• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Wilayah Kota Depok

Kota Depok secara geografis terletak pada koordinat 6º19’00”- 6º28’00”

Lintang Selatan dan 106º43’00”-106º55’30” Bujur Timur, dengan luas kurang lebih 200.29 km2. Kota Depok memiliki 11 kecamatan dan 63 kelurahan, yaitu Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cinere, Kecamatan Limo, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Cipayung Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Bojongsari, Kecamatan Cilodong, dan Kecamatan Tapos.

Sebagai daerah penunjang Ibukota Jakarta, letak Kota Depok berada pada posisi yang sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya. Berdasarkan data kependudukan dari BPS (Tabel 7), jumlah penduduk Kota Depok tahun 2012 mencapai 1 898 567 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 961 876 jiwa (50.66%) dan penduduk perempuan sebanyak 936 691 jiwa (49.34%). Secara administratif Kota Depok berbatasan langsung dengan beberapa kota lain, diantaranya:

utara : Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Timur, timur : Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat,

selatan :Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, dan

barat :Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat dan Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten.

Tabel 7 Luas dan jumlah penduduk kecamatan Kota Depok

Sumber: BPS Kota Depok 2012

No. Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk (Jiwa)

1 Sawangan 25.90 134 943 2 Bojongsari 19.79 108 913 3 Pancoran Mas 18.21 229 887 4 Cipayung 11.63 139 689 5 Sukmajaya 18.04 253 687 6 Cilodong 16.09 136 519 7 Cimanggis 21.22 264 248 8 Tapos 32.33 236 113 9 Beji 14.30 181 171 10 Limo 12.32 96 047 11 Cinere 10.46 117 350 Total 200.29 1 898 567

16

Kondisi Fisik dan Lingkungan Topografi

Kota Depok memiliki pola topografi yang beragam, pada wilayah Kota Depok di bagian utara merupakan dataran rendah dengan elevasi antara 50-80 mdpl. Sedangkan wilayah Kota Depok bagian tengah memiliki ketinggian 80-110 mdpl dan di bagian selatan merupakan area perbukitan, bergelombang lemah dengan elevasi >110 mdpl.

Hidrologi

Kota Depok memiliki setidaknya 3 (tiga) sungai utama yang mengalir melewati Kota Depok dari selatan ke utara. Ketiga sungai besar yang melewati wilayah Kota Depok ini berperan sebagai sungai induk bagi sungai-sungai kecil yang tercakup dalam daerah aliran sungai masing‐masing. Menurut arahan sistem air baku dan pengendali banjir dalam Peraturan Presiden No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur, Kota Depok termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Angke Pesanggrahan, DAS Cikeas Cileungsi dan DAS Ciliwung. DAS Ciliwung memiliki daerah cakupan aliran sungai yang paling besar bila dibandingkan dengan DAS lainnya.

Kemiringan Lereng dan Morfologi

Kemiringan lereng di Kota Depok dapat terbagi menjadi tiga bagian, antara lain: wilayah dengan kemiringan 0-8% (lereng datar) tersebar di bagian utara melintang ke timur, wilayah dengan kemiringan lereng antara 8-15% (lereng landai) tersebar hampir di seluruh kota terutama di bagian tengah membentang dari barat ke timur dan wilayah dengan kemiringan lereng lebih besar dari 15-20% (lereng bergelombang) terdapat di sepanjang Sungai Ciliwung, Cikeas, dan bagian selatan Sungai Angke. Pada wilayah ini kemiringan lereng cukup terjal sehingga cenderung perlu dikonservasi.

Geologi

Kondisi geologi Kota Depok termasuk dalam sistem geologi cekungan Botabek yang dibentuk oleh endapan kuarter yang berupa rombakan gunung api muda dan endapan sungai. Struktur geologi di daerah ini merupakan lapisan horizontal dengan kemiringan lapisan mendekati datar yang diperkirakan berarah utara-selatan.

Iklim

Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklm tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim. Secara umum musim kemarau antara bulan April-September dan musim hujan antara bulan Oktober- Maret.

 Temperatur : 24.3º-33º C

 Kelembaban rata-rata : 25%

 Penguapan rata-rata : 3.9 mm/tahun  Kecepatan angin rata-rata : 14.5 knot  Penyinaran matahari rata-rata : 49.8%

 Jumlah curah hujan : 2684 m/tahun  Jumlah hari hujan : 222 hari/tahun

17 Penggunaan Lahan

Secara umum penggunaan lahan di Kota Depok didominasi oleh sawah seluas 19 617.59 Ha atau sekitar 97.95% dari total luas wilayah. Kota Depok juga banyak terdapat kebun campuran yang luasannya mencapai 7 312.20 Ha atau sekitar 36.51% dari total luas wilayah. Menurut hasil analisis dan perhitungan, pemanfaatan ruang di Kota Depok didominasi oleh lahan terbangun sekitar 52.30% dari total luas wilayah, penggunaan lahan terbangun tersebut paling besar jumlahnya digunakan untuk lahan pemukiman dengan nilai 48.57% dari luas lahan Kota Depok. Kawasan pemukiman yang terdapat di Kota Depok meliputi kawasan pemukiman terstruktur/teratur yang biasa dibangun oleh pengembang dan kawasan perumahan non terstruktur/tidak teratur yang umumnya dibangun secara perorangan.

Penduduk

Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2012 mencapai 1 898 567 jiwa, terdiri atas laki-laki 961 876 (50.66%) dan perempuan 936 691 jiwa (49.34%), sedangkan luas wilayah hanya 200.29 km2. Tingkat kepadatan penduduk Kota Depok sebesar 9479 jiwa/km2, tingkat kepadatan tersebut tergolong padat jika dikaitkan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Kecamatan Sukmajaya merupakan kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi, yaitu 14 062 jiwa/ km2, sedangkan tingkat kepadatan terendah adalah Kecamatan Sawangan dengan tingkat kepadatan 5210 jiwa/ km2.

Laju Pertumbuhan Perekonomian

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Kota Depok mengalami pasang surut (fluktuatif) yang disebabkan oleh dampak eksternal. Depok pernah mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitu pada tahun 2007 mencapai 7.04%, namun pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 6.42% dan menjadi 6.22% pada tahun 2009 sebagai dampak dari krisis keuangan global. Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan membaik seiring dengan membaiknya kondisi finansial global meskipun tetap perlu diantisipasi adanya kemungkinan krisis baru. Pertumbuhan ekonomi Kota Depok kedepan membutuhkan fondasi ekonomi yang lebih kuat lagi, sehingga pertumbuhan yang ada dapat stabil dan memiliki kecenderungan yang meningkat. Berdasarkan data terakhir, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor sekunder (6.6%), sedangkan sektor tersier tumbuh sebesar 5.95 % dan primer hanya sebesar 3.99%. Tingginya pertumbuhan sektor sekunder disebabkan oleh pertumbuhan yang tinggi pada subsektor bangunan/konstruksi. Sedangkan pada sektor tersier, pertumbuhan tertinggi ditemukan pada sub sektor jasa.

Inventarisasi

Salah satu cara untuk mencapai kota yang berkelanjutan yaitu dengan cara penyempurnaan seluruh indeks berdasarkan Asian Green City di Kota Depok.

Terdapat delapan indeks atau kategori pada Asian Green City Index, antara lain:

Energy and CO2, Land Use and Building, Transport, Waste, Water, Sanitation,

18

Berdasarkan hasil survei lapang dan studi pustaka yang sudah dilakukan, maka didapatkan data terkait yang terbagi ke dalam aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.

Aspek Kuantitatif

Data kuantitatif merupakan data numerik yang dapat diukur terkait kondisi umum di Kota Depok. Adapun data kuantitatif terbagi kedalam tujuh kategori dan 14 indikator (Tabel 8).

Tabel 8 Kategori data kuantitatif

Kategori Indikator Hasil Tahun Sumber

Energy and CO2 Emisi CO2 603 571 156.7 kg CO2 2012 Depok Dalam Angka

Konsumsi energi 356.8 kwh/org 2012 Depok Dalam

Angka

Land Use and

Building

Kepadatan penduduk 9479 org/Km2 2012 Depok Dalam

Angka

Luas RTH 19.4% 2012,

2013

BLH Kota Depok, DKP Kota Depok

Transport Panjang jaringan transportasi publik

0.051 km/km2 2012 Dishub Kota Depok

Waste Jumlah sampah yang

dihasilkan 5112 m

3/hari 2013 BLH Kota Depok

Jumlah sampah terangkut 69.9% 2013 BLH Kota Depok

Water Konsumsi air 35.83 l/hari/orang

2013 PDAM Kab Bogor

Kebocoran sistem air 21.49% 2013 PDAM Kab Bogor

Sanitation Masyarakat yang memiliki jamban pribadi

95.01% 2012 Laporan Studi

ERHA Kota Depok Jumlah limbah cair yang

sudah diolah

31% 2012 BLH Kota Depok

Air Quality Keberlimpahan NO2 41.6

µg/Nm3/hari 2013 BLH Kota Depok Keberlimpahan SO2 67.9 µg/Nm3/hari 2013 BLH Kota Depok Keberlimpahan PM10 141.5 µg/Nm3/hari 2013 BLH Kota Depok Aspek Kualitatif

Data kualitatif merupakan data terkait dengan upaya yang dilakukan Kota Depok dalam menuju kota yang berkelanjutan. Upaya tersebut merupakan upaya yang sudah dilakukan ataupun masih berupa rencana/arahan. Upaya yang terdapat di Kota Depok tidak hanya upaya yang menjadi program pemerintah, namun menjadi program masyarakat, komunitas lingkungan maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Adapun data kualitatif terbagi kedalam delapan kategori dan 15 indikator (Tabel 9).

19 Tabel 9 Kategori data kualitatif

No. Kategori Indikator Upaya

1. Energy and CO2 Kebijakan mereduksi karbon dan Rencana mengatasi perubahan iklim

Program penanaman pohon Program One Man One Tree Rumah pembibitan tanaman

One Day No Car Car Free Day

Kampung iklim

Pengembangan energi alternatif 2. Land Use

and Building

Kebijakan Eco Buildings

Pembinaan implementasi Green Building

Penyediaan RTH publik bagi pengembang Kebijakaan

penggunaan lahan

Penataan bangunan dan lingkungan Penyediaan RTH di Kota Depok 3. Transport Kebijakan

pembuatan

trasportasi massa perkotaan yang berkelanjutan

Penyediaan jaringan angkutan massal kota

Pengembangan sistem jaringan transportasi perkeretaapian

Pengembangan halte

Peningkatan kualitas dan kuantitas terminal penumpang

Kebijakan mengurangi kemacetan

Pengembangan jaringan jalan Pengembangan jalur sepeda

Park and Ride

Pengembangan sistem perparkiran Penyediaan jaringan jalan pejalan kaki

Ride sharing oleh Komunitas Nebengers 4. Waste Kebijakan pengumpulan dan pembuangan limbah serta Kebijakan mendaur ulang limbah

Gerakan depok memilah

Pengembangan Unit Pengelolaan Sampah (UPS) Pengembangan (TPPAS) Regional Nambo Pengembangan TPA

Pengembangan TPS

Pengembangan Stasiun Peralihan Antara Pengembangan angkutan persampahan kota Pembuatan TPS Limbah B3 Skala Kota 5. Water Kebijakan

meningkatkan kualitas air

Sumur Pantau Gerakan biopori

Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Kebijakan

mengelola

sumberdaya air secara efisien

Cekungan Air Tanah (CAT) Sumur resapan

Penggantian meteran pelanggan Penggantian jaringan pipa 6. Sanitation Kebijakan

kebersihan lingkungan

Meningkatnya rumah tangga bersanitasi layak Program percepatan pembangunan sanitasi pemukiman (PPSP)

Jambore sanitasi

Pemanfaatan limbah cair sebagai variasi pengguna pembungkus belimbing dan pengganti pupuk organik

Peningkatan kualitas teknologi pengolahan air limbah

Pemisahan sistem pembuangan air rumah tangga dengan sistem jaringan drainase

7. Air Quality Kebijakan kebersihan udara

Uji emisi

Membatasi perizinan angkutan umum

Mempersiapkan setiap kecamatan memiliki lokasi jalan bebas kendaraan

20

Tabel 9 Kategori data kualitatif (lanjutan)

No. Kategori Indikator Upaya

8. Environmental Governance

Pengelolaan lingkungan

Rehabilitasi lingkungan

Perda No. 13 tahun 2013 pasal 30 tentang Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Perda No 3 tahun 2013 tentang Pedoman Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengawasan

lingkungan

Penyusunan memorandum program sanitasi Penyusunan buku putih Kota Depok

Penyusunan laporan status lingkungan hidup Penyusunan master plan kota hijau

Penyusunan masterplan RTH Langit biru

Partisipasi publik

Adipura

Penyusunan peta komunitas hijau

Keberadaan LSM dan komunitas lingkungan Sumber: Dinas dan instansi terkait di Kota Depok

Analisis

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data kuantitatif menggunakan teknik normalisasi, yaitu melihat keberlimpahan data yang diperoleh jika dibandingkan dengan baku mutu yang ada. Sedangkan analisis pada data kualitatif menggunakan metode pembobotan dengan batasan bobot tertentu. Berikut merupakan penjabaran analisis pada setiap kategori.

Energy and CO2

Pada kategori Energy and CO2 menggunakan data penggunaan listrik terjual di Kota Depok, dikarenakan data listrik sebagai salah satu penyumbang terbesar di Kota Depok dan juga adanya keterbatasan data untuk baku mutu yang digunakan. Konsumsi energi dari sektor pengguna memiliki dampak pada perkiraan emisi CO2 yang dikeluarkan sektor pengguna itu sendiri. Konsumsi

energi listrik tidak secara langsung berkontribusi terhadap emisi CO2, akan tetapi

berperan dalam menghasilkan CO2 di pusat pembangkit listrik yang berbahan

bakar fosil (IPCC 1996). Emisi CO2 semakin besar di udara akan menimbulkan

dampak yang buruk bagi kesehatan dan keberlanjutan makhluk hidup. Analisis Aspek Kuantitatif

Pada Tabel 10 dapat dilihat bobot persentase pencapaian pada indikator emisi CO2 dan konsumsi energi di Kota Depok.

Tabel 10 Analisis kuantitatif Energy and CO2

Kategori Indikator Bobot

AGCI Hasil

1

Baku Mutu2 Bobot

Energy and CO2 Emisi CO2 25% 603 571 156.7 kg CO2 ≤ 1 378 672 905.5 kg CO2 14.1% Konsumsi Energi 25% 356.8 kwh/org ≤ 815 kwh/org 14% Sumber: 1

PT PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat Area Pelayanan Depok 2012

2

21 Emisi CO2

Peningkatan kadar gas CO2 akan menjadikan lingkungan kota menjadi

kurang sehat yang kemudian mengakibatkan pemanasan global dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sekitar. Kadar emisi CO2 yang terdapat di Kota

Depok sebesar 603 571 156.7 kg CO2 yang diperoleh berdasarkan perhitungan

sebagai berikut: E = A x EF x Jumlah Penduduk E = 356.8 kwh/org x 0.891 kg/kwh* x 1 898 567 = 603 571 156.7kg CO2 Dimana: E = Emisi CO2 A = Konsumsi energi

EF = Faktor emisi CO2 (konstanta: 0.891 kg/kwh)

* Berdasarkan Surat Menteri ESDM No. 3783/21/600.5/2008

Hasil yang diperoleh dari perhitungan di atas merupakan hasil emisi CO2

dari sumber listrik yang dihasilkan di pusat pembangkit listrik. Sedangkan baku mutu yang dijadikan pembanding sebesar 1 378 672 905. 5 kg CO2 yang

diperoleh dari Kementerian Energi dan Standar Mineral tahun 2012. Angka tersebut diperoleh dari perhitungan berikut:

E = A x EF x Jumlah Penduduk

E = 815 kwh/org x 0.891 kg/kwh x 1 898 567 = 1 378 672 905.5 kg CO2

Pada indikator emisi CO2 semakin besar kandungannya di udara maka

akan menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan pada jangka panjang. Sehingga dalam menghitung keberlimpahan emisi CO2 yang

dihasilkan di Kota Depok, dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut:

Perhitungan:

( ) ( )

Berdasarkan Asian Green City Index, bobot untuk indikator ini sebesar 25% sehingga didapatkan bobot keberlimpahan emisi CO2 di Kota Depok sebesar

14.1%. Jika dilihat dari skala persentase 0% merupakan persentase terburuk dan 25% merupakan persentase terbaik, maka persentase tersebut sudah cukup baik yang berarti keberlimpahan emisi CO2 di udara masih di bawah baku mutu yang

22

Konsumsi Energi

Konsumsi energi akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (Indonesia Energi Outlook 2013). Konsumsi energi di Kota Depok setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, seperti konsumsi energi listrik pada tahun 2012 ini sebesar 356.8 kwh/org. Konsumsi energi menurut sektor pengguna terbagi ke dalam tiga sektor, antara lain: transportasi, industri dan rumah tangga. Namun sayangnya, belum terdapat baku mutu yang menggabungkan ketiga sektor tersebut. Sehingga, untuk mengetahui keberlimpahan konsumsi energi di Kota Depok dalam penelitian hanya menggunakan konsumsi energi listrik. Selain itu didukung pula dengan padatnya pemukiman di Kota Depok sehingga konsumsi listrik dapat menjadi salah satu penyumbang energi terbesar bagi kota tersebut. Baku mutu yang dijadikan pembanding sebesar 815 kwh/org, angka tersebut bersumber dari Kementerian Energi dan Standar Mineral tahun 2012 yang kemudian dihitung menggunakan perhitungan di bawah ini.

Perhitungan:

( ) ( )

Seperti halnya pada indikator sebelumnya, rumus perhitungan di atas digunakan karena pada indikator inisemakin besar konsumsi energi maka kota tersebut semakin jauh dari kata hijau. Menurut Richard Register (1987), kota hijau adalah kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meminimalisir penggunaan energi, air, dan makanan, serta meminimalisir buangan limbah, pencemaran udara dan pencemaran air. Berdasarkan Asian Green City Index, bobot untuk indikator ini sebesar 25% sehingga didapatkan bobot konsumsi energidi Kota Depoksebesar 14%. Jika dilihat dari skala persentase, 0% merupakan persentase terburuk dan 25% merupakan persentase terbaik. Maka persentase 14% tergolong cukup baik yang berarti konsumsi energi di Kota Depok masih berada di bawah baku mutu.

Analisis Aspek Kualitatif

Kota Depok memiliki beberapa upaya yang tergabung dalam menciptakan energi yang bersih dan mengatasi perubahan iklim. Upaya tersebut juga dapat menekan hasil emisi CO2 dan konsumsi energi Kota Depok saat ini. Upaya berikut

merupakan upaya yang masih berupa arahan maupun sudah dijalankan. Adapun uraian beberapa upaya di Kota Depok pada Tabel 11.

23 Tabel 11 Analisis kualitatif Energy and CO2

Indikator Upaya Bobot

AGCI Bobot Nilai 0 1 2 3 Kebijakan kebersihan energi (25%) dan Rencana mengatasai perubahan iklim (25%)

Program penanaman pohon

50%

Program One Man One Tree

Rumah pembibitan tanaman 

One Day No Car

Car Free Day

Kampung iklim 

Pengembangan energi alternatif 

Nilai penerapan total/ Nilai Maksimal*bobot AGCI 5/21*50%

Total Bobot 11.9%

Kebijakan kebersihan energi dan rencana mengatasi perubahan iklim

Perubahan iklim merupakan akibat dari pemanasan global yang dipicu oleh efek rumah kaca. Efek rumah kaca ini diakibatkan oleh karbon dioksida (CO2)

yang semakin meningkat. Ada tiga faktor yang sangat mempengaruhi perubahan iklim dan penyumbang emisi CO2, yakni: transportasi, industri, dan rumah tangga

(Puri, tahun tidak diketahui). Dalam menjaga kebersihan energi dan mengatasi perubahan iklim, Kota Depok memiliki beberapa upaya yang tergabung, salah satunya adalah program penanaman pohon. Program ini dilakukan di daerah yang memiliki tingkat pencemaran tinggi, seperti Situ Tipar, Situ Bojongsari, Jalan Dewi Sartika, dan Jalan Keadilan. Kegiatan ini sudah berlangsung selama 5 tahun terakhir, tepatnya yaitu sejak BLH berdiri pada tahun 2009. Dalam membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas kota, beberapa perusahaan swasta dan BUMN seperti PT. Kawanlama, PT. Pertamina (persero) dan Kementerian Kehutanan menjalankan program CSR untuk memberikan bantuan berupa pemberian pohon dalam kegiatan ini. Dalam pelaksanaannya masyarakat sekitarpun tidak segan untuk ikut serta dalam menanam pohon untuk Kota Depok yang lebih baik lagi.

Program selanjutnya dalam meningkatkan kualitas lingkungan Kota Depok adalah program One Man One Tree. Program ini merupakan program lanjutan dari program penanaman pohon, namun dilakukan pada skala yang lebih kecil, yaitu komunitas (RT/RW). Program ini telah dilaksanakan selama enam tahun, yaitu dimulai pada tahun 2009 hingga sekarang. Selanjutnya rumah pembibitan tanaman (Gambar 3) yang dimulai pada tahun 2009, namun sayangnya belum tertera pada perda Kota Depok.

Gambar 3 Rumah pembibitan tanaman Sumber: RAKH Kota Depok 2012

24

Selain itu, Kota Depok juga memiliki program yang cukup unik yaitu One Day No Car (ODNC). Gerakan ODNC merupakan gerakan hemat energi, peduli lingkungan serta solusi kemacetan dan tertib berlalu lintas, untuk membangkitkan ekonomi kerakyatan dengan cara satu hari tanpa kendaraan bermotor. Gerakan ini didukung oleh segenap aparatur pemerintah Kota Depok dan seluruh masyarakat Kota Depok (Gambar 4). ODNC diadakan setiap Hari Selasa yang dikhususkan untuk pegawai pemerintahan terlebih dahulu, kedepannya diharapkan program ini dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat di Kota Depok. Pelaksanaan program ini berdasarkan surat edaran Walikota Depok No. 541.11/664 ekonomi tanggal 11 Juni 2012 tentang Gerakan Nasional Penghematan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Gambar 4 Walikota Depok bersepeda menuju kantor pada Hari Selasa Sumber: www.depoknews.com

Program selanjutnya adalah Car Free Day (hari bebas kendaraan bermotor) yang berlokasi di Grand Depok City yang dilakukan setiap Hari Minggu oleh seluruh lapisan masyarakat Kota Depok. Sedangkan untuk program kampung iklim belum terdapat realisasi dan juga belum tertera pada perda Kota Depok. Kampung iklim ini direncanakan berlangsung pada tahun 2014 di Kecamatan Sukmajaya (RW 16). Kampung iklim sendiri merupakan suatu program yang di laksanakan di suatu Rukun Warga (RW) dengan adanya penampungan air hujan, sumur resapan, dan solar cell. Kampung Iklim merupakan program yang diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sebagai salah satu upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup menyebutkan kampung iklim ini merupakan model desa dengan pengelolaan kawasan yang ramah lingkungan, yang mengembangkan konsep pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim melalui upaya adaptasi dan mitigasi serta dapat memenuhi kebutuhan harian mereka, seperti pangan. Pengembangan energi alternatif belum dilakukan di Kota Depok, sementara itu cara lain dalam mencegah perubahan iklim adalah dengan penghematan penggunaan alat-alat elektronik atau listrik yang menyumbang CO2.

Kota Depok perlu beralih menggunakan energi dengan tenaga surya, seperti untuk penggunaan energi pada lampu jalan. Lampu jalan yang terdapat di sepanjang Jalan Raya Bogor dan Jalan Margonda, Kota Depok belum menggunakan panel surya, seperti yang terlihat pada Gambar 5. Pengembangan energi alternatif ini nantinya meliputi pengembangan sumber energi alternatif di seluruh wilayah kota dengan memanfaatkan penanganan sampah dan energi surya.

25

Gambar 5 Lampu jalan di Jalan Margonda dan Jalan Raya Bogor, Kota Depok Dalam melaksanakan beberapa program, pemerintah mengalami beberapa kendala yang dihadapi, yaitu sosialisasi yang belum tersebar secara merata dan pemahaman/latar belakang masyarakat yang beragam sehingga informasi yang diperoleh menjadi terbatas. Adanya peraturan legal bagi program yang dijalankan cukup berpengaruh bagi keberlanjutan dan eksistensi program tersebut karena program tersebut akan memiliki landasan hukum yang jelas sehingga sanksi/denda akan berlaku.

Land Use and Building

Berdasarkan PP No. 47 tahun 1997, Kota Depok merupakan salah satu kota yang termasuk dalam Kawasan Bopunjur dengan pemanfaatan ruang yang sangat terbatas sesuai dengan fungsinya. Fungsi tersebut yaitu sebagai kawasan konservasi air dan tanah, yang memiliki nilai strategis sebagai kawasan yang dapat memberikan perlindungan terhadap Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Kota Depok juga secara langsung akan berfungsi sebagai kawasan limpahan dan tekanan dari pertumbuhan Kota Jakarta diantaranya pemukiman, ekonomi, perdagangan, komersial dan pendidikan. Jika dilihat dari sektor perekonomian yang semakin berkembang, setiap kota seperti diwajibkan untuk meningkatkan sektor perekonomiannya dalam berbagai cara salah satunya melalui pembangunan perumahan dan gedung-gedung perkantoran. Pembangunan tersebut memiliki dampak yang signifikan bagi lingkungan, salah satu dampaknya adalah konversi lahan terbuka menjadi perumahan/gedung bertingkat sehingga jumlah ruang terbuka semakin lama akan semakin berkurang dan berganti dengan bangunan masif.

Analisis Aspek Kuantitatif

Pada Tabel 12 dapat dilihat bobot persentase pencapaian pada indikator kepadatan penduduk dan luasan RTH di Kota Depok.

Tabel 12 Analisis kuantitatif Land use and Building

Dokumen terkait