EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU
DI KOTA DEPOK
HARSALINA EKA SARAYA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Depok adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Harsalina Eka Saraya
ABSTRAK
HARSALINA EKA SARAYA. Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Depok. Dibimbing oleh ALINDA FM ZAIN.
Asian Green City Index merupakan suatu proyek penelitian untuk meningkatkan kualitas hidup manusia di dunia. Asian Green City Index ini berfokus pada isu kritis keberlanjutan lingkungan perkotaan dengan menggunakan suatu perangkat. Perangkat ini membantu kota untuk mengevaluasi kinerjanya dan meningkatkan upaya kota dalam mencapai keberlanjutan. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota menimbulkan beberapa masalah lingkungan, khususnya bagi kota yang memiliki keterkaitan erat dengan Ibukota Indonesia, seperti Kota Depok. Berdasarkan Asian Green City Index, terdapat delapan kategori yang dapat dianalisis untuk mencapai kota yang berkelanjutan, seperti: Energy and CO2,
Land Use and Building, Transport, Waste, Water, Sanitation, Air Quality dan
Environmental Governance. Hasil yang diperoleh memperlihatkan kinerja Kota Depok secara keseluruhan sebesar 46.1% dan termasuk ke dalam rentang rata- rata. Sementara itu berdasarkan distribusi frekuensi, sebesar 53% masyarakat Kota Depok bahagia tinggal di Kota Depok. Hasil tersebut memperlihatkan kurangnya kepedulian masyarakat Kota Depok terhadap lingkungan sekitar.
Kata kunci: asian green city index, kota berkelanjutan, kinerja kota
ABSTRACT
HARSALINA EKA SARAYA. Evaluation of Green City Concept Implementation in Depok City. Supervised by ALINDA FM ZAIN.
Asian Green City Index is a research project for quality improvement of human life in the world. The focus is about giving attention on the critical issue of urban environmental sustainability by creating a unique tool. This tool helps cities to evaluate their performance and improve best practices. The growth and development of cities appearently make some environmental problems, especially for the city that have a firm connection to the Indonesian Capital as Depok. Based on the Asian Green City Index, there are eight categories that should be analyzed to reach the Sustainable City, such as: Energy and CO2, Land Use and Building,
Transport, Waste, Water, Sanitation, Air Quality and Environmental Governance.
The results show the overall performance of Depok City is 46.1% and in a place on range average. Meanwhile, based on the frequency distribution, about 53% of people are happy living in Depok. The results show a lack of public awareness about the environment of Depok.
© Hak Cipta Miliki IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya
untuk kepentingan pendidikaan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU
DI KOTA DEPOK
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah terkait konsep kota hijau, dengan judul Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Depok
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Alinda FM Zain, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam menyusun dan menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Indung Sitti Fatimah, MSi dan Dr Kaswanto, SP, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Ir Andi Gunawan, M.Agr.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak pengarahan selama mengikuti perkuliahan. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga terutama Bapak Ir Didiet Suhardi, Ibu Herlina, S.Pd, Harliana Dwi Asary dan Hariadi Trijati Nugroho atas dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis. Terimakasih penulis ucapkan juga kepada teman-teman yang membantu dalam penyelesaian penelitian ini serta teman-teman-teman-teman seperjuangan angkatan 47 yang sudah memberikan banyak dukungan, dinas-dinas dan instansi terkait di Kota Depok yang sudah banyak membantu dalam proses pencarian data, serta seluruh pihak atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari penelitian ini jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak Pemerintah Kota Depok dan pihak lain yang memerlukan. Atas segala kekurangan, penulis memohon saran dan kritik yang membangun agar penulisan kedepannya dapat lebih baik.
Bogor, Agustus 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
Kerangka Pikir 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Kota 3
Pertumbuhan dan Perkembangan Kota 3
Urbanisasi 4
Kota Hijau 4
Kota Berkelanjutan 4
Green City Index 4
Asian Green City Index 5
Energi dan CO2 5
Penggunaan Lahan dan Bangunan 5
Transportasi dan Sistem Transportasi 5
Sampah 6
Air 6
Sanitasi 6
Udara dan Pencemaran Udara 6
Kebijakan Lingkungan Hidup 7
Kebahagiaan Masyarakat 7
Lokasi dan Waktu Penelitian 8
Batasan Penelitian 8
Alat dan Bahan Penelitian 8
Metode Penelitian 9
Inventarisasi 9
Analisis 11
Evaluasi 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Profil Wilayah Kota Depok 15
Kondisi Fisik dan Lingkungan 16
Topografi 16
Hidrologi 16
Kemiringan Lereng dan Morfologi 16
Geologi 16
Iklim 16
Penggunaan Lahan 17
Penduduk 17
Laju Pertumbuhan Perekonomian 17
Inventarisasi 17
Aspek Kuantitatif 18
Aspek Kualitatif 18
Analisis 20
Energy and CO2 20
Land Use and Building 25
Transport 29
Waste 36
Water 42
Sanitation 47
Air Quality 51
Environmental Governance 55
Evaluasi 58
Index of Happiness 62
Green Initiatives 63
SIMPULAN DAN SARAN 66
Simpulan 66
Saran 66
DAFTAR PUSTAKA 67
DAFTAR TABEL
1 Alat dan bahan penelitian 8
2 Proporsi jumlah responden pada setiap kecamatan 10
3 Data yang dibutuhkan 10
4 Baku mutu setiap indikator 12
5 Bobot indikator Asian Green City Index 13
6 Contoh tabel performa 14
7 Luas dan jumlah penduduk kecamatan Kota Depok 15
8 Kategori data kuantitatif 18
9 Kategori data kualitatif 19
10 Analisis kuantitatif Energy and CO2 20
11 Analisis kualitatif Energy and CO2 23
12 Analisis kuantitatif Land use and Building 25
13 Analisis kualitatif Land use and Building 27
14 Analisis kuantitatif Transport 30
15 Analisis kualitatif Transport 31
16 Analisis kuantitatif Waste 37
17 Analisis kualitatif Waste 39
18 Analisis kuantitatif Water 43
19 Analisis kualitatif Water 45
20 Analisis kuantitatif Sanitation 47
21 Analisis kualitatif Sanitation 50
22 Analisis kuantitatif Air Quality 51
23 Analisis kualitatif Air Quality 53
24 Analisis kualitatif Environmental Governance 55
25 Evaluasi kategori Energy and CO2 58
26 Evaluasi kategori Land use and buildings 58
27 Evaluasi kategori Transport 59
28 Evaluasi kategori Waste 59
29 Evaluasi kategori Water 59
30 Evaluasi kategori Sanitation 60
31 Evaluasi kategori Air Quality 60
32 Evaluasi kategori Environmental Governance 61
33 Performa Kota Depok 61
34 Kuesioner Index of Happiness 72
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian 3
2 Lokasi penelitian di Depok 8
3 Rumah pembibitan tanaman 23
4 Walikota Depok bersepeda menuju kantor pada Hari Selasa 24 5 Lampu jalan di Jalan Margonda dan Jalan Raya Bogor, Kota Depok 25 6 Gedung/bangunan tinggi di Kota Depok belum menerapkan konsep
Eco Buildings 28
8 Kondisi jalur hijau Jalan Proklamasi 29
9 Mobil penumpang umum trayek angkutan kota 32
10 Bus trayek antar kota dan bus bandara 32
11 Kondisi Stasiun Depok Baru di Kelurahan Depok 33 12 Kondisi Jalan Keadilan, Kecamatan Pancoran Mas 34 13 Jalur sepeda dan shelter sepeda yang terdapat di Kawasan Universitas
Indonesia 35
14 Lahan parkir di Stasiun Depok Baru 35
15 Kondisi jalur pejalan kaki di Jalan Margonda 36
16 Diagram pengelolaan sampah di Kota Depok 39
17 Bank sampah Depok 40
18 Peninjauan pembuatan lubang sampah di Perumahan PT. Timah 41
19 Kondisi TPA Cipayung 42
20 Grafik persentase penggunaan sumber air di Kota Depok 44
21 Kegiatan gerakan biopori 46
22 Pembangunan sumur resapan air Kota Depok 47
23 Uji emisi di Kota Depok 54
24 Penanaman pohon di Taman Lembah Gurame 56
25 Kegiatan jumat bersih yang dilakukan oleh LSM Kota Depok 58 26 Pie chart tingkat kebahagiaan masyarakat Kota Depok terhadap
lingkungan sekitar 62
27 Kawasan perumahan di Kecamatan Beji dan Pancoran Mas 63
28 Contoh penggunaan listrik tenaga surya 64
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner pengunjung 71
2 Tabel batasan skoring kategori Land use and Building 73
3 Tabel batasan skoring kategori Transport 73
4 Tabel batasan skoring kategori Water 73
5 Tabel batasan skoring kategori Sanitation 74
6 Tabel batasan skoring kategori Air Quality 74
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan kota memicu adanya peningkatan laju urbanisasi penduduk dan berpotensi terjadi degradasi lingkungan. Pertumbuhan dan perkembangan kota dialami juga oleh Kota Depok, dikarenakan Kota Depok sebagai salah satu kota penyangga Ibukota Indonesia sehingga Kota Depok menjadi kota tujuan bermukim bagi warga yang bekerja di Jakarta. Hal tersebut menimbulkan beberapa permasalahan lingkungan seperti peningkatan jumlah penduduk, kemacetan lalu lintas, sampah, polusi udara, kerusakan lingkungan dan permasalahan lainnya yang menyebabkan kota menjadi kurang nyaman untuk dihuni. Dalam meminimalisir permasalahan tersebut diperlukan pengembangan kota yang ramah lingkungan agar dampak pengembangan lingkungan tidak semakin parah. Salah satu upaya pengembangan kota yang ramah lingkungan adalah dengan menerapkan konsep kota hijau. Menurut Kementerian PU (2013), kota hijau merupakan sebuah metafora dari pencapaian tujuan-tujuan pembangunan perkotaan berkelanjutan. Dalam mewujudkan kota yang berkelanjutan harus terjadi keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup (Widiantono 2012).
Dalam mewujudkan kota yang berkelanjutan, salah satu elemen yang paling berpengaruh terhadap lingkungan adalah masyarakat. Penataan ruang akan sangat berpengaruh pada sumberdaya manusia yang berinteraksi dengan tempat, waktu dan budaya masyarakat setempat (Mirsa 2012). Menurut Shirvani (1985) dalam Mirsa (2012), dalam pembangunan suatu kawasan, ruang yang diperuntukkan untuk publik harus didukung oleh adanya elemen-elemen ruang yang dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna. Lingkungan yang semakin hijau mendorong manusia untuk melakukan aktivitas, meningkatkan interaksi sosial dan hubungan sosial serta dapat menurunkan angka kejahatan sosial (De Roo 2011). Sehingga dapat dikatakan semakin baik kualitas lingkungan maka masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut akan semakin bahagia karena didukung dengan lingkungan yang aman dan nyaman.
Kota Depok diarahkan sebagai kota pemukiman, kota pendidikan, kota pariwisata, pusat pelayanan perdagangan dan jasa serta sebagai kota resapan air. Dalam perannya sebagai kota resapan air, tentunya kualitas lingkungan di Kota Depok harus tetap terjaga dan dapat terus ditingkatkan. Evaluasi penerapan konsep kota hijau di Kota Depok merupakan salah satu cara dalam meningkatkan kualitas lingkungan di Kota Depok.
Asian Green City Index dipakai sebagai perangkat dalam mengevaluasi penerapan konsep kota hijau di Kota Depok dikarenakan memiliki pembobotan yang terukur dan memiliki kategori yang cukup sesuai dengan ketersediaan data di kota- kota Indonesia. Asian Green City Index yang berkolaborasi dengan
Economist Intelligence Unit (EIU) memiliki delapan kategori untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan, antara lain Energy and CO2 (konsumsi energi dan emisi CO2), Land Use and Building (perubahan kondisi lingkungan yang sangat
signifikan), Transport (pengaturan lalu lintas dan transportasi publik), Waste
2
konsumsi air dan kualitas air di suatu kota), Sanitation (pengelolaan sanitasi), Air Quality (pengontrolan kualitas udara) dan Environmental Governance (kebijakan dan peran serta masyarakat). Asian Green City Index ini berfungsi untuk menganalisis dan membandingkan performa lingkungan dan upaya setiap Kota Asia untuk meningkatkan keberlanjutan kotanya serta membantu memahami kekuatan dan kelemahan dari setiap kota tersebut (Denig 2011).
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. bagaimana kinerja Kota Depok saat ini dilihat dari kedelapan kategori yang terdapat pada Asian Green City Index?
2. sudah sejauh mana Kota Depok menerapkan konsep kota hijau dalam pembangunan kotanya?
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi kondisi umum dan kinerja Kota Depok berdasarkan delapan kategori Asian Green City Index.
2. Menganalisis kondisi umum dan kinerja Kota Depok berdasarkan delapan kategori Asian Green CityIndex.
3. Mengevaluasi kondisi umum dan kinerja Kota Depok dalam menerapkan konsep kota hijau.
4. Mengukur tingkat kebahagiaan masyarakat Kota Depok terhadap keadaan lingkungan sekitar.
Manfaat Penelitian
1. Menjadi referensi dalam meningkatkan kinerja Kota Depok. 2. Meningkatkan kualitas lingkungan di Kota Depok.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis kinerja Kota Depok berdasarkan Asian Green City Index serta upaya kota dalam meningkatkan keberlanjutan kotanya sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi penerapan konsep kota hijau yang terdapat di Kota Depok. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui status Kota Depok dalam menerapkan konsep kota hijau sehingga didapatkan skor kuantitatif dari kota tersebut.
Kerangka Pikir
Kerangka pikir penelitian (Gambar 1) dimulai dari mengidentifikasi kondisi umum Kota Depok dengan menggunakan metode survei lapang dan studi literatur kemudian dilakukan analisis berdasarkan kategori Asian Green City Index dengan menggunakan metode pembobotan. Dalam mengidentifikasi dan menganalisis kinerja Kota Depok, Asian Green City Index memiliki delapan kategori antara lain
3
Quality dan Environmental Governance. Kemudian dilakukan evaluasi penerapan konsep kota hijau yang disusun pada tabel kinerja kota. Evaluasi dilakukan juga dengan mengetahui persepsi masyarakat yang tinggal di Kota Depok dengan menggunakan metode kuesioner dan wawancara.
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kota
Menurut Weber (1958) dalam Mirsa (2012), kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Menurut Wirth dalam Mirsa (2012), kota adalah permukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Sehingga dapat disimpulkan, kota merupakan suatu daerah yang memiliki penduduk relatif banyak, adanya heterogenitas penduduk dan dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
Pertumbuhan dan Perkembangan Kota
4
agrikultur maupun non agrikultur, serta suatu organisasi sosial yang kompleks dan struktur kekuasaan yang berkembang.
Urbanisasi
Urbanisasi merupakan proses yang mempengaruhi perkembangan kota-kota yang salah satunya dipicu oleh semakin banyaknya penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan baik yang disebabkan oleh pertumbuhan alami penduduk maupun migrasi penduduk. Proses perkembangan perkotaan menyebabkan semakin besarnya heterogenitas di perkotaan dimana tiap kelompok penduduk berusaha untuk menempati ruang sendiri di kota sebagai bagian dari upaya untuk mendapatkan otonomi lokal (Renggapratiwi 2009). Menurut Mc Gee (1995) dalam Renggapratiwi (2009), perkembangan kota-kota tersebut diiringi oleh perubahan positif dan negatif. Perubahan positif dapat terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang cepat sehingga menciptakan dinamika perkotaan, perubahan penggunaan lahan, munculnya permukiman legal dan ilegal serta permasalahan lainnya. Selain itu, wilayah perkotaan yang semakin tumbuh dan berkembang juga menyebabkan berkembangnya heterogenitas yang menunjukkan perbedaan sosial penduduk.
Kota Hijau
Kota hijau sendiri dapat dipahami sebagai kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, serta mensinergikan lingkungan alami dan buatan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip- prinsip pembangunan berkelanjutan (Kementerian PU 2013).
Kota Berkelanjutan
Menurut Brundtland (1987) kota berkelanjutan (sustainable city) adalah kota yang mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi mendatang. Dengan demikian, maka konsep kota berkelanjutan
(sustainable city) berkembang lebih jauh, tidak lagi terpaku pada konsep awal yang lebih terfokus pada pemikiran kelestarian keseimbangan lingkungan semata-mata (Budihardjo dan Sujarto 1999).
Green City Index
5
Asian Green City Index
Asian Green City Index merupakan suatu proyek penelitian yang telah dilakukan di 22 negara Asia dengan memperlihatkan pokok bahasan dari tiap indikator yang bertujuan untuk membantu negara-negara Asia untuk saling belajar dalam mewujudkan kota yang berkelanjutan dan memperlihatkan status suatu kota. Asian Green City Index berfungsi untuk menganalisis dan membandingkan performa lingkungan di kota-kota Asia dan usaha tiap kota untuk meningkatkan keberlanjutan kotanya (Denig 2011).
Energi dan CO2
Energi adalah hal yang membuat segala sesuatu di sekitar kita terjadi. Energi terdapat di semua benda, seperti manusia, tanaman, binatang, mesin, dan elemen-elemen alam (matahari, angin, air dsb). Sektor energi adalah salah satu sektor terpenting di Indonesia karena merupakan dasar bagi semua pembangunan lainnya (Kementerian Dalam Negeri dalam kerangka Program PNPM-MP/LMP). Sedangkan pengertian dari CO2 adalah hasil pembakaran yang bertindak sebagai
gas rumah kaca di atmosfer bumi, memerangkap panas dan menimbulkan perubahan iklim.
Penggunaan Lahan dan Bangunan
Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai campur tangan manusia terhadap lahan, baik secara menetap maupun berkala untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian, seperti sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, perkebunan dan hutan. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi dan sebagainya (Arsyad 1989).
Menurut Carmona dkk (2003) dalam Mirsa (2012), bangunan mempunyai peranan penting dalam membentuk struktur jaringan jalan dan area publik. Bangunan juga dapat berkembang lebih besar atau lebih kecil dengan bentuk dan tampak sesuai dengan keinginan pemiliknya dan dibuat dengan struktur bangunan yang terpisah.
Transportasi dan Sistem Transportasi
6
Sampah
Berdasarkan Undang- Undang No 18 tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Semakin meningkatnya jumlah penduduk akan semakin meningkat pula jumlah sampah yang dihasilkan. Sampah terbagi menjadi berbagai jenis, berikut termasuk jenis sampah adalah sampah rumah tangga (tidak termasuk tinja) dan sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, fasilitas sosial, fasilitas umum dan fasilitas lainnya.
Sampah menjadi masalah penting untuk kota yang padat penduduknya karena beberapa faktor, sebagai berikut: volume sampah sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat pembuangan sampah akhir (TPA), lahan TPA semakin sempit karena tergeser tujuan penggunaan lain, teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat membusuknya dan peningkatan volume sampah menjadi lebih besar dari pembusukannya, pengelolaan sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada lingkungan serta kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah (Sudradjat 2007).
Air
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai air minum (Slamet 2007). Menurut Mulia (2005), di dalam tubuh manusia air diperlukan untuk transportasi zat–zat makanan dalam bentuk larutan dan melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh. Peran air sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, sehingga kualitas air yang baik harus tetap terjaga untuk peningkatan kualitas hidup manusia.
Sanitasi
Menurut Widyanti dan Yuliarsih (2002), sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Kondisi tersebut dapat dilihat dari pasokan air yang bersih dan aman, pembuangan limbah yang efisien, perlindungan makanan dari kontaminasi biologis dan kimis, udara serta rumah yang bersih dan aman. Pembuangan tinja dan limbah cair yang dilaksanakan secara saniter merupakan salah satu kegiatan dalam rangka penyehatan lingkungan, di samping berbagai kegiatan penyehatan lingkungan yang lain, seperti penyediaan air bersih, pembuangan sampah, higiene sanitasi makanan dan minuman dan lain sebagainya. Dalam rangka menyehatkan lingkungan, pembuangan tinja dan limbah cair tidak berdiri sendiri, tetapi bersama-sama dengan berbagai upaya penyehatan lingkungan yang lain (Soeparman dan Suparmin 2001).
Udara dan Pencemaran Udara
7 lainnya sehingga harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi mahluk hidup lainnya. Pengertian pencemaran udara berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 adalah masuknya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Pencemar udara sendiri terbagi menjadi dua, antara lain gas dan partikel. Sumber dari pencemaran udara dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sumber yang bergerak dan sumber yang tak bergerak. Sumber yang bergerak meliputi sumber garis yang merupakan integrasi dari sumber titik yang tak terhingga banyaknya, seperti kendaraan di jalan raya. Sedangkan sumber yang tak bergerak meliputi: sumber titik (titik cerobong asap industri, misalnya emisi SOx dari cerobong PLTU), sumber area (integrasi dari banyak sumber titik) dan sumber garis (aglomerasi industri yang sejenis dan daerah penimbunan sampah) (Krupa 1997).
Kebijakan Lingkungan Hidup
Menurut Siregar (2007), kebijakan lingkungan hidup merupakan perwujudan dari pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan sehat. Dalam penyediaan, penggunaan dan peningkatan kemampuan sumber daya alam dan taraf ekonomi, perlu menyadari pentingnya pelestarian fungsi lingkungan hidup, kesadaran terhadap hak dan kewajiban, pencegahan terhadap tindakan perusakan bangunan, serta berkewajiban untuk turut melaksanakan pembangunan berkelanjutan pada setiap lapisan masyarakat. Pengelolaan lingkungan hidup di daerah, diwujudkan melalu kebijakan pemerintah daerah yang bertujuan untuk menciptakan pembangunan daerah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Dalam mewujudkan hal tersebut, tentunya harus adanya kerjasama dan komitmen yang kuat antar lembaga terkait, masyarakat dan juga pemerintah daerah.
Kebahagiaan Masyarakat
Kebahagiaan adalah keinginan setiap orang di dunia dan dapat menjadi ukuran dalam kemajuan interaksi sosial di lingkungan tertentu. Kebahagiaan mewakili tujuan akhir dalam hidup dan menjadi ukuran yang nyata dalam mencapai kesejahteraan. Kebahagiaan dapat mempengaruhi kesehatan seseorang, semakin bahagia orang tersebut maka kesehatannya akan semakin baik (Helliwell
8
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan di Kota Depok, Jawa Barat (Gambar 2). Kegiatan penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Juni 2014.
. Gambar 2 Lokasi penelitian di Depok
Sumber: RTRW Kota Depok tahun 2011-2031 Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini adalah menganalisis kondisi umum dan kinerja Kota Depok berdasarkan delapan kategori pada Asian Green City Index sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi bagi Kota Depok. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kinerja Kota Depok dalam menerapkan konsep kota hijau yang ditampilkan pada tabel kinerja kota.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan penelitian yang digunakan selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan bahan penelitian
Alat Kegunaan
Kamera Pengambilan gambar
Bahan Kegunaan
Peta dasar Kota Depok Panduan pengambilan dan pengolahan data
RTRW Kota Depok Mengetahui rencana pengembangan ruang menuju kota hijau
Bahan Pustaka Studi literatur
9 Metode Penelitian
Tahapan penelitian terdiri dari tiga tahapan, antara lain: inventarisasi, analisis dan evaluasi. Berikut merupakan penjabaran pada setiap tahapan penelitian.
Inventarisasi
Inventarisasi diawali dengan mengumpulkan data dan semua informasi terkait kondisi umum dan kinerja Kota Depok berdasarkan delapan kategori pada
Asian Green City Index dan persepsi masyarakat (Index of Happiness) di Kota Depok. Pada tahap ini menggunakan metode survei berupa wawancara dan studi pustaka kepada dinas dan instansi terkait serta masyarakat. Dalam mengukur tingkat kebahagiaan masyarakat menggunakan metode kuesioner dan wawancara untuk mengetahui persepsi masyarakat tinggal di Kota Depok (Lampiran 1). Sedangkan untuk menentukan besar ukuran sampel responden kuesioner, dilakukan dengan menggunakan konsep Slovin.
Rumus Slovin:
Beberapa keterangan mengenai rumus Slovin, yaitu:
1. Rumus Slovin dapat dipakai untuk menentukan ukuran sampel, hanya jika penelitian bertujuan untuk menduga proporsi populasi,
2. Asumsi tingkat keandalan 95%, karena menggunakan α= 0.05, sehingga diperoleh nilai Z= 1.96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2,
3. Asumsi keragaman populasi yang dimasukan dalam perhitungan adalah P(1-P), dimana P=0.5, dan
4. Nilai galat pendugaan (d) didasarkan atas pertimbangan peneliti. (Umar 2004 dalam Setiawan 2007)
10
akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Random sampling dipilih agar dapat dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi/ melakukan generalisasi karena proporsi jumlah responden ditentukan untuk mewakili sejumlah
populasi di Kota Depok. Teknik dalam pemilihan sampel yang lebih spesifik, yaitu
menggunakan area sampling atau sampel wilayah. Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah (Mustafa 2000). Misalnya seperti ingin mengetahui tingkat kebahagiaan masyarakat Kota Depok terhadap keadaan lingkungan sekitar sehingga semakin banyak jumlah penduduk pada suatu wilayah (kecamatan), kesempatan untuk dipilih akan semakin besar pula. Jumlah responden pada setiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Proporsi jumlah responden pada setiap kecamatan
No. Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Responden*
1 Sawangan 134 943 7.10= 7
*Jumlah penduduk per kecamatan/total jumlah penduduk Kota Depok
Adapun data- data yang dikumpulkan pada tahap inventarisasi dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3 Data yang dibutuhkan
No Data Jenis
11 Tabel 3 Data yang dibutuhkan (lanjutan)
No Data Jenis
Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi kinerja Kota Depok yang dilihat dari kedelapan indikator yang terdapat pada Asian Green City Index
(AGCI). Asian Green City Index ini merupakan perangkat (tools) yang digunakan untuk menganalisis kinerja kota agar indikator tersebut lebih terstruktur dan terlihat jelas nilai pembobotannya. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu: pada data kuantitatif menggunakan teknik normalisasi, dengan cara menghitung keberlimpahan hasil data dengan baku mutu yang ditentukan (Tabel 4) menggunakan rumus perhitungan zero-max approximation/min-max approximation yang terbagi menjadi empat tipe rumus, antara lain:
a. Rumus perhitungan di bawah ini digunakan apabila nilai yang diperoleh semakin besar akan semakin baik/memiliki dampak positif pada lingkungan.
( )
b. Rumus perhitungan di bawah ini digunakan apabila nilai yang diperoleh semakin besar akan semakin buruk/berbahaya bagi lingkungan.
( )
c. Rumus perhitungan di bawah ini digunakan apabila nilai yang diperoleh semakin besar akan semakin buruk/berbahaya bagi lingkungan serta baku mutu yang di gunakan memiliki nilai minimal dan nilai maksimal.
( )
d. Rumus perhitungan di bawah ini digunakan apabila nilai yang diperoleh semakin besar akan semakin baik/memiliki dampak positif pada lingkungan serta baku mutu yang di gunakan memiliki nilai minimal dan nilai maksimal.
12
Tabel 4 Baku mutu setiap indikator
No. Kategori Indikator Baku Mutu
1. Energy and
3. Transport Panjang jaringan transportasi publik ≥ 0.3 km/km2 3)
4. Waste Jumlah sampah yang dihasilkan ≤ 4746 m3/hari 5)
Jumlah sampah terangkut ≥ 70% 6)
5. Water Konsumsi air per kapita Min :60 lt/hari/org, Max :126.9 lt/hari/org 7)
Kebocoran sistem air ≤ 45% 3)
6. Sanitation Masyarakat yang memiliki jamban pribadi
Min : 20%, Max : 100% 3)
Jumlah limbah cair yang sudah diolah Min :10%, Max : 100% 3) 7. Air Quality Konsentrasi NO2 ≤ 150 µg/Nm3/hari 8)
Standar SNI 19-3964-1994, 6) Permen PU No. 14 tahun 2010 7)Permendagri No. 23 Tahun 2006 (60 lt/orang/hari ) dan Kementerian Pekerjaan Umum (126.9 lt/orang/hari),8)PP Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999
Sedangkan pada data kualitatif, dalam menilai upaya kota mencapai keberlanjutan dengan mengelompokan upaya tersebut ke dalam empat skor, dimana skor 0 merupakan nilai terkecil dan skor 3 merupakan nilai terbesar. Adapun rumusan pembobotan yang digunakan sebagai berikut:
0= tidak ada aturan, tidak ada penerapan,
1= ada aturan, belum ada penerapan/belum ada aturan, ada penerapan, 2= ada aturan dengan penerapan ≤ 50%,
3= ada aturan dengan penerapan > 50%.
Dalam penentuan skor 2 atau 3 dengan mengidentifikasi sejauh mana suatu upaya di Kota Depok telah dilakukan berdasarkan kriteria yang telah di tentukan dan terdapat dalam lampiran 2 hingga lampiran 7.
Setelah dilakukan penetapan rumusan pembobotan, maka tahap selanjutnya yaitu menentukan persentase penerapan upaya di Kota Depok dalam mencapai keberlanjutan, yang dirumuskan sebagai berikut:
Nilai penerapan total (Xt) = x1+x2+...+xn
Nilai maksimal (Xmax) = jumlah upaya yang dilakukan x poin maksimal *
*sudah terdapat dalam Asian Green City Index
13 Tabel 5 Bobot indikator Asian Green City Index
No. Kategori Jenis data Indikator Bobot
AGCI 1. Energy and
CO2
Kuantitatif Emisi CO2 (kg) 25%
Kuantitatif Konsumsi energi (kwh/ orang) 25%
Kualitatif Kebijakan mereduksi karbon 25%
Kualitatif Rencana mengatasi perubahan iklim 25%
2. Land Use and Buildings
Kuantitatif Kepadatan penduduk (orang/km2) 25%
Kuantitatif Luas RTH (%) 25%
Kualitatif Kebijakan Eco Buildings 25%
Kualitatif Kebijakan penggunaan lahan 25%
3. Transport Kuantitatif Panjang jaringan transportasi publik (km/km2)
33%
Kualitatif Kebijakan pembuatan transportasi massa perkotaan yang berkelanjutan
33%
Kualitatif Kebijakan mengurangi kemacetan 33%
4. Waste Kuantitatif Jumlah sampah yang dihasilkan (m3/hari) 25%
Kuantitatif Jumlah sampah terangkut (%) 25%
Kualitatif Kebijakan pengumpulan dan pembuangan sampah
25%
Kualitatif Kebijakan mendaur ulang limbah 25%
5. Water Kuantitatif Konsumsi air per kapita (l/hari/org) 25%
Kuantitatif Kebocoran sistem air (%) 25%
Kualitatif Kebijakan meningkatkan kualitas air 25% Kualitatif Kebijakan mengelola sumberdaya air secara
efisien
25%
6. Sanitation Kuantitatif Masyarakat yang memiliki jamban pribadi (%)
33%
Kuantitatif Jumlah limbah cair yang sudah diolah (%) 33%
Kualitatif Kebijakan kebersihan lingkungan 33%
7. Air Quality Kuantitatif Konsentrasi NO2 (µg/Nm 3
/hari) 25%
Kuantitatif Konsentrasi SO2 (µg/Nm3/hari) 25%
Kuantitatif Konsentrasi PM10 (µg/Nm3/hari) 25%
Kualitatif Kebijakan kebersihan udara 25%
8. Environmental Governance
Kualitatif Pengelolaan lingkungan 33%
Kualitatif Pengawasan lingkungan 33%
Kualitatif Partisipasi masyarakat 33%
Sumber: Denig2011
Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan menyusun hasil setiap indikator pada tabel evaluasi kemudian dilakukan pemberian rekomendasi berupa green initiatives
pada setiap kategori. Green initiatives ini direkomendasikan dengan melihat permasalahan lingkungan dan mengidentifikasi faktor apa saja yang dapat ditingkatkan di Kota Depok. Hasil pembobotan setiap indikator di kelompokan ke dalam tabel performa yang terdiri dari lima kriteria, antara lain well below average (sangat di bawah rata-rata), below average (di bawah rata-rata), average
14
Tabel 6 Contoh tabel performa Well below
Dalam tahapan evaluasi dilakukan juga pengukuran persepsi masyarakat Kota Depok (index of happiness). Pengukuran dilakukan menggunakan metode kuesioner sehingga diperoleh jumlah persentase masyarakat yang memiliki tingkat kebahagiaan sangat tinggi, tinggi dan sedang. Pengukuran ini bertujuan untuk melihat tingkat kebahagiaan masyarakat yang tinggal di Kota Depok kemudian di sesuaikan dengan kinerja kota dalam menerapkan konsep kota hijau. Dalam The Greater Victoria Well-Being Survey, beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan dan kepuasaan hidup seseorang antara lain: kesehatan fisik dan mental, keseimbangan waktu, kualitas bersosialisasi, kualitas budaya, kepuasan finansial, kualitas pemerintahan dan kualitas lingkungan. Kualitas lingkungan berarti memiliki lingkungan alami dan kualitas lingkungan yang baik, hal tersebut akan berpengaruh terhadap peningkatan kebahagiaan seseorang.
Skala likert yang digunakan pada penelitian ini adalah skala 1 hingga skala 3 dengan ketentuan skala 1 adalah tidak setuju, skala 2 kurang setuju dan skala 3 setuju. Pada kuesioner tingkat kebahagiaan ini terdapat 20 variabel yang diteliti (Tabel 34) yang dilihat dari kondisi lingkungan aktual Kota Depok saat ini. Sehingga diperoleh skala minimum sebesar 20.0 dan skala maksimum sebesar 60.0, perhitungan rentang skala penilaian menggunakan rumus sebagai berikut:
( )
( )
Berdasarkan rentang tersebut maka kriteria kebahagiaan masyarakat terbagi menjadi tiga kelompok, antara lain:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Wilayah Kota Depok
Kota Depok secara geografis terletak pada koordinat 6º19’00”- 6º28’00”
Lintang Selatan dan 106º43’00”-106º55’30” Bujur Timur, dengan luas kurang lebih 200.29 km2. Kota Depok memiliki 11 kecamatan dan 63 kelurahan, yaitu Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cinere, Kecamatan Limo, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Cipayung Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Bojongsari, Kecamatan Cilodong, dan Kecamatan Tapos.
Sebagai daerah penunjang Ibukota Jakarta, letak Kota Depok berada pada posisi yang sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya. Berdasarkan data kependudukan dari BPS (Tabel 7), jumlah penduduk Kota Depok tahun 2012 mencapai 1 898 567 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 961 876 jiwa (50.66%) dan penduduk perempuan sebanyak 936 691 jiwa (49.34%). Secara administratif Kota Depok berbatasan langsung dengan beberapa kota lain, diantaranya:
utara : Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Timur, timur : Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat,
selatan :Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, dan
barat :Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat dan Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten.
Tabel 7 Luas dan jumlah penduduk kecamatan Kota Depok
Sumber: BPS Kota Depok 2012
No. Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk (Jiwa)
1 Sawangan 25.90 134 943
2 Bojongsari 19.79 108 913
3 Pancoran Mas 18.21 229 887
4 Cipayung 11.63 139 689
5 Sukmajaya 18.04 253 687
6 Cilodong 16.09 136 519
7 Cimanggis 21.22 264 248
8 Tapos 32.33 236 113
9 Beji 14.30 181 171
10 Limo 12.32 96 047
11 Cinere 10.46 117 350
16
Kondisi Fisik dan Lingkungan
Topografi
Kota Depok memiliki pola topografi yang beragam, pada wilayah Kota Depok di bagian utara merupakan dataran rendah dengan elevasi antara 50-80 mdpl. Sedangkan wilayah Kota Depok bagian tengah memiliki ketinggian 80-110 mdpl dan di bagian selatan merupakan area perbukitan, bergelombang lemah dengan elevasi >110 mdpl.
Hidrologi
Kota Depok memiliki setidaknya 3 (tiga) sungai utama yang mengalir melewati Kota Depok dari selatan ke utara. Ketiga sungai besar yang melewati wilayah Kota Depok ini berperan sebagai sungai induk bagi sungai-sungai kecil yang tercakup dalam daerah aliran sungai masing‐masing. Menurut arahan sistem air baku dan pengendali banjir dalam Peraturan Presiden No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur, Kota Depok termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Angke Pesanggrahan, DAS Cikeas Cileungsi dan DAS Ciliwung. DAS Ciliwung memiliki daerah cakupan aliran sungai yang paling besar bila dibandingkan dengan DAS lainnya.
Kemiringan Lereng dan Morfologi
Kemiringan lereng di Kota Depok dapat terbagi menjadi tiga bagian, antara lain: wilayah dengan kemiringan 0-8% (lereng datar) tersebar di bagian utara melintang ke timur, wilayah dengan kemiringan lereng antara 8-15% (lereng landai) tersebar hampir di seluruh kota terutama di bagian tengah membentang dari barat ke timur dan wilayah dengan kemiringan lereng lebih besar dari 15-20% (lereng bergelombang) terdapat di sepanjang Sungai Ciliwung, Cikeas, dan bagian selatan Sungai Angke. Pada wilayah ini kemiringan lereng cukup terjal sehingga cenderung perlu dikonservasi.
Geologi
Kondisi geologi Kota Depok termasuk dalam sistem geologi cekungan Botabek yang dibentuk oleh endapan kuarter yang berupa rombakan gunung api muda dan endapan sungai. Struktur geologi di daerah ini merupakan lapisan horizontal dengan kemiringan lapisan mendekati datar yang diperkirakan berarah utara-selatan.
Iklim
Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklm tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim. Secara umum musim kemarau antara bulan April-September dan musim hujan antara bulan Oktober- Maret.
Temperatur : 24.3º-33º C
Kelembaban rata-rata : 25%
Penguapan rata-rata : 3.9 mm/tahun Kecepatan angin rata-rata : 14.5 knot Penyinaran matahari rata-rata : 49.8%
17 Penggunaan Lahan
Secara umum penggunaan lahan di Kota Depok didominasi oleh sawah seluas 19 617.59 Ha atau sekitar 97.95% dari total luas wilayah. Kota Depok juga banyak terdapat kebun campuran yang luasannya mencapai 7 312.20 Ha atau sekitar 36.51% dari total luas wilayah. Menurut hasil analisis dan perhitungan, pemanfaatan ruang di Kota Depok didominasi oleh lahan terbangun sekitar 52.30% dari total luas wilayah, penggunaan lahan terbangun tersebut paling besar jumlahnya digunakan untuk lahan pemukiman dengan nilai 48.57% dari luas lahan Kota Depok. Kawasan pemukiman yang terdapat di Kota Depok meliputi kawasan pemukiman terstruktur/teratur yang biasa dibangun oleh pengembang dan kawasan perumahan non terstruktur/tidak teratur yang umumnya dibangun secara perorangan.
Penduduk
Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2012 mencapai 1 898 567 jiwa, terdiri atas laki-laki 961 876 (50.66%) dan perempuan 936 691 jiwa (49.34%), sedangkan luas wilayah hanya 200.29 km2. Tingkat kepadatan penduduk Kota Depok sebesar 9479 jiwa/km2, tingkat kepadatan tersebut tergolong padat jika dikaitkan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Kecamatan Sukmajaya merupakan kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi, yaitu 14 062 jiwa/ km2, sedangkan tingkat kepadatan terendah adalah Kecamatan Sawangan dengan tingkat kepadatan 5210 jiwa/ km2.
Laju Pertumbuhan Perekonomian
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Kota Depok mengalami pasang surut (fluktuatif) yang disebabkan oleh dampak eksternal. Depok pernah mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitu pada tahun 2007 mencapai 7.04%, namun pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 6.42% dan menjadi 6.22% pada tahun 2009 sebagai dampak dari krisis keuangan global. Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan membaik seiring dengan membaiknya kondisi finansial global meskipun tetap perlu diantisipasi adanya kemungkinan krisis baru. Pertumbuhan ekonomi Kota Depok kedepan membutuhkan fondasi ekonomi yang lebih kuat lagi, sehingga pertumbuhan yang ada dapat stabil dan memiliki kecenderungan yang meningkat. Berdasarkan data terakhir, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor sekunder (6.6%), sedangkan sektor tersier tumbuh sebesar 5.95 % dan primer hanya sebesar 3.99%. Tingginya pertumbuhan sektor sekunder disebabkan oleh pertumbuhan yang tinggi pada subsektor bangunan/konstruksi. Sedangkan pada sektor tersier, pertumbuhan tertinggi ditemukan pada sub sektor jasa.
Inventarisasi
Salah satu cara untuk mencapai kota yang berkelanjutan yaitu dengan cara penyempurnaan seluruh indeks berdasarkan Asian Green City di Kota Depok.
Terdapat delapan indeks atau kategori pada Asian Green City Index, antara lain:
Energy and CO2, Land Use and Building, Transport, Waste, Water, Sanitation,
18
Berdasarkan hasil survei lapang dan studi pustaka yang sudah dilakukan, maka didapatkan data terkait yang terbagi ke dalam aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.
Aspek Kuantitatif
Data kuantitatif merupakan data numerik yang dapat diukur terkait kondisi umum di Kota Depok. Adapun data kuantitatif terbagi kedalam tujuh kategori dan 14 indikator (Tabel 8).
Tabel 8 Kategori data kuantitatif
Kategori Indikator Hasil Tahun Sumber
Energy and
Konsumsi energi 356.8 kwh/org 2012 Depok Dalam
Angka
Land Use and
Building
Kepadatan penduduk 9479 org/Km2 2012 Depok Dalam
Angka
Luas RTH 19.4% 2012,
2013
BLH Kota Depok, DKP Kota Depok
Transport Panjang jaringan transportasi publik
0.051 km/km2 2012 Dishub Kota Depok
Waste Jumlah sampah yang
dihasilkan 5112 m
3/hari 2013 BLH Kota Depok
Jumlah sampah terangkut 69.9% 2013 BLH Kota Depok
Water Konsumsi air 35.83 l/hari/orang
2013 PDAM Kab Bogor
Kebocoran sistem air 21.49% 2013 PDAM Kab Bogor
Sanitation Masyarakat yang memiliki jamban pribadi
Air Quality Keberlimpahan NO2 41.6
µg/Nm3/hari
2013 BLH Kota Depok
Keberlimpahan SO2 67.9
µg/Nm3/hari
2013 BLH Kota Depok
Keberlimpahan PM10 141.5
µg/Nm3/hari
2013 BLH Kota Depok
Aspek Kualitatif
19 Tabel 9 Kategori data kualitatif
No. Kategori Indikator Upaya
1. Energy Program One Man One Tree Rumah pembibitan tanaman
Pembinaan implementasi Green Building
Penyediaan RTH publik bagi pengembang Kebijakaan
penggunaan lahan
Penataan bangunan dan lingkungan Penyediaan RTH di Kota Depok 3. Transport Kebijakan
pembuatan
trasportasi massa perkotaan yang berkelanjutan
Penyediaan jaringan angkutan massal kota
Pengembangan sistem jaringan transportasi perkeretaapian
Pengembangan halte
Peningkatan kualitas dan kuantitas terminal penumpang
Kebijakan mengurangi kemacetan
Pengembangan jaringan jalan Pengembangan jalur sepeda
Park and Ride
Pengembangan sistem perparkiran Penyediaan jaringan jalan pejalan kaki
Ride sharing oleh Komunitas Nebengers 4. Waste Kebijakan
Pengembangan Unit Pengelolaan Sampah (UPS) Pengembangan (TPPAS) Regional Nambo Pengembangan TPA
Pengembangan TPS
Pengembangan Stasiun Peralihan Antara Pengembangan angkutan persampahan kota Pembuatan TPS Limbah B3 Skala Kota 5. Water Kebijakan
meningkatkan kualitas air
Sumur Pantau Gerakan biopori
Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Kebijakan
mengelola
sumberdaya air secara efisien
Cekungan Air Tanah (CAT) Sumur resapan
Penggantian meteran pelanggan Penggantian jaringan pipa 6. Sanitation Kebijakan
kebersihan lingkungan
Meningkatnya rumah tangga bersanitasi layak Program percepatan pembangunan sanitasi pemukiman (PPSP)
Jambore sanitasi
Pemanfaatan limbah cair sebagai variasi pengguna pembungkus belimbing dan pengganti pupuk organik
Peningkatan kualitas teknologi pengolahan air limbah
Pemisahan sistem pembuangan air rumah tangga dengan sistem jaringan drainase
7. Air Quality Kebijakan kebersihan udara
Uji emisi
Membatasi perizinan angkutan umum
20
Tabel 9 Kategori data kualitatif (lanjutan)
No. Kategori Indikator Upaya
8. Environmental Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Perda No 3 tahun 2013 tentang Pedoman Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengawasan
lingkungan
Penyusunan memorandum program sanitasi Penyusunan buku putih Kota Depok
Penyusunan laporan status lingkungan hidup Penyusunan master plan kota hijau
Penyusunan masterplan RTH
Keberadaan LSM dan komunitas lingkungan Sumber: Dinas dan instansi terkait di Kota Depok
Analisis
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data kuantitatif menggunakan teknik normalisasi, yaitu melihat keberlimpahan data yang diperoleh jika dibandingkan dengan baku mutu yang ada. Sedangkan analisis pada data kualitatif menggunakan metode pembobotan dengan batasan bobot tertentu. Berikut merupakan penjabaran analisis pada setiap kategori.
Energy and CO2
Pada kategori Energy and CO2 menggunakan data penggunaan listrik terjual di Kota Depok, dikarenakan data listrik sebagai salah satu penyumbang terbesar di Kota Depok dan juga adanya keterbatasan data untuk baku mutu yang digunakan. Konsumsi energi dari sektor pengguna memiliki dampak pada perkiraan emisi CO2 yang dikeluarkan sektor pengguna itu sendiri. Konsumsi
energi listrik tidak secara langsung berkontribusi terhadap emisi CO2, akan tetapi
berperan dalam menghasilkan CO2 di pusat pembangkit listrik yang berbahan
bakar fosil (IPCC 1996). Emisi CO2 semakin besar di udara akan menimbulkan
dampak yang buruk bagi kesehatan dan keberlanjutan makhluk hidup. Analisis Aspek Kuantitatif
Pada Tabel 10 dapat dilihat bobot persentase pencapaian pada indikator emisi CO2 dan konsumsi energi di Kota Depok.
Tabel 10 Analisis kuantitatif Energy and CO2
Kategori Indikator Bobot
AGCI Hasil
PT PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat Area Pelayanan Depok 2012
2
21 Emisi CO2
Peningkatan kadar gas CO2 akan menjadikan lingkungan kota menjadi
kurang sehat yang kemudian mengakibatkan pemanasan global dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sekitar. Kadar emisi CO2 yang terdapat di Kota
Depok sebesar 603 571 156.7 kg CO2 yang diperoleh berdasarkan perhitungan
sebagai berikut:
E = A x EF x Jumlah Penduduk
E = 356.8 kwh/org x 0.891 kg/kwh* x 1 898 567 = 603 571 156.7kg CO2
Dimana:
E = Emisi CO2
A = Konsumsi energi
EF = Faktor emisi CO2 (konstanta: 0.891 kg/kwh)
* Berdasarkan Surat Menteri ESDM No. 3783/21/600.5/2008
Hasil yang diperoleh dari perhitungan di atas merupakan hasil emisi CO2
dari sumber listrik yang dihasilkan di pusat pembangkit listrik. Sedangkan baku mutu yang dijadikan pembanding sebesar 1 378 672 905. 5 kg CO2 yang
diperoleh dari Kementerian Energi dan Standar Mineral tahun 2012. Angka tersebut diperoleh dari perhitungan berikut:
E = A x EF x Jumlah Penduduk
E = 815 kwh/org x 0.891 kg/kwh x 1 898 567 = 1 378 672 905.5 kg CO2
Pada indikator emisi CO2 semakin besar kandungannya di udara maka
akan menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan pada jangka panjang. Sehingga dalam menghitung keberlimpahan emisi CO2 yang
dihasilkan di Kota Depok, dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut:
Perhitungan:
( )
( )
Berdasarkan Asian Green City Index, bobot untuk indikator ini sebesar 25% sehingga didapatkan bobot keberlimpahan emisi CO2 di Kota Depok sebesar
14.1%. Jika dilihat dari skala persentase 0% merupakan persentase terburuk dan 25% merupakan persentase terbaik, maka persentase tersebut sudah cukup baik yang berarti keberlimpahan emisi CO2 di udara masih di bawah baku mutu yang
22
Konsumsi Energi
Konsumsi energi akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (Indonesia Energi Outlook 2013). Konsumsi energi di Kota Depok setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, seperti konsumsi energi listrik pada tahun 2012 ini sebesar 356.8 kwh/org. Konsumsi energi menurut sektor pengguna terbagi ke dalam tiga sektor, antara lain: transportasi, industri dan rumah tangga. Namun sayangnya, belum terdapat baku mutu yang menggabungkan ketiga sektor tersebut. Sehingga, untuk mengetahui keberlimpahan konsumsi energi di Kota Depok dalam penelitian hanya menggunakan konsumsi energi listrik. Selain itu didukung pula dengan padatnya pemukiman di Kota Depok sehingga konsumsi listrik dapat menjadi salah satu penyumbang energi terbesar bagi kota tersebut. Baku mutu yang dijadikan pembanding sebesar 815 kwh/org, angka tersebut bersumber dari Kementerian Energi dan Standar Mineral tahun 2012 yang kemudian dihitung menggunakan perhitungan di bawah ini.
Perhitungan:
( )
( )
Seperti halnya pada indikator sebelumnya, rumus perhitungan di atas digunakan karena pada indikator inisemakin besar konsumsi energi maka kota tersebut semakin jauh dari kata hijau. Menurut Richard Register (1987), kota hijau adalah kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meminimalisir penggunaan energi, air, dan makanan, serta meminimalisir buangan limbah, pencemaran udara dan pencemaran air. Berdasarkan Asian Green City Index, bobot untuk indikator ini sebesar 25% sehingga didapatkan bobot konsumsi energidi Kota Depoksebesar 14%. Jika dilihat dari skala persentase, 0% merupakan persentase terburuk dan 25% merupakan persentase terbaik. Maka persentase 14% tergolong cukup baik yang berarti konsumsi energi di Kota Depok masih berada di bawah baku mutu.
Analisis Aspek Kualitatif
Kota Depok memiliki beberapa upaya yang tergabung dalam menciptakan energi yang bersih dan mengatasi perubahan iklim. Upaya tersebut juga dapat menekan hasil emisi CO2 dan konsumsi energi Kota Depok saat ini. Upaya berikut
23 Tabel 11 Analisis kualitatif Energy and CO2
Indikator Upaya Bobot
AGCI
Bobot Nilai
0 1 2 3
Kebijakan kebersihan energi (25%) dan Rencana mengatasai perubahan iklim (25%)
Program penanaman pohon
50%
Program One Man One Tree
Rumah pembibitan tanaman
One Day No Car
Car Free Day
Kampung iklim
Pengembangan energi alternatif
Nilai penerapan total/ Nilai Maksimal*bobot AGCI 5/21*50%
Total Bobot 11.9%
Kebijakan kebersihan energi dan rencana mengatasi perubahan iklim
Perubahan iklim merupakan akibat dari pemanasan global yang dipicu oleh efek rumah kaca. Efek rumah kaca ini diakibatkan oleh karbon dioksida (CO2)
yang semakin meningkat. Ada tiga faktor yang sangat mempengaruhi perubahan iklim dan penyumbang emisi CO2, yakni: transportasi, industri, dan rumah tangga
(Puri, tahun tidak diketahui). Dalam menjaga kebersihan energi dan mengatasi perubahan iklim, Kota Depok memiliki beberapa upaya yang tergabung, salah satunya adalah program penanaman pohon. Program ini dilakukan di daerah yang memiliki tingkat pencemaran tinggi, seperti Situ Tipar, Situ Bojongsari, Jalan Dewi Sartika, dan Jalan Keadilan. Kegiatan ini sudah berlangsung selama 5 tahun terakhir, tepatnya yaitu sejak BLH berdiri pada tahun 2009. Dalam membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas kota, beberapa perusahaan swasta dan BUMN seperti PT. Kawanlama, PT. Pertamina (persero) dan Kementerian Kehutanan menjalankan program CSR untuk memberikan bantuan berupa pemberian pohon dalam kegiatan ini. Dalam pelaksanaannya masyarakat sekitarpun tidak segan untuk ikut serta dalam menanam pohon untuk Kota Depok yang lebih baik lagi.
Program selanjutnya dalam meningkatkan kualitas lingkungan Kota Depok adalah program One Man One Tree. Program ini merupakan program lanjutan dari program penanaman pohon, namun dilakukan pada skala yang lebih kecil, yaitu komunitas (RT/RW). Program ini telah dilaksanakan selama enam tahun, yaitu dimulai pada tahun 2009 hingga sekarang. Selanjutnya rumah pembibitan tanaman (Gambar 3) yang dimulai pada tahun 2009, namun sayangnya belum tertera pada perda Kota Depok.
24
Selain itu, Kota Depok juga memiliki program yang cukup unik yaitu One Day No Car (ODNC). Gerakan ODNC merupakan gerakan hemat energi, peduli lingkungan serta solusi kemacetan dan tertib berlalu lintas, untuk membangkitkan ekonomi kerakyatan dengan cara satu hari tanpa kendaraan bermotor. Gerakan ini didukung oleh segenap aparatur pemerintah Kota Depok dan seluruh masyarakat Kota Depok (Gambar 4). ODNC diadakan setiap Hari Selasa yang dikhususkan untuk pegawai pemerintahan terlebih dahulu, kedepannya diharapkan program ini dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat di Kota Depok. Pelaksanaan program ini berdasarkan surat edaran Walikota Depok No. 541.11/664 ekonomi tanggal 11 Juni 2012 tentang Gerakan Nasional Penghematan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Gambar 4 Walikota Depok bersepeda menuju kantor pada Hari Selasa Sumber: www.depoknews.com
Program selanjutnya adalah Car Free Day (hari bebas kendaraan bermotor) yang berlokasi di Grand Depok City yang dilakukan setiap Hari Minggu oleh seluruh lapisan masyarakat Kota Depok. Sedangkan untuk program kampung iklim belum terdapat realisasi dan juga belum tertera pada perda Kota Depok. Kampung iklim ini direncanakan berlangsung pada tahun 2014 di Kecamatan Sukmajaya (RW 16). Kampung iklim sendiri merupakan suatu program yang di laksanakan di suatu Rukun Warga (RW) dengan adanya penampungan air hujan, sumur resapan, dan solar cell. Kampung Iklim merupakan program yang diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sebagai salah satu upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup menyebutkan kampung iklim ini merupakan model desa dengan pengelolaan kawasan yang ramah lingkungan, yang mengembangkan konsep pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim melalui upaya adaptasi dan mitigasi serta dapat memenuhi kebutuhan harian mereka, seperti pangan. Pengembangan energi alternatif belum dilakukan di Kota Depok, sementara itu cara lain dalam mencegah perubahan iklim adalah dengan penghematan penggunaan alat-alat elektronik atau listrik yang menyumbang CO2.
25
Gambar 5 Lampu jalan di Jalan Margonda dan Jalan Raya Bogor, Kota Depok Dalam melaksanakan beberapa program, pemerintah mengalami beberapa kendala yang dihadapi, yaitu sosialisasi yang belum tersebar secara merata dan pemahaman/latar belakang masyarakat yang beragam sehingga informasi yang diperoleh menjadi terbatas. Adanya peraturan legal bagi program yang dijalankan cukup berpengaruh bagi keberlanjutan dan eksistensi program tersebut karena program tersebut akan memiliki landasan hukum yang jelas sehingga sanksi/denda akan berlaku.
Land Use and Building
Berdasarkan PP No. 47 tahun 1997, Kota Depok merupakan salah satu kota yang termasuk dalam Kawasan Bopunjur dengan pemanfaatan ruang yang sangat terbatas sesuai dengan fungsinya. Fungsi tersebut yaitu sebagai kawasan konservasi air dan tanah, yang memiliki nilai strategis sebagai kawasan yang dapat memberikan perlindungan terhadap Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Kota Depok juga secara langsung akan berfungsi sebagai kawasan limpahan dan tekanan dari pertumbuhan Kota Jakarta diantaranya pemukiman, ekonomi, perdagangan, komersial dan pendidikan. Jika dilihat dari sektor perekonomian yang semakin berkembang, setiap kota seperti diwajibkan untuk meningkatkan sektor perekonomiannya dalam berbagai cara salah satunya melalui pembangunan perumahan dan gedung-gedung perkantoran. Pembangunan tersebut memiliki dampak yang signifikan bagi lingkungan, salah satu dampaknya adalah konversi lahan terbuka menjadi perumahan/gedung bertingkat sehingga jumlah ruang terbuka semakin lama akan semakin berkurang dan berganti dengan bangunan masif.
Analisis Aspek Kuantitatif
Pada Tabel 12 dapat dilihat bobot persentase pencapaian pada indikator kepadatan penduduk dan luasan RTH di Kota Depok.
Tabel 12 Analisis kuantitatif Land use and Building
Kategori Indikator Bobot
AGCI Hasil
1
Baku Mutu2 Bobot
Land Use and Building
Kepadatan Penduduk 25% 9479 org/Km2 ≤10 000 org/Km2 1.2%
Luas RTH 25% 19.4% ≥30% 16%
Sumber:
1
Depok Dalam Angka 2012 (kepadatan penduduk), DKP Kota Depok 2013 (luas RTH)
2Scored by WHO in Asian Green City Index
26
Kepadatan Penduduk
Kota Depok memiliki luas wilayah sebesar 200.29 km2, sedangkan jumlah penduduk pada tahun 2012 mencapai 1 898 567 jiwa sehingga tingkat kepadatan penduduk di Kota Depok sebesar 9479 org/km2. Dalam mengetahui tingkat kepadatan penduduk Kota Depok sudah sejauh mana, maka diperlukan baku mutu sebagai acuan dalam perhitungan. Baku mutu yang dipakai dalam kategori kepadatan penduduk ini yaitu menurut World Health Organization (WHO) pada
Asian Green City Index, baku mutu tersebut tertulis sebesar 10 000 org/Km2 .
Perhitungan:
( )
( )
Rumus perhitungan di atas digunakan karena pada indikator ini semakin tinggi kepadatan penduduk, maka risiko kerusakan lingkungan akan semakin besar. Menurut Hasnida (2002), kepadatan penduduk yang tinggi akan memberikan tekanan pada daya dukung alam lingkungannya. Jika tekanan tersebut melampaui batas kemampuan daya dukung alam lingkungan, maka lingkungan tersebut akan mejadi rusak. Berdasarkan Asian Green City Index, kepadatan penduduk memiliki bobot sebesar 25% sehingga bobot untuk kepadatan penduduk di Kota Depok hanya sebesar 1.2%. Jika dilihat dari skala persentase 0% hingga 25%, bobot tersebut jauh dari 25% dan sangat dekat dengan 0%. Hal tersebut dikarenakan kepadatan penduduk di Kota Depok hampir mencapai 10 000 org/km2 sehingga dapat dikatakan kepadatan penduduk di Kota Depok tinggi dan berpotensi menurunkan kualitas lingkungan untuk beberapa waktu ke depan.
Jumlah Ruang Terbuka
27 terpisahkan dari kota, ruang-ruang terbuka dapat memberi ciri lain seperti karakter alami dari kota. Sehingga semakin tinggi jumlah ruang terbuka di suatu kota maka berpotensi dapat meningkatkan kualitas lingkungan kota tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka dalam menghitung keberlimpahan RTH di Kota Depok dapat menggunakan rumus seperti yang sudah tertera sebelumnya.
Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan baku mutu yang dikeluarkan oleh UU No. 26 tahun 2007 bahwa kebutuhan ruang terbuka publik dan juga privat minimal sebesar 30% .maka Kota Depok sudah memenuhi 16% dari ketetapan tersebut. Persentase tersebut melebihi setengah dari bobot maksimal (25%) sehingga dapat dikatakan jumlah ruang terbuka di Kota Depok saat ini sudah cukup baik, namun tetap perlu ditingkatkan kembali. Cukup tingginya persentase tersebut tentunya tidak lepas dari masuknya Kota Depok dalam Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang berupaya meningkatkan keberadaan RTH secara terus menerus.
Analisis Aspek Kualitatif
Dalam proses menuju kota hijau yang lebih baik lagi, Kota Depok memiliki beberapa kebijakan yang dilakukan terkait menjaga lingkungan dari dampak yang kurang baik. Dalam hal ini adalah Kebijakan eco buildings dan kebijakan dalam penggunaan lahan (Tabel 13)
Tabel 13 Analisis kualitatif Land Use and Building
Indikator Upaya Bobot
AGCI
Bobot Nilai
0 1 2 3
Kebijakan Eco Buildings
Pembinaan Implementasi Green Building
25%
Penyediaan RTH publik bagi pengembang
Nilai penerapan total/ Nilai Maksimal*bobot AGCI 2/6*25%
Total Bobot 8.3%
Kebijakaan penggunaan lahan
Penataan bangunan dan lingkungan
25%
Penyediaan RTH di Kota Depok (a)
Nilai penerapan total/ Nilai Maksimal*bobot AGCI 4/6*25%
Total Bobot 17.5 %
a
28
Kebijakan Eco Buildings
Kota Depok memiliki beberapa upaya dalam memenuhi kebijakan eco buildings, salah satunya adalah pembinaan implementasi green building. Upaya ini sudah terdapat dalam Perda No. 13 tahun 2013 tentang Bangunan dan IMB Pasal 75 terkait Bangunan Gedung Hijau, namun masih berupa rencana yang akan dilaksanakan mulai tahun 2015 (Gambar 6). Green building adalah bangunan baru ataupun bangunan lama, yang direncanakan dibangun, dan dioperasikan dengan memperhatikan faktor-faktor keberlanjutan lingkungan. (GBC Indonesia2009).
Upaya lainnya adalah penyediaan RTH publik bagi pengembang. Setiap pemrakarasa kegiatan atau usaha yang baru baik yang sudah atau belum beroperasi, harus memiliki semua perizinan yang berlaku pada saat hendak memulai suatu usaha atau kegiatan. Pengembang diminta untuk memenuhi kewajiban penyediaan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum). Dalam pengembangan kawasan disyaratkan Koefisien Dasar Hijau (KDH) minimal 20% berupa taman di kawasan pengembang (Yoga dan Ismaun 2011). Menurut Permen PU No. 06 tahun 2007, Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dengan luas tanah dikuasai. Upaya ini ditujukan untuk mengantisipasi dampak yang nantinya akan timbul dari suatu kegiatan pembangunan maupun usaha, dampak tersebut juga harus mampu dikelola, baik dampak negatif maupun dampak positif sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Upaya ini sudah terdapat dalam Perda No. 14 tahun 2013 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) namun belum diterapkan.
Gambar 6 Gedung/bangunan tinggi di Kota Depok belum menerapkan konsep
Eco Buildings
Kebijakan Penggunaan Lahan
Dalam meminimalisir konservasi lahan, Kota Depok memiliki beberapa upaya terkait kebijakan penggunaan lahan, salah satunya adalah penataan bangunan dan lingkungan. Upaya ini sudah terdapat pada Perda No. 13 tahun 2013 tentang Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), namun pelaksanaannya baru direncanakan dimulai pada tahun 2014. Menurut Permen PU No. 6 tahun 2007, penataan bangunan dan lingkungan adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan atau melestarikan bangunan dan lingkungan/kawasan tertentu.