pembuatan tepung hijauan. Diagram alur proses
13 pakan ditunjukkan pada Tabel 7. Daun rumput gajah segar, setelah dikeringkan dan
tepung daun rumput gajah diperlihatkan pada Gambar 5. Gambar 6 memperlihatkan
kelobot jagung segar, setelah dikeringkan dan tepung kelobot jagung. Jerami ubi jalar
dalam kondisi segar, setelah dikeringkan dan tepung jerami ubi diperlihatkan pada
Gambar 7. Tabel 8 menunjukkan kandungan zat makanan dalam ransum berdasarkan
bahan kering.
Gambar 4. Diagram Alur Proses Pembuatan Pellet
(a) (b) (c)
14
(a) (b) (c)
Gambar 6. a. Kelobot jagung, b. Kelobot Jagung setelah Dicacah, c. Tepung Kelobot Jagung
(a)
(b) (c)
Gambar 7. a. Batang, Tangkai Daun dan Daun Ubi Jalar, b. Batang, Tangkai Daun dan Daun Ubi Jalar setelah Dijemur, c. Tepung Limbah Tanaman Ubi Jalar
Tabel 7. Persentase Penggunaan Bahan Pakan
Bahan Pakan (%) R0 R1 R2 R3
Tepung daun rumput gajah 18 12 6 0
Tepung kelobot jagung 0 3 6 9
Tepung limbah tanaman ubi jalar 0 3 6 9
Jagung 21 21 21 21
Pollard 13 13 13 13
Onggok 10 10 10 10
Bungkil kedelai 24 24 24 24
Bungkil kelapa 6 6 6 6
Tepung ikan 3 3 3 3
CPO 3 3 3 3
CaCO3 1 1 1 1
Premix 0,5 0,5 0,5 0,5
15 Tabel 8. Kandungan Zat Makanan dalam Ransum berdasarkan Bahan Kering
Zat Makanan Perlakuan
Keterangan: Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB (2012). *Perhitungan TDN berdasarkan rumus menurut Hartadi et al., (1980).
** NDF-ADF.
Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan selama 5 minggu, ternak dikandangkan secara
individu. Sebelum diberi perlakuan, ternak ditimbang untuk mengetahui bobot awal.
Pakan diberikan pada jam 7.00 pagi dan jam 16.00 sore hari. Pakan dan air minum
diberikan secara adlibitum.
Pengambilan Sampel dan Pengukuran Kecernaan
Feses dikumpulkan pada minggu terakhir pengamatan selama 7 hari yaitu pada
minggu kelima. Feses diambil saat pagi hari sebelum pemberian pakan. Sampel
ditimbang dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Sebanyak 10% feses yang
terkumpul setiap hari dikomposit dan digiling, Sampel tersebut selanjutnya dianalisa
bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar, ADF, dan NDF. Koefisien
cerna dihitung dengan rumus berikut ini:
Koefisien cerna = A−B
A x 100%
Keterangan: A = jumlah zat makanan yang dikonsumsi per hari (g)
16 Rancangan Percobaan
Perlakuan
Penelitian ini menggunakan empat perlakuan dengan empat ulangan.
Perbandingan antara hijauan dan konsentrat pada masing-masing perlakuan adalah
18% : 82%. Kompisisi hijauan keempat perlakuan tersebut adalah:
R0: DRG 18%
R1: DRG 12% + KJ 3% + LUJ 3%
R2: DRG 6% + KJ 6% + LUJ 6%
R3: KJ 9% + LUJ 9%.
Keterangan: DRG; Daun rumput gajah, KJ; Kelobot Jagung, LUJ; Limbah tamanan ubi jalar.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL). Model matematika (Steel dan Torrie, 1993) dari rancangan percobaan ini
adalah :
Yij = µ + τi + εij Keterangan :
Yij : respon percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : nilai rataan umum pengamatan
τi : efek perlakuan ke-i
εij : pengaruh eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Peubah yang Diukur
Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah kecernaan zat makanan
meliputi kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar, NDF dan
ADF ransum komplit yang diberikan kepada kelinci lokal jantan.
Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati
dilakukan Analisis Sidik Ragam (ANOVA). Jika berbeda nyata dilakukan Uji Jarak
HASIL DAN PEMBAHASAN Kecernaan
Daya cerna suatu ransum penting untuk diketahui karena dapat berguna
dalam menentukan kualitas ransum. Daya cerna yang tinggi menunjukkan kualitas
ransum yang baik, sehingga pengukuran daya cerna menjadi salah satu pertimbangan
dalam mengetahui kualitas ransum yang diberikan kepada ternak.
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Nilai kecernaan bahan organik suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan
tersebut. Nilai konsumsi bahan kering, bahan kering feses, dan kecernaan bahan
kering pada kelinci lokal jantan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Konsumsi Bahan Kering, Bahan Kering Feses dan Koefisien Cerna Bahan Kering
Peubah Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Konsumsi BK (g/e/h) 87,16±16,39 83,32±13,31 88,88±7,79 90,69±3,06
BK Feses (g/e/h) 27,56±3,86ab 25,391±3,00a 29,93±2,85ab 33,50±4,90b
KCBK (%) 68,07±3,88 69,34±2,03 66,34±0,62 63,11±4,92
Keterangan: R0; 18% daun rumput gajah, R1; 12% daun rumput gajah, 3% kelobot jagung, dan 3% limbah tanaman ubi jalar, R2; 6% daun rumput gajah, 6% kelobot jagung, dan 6% limbah tanaman ubi jalar, R3; 9% kelobot jagung dan 9% limbah tanaman ubi jalar. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan
pengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering. Substitusi daun rumput
gajah dengan kelobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar menunjukkan nilai
konsumsi yang sama. Semakin banyak persentase kelobot jagung dan limbah
tanaman ubi jalar dalam ransum dimungkinkan menunjukkan peningkatan
palatabilitas ransum, hal ini sesuai dengan pernyataan Aregheore (2005) bahwa
limbah tanaman ubi jalar sebagai sumber hijauan, mampu meningkatkan asupan
pakan dan bobot badan, selain itu limbah ubi jalar dikaitkan dengan produktivitas,
18 Perlakuan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap bahan kering pada
feses berdasarkan hasil sidik ragam. Perlakuan dengan pemberian 12% daun rumput
gajah, 3% kelobot jagung dan 3% limbah tanaman ubi jalar (R1) menunjukkan bahan
kering pada feses yang paling sedikit dan jumlah bahan kering yang dicerna paling
tinggi. Perlakuan dengan pemberian 18% daun rumput gajah (R0), dan 6% daun
rumput gajah, 6% kelobot jagung dan 6% limbah tanaman ubi jalar (R2)
menunjukkan nilai yang sama. Semakin tinggi konsumsi bahan kering, maka
semakin tinggi bahan kering feses yang dikeluarkan karena jumlah zat makanan yang
tidak dicerna atau yang terkandung dalam feses dipengaruhi oleh jumlah zat
makanan yang dikonsumsi. Bahan kering feses juga dapat dipengaruhi oleh jumlah
air minum yang dikonsumsi. Mengonsumsi pakan yang mengandung bahan kering
tinggi dapat meningkatkan rasa haus sehingga ternak akan mengonsumsi air minum
yang lebih banyak.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan
pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap nilai koefisien cerna bahan kering, hal ini
menunjukkan bahwa koefisien cerna bahan kering ransum pada R0 sama besarnya
dengan koefisien cerna R1, R2, dan R3. Hasil ini menunjukkan daun rumput gajah
dapat disubstitusi dengan kelobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar sebagai
sumber serat bagi kelinci. Daun rumput gajah, kelobot jagung dan limbah tanaman
ubi jalar memiliki kualitas hijauan yang sama sebagai sumber serat. Nilai kecernaan
pada kelobot jagung (secara in vitro) dan limbah tanaman ubi jalar masing-masing sebesar 68% (Tangendjaja dan Wina, 2008) dan sebesar 62% (Aregheore, 2005).
Nilai kecernaan bahan kering kelinci yang diberi ransum berbentuk pellet yaitu sebesar 47% (Chekee, 1987). Tabel 10 menunjukkan konsumsi bahan organik, bahan
19 Tabel 10.Nilai Konsumsi Bahan Organik, Bahan Organik Feses dan Koefisien Cerna
Bahan Organik
Peubah Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Konsumsi BO (g/e/h) 78,53±14,77 76,41±12,20 80,80±7,08 82,97±2,80
BO Feses (g/e/h) 23,73±3,47ab 22,14±2,63a 25,65±2,56ab 29,10±4,41b
KCBO (%) 69,49±2,65 70,84±1,86 68,28±0,98 64,97±4,91
Keterangan: R0; 18% daun rumput gajah, R1; 12% daun rumput gajah, 3% kelobot jagung, dan 3% limbah tanaman ubi jalar, R2; 6% daun rumput gajah, 6% kelobot jagung, dan 6% limbah tanaman ubi jalar, R3; 9% kelobot jagung dan 9% limbah tanaman ubi jalar. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak menunjukkan
pengaruh nyata terhadap konsumsi bahan organik. Konsumsi bahan organik
(g/e/hari) menunjukkan peningkatan seiring dengan peningkatan konsumsi bahan
kering. Perlakuan menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap bahan organik
pada feses berdasarkan hasil sidik ragam. Bahan organik pada feses pada perlakuan
12% daun rumput gajah, 3% kelobot jagung, dan 3% limbah tanaman ubi jalar
menunjukkan nilai paling rendah dan jumlah bahan organik yang dicerna paling
tinggi dibandingkan perlakuan lain karena nilai bahan organik feses lebih
dipengaruhi oleh nilai bahan kering feses karena nilai bahan organik merupakan hasil
pengurangan bahan kering dengan abu yang terkandung dalam ransum.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan
pengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai koefisien cerna bahan organik. Koefisien
cerna R0 sama dengan R1, R2 dan R3, hal ini seiring dengan nilai koefisien cerna
bahan kering yang menunjukkan nilai koefiesien cerna yang sama. Menurut Sutardi
(1980), nilai kecernaan bahan organik suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan
tersebut. Hasil ini menunjukkan daun rumput gajah, kelobot jagung dan limbah
tanaman ubi jalar memiliki kualitas pakan sumber hijauan yang sama, hal ini
menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik ransum lebih dipengaruhi oleh jumlah
20 Kecernaan Protein Kasar
Nilai konsumsi protein kasar, protein kasar feses, dan kecernaan protein kasar
pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Konsumsi Protein Kasar, Protein Kasar Feses dan Koefisien Cerna Protein Kasar
Peubah Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Konsumsi PK (g/e/h) 17,91±3,37 17,55±2,80 18,75±1,64 19,01±0,64
PK Feses (g/e/hari) 4,43±0,84bc 3,21±0,48a 3,64±0,30ab 4,58±0,51bc
KCPK (%) 74,98±4,41b 81,57±2,71a 80,57±0,85a 75,89±0,89b
Keterangan: R0; 18% daun rumput gajah, R1; 12% daun rumput gajah, 3% kelobot jagung, dan 3% limbah tanaman ubi jalar, R2; 6% daun rumput gajah, 6% kelobot jagung, dan 6% limbah tanaman ubi jalar, R3; 9% kelobot jagung dan 9% limbah tanaman ubi jalar. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0,05).
Konsumsi protein kasar (g/e/hari) pada penelitian ini berdasarkan hasil sidik
ragam menunjukkan pengaruh tidak nyata (P>0,05). Konsumsi protein akan
meningkat dengan peningkatan konsumsi bahan kering dan bahan organik. Jumlah
protein kasar pada feses berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan memberikan pengaruh nyata (P<0,05). Perlakuan R1 yaitu 12% daun
rumput gajah, 3% kelobot jagung, dan 3% limbah tanaman ubi jalar menunjukkan
jumlah protein kasar pada feses paling rendah dibandingkan perlakuan lain, dan
menunjukkan jumlah protein kasar yang dicerna paling tinggi karena komponen
dinding sel dari kombinasi hijauan pada R1 lebih mudah dicerna dibandingkan
perlakuan lain.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang
nyata (P<0,05) terhadap koefisien cerna protein kasar. Perlakuan dengan 18% daun
rumput gajah (R0) dan masing-masing 9% kelobot jagung dan limbah tanaman ubi
jalar (R3) memiliki koefisien cerna yang lebih kecil dibandingkan ransum dengan
12% daun rumput gajah, 3% kelobot jagung, dan 3% limbah tanaman ubi jalar (R1)
dan masing-masing 6% daun rumput gajah, kelobot jagung dan limbah tanaman ubi
jalar (R2). Ransum dengan substitusi kelobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar
masing-masing 3% dan 6% menunjukkan koefisien cerna yang lebih tinggi, diduga
21 dicerna dibandingkan R0 dan R3. Hasil ini tidak seiring dengan nilai pertambahan
bobot badan harian yang diperoleh Lestari (2012) bahwa pertambahan bobot badan
harian terbesar ditunjukkan pada perlakuan R2 dan terendah pada perlakuan R1 yaitu
masing-masing sebesar 13,79%-18,55% dan 18,73%-21,69%.
Kecernaan Serat Kasar
Nilai konsumsi serat kasar, serat kasar feses, dan kecernaan serat kasar pada
penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai Konsumsi Serat Kasar, Serat Kasar Feses dan Koefisien Cerna Serat Kasar
Peubah Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Konsumsi SK (g/e/h) 13,48±2,53 12,79±2,04 13,13±1,15 13,77±0,46
SK Feses (g/e/h) 10,31±1,04 9,26±1,25 9,44±1,47 10,33±1,43
KCSK (%) 25,59±7,47 27,21±5,37 28,10±8,41 27,92±8,52
Keterangan: R0; 18% daun rumput gajah, R1; 12% daun rumput gajah, 3% kelobot jagung, dan 3% limbah tanaman ubi jalar, R2; 6% daun rumput gajah, 6% kelobot jagung, dan 6% limbah tanaman ubi jalar, R3; 9% kelobot jagung dan 9% limbah tanaman ubi jalar.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh
tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi serat kasar. Konsumsi serat kasar yang sama
menunjukkan bahwa serat memiliki hubungan positif dengan tingkat konsumsi,
kenaikan tingkat serat akan menurunkan tingkat kecernaan, ternak akan
mengonsumsi lebih banyak pakan agar dapat memenuhi kebutuhan energi
(Parakkasi, 1995). Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan tidak memberikan
pengaruh nyata (P>0,05) terhadap koefisien cerna serat kasar, diduga serat yang
terdapat dalam hijauan memiliki kualitas yang sama. Rendahnya nilai koefisien
cerna pada kelinci sesuai dengan pernyataan De Blas dan Wiseman (1998) bahwa
kelinci tidak mencerna serat secara efisien. Pada penelitian ini koefisien cerna serat
yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan nilai koefisien cerna serat pada kelinci
22 Kecernaan NDF
Tabel 13 menunjukkan konsumsi NDF, NDF feses dan koefisien cerna NDF.
Tabel 13. NilaiKonsumsi NDF, NDF Feses dan Koefisien Cerna NDF
Peubah Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Konsumsi NDF (g/e/h) 63,03±11,85b 47,57±7,60a 41,23±3,61a 68,47±2,31b
NDF Feses (g/e/h) 25,20±6,40 19,37±3,37 22,78±2,51 24,30±6,92
KCNDF (%) 58,67±13,01 58,63±8,29 44,71±5,13 64,67±11,46
Keterangan: R0; 18% daun rumput gajah, R1; 12% daun rumput gajah, 3% kelobot jagung, dan 3% limbah tanaman ubi jalar, R2; 6% daun rumput gajah, 6% kelobot jagung, dan 6% limbah tanaman ubi jalar, R3; 9% kelobot jagung dan 9% limbah tanaman ubi jalar. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0,05).
Tabel 13 menunjukkan bahwa konsumsi NDF dipengaruhi oleh kandungan
NDF dalam pakan (Tabel 8). Kandungan NDF pakan pada R0, R1, R2 dan R3
masing-masing adalah 72,32%, 57,09%, 46,39% dan 75,50%, hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi kandungan NDF pakan, semakin tinggi pula konsumsi NDF.
Kandungan NDF pakan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan pernyataan
Gidenne (2003) yang mendapatkan bahwa kandungan NDF pakan berupa ransum
komplit untuk kelinci untuk masa pertumbuhan berkisar antara 27%-42%.
Berdasarkan hasil sidik ragam NDF feses, perlakuan tidak memberikan pengaruh
nyata (P>0.05) terhadap kandungan NDF feses. NDF feses menunjukkan nilai yang
sama, diduga bahwa nilai NDF feses tidak mempengaruhi oleh jumlah konsumsi
NDF.
Hasil sidik ragam juga menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan
pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap koefisien cerna NDF. Koefisien cerna NDF
antar perlakuan menunjukkan nilai yang sama, karena kelobot jagung memiliki sifat
lebih bulky dibandingkan daun rumput gajah dan limbah tanaman ubi jalar. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan pernyatan Dong dan Giang (2008) dengan level
pemberian NDF sebanyak 41% (bahan kering) menunjukkan kecernaan NDF
tertinggi dibandingkan pada taraf 37%, 45%, 49%, 53% dan 57%, akan tetapi
kecernaan bahan tertinggi ditunjukkan pada persentase NDF sebanyak 37% dengan
23 dengan persentase pemberian masing-masing 100%, 80%, 60%, 40%, 20% dan 0%
serta konsentrat sebanyak 20 gram per hari.
Kecernaan ADF
Tabel 14 menunjukkan konsumsi ADF, ADF feses dan koefisien cerna ADF.
Tabel 14. Nilai Konsumsi ADF, ADF Feses dan Koefisien Cerna ADF
Peubah Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Konsumsi ADF (g/e/h) 58,67±11,03c 28,77±4,59b 15,86±1,39a 19,60±0,66bc
ADF Feses (g/e/h) 12,95±1,56ab 11,57±1,39a 12,25±1,03a 15,35±2,6b
KCADF (%) 77,70±2,34a 59,56±0,91b 22,70±0,79c 21,85±14,95c
Keterangan: R0; 18% daun rumput gajah, R1; 12% daun rumput gajah, 3% kelobot jagung, dan 3% limbah tanaman ubi jalar, R2; 6% daun rumput gajah, 6% kelobot jagung, dan 6% limbah tanaman ubi jalar, R3; 9% kelobot jagung dan 9% limbah tanaman ubi jalar. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang
nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ADF, hal ini diduga dipengaruhi oleh kandungan
ADF ransum (Tabel 8) yaitu dengan kandungan ADF pakan berturut-turut adalah
67,27%, 34,53%, 17,85% dan 21,62%. Hasil ini juga diduga bahwa semakin tinggi
ADF pakan, semakin tinggi pula konsumsi ADF. Berdasarkan hasil sidik ragam ADF
feses, perlakuan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan ADF
feses. Perlakuan dengan pemberian 12% daun rumput gajah, 3% kelobot jagung, dan
3% limbah tanaman ubi jalar (R1) dan 6% daun rumput gajah, 6% kelobot jagung,
dan 6% limbah tanaman ubi jalar (R2) memiliki kandungan ADF feses paling rendah
dibandingkan perlakuan lain dan menunjukkan semakin rendah konsumsi ADF maka
semakin rendah pula kandungan ADF feses, serta semakin rendah pula kecernaan
ADF pakan. Konsumsi yang tinggi menunjukkan laju pengosongan saluran
pencernaan yang lebih cepat sehingga pakan yang dibutuhkan lebih banyak.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang
nyata (P<0,05) terhadap koefisien cerna ADF. Diduga semakin tinggi penggunaan
kelobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar dalam ransum, semakin rendah
kecernaan ADF pakan, hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik hijauan. Kelobot jagung
24 jalar sehingga semakin tinggi persentase penggunaan kelobot jagung dan limbah
tanaman ubi jalar dalam ransum, maka jumlah yang dikonsumsi semakin rendah
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Perlakuan substitusi daun rumput gajah dengan kelobot jagung dan limbah
tanaman ubi jalar tidak memberikan pengaruh terhadap kecernaan bahan kering,
bahan organik, dan serat kasar, namun memberikan pengaruh terhadap kecernaan
protein kasar dan ADF. Perlakuan dengan persentase hijauan 12% daun rumput
gajah, dan masing-masing 3% kelobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar dapat
mensubstitusi daun rumput gajah dengan nilai koefisien cerna paling baik
dibandingkan perlakuan lain jika dilihat dari nilai koefisien cerna protein kasar dan
ADF.
Saran
Kelobot jagung dan limbah tanaman ubi dapat digunakan sebagai sumber
serat bagi kelinci, namun perlu penelitian lanjutan dengan penggunaan kelobot
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirobbilalamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena
atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ir. Lidy Herawati, M.S. sebagai dosen pembimbing akademik
dan pembimbing skripsi, dan Ir. Lilis Khotijah, M.Si, yang telah memberikan
bimbingan, nasihat dan saran kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih atas saran yang telah diberikan oleh Ir. Widya
Hermana, M. Si. sebagai dosen pembahas seminar, Dr. Ir. Didid Diapari, M.Si. dan
Ir. Sri Rahayu, M.Si. sebagai dosen penguji sidang.
Terima kasih kepada Ayahanda Adlis dan Ibunda Yasneli yang telah
memberikan doa, motivasi, berjuang sekuat tenaga dan pikiran, serta memberikan
kasih sayang kepada penulis selama ini. Terima kasih pula penulis ucapakan kepada
kedua saudara yang penulis sayangi Adya Gunawan dan Adya Rahmad dan segenap
keluarga besar kedua orang tua atas segala bantuan dan motivasi yang telah
diberikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Fauzi, Bapak Idris,
Bapak Ateng, Bapak Wardi, Bapak Atip, Ibu Anis, Mas Kus, Kak Ihsan, Kak Ari,
Kak Agung, Kak Riki, Kak Bedi, Bapak Hadi dan keluarga, serta teknisi
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor yang telah membantu penulis selama penelitian. Terima kasih kepada
teman-teman satu tim penelitian Diah, Yosi, Ancha, Ana dan Jihad atas kerjasama yang
baik, Novya, Meta, Rossy, Sarah, Mayang, Ayu, Fauzia, Indri, Heru, teman-teman di
HIMASITER, dan INTP 45. Terima kasih kepada segenap dosen dan karyawan di
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang telah membimbing dan
membantu penulis dalam menempuh pendidikan selama ini.
Bogor, Agustus 2012
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1973. Ilmu Makanan Ternak Umum. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Anggraeny, Y. N., U. Umiyasih, & N.H. Krishna. 2006. Potensi limbah jagung siap rilis sebagai sumber hijauan sapi potong. Prosiding Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Puslitnak. p 149-153.
Ansah, T., E. L. K Osafo, & H. H. Hansen. 2010. Herbage yield and chemical composition of four varieties of Napier (Pennisetum purpureum) grass harvested at three different days after planting. Agric. Bio. J. N. Amin. 1 (5): 923-929.
Aregheore. E. M. 2005. Feeds and forages in Pacific Island farming systems. The University of the South Pacific. School of Agriculture. Animal Sciennce Department Alafue Campus. Apia Samoa. http:// www.fao.org/ag/AGP/doc/Newpub/feeds forages/feed forages/htm [20 Maret 2012].
Badan Pusat Statistika. 2012. Tabel luasan panen, produktivitas, produksi tanaman pangan. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3 [11 September 2012].
Cheeke, P. R & E. S. Dierefeld. 2010. Comparative Animal Nutrition and Metabolism. CABI. Cambridge University Press, London.
Cheeke, P. R. 1987. Rabbit Feeding and Nutrition. Academic Press. INC, Florida.
Cheeke, P. R. 2005. Applied Animal Nutrition Feed and Feeding. 3rd Edition. Pearson Education, New Jersey.
Cheva-Isharakul, B., B. Cheva-Isharakul. S. Promna & S. Pumisutapool. 2001. Net energy of sweet corn huks and cob silage calculated from digestibility in cows. Kasetsart J. Nat Sci. 35: 299-303.
Cuong, N. K., D. N. Kang & T. R Preston. 2008. Digestibility and growth in rabbits fed a basal diet of sweet potato vines replaced with cassava folliage meal. Prosiding MEKARN Rabbit Conference: Organic rabbit production from forages. Cantho University, Hanoi.
Damron, W. S. 2006. Introduction to Animal Science: Global, Biological, Social and Industry Perspectives. 3rd Edition. Pearson Prentice Hall, New Jersey.
DeBlas, C & J. Wiseman. 1998. The Nutrition of the Rabbit. 1st Edition. CABI Publishing, London.
DeBlas, C & J. Wiseman. 2010. The Nutrition of the Rabbit. 2nd Edition. CABI Publishing, London.
28 Ensiminger, M. E. 1977. Animal Science. 7th Edition. The Interstate Printers &
Publishers. New York.
Farrell, D. J. & Y. C. Raharjo. 1984. The Potential for Meat Production from Rabbits. Central Research Institut for Animal Science, Bogor.
Gidenne, T. 2003. Fibers in rabbit feeding for digestible troubles prevention: respective role of low-digested and digestible fiber. Livestock Production Science. 81: 105-117.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, S. Lebdosukojo, A. D. Tillman, L. C. Kearl & L. E. Harris. 1980. Tabel-Tabel Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Internatinal Feedstuffs Institute. Utah State University, Utah.
Katongole, C. B, F. B. Bareeba, E. N. Sabiiti & I. Ledin. 2008. Nutritional characterization of some tropical urban market crop waste. Anim. Feed Sci and Tech. 142: 275-291.
Lang, J. 1981. The Nutrition of the Commercial Rabbit. I. Physiology, digestibility and reviews Series B 51 (A). Common Wealth, Bureau of Nutrition. Ministry of Agriculture, Fisheries and Food, Wolverhamton, London.
Lestari, D. 2012. Substitusi daun rumput gajah dengan klobot jagung dan limbah ubi jalar dalam ransum bentuk pellet terhadap performa kelinci lokal jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
McDonal, P., A. R. Henderson, & J. F. E. Heron. 1991. The Biochemistry of Silage. Chalcombe Publications, 13 Highwoods Drive, Marlow Bottom, Marlow.
McNitt J. I, N.M. Patton, & S. D Lukefahr, P. R Cheeke. 2000. Rabbit Production. 8th Edition. Interstate Publishers. Danville, Illinois.
National Research Council. 1977. Nutrient Requirements of Rabbits. Revised 2nd Edition. National Academy of Science, Washington.
Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Rukmana, H. R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius. Yogyakarta.
Steel, R. G. D & J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan. Gramedia. Pustaka Utama, Jakarta.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid I. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
29 Tillman, A. D., S Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.
Van Soest, P. J . 1994. Nutritional Ecology of the Ruminant. 2nd Edition. Comell University Press, New York.
31 Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Nilai Koefisien Cerna Bahan Kering
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 87,444 29,148 3,271 3,287 5,417
Galat 12 106,990 8,916
Total 15 194,434
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Nilai Koefisien Cerna Bahan Organik
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 75,837 25,279 2,888 3,287 5,417
Galat 12 105,048 8,754
Total 15 180,885
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Nilai Koefisien Cerna Protein Kasar
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 130,703 43,568 6,133** 3,287 5,417
Galat 12 85,246 7,104
Total 15 215,949
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
32 Lampiran 4. Hasil Uji Lanjut Duncan Koefisien Cerna Protein Kasar
Ransum N α= 0,05
2 1
R3 4 74,978
R2 4 75,890
R0 4 80,573
R1 4 81,570
Sig. 0,637 0,606
Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam Nilai Koefisien Cerna Serat Kasar
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 15,665 5,222 0,111 3,287 5,417
Galat 12 563,441 46,953
Total 15 579,106
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
Lampiran 6. Hasil Sidik Ragam Nilai Koefisien Cerna NDF
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 859,760 286,587 3,267 3.287 5.417
Galat 12 1053,003 87,750
Total 15 1912,763
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
33 Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam Nilai Koefisien Cerna ADF
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 9.335,010 3111,67 79,923** 3,287 5,417
Galat 12 467,198 38,933
Total 15 9.802,208
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
Tanda** menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0.01)
Lampiran 8. Hasil Uji Lanjut Duncan Koefisien Cerna ADF
Ransum N α= 0,05
1 2 3
R3 4 21,848
R2 4 22,698
R1 4 59,56
R0 4 77,703
Sig. 0,850 1,000 1,000
Lampiran 9. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 118,435 39,478 0,306 3,287 5,417
Galat 12 1.547,302 128,942
Total 15 1.665,736
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
34 Lampiran 10. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Bahan Organik
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 96,256 32,085 0,302 3,287 5,417
Galat 12 1.274,890 106,241
Total 15 1.371,145
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
Lampiran 11. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Protein Kasar
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 5,686 1,895 0,340 3,287 5,417
Galat 12 66,904 5,575
Total 15 72,590
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
Lampiran 12. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Serat Kasar
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 2,163 0,721 0,238 3,287 5,417
Galat 12 36,409 3,034
Total 15 38,572
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
35 Lampiran 13. Hasil Sidik Ragam Konsumsi NDF
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 1.963,614 654,538 12,088** 3,287 5,417
Galat 12 649,759 54,147
Total 15 2.613,373
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
Tanda** menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0.01)
Lampiran 14. Hasil Uji Lanjut Duncan Konsumsi NDF
Ransum N α=0,05
1 2
R2 4 41,233
R1 4 47,568
R0 4 63,035
R3 4 68,473
Sig. 0,247 0,317
Lampiran 15. Hasil Sidik Ragam Konsumsi ADF
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 4.517,793 1.505,931 41,489** 3,287 5,417
Galat 12 435,570 36,298
Total 15 4.953,364
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
36 Lampiran 16. Hasil Uji Lanjut Duncan Konsumsi ADF
Ransum N α= 0,05
1 2 3
R2 4 15,865
R3 4 19,603 19,603
R1 4 28,768
R0 4 58,673
Sig. 0,397 0,052 1,000
Lampiran 17. Hasil Sidik Ragam Bahan Kering Feses
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 144,580 48,193 3,438* 3,287 5,417
Galat 12 168,206 14,017
Total 15 312,786
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
Tanda * menunjukan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran 18. Hasil Uji Lanjut Duncan Bahan Kering Feses
Ransum N α= 0,05
1 2
R1 4 25,390
R0 4 27,563 27,563
R2 4 29,928 29,928
R3 4 33,500
37 Lampiran 19. Hasil Sidik Ragam Bahan Organik Feses
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 107,557 35,852 3,192 3,287 5,417
Galat 12 134,786 11,232
Total 15 242,343
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
Lampiran 20. Hasil Sidik Ragam Protein Kasar Feses
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 5,094 1,698 5,266* 3,287 5,417
Galat 12 3,869 0,3224
Total 15 8,963
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
Tanda* menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0.05)
Lampiran 21. Hasil Uji Lanjut Duncan Protein Kasar Feses
Ransum N α= 0,05
1 2 3
R1 4 3,210
R2 4 3,640 3,640
R0 4 4,435 4,435
R3 4 4,578
38 Lampiran 22. Hasil Sidik Ragam Serat Kasar Feses
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 3,786 1,262 0,739 3,287 5,417
Galat 12 20,497 1,708
Total 15 24,283
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
Lampiran 23. Hasil Sidik Ragam NDF Feses
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 398,147 26,296 0,988 3,287 5,417
Galat 12 319,259 26,605
Total 15 398,147
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)
Lampiran 24. Hasil Sidik Ragam ADF Feses
Sumber Variasi DB JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 3 32,425 10,808 3,537* 3,287 5,417
Galat 12 36,666 3,055
Total 15 69,091
Keterangan: db= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F 0.05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
F 0.01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0.01)