• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI FISIK BISKUIT LIMBAH TANAMAN JAGUNG DAN RUMPUT LAPANG DENGAN CARA PENYIMPANAN YANG BERBEDA SKRIPSI SHALLY ALPRIANY AISYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI FISIK BISKUIT LIMBAH TANAMAN JAGUNG DAN RUMPUT LAPANG DENGAN CARA PENYIMPANAN YANG BERBEDA SKRIPSI SHALLY ALPRIANY AISYAH"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

UJI FISIK BISKUIT LIMBAH TANAMAN JAGUNG DAN

RUMPUT LAPANG DENGAN CARA PENYIMPANAN

YANG BERBEDA

SKRIPSI

SHALLY ALPRIANY AISYAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(2)

RINGKASAN

SHALLY ALPRIANY AISYAH. D24063108. 2010. Uji Sifat Fisik Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang dengan Cara Penyimpanan yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Lidy Herawati, MS Pembimbing Anggota ; Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc

Ketersediaan hijauan merupakan salah satu kendala dalam penyediaan makanan ternak ruminansia. Untuk mengatasi masalah tersebut teknologi pengolahan pakan sangat diperlukan agar pakan lebih awet dan mudah dalam penanganan. Pembuatan pakan bentuk biskuit, dapat menjadi salah satu alternatif. Selain teknologi pengolahan pakan, proses penyimpanan pakan diperlukan karena perkembangan usaha peternakan harus diimbangi dengan ketersediaan pakan yang memadai dan selalu siap digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur perubahan sifat fisik biskuit limbah tanaman jagung sampai penyimpanan minggu ke-9 dengan dan tanpa kemasan.

Penelitian ini terbagi dua, yaitu penelitian penyimpanan dengan karung dan penelitian kedua penyimpanan tanpa karung. Rancangan yang digunakan dalam kedua penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor A yaitu formula biskuit (A1= 100% rumput lapang (RL), A2= 50% RL + 50% daun jagung (DJ), A3= 100% DJ, A4= 50% RL + 50% klobot jagung(KJ), A5= 50% DJ + 50% KJ, A6= 100% KJ), faktor B lama penyimpanan (0, 1, 3, 5, 7, dan 9 minggu). Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu kerapatan, daya serap air, kadar air, dan aktivitas air. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formula biskuit memberikan pengaruh sangat berbeda nyata (p<0,01) pada kerapatan, daya serap air, dan kadar air baik pada biskuit yang disimpan dengan karung (DK) maupun tanpa karung (TK). Rataan nilai kerapatan paling tinggi pada kedua penelitian yaitu formula A5 (0,54±0,07 g/cm3 pada biskuit DK dan 0,53±0,05 g/cm3 pada biskuit TK), sedangkan nilai daya serap air paling tinggi yaitu biskuit formula A5 (527,26±30,62% pada biskuit DK dan 532,92±67,32% pada biskuit TK) dan nilai kadar air yang paling tinggi yaitu pada formula A3(13,66±0,62 pada biskuit DK dan 13,91±0,91% pada biskuit TK). Lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat berbeda nyata (p<0,01) pada daya serap air biskuit yang disimpan menggunakan karung, kadar air, dan aktivitas air, dan berbeda nyata (p<0,05) pada daya serap air biskuit yang disimpan tanpa karung. Daya serap air paling tinggi pada minggu ke-7 (523,01±46,81% pada biskuit DK dan 514,07±49,09% pada biskuit TK).Kadar air tetinggi terdapat pada minggu ke-3(12,72±0,85% pada biskuit DK dan 13,66±0,89% pada biskuit yang disimpan TK), sedangkan nilai aktivitas air tertinggi pada minggu ke-5(0,83±0,01) pada biskuit DK dan minggu ke-7(0,82±0,02) pada biskuit TK. Interaksi antara lama penyimpanan dengan formula biskuit berbeda nyata (p<0,05) tehadap nilai kadar air. Berdasarkan analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas sifat fisik biskuit pakan dipengaruhi lama penyimpanan, dan formula biskuit.

(3)

ABSTRACT

Physichal Test of Corn Plant Waste and Grass Field Biscuit with Different Storage Method

Aisyah, S. A., L. Herawati, and Y. Retnani

Feed preservation technology needed to maintain the availability of feed, one with established preservation and heated to form biscuits. A biscuit is a kind of small, flat-baked bread product. Biscuit have small form, so that biscuit more easy for consumption. This study in two phase, both of them using a completely randomized design, with factorial pattern of 2 factors and 3 replications. Factor A biscuits formulation (A1= 100% grass field, A2= 50% grass field + 50% corn leaves, A3= 100% corn leaves, A4= 50% grass field + 50% corn husk, A5= 50% corn leaves+ 50% corn husk, A6= 100% corn husk), and factor B storage time (0,1,3,5,7,9 weeks). The observed variables were density, water absorbtion, moisture,and water activity. The data were analyzed using analysis of variance (ANOVA), the significant difference between treatments were tested with Duncan test. The results of this study indicate that the formula biscuits very significant effect (p <0.01) on moisture, water absorption, and density whose storage with and without sack. Storage time provides a very significant effect (p <0.01) in water absorption biscuist whose storage with sack, moisture, and water activity, and significantly effect (p <0.05) in water absorption biscuits whose storage without sack. The interaction between storage time with biscuits formula gives a very significant effect (p <0.01) on moisture, biscuits’s formula A4 have the lowest moisture in 5 weeks. Based on the data analysis can be concluded that the quality of biscuit physical characteristic affected by storage time of feed, and the formula biscuits.

(4)

UJI SIFAT FISIK BISKUIT LIMBAH TANAMAN JAGUNG DAN

RUMPUT LAPANG DENGAN CARA PENYIMPANAN

YANG BERBEDA

SHALLY ALPRIANY AISYAH D24063108

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1989 di Sukabumi Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Supriatna Syarief Hidayatullah dan Ibu Aliyah.

Penulis mengawali pendidikan pada pada tahun 1993 di Taman Kanak-kanak Bina Balita. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2000 di Sekolah Dasar Negeri Cijagra 1 Bandung, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 13 Bandung dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di Sekolah Menengah Atas Negeri 22 Bandung.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor memalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2006.

Selama mengikuti pendidikan penulis menjadi staf informasi dan komunikasi di Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak (HIMASITER) Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Penulis juga melakukan Magang di PT. Caroen Pokphand Jaya Farm 4 Subang selama satu bulan pada tahun 2008.

(6)

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, dan lindungan-Nya kepada penulis selama ini sehingga dapat menyelesaikan kuliah, penelitian, dan menyusun tugas akhir dalam bentuk skripsi dengan lancar.

Skripsi yang berjudul “Uji Fisik Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang dengan Cara Penyimpanan yang Berbeda” ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis pada bulan Juni hingga September 2009 di Laboratorium Industri Pakan Ternak, Bagian Teknologi dan Industri Pakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur perubahan sifat fisik biskuit limbah tanaman jagung selama penyimpanan 9 minggu dengan dan tanpa menggunakan kemasan.

Kesempurnaan hanya milik Allah, kekurangan serta kekhilafan berasal dari penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Mei 2010

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Limbah Tanaman Jagung ... 3

Daun Jagung ... 3

Klobot Jagung ... 4

Rumput Lapang ... 4

Molases ... . 5

Teknologi Pengolahan Pakan ... 5

Biskuit Hijauan Pakan ... 6

Penyimpanan ... 7

Pengemasan ... 8

Karung Plastik ... 9

Kualitas Sifat Fisik ... 9

Kerapatan ... 9

Daya Serap Air ... 10

Kadar Air ... 11

Aktivitas Air ... 12

Suhu dan Kelembaban ... 13

MATERI DAN METODE ... 14

Lokasi dan Waktu ... 14

Materi ... 14

Metode ... 14

Pembuatan dan Penyimpanan Biskuit ... 14

(8)

Analisis Data ... . 18

Peubah ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Biskuit Hijauan Pakan ... 20

Karakteristik Biskuit Pakan ... 21

Bentuk biskuit ... 21

Warna dan Aroma ... 22

Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan ... 22

Sifat Fisik Biskuit Hijauan Pakan Selama Penyimpanan ... 24

Kerapatan ... 24

Daya Serap Air ... 29

Kadar Air ... 33

Aktivitas Air ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

UCAPAN TERIMA KASIH ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Komposisi Kimia Zat Makanan Klobot Jagung Berdasarkan

Bahan Kering ...……… 4

2. Kandungan Zat Makanan Rumput Lapang Berdasarkan Bahan

Kering ...………...…………. 5 3. Hasil Analisa Bahan Kering dan Protein Bahan………... 14 4. Kandungan Zat Makanan Biskuit Pakan... 21 5. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan (26 Juli-27

September 2009)……….. 23

6. Nilai Kerapatan (g/cm3) Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang yang disimpan Menggunakan Karung Selama

Penelitian... 25 7. Nilai Kerapatan (g/cm3) Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan

Rumput Lapang yang disimpan Tanpa Karung Selama

Penelitian... 26 8. Nilai Daya Serap Air (%) Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan

Rumput Lapang yang disimpan Menggunakan Karung Selama

Penelitian... 30 9. Nilai Daya Serap Air (%) Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan

Rumput Lapang yang disimpan Tanpa Karung Selama

Penelitian... 31 10. Nilai Kadar Air (%) Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan

Rumput Lapang yang disimpan Menggunakan Karung Selama

Penelitian... 35 11. Nilai Kadar Air (%) Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan

Rumput Lapang yang disimpan Tanpa Karung Selama

Penelitian... 36 12. Nilai Aktivitas Air Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan

Rumput Lapang yang disimpan Menggunakan Karung Selama

Penelitian... 43 13. Nilai Aktivitas Air Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan

Rumput Lapang yang disimpan Tanpa Karung Selama

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Diagram Proses Pembuatan Biskuit Pakan yang disimpan………... 16

2. Aw Meter……….. 19

3. Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang……… 22 4. Hubungan Antara Daya Serap Air dan Kerapatan Biskuit Hijauan

Pakan yang disimpan Tanpa Karung ... 29 5. Hubungan Antara Daya Serap Air dan Kadar Air Biskuit Hijauan

Pakan yang disimpan Tanpa Karung ... 33 6. Interaksi Antara Formula Biskuit dan Lama Penyimpanan terhadap

Nilai Kadar Air pada Biskuit yang Disimpan Menggunakan

Karung ...

40 7. Hubungan Antara Kerapatan dengan Kadar Air pada Biskuit yang

disimpan Tanpa Karung ... 41 8. Hubungan Antara Kadar Air dengan Aktivitas Air pada Biskuit

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Rataan Suhu dan Kelembaban Lingkungan Sekitar Dramaga

(26 Juli-27 September 2009)………... 54

2. Mesin Pencetak Biskuit……… 54

3. Denah Penyimpanan Biskuit………. 55

4. Hasil Sidik Ragam Kerapatan Biskuit yang Disimpan

Menggunakan Karung ...… 55 5. Uji Lanjut Duncan Kerapatan Biskuit yang Disimpan

Menggunakan Karung (Formula)... 56 6. Hasil Sidik Ragam Kerapatan Biskuit yang Disimpan Tanpa

Karung... 56 7. Uji Lanjut Duncan Kerapatan Biskuit yang Disimpan Tanpa

Karung (Formula)... 56 8. Hasil Sidik Ragam Daya Serap Air Biskuit yang Disimpan

Menggunakan Karung ... 57 9. Uji Lanjut Duncan Daya Serap Air Biskuit yang Disimpan

Menggunakan Karung (Formula)... 57 10. Uji Lanjut Duncan Daya Serap Air Biskuit yang Disimpan

Menggunakan Karung (Lama Penyimpanan)... 57 11. Hasil Sidik Ragam Daya Serap Air Biskuit yang Disimpan

Tanpa Karung... 58 12. Uji Lanjut Duncan Daya Serap Air Biskuit yang Disimpan

Tanpa Karung (Formula) ... 58 13. Uji Lanjut Duncan Daya Serap Air Biskuit yang Disimpan

Tanpa Karung (Lama Penyimpanan) ... 58 14. Hasil Sidik Ragam Kadar Air Biskuit yang Disimpan

Menggunakan Karung ... 59 15. Uji Lanjut Duncan Kadar Air Biskuit yang Disimpan

Menggunakan Karung (Formula) ... 59 16. Uji Lanjut Duncan Kadar Air Biskuit yang Disimpan

Menggunakan Karung (Lama Penyimpanan) ... 59 17a. Uji Lanjut Duncan Interaksi Antara Lama Penyimpanan dan

Formula Biskuit Terhadap Kadar Air (A1)………... 60 17b. Uji Lanjut Duncan Interaksi Antara Lama Penyimpanan dan

Formula Biskuit Terhadap Kadar Air (A2)………... 60 17c. Uji Lanjut Duncan Interaksi Antara Lama Penyimpanan dan

(12)

17d. Uji Lanjut Duncan Interaksi Antara Lama Penyimpanan dan

Formula Biskuit Terhadap Kadar Air (A4)..……… 61 17e. Uji Lanjut Duncan Interaksi Antara Lama Penyimpanan dan

Formula Biskuit Terhadap Kadar Air (A5)……….. 61 17f. Uji Lanjut Duncan Interaksi Antara Lama Penyimpanan dan

Formula Biskuit Terhadap Kadar Air (A6)………... 61 18. Hasil Sidik Ragam Kadar Air yang Disimpan Tanpa Karung.. 62 19. Uji Lanjut Duncan Kadar Air yang Disimpan Tanpa Karung

(Formula) ... 62 20. Uji Lanjut Duncan Kadar Air yang Disimpan Tanpa Karung

(Lama Penyimpanan)... 62 21. Hasil Sidik Ragam Aktivitas Air yang Disimpan

Menggunakan Karung ... 63 22. Uji Lanjut Duncan Aktivitas Air yang Disimpan

Menggunakan Karung (Lama Penyimpanan)... 63 23. Hasil Sidik Ragam Aktivitas Air yang Disimpan Tanpa

Karung ... 63 24. Uji Lanjut Duncan Aktivitas Air yang Disimpan Tanpa

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar belakang

Hijauan pakan merupakan pakan utama ternak ruminansia, namun di Indonesia terjadi kendala yaitu rendahnya ketersediaan hijauan pada musim kemarau dan berlimpah pada musim hujan. Berlimpahnya limbah tanaman jagung dapat dijadikan alternatif pilihan untuk pakan ternak karena bila tidak dimanfaatkan akan menimbulkan penumpukan sampah yang kurang berarti. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan produksi tanaman jagung pada tahun 2009 mencapai 17.659.067 ton dengan luasan panen 4.194.143 ha, hal ini berarti sepanjang musim hujan banyak limbah jagung yang kurang dimanfaatkan.

Teknologi pengolahan pakan diperlukan untuk membuat bahan menjadi awet, mudah disimpan, dan mudah diberikan, salah satu bentuk pengolahan pakan adalah bentuk biskuit. Pakan bentuk biskuit merupakan modifikasi pakan bentuk wafer yang telah ada sebelumnya namun masih terdapat beberapa kekurangan pada pakan bentuk wafer yaitu waktu pengoperasian yang relatif lama sehingga kurang efisien. Pengolahan pakan bentuk biskuit mengikuti prinsip pembuatan biskuit pangan.

Biskuit hijauan pakan yaitu pakan yang terbuat dari hijauan yang dikeringkan lalu digiling kemudian dipanaskan sambil dicetak selama 5 sampai 10 menit dengan mesin pencetak biskuit pakan. Prinsip kerja mesin biskuit ini hampir sama dengan mesin wafer namun biskuit dibentuk dengan cara dicetak, ukuran cetakan lebih kecil yaitu berbentuk bulat berdiameter 7 cm dan tebal 5 cm serta waktu pengoperasian lebih singkat dan produksi lebih banyak sehingga produksi efisien.

Biskuit pakan menggunakan bahan rumput lapang dan limbah tanaman jagung seperti daun dan klobot jagung. Penggunaan limbah tanaman jagung sebagai biskuit merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah tanaman jagung yang diharapkan dapat menjadi pakan sumber hijauan sehingga dapat memenuhi kebutuhan ternak karena masih memiliki nilai nutrien cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak terutama ternak ruminansia, begitu pula rumput lapang. Bentuknya yang kecil dapat dengan mudah dikonsumsi ternak seperti domba dan kambing sehingga memudahkan peternak dalam memberikan hijauan terutama di musim kemarau.

(14)

2 Proses penyimpanan pakan diperlukan karena perkembangan usaha peternakan harus diimbangi dengan ketersediaan pakan yang memadai dan selalu siap digunakan, sehingga kontinuitas produksi dapat terus berlangsung. Penyimpanan pakan yang terlalu lama dengan cara penyimpanan yang kurang tepat akan menyebabkan timbulnya jamur, kapang, dan mikroorganisme lainnya sehingga dapat menurunkan kualitas pakan.

Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk. Kemasan merupakan bahan yang penting dalam berbagai industri. Kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan dapat dikontrol dengan pengemasan, karena kemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu bahan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur perubahan sifat fisik biskuit pakan limbah tanaman jagung sampai minggu ke-9 penyimpanan dengan dan tanpa menggunakan kemasan (karung).

(15)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Tanaman Jagung

Tanaman jagung termasuk tanaman monokotil dari genus Zea yang tumbuh dengan baik pada tanah-tanah bertekstur latosal dengan tingkat kemiringan 5-8% keasaman 5,6-7,5 serta suhu antara 27-320C (Azrai et al., 2007). Selain buah atau bijinya, tanaman jagung menghasilkan limbah dengan proporsi terbesar adalah batang jagung (stover) diikuti dengan daun, tongkol, dan kulit buah jagung (Umiyasih dan Wina, 2008).

Syamsu (2003) menyebutkan bahwa ketersediaan hijauan pakan di Indonesia dipengaruhi oleh iklim, sehingga pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak dan sebaliknya dimusim hujan jumlahnya melimpah. Untuk mengatasi kekurangan pakan salah satunya adalah pemafaatan limbah pertanian sebagai pakan. Menurut Djajanegara dan Sitorus (1983) limbah jagung potensinya cukup besar, tersedia dalam waktu lama dan pemafaatannya belum maksimal.

Daun Jagung

Daun jagung mempunyai proporsi sebanyak 20% dari total limbah tanaman jagung. Daun jagung berbentuk memanjang dan muncul pada setiap buku batang. Daun jagung berbentuk pita, muncul pada setiap buku. Adapun ukuran, bentuk maupun warnanya, menurut Singh (1987), bervariasi antar varietas. Sudjana et al. (1991) menyatakan bahwa jumlah daun pada umumnya berkisar antara 10-18 helai, tergantung varietasnya. Panjang daun bervariasi antara 30-50 cm dan lebar 4-15 cm dengan ibu tulang daun yang sangat keras.

Tepi helaian daun halus dan kadang-kadang berombak. Terdapat juga lidah daun (ligula) yang transparan dan tidak mempunyai telinga daun (auricale). Kelopak daun umumnya membungkus batang. Antara helaian dan kelopak terdapat lidah daun (ligula) yang berfungsi mencegah air masuk ke dalam kelopak daun dan batang. Bagian bawah daun tidak berbulu (glabrous) dan umumnya mengandung stomata yang lebih banyak dibanding dengan di permukaan atas (Muhadjir, 1988). Daun jagung mempunyai palatabilitas yang tinggi. Nilai palatabilitas tersebut diukur secara kualitatif dalam penelitian Wilson et al. (2004).

(16)

4 Klobot Jagung

Klobot jagung adalah kulit buah jagung yang biasanya dibuang (Umiyasih dan Wina, 2008). Selain berfungsi sebagai pakan ternak, klobot jagung juga berfungsi sebagai pelindung biji jagung dan tongkol untuk mempertahankan kesegaran biji dan tongkol sehingga tidak akan terlampau keras untuk dikunyah oleh ternak.

Menurut Wilson et al. (2004) secara kualitatif, klobot jagung mempunyai nilai palatabilitas yang tinggi. Umiyasih dan Wina (2008) juga menyebutkan bahwa kadar air klobot jagung lebih rendah dibanding kadar air limbah tanaman jagung yang lain seperti tongkol dan batang, yaitu berkisar antara 45-50%. Komposisi kimia klobot jagung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Zat Makanan Klobot Jagung Berdasarkan Bahan Kering

Zat Makanan Kadar (%)

Abu 3,23

Protein Kasar 7,84

Lemak Kasar 0,65

Serat Kasar 32,25

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen 56,03

Total Digestible Nutrien 54,29

Calcium 0,21

Phospor 0,44

Sumber : Furqaanida (2004)

Rumput Lapang

Rumput lapang adalah pakan yang sudah umum digunakan oleh peternak sebagai pakan utama ternak ruminansia. Rumput lapang banyak terdapat disekitar sawah atau ladang, pegunungan, tepi jalan dan semak-semak. Rumput ini tumbuh liar sehingga memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan ternak (Aboenawan, 1991). Rumput lapang adalah campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah, namun rumput lapang merupakan hijauan yang mudah didapat, murah dan pengelolaannya mudah (Wiradarya, 1989). Rumput mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat

(17)

5 bagi ternak seperti lemak, bahan ekstrak tanpa-N, serat kasar, mineral (terutama phosphor dan garam dapur) serta vitamin. Kandungan nutrisi rumput lapang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Zat Makanan Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering

Zat Makanan Kadar (%)

Abu 8,52

Protein Kasar 7,75

Lemak Kasar 1,34

Serat Kasar 31,46

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen 50,93

Total Digestible Nutrien 52,37

Sumber : Furqaanida (2004)

Rumput lapang merupakan hijauan yang memiliki kadar air yang tinggi. Retnani et al. (2009) menyebutkan bahwa wafer dengan komposisi rumput lapang memiliki rongga lebih sedikit penguapan terjadi lebih lambat sehingga kadar air lebih tinggi.

Molases

Molases adalah produk sampingan yang diperoleh dari pabrik gula tebu. Molases biasanya digunakan dalam ransum untuk ternak sapi, domba dan kuda dengan alasan untuk meningkatkan konsumsi pakan, untuk meningkatkan aktivitas mikroba, untuk mengurangi debu yang terdapat dalam pada pakan, sebagai perekat untuk pakan pellet, dan sebagai sumber energi (Perry et al., 2003). Molases sudah digunakan sebagai sumber karbohidrat siap pakai berupa cairan kental.

Jumlah molases yang digunakan biasanya tidak lebih dari 10-15% dari ransum karena jika lebih dari 15% molases akan menyebabkan ransum menjadi lengket dan sulit ditangani serta mengganggu aktivitas mikroba yang baik (Perry et al., 2003).

Teknologi Pengolahan Pakan

Menurut Tangendjaja (2007) pengolahan pakan umumnya dilakukan secara fisik seperti perubahan partikel, pengadukan, pemanasan dengan uap dan sebagainya. Pengolahan secara kimia jarang dilakukan kecuali hanya penambahan bahan kimia

(18)

6 untuk mempertahankan kualitas atau mengawetkan pakan. Pengolahan pakan secara biologis seperti fermentasi sulit diterapkan dalam pabrik pakan. Teknologi pengolahan yang diperlukan adalah teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi.

Pengolahan pakan secara biologi dan kimia salah satunya yaitu silase. Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproduksi atau dibuat dari tanaman yang dicacah, pakan hijauan, limbah dari industri pertanian dan lain-lain dengan kandungan air pada tingkat tertentu yang diisikan dalam sebuah silo (dalam suasana silo). Pada silo, bakteri asam laktat akan mengkonsumsi gula pada bahan material dan akan terjadi proses fermentasi asam laktat dalam kondisi anaerob (Ensminger, 1990). Beberapa pengolahan pakan secara fisik diantaranya : (1) pembuatan pellet adalah suatu proses pengolahan pakan dengan mengompakkan bahan menggunakan mesin die. Pellet dapat dibuat menjadi potongan kecil atau silinder dengan diameter, panjang, dan derajat kekerasan yang berbeda (Ensminger et al., 1990) ; (2) Crumble adalah pellet yang dihancurkan. Crumble dibuat melalui penghancuran pellet ke bentuk yang kasar yaitu granula (butiran) (Ensminger et al., 1990) ; (3) Hay merupakan hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan agar bisa diberikan kepada ternak pada kondisi lain, misalnya digunakan pada musim kemarau. Prinsip pembuatan hay adalah menurunkan kadar air menjadi 15 sampai 20% dalam waktu yang singkat (Syamsu, 2006) ; (4) Wafer pakan merupakan salah satu hasil pengolahan makanan ternak yang memiliki bentuk panjang, lebar dan tebal yang disusun sesuai dengan kebutuhan nutrisi ternak yang dalam proses pengolahannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan suhu tertentu dalam waktu tertentu (Nurhidayah, 2005). Disamping beberapa contoh di atas, teknologi pengolahan pakan yang telah dibuat saat ini yaitu bentuk biskuit.

Biskuit Hijauan Pakan

Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya awet yang relatif tinggi sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa dalam perjalanan karena volume dan beratnya relatif ringan akibat adanya proses pengeringan (Whiteley, 1971). Almond (1989) mengatakan secara umum pembuatan biskuit dapat dibagi menjadi empat tahap yaitu pencampuran bahan, pembentukan

(19)

7 adonan dan pencetakan, pembakaran, dan pendinginan. Ada beberapa variasi proses dapat digunakan sesuai dengan jenis biskuit yang akan dibuat.

Biskuit pakan merupakan pakan modifikasi dari pakan berbentuk balok wafer) yang telah ada sebelumnya Biskuit pakan merupakan pakan yang mengadopsi teknik pembuatan biskuit pada pangan. Biskuit hijauan pakan yaitu pakan yang terbuat dari hijauan yang dikeringkan di bawah sinar matahari kemudian digiling dan dicetak sambil dipanaskan selama 5-10 menit dengan mesin pencetak biskuit. Pemanfaatan biskuit dalam bidang pakan ternak ini digunakan atas dasar prinsip proses menyerupai biskuit pangan yang dibuat dari bahan serat terutama hijauan sebagai pengganti hijauan segar agar ruminansia dapat memanfaatkan serat ketika jumlah dan kualitas hijauan menurun.

Pada pembuatan biskuit prinsipnya hampir sama seperti wafer yaitu menggunakan pemanasan dan tekanan. Wafer maupun biskuit pada umumnya mempunyai warna lebih gelap dibanding warna asalnya, hal tersebut disebabkan oleh adanya proses browning secara non enzimatis yaitu karamelisasi dan reaksi maillard. Menurut Winarno (1992), karamelisasi terjadi jika suatu larutan sukrosa diuapkan sampai seluruh air menguap. Menurut Winarno (1992), aroma yang timbul karena adanya reaksi Maillard yaitu timbul bau dan aroma khas produk segar dipanaskan.

Menurut Manley (1983) biskuit termasuk produk yang mudah menyerap air dan oksigen. Bahan pengemas biskuit harus memenuhi beberapa syarat antara lain kedap air, kedap udara, kedap terhadap sinar dan mampu melindungi produk dari kerusakan mekanis.

Penyimpanan

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu terkait dengan waktu yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga komoditi yang disimpan dengan cara menghindari, menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi tersebut (Syamsu, 2007). Bahan hasil pertanian pada umumnya disimpan dalam tiga macam keadaan yaitu keadaan curah (bulk), dihamparkan, atau dikemas (Imdad dan Nawangsih, 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan pakan adalah tipe atau jenis pakan, periode atau lama penyimpanan, metode penyimpanan, temperatur,

(20)

8 kandungan air, kelembaban udara, serangga, bakteri, kapang, binatang pengerat, dan komposisi zat-zat makanan (Syamsu, 2007).

Bahan makanan yang berkadar air tinggi relatif kurang tahan disimpan daripada yang berkadar air rendah. Kandungan air yang tinggi pada bahan makanan merupakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga dapat menambah besarnya kerusakan (Wijandi, 1977).

Pengemasan

Kemasan adalah wadah atau media yang dipergunakan untuk membungkus bahan hasil pertanian sebelum bahan tersebut disimpan di dalam ruang penyimpanan (Imdad dan Nawangsih, 1995). Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk dan juga merupakan penunjang bagi kelancaran transportasi dan distribusi yang merupakan bagian terpenting dari suatu usaha untuk mengatasi persaingan dalam pemasaran produk (Erliza et al.,1987). Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar (Harris dan Karnas, 1989). Menurut Setyono dan Soeharmadi (1989) masing-masing bahan pengemas mempunyai daya pelindung terhadap faktor sekelilingnya terutama kelembaban dan serangan hama yang tidak sama. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai wadah utama sangat bermacam-macam yaitu karung goni, karung plastik, plastik, kertas, logam dan gelas. Kemasan yang biasa digunakan dalam mengemas pakan ternak yaitu karung.

Karung goni atau gunny-sack merupakan salah satu jenis pembungkus barang yang pembuatannya berasal dari serat alam yaitu Rosella yang juga memiliki nama lain Hybiscus Sabdariffa atau HS. Karung Goni berasal dari serat sellulosa yang bersifat absorbsi yang baik, sehingga dapat mengurangi kelembaban benda yang sedang dikemas. Serat sellulosa mempunyai kelebihan kuat dalam keadaan kering maupun keadaan basah. Beberapa serat yang dapat digunakan sebagai karung goni : serat rosella (Hybiscus Sabdariffa) atau HS, serat knaf (Hybiscus Cannbicus ) atau HC, serat jute (Chorcorus Capsularis) atau CC (PTPN XIa, 2009). Menurut Hasjmy dan Aboenawan (1984) karung goni memiliki kekurangan yaitu mempunyai lubang tenunan yang relatif lebar dan mudah terserang serangga dari luar.

(21)

9 Karung Plastik

Karung Plastik atau Plastic-Sack merupakan salah satu jenis pembungkus barang yang pembuatannya berasal dari anyaman benang plastik yang berasal dari biji plastik berupa Kalsium Karbonat (CaCO3). Karung Plastik memiliki ketahanan yang kuat, elastisitas tinggi, dan awet untuk jenis pengepakan yang membutuhkan waktu penyimpanan yang lebih lama. Bahan plastik sendiri terbagi menjadi 2, yaitu Thermoplastics (Recycleable) atau jenis plastik yang bisa di daur ulang dan Thermosetting (Non-Recycleable) atau jenis plastik yang tidak dapat di daur ulang (PTPN XIb, 2009). Karung plastik telah banyak digunakan untuk mengganti karung goni, meskipun masih banyak kekurangannya yaitu daya tahan kurang, sehingga karung lebih mudah pecah serta mudah meluncur kebawah pada tumpukan-tumpukan di gudang (Winarno dan Laksmi, 1974).

Karung plastik umumnya terbuat dari polyolefin film yaitu polyethylene. Karung plastik dipakai karena mempunyai sifat kuat, tahan air, lembam, dapat dibentuk, diisi dan disegel dengan mesin (Hasjmy dan Aboenawan, 1984). Menurut Supriati et al. (1996) kemasan untuk produk pakan yang kandungan proteinnya <25%, seperti pakan unggas yaitu karung plastik.

Kualitas Sifat Fisik

Sifat fisik merupakan bagian dari karakteristik mutu yang berhubungan dengan nilai kepuasan konsumen terhadap bahan. Sifat-sifat bahan dan perubahan-perubahan yang terjadi pada pakan selama proses dapat digunakan sebagai ciri untuk menilai dan menentukan mutu pakan. Pengetahuan mengenai sifat fisik digunakan juga untuk menentukan keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan, dan penyimpanan (Muchtadi dan Sugiono, 1989). Prinsip pembuatan biskuit mengikuti pembuatan wafer sehingga pengukuran sifat fisik biskuit mengikuti sifat fisik wafer. Beberapa sifat fisik biskuit yang diukur terdiri dari kerapatan, daya serap air, kadar air dan aktivitas air.

Kerapatan

Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakkan partikel dalam lembaran dan sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran (Jayusmar, 2000).

(22)

10 Menurut Trisyulianti (1998), wafer pakan yang mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras sehingga mudah dalam penanganan, penyimpanan dan goncangan saat transportasi serta diperkirakan akan lebih lama dalam penyimpanan. Sebaliknya, pada pakan yang mempunyai kerapatan rendah akan memperlihatkan bentuk wafer pakan yang tidak terlalu padat dan tekstur yang lebih lunak serta porous (berongga), sehingga diperkirakan hanya dapat bertahan pada penyimpanan dalam beberapa waktu saja.

Menurut Trisyulianti (1998), kerapatan berbanding terbalik dengan daya serap air, semakin tinggi kerapatan wafer menyebabkan kemampuan daya serap air semakin rendah. Menurut Retnani et al. (2009) perbedaan nilai kerapatan tersebut disebabkan perbedaan kerapatan bahan baku yang digunakan, selain itu besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan wafer juga dapat mempengaruhi nilai kerapatan wafer.

Toharmat et al. (2006) menyebutkan bahwa sifat bahan banyak terkait dengan kadar serat dalam bahan, semakin tinggi kadar serat maka semakin rendah kerapatannya atau bahan tersebut semakin amba. Khalil (1999) menyebutkan bahwa hijauan secara umum memiliki nilai kerapatan yang rendah. Menurut Retnani et al. (2009) Nilai kerapatan yang tidak stabil disebabkan oleh kelembaban yang relatif tinggi, cairan terkondensasi pada permukaan bahan sehingga permukaan bahan menjadi basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan dan kerusakan mikrobial. Daya Serap Air

Daya serap air merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan untuk menyerap air di sekelilingnya untuk berikatan dengan partikel bahan atau tertahan pada pori antar partikel bahan (Trisyulianti et al., 2001). Biskuit pakan diharapkan mempunyai kemampuan tinggi untuk cepat lunak saat terkena air atau air liur ternak pada waktu dikunyah oleh ternak tersebut, oleh karena itu biskuit harus mempunyai daya serap air yang cukup tinggi.

Menurut Nurhidayah (2005), perlakuan yang persentase komposisi bahan serat lebih besar maka memiliki daya serap air paling tinggi, hal ini didukung oleh Sopiah (2002) yang menyatakan bahwa daya serap air berhubungan dengan pakan

(23)

11 yang mengandung serat, karena serat terdiri atas selulosa yang memiliki gugus OH yang bersifat hidrofilik yaitu mempunyai kemampuan untuk mengikat air.

Purwani et al. (1995) yang menyatakan bahwa penurunan daya serap air tepung kacang hijau selama penyimpanan, diduga berkaitan dengan peningkatan kadar air tepung selama penyimpanan. Menurut Djalal (1984) ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan air yaitu (1) volume ruang kosong yang dapat menampung air diantara partikel, (2) adanya saluran kapiler yang menghubungkan ruang satu dengan ruang kosong yang lain, (3) luas partikel yang tidak dapat ditutupi oleh perekat, dan (4) dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel.

Kadar Air

Kadar air pada wafer pakan merupakan jumlah air yang masih tinggal di dalam rongga sel, rongga intraseluler dan antar partikel selama proses pengerasan perekat dengan kempa panas (Trisyulianti et al., 2001). Kadar air bahan merupakan pengukuran jumlah air total yang terkandung dalam bahan pakan, tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air (Syarief dan Halid, 1993).

Kadar air wafer ditentukan oleh kadar air partikel sebelum kempa panas, jumlah air yang terkandung dalam jumlah perekat serta jumlah air yang keluar dari sistem perekat sewaktu memperoleh energi panas pada proses pengerasan yang berupa tekanan dan suhu pelat kempa panas (Trisyulianti et al., 2001). Setyono dan Soeharmadi (1989) juga menyebutkan bahwa besarnya kerusakan bahan selama penyimpanan dipengaruhi oleh keadaan bahan (kadar air dan butir retak), pengemas, keadaan ruang penyimpanan, dan lingkungan.

Winarno et al. (1980) menyebutkan bahwa kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara disekitarnya, bila kadar air bahan rendah atau suhu bahan tinggi sedangkan RH disekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi. Pernyataan tersebut sama dengan yang diungkapkan Purwani et al. (1995), bahwa perbedaan kondisi (suhu) penyimpanan berpengaruh terhadap kadar air bahan. Menurut Trisyulianti et al. (2003), aktivitas mikroorganisme dapat ditekan pada kadar air 12-14%, sehingga bahan pakan tidak mudah berjamur dan membusuk.

(24)

12 Aktivitas Air

Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang digunakan mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Syarief dan Halid,1993). Aktivitas air dinyatakan dalam angka 0-1,0 yang sebanding dengan kelembaban 0-100%. Makin kecil aktivitas air yang dimiliki oleh komoditas pertanian, maka makin kecil pula air yang tersedia dan semakin sulit suatu jasad renik untuk tumbuh dan berkembang (Ayu, 2003).

Adnan (1982) menyatakan bahwa pada umumnya bila aktivitas air dikurangi sampai batas tertentu akan menekan pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme. Menurut Winarno (1997), berbagai mikroorganisme mempunyai aktivitas air (Aw) minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri tumbuh pada Aw 0,90; khamir pada Aw 0,80-0,90; dan kapang pada Aw 0,60-0,70. Menurut Rahayu et al. (1994) kapang cenderung aktif pada keadaan relatif kurang air, sedangkan bakteri pada keadaan kandungan air yang tinggi.

Winarno (1992) menyatakan bahwa suatu bahan yang akan disimpan sebaiknya memiliki aktivitas air di bawah 70% atau kelembaban relatif di bawah 70%. Menurut Rahayu et al. (1994) peningkatan air terjadi karena metabolisme mikroorganisme yang diikuti oleh pelepasan air, selain terjadi juga penetrasi uap air melalui kemasan. Menurut Putra (2005) semakin lama disimpan, maka aktivitas air semakin menurun dan seolah-olah menjadi bagus. Kadar air erat hubungannya dengan aktivitas air, begitu juga dengan suhu dan kelembaban tempat penyimpanan, dengan adanya adsorpsi uap air dari udara ke dalam komoditi maka dapat mengakibatkan perubahan kandungan air bebas komoditi tersebut. Wiganti (2009) menyebutkan bahwa aktivitas air berkorelasi positif dengan kadar air.

Menurut Syarief dan Halid (1993) sebagian besar kapang penyimpanan berkembang pesat pada suhu 20-400C, selain itu titik ambang batas toleransi minimum pertumbuhan kapang dan khamir adalah pada nilai Aw sekitar 0,62. Untuk kapang penyimpanan, berdasarkan nilai Aw dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu: (1) Higrofilik, yaitu kapang untuk pertumbuhan atau germinasi spora memerlukan aktivitas air yang tinggi (Aw diatas 0,90) seperti Epicoccum nigrum, Trichotecium roseum, dan Mucor circinelloides; (2) Mesoserofilik, yaitu bila germinasi spora terjadi pada Aw 0,80 hingga 0,90 seperti kapang Alternaria tenuissima, dan Penicillium cyclopium; (3) Serofilik, germinasi spora berlangsung

(25)

13 pada Aw lebih kecil dari 0,80, contohnya Aspergillus repens, A. A.Restrictus dan A. Versicolor (Syarief dan Halid, 1993).

Suhu dan Kelembaban

Suhu sangat menentukan laju pertumbuhan dan jumlah mikroorganisme pada penyimpanan. Pada suhu kira-kira di bawah 50C dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk dan mencegah hampir semua mikroorganisme patogen (Frazier dan Westhoff, 1979). Menurut Ahmad (2009) kondisi Indonesia yang beriklim tropis dengan suhu dan kelembapan yang tinggi akan mempercepat terjadinya penurunan kualitas bahan baku pakan dan pertumbuhan kapang selama penyimpanan.

Semakin tinggi suhu penyimpanan maka kelembaban relatif seharusnya semakin rendah. Kelembaban relatif yang terlalu tinggi menyebabkan cairan akan terkondensasi pada permukaan bahan sehingga permukaan bahan menjadi basah sangat kondusif untuk pertumbuhan dan kerusakan mikrobial, sebaliknya jika kelembaban relatif terlalu rendah maka cairan permukaan bahan akan banyak menguap, sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat oleh dehidrasi dan permukaan bahan menjadi gelap, yang menyebabkan nilai ekonomis bahan akan berkurang karena terjadi pengkerutan atau penyusutan (Frazier dan Westhoff, 1979).

Menurut Sofyan dan Abunawan (1974), syarat umum untuk suatu kamar penyimpanan antara lain suhu 18-240C, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, bebas dari serangga, dan tikus yang dapat merusak.

(26)

14 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2009.

Materi Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari mesin pembuatan biskuit, mesin chopper, hammermill, karung, termohigrometer, pallet, jangka sorong, Aw meter, timbangan kapasitas 5 kg, timbangan digital, oven 1050C, cawan alumunium, gegep, tisu/lap, nampan, bak plastik, saringan, dan gelas piala.

Bahan

Beberapa bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hijauan berupa rumput lapang, limbah tanaman jagung yang terdiri dari klobot jagung dan daun jagung, serta molases sebagai perekat.

Tabel 3. Hasil Analisa Bahan Kering dan Protein Bahan

Kandungan Nutrien Bahan

Daun Jagung Klobot Jagung Rumput Lapang

Bahan Kering (%) 32,33 89,57 54,33

Protein Kasar (%BK) 19,83 11,30 14,06

Keterangan : Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor (2009)

Metode Pembuatan dan Penyimpanan Biskuit

Penelitian pembuatan biskuit pakan dengan bahan limbah tanaman jagung yang terdiri dari daun jagung dan klobot jagung serta rumput lapang mempunyai komposisi yang berbeda. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan biskuit limbah tanaman jagung ini yaitu sebagai berikut:

(27)

15 1. Hijauan (rumput lapang, daun jagung dan klobot jagung) dipotong terlebih

dahulu dengan mesin chopper ukuran 5 cm, kemudian dijemur pada sinar matahari sampai kadar air kurang dari 14%.

2. Hijauan tersebut kemudian digiling kasar menggunakan hammermill (diameter saringan 10 mm), lalu bahan masing-masing dicampur sesuai dengan formula yang sudah ditentukan dan ditambahkan molases sebanyak 5% dan diaduk sampai homogen secara manual.

3. Bahan-bahan dimasukkan ke dalam cetakan mesin biskuit, lalu ditekan dan dipanaskan selama 10 menit. Diameter cetakan biskuit sebesar 7 cm dan tebal 5 cm.

4. Setelah biskuit terbentuk, ketebalan biskuit menipis hingga 1 cm akibat adanya pengepresan, lalu dikondisikan sampai dingin dengan cara disimpan di udara terbuka (suhu kamar).

5. Biskuit yang telah dingin sebagian dilakukan uji fisik dan sebagian lagi disimpan. Penyimpanan dilakukan dengan karung dan tanpa karung (hanya ditumpuk). 6. Biskuit-biskuit tersebut disimpan di gudang dengan menggunakan alas (palet)

yang tingginya ± 5 cm dari lantai.

7. Pengecekkan suhu dan kelembaban dilakukan pagi pukul 07.00, siang pukul 12.00, sore pukul 16.00 dan malam pukul 21.00.

8. Minggu pengamatan penyimpanan minggu ke-1, 3, 5, 7, dan ke-9 dilakukan uji fisik untuk mengetahui adanya perubahan biskuit.

Pembuatan biskuit pakan pada prinsipnya mengikuti pembuatan biskuit pangan, yaitu pada proses pencampuran bahan, pembentukan adonan dan pencetakan, pemanggangan (pemanasan) dan pendinginan sehingga terbentuk produk yang kompak dan mudah ditangani. Berikut merupakan aliran proses pembuatan biskuit hingga penyimpanan.

(28)

16 `

Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Biskuit Pakan yang Disimpan

Rancangan Percobaan Model Matematika

Penelitian ini terbagi dua, yaitu penelitian penyimpanan menggunakan karung dan penelitian kedua penyimpanan tanpa karung. Rancangan percobaan yang digunakan pada kedua penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial

Analisis Proksimat Rumput lapang, daun jagung, klobot jagung

Dipotong

Formulasi Pakan

Dicampur manual

Dipres dan dicetak

Didinginkan

Analisa Proksimat Biskuit Pakan

Uji Fisik minggu ke 0,1,3,5,7,9 Penyimpanan

Dikeringkan

(29)

17 (RAL Faktorial) 6 x 6 dengan 3 ulangan. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj +(αβ) ij + εijk

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i, perlakuan ke-j,dan ulangan ke-k µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh perlakuan ke-j

(αβ) ij = Pengaruh interaksi perlakuan ke-i, dan perlakuan ke-j εij = Error perlakuan ke-i, perlakuan ke-j, dan ulangan ke-k Perlakuan

Perlakuan yang digunakan adalah formula biskuit, dan lama penyimpanan. Bahan yang digunakan dalam formulasi biskuit yaitu rumput lapang, daun jagung, dan klobot jagung. Pada penelitan tahap pertama penyimpanan biskuit menggunakan kemasan berupa karung, dan penelitian tahap kedua penyimpanan dilakukan tanpa menggunakan karung (hanya ditumpuk).

Faktor A (Formula Biskuit)

A1 = Biskuit (Rumput lapang 100%)

A2 = Biskuit (Rumput lapang 50% + Daun jagung 50%) A3 = Biskuit (Daun jagung 100%)

A4 = Biskuit (Rumput lapang 50% + Klobot jagung 50%) A5 = Biskuit (Daun jagung 50% + Klobot jagung 50%) A6 = Biskuit (Klobot jagung 100%)

Faktor B (Lama Penyimpanan) B1 = Penyimpanan 0 minggu B2 = Penyimpanan 1 minggu B3 = Penyimpanan 3 minggu B4 = Penyimpanan 5 minggu B5 = Penyimpanan 7 minggu B6 = Penyimpanan 9 minggu

(30)

18 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (Steel and Torrie, 1993).

Peubah

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah uji sifat fisik yang terdiri dari Kerapatan, Daya Serap Air, Kadar Air dan Aktivitas Air.

Kerapatan (Wiradarmana, 1977)

Kerapatan merupakan faktor penting pada sifat fisik biskuit sebagai pedoman untuk memperoleh gambaran tentang kekuatan biskuit yang diinginkan. Ukuran sampel uji berdiameter 7 cm. Nilai kerapatan biskuit dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

K = Kerapatan (g/cm3) w = Berat sampel (g)

r = Jari-jari sampel uji (cm) T = Tebal sampel uji (cm) Daya Serap Air (SNI, 1991)

Dilakukan dengan mengukur berat sampel uji sebelum dan sesudah perendaman air selama 5 menit dan ditiriskan sampai air tidak menetes dari biskuit ±

10 menit. Nilai daya serap air dapat dihitung dengan rumus : DSA (%) = x 100%

Keterangan :

DSA = Penyerapan air (%)

B1 = Berat biskuit sebelum perendaman (g)

(31)

19 Kadar Air (Syarief dan Halid, 1993)

Penentuan kadar air biskuit pakan limbah tanaman jagung akan dilakukan dengan menimbang sampel uji ± 3 gram untuk menentukan berat awal. Sampel uji tersebut dikeringkan dalam oven pada temperatur 105°C sampai beratnya konstan. Nilai kadar air diukur dengan rumus :

KA (%) =

Aktivitas air.

Aktivitas air diukur dengan menggunakan Aw meter. Sebelum Aw meter digunakan perlu dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan garam Barium klorida (BaCl2). Larutan kemudian dibiarkan selama 3 jam lalu jarum Aw meter ditera sampai menunjukkan angka 0,9 karena garam BaCl2 mempunyai kelembaban garam jenuh sebesar 90%.

Pengukuran aktivitas air dengan memasukkan biskuit ke dalam Aw meter. Setelah satu jam, pembacaan dapat dilakukan. Perhitungan aktivitas air dilakukan dengan melihat pembacaan skala Aw meter, bila temperatur pada skala menunjukkan temperatur di atas 200C, maka pembacaan pada skala Aw ditambahkan sebanyak kelebihan temperaturnya dikali dengan faktor koreksi sebesar 0,002, dan sebaliknya jika temperatur di bawah 200C.

(32)

20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Biskuit Hijauan Pakan

Biskuit pakan merupakan pakan modifikasi dari pakan berbentuk balok wafer) yang telah ada sebelumnya. Secara umum pembuatan biskuit dapat dibagi menjadi empat tahap yaitu pencampuran bahan, pembentukan adonan dan pencetakan, pembakaran, dan pendinginan. Ada beberapa variasi proses dapat digunakan sesuai dengan jenis biskuit yang akan dibuat (Almond, 1989). Biskuit pakan dibuat mengikuti tahapan proses pembuatan biskuit pangan seperti yang disebutkan oleh Almond (1989) dengan beberapa variasi proses yang digunakan seperti modifikasi bahan yang digunakan.

Biskuit pakan dibuat menggunakan mesin yang pada prinsipnya sama seperti mesin wafer yaitu menggunakan panas dan tekanan, perbedaanya yaitu pada mesin biskuit pakan menggunakan cetakan saat ditekan dan dipanaskan, sedangakn pada mesin wafer tidak menggunakan cetakan saat dikempa. Mesin biskuit pakan memiliki suhu maksimum 910C. Berbeda dengan mesin wafer, mesin biskuit pakan mengalirkan panas hanya pada satu sisi yaitu hanya pada bagian bawah sehingga panas yang dialirkan tidak rata seperti pada wafer, hal tersebut membuat biskuit pakan tidak terlalu kompak atau rapat seperti wafer.

Formula biskuit pakan yang digunakan pada penelitian yaitu rumput lapang dan limbah tanaman jagung (daun jagung dan klobot jagung). Masing-masing bahan memiliki karakteristik dan sifat fisik yang berbeda sehingga mempengaruhi terhadap kualitas sifat fisik, palatabilitas, maupun penyimpanan. Pembuatan biskuit hijauan pakan ini diharapkan dapat disukai ternak, sebagai salah satu cara pemanfaatan limbah pertanian, serta dapat memudahkan dalam penyimpanan maupun transportasi. Biskuit hijauan pakan ini memiliki kandungan nutrien seperti pada Tabel 4.

(33)

21 Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Biskuit Pakan Berdasarkan Bahan Kering

Perlakuan

Kandungan Zat Makanan

Abu PK SK LK Beta-N ...(%)... A1 10,42 12,89 41,33 0,21 35,14 A2 9,78 14,51 31,90 0,20 43,6 A3 8,83 16,12 29,45 1,04 44,56 A4 8,45 13,51 42,49 1,31 34,24 A5 7,94 14,41 27,25 1,66 48,73 A6 9,59 13,69 38,12 1,86 36,74

Keterangan : Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor (2009). PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK = lemak kasar, Beta-N = bahan ekstrak tanpa nitrogen.

A1(100% rumput lapang), A2(50% rumput lapang + 50% daun jagung), A3(100% daun jagung), A4(50% rumput lapang + 50% klobot jagung), A5(50% daun jagung + 50% klobot jagung) dan A6(100% klobot jagung).

Protein kasar pada biskuit pakan dengan formula 100% daun jagung (A3) lebih tinggi dibanding dengan formula biskuit pakan yang lain (Tabel 4). Nilai protein kasar yang tinggi tersebut disebabkan tingginya nilai protein kasar daun jagung segar yaitu sekitar 19,83% (Tabel 3). Kandungan serat kasar paling tinggi terdapat pada biskuit A4 (50% rumput lapang + 50% klobot jagung), hal ini disebabkan kandungan serat kasar pada masing-masing bahan cukup tinggi.

Karakteristik Biskuit Pakan Bentuk Fisik

Bentuk biskuit pakan yang dicetak yaitu bentuk silindris dengan diameter ± 7 cm dan tebal ± 1 cm. Biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang memiliki permukaan dengan tekstur kasar, hal ini disebabkan bahan yang digunakan hanya digiling kasar menggunakan hammermill. Pada biskuit 100% klobot jagung tekstur permukaannya lebih kasar dibanding formula biskuit yang lain dan biskuit yang memiliki tekstur permukaan lebih halus yaitu biskuit 100% daun jagung. Bentuk biskuit pakan dapat dilihat pada Gambar 3.

(34)

22

Keterangan : A1(100% rumput lapang), A2(50% rumput lapang + 50% daun jagung), A3(100% daun jagung), A4(50% rumput lapang + 50% klobot jagung), A5(50% daun jagung + 50% klobot jagung) dan A6(100% klobot jagung).

Gambar 3. Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang. Warna dan Aroma

Warna biskuit pakan berbeda sesuai dengan bahan atau hijauan yang digunakan, namun pada umumnya biskuit pakan berwarna cokelat, hal ini disebabkan adanya reaksi browning karena pemanasan mesin biskuit pakan. Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa formula biskuit A3 (100% daun jagung) dan A1 (100% rumput lapang) memiliki warna paling gelap di antara formula biskuit pakan yang lain, sedangkan A6 (100% klobot jagung) memiliki warna paling terang, hal disebabkan bahan yang digunakan memiliki warna berbeda.

Saat pembuatan biskuit pakan, tercium aroma yang ditimbulkan biskuit yaitu aroma gula terbakar, namun aroma tersebut tidak timbul karena adanya reaksi Maillard karena suhu pemanasan mesin biskuit pakan yaitu hanya 910C , sedangkan suhu terjadinya reaksi Maillard berkisar antara 160-1700C. Aroma yang ditimbulkan disebabkan adanya molases dalam campuran formula biskuit pakan.

Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan

Biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang disimpan di atas palet yang tingginya ± 5 cm di dalam gudang berukuran sekitar 2,5 × 3 x 2,6 m2, yang

A3 A2 A1 A6 A5 A4

(35)

23 terletak di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Rataan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan (26 Juli – 27 September

2009)

Minggu ke-

Suhu(0C) Kelembaban(%)

Pagi Siang Sore Malam

Rata-rata Pagi Siang Sore Malam

Rata-rata 1 24,82 27,62 29,23 27,66 27,33 71,14 61,5 50,29 60,6 61,69 2 25,34 28,11 29,94 28,4 27,95 66,57 56,71 41,43 59,86 61,79 3 26,64 28,97 30,37 28,66 28,66 70,14 61,43 55,14 62,14 62,59 4 25,83 28,77 30,4 28,03 28,26 72,71 64,29 53,43 61,86 62,66 5 25,89 28,89 29,73 27,63 28,04 68,86 60,71 54,57 65,43 62,57 6 26,79 29,74 30,13 29,24 28,98 70,29 57,14 52,14 62,00 62,62 7 26,54 29,41 30,85 28,47 28,82 71,29 60,14 51,5 64,71 63,36 8 26,24 28,93 30,11 28,43 28,43 70,86 63,71 59,71 61,14 64,09 9 26,13 28,99 28,96 28,09 28,04 71,43 66,29 59 60,57 64,32

Kisaran suhu ruang penyimpanan selama penelitian yaitu 27,33-28,980C dan kisaran kelembaban 61,69-64,32%. Suhu maksimum terjadi pada minggu ke-6 hingga minggu ke-7 dan minggu ke-3, sedangkan persentase kelembaban maksimum terjadi pada minggu ke-9. Pada sore hari ruang penyimpanan mencapai suhu maksimum dan persentase kelembaban minimum tiap hari.

Selain ruang tempat penyimpanan biskuit pakan, data suhu dan kelembaban lingkungan penyimpanan juga diambil dari stasiun klimatologi wilayah Dramaga untuk dibandingkan. Data suhu dan kelembaban lingkungan dapat dilihat pada lampiran 1.

Suhu dan kelembaban sangat penting pengaruhnya terhadap penyimpanan. Kisaran suhu dan kelembaban ruang simpan yaitu antara 27,27-28,980C (Tabel 4). Menurut Ahmad (2009), kondisi Indonesia yang beriklim tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi akan mempercepat terjadinya penurunan kualitas bahan baku pakan dan pertumbuhan kapang selama penyimpanan. Suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi sifat fisik biskuit pakan, karena suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan serangga perusak. Sofyan dan Abunawan (1974)

(36)

24 menyebutkan bahwa syarat umum untuk ruang penyimpanan antara lain temperatur 18-240C, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, bebas dari serangan serangga dan tikus yang dapat merusak.

Sifat Fisik Biskuit Hijauan Pakan Selama Penelitian

Sifat fisik merupakan segala aspek dari suatu objek yang dapat diukur yang berkaitan erat dengan mutu atau kualitas objek tersebut. Sifat fisik bermanfaat dalam menentukan kualitas pakan termasuk biskuit hijauan pakan. Beberapa manfaat pengukuran sifat fisik diantaranya saat penyimpanan, pengangkutan (transportasi), bahkan palatabilitas.

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam usaha peternakan sangat berperan penting dalam keberlanjutan produksi, hal ini menunjang ketersediaan pakan dengan kualitas yang baik untuk diberikan kepada ternak. Menurut Syamsu (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan pakan diantaranya tipe atau jenis pakan, periode atau lama penyimpanan, metode penyimpanan, suhu, kandungan air, kelembaban udara, serangga, bakteri, kapang, dan komposisi zat makanan.

Pada penyimpanan suatu bahan, perlu dilakukan pengecekan kualitas bahan secara berkala. Pengecekan kualitas bahan tersebut untuk mengetahui umur simpan maksimum suatu bahan, termasuk biskuit hijauan pakan. Beberapa sifat fisik yang diukur dalam penelitian ini yaitu kerapatan, daya serap air, kadar air, dan aktivitas air.

Kerapatan

Kerapatan merupakan peubah sifat fisik yang mempengaruhi kapasitas ruang penyimpanan maupun transportasi. Produk yang memiliki nilai kerapatan yang rendah cenderung tidak memerlukan tempat yang terlalu luas untuk disimpan sehingga kapasitas ruang penyimpanan dapat digunakan secara maksimum. Nilai kerapatan biskuit hijauan pakan dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.

(37)

25 Tabel 6. Nilai Kerapatan Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang yang disimpan Menggunakan Karung Selama

Penyimpanan Formula Lama Penyimpanan Rataan B1 B2 B3 B4 B5 B6 ...(g/cm3)... A1 0,45±0,03 0,44±0,02 0,45±0,03 0,45±0,06 0,42±0,03 0,37±0,06 0,43±0,05A A2 0,44±0,03 0,46±0,06 0,49±0,02 0,49±0,07 0,48±0,01 0,45±0,04 0,47±0,04B A3 0,45±0,03 0,50±0,07 0,46±0,06 0,49±0,03 0,44±0,02 0,48±0,05 0,47±0,04B A4 0,47±0,06 0,51±0,05 0,54±0,06 0,56±0,05 0,51±0,06 0,50±0,15 0,52±0,07CD A5 0,52±0,03 0,49±0,02 0,60±0,02 0,48±0,06 0,52±0,09 0,60±0,10 0,54±0,07D A6 0,47±0,01 0,46±0,03 0,48±0,03 0,30±0,04 0,51±0,10 0,53±0,03 0,49±0,05BC Rataan 0,47±0,04 0,48±0,05 0,50±0,06 0,50±0,05 0,48±0,06 0,49±0,10

Keterangan: Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

A1 = biskuit 100% rumput lapang, A2 = biskuit 50% rumput+50% daun jagung, A3= biskuit 100% daun jagung, A4 = biskuit 50%rumput+50% klobot,A5= 50% daun jagung+50% klobot, A6= 100% klobot

B1 = lama penyimpanan 0 minggu, B2 = lama penyimpanan 1 minggu, B3 = lama penyimpanan 3 minggu, B4 = lama penyimpanan 5 minggu, B5 = lama penyimpanan 7 minggu, dan B6 = lama penyimpanan 9 minggu.

(38)

26 Tabel 7. Nilai Kerapatan Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang yang disimpan Tanpa Karung Selama Penyimpanan

Formula Lama Penyimpanan Rataan B1 B2 B3 B4 B5 B6 ...(g/cm3)... A1 0,45±0,03 0,39±0,02 0,43±0,03 0,49±0,07 0,43±0,06 0,43±0,04 0,42±0,05A A2 0,44±0,03 0,54±0,02 0,50±0,04 0,46±0,05 0,42±0,03 0,49±0,04 0,47±0,05B A3 0,45±0,03 0,49±0,03 0,51±0,05 0,49±0,08 0,46±0,07 0,47±0,07 0,48±0,05B A4 0,47±0,06 0,53±0,06 0,52±0,04 0,53±0,03 0,48±0,06 0,49±0,01 0,51±0,05BC A5 0,52±0,03 0,54±0,06 0,55±0,08 0,55±0,03 0,54±0,04 0,49±0,07 0,53±0,05C A6 0,47±0,01 0,51±0,07 0,55±0,07 0,55±0,06 0,53±0,12 0,52±0,09 0,52±0,07C Rataan 0,47±0,04 0,50±0,07 0,51±0,06 0,51±0,06 0,48±0,07 0,48±0,06

Keterangan: Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

A1 = biskuit 100% rumput lapang, A2 = biskuit 50% rumput+50% daun jagung, A3= biskuit 100% daun jagung, A4 = biskuit 50%rumput+50% klobot,A5= 50% daun jagung+50% klobot, A6= 100% klobot

B1 = lama penyimpanan 0 minggu, B2 = lama penyimpanan 1 minggu, B3 = lama penyimpanan 3 minggu, B4 = lama penyimpanan 5 minggu, B5 = lama penyimpanan 7 minggu, dan B6 = lama penyimpanan 9 minggu.

(39)

27 Hasil sidik ragam menunjukkan formula biskuit pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kerapatan biskuit pakan yang disimpan menggunakan karung (Tabel 6), sedangkan lama penyimpanan dan interaksi antar faktor tidak berpengaruh nyata. Nilai kerapatan biskuit hijauan pakan umumnya rendah, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 formula biskuit A5 memiliki nilai kerapatan paling tinggi yaitu 0,54 g/cm3, sedangkan formula biskuit A1 memiliki nilai kerapatan paling rendah yaitu 0,43 g/cm3. Khalil (1999) menyebutkan bahwa hijauan secara umum memiliki nilai kerapatan yang rendah. Oleh karena biskuit pakan ini dibuat dengan bahan baku hijauan, maka nilai kerapatan biskuit pakan termasuk rendah.

Pada biskuit hijauan pakan yang disimpan tanpa menggunakan karung, sidik ragam menunjukkan hasil yang hampir sama dengan nilai kerapatan biskuit yang disimpan menggunakan karung. Hasil sidik ragam menunjukkan formula biskuit hijauan pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kerapatan biskuit hijauan pakan (Tabel 7), sedangkan lama penyimpanan dan interaksi antar faktor tidak berpengaruh nyata. Formula biskuit A5 memiliki nilai kerapatan paling tinggi sedangkan nilai kerapatan A1 paling rendah. Menurut Retnani et al. (2009) perbedaan nilai kerapatan tersebut disebabkan perbedaan kerapatan bahan baku yang digunakan, selain itu besarnya tekanan pencetakan yang diberikan selama proses pembuatan biskuit pakan juga dapat mempengaruhi nilai kerapatan biskuit.

Biskuit 50% daun jagung + 50% klobot jagung (A5) memiliki nilai kerapatan paling tinggi, hal tersebut memungkinkan dalam memaksimalkan kapasitas tempat penyimpanan. Nilai kerapatan merupakan ukuran kekompakkan partikel dalam lembaran (Jayusmar, 2000), hal ini berarti semakin tinggi nilai kerapatan maka semakin kompak bahan tersebut. Bila suatu bahan semakin kompak, maka semakin mudah dalam penanganan baik dalam transportasi maupun dalam penyimpanan.

Lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan biskuit pakan baik yang disimpan menggunakan karung maupun tanpa karung, namun nilai kerapatan berubah ubah tiap minggu. Nilai kerapatan maksimum dicapai pada minggu ke-3 dan minggu ke-5 (Tabel 6 dan 7). Nilai kerapatan yang selalu berubah-ubah tersebut disebabkan kelembaban ruang simpan yang relatif cukup tinggi terutama pada minggu ke-3 dan ke-5 yaitu berkisar antara 62,21-62,39% dan 63,07%

(40)

28 pada minggu ke-4. Menurut Retnani et al. (2009) nilai kerapatan yang tidak stabil disebabkan oleh kelembaban yang relatif tinggi, cairan terkondensasi pada permukaan bahan sehingga permukaan bahan menjadi basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan dan kerusakan mikrobial.

Nilai kerapatan biskuit pakan yang disimpan dengan karung berbeda dengan biskuit pakan yang disimpan tanpa karung. Biskuit pakan yang disimpan dalam karung memiliki nilai kerapatan yang lebih rendah dibanding dengan biskuit pakan yang disimpan tanpa karung, hal tersebut disebabkan kemasan (karung) dapat menyebabkan uap atau cairan yang terkondensasi pada permukaan bahan sehingga kerapatan biskuit pakan menurun. Nilai kerapatan yang baik untuk wafer yaitu 0,69 g/cm3 (Jayusmar, 2000), namun untuk biskuit pakan belum ada standar nilai kerapatan yang ideal.

Kerapatan merupakan peubah yang dapat menentukan efisiensi tempat penyimpanan, selain itu kerapatan juga mempengaruhi palatabilitas ternak. Berbeda dengan kerapatan untuk penyimpanan, biskuit pakan yang terlalu keras atau biskuit pakan dengan kerapatan yang tinggi akan menyebabkan sulitnya ternak dalam mengkonsumsi biskuit secara langsung, karena umumnya ternak lebih menyukai pakan yang tidak terlalu keras/padat atau biskuit dengan kerapatan rendah.

Biskuit pakan dengan kerapatan yang rendah akan mempunyai ruang kosong atau luasan kontak antar partikel yang lebih besar sehingga mengakibatkan kemampuan penyerapan air yang besar. Menurut Trisyulianti (1998), kerapatan berbanding terbalik dengan daya serap air, semakin tinggi kerapatan wafer menyebabkan kemampuan daya serap air semakin rendah, hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh, korelasi antara kerapatan dan daya serap air biskuit pakan yang disimpan tanpa karung menunjukkan hubungan linier berbanding lurus (r =0,57) dengan persamaan y = 584,55x + 211,49. Grafik garis hubungan antara daya serap dengan kerapatan dapat dilihat pada Gambar 4.

(41)

29 y = 584.55x + 211.49 r = 0,57 460 470 480 490 500 510 520 0.46 0.47 0.48 0.49 0.5 0.51 0.52 D a y a S er a p A ir ( % ) Kerapatan (g/cm3)

Gambar 4. Hubungan Antara Daya Serap Air dan Kerapatan Biskuit Hijauan Pakan yang disimpan Tanpa Karung

Daya Serap Air

Sifat fisik lain yang mempengaruhi kualitas biskuit hijauan pakan yaitu daya serap air. Daya serap air biskuit hijauan pakan merupakan kemampuan biskuit untuk menyerap air di sekelilingnya agar berikatan dengan partikel bahan atau tertahan pada pori antar partikel bahan. Hasil sidik ragam nilai daya serap air biskuit yang disimpan menggunakan karung dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9 untuk biskuit yang disimpan tanpa menggunakan karung.

Pada biskuit pakan yang disimpan menggunakan karung, hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula biskuit pakan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai daya serap air (Tabel 8). Interaksi antar faktor tidak berpengaruh nyata. Biskuit pakan memiliki nilai daya serap air yang cukup tinggi, hal tersebut karena bahan dasar biskuit pakan ini berupa hijauan yang memiliki kemampuan penyerapan air yang cukup tinggi pula.

(42)

30 Tabel 8. Nilai Daya Serap Air Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang yang disimpan dengan Karung Selama Penelitian

Formula Lama Penyimpanan Rataan B1 B2 B3 B4 B5 B6 ...(%)... A1 492,34±40,90 518,06±43,60 486,34±26,23 508,31±47,80 526,68±28,70 528,66±16,77 510,07±34,35CD A2 383,49±31,97 424,94±16,89 453,12±7,75 428,48±28,60 495,73±79,08 476,68±17,14 443,74±49,54A A3 438,00±15,69 471,94±3,49 492,01±24,34 506,75±37,77 509,14±63,33 485,38±38,07 483,87±39,04B A4 514,48±19,95 480,30±46,86 528,62±29,60 554,46±11,21 530,04±26,24 533,83±39,48 523,62±35,09D A5 504,27±5,59 497,13±17,27 534,86±27,33 544,29±9,34 566,24±36,63 516,77±19,69 527,26±30,62D A6 452,31±42,63 454,17±7,03 504,20±23,46 525,45±23,55 510,22±31,65 511,49±53,68 492,97±41,05BC Rataan 464,15±52,68A 474,43±38,69A 499,86±34,79B 511,29±48,90B 523,01±46,81B 508,80±35,78B

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

A1 = biskuit 100% rumput lapang, A2 = biskuit 50% rumput+50% daun jagung, A3= biskuit 100% daun jagung, A4 = biskuit 50%rumput+50% klobot,A5= 50% daun jagung+50% klobot, A6= 100% klobot

B1 = lama penyimpanan 0 minggu, B2 = lama penyimpanan 1 minggu, B3 = lama penyimpanan 3 minggu, B4 = lama penyimpanan 5 mi nggu, B5 = lama penyimpanan 7 minggu, dan B6 = lama penyimpanan 9 minggu

(43)

31 Tabel 9. Nilai Daya Serap Air Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang yang disimpan Tanpa Karung selama Penelitian

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

A1 = biskuit 100% rumput lapang, A2 = biskuit 50% rumput+50% daun jagung, A3= biskuit 100% daun jagung, A4 = biskuit 50%rumput+50% klobot,A5= 50% daun jagung+50% klobot, A6= 100% klobot

B1 = lama penyimpanan 0 minggu, B2 = lama penyimpanan 1 minggu, B3 = lama penyimpanan 3 minggu, B4 = lama penyimpanan 5 minggu, B5 = lama penyimpanan 7 minggu, dan B6 = lama penyimpanan 9 minggu.

Formula Lama Penyimpanan Rataan B1 B2 B3 B4 B5 B6 ...(%)... A1 492,34±40,90 508,36±26,24 558,46±20,84 544,74±16,29 497,55±6,08 548,03±21,82 524,91±33,92C A2 383,49±31,97 467,82±30,25 461,28±39,72 427,20±57,79 481,78±17,65 487,13±52,98 451,45±50,43A A3 438,00±15,69 471,58±7,42 496,46±14,77 507,64±67,16 520,49±14,09 513,43±66,59 491,17±44,63B A4 514,48±19,95 532,51±42,34 550,91±37,80 522,81±28,71 544,48±28,50 483,22±26,46 528,24±36,60C A5 504,27±5,59 525,44±35,92 529,24±53,56 553,90±31,09 534,86±20,98 516,47±41,96 532,92±67,32C A6 452,31±42,63 452,91±71,80 488,06±54,42 452,26±32,29 463,76±31,77 473,26±47,83 463,76±43,29AB Rataan 464,15±52,68a 491,60±45,07ab 514,07±49,09b 506,32±62,91b 507,15±34,72b 509,15±76,42b

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Zat Makanan Klobot Jagung Berdasarkan Bahan Kering
Tabel 2. Kandungan Zat Makanan Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering
Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Biskuit Pakan yang Disimpan
Gambar 3. Biskuit Limbah Tanaman Jagung dan Rumput Lapang.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Iuran Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ditetapkan sebagai kontribusi wajib setiap orang pribadi dan/atau

Selain memiliki perbandingan jumlah neutron dan proton lebih besar dari satu, suatu isotop bersifat tidak stabil jika perbandingan jumlah neutron dan protonnya lebih kecil dari

listrik yang berfungsi menurunkan arus yang besar menjadi arus dengan ukuran yang lebih kecil. Current transformer atau disebut juga dengan trafo arus digunakan karena

Lampiran Surat Nomor :.

Schmitt (1999) mengatakan experiential marketing adalah cara untuk menciptakan pengalaman yang akan dirasakan oleh pelanggan ketika menggunakan produk atau jasa

Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa reward memiliki pengaruh yang sig- nifikan terhadap motivasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika di SMP Negeri

Berdasarkan kondisi tersebut peneliti melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul Penerapan Metode role playing Pada Materi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Hasil analisis filogenetik daerah ITS-1, ITS-2 dan 5,8S rDNA dari genom fungi LBKURCC43 menunjukkan bahwa spesies dari fungi LBKURCC43 adalah Hanseniaspora uvarum