• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang Selatan"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU

DI KOTA TANGERANG SELATAN

IMANIAR PUTRI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

IMANIAR PUTRI. Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang Selatan. Dibimbing oleh ALINDA FM ZAIN.

Aktivitas yang terjadi di lanskap perkotaan menyebabkan berbagai masalah lingkungan. Kota Tangerang Selatan merupakan kota penyangga bagi Jakarta karena lokasinya memiliki berbagai permasalahan yang belum terselesaikan. Kota hijau atau kota berkelanjutan adalah kota yang diintegrasikan dengan lingkungan lokal yang menggunakan metode keberlanjutan dalam memproduksi energi, daur ulang air, membuang sampah, dan mengurangi polusi terhadap air, lahan, dan udara. Penelitian ini bertujuan memberi penilaian terhadap lanskap kawasan perkotaan khususnya di Kota Tangerang Selatan dalam menerapkan konsep kota hijau dengan melihat peran dari pemerintah, pengembang swasta, dan masyarakat serta mengukur tingkat kebahagiaan masyarakat. Metode yang digunakan pada penelitian adalah metode survey lapang mengacu pada Asian Green City Index. Terdapat delapan kategori keberlanjutan dengan hasil evaluasi berupa kinerja Kota dalam menerapkan kota hijau adalah Energy and CO2 (42.40%), Land use and buildings (49.17%), Transport (51.15%), Waste (38.80%), Water (51.75%), Sanitation (47.96%), Air Quality (69%), dan Environmental Governance (66.9%). Hasil keseluruhan Kota Tangerang Selatan dalam menerapkan kota hijau adalah 52.15% dan kedudukan Kota Tangerang Selatan dalam tabel performa ada di rentang rata-rata. Tingkat kebahagiaan masyarakat diperoleh dari hasil kuesioner dan wawancara. Tingkat kebahagiaan masyarakat yaitu 40% sangat bahagia, 55% bahagia, dan 5% kurang bahagia.

Kata kunci: asian green city index, kebahagiaan, keberlanjutan, kota hijau, lanskap perkotaan

ABSTRACT

IMANIAR PUTRI. Evaluation of Green City Concept Implementation in South Tangerang City. Supervised by ALINDA FM ZAIN

The activity of the urban landscape caused many environmental problems. South Tangerang City as a buffer zone of Jakarta has problems that can’t be solved yet. Green city or called as sustainable city is the city that integrated with local environment which use sustainable methods to produce energy, recycle water, dispose of waste, and reduce general pollution of water, land, and the air. This research was aimed to give evaluation towards urban landscape especially South Tangerang City in implementing green city concept by observing the role of government, developer, and society as well as measuring the happiness index of society. The methods used in the research was a survey method reffered to Asian Green City Index. There are eight categories of sustainability. The result of evaluation for each categories were Energy and CO2 (42.40%), Land use and buildings (49.17%), Transport (51.15%), Waste

(38.80%), Water (51.75%), Sanitation (47.96%), Air Quality (69%), and Environmental Governance (66.9%). The overall result for South Tangerang City in applying green city was 52.15% and in the performance table the city were placed in average. The happiness index of society was derived from questionnaire and interview. Index of happiness in South Tangerang City were 40% very happy, 55% happy, and 5% less happy.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya

untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmuah,

penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;

dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU

DI KOTA TANGERANG SELATAN

IMANIAR PUTRI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah mengenai konsep Kota Hijau, dengan judul Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang Selatan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Alinda FM Zain, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan dan penyelesaian penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ir Qodarian Pramukanto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak pengarahan selama mengikuti perkuliahan, serta kepada keluarga terutama mama, papa, dan adik yang telah memberikan banyak dukungan, teman–teman penulis, serta dinas–dinas dan instansi di Kota Tangerang Selatan yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data, serta seluruh pihak yang telah memberikan doa, bantuan serta dukungannya.

Penulis menyadari penelitian ini jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak Pemerintah Kota Tangerang Selatan dan pihak lain yang memerlukan. Atas segala kekurangan, penulis memohon saran dan kritik yang membangun agar penulisan kedepannya dapat lebih baik.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

PENDAHULUAN 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Permasalahan Kawasan Perkotaan 3

Kota Berkelanjutan 3

Kota Hijau 4

Green City Index 4

Energi dan CO2 4

Penggunaan Lahan dan Kepadatan 5

Transportasi 5

Sampah 5

Air 6

Sanitasi 6

Udara 6

Kebijakan Lingkungan 7

Kebahagiaan 7

METODOLOGI 8

Lokasi dan Waktu Penelitian 8

Batasan Penelitian 8

Alat dan Bahan Penelitian 9

Metode Penelitian 9

Inventarisasi 9

Analisis 12

Evaluasi 14

(13)

Profil Wilayah Kota Tangerang Selatan 16

Kondisi Fisik dan Lingkungan 16

Topografi 16

Hidrologi 16

Iklim 17

Demografi 17

Sosial Masyarakat 17

Perekonomian 18

Penggunaan Lahan 18

Rencana Tata Ruang Wilayah 18

Inventarisasi 18

Aspek Kuantitatif 19

Aspek Kualitatif 19

Analisis 21

Energy and CO2 21

Land use and buildings 27

Transport 32

Waste 39

Water 44

Sanitation 50

Air Quality 52

Environmental Governance 57

Evaluasi 61

Index of Happiness 65

Green Initiatives 66

SIMPULAN DAN SARAN 70

Simpulan 70

Saran 70

DAFTAR PUSTAKA 71

LAMPIRAN 74

(14)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan bahan penelitian 9

2 Data yang dibutuhkan 9

3 Proporsi jumlah responden 12

4 Baku mutu tiap indikator pada aspek kuantitatif 13

5 Asian Green City Index 14

6 Contoh performa kota 15

7 Luas wilayah berdasarkan kecamatan 16

8 Data aspek kuantitatif 19

9 Data aspek kualitatif 20

10 Aspek kuantitatif Energy and CO2 22

11 Aspek kualitatif Energy and CO2 23

12 Aspek kuantitatif Land use and buildings 27

13 Aspek kualitatif Land use and buildings 29

14 Aspek kuantitatif Transport 32

15 Aspek kualitatif Transport 33

16 Aspek kuantitatif Waste 39

17 Aspek kualitatif Waste 40

18 Aspek kuantitatif Water 44

19 Aspek kualitatif Water 46

20 Aspek kuantitatif Sanitation 50

21 Aspek kualitatif Sanitation 51

22 Aspek kuantitatif Air Quality 53

23 Aspek kualitatif Air Quality 55

24 Aspek kualitatif Environmental Governance 57

25 Evaluasi penerapan konsep Kota Hijau berdasarkan Asian Green

City Index 61

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 2

2 Lokasi penelitian 8

3 Pengisian kuesioner 15

4 Solar cell Kebayoran Park Bintaro 24

5 Jalur pejalan kaki di BSD dan Bintaro 24

6 Jalur pejalan kaki di luar kawasan Pengembang 25

7 Jalur sepeda di Bintaro dan Alam sutera 25

8 Median jalan 26

9 Ruang terbuka hijau 28

10 Rusunawa Situ Gintung 31

11 Icon pengembang swasta 31

12 Stasiun Serpong dan Stasiun Jurangmangu 34

13 Angkutan perkotaan Kota Tangerang Selatan 34

14 In-Trans Alam Sutera 34

15 Trans Bintaro dan BSD 35

16 Roda Niaga Ciputat-Lebak bulus dan Kalideres-Serpong 35

17 Jalan tergenang dan perbaikan jalan 37

18 Parkir Stasiun Pondok Ranji dan Stasiun Serpong 37

19 Jembatan penyebrangan BSD 38

20 Penumpukan sampah 40

21 Pengolahan sampah di TPA Cipeucang 41

22 ITF Pondok Aren 41

23 TPST 3R-KSM Griya Resik 43

24 Produk daur ulang 43

25 Kegiatan Bank Sampah Melati Bersih 44

26 Sumur resapan 47

27 Polder di kawasan Bintaro Jaya 47

28 Situ Parigi dan gerakan bersih Situ Bungur 48

29 Lubang resapan biopori 49

30 Perbaikan kebocoran pipa 49

31 Penutupan permukaan daun oleh debu 53

32 Penanaman pohon 56

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Penelitian 74

2 Batasan skoring 77

(17)

PENDAHULUAN

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota yang terletak di Provinsi Banten dan merupakan kota pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta pada sebelah utara dan timur memberikan peluang pada Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu daerah penyangga Provinsi DKI Jakarta, selain sebagai daerah yang menghubungkan Provinsi Banten dengan Provinsi DKI Jakarta. Intervensi pengembang-pengembang besar seperti Bumi Serpong Damai (BSD), Alam Sutera, Bintaro Jaya dan sebagainya menyumbang peran dalam meningkatnya laju pertumbuhan di Kota Tangerang Selatan. Kenaikan laju pertumbuhan yang tinggi diikuti pula dengan laju urbanisasi. Laju urbanisasi ditandai dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga muncullah berbagai permasalahan seperti meningkatnya polusi, menumpuknya sampah, kemacetan, banjir, krisis air bersih serta lingkungan perkotaan belum tertata baik.

Berbagai permasalahan lingkungan yang dihadapi dunia memunculkan suatu konsep baru untuk mengatasi permasalahan iklim dan kelestarian lingkungan. Berdasarkan panduan kota hijau 2013, Kota hijau merupakan suatu konsep yang sedang dicanangkan di seluruh dunia agar setiap daerah bertanggung jawab memberi kontribusi terhadap penurunan emisi karbon untuk mengurangi pemanasan global. Kota hijau merupakan kota yang ramah lingkungan dalam pengefektifan dan efisiensi sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin adanya kesehatan lingkungan, dan mampu mengsinergikan lingkungan alami dan buatan yang mengacu pada perencanaan dan perancangan kota dan berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

Kota hijau merupakan suatu konsep untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan. Asian Green City Index merupakan rangkaian penelitian yang diselenggarakan oleh Economist Intelligence Unit (EIU) dalam menilai status 22 kota di Asia berdasarkan berbagai kriteria yang disesuaikan dengan kondisi Asia. Hasil penelitian yang disampaikan berupa indeks beserta green initiatives dari setiap kota. Hasil tersebut dapat membantu kota-kota di Asia untuk saling belajar menuju kota yang berkelanjutan agar menjadi lebih baik lagi dalam menghadapi tantangan lingkungan saat ini.

Kota Tangerang Selatan sebagai kota baru, memerlukan aturan untuk mengembangkan kotanya agar tetap berada dalam koridor berkelanjutan. Kota yang berkelanjutan dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi penduduknya dengan kata lain tingkat kebahagiaan masyarakat memiliki keterkaitan dengan

kinerja kota dalam menerapkan konsep kota hijau. Semakin “hijau” kota, semakin

(18)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan,

1. mengidentifikasi kondisi umum dan kinerja Kota Tangerang Selatan berdasarkan 8 kategori kota hijau menurut Asian Green City Index;

2. menganalisis kondisi umum dan kinerja Kota Tangerang Selatan berdasarkan 8 kategori kota hijau menurut Asian Green City Index;

3. mengevaluasi penerapan konsep kota hijau di Kota Tangerang Selatan; dan 4. mengukur tingkat kebahagiaan masyarakat Kota Tangerang Selatan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi bagi pemerintah, masyarakat, serta pengembang swasta untuk meningkatkan kinerja kota dalam menerapkan konsep kota hijau agar Kota Tangerang Selatan tidak hanya sebagai daerah penyangga bagi Ibukota DKI Jakarta namun juga sebagai kota berkelanjutan yang berbasis lingkungan dan ekologis.

Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian (Gambar 1) dimulai dari melihat kondisi umum serta upaya kota dalam mencapai kota hijau. Lalu dilakukan analisis berdasarkan 8 kategori kota hijau berdasarkan Asian Green City index serta mengukur tingkat kebahagiaan masyarakat .

(19)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Permasalahan Kawasan Perkotaan

Menurut Fuhr (1999) urbanisasi merupakan peningkatan jumlah penduduk pada suatu kota yang terjadi secara dramatis dalam dekade terakhir atau dengan kata lain suatu kondisi perubahan penggunaan lahan. Kondisi lingkungan yang semakin kritis dan memburuk disebabkan semakin cepatnya pertumbuhan dan pengembangan kota tanpa memperhatikan aspek ekologis dan kemudian meningkatkan terjadinya masalah kesehatan akibat ketidakcukupan air bersih, sanitasi, drainase, dan pelayanan persampahan, rendahnya atau buruknya pengolahan limbah industri dan domestik, dan polusi udara. Hal penting yang mendasari terjadinya polusi adalah ketidaktepatan penggunaan lahan, kurangnya transportasi publik yang nyaman, kemacetan dan kecelakaan. Urbanisasi juga mempengaruhi penggunaan sumberdaya alam dan pengelolaan kota yang menyebabkan terjadinya tekanan lingkungan seperti menipisnya sumberdaya air dan hutan serta terjadinya konversi lahan. Pengembangan tersebut cenderung memperburuk masalah polusi udara dan air pada kawasan perkotaan.

Kota Berkelanjutan

Asas kota berkelanjutan di Indonesia berdasarkan hasil lokakarya Urban and Regional Development Institute dan Indonesia Decentralized Environment and Resource Management (Kuswartodjo 2006) adalah kota yang :

1. memiliki visi, misi dan strategi jangka panjang dan pelaksanaan bersifat jangka pendek;

2. mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan upaya perwujudan keadailan sosial, kelestarian lingkungan, partisipasi masyarakat serta keragaman budaya;

3. mengembangkan dan mempererat kerjasama antar pemangku kepentingan, antar sektor dan antar daerah;

4. memelihara, mengembangkan, dan menggunakan secara bijak sumberdaya lokal serta mengurangi secara bertahap ketergantungan akan sumberdaya dari luar maupun sumberdaya yang tak tergantikan;

5. meminimilkan tapak ekologis yang ditimbulkan oleh kota serta meningkatkan daya dukung ekologis lokal;

6. menerapkan manajemen kependudukan yang berkeadilan sosial disertai dengan pengembangan kesadaran masyarakat akan pola konsumsi dan gaya hidup yang ramah lingkungan;

7. memberikan rasa aman bagi warganya dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak publik;

8. penataan hukum yang didukung oleh komitmen dan konsistensi dari aparat penegak hukum; dan

(20)

4

Kota Hijau

Kota hijau merupakan kota yang memiliki kualitas udara dan kualitas air yang baik, kota yang memiliki taman dan jalur yang nyaman, kota yang sigap dalam mengatasi permasalahan seperti bencana alam dan penyebaran penyakit,

serta kota yang mendukung publik berperilaku “hijau” seperti menggunakan

transportasi umum dan menyebabkan dampak yang relatif kecil bagi lingkungan (Kahn ME 2006).

Kota hijau dibangun dengan memanfaatkan keunggulan Indonesia, yaitu iklim tropis beserta keunikan ekosistem dan budaya yang dimilikinya. Optimalisasi sumberdaya manusia, teknologi, dan jasa ekosistem memungkinkan kota dikelola secara cerdas dan berlanjut. Kota dibangun dengan memanfaatkan ruang publik yang lebih alami dan tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan penduduknya. Kota harus layak terhadap pejalan kaki, pengguna sepeda, manula, penyandang cacat, serta anak-anak. Implementasi Kota hijau harus berorientasi terhadap infrastruktur yang sudah ada, bukan semata pada upaya mendirikan bangunan-bangunan baru. Kota tersebut harus berwawasan global namun sekaligus dapat mempertahankan kearifan lokalnya (Joga 2013).

Green City Index

Green City Index merupakan rangkaian penelitian yang diselenggarakan oleh Economist Intelligence Unit (EIU). Lembaga ini memfokuskan terhadap isu-isu kritis dari keberlanjutan suatu lingkungan perkotaan. Green City Index memiliki beberapa kategori yaitu Energy and CO2, Land use and buildings, Transport, Water, Waste, Sanitation, Air Quality, dan Environmental Governance yang kemudian terbagi lagi menjadi 29 indikator dengan 14 indikator merupakan tipe data kualitatif dan 15 indikator merupakan tipe data kuantitatif. Rangkaian penelitian oleh EIU telah dimulai sejak tahun 2009 dan telah menilai lebih dari 120 kota di Eropa, Amerika Latin, Asia, Amerika Utara & Afrika serta tujuh kota di Australian dan Selandia Baru. Hasil penelitian menampilkan keseluruhan pengalaman kota-kota secara detil dalam mencapai kota yang berkelanjutan untuk generasi yang akan datang. Asian Green City Index merupakan rangkaian penelitian yang dilakukan di 22 kota di Asia. Indikator yang digunakan menyesuaikan dengan kondisi umum wilayah Asia.

Energi dan CO2

Konsumsi energi berbanding lurus dengan emisi CO2 yang dihasilkan Kota. Semakin tinggi konsumsi energi, semakin tinggi pula emisi yang dihasilkan. Emisi CO2 dari aktifitas pemukiman dibagi menjadi 2 yaitu emisi CO2 primer dan sekunder atau biasa disebut carbon footprint. Carbon footprint primer adalah emisi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar di rumah tangga. Sedangkan carbon footprint sekunder adalah emisi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan alat – alat listrik di rumah tangga (Wicaksono 2011).

(21)

5 mempengaruhi konsumsi energi domestik adalah jumlah anggota keluarga, tingkat kesejahteraan, ukuran rumah, iklim, dan budaya. Dalam mereduksi emisi CO2 dapat dilakukan dengan mengurangi konsumsi energi pada bangunan rumah baru, mengurangi konsumsi energi pada bangunan rumah lama, dan pemakaian bahan bakar dengan intensitas CO2 yang rendah baik pada bangunan baru maupun lama.

Penggunaan Lahan dan Kepadatan

Menurut Litman (2014), pola pengembangan penggunaan lahan merujuk pada aktivitas manusia pada permukaan bumi yang terdiri atas lokasi, tipe dan desain infrastuktur seperti jalan dan bangunan. Pola penggunaan lahan dipengaruhi oleh bermacam-macam, baik dari segi ekonomi maupun dari segi sosial dan lingkungan. Setidaknya dibutuhkan permukaan yang kedap air seperti (bangunan dan perkerasan) per kapita, ruang terbuka (kebun, kawasan pertanian, dan habitat alami), serta beberapa ruang tersebut bisa diakses dengan mudah. Penggunaan lahan terdiri atas dua kategori yaitu kawasan terbangun dan ruang terbuka. Kawasan terbangun terdiri atas perumahan, area komersil (pertokoan dan perkantoran), institusi (sekolah), area industri, brownfields (fasilitas yang tidak terpakai), dan fasilitas transportasi (jalan, jalur, arena parkir, dll). Sedangkan ruang terbuka terdiri atas taman, kawasan pertanian, hutan, lahan rumput, lahan yang belum dikembangkan, dan garis pantai. Kepadatan mengacu pada orang, pekerjaan, atau rumah tangga per unit dari suatu area (hektar, km2). Kepadatan dapat diukur secara terpisah maupun secara keseluruhan. Kepadatan secara umum tergabung dalam beberapa faktor penggunaan lahan seperti sifat konsentris kota, pencampuran, penghubung jalan, dan keberagaman angkutan, serta manajemen parkir yang efisien. Beberapa hal tersebut disebut compact development.

Transportasi

Transportasi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain baik dengan atau tanpa sarana. Pemindahan ini harus menempuh suatu jalur perpindahan atau lintasan yang mungkin telah disiapkan oleh alam seperti sungai, laut, udara, dan jalur lintasan hasil kerja pemikiran manusia, misalnya jalan raya, jalan rel, dan pipa. Angkutan kota terdiri dari angkutan bus, bus mini, mikrolet, taksi, dokar, becak, bemo, dan ojek. Fungsi dari transportasi bagi masyarakat untuk mempermudah perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Selain itu, adanya transportasi umum dapat menjadi alternatif dari penggunaan kendaraan pribadi, namun di beberapa kota, jumlah angkutan umum yang terlalu banyak melebihi kebutuhan dapat memunculkan persoalan baru bagi transportasi kota. Terjadinya kemacetan lalu lintas dapat diakibatkan meningkatnya jumlah angkutan umum dengan jaringan trayek yang tumpang tindih serta jaringan jalan yang terbatas (Setijowarno dan Frazila 2003).

Sampah

(22)

6

menurunkan kualitas visual lanskap. Jika terjadi penumpukan sampah pada suatu titik tertentu menyebabkan ketidaknyamanan pada lingkungan sekitar sehingga harus dilakukan pengangkutan sampah serta pengolahan sampah yang tepat.

Air

Air merupakan substansi yang secara alami berada di bumi dalam 3 bentuk fisik diantaranya gas, cair, dan padat serta selalu mengalami pergerakan. Air memiliki sifat kimia yang unik dan bentuk fisik yang membuat air sangat diperlukan dalam kehidupan. Ketersediaan air di bumi untuk minum atau kegiatan pertanian hanya sebanyak 1%, sementara sebanyak 97% merupakan air asin yang berada di samudra, dan hanya sebanyak 3% yang merupakan freshwater. Sebanyak 68% dari freshwater berada di icecaps Antartika dan Greenland, 30% berada di tanah, dan 0.3% terdapat di permukaan seperti danau dan sungai. Lebih dari satu juta orang di seluruh dunia mengalami kesulitan akses untuk memperoleh air minum (Shakhashiri 2011). Jenis air yang dikonsumsi masyarakat terbagi atas tiga kategori berdasarkan tingkatan air yang serupa dalam mengembangkan sanitasi. Ketiga kategori tersebut adalah unimproved sumber air minum, improved sumber air minum, dan penyediaan air menggunakan saluran pipa untuk penduduk, lahan, maupun halaman.

Sanitasi

Sanitasi merupakan upaya pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Manfaat yang diperoleh jika sanitasi lingkungan terjaga adalah dapat mencegah penyakit menular, mencegah kecelakaan, mencegah timbulnya bau yang tidak sedap, menghindari pencemaran, dan lingkungan menjadi bersih, sehat, dan nyaman. Kota yang hijau bukan hanya kota yang memiliki infrastruktur, teknologi, maupun sarana & prasarana yang ramah lingkungan, namun juga memiliki masyarakat yang sehat dan memiliki perilaku hidup yang bersih (Widyati dan Yuliarsih 2002). Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat disebutkan bahwa jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit.

Udara

(23)

7 Kebijakan Lingkungan

Hampir seluruh kota memiliki lembaga atau badan resmi di pemerintahan dalam menentukan kebijakan lingkungan. Pembagian kewenangan antara hukum dan kekurangan ahli administrasi dalam menerapkan kebijakan menjadi tantangan saat ini. Pengawasan lingkungan dan penyediaan bagi publik untuk mengakses informasi lingkungan sangat penting terutama untuk wilayah dengan banyak jumlah penduduk. Keterlibatan masyarakat dan organisasi non pemerintah dalam mengelola dan mengawasi lingkungan dapat mempermudah tugas pemerintah dalam menjaga lingkungan (Denig 2011). Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang terbuka, transparan, dapat dipertanggungjawabkan oleh lembaga publik, khususnya mengacu pada efisiensi pelayanan publik, penegakan hukum berdasarkan peraturan, sektor peradilan yang efektif, menghargai hak perorangan, free press, dan struktur kelembagaan yang plural.

Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang baik adalah hal yang penting untuk mengurangi kemiskinan dalam pengembangan berkelanjutan. Walaupun begitu pelaksanaan kebijakan lingkungan (termasuk perjanjian multilateral), dan pengukuran kinerja lingkungan lainnya masih lemah dalam pengembangan dan peralihan pada suatu kota/negara. Saat ini muncul penekanan bahwa kebijakan pemerintah memiliki pengaruh yang kuat pada lingkungan. Penegakan hukum, hak masyarakat untuk mengakses informasi, partisipasi masyarakat dan persamaan akses dalam keadilan adalah dasar untuk mengurangi kemiskinan dan pengembangan berkelanjutan. Kebijakan lingkungan didesain dalam konteks politik. Pada beberapa kasus, kebijakan lingkungan mengukur kepentingan manusia dalam prinsip hukum seperti penegakan hukum, tranparansi dan partisipasi publik, persamaan atau lebih penting dibandingkan kebijakan lingkungan itu sendiri untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa solusi dari permasalahan lingkungan tidak cukup dengan memberlakukan pengembangan berkelanjutan saja, terdapat perhatian yang cukup tinggi kepada kebijakan pemerintah dalam mengelola tantangan lingkungan dan dampaknya (Ekbom et al. 2012).

Kebahagiaan

(24)

8

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan Penelitian dilakukan di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten (Gambar 2). Sejak tahun 2008 Kota Tangerang Selatan resmi memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan merupakan kota satelit dan gerbang inti utama Kota Jakarta. Penelitian dilakukan selama enam bulan yaitu pada bulan Februari - Juli 2014.

Gambar 2 Lokasi penelitian Sumber: RTRW 2011-2031

Batasan Penelitian

(25)

9 Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan peralatan berupa hardware dan software. Tabel 1 menunjukan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian. Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapang, sedangkan data sekunder merupakan data pendukung dalam penyusunan skripsi yang berasal dari studi literatur.

Tabel 1 Alat dan bahan penelitian

Alat Kegunaan

Kamera Menggambil gambar

Bahan Kegunaan

Bahan Pustaka Studi literatur

Kuesioner Panduan dalam mengetahui data kualitatif dan persepsi masyarakat

Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey lapang. Metode ini digunakan untuk melihat sudah sejauh mana upaya suatu kota, baik yang dilakukan oleh pemerintah daerah, masyarakat, maupun pengembang swasta dalam mewujudkan kota hijau berdasarkan 8 kategori Asian Green City Index (AGCI). Tahapan penelitian terdiri atas tahap pengumpulan data atau Inventarisasi, analisis, dan evaluasi. Berikut penjelasan dari tahapan penelitian yang dilakukan.

Inventarisasi

Inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung ke lapang serta wawancara dengan dinas maupun instansi terkait sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka/literatur terkait informasi yang berkenaan dengan kondisi tapak dan faktor-faktor yang dapat dijadikan indikator dalam mengevaluasi konsep kota hijau. Pengisian kuesioner dan wawancara juga dilakukan untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai Kota Tangerang Selatan serta mengukur tingkat kebahagiaan masyarakat yang tinggal di Kota Tangerang Selatan. Adapun data yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Data yang dibutuhkan

Jenis Data Bentuk

sekunder Masyarakat Kota Tangerang Selatan

(26)

10

Tabel 2 Data yang dibutuhkan (lanjutan)

Jenis Data Bentuk

sekunder BLHD studi pustaka

(27)

11 Tabel 2 Data yang dibutuhkan (lanjutan)

(28)

12

Index of happiness masyarakat diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan Webster’s New Collegiate Dictionary, kuesioner merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus diisi oleh sejumlah orang tertentu untuk memperoleh data. Dalam menentukan jumlah responden, konsep yang digunakan adalah konsep Slovin. Menurut Setiawan (2007), konsep Slovin digunakan untuk menentukan ukuran sampel jika penelitian bertujuan menduga proporsi populasi. Berikut ditampilkan hasil perhitungan dalam menentukan jumlah responden di Kota Tangerang Selatan menggunakan rumus Slovin,

n merupakan ukuran sampel, N adalah ukuran populasi penduduk pada suatu kota, dan d merupakan galat pendugaan atau bisa disebut dengan tingkat eror yang dapat ditolerir. Galat pendugaan yang ditetapkan dalam menentukan sampel kuesioner di Kota Tangerang Selatan adalah 10% (0.1) sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut,

Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling atau cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi (Mustafa 2000). Proporsi jumlah responden di Kota Tangerang Selatan ditentukan untuk mewakili sejumlah populasi pada wilayah tertentu (area sampling). Semakin banyak jumlah penduduk tiap kecamatan, kesempatan untuk dipilih semakin besar begitu juga sebaliknya. Jumlah responden pada tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Proporsi jumlah responden

Kecamatan Jumlah Penduduka Jumlah Respondenb

Serpong 128 747 10.46 = 11

Serpong Utara 113 552 9.23 = 9

Setu 63 ,737 5.18 = 5

Pamulang 186 744 15.18 = 15

Ciputat 171 ,574 13.94 = 14

Ciputat Timur 291 265 23.67 = 24

Pondok Aren 274 425 22.3 = 22

Jumlah 1 230 044c 100n

*b=(a/c)*n Analisis

(29)

13 dengan ketentuan memiliki bobot semakin tinggi jika mendekati baku mutu. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut,

a. Data dengan ketentuan memiliki bobot yang semakin rendah atau semakin buruk jika mendekati baku mutu

( )

b. Data dengan ketentuan memiliki bobot semakin tinggi atau semakin hijau jika mendekati baku mutu

(

)

c. Data yang memiliki nilai minimal-maksimal dan memiliki bobot semakin tinggi atau semakin hijau jika mendekati baku mutu

( ) d. Data yang memiliki nilai minimal-maksimal dan memiliki bobot semakin

rendah atau semakin buruk jika mendekati baku mutu

( )

Keluaran yang dihasilkan pada tahapan ini adalah pembobotan dari setiap indikator Asian Green City Index berdasarkan baku mutu yang telah ditetapkan (Tabel 4). Ketika nilai yang diperoleh melewati baku mutu yang ada maka bobot mengikuti nilai penerapan terendah (0) atau nilai penerapan tertinggi (1).

Tabel 4 Baku mutu tiap indikator pada aspek kuantitatif

Kategori Indikator Baku Mutu

Energy and CO2 Emisi CO2 ≤245 410.27 Ton CO2 (a)

Konsumsi Energi ≤900 kwh/orang(b) Land use and

buildings

Kepadatan Penduduk ≤10 000 org/km2(c) Jumlah Ruang terbuka hijau ≥30%(d)

Transport Jaringan Transportasi ≥0.30 km/km2(c) Waste Jumlah sampah dihasilkan ≤3075.11m3/hari(e)

Jumlah sampah terkumpul ≥70%(f)

Water Konsumsi Air ≤60-126.9 lt/org/hri(g) Kebocoran Sistem air ≤45%(c)

Sanitation Akses terhadap sanitasi ≥20% - 100%(c) Pengelolaan limbah cair ≥10% - 100%(c) Air Quality Tingkat NO2/hari ≤150 μg / Nm3/hari(h)

Tingkat SO2/hari ≤365 μg / Nm3/hari(h) Tingkat PM10/hari ≤150 μg / Nm3/hari(h)

Sumber: (a)Mentri ESDM 2013 dan hasil perhitungan, (b) Mentri ESDM 2013-konsumsi energi Indonesia, (c)AGCI, (d)UU No. 26/2007, (e) SNI 19-3964-1994, (f) Permen PU No. 14/2010,

(g)

Standar PU (h) PP No. 41/1999

Analisis pada aspek kualitatif dilakukan secara deskriptif dan dilakukan pembobotan untuk mengukur seberapa jauh upaya yang telah dilakukan suatu kota dalam menerapkan konsep kota hijau. Pembobotan pada aspek kualitatif menggunakan metode skoring dengan kriteria sebagai berikut:

0= tidak ada aturan tidak ada penerapan

1= ada aturan belum ada penerapan/ belum ada aturan ada penerapan 2= Ada aturan dengan penerapan ≤ 50%

(30)

14

Penentuan penerapan pada skor 2 dan 3 menggunakan kriteria seperti terlihat pada Lampiran 3. Hasil skoring kemudian akan dikalikan dengan bobot masing-masing indikator. Perhitungan skoring dapat dilihat sebagai berikut,

( )

Evaluasi

Tabel 5 merupakan kategori dan indikator Asian Green City Index beserta bobot masing-masing indikator dan perhitungan yang digunakan.

Tabel 5 Asian Green City Index

Kategori Indikator Tipe data Bobot P*

Energy and CO2

Emisi CO2 Kuantitatif 25% a

Konsumsi Energi Kuantitatif 25% a

Kebijakan energi bersih Kualitatif 25% s Kebijakan mengatasi perubahan iklim Kualitatif 25% s Land use

and buildings

Kepadatan penduduk Kuantitatif 25% a Jumlah ruang terbuka hijau (RTH) Kuantitatif 25% b Kebijakan Eco Building Kualitatif 25% s Kebijakan penggunaan lahan Kualitatif 25% s Transport Panjang jaringan transportasi publik Kuantitatif 33% b

Kebijakan menciptakan angkutan umum perkotaan

Kualitatif 33% s Kebijakan mengurangi kemacetan Kualitatif 33% s Waste Jumlah sampah dihasilkan Kuantitatif 25% a Jumlah sampah dikumpulkan Kuantitatif 25% b Kebijakan mengurangi dampak sampah Kualitatif 25% s

Kebijakan 3R Kualitatif 25% s

Water Konsumsi air Kuantitatif 25% d Kebocoran sistem air Kuantitatif 25% a Kebijakan meningkatkan kualitas air Kualitatif 25% s Kebijakan keberlanjutan air Kualitatif 25% s Sanitation Akses masyarakat terhadap sanitasi Kuantitatif 33% c Pengelolaan limbah cair Kuantitatif 33% c Kebijakan sanitasi Kualitatif 33% s Air Quality Tingkat NO2/hari Kuantitatif 25% a Tingkat SO2/hari Kuantitatif 25% a Tingkat PM10/hari Kuantitatif 25% a Kebijakan udara bersih Kualitatif 25% s Env.

Governance

Pengelolaan lingkungan Kualitatif 33% s Pengawasan lingkungan Kualitatif 33% s Partisipasi publik Kualitatif 33% s *P = Perhitungan/rumus yang digunakan dalam pembobotan

(lihat rumus halaman 13 poin a,b,c,d) s = Teknik skoring

(31)

15 Tabel 6 Contoh performa kota

Kategori Sangat di

Dalam tahap evaluasi juga dilakukan pengukuran Index of Happiness masyarakat Kota Tangerang Selatan. Menurut Powell dan Connaway (2004), wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan pada lingkungan informal (Gambar 3) karena suasana informal yang diciptakan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya respon bias. Tingkat kebahagiaan masyarakat diketahui melalui persepsi masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya.

Gambar 3 Pengisian kuesioner

Skala yang digunakan untuk melihat persepsi masyarakat adalah skala likert. Skala yang digunakan pada penelitian adalah 1 – 3 dengan ketentuan yaitu 1 tidak setuju, 2 kurang setuju, dan 3 setuju. Terdapat 20 pertanyaan pada kuesioner (Lampiran 1) sehingga diperoleh nilai minimum sebesar 20 dan skala maksimum sebesar 60. Interval skala kemudian diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut,

(32)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Wilayah Kota Tangerang Selatan

Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang terletak di Provinsi Banten. Sejak tahun 2008, Kota Tangerang Selatan resmi memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang. Secara geografis Kota Tangerang Selatan berada diantara 6º39’ - 6º47’

Lintang Selatan dan 160º14’ - 160º22’ Bujur Timur. Secara administartif, Kota Tangerang Selatan memiliki luas 147.19 km2 terdiri atas 7 Kecamatan, 49 Kelurahan, dan 5 desa. Persentase wilayah berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada Tabel 7. Kota Tangerang Selatan memiliki batas administrasi yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kota Tangerang dan DKI Jakarta, sebelah Timur berbatasan dengan Kota Depok dan DKI Jakarta, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok, serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.

Tabel 7 Luas wilayah berdasarkan kecamatan

No Kecamatan Luas (km2) Persentase

1 Setu 14.50 10.06

2 Serpong 24.04 16.33

3 Pamulang 26.82 18.22

4 Ciputat 18.38 12.49

5 Ciputat Timur 15.43 10.48

6 Pondok Aren 29.88 20.30

7 Serpong Utara 17.84 12.12

Jumlah 147.19 100

Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan

Kondisi Fisik dan Lingkungan

Topografi

Kondisi topografi di Kota Tangerang Selatan sebagian besar merupakan dataran rendah, topografi relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0-3% dan ketinggian wilayah 0 – 25 m dpl. Pembagian kemiringan terdiri atas dua yaitu kemiringan antara 0-3% meliputi Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Serpong, dan Kecamatan Serpong Utara sedangkan untuk kemiringan antara 3-8% meliputi Kecamatan Pondok Aren dan Kecamatan Setu.

Hidrologi

(33)

17 kualitas yang cukup baik sehingga banyak penduduk masih menggunakannya sebagai air bersih. Debit air tanah dangkal di Kota Tangerang Selatan berkisar antara 3 – 10 Liter/detik/km2. Air tanah ini cenderung diambil secara berlebihan di sepanjang jalan-jalan utama terutama oleh industri/pabrik. Rata-rata kedalaman air tanah di pemukiman warga adalah 5 – 10 meter. Selain itu kawasan-kawasan perumahan baru yang dikembangkan oleh pengembang swasta menggunakan pompa deepwell.

Iklim

Data iklim berupa temperatur udara, kelembaban udara, intensitas matahari, banyaknya curah hujan, dan kecepatan angin diambil dari Stasiun Geofisika Kelas I Tangerang. Tahun 2009, temperatur udara rata-rata di Kota Tangerang Selatan berada di antara 23.74ºC – 32.68ºC . Kelembaban udara rata-rata sebesar 79% dan intensitas matahari sebesar 53.8% (BMKG dalam MPSS 2013). Berdasarkan hasil pengukuran pada 4 (empat) stasiun pengukur air hujan, curah hujan maksimum terjadi pada bulan Februari sebesar 1211.5 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari di Kecamatan Setu sebesar 392.5 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan September sebesar 11.4 mm.

Demografi

Jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013 mengalami penurunan dibanding tahun 2012. Pada tahun 2012 jumlah penduduk mencapai mencapai 1 355 926 jiwa dengan jumlah penduduk perempuan sebesar 671 771 jiwa dan laki-laki sebesar 684 155 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Pondok Aren dengan jumlah penduduk sebesar 319 301 jiwa (23%) dan Kecamatan Setu merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu 69 898 jiwa (5%). Pada tahun 2013 jumlah penduduk 1 230 044 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 602 584 jiwa dan perempuan 627 445 jiwa. Meskipun mengalami penurunan di wilayah kecamatan Serpong dan Serpong Utara sebesar 0.23 %, tetapi menurut Airin Rachmi Diani selaku Walikota Tangerang Selatan dalam Tempo menyatakan bahwa jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan meningkat sebesar 17.5% dibanding tahun 2008 yang hanya berjumlah sekitar 1.1 juta jiwa.

Sosial Masyarakat

(34)

18

Perekonomian

Kota Tangerang Selatan sebagai kota baru dengan letak strategis memiliki pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Hal ini terlihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang menggambarkan kemampuan suatu wilayah dalam menciptakan nilai tambah pada suatu waktu tertentu. PDRB dilihat dari 3 sisi pendekatan yaitu produksi, pengeluaran, dan pendapatan. Komposisi data nilai tambah ketiganya dirinci menurut sektor ekonomi, komponen penggunaan, dan sumber pendapatan. Berdasarkan BPS Kota Tangerang Selatan tahun 2012, pada tahun 2011 PDRB Kota Tangerang Selatan atas dasar harga berlaku mencapai sekitar 13 290.62 milyar rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 meningkat sebesar 8.84% atau nilai PDRB mencapai 5 853.76 milyar rupiah. Beberapa tahun terakhir peranan sektor pertanian terus menurun dan peranan sektor berbasis jasa meningkat. Pada tahun 2011, sumbangan tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran (30.78%), sektor pengangkutan dan komunikasi (15.06%), sektor industri pengolahan (14.86%), sektor jasa (14.83%), sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (12.06%), serta pertambangan dan penggalian (0.02%).

Penggunaan Lahan

Saat ini, Kota Tangerang Selatan memiliki lahan sawah sebesar 170 Ha yang berarti mencakup hanya 1.15% dari luas keseluruhan kota. Sementara itu, untuk lahan perkebunan memiliki luas 118.55 Ha atau mencakup 0.8% dari luas Kota Tangerang Selatan. Peruntukan lainnya berupa non pertanian, lahan kering, dan lainnya. Kota Tangerang Selatan memiliki 5 hutan kota yaitu Hutan Kota BSD, Hutan Kota Taman Tekno, Hutan Kota Graha Raya, Hutan Kota Situ Gintung, dan Hutan Kota Jombang.

Rencana Tata Ruang Wilayah

Berdasarkan Peraturan Daerah No.15 tahun 2011-2013, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan menjadi pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota, perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah, serta keserasian antar sektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, penetapan ruang kawasan strategis kota, dan penyusunan rencana detail tata ruang Kota Tangerang Selatan.

Inventarisasi

Dalam mewujudkan kota yang berkelanjutan diperlukan beberapa indikator yang harus dipenuhi suatu kota. Asian Green City Index (AGCI) merupakan salah satu metode untuk menentukan kinerja kota, masihkah dalam

(35)

19 Transport, Waste, Water, Sanitation dan Air Quality memiliki kedua aspek tersebut dan satu kategori yaitu Environmental Governance hanya memiliki aspek kualitatif saja.

Aspek Kuantitatif

Data yang terdapat dalam aspek kuantitatif merupakan data terukur dari kondisi umum di Kota Tangerang Selatan dan dapat menjadi acuan untuk menentukan upaya yang harus dilakukan jika kondisi umum di Kota Tangerang Selatan mendekati koridor tidak “hijau”. Tabel 8 merupakan data aspek kuantitatif dari tujuh kategori menurut Asian Green City Index yaitu Energy and CO2, Land use and buildings, Transport, Waste, Water, Sanitation, dan Air Quality yang diperoleh di Kota Tangerang Selatan.

Tabel 8 Data aspek kuantitatif

Kategori Indikator Hasil Tahun Sumber Energy and

CO2

Emisi CO2 178 255.56 Ton CO2

2014 PLN

Konsumsi Energi 653.72 kwh/org 2014 PLN Land use

Waste Jumlah sampah yang dihasilkan

2767 m3/hari 2013 BLHD

Jumlah sampah yang dikumpulkan

444.73 m3/hari 2013 DKPP

Water Konsumsi Air 94.21 liter/org/hari 2012 PDAM TKR Kebocoran Sistem

(36)

20

Tabel 9 Data aspek kualitatif Kategori Indikator Upaya

Energy and

Penyusunan Instruksi Walikota No.2 tahun 2012 Kebijakan dalam

Penerapan Eco Building pada perumahan

Kebijakan

Pembuatan terminal dalam kota dan batas kota Pembuatan halte

Pengembangan sistem angkutan massa berbasis jalan dalam kota

Pengembangan sistem angkutan massa berbasis jalan yang terintegrasi

Integrasi moda transportasi umum dengan angkutan lainnya

Membangun sistem park & ride Pengawasan terhadap angkutan umum

kebijakan 3R Pembangunan TPST 3R Pembangunan Bank Sampah

Memfasilitasi pemasaran produk daur ulang Water Kebijakan dalam

(37)

21 Tabel 9 Data aspek kualitatif (lanjutan)

Kategori Indikator Upaya

Sanitation Kebijakan sanitasi Pembangunan MCK umum

Pengembangan sistem pengolahan air limbah Pelatihan bagi pengurus KSM pengelola SANIMAS berupa pelatihan di bidang teknis, keuangan, dan manajerial

Air Quality Kebijakan dalam menciptakan udara bersih

Penanaman pohon Car free day

Uji emisi pemantauan kualitas udara Uji emisi kendaraan bermotor Environmental

Governance

Pengelolaan lingkungan

Penyusunan Perda No 13 tahun 2012 Penyusunan Perwal No 8

Penyusunan UPL/UKL

Penyusunan Perda no 14 tahun 2011 Penyusunan RDTR

Penyusunan Perda no 3 tahun 2013 tentang pengolahan sampah

Penilaian Cluster Green (untuk perumahan) Partisipasi Publik Organisasi peduli lingkungan (LSM, KSM,

LPM) akan dianalisis berdasarkan Asian Green City Index. Analisis dilakukan secara deskriptif dan dilakukan pembobotan tiap indikator pada aspek kuantitatif dan kualitatif. Analisis terhadap 8 kategori akan dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab berikut.

Energy and CO2

Analisis Aspek Kuantitatif Energy and CO2

(38)

22

dan emisi CO2 beserta bobot berdasarkan Asian Green City Indexdapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Aspek kuantitatif Energy and CO2

Kategori Indikator Hasil Baku Mutu Bobot

Energy and CO2

Konsumsi Energi 653.72 kwh/orang ≤900 kwh/orang 7%

Emisi CO2 178 255.56 Ton CO2

≤245 410.27 Ton CO2

6.75%

Konsumsi Energi

Listrik merupakan konsumsi energi terbesar yang digunakan rumah tangga. Menurut Kepala Niaga Perusahaan Listrik Negara (PLN) Serpong (2014), untuk konsumsi listrik tidak mungkin dilakukan pembatasan karena penyediaan listrik oleh PLN mengikuti permintaan dan kebutuhan pelanggan sehingga penggunaan standar/baku mutu menggunakan Konsumsi energi Indonesia menurut Kementrian Energi Sumberdaya dan Mineral (ESDM) tahun 2013.Bobot yang diperoleh Kota Tangerang Selatan pada konsumsi energi diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut,

(

)

Menurut data statistik PLN, terdapat sebanyak 17 686 pelanggan yang menggunakan daya 2200 watt, 22 924 pelanggan menggunakan daya 1300 watt, dan 7885 pelanggan menggunakan daya 450 watt. Berdasarkan analisis, penggunaan daya yang semakin besar akan menyebabkan semakin tingginya penggunaan listrik. Pengguna dengan daya listrik yang besar biasanya kurang mempertimbangkan penggunaan listriknya karena banyaknya konsumsi listrik yang digunakan tidak akan berpengaruh. Namun pengguna dengan daya listrik yang lebih kecil akan mempertimbangkan penggunaan listriknya karena semakin banyak menggunakan listrik bisa menyebabkan putus aliran listrik sementara. Emisi CO2

Emisi CO2 diperoleh dari perkalian antara konsumsi energi dengan faktor emisi. Dalam menentukan standar/baku untuk Emisi CO2 digunakan rata-rata konsumsi energi Indonesia berdasarkan data dari Kementrian ESDM sebesar 900 kwh/orang yang dikalikan dengan faktor emisi (0.891 kg CO2) dan jumlah penduduk area pelayanan di Kota Tangerang Selatan sehingga diperoleh baku mutu sebesar 245 410.27 Ton CO2. Pembobotan diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut,

( )

(39)

23 melibatkan aspek sosial dan ekonomi sehingga perlu adanya integrasi ilmu pengetahuan alam dan sosial dalam mengurangi penggunaan karbon (Yao 2010). Analisis Aspek Kualitatif Energy and CO2

Dalam menghadapi perubahan iklim dan menciptakan energi bersih, dilakukan berbagai upaya baik oleh pemerintah, pengembang swasta, dan masyarakat. Analisis upaya yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Aspek kualitatif Energy and CO2

Indikator Upaya Skoring

0 1 2 3

Kebijakan energi bersih (25%)

Sosialisasi listrik pintar  Penggunaan PJU Solar cell  Mengembangkan sistem energi grid

(gardu distribusi)

Pembuatan jalur sepeda 

Pembuatan jalur pejalan kaki  Pembuatan Instruksi Walikota No.2

Listrik pintar merupakan suatu program pelayanan dari PLN untuk pelanggan dalam mengelola konsumsi listrik melalui meter elektronik prabayar. Sosialisasi dilakukan secara langsung tatap muka dengan petugas atau masyarakat dan dengan publikasi informasi mengenai listrik pintar di website sehingga informasi mengenai listrik pintar mudah diakses. Pemberian brosur kepada masyarakat yang akan membayar listrik, menambah daya, maupun yang akan memasang listrik merupakan salah satu bentuk sosialisasi pihak penyalur listrik agar masyarakat beralih menggunakan listrik prabayar.

Penggunaan token di Kota Tangerang Selatan khususnya area pelayanan serpong masih terbilang sedikit. Berdasarkan data statistik PLN tahun 2014 dari 74 504 pelanggan, baru 19 066 atau sebanyak 25% pelanggan yang menggunakan sistem pascabayar (T). Padahal penggunaan sistem ini merupakan salah satu upaya untuk menekan penggunaan listrik yang berlebihan, selain penggunaannya lebih praktis, pelanggan dapat mengatur dan mengecek sendiri kebutuhan listriknya.

(40)

24

konduktor yang dapat menyerap photon dari sinar matahari dan mengkonversi menjadi listrik. solar cell banyak digunakan untuk berbagai aplikasi salah satunya pada lampu penerangan. Penggunaan teknologi solar cell sebagai sumber energi dengan Lampu light emitting diode pada penerangan umum dapat menghemat penggunaan listrik hingga 80% (Widiatmoko 2012). Meskipun penggunaan penerangan jalan umum (PJU) di Kota Tangerang Selatan sebagian besar masih menggunakan energi konvensional namun penggunaan PJU solar cell telah diterapkan pada beberapa kawasan pemerintahan, seperti Dinas Tata Kota Tangerang Selatan di Jalan Puspitek, selain itu sepanjang jalan kawasan perumahan baru di BSD sudah menggunakan PJU solar cell dan di Kebayoran Park Bintaro telah dipasang lampu penerangan taman menggunakan teknologi solar cell (Gambar 4).

Gambar 4 Solar cell Kebayoran Park Bintaro

Berdasarkan Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan (1992), jalur sepeda dan jalur pejalan kaki adalah bagian dari jalan yang disediakan untuk pengguna sepeda dan pejalan kaki yang biasanya dibuat sejajar dengan lalu lintas dan harus terpisah dari jalur lalu lintas dengan menggunakan struktur fisik seperti kerebatan rel penahan (kanstin). Pembuatan jalur sepeda dan jalur pejalan kaki merupakan upaya mewujudkan energi bersih, pembuatan jalur yang nyaman akan meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan sepeda dan berjalan kaki. Semakin banyak masyarakat yang beralih menggunakan sepeda dan berjalan kaki, semakin banyak pula energi yang dapat dihemat. Ketersediaan jalur pejalan kaki di Kota Tangerang Selatan terutama di luar wilayah pengembang sangat minim selain itu kondisi yang rusak, ukuran yang tidak ideal, penggunaan oleh pedagang kaki lima (PKL) dan sebagai tempat parkir menjadikan keberadaan jalur pejalan kaki menjadi kurang efektif. Jalur pejalan kaki di kawasan pengembang (Gambar 5) memiliki kondisi yang lebih baik dibanding jalur pejalan kaki diluar kawasan pengembang (Gambar 6).

(41)

25

Gambar 6 Jalur pejalan kaki di luar kawasan Pengembang

Pengembang swasta telah berupaya dalam menciptakan jalur sepeda yang aman dan nyaman terutama di kawasan Bintaro, jalur sepeda terpisah dengan jalan raya sehingga pengguna merasa aman ketika bersepeda. Selain itu, terdapat fasilitas berupa halte pemberhentian bagi pengguna sepeda. Pada kawasan BSD, jalur sepeda masih menyatu dengan jalan raya yang hanya dibedakan dengan warna. Meski belum menyeluruh, kawasan pengembang seperti Alam Sutera mulai membuat jalur sepeda (Gambar 7) sejak akhir April tahun 2014.

Gambar 7 Jalur sepeda di Bintaro dan Alam sutera

Penyediaan listrik di Indonesia terbagi atas tiga wilayah interkoneksi yaitu Paiton (Surabaya), Muara Karang (Pluit), dan Suralaya (Bali). Ketiga wilayah tersebut merupakan pembangkit listrik untuk area Sumatera, Jawa, dan Bali. Interkoneksi berarti ketika terjadi gangguan pada satu pembangkit listrik, pasokan listrik dapat digantikan sementara oleh dua pembangkit listrik lainnya. Mekanisme penyediaan listrik pada suatu kota dimulai dari pembangkit yang ditransmisikan melalui SUTET sebesar 500 kv menjadi GITET yang kemudian ditransmisikan kembali menjadi Gardu Induk sebesar 150 kv, ditransmisikan lagi menjadi Gardu Distribusi sebesar 20 kv yang akhirnya didistribusikan kepada pelanggan. Pihak PLN diluar ketiga wilayah tersebut hanya sebagai pihak penyalur listrik di suatu wilayah sehingga dalam menghemat maupun mengurangi penggunaan listrik yang berlebihan diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, serta pihak penyalur listrik.

(42)

26

satu upaya yang dilakukan untuk memonitoring dan mengevaluasi penggunaan energi di Kota Tangerang Selatan.

Kebijakan dalam Mengatasi Perubahan Iklim

Penanaman pohon merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam mengurangi emisi CO2 terutama pada titik-titik yang padat kendaraan. Penanaman pohon pada median dan pinggir jalan bisa mengurangi polusi udara yang timbul dari kendaraan. Pemerintah Kota Tangerang Selatan telah melakukan penanaman 20 000 pohon di ujung tol rawa buntu, penanaman pohon di median jalan, dan pinggir jalan. Jenis tanaman yang digunakan sebagian besar sudah berdasarkan penggunaan misalnya untuk mengurangi dampak polusi. Meski begitu penanaman pohon masih belum menyeluruh karena masih ada daerah padat kendaraan yang belum ditanami pohon. Selain itu pada median jalan terlihat pohon ditanam menggunakan media (pot) dan ukuran median jalan yang terlalu kecil (Gambar 8).

Gambar 8 Median jalan

(43)

27 Land use and buildings

Analisis Aspek Kuantitatif Land use and buildings

Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk, maka kemungkinan terjadinya urban sprawl akan semakin tinggi pula sehingga perencanaan dan pengembangan kota harus dilakukan secara tepat dalam menampung jumlah penduduk yang banyak tanpa menyebabkan permasalahan lingkungan. Kepadatan penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013 mencapai 8357 orang/km2 dan untuk jumlah ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan sebesar 37% dari luas wilayah yang terdiri atas taman kota, ruang terbuka biru (RTB), saluran air, hutan kota, dan area rekreasi. Kepadatan penduduk dan jumlah ruang terbuka hijau dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Aspek kuantitatif Land use and buildings

Kategori Indikator Hasil Baku Mutu Bobot Land use

Kota Tangerang Selatan memiliki kepadatan penduduk sebesar 8357 org/km2. Kota Tangerang Selatan dapat dikatakan sebagai kota dengan kepadatan penduduk tinggi, hal ini terlihat dari hasil perhitungan yang hampir mendekati baku mutu kepadatan penduduk menurut Asian Green City Index. Pada Asian Green City Index, baku mutu untuk indikator kepadatan penduduk adalah 10 000 orang/km2 sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut,

Nilai ini menjelaskan bahwa Kota Tangerang Selatan merupakan kota dengan penduduk yang cukup padat karena kepadatan penduduk hampir mencapai baku mutu. Jika tidak ada penanganan dari berbagai pihak, tidak dapat dihindari terjadinya urban sprawl. Urban sprawl atau peluberan kawasan merupakan berkembangnya kawasan perkotaan secara menyebar melebihi wilayah geografisnya, memenuhi kawasan terpencil di pinggir kota (www.pearlandish.org).

(44)

28

Mixed Used dan konsep vertikal di Kota Tangerang Selatan untuk menekan dampak negatif dari tingginya kepadatan penduduk. Wilayah yang tidak dimasuki pengembang swasta masih memiliki pola penyebaran yang horizontal, kepadatan ditunjukan dengan jarak antar rumah yang berdempet-dempetan dan tidak beraturan termasuk rumah-rumah yang berada tepat di pinggir jalan.

Jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 Tahun 2008, manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah) dan manfaat tidak langsung yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati). Tujuan penyelenggaraan RTH adalah menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air, menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat, dan meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

Kota Tangerang Selatan memiliki RTH (Gambar 9) yang tersebar sepanjang sempadan sungai dan pada taman/hutan kota baik yang dibuat oleh pemerintah daerah maupun oleh swasta. Selain meningkatkan kualitas visual kota, ruang terbuka hijau berfungsi untuk menyerap air hujan. Pemilihan vegetasi yang tepat dapat mengurangi polusi udara yang ditimbulkan oleh asap kendaraan, kegiatan rumah tangga, hingga industri. Vegetasi tersebut dapat menyerap dan menjerap polusi. Sejak tahun 2011, Kota Tangerang Selatan terus berupaya dalam meningkatkan RTH. Dalam rentang waktu 3 tahun, RTH di Kota Tangerang Selatan telah meningkat hingga 12%, yaitu 9% pada tahun 2011, 18% pada tahun 2012, dan 21% pada tahun 2013. Jumlah RTH hingga tahun 2014 meningkat hingga mencapai 37%. RTH di Kota Tangerang Selatan terdiri atas taman kota seluas 2 367 800 m2, hutan kota seluas 1 283 700 m2, area rekreasi seluas 20 500 m2, ruang terbuka biru (situ) seluas 958 200 m2, dan saluran air seluas 656 545 m2.

Gambar 9 Ruang terbuka hijau

(45)

29 diperoleh adalah 1.23 melebihi rentang maksimum bobot yaitu 0-1 sehingga untuk ruang terbuka hijau memiliki bobot sebesar 25%. Tingginya tingkat RTH tidak lepas dari campur tangan pengembang yang terus berkomitmen dalam penataan dan perencanaan wilayahnya masih mempertimbangkan keberadaan RTH. Meski memiliki persentase RTH yang tinggi namun untuk kebutuhan ruang terbuka tiap orang masih sebesar 4.44 m2 per orang. Setidaknya dengan jumlah penduduk mencapai 1.2 juta jiwa diperlukan minimal 42 m2 per orang (adaptasi perhitungan Kementrian PU).

Analisis Aspek Kualitatif Land use and buildings

Menurut Hastuti dan Sulistyarso (2012), peningkatan kualitas kota dapat dilakukan dengan membentuk RTH pada kawasan perkotaan. Pembentukan RTH di perkotaan antara lain meningkatkan mutu lingkungan perkotaan agar lebih nyaman, segar, indah, dan bersih sehingga dapat menciptakan keseimbangan lingkungan alam yang berguna untuk masyarakat. Upaya yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Aspek kualitatif Land use and buildings

Indikator Upaya Skoring

0 1 2 3

Kebijakan “Eco building” (25%)

Penerapan Eco Building pada perumahan dibangun tahun 2010. Konsep Eco Building baru diterapkan dan direncanakan oleh beberapa pengembang swasta seperti Bintaro Jaya dan BSD. Tipe dan konsep dari Eco Building yang diadaptasi oleh pengembang terutama di kawasan Bintaro Jaya yaitu,

(46)

30

2. earth care (pemilihan bahan bangunan, pemilihan material carport, biopori, roof garden); dan

3. energy care (optimalisasi pencahayaan & sirkulasi udara, penggunaan elemen air, sistem gravitasi roof tank, alumunium foil, dan pohon peneduh).

Meskipun pengembang swasta memiliki komitmen dalam menerapkan konsep Eco Building akan tetapi jika pengguna tidak ikut berpartisipasi dalam memelihara, konsep tersebut akan percuma. Contohnya untuk roof garden, pengembang di Bintaro membangun roof garden di setiap perumahan namun ketika di cek, pemilik rumah tidak melakukan perawatan pada roof garden miliknya sehingga kondisinya tidak bisa disebut sebagai roof garden lagi, beberapa pengguna mengubahnya menjadi perkerasan. Padahal dalam pembangunan roof garden membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Contoh lainnya yaitu dalam pembuatan biopori, pengembang tidak ingin kalau masyarakat tidak ikut berpartisipasi sehingga pengembang hanya menyediakan alat untuk membuat biopori pada setiap rumah dan membiarkan pemilik rumah bertanggung jawab terhadap pembuatan dan perawatan lubang biopori. Lubang biopori membutuhkan perawatan yang baik karena jika tidak, dapat menyebabkan penggenangan air yang bisa menjadi sarang nyamuk. Konsep eco building yang dikembangkan oleh BSD disebut Eco-property. Hal paling utama yang dilakukan adalah dengan menghadirkan banyak pepohonan di kawasan komersial dan perumahan. Pembangunan kawasan tersebut mengacu pada panduan Green Council.

Kebijakan Penggunaan Lahan

Revitalisasi situ merupakan suatu proses yang dilakukan dalam mengembalikan fungsi situ yang telah rusak atau luasnya menyusut. Revitalisasi bertujuan meningkatkan tangkapan air yang dapat meminimalisasi terjadi banjir. Hingga saat ini Kota Tangerang Selatan sudah mengajukan usulan dan sudah disetujui oleh Dirjen Sumberdaya Air Kementrian Pekerjaan Umum mengenai revitalisasi Situ Legoso, Situ Ciledug, dan Situ Sasak Tinggi. Rencananya pada tahun berjalan (2014) revitalisasi Situ Legoso akan dilaksanakan. Revitalisasi Situ Ciledug dan Situ Sasak Tinggi telah dilakukan pada tahun 2012 sehingga sudah dapat menampung debit air yang lebih tinggi pada musim penghujan. Selain itu situ yang telah direvitalisasi dapat memberikan nilai tambah misalnya menjadi tempat rekreasi bagi masyarakat sekitar.

Rehabilitasi saluran air merupakan kegiatan pemulihan dengan cara memperbaiki saluran air agar kembali sesuai dengan fungsi awalnya. Rehabilitasi juga dapat dilakukan dengan memperlebar maupun memperdalam saluran air. Rehabilitasi saluran air bertujuan mengendalikan terjadinya banjir. Saat ini pemerintah Kota Tangerang Selatan telah melakukan rehabilitasi saluran air yang ada di Kelurahan Serua Indah, Ciputat, Pondok Betung, Pondok Cabe Udik, Pondok Kacang Barat, Kademangan, Muncul, dan Buaran.

(47)

31 dari kapasitas 74 kamar baru terisi 20 kamar. Hal ini disebabkan akses masih sulit menuju rusunawa tersebut.

Gambar 10 Rusunawa Situ Gintung Sumber: google.com

Mixed Use Development merupakan suatu pengembangan produk properti yang terdiri dari produk perkantoran, hotel, tempat tinggal, komersial yang dikembangkan menjadi satu kesatuan atau minimal dua produk properti yang dibangun dalam satu kesatuan. Konsep Mixed used menjawab kebutuhan optimalisasi lahan dalam pengembangan produk properti (Panduan Kota Hijau). Mixed used memungkinkan suatu penggunaan lahan berupa perumahan, komersial, dan industrial berada pada satu lokasi yang terintegrasi dan terfasilitasi oleh transportasi berupa angkutan umum, jalur sepeda dan pejalan kaki, dan meningkatnya potensi ketetanggaan. Mixed used development dapat meningkatkan vitalitas ekonomi selain itu dapat memunculkan rasa aman karena meningkatnya jumlah orang di jalan dan ruang terbuka (www.healthyplaces.org.au).

Mixed used merupakan suatu pendekatan penggunaan dan pengembangan lahan yang mulai dikembangkan di United States sejak tahun 1960. Pada tahun 1990, mixed used development dilengkapi berbagai fitur atau fasilitas sehingga

disebut “smart growth” atau “new urbanism”. Fasilitas tersebut meliputi kawasan pejalan kaki, jaringan jalan yang saling terhubung, akomodasi seluruh mode transportasi, dan hubungan positif antara bangunan dan jalan, penekanan pada desain bangunan, dan penggunaan lahan yang lebih efisien (Colorado Springs Mixed Use Development Design Manual).

Gambar 11 Icon pengembang swasta Sumber: google.com

(48)

32

salah satu pengembang di Kota Tangerang Selatan selain BSD dengan konsep pengembangan kawasan pemukiman yang terpadu dan berkesinambungan dengan beragam produk untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Konsep yang diusung adalah kawasan mandiri seluas 2000 ha dengan berbagai produk perumahan dan komersial yang didukung oleh fasilitas pendidikan, rekreasi, pelayanan kesehatan serta jaringan transportasi yang terintegrasi dan terhubung dengan seluruh bagian Jabodetabek. Alam Sutera Realty Tbk merupakan anak perusahaan dari grup Argo Manunggal yang bergerak di bidang properti, didirikan pada tahun 1993 dan memiliki konsep yang sama seperti kedua pengembang yang yaitu menawarkan konsep pemukiman kasawan yang terpadu.

Transport

Analisis Aspek Kuantitatif Transport

Rata-rata panjang jaringan transportasi publik di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Aspek kuantitatif Transport

Kategori Indikator Hasil Baku Mutu Bobot Transport Panjang jaringan

transportasi publik (33%)

0.15 km/km2 ≥0.3 Km/Km2 16.15 %

Panjang Jaringan Transportasi Publik

Dalam mengembangkan sistem transportasi, Kota Tangerang Selatan telah menggunakan angkutan berbasis transportasi masa. Hal ini dapat terlihat dalam RTRW Kota Tangerang Selatan tahun 2011-2031. Transportasi masa yang dikembangkan berupa angkutan kota (angkot), bis, dan jalur kereta api 2 jalur. Total panjang lintasan angkutan umum perkotaan 524 km (24 trayek) dengan rata-rata 0.15 km/km2. Perhitungan dapat dilihat sebagai berikut,

(49)

33 Analisis Aspek Kualitatif Transport

Kota yang nyaman memiliki kualitas transportasi yang baik dan mampu menekan penggunaan kendaraan pribadi. Kota Tangerang Selatan sebagai kota satelit harus mampu menciptakan transportasi yang nyaman dan dapat mengakomodasi seluruh lapisan masyarakat. Upaya yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Aspek kualitatif Transport

Indikator Upaya Skoring

0 1 2 3

Mengembangkan sistem kereta api  Pembuatan terminal dalam kota dan

batas kota

Pembuatan halte 

Pengembangan sistem angkutan massal berbasis jalan dalam kota

Membangun sistem Park & Ride  Pengawasan terhadap angkutan

Kebijakan dalam Menciptakan Angkutan Umum Perkotaan

Kota berkelanjutan adalah kota yang menghasilkan sampah paling sedikit dan paling banyak melakukan konservasi. Hal terpenting adalah menciptakan sistem untuk menghubungkan orang-orang dengan sumber pekerjaannya seperti bis dan kereta api dibanding menggantikannya dengan sistem single atau penggunaan kendaraan pribadi. Dalam skala nasional, manfaat pengembangan kereta api menurut PT KAI adalah menekan kerusakan jalan raya sehingga menghemat keuangan negara, menekan kepadatan lalu lintas sehingga meminimalkan pemborosan konsumsi BBM, minimalisasi biaya angkutan dan distribusi logistik nasional, dan optimasi kapasitas angkut.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pikir penelitian
Gambar 2  Lokasi penelitian
Tabel 2  Data yang dibutuhkan (lanjutan)
Tabel 2  Data yang dibutuhkan (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang sudah diuraikan pada keterangan sebelumnya bahwa mata pelajaran Aqidah Akhlak merupakan sub mata pelajaran pendidikan agama islam yang tujuannya untuk

Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Hubungan antara Tingkat Kehadiran Ibu di Kelas Ibu Hamil dengan

Pemupukan urea pada sistem ganda azolla-padi sawah meningkatkan N-kapital tanah karena meningkatnya N-total tanah, N- total jaringan tanaman yang dikembalikan ke

Basis data adalah suatu kumpulan data terhubung yang disimpan secara bersama-sama pada suatu media, tanpa mengatap satu sama lain atau tidak perlu suatu kerangkapan data

Dana Pelayanan Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disingkat Dana Pelayanan Adminduk adalah dana yang digunakan untuk men3amm keberlanjutan dan keamanan

Agar sebuah iklan dapat menarik perhatian konsumen, maka diperlukan daya tarik ( appeals ). Ada banyak daya tarik yang dapat digunakan dalam sebuah iklan. Daya

Jinis TTAP adhedhasar lageyane panutur diperang dadi nembelas yaiku (1) blaka langsung karana solah bawa mawa panjaluk,(2) blaka ora langsung karana solah bawa mawa panjaluk, (3)

Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf sumsum tulang belakang (spinal). Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak sedangkan