• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum PT. Taurus Dairy Farm

Lokasi dan Letak

Peternakan kambing Saanen terdapat di lingkungan PT. Taurus Dairy Farm di desa Tenjo Ayu, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Luas Areal untuk budidaya kambing Saanen sekitar 6200 m2, yang terdiri atas lapangan

pengembalaan 4200 m2 dan 2000 m2 untuk peralatan dan gudang. Namun, saat ini

lapangan pengembalaan tidak digunakan lagi, hal ini untuk mencegah induk terkena penyakit cacingan. Untuk memenuhi kebutuhan hijauan tersedia kebun rumput yang sama dengan kebun rumput untuk memenuhi kebutuhan hijauan sapi perah. Luas lahan yang digunkaan untuk menanam hijauan ± 32 ha. Rumput yang ditanam adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan rumput raja (Pennisetum thypoides)

Keadaan Geografis PT. Taurus Dairy Farm adalah sebelah utara berbatasan dengan desa Manggis Hilir, sebelah selatan dengan desa Cilayur, sebelah timur berbatasan dengan desa Manggis I dan sebelah barat berbatasan dengan PT. Demina/LPTI.

Tabel 1. Keadaan Lokasi Peternakan PT. Taurus Dairy Farm

No Keterangan Keadaan

1 Ketinggian 450-500 meter dpl

2 Curah Hujan 3500 mm per tahun

3 Kelembaban 70-90%

4 Suhu Lingkungan 22-28 0C

5 Topografi Bergelombang

6 Sumber Air Mata Air Artesis

Peternakan Kambing Saanen

Kambing Saanen yang dipelihara berasal dari negara bagian Australia Barat (Perth) dan New South Wales, yang didatangkan pada tanggal 4 April 1996. Kambing Saanen yang didatangkan yaitu 20 ekor kambing betina berumur 8 bulan dan 4 ekor kambing jantan berumur 1 tahun.

Gambar 1. Kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm

Untuk memudahkan manajemen, baik manajemen pakan maupun reproduksi, maka kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin dan berat badan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengklasifikasian Kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm

Klasifikasi Keterangan

Kambing masih susu (KMS) kambing berumur 0-4 bulan Kambing lepas sapih (KLS) kambing berumur 4-6 bulan

Dara pra kawin I (DPK I) kambing betina dengan berat badan 25 kg Dara pra kawin II (DPK II) kambing betina dengan berat badan > 25-30 kg Dara pra kawin III (DPK III) kambing betina dengan berat badan >30-38 kg Dara siap kawin (DSK) kambing betina dengan berat badan 39-40 kg Induk kambing betina dengan berat badan ± 45 kg Jantan muda kambing jantan lepas sapih sampai BB > 70 kg Pejantan (Buck) kambing jantan dengan berat badan ± 70-90 kg

Kambing Saanen yang terdapat di PT Taurus Dairy Farm selain berasal dari Australia, juga berasal dari Semarang. Kambing Saanen yang berasal dari Semarang didatangkan pada bulan Februari 1999 sebanyak 30 ekor kambing betina. Induk kambing Saanen dari Semarang merupakan kambing yang awalnya dipelihara di

TAPOS-Ciawi. Struktur populasi kambing Saanen pada bulan Sepetember 2007 dapat dilihat di Tabel 3.

Tabel 3. Struktur Populasi Kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm Pada Bulan September 2007:

Klasifikasi Kambing Saanen

Australia (ekor) Kambing Saanen Semarang (ekor) Laktasi 29 42 Bunting kering 3 - Kering Kandang 6 7 Dara Bunting 4 1

Dara Siap Kawin 18 13

Dara Pra Kawin I 3 1

Dara Pra Kawin II 1 1

Dara Pra Kawin III 2 4

Kambing lepas susu (jantan) 10 -

Kambing lepas susu (betina) 3 3

Kambing masih susu (jantan) 16 10

Kambing masih susu (betina) 10 12

Jantan muda 2 -

Pejantan (Buck) 3 1

Sistem Pemberian Pakan Pakan Hijauan

Pemberian pakan kambing Saanen di PT.Taurus Dairy Farm dilakukan di kandang. Pakan yang diberikan terdiri atas rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan rumput raja (Pennisetum thypoides). Rumput yang diberikan berasal dari kebun rumput yang juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan hijauan sapi perah. Namun, untuk kambing, rumput gajah tersebut dipanen pada umur yang lebih muda, yaitu pada umur 40 hari. Jika rumput tersebut diberikan sebagai pakan sapi perah, maka akan dipanen pada umur 60 hari.

Pemberian rumput yang berumur 40 hari ditujukan agar palatabilitasnya lebih tinggi, sehingga ketika dimakan oleh kambing, bagian yang tidak dimakan dapat diminimalisir. Rumput yang diberikan, dicacah terlebih dahulu menjadi tiga atau empat bagian secara manual dengan menggunakan sabit. Pemotongan rumput untuk kambing tidak menggunakan alat chopper karena rumput hasil pemotongan dengan chopper

berbau solar dan kambing tidak menyukainya.

Gambar 2. Kebun Hijauan PT. Taurus

Dairy Farm

Pemberian hijauan dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pukul 9.00 WIB, dan pada pukul 14.00 WIB. Selain diberikan pakan hijauan, kambing Saanen di PT.Taurus Dairy Farm juga diberikan konsentrat. Air minum diberikan secara ad libitum.

Pemberian pakan hijauan dilakukan secara bertahap tergantung dari umur kambing, agar rumen dapat terbentuk dengan baik. Pemberian rumput untuk anak kambing yang berumur tiga minggu adalah 2 kg per ekor per hari, karena kambing umur tiga minggu masih dalam tahap pengenalan dan belajar memakan rumput. Anak kambing yang berumur satu bulan pemberian rumput sebanyak 4 kg per ekor per hari, untuk anak yang berumur tiga bulan pemberian rumput sebanyak 5 kg per ekor per hari dan kambing yang berumur lima bulan pemberian sebanyak 6 kg per ekor per hari.

Pemberian rumput untuk kambing dara sebanyak 12-14 kg per ekor per hari, sedangkan untuk kambing laktasi pemberian rumput minimal 16 kg per ekor per hari dengan kapasitas pemberian pada pagi dan siang hari dibedakan. Pemberian rumput pada sore hari lebih banyak daripada siang hari, karena rumput yang diberikan pada sore

hari digunakan sebagai persediaan untuk malam hari. Pemberian rumput untuk induk kering sama dengan kambing laktasi, yaitu 16 kg per ekor per hari, sedangkan pemberian rumput pada pejantan sebanyak 18 kg per ekor per hari, lebih banyak dari kambing lain. Tingginya jumlah pemberian rumput pada pejantan, karena ukuran tubuh pejantan lebih besar, dan bertujuan untuk meningkatkan fertilitas pada saat mengawini betina.

Selain rumput, diberi hijauan lain yaitu leguminosa. Pemberian leguminosa dan daun-daunan hanya untuk kambing yang sedang laktasi, dengan pemberian satu kali seminggu. Jenis legum yang diberikan berupa daun lamtoro (Leucaena leucocepala). Jenis daunnya berupa gamal (Glirisidia sepium). Penambahan leguminosa pada kambing bertujuan untuk meningkatkan produksi susu.

Pakan Konsentrat

Pemberian konsentrat pada kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm didasarkan pada umur dan performa produksi susu individu. Kambing dengan produksi susu per hari lebih dari 2 liter diberi 1 kg konsentrat, untuk 4 kali pemberian. Konsentrat untuk kambing yang berumur 5-10 bulan sebanyak 0,5 kg per ekor per hari. Kambing kering kandang, pejantan, dan induk laktasi yang berproduksi kurang dari 2 liter per hari diberikan konsentrat sebanyak 0,5 kg konsentrat. Konsentrat yang diberikan berupa campuran (mix) dari berbagai bahan. Formulasi dan persentase bahan yang digunakan terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Formulasi Konsentrat

No Bahan Persentase

1 Wheat Pollard 64.7

2 Jagung giling 17.2

3 Bungkil kelapa sawit 9.5

4 Bungkil kedelai 5.4

5 Mineral 0.5

6 Premiks 0.2

8 Bospro 0.6 Sumber : Laboratorium dan gudang pakan PT.Taurus Dairy Farm

Pemberian konsentrat pada induk kambing Saanen laktasi dilakukan 4 kali sehari, yaitu pada pukul 4.00 WIB (sebelum pemerahan), 11.00 WIB, 13.00 WIB (dengan ditambah singkong), dan pukul 16.00 WIB (sebelum pemerahan). Sementara, pemberian konsentrat untuk kambing yang tidak laktasi, dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pukul 8.00 WIB, dan 13.00 WIB. Saat ini mulai diberikan pakan tambahan lain, yaitu singkong. Singkong hanya diberikan untuk kambing yang sedang laktasi dengan waktu pemberian dua kali sehari yaitu pagi pukul 11.00 WIB dan siang pukul 13.00 WIB.

Perkandangan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, kandang kambing di PT. Taurus Dairy Farm sudah memenuhi persyaratan perkandangan yang baik, sebagaimana yang dinyatakan oleh Devendra dan Burns (1994) bahwa kandang yang baik dan paling praktis untuk daerah tropis adalah kandang kambing yang berbentuk panggung.

Kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm dipelihara dan diberi pakan di dalam kandang, kecuali anak kambing selain diberi pakan di dalam kandang juga dilepas disekitar kandang untuk makan dan bermain. Sistem pemeliharaan kambing Saanen di PT.Taurus Dairy Farm tergolong peternakan dengan sistem semi intensif, karena ternak dikandangan, dan juga memiliki tempat untuk exercise dan merumput (grassing). Menurut Devendra (1993), sistem pemeliharaan kambing di daerah tropis terdiri atas sistem produksi subsistem, intensif, dan semi intensif. PT. Taurus Dairy Farm memiliki 10 kandang. Pembagian kandang dilakukan berdasarkan performa produksi susu dari masing-masing individu.

Tabel 5. Klasifikasi Kandang Kambing Saanen pada PT. Taurus Dairy Farm Klasifikasi Kandang Keterangan

Kandang A kandang untuk anak kambing (cempe)

Kandang B kandang untuk kambing laktasi, dengan produksi susu > 1,5 liter/hari

Kandang C kandang untuk kambing laktasi, dengan produksi susu < 1,5 liter/hari

Kandang D kandang untuk kambing laktasi, dengan produksi susu > 2 liter/hari

Kandang E kandang untuk DSK (Dara Siap Kawin)

Kandang F kandang untuk kambing laktasi, dengan produksi susu < 1 liter/hari

Kandang G kandang untuk induk bunting kering dan kering kandang Kandang H kandang untuk betina lepas sapih – DPK (Dara Pra Kawin) III Kandang I kandang untuk jantan lepas susu – jantan muda

Kandang J kandang untuk pejantan

Gambar 3. Kandang Kambing Saanen pada PT. Taurus Dairy Farm

Kandang kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm berbentuk panggung dan telah memenuhi persyaratan yang baik. Lantai kandang terbuat dari kayu dengan jarak antar celah 2 cm, sehingga kotoran akan mudah jatuh. Dibawah lantai kandang terdapat lantai yang terbuat dari semen yang dibuat agak miring, sehingga urine dan kotoran dapat mengalir ke selokan dan untuk sanitasi agar lantai mudah dibersihkan, selalu kering, sehingga kambing tidak mudah terkena penyakit. Dinding dan pintu kandang terbuat dari papan yang dibuat celah-celah untuk ventilasi dan pertukaran udara. Atap kandang tebuat dari genting supaya tidak terlalu panas. Penyediaan naungan merupakan prasyarat yang mutlak bagi kambing yang berproduksi tinggi yang diimpor dari darah

sejuk yang sangat peka terhadap sinar matahari dan temperatur tinggi (Devendra dan Burns, 1994).

Kandang dilengkapi tempat pakan berupa palungan panjang terbuat dari papan dengan lebar atas 40 cm, bawah 30 cm, tinggi 40 cm dan tinggi dari lantai kandang 50 cm. Tinggi bak pakan berguna untuk mengguranggi terjadinya kontaminasi feses dan urine. Celah untuk mengeluarkan kepala kambing saat makan berukuran 25 x 25 cm dan terbuat dari besi. Tempat minum berupa drum plastik, yang dibuat terpisah dan diletakkan di tempat pakan.

Produksi Susu

PT. Taurus Dairy Farm merupakan salah satu perusahaan peternakan yang memelihara kambing Saanen dengan tujuan utama untuk produksi susu. Pemerahan dilakukan dua kali sehari secara manual, yaitu pagi hari pada pukul 04.00 WIB dan sore hari pada pukul 16.00 WIB. Susu yang diproduksi dikirimkan ke PT.Yummi Food di Jakarta dalam bentuk beku, untuk diolah menjadi berbagai produk. Kambing tersebut dipelihara dalam kandang individu berdasarkan performa produksi susu, untuk mempermudah pemerahan dan manajemen pakan.

Rataan produksi susu kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm adalah 322,03 liter/ekor/laktasi dengan lama laktasi 240 hari, atau sekitar 1,34 liter/ekor/hari. Menurut Devendra dan Burns (1994) bahwa produksi susu harian kambing di daerah tropis1-3 kg/Hari. Penelitian Herlina (2006) di tempat yang sama menunjukkan bahwa rata-rata produksi susu kambing Saanenselama satu hari adalah 1,44 liter, lebih tinggi dari pada hasil yang diperoleh dalam penelitian. Hasil penelitian Atabany (2002) pada PT. Taurus Dairy Farm menunjukkan bahwa rataan produksi susu 355.9 kg dengan lama laktasi 267,41 hari dan produksi per hari 1,29 kg. Sementara Epun (2003) mendapatkan bahwa kambing Saanen di PT Fajar Taurus Dairy Farm memiliki panjang laktasi antara 6 sampai 8 bulan dengan rata-rata produksi 1,78 liter/ekor/hari.

Puncak produksi susu terjadi pada laktasi keempat yaitu sebesar 338,8 liter/ekor/laktasi. Hasil yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Sodiq dan Abidin (2002) yang menyatakan bahwa produksi susu kambing akan mencapai puncak produksi pada laktasi ketiga hingga lima, atau pada umur 5 sampai 7 tahun. Produksi susu

maksimum tercapai pada umur 4 - 5 tahun atau pada laktasi ketiga dan tidak menurun drastis selama tiga tahun berikutnya. Menurut Devendra dan McLeroy (1982), rata-rata produksi susu kambing Saanen di daerah tropis adalah 1-3 kg per ekor per hari, di daerah temperate produksi susunya dapat mencapai 5 kg per ekor per hari.

Perbedaan rataan produksi susu antara lain disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: lingkungan yang kurang mendukung, seperti : iklim, musim, penyakit, penyediaan pakan, pengelolaan usaha, serta perbedaan waktu ketika diadakannya penelitian. Faktor lingkungan tempat pemeliharaan sangat berpengaruh terhadap produktifitas kambing. Kambing Saanen merupakan kambing yang berasal dari daerah temperate (daerah berikilm sedang), sehingga akan menghasilkan performa yang berbeda ketika dipelihara di daerah tropis. Menurut (Warwick et al,. 1990) bahwa kuantitas produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi keduanya. Performans sifat ini tergantung pada gen-gen yang dimiliki, tetapi keadaan lingkungan yang menunjang diperlukan untuk memberikan kesempatan penampilan suatu sifat secara maksimal.

Gambar 4. Rataan Produksi Susu Pada Masing-masing Laktasi

Tabel 6. Rataan Produksi Susu Per laktasi (240 hari) Pada Kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm.

Periode laktasi (bulan)

R at aa n pr oduks i s us u ( li te r)

Periode Laktasi Produksi susu Rataan produksi total (liter) Rataan (liter/hari) Simpangan Baku (liter) Koefisien Keragaman(%) 1 288,6 1,20 124,8 43,24 2 318,7 1,32 114,8 36,02 3 334,5 1,39 118,2 35,33 4 338,8 1,41 109,6 32,34 5 334,8 1,39 123,4 36,85 6 331,3 1,38 135,1 40,70 7 332,7 1,38 159,1 47,82 8 314,5 1,31 84 26,71 9 304,4 1,26 77,6 25,49

Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 4, terlihat bahwa produksi susu kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm akan meningkat seiring dengan meningkatnya periode laktasi, kemudian setelah mencapai puncak maka produksi akan menurun. Produksi susu tertinggi terjadi pada laktasi keempat (338,8 liter), kemudian menurun dan meningkat kembali pada laktasi ketujuh. Produksi susu yang paling rendah terjadi pada laktasi pertama dan terakhir. Menurut Sodiq dan Abidin (2002), produksi susu kambing umumnya meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan mempunyai puncak pada saat berumur 5-7 tahun, yakni pada masa laktasi ke-3 sampai ke-5, produksi rendah akan terjadi pada awal dan akhir masa laktasi. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa produksi susu mencapai maksimum pada laktasi keempat, setelah itu turun dengan cepat. Selanjutnya diperoleh bahwa koefisien keragaman pada produksi susu kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm cukup tinggi. Ini menggambarkan bahwa variasi produksi susu antar masing-masing individu tinggi.

Produksi susu menjadi konstan mulai laktasi ketiga. Menurut pernyataan Sodiq dan Abidin (2002), bahwa produksi air susu seekor kambing akan naik sedikit demi sedikit sampai bulan kedua dan selanjutnya produktivitas air susu seekor kambing akan menjadi konstan mulai bulan ketiga, kemudian berangsur-angsur menurun, sehingga

produksi rendah terjadi pada awal dan akhir laktasi. Produksi susu maksimum tercapai pada umur 4 - 5 tahun atau pada laktasi ketiga dan tidak menurun drastis selama tiga tahun berikutnya dimana dianggap hampir semua bangsa kambing berbiak sekali dalam setahun. Susu yang dihasilkan setiap hari akan meningkat sejak induk beranak kemudian produksi akan menurun secara berangsur angsur hingga berakhirnya masa laktasi. Produksi susu kambing berkisar 1-3 kg per ekor per hari tergantung bangsa kambing, masa laktasi, suhu lingkungan, pakan, jumlah anak perkelahiran dan tatalaksana pemeliharaan (Atabany, 2002).

Faktor Koreksi

Faktor koreksi perlu dibuat untuk menghindari bias dalam perhitungan, sehingga produksi susu yang diperoleh seluruhnya mencerminkan kemampuan gentik dari ternak tersebut, bukan karena pengaruh lingkungan. Dengan faktor koreksi, maka dilakukan standarisasi terhadap produksi susu.

Produksi susu merupakan suatu sifat fenotip, yang ekspresinya ditentukan oleh genetik dan lingkungan dimana sifat tersebut berada. Schmidt dan Van Vleck (1974) menyatakan bahwa faktor lingkungan dapat dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu: (1) lingkungan yang penyebabnya diketahui : umur, musim saat beranak, masa kering dan masa produksi, sehingga produksi perlu dikoreksi: (2) lingkungan yang tidak diketahui penyebabnya, namun berpengaruh terhadap produksi susu, hal ini sulit dibuat faktor koreksinya. Dalam menduga nilai pemuliaan produksi susu perlu dilakukan penyesuaian produksi susu sapi betina yang dinilai terhadap produksi susu setara dewasa.

Faktor-faktor yang perlu penyesuaian adalah jumlah pemerahan, intensitas pemerahan, dan periode laktasi (Warwick, 1979). Ternak yang secara genetik unggul tidak akan menampilkan keunggulan yang optimal jika tidak didukung oleh faktor lingkungan yang baik pula. Sebaliknya, ternak yang memiliki mutu genetik rendah meski didukung oleh lingkungan yang baik juga tidak akan menunjukkan produksi yang tinggi (Noor, 2000).

Standarisasi produksi susu kambing secara internasional belum ada seperti halnya pada sapi perah. Oleh karena itu, perlu dibuat faktor koreksi berdasarkan kondisi peternakan yang diamati. Pada penelitian ini, dibuat faktor koreksi untuk laktasi berjalan (lama laktasi) dan periode laktasi. Sebelumnya, ternak dikelompokkan menurut musim dan tahun kelahiran, karena musim dan tahun kelahiran berpengaruh sangat nyata terhadap produksi susu (P<0.01). Dengan dilakukan pengelompokkan terhadap musim dan tahun kelahiran, maka pengaruh kedua variabel ini dapat dihilangkan.

Perbedaan produksi susu antar tahun dan musim kelahiran ini disebabkan karena perbedaan manajemen yang diterapkan, seperti perbedaan manajemen pakan, pemeliharaan ternak, kesehatan, dan reproduksi. Musim pada waktu kambing beranak berhubungan dengan suhu lingkungan peternakan dan ketersediaan pakan, terutama hijauan pakan ternak. Adanya perbedaan curah hujan di musim hujan dan kemarau dapat mempengaruhi perumbuhan rumput yang dapat mempengaruhi ketersediaan pakan untuk ternak dan akan berpengaruh terhadap produksi susu yang dihasilkan. Atabany (2002) menyatakan bahwa besarnya produksi susu yang dihasilkan selama masa laktasi dipenggaruhi oleh banyak hal, diantaranya pertumbuhan dan perkembangan sel-sel sekretoris kelenjar ambing selama kebuntingan, ketersediaan zat- zat makanan (substrat) sebagai bahan untuk sintesa susu dan laju penyusutan sel-sel sekretoris selama laktasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa sintesa susu melalui dua jalur yaitu filtrasi dan sintesis. Kecepatan sintesis dan filtrasi susu tergantung dari konsentrasi precursor di dalam darah yang merupakan ekspresi dari kuantitas dan kualitas suplai pakan.

Pengaruh musim terhadap produksi susu diteliti oleh Nugroho (2004), yang menyebutkan bahwa musim, tahun dan peternakan merupakan faktor lingkungan yang diperhitungkan dalam pendugaan nilai pemuliaan, karena dianggap ketiga faktor tersebut menyebabkan keragaman produksi susu. Pada populasi sapi perah di PT. Fajar Taurus menunjukkan bahwa produksi susu berbeda sangat nyata antar musim hujan dan musim kemarau, dan lebih lebih tinggi pada musim kemarau. Devendra dan Burns (1994) bahwa hewan yang beranak dari Januari sampai Juni menghasilkan susu lebih banyak

daripada yang beranak pada bulan-bulan lainnya, dengan produksi susu terendah pada musim hujan (Agustus dan September).

Musim dibagi menjadi 4 (awal hujan, akhir hujan, awal kemarau, ahir kemarau).

Pembagian musim ini diperoleh dengan membuat rata-rata curah hujan untuk setiap bulan dari tahun 1996-2007. Bulan November, Desember, dan Januari termasuk awal hujan, bulan Februari, Maret, April, termasuk akhir hujan. Sedangkan bulan Mei, Juni, dan Juli termasuk awal kemarau dan bulan Agustus, September serta Oktober termasuk akhir kemarau.

Faktor Koreksi Lama Laktasi

Dari sebaran data, didapatkan lebih dari 50% populasi kambing Saanen di PT. FajarTaurus Dairy Farm menghasilkan susu hingga lebih dari 240 hari, sehingga lama laktasi 240 hari dijadikan sebagai titik optimum dan titik standarisasi. Jika laktasi kurang dari 240 hari, maka laktasi terlalu pendek, sedangkan laktasi lebih dari 240 hari, maka laktasi terlalu panjang. Penelitian Epun (2003) pada tempat yang sama mendapatkan bahwa kambing Saanen di PT. Fajar Taurus Dairy Farm memiliki panjang laktasi antara 6 sampai 8 bulan. (Greenwood, 1997) juga menyatakan bahwa produksi susu per ekor bisa mencapai 800 kg dengan kandungan lemak antara 3-4% per masa laktasi yang berlangsung selama 250 hari.

Koreksi ke 240 hari dibuat untuk masing-masing laktasi, hal ini didasarkan pada asumsi bahwa persistensi produksi susu antar masing-masing laktasi berbeda. Laktasi pertama memiki persistensi paling tinggi. Dengan dilakukan standarisasi ke 240 hari, maka produksi susu yang dihasilkan seekor individu seluruhnya mencerminkan performa individu tersebut, bukan disebabkan karena kondisi fisiologis yang berbeda.

Tabel 7. Sebaran Produksi Susu pada Masing-masing Laktasi Berjalan (Lama Laktasi)

Lama laktasi (bulan) Jumlah Catatan laktasi (ekor) Persentase

1 360 100%

2 350 97%

3 341 95%

5 303 84% 6 267 74% 7 238 66% 8 199 55% 9 162 45% 10 118 33% 11 79 22% 12 64 18%

Berdasarkan Tabel 7, diperoleh grafik sebaran produksi susu pada masing- masing lama laktasi.

Gambar 5. Sebaran Produksi Susu pada Masing-masing Lama Laktasi

Setelah didapatkan titik 240 hari sebagai titik standarisasi, kemudian dilakukan koreksi terhadap produksi susu pada masing-masing periode laktasi. Faktor koreksi yang didapat adalah sebagai berikut:

Tabel 8. Faktor Koreksi 240 Hari untuk Masing-masing Periode Laktasi Lama laktasi (bulan) FK 240, Laktasi 1 FK 240, Laktasi 2 FK 240, Laktasi >3

1 9,35 8,49 7,16

2 4,04 3,66 3,60

lama laktasi (bulan) Jumlah catatan laktasi

3 2,62 2,47 2,43 4 1,96 1,85 1,83 5 1,58 1,51 1,52 6 1,30 1,28 1,27 7 1,11 1,14 1,13 8 1,00 1,00 1,00 9 0,93 0,90 0,94 10 0,88 0,86 0,85 11 0,79 0,86 0,81 12 0,79 0,84 0,81

Berdasarkan Tabel 9, diperoleh grafik tren untuk faktor koreksi lama laktasi pada masing-masing periode laktasi.

Gambar 6.Tren Faktor Koreksi Lama Laktasi untuk Menstandarisasi Produksi Susu Kepada Produksi 240 Hari untuk Masing-masing Periode Laktasi.

Faktor koreksi ini dibatasi penggunaannya mulai laktasi ketiga, karena untuk laktasi kurang dari tiga diperoleh nilai faktor koreksi yang terlalu besar, yang mengakibatkan

over estimate ketika menstandarisasi produksi susu. Ternak dengan lama laktasi kurang Faktor koreksi lama laktasi

dari 240 hari akan memiliki faktor koreksi yang lebih tinggi dari pada ternak yang memilki lama laktasi lebih dari 240 hari. Produksi susu pada ternak dengan laktasi yang terlalu panjang bukan lagi mencerminkan kemampuan genetiknya, tetapi karena adanya perbedaan manajemen, Misalnya, pemerahan yang terlalu lama, atau ternak tidak dikawinkan. Di PT. Taurus Dairy Farm apabila seekor kambing memiliki produksi

Dokumen terkait