Profil Wilayah Kota Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang terletak di Provinsi Banten. Sejak tahun 2008, Kota Tangerang Selatan resmi memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang. Secara geografis Kota Tangerang Selatan berada diantara 6º39’ - 6º47’
Lintang Selatan dan 160º14’ - 160º22’ Bujur Timur. Secara administartif, Kota Tangerang Selatan memiliki luas 147.19 km2 terdiri atas 7 Kecamatan, 49 Kelurahan, dan 5 desa. Persentase wilayah berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada Tabel 7. Kota Tangerang Selatan memiliki batas administrasi yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kota Tangerang dan DKI Jakarta, sebelah Timur berbatasan dengan Kota Depok dan DKI Jakarta, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok, serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
Tabel 7 Luas wilayah berdasarkan kecamatan
No Kecamatan Luas (km2) Persentase
1 Setu 14.50 10.06 2 Serpong 24.04 16.33 3 Pamulang 26.82 18.22 4 Ciputat 18.38 12.49 5 Ciputat Timur 15.43 10.48 6 Pondok Aren 29.88 20.30 7 Serpong Utara 17.84 12.12 Jumlah 147.19 100
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan
Kondisi Fisik dan Lingkungan
Topografi
Kondisi topografi di Kota Tangerang Selatan sebagian besar merupakan dataran rendah, topografi relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0-3% dan ketinggian wilayah 0 – 25 m dpl. Pembagian kemiringan terdiri atas dua yaitu kemiringan antara 0-3% meliputi Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Serpong, dan Kecamatan Serpong Utara sedangkan untuk kemiringan antara 3-8% meliputi Kecamatan Pondok Aren dan Kecamatan Setu.
Hidrologi
Sistem hidrologi Kota Tangerang Selatan terdiri atas 2 yaitu air tanah dan air permukaan. Aliran air permukaan yang terdapat di wilayah ini adalah aliran sungai Cisadane, Sungai Angke, dan sebagian wilayah dilewati Sungai Pesanggrahan. Terdapat saluran-saluran alam yang dialiri air sepanjang tahun sebagai penampung drainase lokal. Namun, saluran semacam ini cenderung meluap pada musim hujan. Kondisi air tanah di Kota Tangerang Selatan memiliki
17 kualitas yang cukup baik sehingga banyak penduduk masih menggunakannya sebagai air bersih. Debit air tanah dangkal di Kota Tangerang Selatan berkisar antara 3 – 10 Liter/detik/km2. Air tanah ini cenderung diambil secara berlebihan di sepanjang jalan-jalan utama terutama oleh industri/pabrik. Rata-rata kedalaman air tanah di pemukiman warga adalah 5 – 10 meter. Selain itu kawasan-kawasan perumahan baru yang dikembangkan oleh pengembang swasta menggunakan pompa deepwell.
Iklim
Data iklim berupa temperatur udara, kelembaban udara, intensitas matahari, banyaknya curah hujan, dan kecepatan angin diambil dari Stasiun Geofisika Kelas I Tangerang. Tahun 2009, temperatur udara rata-rata di Kota Tangerang Selatan berada di antara 23.74ºC – 32.68ºC . Kelembaban udara rata-rata sebesar 79% dan intensitas matahari sebesar 53.8% (BMKG dalam MPSS 2013). Berdasarkan hasil pengukuran pada 4 (empat) stasiun pengukur air hujan, curah hujan maksimum terjadi pada bulan Februari sebesar 1211.5 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari di Kecamatan Setu sebesar 392.5 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan September sebesar 11.4 mm.
Demografi
Jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013 mengalami penurunan dibanding tahun 2012. Pada tahun 2012 jumlah penduduk mencapai mencapai 1 355 926 jiwa dengan jumlah penduduk perempuan sebesar 671 771 jiwa dan laki-laki sebesar 684 155 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Pondok Aren dengan jumlah penduduk sebesar 319 301 jiwa (23%) dan Kecamatan Setu merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu 69 898 jiwa (5%). Pada tahun 2013 jumlah penduduk 1 230 044 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 602 584 jiwa dan perempuan 627 445 jiwa. Meskipun mengalami penurunan di wilayah kecamatan Serpong dan Serpong Utara sebesar 0.23 %, tetapi menurut Airin Rachmi Diani selaku Walikota Tangerang Selatan dalam Tempo menyatakan bahwa jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan meningkat sebesar 17.5% dibanding tahun 2008 yang hanya berjumlah sekitar 1.1 juta jiwa.
Sosial Masyarakat
Sebagian besar penduduk Kota Tangerang Selatan beragama Islam dengan persentase sebesar 89.55%, penduduk beragama Kristen 5.66%, Katolik sebesar 3.48%, Hindu sebesar 0.26%, Budha sebesar 0.99%, Konghucu 0.03%, dan penganut kepercayaan 0.03%. Beragam mata pencaharian penduduk di Kota Tangerang Selatan terbagi atas 15.44% memiliki pekerjaan utama di sektor jasa kemasyarakatan sosial dan perorangan, 0.45% di sektor pertanian, perkebunan, dan perkantoran, 4.74% di sektor industri, 13.14% di sektor perdagangan, rumah dan jasa akomodasi, dan lainnya 13.8%.
18
Perekonomian
Kota Tangerang Selatan sebagai kota baru dengan letak strategis memiliki pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Hal ini terlihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang menggambarkan kemampuan suatu wilayah dalam menciptakan nilai tambah pada suatu waktu tertentu. PDRB dilihat dari 3 sisi pendekatan yaitu produksi, pengeluaran, dan pendapatan. Komposisi data nilai tambah ketiganya dirinci menurut sektor ekonomi, komponen penggunaan, dan sumber pendapatan. Berdasarkan BPS Kota Tangerang Selatan tahun 2012, pada tahun 2011 PDRB Kota Tangerang Selatan atas dasar harga berlaku mencapai sekitar 13 290.62 milyar rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 meningkat sebesar 8.84% atau nilai PDRB mencapai 5 853.76 milyar rupiah. Beberapa tahun terakhir peranan sektor pertanian terus menurun dan peranan sektor berbasis jasa meningkat. Pada tahun 2011, sumbangan tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran (30.78%), sektor pengangkutan dan komunikasi (15.06%), sektor industri pengolahan (14.86%), sektor jasa (14.83%), sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (12.06%), serta pertambangan dan penggalian (0.02%).
Penggunaan Lahan
Saat ini, Kota Tangerang Selatan memiliki lahan sawah sebesar 170 Ha yang berarti mencakup hanya 1.15% dari luas keseluruhan kota. Sementara itu, untuk lahan perkebunan memiliki luas 118.55 Ha atau mencakup 0.8% dari luas Kota Tangerang Selatan. Peruntukan lainnya berupa non pertanian, lahan kering, dan lainnya. Kota Tangerang Selatan memiliki 5 hutan kota yaitu Hutan Kota BSD, Hutan Kota Taman Tekno, Hutan Kota Graha Raya, Hutan Kota Situ Gintung, dan Hutan Kota Jombang.
Rencana Tata Ruang Wilayah
Berdasarkan Peraturan Daerah No.15 tahun 2011-2013, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan menjadi pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota, perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah, serta keserasian antar sektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, penetapan ruang kawasan strategis kota, dan penyusunan rencana detail tata ruang Kota Tangerang Selatan.
Inventarisasi
Dalam mewujudkan kota yang berkelanjutan diperlukan beberapa indikator yang harus dipenuhi suatu kota. Asian Green City Index (AGCI) merupakan salah satu metode untuk menentukan kinerja kota, masihkah dalam
koridor “hijau” atau tidak. Terdapat 8 kategori keberlanjutan dalam menentukan status kota yaitu Energy and CO2, Land use and buildings, Transport, Waste, Water, Sanitation, Air Quality, dan Environmental Governance. Dalam AGCI, 8 kategori tersebut dibagi lagi menjadi dua aspek yaitu aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Tujuh kategori yaitu Energy and CO2, Land use and buildings,
19 Transport, Waste, Water, Sanitation dan Air Quality memiliki kedua aspek tersebut dan satu kategori yaitu Environmental Governance hanya memiliki aspek kualitatif saja.
Aspek Kuantitatif
Data yang terdapat dalam aspek kuantitatif merupakan data terukur dari kondisi umum di Kota Tangerang Selatan dan dapat menjadi acuan untuk menentukan upaya yang harus dilakukan jika kondisi umum di Kota Tangerang Selatan mendekati koridor tidak “hijau”. Tabel 8 merupakan data aspek kuantitatif dari tujuh kategori menurut Asian Green City Index yaitu Energy and CO2, Land use and buildings, Transport, Waste, Water, Sanitation, dan Air Quality yang diperoleh di Kota Tangerang Selatan.
Tabel 8 Data aspek kuantitatif
Kategori Indikator Hasil Tahun Sumber Energy and
CO2
Emisi CO2 178 255.56 Ton CO2
2014 PLN Konsumsi Energi 653.72 kwh/org 2014 PLN Land use and buildings Kepadatan Penduduk 8357 org/km2 2013 BLHD Jumlah ruang terbuka hijau 5 471 245 m2 = 37% 2013 DKP, BLHD Transport Jaringan Transportasi Publik 0.15 km/km2 2013 DISHUB Waste Jumlah sampah yang
dihasilkan
2767 m3/hari 2013 BLHD Jumlah sampah yang
dikumpulkan
444.73 m3/hari 2013 DKPP Water Konsumsi Air 94.21 liter/org/hari 2012 PDAM TKR
Kebocoran Sistem air
10.14% 2010 PDAM TKR
Sanitation Akses masyarakat terhadap sanitasi
93.9% 2013 BLHD
Pengelolaan limbah cair
7.7% 2013 BAPPEDA
Air Quality Tingkat NO2/hari 73.28 µg/Nm3/hari 2013 BLHD Tingkat SO2/hari 63.98 µg/Nm3/hari 2013 BLHD Tingkat PM10/hari 24.12 µg/Nm3/hari 2013 BLHD Aspek Kualitatif
Data pada aspek kualitatif merupakan data deskriptif mengenai upaya- upaya yang dilakukan di Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi permasalahan lingkungan di Kota Tangerang Selatan. Upaya-upaya tersebut ada yang sudah mulai diterapkan, penerapannya sudah cukup baik, masih berupa rencana atau baru diterapkan dengan penerapan yang masih sedikit, dan sudah diterapkan meskipun belum masuk dalam peraturan daerah di Kota Tangerang Selatan. Upaya yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 9.
20
Tabel 9 Data aspek kualitatif Kategori Indikator Upaya
Energy and CO2
Kebijakan energi bersih
Sosialisasi listrik pintar Penggunaan PJU solar Cell Pengembangan sistem energi grid Penggunaan token
Pembuatan jalur sepeda Pembuatan jalur pejalan kaki
Penyusunan Instruksi Walikota No.2 tahun 2012 Kebijakan dalam
mengatasi perubahan iklim
Penanaman pohon
Land use and buildings
Kebijakan“Eco building”
Penerapan Eco Building pada perumahan Kebijakan
penggunaan lahan
Revitalisasi Situ Peningkatan RTH
Penyusunan Perda mengenai IMB Rehabilitasi saluran air/drainase Pengembangan konsep vertikal Mixed Used Development Transport Kebijakan
menciptakan angkutan umum perkotaan
Mengembangkan sistem kereta api
Pembuatan terminal dalam kota dan batas kota Pembuatan halte
Pengembangan sistem angkutan massa berbasis jalan dalam kota
Pengembangan sistem angkutan massa berbasis jalan yang terintegrasi
Integrasi moda transportasi umum dengan angkutan lainnya
Transit Oriented development Kebijakan
mengurangi kemacetan
Menjaga kualitas jalan
Membangun sistem park & ride Pengawasan terhadap angkutan umum Pembuatan jembatan penyebrangan Waste Kebijakan
mengurangi dampak sampah
Pengolahan sampah di TPA Waste to energy
kebijakan 3R Pembangunan TPST 3R Pembangunan Bank Sampah
Memfasilitasi pemasaran produk daur ulang Water Kebijakan dalam
meningkatkan kualitas air
Pembuatan sumur resapan Pembuatan polder
Instalasi pengolahan air Revitalisasi situ
Fitoremediasi
Pemantauan kualitas air Kebijakan
mengenai keberlanjutan air
Zoning sistem Program biopori
Perbaikan pipa yang bocor Perbaikan meteran air
21 Tabel 9 Data aspek kualitatif (lanjutan)
Kategori Indikator Upaya
Sanitation Kebijakan sanitasi Pembangunan MCK umum
Pengembangan sistem pengolahan air limbah Pelatihan bagi pengurus KSM pengelola SANIMAS berupa pelatihan di bidang teknis, keuangan, dan manajerial
Air Quality Kebijakan dalam menciptakan udara bersih
Penanaman pohon Car free day
Uji emisi pemantauan kualitas udara Uji emisi kendaraan bermotor Environmental
Governance
Pengelolaan lingkungan
Penyusunan Perda No 13 tahun 2012 Penyusunan Perwal No 8
Penyusunan UPL/UKL
Penyusunan Perda no 14 tahun 2011 Penyusunan RDTR
Penyusunan Perda no 3 tahun 2013 tentang pengolahan sampah
Penyusunan Perda tentang penyelenggaraan kawasan pemukiman
Pemantauan Lingkungan
Penyusunan buku laporan-data SLHD Pendampingan bank sampah
Pendampingan TPST 3R
Penyusunan masterplan TPA Cipeucang Penyusunan memorandum program sektor sanitasi
Penilaian Cluster Green (untuk perumahan) Partisipasi Publik Organisasi peduli lingkungan (LSM, KSM,
LPM)
Laskar lingkungan Iuran pemeliharaan rutin Adipura
Adiwiyata
Penghargaan langit biru Analisis
Kondisi umum dan upaya yang telah diperoleh pada tahap inventarisasi akan dianalisis berdasarkan Asian Green City Index. Analisis dilakukan secara deskriptif dan dilakukan pembobotan tiap indikator pada aspek kuantitatif dan kualitatif. Analisis terhadap 8 kategori akan dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab berikut.
Energy and CO2
Analisis Aspek Kuantitatif Energy and CO2
Konsumsi listrik di Kota Tangerang Selatan untuk area pelayanan Serpong, Serpong Utara, dan Setu adalah 653.72 kwh/orang. Emisi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan listrik adalah 178 255.56 Ton CO2. Jumlah konsumsi energi
22
dan emisi CO2 beserta bobot berdasarkan Asian Green City Indexdapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Aspek kuantitatif Energy and CO2
Kategori Indikator Hasil Baku Mutu Bobot
Energy and CO2
Konsumsi Energi 653.72 kwh/orang ≤900 kwh/orang 7% Emisi CO2 178 255.56 Ton
CO2
≤245 410.27 Ton CO2
6.75%
Konsumsi Energi
Listrik merupakan konsumsi energi terbesar yang digunakan rumah tangga. Menurut Kepala Niaga Perusahaan Listrik Negara (PLN) Serpong (2014), untuk konsumsi listrik tidak mungkin dilakukan pembatasan karena penyediaan listrik oleh PLN mengikuti permintaan dan kebutuhan pelanggan sehingga penggunaan standar/baku mutu menggunakan Konsumsi energi Indonesia menurut Kementrian Energi Sumberdaya dan Mineral (ESDM) tahun 2013.Bobot yang diperoleh Kota Tangerang Selatan pada konsumsi energi diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut,
(
)
Menurut data statistik PLN, terdapat sebanyak 17 686 pelanggan yang menggunakan daya 2200 watt, 22 924 pelanggan menggunakan daya 1300 watt, dan 7885 pelanggan menggunakan daya 450 watt. Berdasarkan analisis, penggunaan daya yang semakin besar akan menyebabkan semakin tingginya penggunaan listrik. Pengguna dengan daya listrik yang besar biasanya kurang mempertimbangkan penggunaan listriknya karena banyaknya konsumsi listrik yang digunakan tidak akan berpengaruh. Namun pengguna dengan daya listrik yang lebih kecil akan mempertimbangkan penggunaan listriknya karena semakin banyak menggunakan listrik bisa menyebabkan putus aliran listrik sementara. Emisi CO2
Emisi CO2 diperoleh dari perkalian antara konsumsi energi dengan faktor emisi. Dalam menentukan standar/baku untuk Emisi CO2 digunakan rata-rata konsumsi energi Indonesia berdasarkan data dari Kementrian ESDM sebesar 900 kwh/orang yang dikalikan dengan faktor emisi (0.891 kg CO2) dan jumlah penduduk area pelayanan di Kota Tangerang Selatan sehingga diperoleh baku mutu sebesar 245 410.27 Ton CO2. Pembobotan diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut,
( ) Emisi CO2 yang dihasilkan hampir mendekati baku mutu sehingga bobot yang diperoleh untuk indikator ini cukup kecil. Hal ini disebabkan konsumsi energi di Kota Tangerang Selatan cukup tinggi sehingga mempengaruhi emisi CO2 yang dihasilkan karena konsumsi energi yang semakin tinggi meningkatkan jumlah emisi CO2 yang dihasilkan suatu kota (Kementrian ESDM). Emisi CO2 telah dianggap sebagai faktor utama dalam perubahan iklim dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi masalah mendesak di dunia. Masalah energi sangat
23 melibatkan aspek sosial dan ekonomi sehingga perlu adanya integrasi ilmu pengetahuan alam dan sosial dalam mengurangi penggunaan karbon (Yao 2010). Analisis Aspek Kualitatif Energy and CO2
Dalam menghadapi perubahan iklim dan menciptakan energi bersih, dilakukan berbagai upaya baik oleh pemerintah, pengembang swasta, dan masyarakat. Analisis upaya yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Aspek kualitatif Energy and CO2
Indikator Upaya Skoring
0 1 2 3
Kebijakan energi bersih (25%)
Sosialisasi listrik pintar Penggunaan PJU Solar cell Mengembangkan sistem energi grid
(gardu distribusi)
Pembuatan jalur sepeda
Pembuatan jalur pejalan kaki Pembuatan Instruksi Walikota No.2
Tahun 2012 Penggunaan token Total skor 10 Bobot nilai Kebijakan mengatasi perubahan iklim (25%) Penanaman pohon Total skor 2 Bobot nilai Kebijakan Energi Bersih
Listrik pintar merupakan suatu program pelayanan dari PLN untuk pelanggan dalam mengelola konsumsi listrik melalui meter elektronik prabayar. Sosialisasi dilakukan secara langsung tatap muka dengan petugas atau masyarakat dan dengan publikasi informasi mengenai listrik pintar di website sehingga informasi mengenai listrik pintar mudah diakses. Pemberian brosur kepada masyarakat yang akan membayar listrik, menambah daya, maupun yang akan memasang listrik merupakan salah satu bentuk sosialisasi pihak penyalur listrik agar masyarakat beralih menggunakan listrik prabayar.
Penggunaan token di Kota Tangerang Selatan khususnya area pelayanan serpong masih terbilang sedikit. Berdasarkan data statistik PLN tahun 2014 dari 74 504 pelanggan, baru 19 066 atau sebanyak 25% pelanggan yang menggunakan sistem pascabayar (T). Padahal penggunaan sistem ini merupakan salah satu upaya untuk menekan penggunaan listrik yang berlebihan, selain penggunaannya lebih praktis, pelanggan dapat mengatur dan mengecek sendiri kebutuhan listriknya.
Teknologi solar cell bersama dengan teknologi angin dan kekuatan air mampu menyuplai seluruh kebutuhan umat manusia akan energi pada tahun 2030 (Jacobson 2009). Teknologi solar cell merupakan sebuah hamparan semi
24
konduktor yang dapat menyerap photon dari sinar matahari dan mengkonversi menjadi listrik. solar cell banyak digunakan untuk berbagai aplikasi salah satunya pada lampu penerangan. Penggunaan teknologi solar cell sebagai sumber energi dengan Lampu light emitting diode pada penerangan umum dapat menghemat penggunaan listrik hingga 80% (Widiatmoko 2012). Meskipun penggunaan penerangan jalan umum (PJU) di Kota Tangerang Selatan sebagian besar masih menggunakan energi konvensional namun penggunaan PJU solar cell telah diterapkan pada beberapa kawasan pemerintahan, seperti Dinas Tata Kota Tangerang Selatan di Jalan Puspitek, selain itu sepanjang jalan kawasan perumahan baru di BSD sudah menggunakan PJU solar cell dan di Kebayoran Park Bintaro telah dipasang lampu penerangan taman menggunakan teknologi solar cell (Gambar 4).
Gambar 4 Solar cell Kebayoran Park Bintaro
Berdasarkan Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan (1992), jalur sepeda dan jalur pejalan kaki adalah bagian dari jalan yang disediakan untuk pengguna sepeda dan pejalan kaki yang biasanya dibuat sejajar dengan lalu lintas dan harus terpisah dari jalur lalu lintas dengan menggunakan struktur fisik seperti kerebatan rel penahan (kanstin). Pembuatan jalur sepeda dan jalur pejalan kaki merupakan upaya mewujudkan energi bersih, pembuatan jalur yang nyaman akan meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan sepeda dan berjalan kaki. Semakin banyak masyarakat yang beralih menggunakan sepeda dan berjalan kaki, semakin banyak pula energi yang dapat dihemat. Ketersediaan jalur pejalan kaki di Kota Tangerang Selatan terutama di luar wilayah pengembang sangat minim selain itu kondisi yang rusak, ukuran yang tidak ideal, penggunaan oleh pedagang kaki lima (PKL) dan sebagai tempat parkir menjadikan keberadaan jalur pejalan kaki menjadi kurang efektif. Jalur pejalan kaki di kawasan pengembang (Gambar 5) memiliki kondisi yang lebih baik dibanding jalur pejalan kaki diluar kawasan pengembang (Gambar 6).
25
Gambar 6 Jalur pejalan kaki di luar kawasan Pengembang
Pengembang swasta telah berupaya dalam menciptakan jalur sepeda yang aman dan nyaman terutama di kawasan Bintaro, jalur sepeda terpisah dengan jalan raya sehingga pengguna merasa aman ketika bersepeda. Selain itu, terdapat fasilitas berupa halte pemberhentian bagi pengguna sepeda. Pada kawasan BSD, jalur sepeda masih menyatu dengan jalan raya yang hanya dibedakan dengan warna. Meski belum menyeluruh, kawasan pengembang seperti Alam Sutera mulai membuat jalur sepeda (Gambar 7) sejak akhir April tahun 2014.
Gambar 7 Jalur sepeda di Bintaro dan Alam sutera
Penyediaan listrik di Indonesia terbagi atas tiga wilayah interkoneksi yaitu Paiton (Surabaya), Muara Karang (Pluit), dan Suralaya (Bali). Ketiga wilayah tersebut merupakan pembangkit listrik untuk area Sumatera, Jawa, dan Bali. Interkoneksi berarti ketika terjadi gangguan pada satu pembangkit listrik, pasokan listrik dapat digantikan sementara oleh dua pembangkit listrik lainnya. Mekanisme penyediaan listrik pada suatu kota dimulai dari pembangkit yang ditransmisikan melalui SUTET sebesar 500 kv menjadi GITET yang kemudian ditransmisikan kembali menjadi Gardu Induk sebesar 150 kv, ditransmisikan lagi menjadi Gardu Distribusi sebesar 20 kv yang akhirnya didistribusikan kepada pelanggan. Pihak PLN diluar ketiga wilayah tersebut hanya sebagai pihak penyalur listrik di suatu wilayah sehingga dalam menghemat maupun mengurangi penggunaan listrik yang berlebihan diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, serta pihak penyalur listrik.
Dalam RTRW Kota Tangerang Selatan tahun 2011-2031 pasal 27 yaitu, pengadaan gardu distrisbusi di seluruh wilayah kota merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak penyalur listrik untuk mencegah terjadinya kehilangan listrik dalam proses transmisi. Sistem energi grid atau gardu distribusi dengan tegangan 20 Kilovolt merupakan sistem penyaluran listrik langsung kepada pelanggan. Jumlah gardu distribusi untuk area pelayanan Serpong, Serpong Utara, dan Setu sudah mencapai 220 gardu tersebar. Selain itu, pembuatan Instruksi Walikota No.2 Tahun 2012 tentang penghematan bahan bakar minyak, listrik, dan air merupakan salah
26
satu upaya yang dilakukan untuk memonitoring dan mengevaluasi penggunaan energi di Kota Tangerang Selatan.
Kebijakan dalam Mengatasi Perubahan Iklim
Penanaman pohon merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam mengurangi emisi CO2 terutama pada titik-titik yang padat kendaraan. Penanaman pohon pada median dan pinggir jalan bisa mengurangi polusi udara yang timbul dari kendaraan. Pemerintah Kota Tangerang Selatan telah melakukan penanaman 20 000 pohon di ujung tol rawa buntu, penanaman pohon di median jalan, dan pinggir jalan. Jenis tanaman yang digunakan sebagian besar sudah berdasarkan penggunaan misalnya untuk mengurangi dampak polusi. Meski begitu penanaman pohon masih belum menyeluruh karena masih ada daerah padat kendaraan yang belum ditanami pohon. Selain itu pada median jalan terlihat pohon ditanam menggunakan media (pot) dan ukuran median jalan yang terlalu kecil (Gambar 8).
Gambar 8 Median jalan
Berkurangnya CO2 di udara oleh pohon dan tanaman bisa terjadi karena pohon dan tanaman lainnya melakukan fotosintesis atau proses pembuatan makanan dengan CO2 di atmosfir, air, cahaya matahari dan sedikit elemen yang terkandung dalam tanah. Prosesnya menghasilkan gas berupa oksigen yang dibutuhkan manusia untuk bernafas. Manfaat pohon lainnya adalah dapat menangkap atau menjerap partikel pencemar (debu, abu, serbuk sari, dan asap) yang dapat membahayakan sistem pernapasan manusia, menyerap CO2 dan gas berbahaya dan mengubahnya menjadi oksigen, dan menghasilkan oksigen untuk 18 orang setiap harinya per acre. Kehilangan pohon di kawasan perkotaan selain dapat menyebabkan terjadinya urban heat island akibat hilangnya naungan dan evaporasi juga dapat menyebabkan hilangnya penyerap karbon dan penjerap polusi udara terbaik (Maryland DNR). Suhu dapat dikurangi dengan melakukan pengurangan jumlah permukaan perkerasan yaitu dengan meningkatkan jumlah permukaan hijau (green surface). Setiap 10% peningkatkan green surface dapat menurunkan suhu hingga 10ºC. terdapat hubungan yang kuat antara mengurangi suhu dengan kepadatan penanaman. Penanaman pohon dapat meningkatkan kenyamanan pada ruang luar. Bayangan di bawah pohon dapat menurunkan suhu 5-20ºC, hal ini disebabkan pohon dapat mengurangi cahaya matahari langsung menyentuh tanah dan evapotranspirasi