• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU

DI KOTA TANGERANG

ELSYA BAGEA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Elsya Bagea

(4)
(5)

ABSTRAK

ELSYA BAGEA. Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang Dibimbing oleh ALINDA FM ZAIN.

Pembangunan kawasan perkotaan saat ini semakin cepat. Meningkatnya pembangunan fisik kota menyebabkan ketidakseimbangan antara pertumbuhan perkotaan dengan peningkatan kulitas lingkungan. Kondisi seperti ini menyebabkan kota menjadi tidak nyaman untuk dihuni. Oleh karena itu perencanaan kota perlu diarahkan untuk menggunakan konsep kota hijau. Kota hijau merupakan kota yang sehat yang mempertimbangkan aspek ekologis dalam perencanaannya. Penelitian dilakukan di Kota Tangerang dengan menggunakan

Gap Analysis untuk mengetahui kondisi aktual Kota Tangerang dalam menerapkan konsep kota hijau dan membandingkannya dengan kondisi ideal. Hasil evaluasi menunjukan bahwa penerapan indikator kota hijau di Kota Tangerang masih dalam tahap pengembangan. Hal ini terlihat dari jumlah penerapan yang belum maksimal, serta pesebaran yang belum merata di seluruh wilayah kota.

Kata kunci: kota hijau, kota yang nyaman, lanksap perkotaan ABSTRACT

ELSYA BAGEA. Evaluation of Implementation Green City Concept in Tangerang CitySupervised By ALINDA FM ZAIN.

Development of urban areas grew rapidly. Increasing physical development of the city cause the imbalance between urban growth and the attempt to increase the quality of the environment. The condition makes an uncomfortable city to live. Therefore the future urban planning could be directed to use the green city concept. Green city is a healthy city that considers the aspects of ecological planning. This research was conducted in Tangerang city by using Gap Analysis to find out the actual condition in applying the concept of green cities and comparing it with the ideal condition. The evaluation showed that implementation of green city concept in Tangerang city was still continue. It could be seen from the implementation of eight indicators of green city which had not been maximized, and spreaded through the region.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU

DI KOTA TANGERANG

ELSYA BAGEA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang Nama : Elsya Bagea

NRP : A44090050

Disetujui oleh

Dr. Ir. Alinda FM Zain, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah mengenai konsep Kota Hijau. dengan judul skripsi “Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Alinda FM Zain, Msi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan kepada saya dalam menyusun dan menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Dr. Indung Sitti Fatimah, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak arahan selama mengikuti perkuliahan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kepada Dinas dan Instansi Kota Tangerang yang telah memberikan izin pengambilan data terkait skripsi ini. Tidak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada keluarga yang telah memberikan doa dan motivasi, teman–teman penulis utamanya teman satu bimbingan Amira, Damaria, Nurul serta teman–teman ARL 46, juga seluruh pihak yang telah memberikan doa, bantuan serta dukungannya.

Penulis menyadari penelitian ini jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak Pemerintah Kota Tangerang dan pihak lain yang memerlukan.

Bogor, Maret 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir 2

TINJAUAN PUSTAKA 4

Kawasan Perkotaan 4

Kota dan Masalah Lingkungan Perkotaan 4

Kota Hijau 5

Green Planning and Design 5

Green Open Space 6

Green Building 6

Green Waste 7

Green Transportation 8

Green Water8

Green Energy 8

Green Community 8

Gap Analysis 9

METODOLOGI 10

Lokasi dan Waktu Penelitian 10

Alat dan Bahan 10

Batasan Penelitian 10

Metode Penelitian 11

Inventarisasi 11

Analisis 12

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN 25

Profil Wilayah Kota Tangerang 25

Kondisi Fisik dan Lingkungan 25

Topografi 25

Iklim 26

Geologi 27

Hidrologi 27

Penduduk 27

Penggunaan Lahan 27

Pola dan Sebaran kegiatan 28

Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Tangerang 28

Green Planning and Design 28

Kondisi Ideal Green planning and Design 28

Kondisi Aktual Kota Tangerang 30

Analisis dan Evaluasi 35

Green Open Space 36

Kondisi Ideal Green Open Space 36

Kondisi Aktual Kota Tangerang 39

Analisis dan Evaluasi 44

Green Building 45

Kondisi Ideal Green Building 45

Kondisi Aktual Kota Tangerang 46

Analisis dan Evaluasi 48

Green Waste 49

Kondisi Ideal Green Waste 49

Kondisi Aktual Kota Tangerang 51

Analisis dan Evaluasi 55

Green Transportation 56

Kondisi Ideal 56

Kondisi Aktual Kota Tangerang 59

Analisis dan Evaluasi 64

(13)

Kondisi Ideal Green Water 65

Kondisi Aktual Kota Tangerang 66

Analisis dan Evaluasi 67

Green Energy 68

Kondisi Ideal Green Energy 69

Kondisi Aktual Kota Tangerang 70

Analisis dan Evaluasi 71

Green Community 72

Kondisi Ideal Green Community 73

Kondisi Aktual Kota Tangerang 74

Analisis dan Evaluasi 75

Hasil Evaluasi Penerapan 76

SIMPULAN DAN SARAN 82

Simpulan 82

Saran 82

DAFTAR PUSTAKA 83

LAMPIRAN 88

RIWAYAT HIDUP 89

(14)

DAFTAR TABEL

1. Alat dan bahan penelitian 10

2. Jenis data dan sumber data penelitian 11

3. Batasan penentuan skoring indikator Green Planning and Design 13 4. Batasan penentuan skoring indikator Green Open Space 15 5. Batasan penentuan skoring indikator Green Building 18 6. Batasan penentuan skoring indikator Green Waste 19 7. Batasan penentuan skoring indikator Green Transportaion 20

8. Batasan penerapan indikator green water 21

9. Batasan penentuan skoring indikator Green Energy 22 10.Batasan penentuan skoring green community 24

11.Luas Kecamatan Kota Tangerang 25

12.Evaluasi penerapan indikator green planning and design 35

13.Luas Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang 39

14.Evaluasi penerapan indikator green open space 44 15.Evaluasi penerapan indikator green building 48 16.Komposisi sampah berdasarkan sumber sampah 52

17.Komposisi sampah di TPA Rawa Kucing 52

18.Evaluasi penerapan indikator green waste 55 19.evaluasi penerapan indkator green transportation 64 20.Evaluasi penerapan indikator green water 68 21.Evaluasi penerapan indikator green energy 72 22.Evaluasi penerapan indikator green community 75 23.hasil evaluasi penerapan indikator kota hijau 76

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pikir penelitian 2

2. Lokasi penelitian 10

3. Grafik suhu udara rata–rata Kota Tangerang 2011 26 4. Grafik kelembaban rata–rata Kota Tangerang 2011 26 5. Grafik curah hujan rata–rata Kota Tangerang 2011 26 6. Jumlah penduduk Kota Tangerang Tahun 2008 – 2012 27 7. Ilustrasi kawasan mix use vertikal dan horizontal 29

8. Peta administrasi Kota Tangerang 31

9. Peta rencana struktur kota 2012–2032 32

10.Peta rencana kawasan strategis kota 33

11.Kawasan Sudirman One (Mixed Use Development) 34

12.Fasilitas TOD 34

13.Cooling effect dari keberadaan ruang hijau 38

14.Taman Kota 40

15.Hutan Kota 41

16.Jalur hijau sungai dan jalan 41

17.Lahan pertanian sawah dan kebun 42

18.Peningkatan fungsi estettika pada RTH 42

(15)

20.Pemanfaatan cahaya matahari dan tanaman dalam ruangan 47

21.penggunaan kaca pada fasad bangunan 47

22.Penggunaan waste material 48

23.Ilustrasi penerapan ecotech garden 51

24.Kegiatan di tempat pembuangan sampah terpadu 53

25.Bank sampah di masyarakat 53

26.Unit pengolahan grey water di Perumahan P dan K Cipondoh 54 27.Kegiatan pengomposan dan penangkapan gas metan di TPA 55

28.Tipologi angkutan umum di Indonesia 56

29.Kondisi jalur pedestrian 59

30.Kondisi jalur sepeda di Jl. Sudirman 60

31.Peta rencana jalur sepeda 62

32.Peta rencana sistem jaringan transportasi 63 33.Proses pembangunan ekodrainase di Jl. M Yamin 67 34.Pemanfataan eceng gondok sebagai sumber energi 71

35.Pelaksanaan kegiatan hijau dimasyarakat 74

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkotaan yang ada di Indonesia kini semakin berkembang, perkembangan tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah penduduk yang tinggal di kota akibat urbanisasi maupun ledakan jumlah penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk ini secara tidak langsung membawa beberapa dampak negatif bagi kawasan perkotaan, diantaranya peningkatan area terbangun yang tidak terpola dengan baik sehingga jaringan transportasi menjadi tidak efektif dan berakibat pada meningkatnya polusi udara (Rima 2012). Masalah lain yang timbul akibat meningkatnya jumlah penduduk yaitu menurunnya jumlah lahan hijau dan meningkatnya produksi sampah perkotaan. Kondisi lingkungan perkotaan yang terus seperti ini dan tanpa adanya penanganan yang tepat maka akan menjadikan kota menjadi semakin tidak sehat dan menciptakan kondisi yang tidak nyaman bagi penghuninya.

Kota Tangerang saat ini terus berkembang, baik untuk kawasan permukiman maupun kawasan industrinya. Sebagai suatu kota, tentunya permasalahan tersebut juga dialami oleh kota ini. Meningkatnya jumlah penduduk secara tidak langsung mengarahkan kota ini menjadi kota yang padat penduduk. Jumlah penduduk Kota Tangerang pada tahun 2011 sebanyak 1 792 027 jiwa dan pada tahun 2012 jumlah penduduk meningkat menjadi 2 039 294 jiwa (TDA 2012). Dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kota terus membangun kawasan permukiman, serta kawasan pendukung lainnya sehingga meningkatkan ruang terbangun dan semakin mengurangi ruang hijaunya.

(18)

2

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. bagaimana perkembangan dan penataan Kota Tangerang saat ini

2. seperti apa Kota Tangerang sudah menerapkan konsep Kota Hijau pada pembangunan kotanya

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah merencanakan konsep pengembangann Kota Tangerang berdasarkan delapan indikator kota Hijau.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. mengidentifikasi pengembangan dan penataan kota hijaupada Kota Tangerang 2. mengevaluasi penerapan konsep kota hijau di Kota Tangerang

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan baru bagi peneliti, serta dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi perencana dan pemerintah dalam merencanakan sebuah kota dengan konsep kota hijau. Dengan menggunakan konsep ini diharapkan perkembangan kota selanjutnya dapat lebih berorientasi pada lingkungan.

Kerangka Pikir

Kerangka pikir di bawah ini menggambarkan permasalahan Kota Tangerang terkait penerapan delapan indikator pembentuk kota hijau. Setelah itu dilakukan identtfikasi terkait penerapannya yang dilihat dari indikator green planning and design, green open space, green building, green waste, green transportation, green water, green energy dan green community. Tahapan yang dilakukan selanjutnya yaitu melakukan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode Gap Analysis, yaitu analisis yang digunakan untuk membandingkan kondisi ideal dari suatu kota hijau dengan kondisi aktual di kota. Setelah itu dilakukan evaluasi penerapan sebagai hasil akhir dari penelitian. Adapun kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar 1 di bawah ini.

(19)

3

Kota Tangerang

Permasalahan Kota Tangerang Terkait Penerapan Konsep Kota Hijau

Identifikasi Permasalahan Terkait Penerapan 8 Indikator Kota Hijau di Kota Tangerang

Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau

(20)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan Perkotaan

Kawasan perkotaan merupakan kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, degan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan, dan distribusi, pelayanan pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi perkotaan (Adisasmita, 2010).

Kota dan Masalah Lingkungan Perkotaan

Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Kota merupakan sebuah sistem yang terbuka baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis dan dinamis. Kota merupakan suatu wilayah berkembangnya kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi perkotaan yang tidak berstatus sebagai kota administratif atau kotamadya. Kota pada umumnya memiliki watak dan karakter sebagai refleksi dari kondisi alam, manusia, dan budayanya. Karakter suatu kota tercermin dari kondisi kota itu sendiri. Aktivitas kota telah menimbulkan banyak permasalahan lingkungan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Majunya aspek pembangunan juga ikut menimbulkan berbagai implikasi, khusunya di kota besar. Berbagai implikasi besar tersebut diantaranya menyangkut industrialisasi, mobilitas manusia yang terus meningkat, dan masalah daya dukung lingkungan. Adanya implikasi ini menyebabkan udara mengalami perubahan temperatur dan kelembaban sampai aspek estetika di alam terbuka yang semakin suram (Irwan, 2008).

Kota merupakan tempat para warga melangsungkan berbagai aktivitasnya, sehingga pengembangannya mestinya diarahkan agar dapat memenuhi tuntutan kebutuhan fisik dan spiritual. Tapi banyak ditemukan suatu kota yang perencanaannya dilakukan secara kurang memadai, sehingga menjadi lesu, sakit, dan semrawut. Langkah Pemerintah Kota yang kini bermaksud mengembangkan Hutan Kota termasuk Ruang Terbuka Hijau (RTH), karenanya perlu mendapat apresiasi. Dengan dibentuknya ruang–ruang terbuka hijau tersebut, dapat disusun suatu jaringan ruang terbuka hijau kota yang berfungsi meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih, sehat, dan indah (Samsoedin, 2007)

Menurut Zahnd (2007), Pengaruh perencanaan kota terhadap pembangunan kota dalam realitanya masih relatif kecil. Pertumbuhan kota semakin cepat, sehingga para perencana dan pengelola kota kurang mampu mengontrol perkembangannya, hal ini menyebabkan pertumbuhan kota hanya terjadi di beberapa daerah saja. Lebih lanjut lagi Adhisasmita (2010) menyatakan bahwa tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di massa depan adalah bagaimana cara menata, memanfaatkan, dan memelihara sumberdaya alam secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

(21)

5 1. mencermati penggunaaan lahan kota

2. mengintegrasikan pembangunan kota yang formal dan informal 3. membentuk ruang perkotaan yang multifungsi

4. membayangi ruang perkotaan dengan pepohonan 5. membagi ruang gerak perkotaan

6. menyesuaikan tipologi bangunan 7. melindungi kawasan

8. membagi jaringan prasarana 9. mendukung identitas masyarakat 10.merencanakan perkembangan

Kota Hijau

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2011) kota hijau dikenal sebagai kota ekologis yang dapat pula dikatakan sebagai kota yang sehat. Kota yang sehat menciptakan keseimbangngan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Kota sehat juga merupakan suatu kondisi dari suatu kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni. yang dimaksud dengan kota hijau adalah kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisisen sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Terdapat delapan indikator yang dapat diterapkan dalam menciptakan kota hijau di Indonesia, yaitu, green planning and design, green open space, green building, green waste, green transportation, green water, green energy, dan green community.

Green Planning and Design

Green Planning and Design adalah suatu perencanaan dan perancangan wilayah, kota atau kawasan yang memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan, efisiensi dalam pengalokasian sumberdaya dan ruang, mengutamakan keseimbangan lingkungan alami dan terbangun dalam rangka mewujudkan kualitas ruang wilayah perkotaan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

Kwanda (2001) mengatakan bahwa New Urbanism merupakan suatu konsep untuk mengatasi masalah lingkungan di perkotaan. Permasalahan diatasi dengan perencanaan permukiman yang berorientasi pada pejalan kaki, multi fungsi, kepadatan tinggi, sehingga mengurangi kendaraan bermotor dan berakibat pada berkurangnya kemacetan lalu lintas dan polusi udara. Karakter fisik dan sosial lainnya adalah multi tipe rumah, taman publik yang lebih banyak dan rumah berteras depan yang akan mendorong interaksi sosial dalam lingkungan perumahansering juga disebut antara lain sebagai Traditional Neighborhood Development (TND), perencanaan neotradisional, Transit–Oriented–Development

(TOD).

(22)

6

1. Restorasi pusat kota dan kota yang ada dalam satu kesatuan wilayah metropolitan.

2. Pembentukan kembali kawasan permukiman pinggiran kota yang tak teratur menjadi suatu lingkungan masyarakat yang hidup dan penggunaan lahan yang multi fungsi

3. Konservasi lingkungan alam

4. Pelestarian peninggalan–peninggalan lingkung buatan

5. Penggunaan lahan dan penghuni harus beragam dalam suatu lingkungan masyarakat

6. Pejalan kaki termasuk juga kendaraan umum dan mobil harus dirancang dalam suatu lingkungan masyarakat

7. Kota harus dibentuk oleh bentuk fisik yang jelas dan ruang publik yang mudah dicapai

8. Kawasan kota harus dibentuk oleh desain arsitektur dan lansekap yang menghargai sejarah lokal, iklim, ekologi, dan praktek pembangunan.

Green Open Space

Green open space adalah bagian dari ruang–ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi endemik atau introduksi guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut, yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. Green Open space memiliki berbagai fungsi, diantaranya fungsi ekologis, fungsi sosial budaya, fungsi planologis, fungsi ekonomi dan fungsi estetika. Selain memiliki fungsi yang beragam, ruang terbuka hijau juga dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, diantaranya taman lingkungan, taman kota, hutan kota, tempat pemakaman umum, jalur hijau dan lain–lain. Luasan mimimal dari ruang hijau dari suatu wilayah adalah 30% dari total luas wilayahnya. Jumlah ini dapat dicapai dengan 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Selain meningkatkan jumlah RTH, peningkatan kualitas juga perlu dilakukan.untuk mengoptimalkan fungsi ekologis dan sosialnya (Panduan Kota Hijau 2013)

Green Building

Menciptakan bangunan yang ramah lingkungan tidak semata–mata menciptakan bangunan dengan dominasi warna hijau atau menggunakan tanaman saja. Ramah lingkungan disini mencakup berbagai aspek, mulai dari perencanaan, penggunaan material sampai pada sistem pengoprasian bangunan itu kedepannya.

Green building adalah upaya dalam meningkatkan desain konstruksi sehingga bangunan yang dibangun akan lebih tahan lama, biaya operasional yang hemat, dan tidak membahayakan kesehatan. Menurut Redaksi Butaru, terdapat tiga konsep utama dalam mendirikan green buiding yaitu :

1 life cycle assessment (uji Amdal)

(23)

7

2 efisiensi desain struktur

Dasar dalam setiap proyek bermula pada tahap konsep dan desain. Tahap konsep merupakan salah satu langkah utama dalam proyek yang memiliki dampak besar pada kinerja proyek. Tujuan utaman merencanakan bangunan dengan konsep green building adalah untuk meminimalkan dampak yang akan disebabkan oleh banguna itu sendiri, baik selama pelaksanaan dan penggunaan. Perencanaan bangunan yang tidak efisien dalam struktur juga memberikan efek buruk terhadap lingkungan, yaitu pemakaian bahan bangunan yang sangat banyak sehingga terjadi pemborosan.

3 efisiensi energy

Green building sering kali mencakup langkah–langkah untuk mengurangi konsumsi energi, baik yang diperlukan untuk kehidupan segari–hari, seperti kondisi bangunan yang memudahkan angin dan sinar matahari mudah masuk kedalam bangunan. Selain itu segi pelaksanaan juga harus diperhatikan, seperti penggunaan kayu dalam pembangunan gedung yang akan menghasilkan energi buangan yang lebih rendah dibandingkan dengan bangunan yang menggunakan batu bata, beton ataupun baja.

Green Waste

Green Waste adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk mencegah terjadinya masalah yang disebabkan oleh adanya sampah atau limbah. Upaya yang dimaksudkan diatas meliputi pengurangan

(reduce), pemanfaatan kembali (re–use) dan daur ulang (re–cycle) yang dikenal sebagai pedekatan 3R. Pengelolaan sampah secara terpadu dilakukan agar sampah dapat memberikan nilai lebih. Salah satu nilai lebih adalah dengan menanfaatkan sampah sebagai sumber energi.

Sebagaimana diketahui, tumpukan sampah menghasilkan gas metana. Gas ini berbahaya bagi manusia. Karena itu tumpukan sampah ditimbun dengan tanah dan ditutupi dengan membran (plastik), agar gas metan tidak keluar. Kemudian di bawah tumpukan sampah itu dipasang saluran gas, sehingga gas metana yang keluar dapat dialirkan dan menggerakkan mesin yang dapat menghasilkan listrik. Untuk menghasilkan listrik dari sampah, ada tiga teknologi yang digunakan. Pertama, landfill gasification yaitu menangkap gas–gas yang dihasilkan sampah kemudian dijadikan sebagai penggerak mesin yang dapat menghasilkan listrik. Kedua, teknologi thermal process and gasification, yaitu dengan cara memisahkan sampah kemudian diproses di ruang hampa atau tertutup. Teknologi yang ketiga, yaitu anaerobic gasification, yaitu dengan cara menggunakan sampah organik kemudian difermentasi (Dewan energi nasional 2010).

(24)

8

Green Transportation

Green Trasnportation diartikan sebagai suatu usaha pembangunan dan pengembangan sistem transportasi yang berprinsip pada pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan, efisiensi penggunaan bahan bakar, dan berorientasi pada manusia yang meliputi pengembangan jalur–jalur khusus pejalan kaki dan sepeda, pengembangan angkutan umum massal yang memanfaatkan energi alternatif terbarukan yang bebas polusi dan ramah lingkungan, serta mempromosikan gaya hidup sehat dalam bertransportasi. Tujuan dari program ini diantaranya mengarahkan pembangunan dan pengembangan sistem transportasi yang ramah lingkungan yang berorientasi pada manusia dan pemanfaatan sumber energi alternatif terbarukan yang bebas polusi, untuk mencapai kualitas lingkungan yang sehat dan nyaman (Panduan Kota Hijau 2013).

Green Water

GreenWater dapat didefinisikan sebagai suatu konsep untuk menyediakan kemungkinan penyerapan air dan mengurangi puncak limpasan, sehingga tercapai efisiensi pemanfaatan sumberdaya air. Konsep green water dilakukan untuk meminimalkan efek yang terjadi pada lingkungan dan memaksimalkan efisiensi penggunaan sumberdaya yang ada, dimana pada akhirnya dapat menghemat uang yang dikeluarkan. Tujuan dari green water adalah menawarkan suatu solusi lingkungan untuk masalah air dan sanitasi dalam lingkungan rumah, komersial, industri dan pertanian. Dalam skala yang lebih luas, green water dapat menawarkan suatu solusi lingkungan pada tingkatan perkotaan.

Green Energy

Green energy merupakan energi yang dihasilkan dari sumber–sumber

yang ramah lingkungan atau menimbulkan dampak negatif yang sedikit bagi ekosistem lingkungan. Konsep green energy berkembang karena adanya dampak negatif yang luar biasa akibat dari penggunaan energi fosil. Tujuan dari green energy adalah menemukan sumber–sumber energi alternatif selain energi fosil, yang dapat meminimalkan dampak negatif bagi lingkungan. Manfaat dari penggunaan green energy. Undang–Undang (UU) terkait pengaturan energi tertera pada UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi diantaranya: 1) tersedianya energi alternatif yang mampu memenuhi ketersediaan energi nasional, 2) terjaganya kelestarian lingkungan hidup, 3) pemannfaatan energi dan energi terbarukan untuk kemakmuran masyarakat.

Green Community

(25)

9 dengan masyarakat dalam mengadakan tanaman hijau di lingkugan masyarakat (Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura, 2011).

Gap Analysis

Metode gap analysis dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithamet, dan Barry yang mulai dikenalkan pada tahun 1988. Metode gap analysis merupakan suatu metode atau alat yang digunakan untuk mengetahui tingkat kinerja suatu perusahaaan atau institusi. Metode ini digunakan untuk mengetahui kinerja dari sistem yang sedang berjalan dengan sistem yang standar. Metode ini bermanfaat untuk menilai seberapa besar kesenjangan antara kinerja aktual dengan suatu standar yang diharapkan, mengetahui peningkatan kriteria yang diperlukan dan mengetahui dasar pengambilan keputusan terkait prioritas (Muchsan, 2011)

Gap analysis merupakan metode analisis yang mempunyai pendekatan

(26)

10

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan di Kota Tangerang, Provinsi Banten. Kota Tangerang merupakan sebuah kota yang berada di sebelah barat Kota Jakarta, dengan jarak ke Ibu Kota Negara sejauh 65 km dan memiliki luas wilayah sebesar 154 km2 (BKPM, 2011). Penelitian dilakukan selama delapan bulan, yaitu pada bulan Februari hingga bulan September 2013.

Alat dan Bahan

Penelitian mengenai konsep kota hijau ini menggunakan peralatan baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software. Bahan yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan secara langsung di lapang, dan data sekunder adalah data–data pendukung lain yang sesuai dan valid. Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini

Batasan Penelitian

Batasan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi aktual Kota Tangerang dalam menerapkan konsep kota hijau dan melakukan evaluasi terkait penerapan dan pengembangan konsep kota hijau di Kota Tangerang yang berbasis lingkungan dan berkelanjutan.

Gambar 2 Lokasi penelitian Sumber : maps.google.com

Tabel 1 Alat dan bahan penelitian

Alat dan Bahan Kegunaan Alat

Kamera digital Mengambil gambar di tapak

Bahan

Peta Kota Tangerang Mengetahui kondisi kota

Peta RTRW Kota Tangerang Mengetahui rencana perkembangan kota

(27)

11 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah metode survei lapang untuk mengetahui penerapan delapan indikator kota hijau di Kota Tangerang. Metode ini merupakan metode yang memusatkan pada survei langsung pada tapak untuk mengetahui seperti apa penerapan yang sudah dilakukan terkait penerapan delapan indikator kota hijau. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah tahap pengumpulan data atau inventarisasi, analisis, dan evaluasi. Adapun penjelasan dari tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.

Inventarisasi

Inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data yang dibutuhkan baik data primer maupun data sekunder. Data primer diambil secara langsung yang didapatkan melalui wawancara dengan dinas terkait serta pengamatan di lapang. Sedangkan data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari sumber lain yang digunakan dalam penelitian dengan desk study, yaitu metode pengumpulan data berupa laporan–laporan studi terdahulu, paper atau makalah, serta data sekunder lain yang dibutuhkan. Adapun data–data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Lanjutan Tabel 2 Data dan sumber data Tabel 2 Jenis data dan sumber data penelitian

No Data Jenis

Data Sumber Data

Cara Pengambilan

1

Kondisi Umum

Kota Tangerang

Letak, luas, batas tapak

Sekunder

Profil Kota Tangerang, RTRW Kota

Tangerang

Studi pustaka Geologi

Hidrologi Tata guna lahan Iklim

2

Indikator Kota Hijau

Green

planning and design

Prrimer, Sekunder

Survei, RTRW Kota

Tangerang, Dinas terkait

Survei, Studi pustaka

Green open space Green building Green waste Green

(28)

12

Analisis

Tahapan analisis dimulai dengan merumuskan konsep ideal kota hijau melalui desk study dengan pendekatan delapan indikator kota hijau. Setelah itu dilanjutkan dengan mengidentifkasi kondisi eksisting di tapak yang dilanjutkan dengan menganalisis dengan metode Gap Analysis deskriptif. Dalam penelitian ini metode Gap Analysis dilakukan untuk membandingkan kondisi ideal dari suatu kota hijau dengan kondisi aktual dari Kota Tangerang.

Evaluasi

Penelitian ini menghasilkan evaluasi sebagai hasil dari penelitian. Pada tahap ini, dilakukan penilaian pada setiap indikator yang telah dilterapkan. Kriteria yang digunakan dalam mengkuantifikasi data (skoring) yaitu dengan memberikan skor 0, 1, 2, 3, 4. Dimana 0 merupakan skor minimal dan 4 merupakan skor maksimal. Semakin besar nilai penerapan menunjukan hasil yang semakin baik. Kriteria pemberian skor mengacu pada batasan yang telah ditentukan. Setelah melakukan skoring pada tiap model penerapan, langkah selanjutnya yaitu melakukan penghitungan nilai penerapan dari setiap indikator dengan persamaan berikut ini:

� � �

Dimana : x1 = nilai skoring penerapan 1

xn = nilai skoring penerapan ke–n

Xt = nilai penerapan total setiap indikator

Xmax = nila maksimal setiap indikator

Langkah selanjutnya yaitu mencari nilai maksimal dan nilai persentase penerapan dengan persamaan berikut ini:

Lanjutan Tabel 2 Data dan sumber data penelitian

No Data Jenis

Data Sumber Data

Cara Pengambilan

2

Indikator Kota Hijau

Green

planning and design

Primer, Sekunder

Survei, RTRW Kota Tangerang, Dinas terkait

Survei, Studi pustaka

Green open space Green building Green waste Green

transportation Green water

3 Aspek sosial

Jumlah

penduduk Sekunder

Dinas Kependudukan

(29)

13

rs t s r p ik t r i i p r p t t t i i ksi

Setelah dilakukan perhitungan presentase penerapan dari setiap indikator, dapat diketahui indikator apa saja yang sudah diterapakan dengan baiik dan dapat ditentukan perlakuan atau rencana yang akan dilakukan selanjutnya untuk menciptakan kota hijau yang ideal.Adapun kriteria untuk melakukan skoring dapat dilihat pada Tabel 3–Tabel 10 di bawah ini.

(30)

14

2. Terdapat di pusat kota dengan

(31)

15 Tabel 4 Batasan penentuan skoring indikator Green Open Space Penerapan/

(32)

16

Lanjutan Tabel 4 Batasan penentuan skoring indikator Green Open Space Penerapan/

3. Fungsi RTH jalur hijau yang ada

(33)

17 Lanjutan Tabel 4 Batasan penentuan skoring indikator Green Open Space

(34)

18

(35)

19

Tabel 6 Batasan penentuan skoring indikator Green Waste Penerapan

1. Tidak ada rencana untuk penerapan

1. Sudah ada arahan menerapkan 3R

1. Tidak ada rencana untuk penerapan bank sampah dan tidak tertera dalam RTRW

1. Sudah ada arahan menerapkan bank

(s): jumlah sebaran sumber sampah saat ini/ jumlah ideal sebaran sumber sampah × 100% 1%–25% = 1 25%–50% = 2 51%–75% = 3 | 76%–100% = 4

(j) jumlah : jumlah bank sampah saat ini/ jumlah bank sampah ideal × 100% 1%–25% =1 25%–50% = 2 51%–75% = 3 76%–100% = 4

1. Tidak ada rencana untuk penerapan

1. Sudah ada arahan pengolahan namun

1. Tidak ada rencana untuk pengolahan

(36)

20

(37)

21

Lanjutan Tabel 7 Batasan penentuan skoring indikator Green Transportaion Penerapan

Tabel 8 Batasan penerapan indikator green water Penerapan

(38)

22

Tabel 9 Batasan penentuan skoring indikator Green Energy Penerapan

Lanjutan Tabel 8 Batasan penentuan skor indikator green water

(39)
(40)

24

(41)

25 HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Wilayah Kota Tangerang

Kota Tangerang merupakan kota penyangga Ibu kota Jakarta. Secara administrasi, kota ini memiliki luas kurang lebih 181.818 Km2 dan terdiri atas 13 kecamatan dan 104 kelurahan. Kecamatan yang ada di Kota Tangerang yaitu Kecamatan Ciledug, Larangan, Karang Tengah, Cipondoh, Pinang, Tangerang, Karawaci, Cibodas, Jatiuwung, Periuk, Neglasari, Batu Ceper dan Benda. Dengan luas tiap kecmatan dapat dilihat pada Tabel 11. Secara administratif Kota Tangerang berbatasan langsung dengan beberapa kota lain diantaranya :

utara : Kabupaten Tangerang selatan : Kota Tangerang Selatan barat : Kabupaten Tangerang timur : Provinsi DKI Jakarta

Kondisi Fisik dan Lingkungan Topografi

Kondisi topografi daearah–daerah di Kota Tangerang umumnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata–rata 14 mdpl. Daerah tertinggi berada di bagian selatan, yaitu Kecamatan Ciledug, Laragan, dan Karang Tengah yakni berada pada 18 mdpl, sedangkan daerah terendah ada di bagian utara yakni Kecamatan Benda yang berada pada ketinggian 10 mdpl, sedangkan daerah lainnya rata–rata berada pada ketingian 14 mdpl. Kota Tangerang mempunyai tingkat kemiringan tanah 0–30% dan sebagian kecil (bagian selatan kota)

Tabel 11 Luas Kecamatan Kota Tangerang

No Kecamatan Luas (km2) Presentase Terhadap luas Total

1 Ciledug 8.77 4.87

2 Larangan 9.40 4.47

3 Karang Tengah 10.47 5.64

4 Cpondoh 17.91 9.72

5 Pinang 21.59 12.13

6 Tangerang 15.79 8.60

7 Karawaci 13.48 7.28

8 Jatiuwung 14.41 7.93

9 Cibodas 9.61 5.08

10 Periuk 9.54 6.34

11 Batu Ceper 11.58 4.99

12 Neglasari 16.08 8.12

13 Benda* 5.92 14.84

*Tidak termasuk Bandara Soekarno Hatta 19.69 km2

(42)

26

kemiringan tanahnya antara 3–8% berada di Kelurahan Parung Serab, Kelurahan Paninggilan Selatan dan Kelurahan Cipadu Jaya. (Bakonsurtanal dalam TDA, 2012).

Iklim

Tangerang memiliki iklim tropis dengan dua musim tahunan, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Suhu rata–rata 27.7o

C dengan suhu maksimum 32.3oC dan suhu terendah 24.1oC. Kelembaban tertinggi di Kota Tangerang mencapai 83% sedangkan kelembaban terendahnya72.8% dengan kelembaban rata–rata sebesar 78.7%. Curah hujan sendiri cukup tinggi, kondisi seperti ini menyebabkan beberapa wilayah di kota ini tergenang banjir saat puncak curah hujan tinggi. Adapun data curah hujan rata–rata adalah 99.6 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan April yang mencapai 235 mm. Adapun grafik suhu udara, kelembaban dan curah hujan dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5 di bawah ini (BMKG,2011 dalam TDA 2012).

Gambar 3 Grafik suhu udara rata–rata Kota Tangerang 2011 Sumber : BMKG dalam TDA 2012

Gambar 4 Grafik kelembaban rata–rata Kota Tangerang 2011 Sumber : BMKG dalam TDA 2012

(43)

27 Geologi

Secara geologis wilyah Kota Tangerang termasuk dalam Cekungan Jakarta bagian Barat, yang tersusun oleh endapan alluvium pantai, endapan delta dan sebagian tersusun dari material gunung api yang berada pada suatu tinggian struktur yang dikenal dengan sebutan Tangerang High. Tinggian ini terdiri atas batuan Tersier yang memisahkan Cekungan Jawa Barat Utara di bagian barat dengan Cekungan sunda di bagian timur. Tinggian ini dicirikan oleh kelurusan bawah permukaan berupa lipatan dan patahan normal berarah utara–selatan. Di bagian timur patahan normal tesebut, terbentuk cekungan pengendapan yang disebut dengan Subcekungan Jakarta (Hadian 2006).

Hidrologi

Kota Tangerang memiliki tiga sungai besar dengan panjang wilayah yang dilalui mencapai 32 km. Sungai–sungai yang dimaksud adalah Sungai Cisadane, Kali Angke, dan Kali Ciracab. Selain ketiga sungai besar diatas kota ini juga memiliki danau sebanyak enam buah dengan luas total 152.31 Ha dengan kedalaman antara 2–3 meter. Kota Tangerang juga mempunyai empat puluh enam saluran pembuangan dengan total panjang 122.66 Km, dan memiliki 16 saluran irigasi dengan total panjang mencapai 62 488.30 Km (TDA 2012).

Penduduk

Jumlah penduduk Kota Tangerang pada tahun 2012 adalah 2 039 294 jiwa dengan kepadatan penduduk 11 227 jiwa/km2. Jumlah penduduk Kota Tangerang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2011 adalah jumlah penduduk sebanyak 1 792 027 jiwa. Dibawah ini adalah jumlah penduduk Kota Tangerang dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yakni dari tahun 2008–2012.

Penggunaan Lahan

Secara umum, pola penggunaan lahan di Kota Tangerang dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Pembangunan fisik kota dilakukan di kawasan budidaya. Pertumbuhan fisik kota ditunjukkan oleh besamya kawasan terbangun kota. Adapun luasan penggunaaan lahan yang didapatkan dari profil Kota Tangerang pada tahun 2007 yaitu seluas 10 127.231 Ha (57.12 % dari luas seluruh kota). Penggunaan lahan tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan di Kota Tangerang meliputi:

(44)

28

Pemukiman, industri, perdagangan dan jasa, Bandara Soekarno – Hatta, serta penggunaan lainnya.

Pola dan Sebaran kegiatan

Kegiatan utama yang dilakukan oleh penduduk Kota Tangerang umumnya bergerak dibidang industri, perdagangan dan sedikit sektor pertanian. Kegiatan industri umunya berupa industri manufaktur. Kawasan industri Kota Tangerang berada bagian barat kota yaitu kawasan industri Jatiuwung. Mengenai sektor perdagangan berada di pusat kota, yang dikembangkan sebagai pusat komersial dan dikembangkan pula ke seluruh wilayah kota. Selain itu pada pusat kota juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.

Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Tangerang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Tahun 2012–2032 menjelaskan bahwa seluruh aspek perencanaan dilakukan dengan berwawasan lingkungan. Hal ini berkaitan dengan pembangunan kota yang semakin pesat, sehingga aspek lingkungan menjadi penting untuk diperhatikan. Dalam perencanaan tata ruang diatur mengenai penggunaan ruang dan kegiatan yang berlangsung didalamnya. Pembagian ruang disesuiakan dengan karakter derah masing–masing. Pada bagian utara terdapat Bandar Udara Soekarno–Hatta yang pembangunannya dibatasi, terkait keamanan penerbangan. Dibagian selatan dan timur merupakan wilayah Tangerang yang dekat dengan Jakarta dan Tangerang Selatan yang dikembangkan sebagai areal permukiman dan perumahan, sedangkan pada bagian barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tangerang dijadikan sebagai area industri. Hal ini dikarenakan Kabupaten Tangerang merupakan area industri dan dekat dengan Pelabuhan Merak, hal ini terkait dengan pendisteribusian barang. Pusat Kota dijadikan sebagai pusat pemerintahan, dimana didalamnya terdapat gedung pusat pemerintahan serta beberapa kantor pelayanan masyarakat lainnya.

Green Planning and Design

Perencanaan dan desain merupakan aspek penting dalam menata suatu kawasan perkotaan. Perencanaan dan desain yang baik akan menciptakan kota yang nyaman untuk dihuni. Green Planning and Design sendiri adalah suatu upaya dalam peningkatan rencana tata ruang yang sensitif pada agenda hijau serta terdapat upaya adaptasi dan mitigasi bencana.

Kondisi Ideal Green planning and Design

(45)

29 (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Masterplan, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sampai pada penyusunan Detail Enginering Design. Selain menyusun dokumen teknis perencanaan, disusun pula rencana pengembangan dari penerapan indikator green planning and design.

Panduan Kota Hijau di Indonesia meyebutkan bentuk penerapan dari indikator ini terdiri dari pembentukan compact city, mix use, kawasan pejalan kaki serta transit oriented development (TOD). Penerapan keempat model ini tidak bisa berdiri sendiri, tetap keseluruhan penerapan harus menjadi satu kesatuan untuk menciptakan perencanaan dan penataan kota yang sesuai. Adapaun penjelasan dari kempat model penarapan adalah sebagai berikut:

1. Compact City

Compact City yaitu suatu kawasan yang dikendalikan perluasan areanya dimasa mendatang yang diakibatkan oleh urban sprawl. Menurut Nabielek (2012) konsep Compact City merupakan kunci utama untuk mengurangi ketidak teraturan di kawasan suburban serta menciptakan pengembangan berkelanjutan di kawasan perkotaan. Dalam konsep ini terdapat usaha untuk melakukan simbiosis antara alam dengan populasi tinggi, misalnya dengan pengembangan bangunan vertikal sehingga kebutuhan akan ruang terbuka hijau dapat dipenuhi.

2. Mixed use

Mixed use adalah pembangunan yang mengintegrasikan dua atau lebih pemanfaatan lahan seperti perumahan, kawasan komersial dan perkantoran dengan orientasi pejalan kaki yang jelas. Untuk membangun kawasan campuran perlu memperhatikan orientasi pejalan kaki yang baik, serta mengakomodasi semua sarana angkutan. Pengembangan campuran dapat dikembangkan baik secara horizontal di beberapa bangunan ataupun secara vertikal dalam satu gedung, dan dapat pula gabungan keduanya (Colorado Springs 2009). Ilustrasi mengenai pembentukan kawsan mix use vertikal atau horizontal dapat dilihat pada Gambar 7 seperti yang yang digambarkan oleh Adelaide City Council (2009) di bawah ini.

(46)

30

3. Kawasan pejalan kaki

Kawasan pejalan kaki adalah suatu kawasan khusus yang diperuntukan bagi para pejalan kaki. Kawasan ini umumnya terdapat di area pertokoan ataupun area lain dengan aktifitas pejalan kaki tinggi. Pada tempat ini kendaraan bermotor tidak diizinkan untuk melintas, namun akses terbatas bisa diberikan dengan kriteria dan waktu tertentu. Contoh kasus yang dizinkan yaitu pada saat kendaraan akan mengantar pasokan barang ke pertokoan yang ada di dalam kawasan pejalan kaki dimana waktu melintas dibatasi hanya pada malam hari dimana intensitas penggunaan sudah menurun. Selain itu, akses juga dapat dberikan kepada jenis kendaraan darurat dan kendaraan patroli polisi (Panduan Kota Hijau 2013).

4. Transit Oriented Development

Transit oriented development (TOD) adalah pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang campuran dan maksimalisasi penggunaan angkutan massal seperti Bus Rapid Transit, kereta api kota (MRT), Kereta api ringan (LRT) yang dilengkapi jaringan pejalan kaki dan sepeda. Menurut DART (2008) TOD di definisikan sebagai sarana pejalan kaki, pengembangan kawasan padat penduduk, kawasan pemukiman (vertikal dan horizontal) aktifitas komersial, fasilitas hiburan dan ruang terbuka publik yang dapat menepuh sarana transportasi umum (transit) dengan waktu lima sampai sepuluh menit dengan berjalan kaki. Dengan demikian perjalanan akan didominasi dengan menggunakan angkutan umum. Tempat perhentian angkutan umum mempunyai kepadatan yang relatif tinggi dan biasanya dilengkapi dengan fasilitas parkir, khususnya parkir sepeda. Penerapan TOD di kota lain yang sudah menerapkan konsep TOD menunjukan penurunan ketergantungan terhadap kendaraan pribadi. Hal ini dikarenakan waktu yang lebih cepat, murah dan mudah untuk mencapai tempat tujuan.

Pencapaian penerapan green planning and design tidak terbatas pada penerapan empat model saja. Peraturan mengenai penataan dan sistem kota yang sesuai dengan karakter dan kondisi fisik wilayah perkotaan juga harus menjadi acuan untuk menciptakan kota yang ideal.

Kondisi Aktual Kota Tangerang

Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Tangerang Tahun 2012–2032 menyebutkan bahwa seluruh aspek perencanaan dilakukan dengan memperhatikan lingkungan. Menurut strategi penataan ruang wilayah Kota Tangerang yang tertera dalam Pasal 8 menyebutkan bahwa pengembangan pusat–pusat pelayanan akan dilakukan agar lebih kompetitif dan efektif dengan mengembangkan fungsinya dan dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjangnya. Gambaran mengenai pembagian pembagian wilayah pelayanan dapat dilihat pada peta administrasi Kota Tangerang pada Gambar 8. Adapun rencana pengembangan pusat layanan itu diantaranya adalah :

1.mengembangkan kota di wilayah tengah dan timur sebagai pusat komersial dengan skala pelayanan regional dan internasional berwawasan lingkungan. 2.membatasi perkembangan dibagian utara dengan mengutamakan keselamatan

(47)

31 3.mengembangkan industri ramah lingkungan di wilayah barat

4.mengembangkan kawasan permukiman dan perumahan berwawasan lingkungan di wilayah timur dan selatan

Berdasarkan rencana pengembangannya, pusat pelayanan wilayah timur merupakan kawasan permukiman. Wilayah barat merupakan kawasan industri yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tangerang yang merupakan kawasan industri, hal ini terkait dengan akses menuju kawasan industri lainnya. Wilayah utara merupakan wilayah yang dibatasi pengembagannya, hanya sebagai wilayah pengembangan fasilitas dan area pengamanan bandara, Pada daerah ini banyak di temukan area persawahan sebagai area bebas bangunan terkait keamanan bandara. Pada Wilayah Selatan dan timur dijadikan sebagai kawasan permukiman, hal ini terkait lokasinya yang berbatasan dengan Jakarta dan Tangerang Selatan, sehingga memudahkan akses bagi penduduk untuk bergerak, didalamnya juga terdapat fasilitas pendukung kawasan permukiman, dan pada bagian tengah dan sebagian wilayah timur dijadikan sebagai pusat komersial dan pusat pemerintahan.

Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Tangerang memuat arahan pemanfaatan ruang. Dalam arahan ini terdapat rencana struktur ruang atau wilayah, rencana pola ruang serta rencana kawasan strategis. Rencana struktur ruang atau wilayah memuat aturan tentang rencana sistem pusat pelayanan serta jaringan sarana dan prasarananya. Rencana pola ruang memuat rencana penerapan kawasan lindung, budidaya dan juga rencana ruang terbuka hijau (RTH), sedangkan kawasan strategis kota mengatur tentang rencana pemanfaatan ruang yang diprioritaskan, karena memiliki pengaruh yang penting dalam perencanaan kota dalam kurun waktu 20 tahun mendatang. Adapun rencana struktur kota dan rencana strategis Kota Tangerang dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10 di bawah ini.

(48)

32

(49)

33

(50)

34

Adapun bentuk penerapan indikator green planing and design yang sudah diterapkan di Kota Tangerang yaitu perencanaan Mix Use, kawasan pejalan kaki, danTOD. Penjelasan lebih lanjut dapat dilhat pada uraian di bawah ini.

1. Mixed Use Development (Pembangunan campuran)

Kota Tangerang saat ini sedang mengembangkan kawasan mixed use development, yaitu kawasan Sudirman One (Gambar 11). Kawasan Sudirman One berada di pusat kota dan sudah mulai beroprasi serta masih dalam tahap pengembangan. Fungsi campuran yang diterapkan pada kawasan ini adalah kawasan perkantoran, apartemen, hotel, pusat perbelanjaan dan hiburan.

2. Kawasan pejalan kaki

Kawasan pejalan kaki terbentuk melalui pembentukan jaringan jalur pejalan kaki yang saling menghubungkan tempat–tempat fungsional dalam kota. Saat ini jalur pejalan kaki sudah ada namun masih berbentuk jalur dan belum membentuk kawasan. Selain itu jalur pejalan kaki belum memilki fasilitas yang memadai seperti minimnya penerangan pada malam hari serta tidak tersedianya fasiltas berupa bangku taman untuk peristirahatan sementara. 3. Transit Oriented Development (TOD)

TOD di Kota Tangerang belum berjalan secara keseluruhan, karena pusat kegiatan primer dan sekunder kota yang berfungsi sebagai pusat node dalam TOD belum terbentuk (Litbang 2013). Meskipun demikian, beberapa bagian penting dari penerapan TOD sudah mulai diterapkan seperti pengintegrasian kendaraan umum, penyediaan jalur sepeda dan pejalan kaki serta rencana pengadaan kereta menuju bandara dan rencana revitalisasi angkutan kota. Jenis kendaran umum yang mulai terintegrasi adalah Buslane–dengan kereta komuter. Selain itu, dibangun juga fasilitas pendukung seperti park and ride

disetiap stasiun sebagai tempat pengendara kendaraan menitipkan kendaraannya untuk menggunakan angkutan massal ke tempat tujuannya. Gambaran mengenai fasilitas TOD dapat dilhat pada Gambar 12 di bawah ini.

Gambar 11 Kawasan Sudirman One (Mixed Use Development)

Gambar 12 Fasilitas TOD

(51)

35 Analisis dan Evaluasi

Perencanaan kawasan perkotaan Kota Tangerang saat ini sudah mulai memfokuskan pada masalah lingkungan. Penerapan model green planning and design sudah mulai dilakukan meskipun belum secara keseluruhan. Adapun evaluasi terkait penerapan model green planning and design dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini dengan batasan untuk mengevaluasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil evaluasi menunjukan bahwa pencapaian indikator green planning and design sudah mencapai 50%. Nilai ini diperoleh dari penerapan mix use, kawasan pejalan kaki, dan penerapan transit oriented development (TOD). Mengenai penerapan compact city penerapannya belum maksimal. Saat ini baru terdapat arahan beberapa komponen pembentuk namun belum diarahkan untuk membentuk kawasan. Hasil yang belum maksimal dapat dikarenakan program– program yang dijalankan masih dalam tahap pengembangan, sehingga terdapat bagian–bagian yang belum terlaksana.

� � � �

� � d � � 00%

Tabel 12 Evaluasi penerapan indikator green planning and design

Bentuk Evaluasi Skoring

0 1 2 3 4

Comppact City

Terdapat arahan dengan membentuk bangunan vertikal dan penentuan KDH. Bangunan vertikal mulai dikembangkan, fungsi compact city secara keseluruhan untuk untuk mengurangi perluasan

urban sprawl belum terpenuhi.

v

Mixed Use

Ada arahan pembentukan kawasan campuran dengan fungsi pengembangan produk properti seperti perkantoran, hotel, permukiman yang mulai dikembangkan .

v

Kawasan Pejalan Kaki

Arahan pembentukan kawasan pejalan kaki dibentuk melalui pembangunan jaringan jalur pejalan kaki yang menghubungkan titik-titik fungsional kota. Saat ini jalur pejalan kaki tidak dilengkapi fasilitas pendukung.

v

TOD

Ada arahan untuk membentuk TOD serta sudah mulai dibangun jalur pejalan kaki dan sepeda, namun belum saling terintegrasi seluruhnya.

v

Nilai penerapan total / Nilai maksimal 8/16

(52)

36

Green Open Space

Menurut Dirjen Pentaan Ruang (2012), yang dimaksud dengan ruang terbuka hijau (RTH) adalah suatu lahan atau kawasan berbentuk area atau jalur yang mengandung unsur dan struktur alami seperti tanaman, tanah, badan air atau unsur alam lainnya yang dapat menjalankan proses–proses ekologis. RTH dapat berupa permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungi perlindungan habitat tertentu atau sebagai sarana perkotaan dan lingkungan, pengaman jaringan dan atau bududaya pertanian.

Jumlah ruang terbuka hijau (RTH) saat ini semakin berkurang seiring meningkatnya pertumbuhan fisik kota. Ruang–ruang terbuka banyak dibangun untuk memenuhi dan memfasilitasi kegiatan perkotaan. Mengingat pentingnya ruang terbuka hijau, maka saat ini peningkatan dan pengembalian fungsi ruang terbuka mulai dilakukan.

Kondisi Ideal Green Open Space

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, dikatakan bahwa luasan RTH minimum perkotaan adalah 30% dari luas Kota. Dimana 30% itu dapat terdiri dari 20% RTH publik, dan 10% RTH privat. Untuk membentuk suatu tatanan RTH di perkotaan, berdasarkan arahan dari Kementrian Pekerjaan Umum, maka pembangunan RTH perkotaan dapat disusun secara berhierarki. Dimulai dari unit yang paling kecil seperti taman lingkungan sampai pada pembentukan RTH dalam skala luas sepeti hutan Kota. Hierarki pembentukan RTH diawali dengan pembentukan taman lingkungan, taman kota, hutan kota, jalur hijau sungai dan jalan, area pertanian, serta penataan taman pemakaman umum.

1. Taman lingkungan

Taman lingkungan merupakan taman publik dalam lingkup yang paling kecil. Taman ini umumnya berada disekitar rumah dengan fungsi utama sebagai sarana bermain dan sarana interaksi sosial. Taman ini memiliki ukuran yang beragam, bergantug pada skala pelayanan penduduknya. Umumnya taman ini memiliki ukuran 250m2 (Dirjen Penataan Ruang 2008).

2. Taman kota

Taman kota merpakan salah satu bentuk RTH berupa taman yang berada di pusat kota atau bagian wilayah kota. Taman ini melayani seluruh atau sebagian masyarakat kota untukkegiatan olahraga atau kegiatan lainnya. Menurut jumlah penggunaannya, taman kota dapat dibagi menjadi taman kota yang melayani setiap 30 000 penduduk dan 120 000 penduduk. Pada taman kota jenis pertama, luasan minimal adalah 0.30m2 per penduduk dengan luas minimal 9 000m2, sedangkan taman kota jenis kedua minimal memiliki luas 24 000m2 (Panduan Kota Hiaju 2012). Umumnya taman kota berupa taman aktif dengan fasilitas utama lapangan olahraga dengan jalur trek lari diseputarnya atau taman lain yang bersifat pasif seperi duduk atau bersantai. Selain itu, taman kota juga di tumbuhi berbagai jenis tanaman (Dirjen Penataan Ruang 2008).

3. Hutan kota

(53)

37 negara ataupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang (Dirjen Penataan Ruang 2008). Struktur hutan kota menyerupai hutan alami, yang membentuk habitat serta memungkinkan satwa hidup di dalamnya dan menciptakan lingkungan yang sehat, suasanya yang nyaman, sejuk, dan estetis. Selain itu luasan hutan kota sedikitnya 10% dari luas total kota atau disesuaikan dengan kondisi fisik kota (Kementrian Kehutanan 2009). 4. Jalur hijau jalan dan sungai

Jalur hijau jalan adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lanskap yang terletak dalam ruang milik jalan maupun dalam ruang pengawasan jalan, sedangkan jalur hijau sungai (sempadan) yaitu jalur hijau yang berada di tepi kiri–kanan sungai dengan fungsi perlindungan dan kelestarian sungai. Tanaman yang digunakan sebaiknya menggambarkan identitas kota ataupun yang dapat menjadi habitat burung (Dirjen Penataan Ruang 2008). Secara srtuktural, jalur hijau jalan berfungsi sebagai pembatas jalan ataupun utilitas lainnya, serta mengurangi dampak negatif dari jaringan yang dibatasinya. Secara fungsional jalur hijau jalan berfungsi sebagai tempat tumbuh tanaman yang dapat menghubungkan jaringan hijau dari jalur lainnya sehingga dapat menghubungkan jaringan RTH yang satu dengan RTH lainnya. Selain melalui jalur jalan penghijauan juga dilakukan pada utilitas lainnya seperti pada pulau dan median jalan.

5. Area pertanian

Kegiatan pertanian di kawasan perkoataan saat ini terus menurun jumlahnya. Hal ini dikarenakan meningkatnya pembangunan fisik kota. Keberadaan pertanian perkotaan dapat membantu peningkatan jumla area hijau juga dapat bernilai ekonomis bahkan dapat menciptakan kemandirian pangan bagi kota itu sendiri. Melihat kurangnya ketersedian lahan saat ini maka cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan lahan tidur sebagai lahan pertanian dan mengembangkan lahan pertaian yang sesuai dengan karakter lahan suatu wilayah. Untuk meningkatkan kegiatan pertanian di kawasan perkotaan dengan lahan yang terbatas dapat dilakukan dengan teknik vertical greenery.

6. Taman pemakaman umum

Taman pemakam umum (TPU) merupakan suatu sarana sosial yang berpotensi untuk meningkakan jumlah ruang terbuka hijau di perkotaan. TPU merupakan suatu ruang hijau dalam kategori khusus atau untuk penggunaan tertentu. Pengaturan RTH permakaman selain berfungsi ekologis untuk pengendali iklim mikro, sarana resapan air, habitat satwa juga memilki fungsi sosial. Penataan taman pemakaman bertujuan untuk meningkatkan kualitas visual dan mengurangi kesan seram. Selain itu dapat pula dilakukan pula penataan dengan mengurangi penggunaan perkerasan pada area pemakaman. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan area resapan air kedalam tanah. Didalam area pemakaman tingkat liputan vegetasi yang disarankan adalah 80% dengan pemanfaatan utama 70% (Dirjen Penataan Ruang 2008)

(54)

38

hidrologis, pereduksi polutan serta dapat pula menjadi habitat berbagai satwa. Dengan adanya RTH di kawaan perkotaan diharapkan keseimbangan ekologis dapat terjaga. Tanaman–tanaman yang ada di RTH dapat menurunkan suhu perkotaan sehingga kota menjadi lebih nyaman untuk ditinggali, selain itu keberadaan pohon–pohon juga dapat membantu menyerapkan air kedalam tanah, sehingga potensi banjir dapat dikurangi. Menurut Vries dalam Roo (2011) keberadaan dua taman atau ruang hijau denga ukuran yang kecil namun tersebar akan memberikan manfaat yang lebih besar dalam meurunkan suhu dibandingkan keberadaan satu taman atau ruang hijau dalam ukuran yang besar (Gambar 13). Sehingga penyebaran ruang hijau diseluruh wilayah kota meruakan aspek yang perlu diperhatikan.

Fungsi sosial–budaya yang diciptakan dari RTH terlihat dari kebutuhan manusia akan ruang terbuka sebagai sarana untuk berinterkasi dengan mahluk dan dan juga sebagai sarana untuk mengekspresikan diri melalui pengembangan kreatifitas dan interaksi antar sesama. Contoh sederhana dari fungsi soial budaya ini adalah kebutuhan sarana bermain. Bagi anak–anak taman dapat dijadikan sebagai sarana mempelajari dunia luar serta mengekspresikan dirinya yang membutuhkan ruang luar yang luas untuk menyalurkan energinya untuk bermain.

Manfaat ekonomi yang terbentuk dalam perwujudan ruang terbuka hijau dapat terdapat terbentuk dari berbagai cara. Beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan lahan yang ada di RTH sebagai lahan pertanian melalui kegiatan urban farming. Selain sebagai sarana pertanian RTH dapat pula menjadi sumber pendapatan masyarakat bahkan kota dari kegiatan jual–beli yang dilakukan di tempat ini.

Fungsi estetis dari suatu ruang terbuka dipengaruhi oleh kualitas visualnya. Kualitas visual adalah persepsi seseorang terhadap rangsangan yang dilihatnya berdasarkan interaksi mata, emosi, serta intelegensi yang dimilikinya, sehingga dapat menetapkan baik buruknya sesuatu. Fungsi estetik dari RTH dapat diwujudkan dengan menampilkan komposisi yang sesuai antara elemen fisik dan elemen alaminya. Warna hijau yang dihasilkan oleh pohon dan rumput dikombinasikan dengan tanaman yang berwarna dapat menciptakan keindahan yang dihasilkan dari sebuah RTH. Semakin indah suatu RTH maka akan meningkatkan pula tingkat keindahan kota (Panduan Kota hijau 2013).

Fungsi planologis kota dapat terlihat dari pembatasan pembangunan fisik kota dengan adanya area hijau disekitar area pembangunan. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa green open space merupakan pembatas perkembangan kota

(55)

39 secara horizontal. Pertumbuhan kota yang melebar secara horizontal akan merusak keseimbangan ekologis, sosial dan ekonomi. Kota semacam ini akan memiliki masalah dalam pelayanan air bersih, listrik, pelayanan transportasi dan mengganggu penyediaan sumberdaya bagi kebutuhan masyarakat kota (Panduan Kota hijau 2013).

Kondisi Aktual Kota Tangerang

Meningaktnya pembangunan fisik perkotaan menyebabkan Kota Tangerang mengalami penurunan ruang terbuka hijau. Untuk mengatasi masalah ini mulai dilakasnakan program peningkatan ruang terbuka hijau yang mulai dilakukan pada tahun 2010. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan tahun 2012 luas ruang terbuka hijau publik yang dikelola saat ini seluas 40.98 Ha dengan sekitar seratus titik lokasi ruang hijau yang berupa taman lingkungan, pulau jalan, median jalan, jalur hijau jalan, bantaran sungai, taman kota dan hutan kota. Upaya peningkatan kualitas RTH yang baik dilakukan secara bertahap. Pada tahun 2010 penanaman difokuskan pada penanaman pohon–pohon besar, dan di tahun 2011 sampai dengan saat ini sedang difokuskan dalam upaya peningkatan kualitas estetika dengan penanaman tanaman seperti semak atau perdu serta tanaman hias lainnya.

Keberadaan RTH di Kota Tangerang saat ini belum tersebar merata diseluruh wilayah kota. Keberadaan ruang terbuka saat ini cenderung terpusat di pusat kota dan disepanjang aliran Sungai Cisadane (Wibisono 2012). Pembentukan RTH di Kota Tangerang sendiri terdiri dari atas RTH publik dan RTH privat serta kawasan lindung yang ada di wilayah kota. Berdasarkan data yang didapat dari Litbang (Penelitian dan pengembangan) Kota Tangerang tahun 2013, diketahui bahwa luasan RTH kota publik seluas 1861.67Ha dan RTH privat seluas 262.85Ha. Pembentukan RTH publik terdiri dari taman lingkungan, taman kota, hutan kota, jalur hijau sungai dan jalan, ruang hijau bandara, serta berbagai bentukan lainnya. Sedangkan pembentukan RTH privat dapat terbentuk dari pekarangan serta lapangan golf. Dari luas RTH yang ada, diketahui bahwa luasan total RTH adalah 2 124.52 Ha atau sekitar 11.29% dari luas total kota. Adapun rincian mengenai ruang terbuka hiaju yang ada, dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.

Tabel 13 Luas Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang

No Jenis RTH Luas (Ha)

RTH Publik

1 Taman lingkungan 0.49

2 Taman kota 4.42

3 Hutan kota 3.88

4 Jalur hijau sungai dan jalan 32.2

5 Area hijau bandara 1 772.1

6 Bentukan lain 48.58

RTH Privat

7 Ruang terbuka hijau privat 262.5

Luas total 2 124.52

Luas Kota 18 818

Persentase RTH terhadap luas kota 11.29%

(56)

40

Perwujudan RTH di Kota Tangerang dalam rangka menerapkan indikator

green open space dapat dilihat dari pembentukan beberapa jenis taman seperti taman lingkungan, jalur hijau jalan dan sungai, taman kota, area pertanian dan taman pemakaman umum.

1. Taman lingkungan

Tercapainya fungsi sosial merupakan salah satu aspek penting dari pembentukan sutu taman. Dalam tahap awal pendirian taman lingkungan pemerintah melakukanan musyawarah dengan masyarakat sekitar mengenai fasilitas taman yang akan dibangun. Hal ini bertujuan agar nantinya taman lingkungan ini benar–benar bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Pembangunan taman lingkungan yang setidaknya terdapat pada tiap kecamatan. Saat ini mulai di lakukan pembuatan taman, namun belum merata disetiap kecamatan. Pembangunanya saat ini baru dibeberapa titik saja lokasinya berada di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Karawaci, Poris Plawad, Karang Tengah dan Periuk.

2. Taman Kota

Kota Tangerang memiliki sepuluh lokasi taman kota, namun tidak semua taman kota ini memenuhi kriteria standar sebagai taman kota. Salah satu kriteria yang tidak terpenuhi yaitu kriteria luasan taman kota. Luas terendah taman kota terdapat pada taman Adipura Daan Mogot yang luasnya hanya 315m2. Sedangkan luas terbesar adalalah taman Nyimas Melati dengan luas 8 804 m2. Adapun gambaran mengenai taman kota yang ada di Kota Tangerang dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah ini.

3. Hutan Kota

Luas hutan kota sedikitnya harus mencapai 10% dari luas total kota, atau dapat disesuaikan dengan kondisi fisik kota. Menurut Djamal dalam Panduan Kota Hijau (2012) sama seperti bentukan RTH yang lainnya hutan kota juga memiliki berbagai fungsi, baik fungsi lanskap, fungsi ekologis dan fungsi estetika. Hanya saja fungsi mana yang lebih berpengaruh bergantung pada pada komposisi dan jenis dari komunitas yang menyusunnya serta tujuan awal perancangannya. Kota Tangerang saat ini memiliki lima hutan kota, ada yang berbentuk kelompok atau gerombol serta berbentuk jalur seperti pada jalur hijau sungai yang befungsi hutan kota. Adapun kelima hutan kota tersebut diantaranya adalah hutan kota Cikokol, Taman Angsana Cikokol, Hutan Kota Daan Mogot, bantaran Kali Cisadane, Jalan GJA, serta bantaran Kali Mokevaart. Hutan kota yang terluas yakni bantaran Kali Mokevaart dengan

Gambar 14 Taman Kota

Gambar

Tabel 4  Batasan penentuan skoring indikator Green Open Space
Tabel 5  Batasan penentuan skoring indikator Green Building
Tabel 6  Batasan penentuan skoring indikator Green Waste
Tabel 7  Batasan penentuan skoring indikator Green Transportaion
+7

Referensi

Dokumen terkait

The system consists of the member-level primary, secondary, and tertiary manufacturing processes databases, which are viable for various materials, production

1) Guru harus bisa membangkitkan minat siswanya dan membuat si-terdidik menyukai pelajarannya,serta dapat membuatnya termotivasi untuk belajar,lihat Radar

Pengaruh Jenis Pupuk dan Tl'iakontanol terhadap Pertumbuhan Tanaman Belum Menghasilkan Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex Froehner) (Di bawah bimbingan

(2) motivasi belajar siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menggunakan media powerpoint lebih baik dari motivasi belajar siswa yang

Banyak yang masih belum menyadari sebaik-baiknya mengenai pengertian dan penghayatan akan keselamatan kerja meskipun sebagian besar telah dilakukan. Haruslah dipahami

[r]

Pembandingan laporan keuangan untuk dua atau tiga tahun dapat dilakukan dengan menghitung perubahan dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah absolut (rupiah) maupun dalam

Kaskouli dkk 21 pada penelitiannya ditemukan tidak terdapat korelasi yang signifikan antara protrusi bola mata dengan tinggi badan dan berat badan pada kelompok anak-anak,