• Tidak ada hasil yang ditemukan

t = nilai t hitung

bi = koefisien regresi variabel bebas ke-i

Sbi = kesalahan baku regresi standar eror koefisien regresi variabel bebas ke-i

Dengan derajat kebebasan (df) = (n-k) dan tingkat keyakinan 95% atau α =

0,05.

Hipotesis Statistik: a. H0: bi=0 (i = 0,1,..., n)

Artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

b. H0: bi≠0 (i = 0,1,...,n) atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel bebas tidak sama dengan nol

Artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

Kriteria Pengujian:

a. H0 diterima jika t hitung negatif = t tabel = t hitung positif, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable).

b. H0 ditolak jika t hitung = t tabel atau t hitung positif = t tabel, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perkembangan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur tercatat lebih dari 38 juta jiwa yang tersebar di 29 Kabupaten dan 9 Kota di Jawa Timur. Jumlah tersebut menempatkan Jawa Timur sebagai provinsi kedua di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat. Akan tetapi, besarnya jumlah penduduk dapat menjadi ancaman bagi Jawa Timur jika tidak tersedia lapangan pekerjaan yang memadai. Apabila jumlah

22

lapangan pekerjaan yang tersedia tidak dapat menampung jumlah angkatan kerja, maka akan menimbulkan masalah pengangguran.

Menurut Badan Pusat Statistik (2013), keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur dapat diamati dari dua aspek yaitu aspek ketersediaan dan kebutuhan. Idealnya kedua aspek tersebut berada pada posisi yang seimbang sehingga jumlah kebutuhan kerja dapat terpenuhi dari jumlah tenaga kerja yang tersedia dan permasalahan pengangguran dapat dihindari. Namun hingga tahun 2013, kondisi normal yang diharapkan belum tercapai. Jumlah pengangguran setiap tahunnya selalu bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk. Salah satu faktor penyebab ketidakseimbangan antara jumlah persediaan dan kebutuhan tenaga kerja adalah faktor pertumbuhan ekonomi yang belum berbasis investasi, sehingga belum mampu menyerap tenaga kerja yang memadai. Rendahnya kualitas penduduk usia kerja juga menjadi salah satu penyebab sulitnya mendapatkan pekerjaan yang memadai.

Tahun 2014 jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas di Jawa Timur sebanyak 29 juta orang dengan angkatan kerja sebesar 68.12%. Persentase penduduk yang bekerja sebesar 95.81%sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4.19%. Tabel 7 menjelaskan bahwa jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan setiap tahunnya dari tahun 2011 hingga tahun 2014. Jumlah pengangguran mengalami fluktuasi dan puncak tertinggi terjadi pada tahun 2013 dengan jumlah pengangguran sebanyak 871 338 jiwa. Besarnya persentase tingkat pengangguran yang hampir mendekati 4% mengindikasikan bahwa keadaan tenaga kerja di Jawa Timur telah mencapai full employment. Akan tetapi, tingkat pengangguran meningkat cukup besar sejak pada tahun 2013. Meningkatnya pengangguran disebabkan oleh pola pikir sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa bekerja harus di instansi pemerintah atau perusahaan. Sementara di kedua lini tersebut kesempatan kerja masih sangat terbatas. Selain itu masalah lain yang dihadapi ketenagakerjaan Jawa Timur adalah rendahnya kualitas tenaga kerja yang tersedia (BPS 2013).

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, atau sedang mempersiapkan usaha, atau merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, atau sudah memiliki pekerjaan namun belum mulai bekerja. Jumlah pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna sebagai acuan bagi pemerintah dalam penyediaan

Tabel 6 Penduduk Jawa Timur usia 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan

Jenis Kegiatan 2011 2012 2013 2014 Angkatan Kerja 19 761 886 19 901 558 20 137 795 20 149 998 Bekerja 18 940 340 19 081 995 19 266 457 19 306 508 Pengangguran 821 546 819 563 871 338 843 490 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) (%) 69.49 69.62 69.92 68.12 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) (%) 4.25 4.12 4.33 4.19 Sumber: Sakernas BPS 2011-2014

23 lapangan kerja baru. Tren indikator ini juga menunjukkan keberhasilan program ketenagakerjaan setiap tahunnya (Maulia 2014).

Jawa Timur memiliki tiga sektor andalan (leading sector) yaitu sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, dan sektor pertanian. Ketersediaan tenaga kerja yang cukup memadai di Jawa Timur diharapkan dapat terserap di sektor-sektor unggulan tersebut. Persentase jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor ekonomi dapat menjadi salah satu indikator untuk mengukur penyerapan tenaga kerja. Tabel 7 menunjukkan persentase terserapnya tenaga kerja di sektor-sektor ekonomi di Jawa Timur.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja karena pertanian merupakan sektor ekonomi yang bersifat padat modal. Kendati dapat menyerap banyak tenaga kerja namun sektor pertanian kurang memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi sehingga lambat laun semakin ditinggalkan. Selanjutnya sektor yang menyerap banyak tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan. Industri pengolahan merupakan sektor yang sebagian besar proses produksinya berbasis padat modal, walaupun ada sebagian industri yang masih berbasis padat karya pada proses produksinya. Hal tersebut yang menyebabkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan tidak sebanyak penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan perdagangan. Meskipun tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja, namun sektor industri pengolahan memberikan konstribusi yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi khususnya di Jawa timur. Oleh sebab itu, pemerintah provinsi mulai membangun sektor industri pengolahan agar berkembang dan mengarahkan industri-industri tersebut untuk menyerap tenaga kerja di wilayah Jawa timur.

Industri alas kaki merupakan salah satu subsektor industri yang sedang dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur karena memiliki potensi yang cukup tinggi, sehingga industri alas kaki telah ditetapkan sebagai salah satu industri prioritas yang dikembangkan dengan pendekatan model klaster atau aglomerasi yaitu pengelompokan industri inti, industri penunjang, dan jasa penunjang lainnya. Industri penyedia infrastruktur dan kelembagaan yang saling terkait dan mendukung peningkatan efisiensi juga diperlukan sehingga dapat tercipta daya saing yang tinggi. Selain itu, Jawa Timur juga merupakan sentra industri alas kaki yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian. Perkembangan industri ini ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah industri alas kaki setiap tahunnya. Peningkatan jumlah industri juga diiringi dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada industri ini seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 6.

Tabel 7Persentase penduduk Jawa Timur usia 15 tahun ke atas menurut lapangan kerja utama

Lapangan Kerja 2011 2012 2013 2014 Pertanian 39.70 39.16 37.44 37.61 Industri Pengolahan 14.07 14.86 14.40 14.38 Perdagangan 20.63 20.09 21.01 20.86 Jasa Kemasyarakatan 12.98 13.06 15.63 13.96 Lainnya 12.61 12.83 11.52 13.19

24

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa sektor industri alas kaki mampu menyerap cukup banyak tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur. Pemerintah provinsi telah melakukan banyak perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur guna menunjang proses produksi dan distribusi, sehingga banyak perusahaan yang mendirikan perusahaan atau merelokasi perusahaannya ke Jawa Timur. Hal tersebut yang menyebabkan kesempatan kerja dari subsektor ini terus meningkat.

Meskipun Jawa Timur memiliki potensi yang cukup tinggi dalam mendukung pengembangan industri alas kaki, Jawa Timur juga mengalami kendala dari sisi ketenagakerjaan yaitu masih terbatasnya tenaga terampil dalam menjahit sepatu dan alas kaki serta mahalnya biaya produksi karena tingginya tingkat upah.

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

Nilai Upah Minimum Kabupaten (UMK), jumlah produksi, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA), dan jumlah unit industri merupakan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini. Terdapat tiga pendekatan model estimasi dalam menganalisis faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur yaitu Pooled Ordinary Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Penyusunan data panel dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, uji chow yang digunakan untuk membandingkan pooled least square dengan fixed effect. Kedua, uji hausman yang digunakan untuk membandingkan random effect dengan fixed effect. Ketiga, membuat estimasi model atau persamaan dengan menentukan koefisien masing-masing variabel bebas.

Pemilihan Model Terbaik

Berdasarkan hasil dari uji chow yang menunjukkan nilai probability (0.0000) lebih kecil dari alpha 5% maka tolak H0 artinya model yang terpilih adalah FEM. Adapun hasil dari uji hausman menunjukkan nilai probability (0.0000) lebih kecil dari alpha 5% maka tolak H0 yang artinya model terpilihadalah FEM. Jadi dapat disimpulkan model terbaik yang terpilih untuk penelitian ini adalah FEM.

Sumber: SAKERNAS BPS, 2007-2012

Gambar 6 Jumlah tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur

35726 36377 40596 49723 56368 59835 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 2007 2008 2009 2010 2011 2012 J um la h tena g a k er ja Tahun

25

Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah residual data penelitian menyebar normal atau tidak. Berdasarkan asumsi kenormalan ini, maka akan didapatkan koefisien regresi yang bersifat Best Linear Unbiased Estimated (BLUE). Pada data panel, normal atau tidaknya error terms dapat dilihat dari nilai probabilitas yang terdapat pada histogram-normality test. Jika nilai

probabilitasnya lebih besar dari alpha (α), maka error termsmenyebar normal. Berdasarkanhasil pengujian model diperoleh hasil bahwa probabilitas jerque-beralebih besar dari α (0.052843 > 0.05) dan nilai probabilitas yang juga lebih

besar dari α (0.973924 > 0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa model penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur ini sudah memiliki error terms yang menyebar normal.

Uji Multikolinearitas

Salah satu asumsi dasar model regresi adalah tidak adanya hubungan linear antar variabel bebas dalam model. Cara untuk mengetahui adanya multikolinearitas antar variabel bebas dalam model adalah dengan melihat nilai correlation matrix antar variabel bebas. Model dinyatakan terbebas dari multikolinearitas apabila nilai correlation matrix antar variabelnya tidak lebih besar dari 0.8. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diperoleh nilai coefisien matrix antar variabel bebas lebih kecil dari 0.8 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah mutikolinearitas antar variabel yang diteliti.

Uji Heteroskedastisitas

Asumsi heteroskedastisitas adalah asumsi dalam regresi yang menjelaskan bahwa varian dari residual tidak sama untuk pengamatan satu ke pengamatan lainnya. Heteroskedastisitas dapat dilihat dengan membandingkan nilai sum squared resid pada weighted statistics dan unweighted statistics. Jika nilai sum squared resid pada weighted statistics lebih besar dari sum squared residpada unweighted statistics maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil estimasi pada model penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur diperoleh nilai sum squared residpada weighted statistics lebih besar daripada sum squared residpada unweighted statistic, yaitu 129.3110 > 29.11554. Hal ini menunjukkan bahwa model penelitian ini tidak mengalami heteroskedastisitas.

Uji Autokorelasi

Asumsi selanjutnya adalah tidak adanya korelasi antar error yang dihasilkan. Cara mendeteksiautokorelasi adalah dengan uji Durbin-Watson (DW)

dengan jumlah observasi 132, jumlah variabel independen sebanyak 5, dan α

sebesar 5% maka diperoleh nilai Durbin-Watson tabel dengan dL sebesar 1.65388 dan dU sebesar 1.77856. Hasil estimasi menunjukkan Durbin-Watson stat sebesar 2.107684 yang berada dalam selang dU< DW < 4-dU. Berdasarkan hasil tersebut maka dinyatakan bahwa model penelitian ini tidak terdapat autokorelasi.

26

Uji Statistik

Nilai R2 yang diperoleh dari hasil perhitungan sebesar 0.998219, artinya penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur dapat dijelaskan oleh UMK, jumlah produksi, PMDN, PMA, dan jumlah unit industri sebesar 99.82% sedangkan sisanya sebesar 0.18% dijelaskan oleh variabel lain di luar model

Pada tingkat kepercayaan 95% (taraf nyata 5%), nilai probabilitasf-statistic yaitu 0.000000 lebih kecil dari 0.05. Hal ini berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap jumlah tenaga kerja subsektor industri alas kaki sebagai variabel terikat.

Hasil uji t yang terdapat pada Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Uji t menggunakan t-statistik dengan taraf nyata 5% pada semua variabel kecuali variabel UMK yang menggunakan taraf nyata 10%. Hasil uji yang dilakukan diperoleh bahwa nilai probability dari variabel jumlah produksi, PMDN, PMA, dan jumlah unit industri lebih kecil dari 5%, artinya variabel jumlah produksi, PMDN, PMA, dan jumlah unit industri berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur dengan tingkat kepercayaan 95%. Sementara itu variabel UMK memiliki nilai probability lebih kecil dari 10%, artinya variabel UMK berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur dengan tingkat kepercayaan 90%.

Tabel 8 Hasil estimasi fakor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LNUMK -0.052435 0.031369 -1.671587 0.0973** LNPROD 0.055892 0.004160 13.43509 0.0000* LNPMDN -0.010904 0.005431 -2.007754 0.0470* LNPMA -0.010174 0.002574 -3.592827 0.0001* LNIND 0.382911 0.019533 19.60366 0.0000* C 6.080965 0.425328 14.29711 0.0000* Weighted Statistics

R-square 0.998219 Sum squared resid 129.3110

Prob 0.000000 Durbin-Watson stat 2.107684

Unweight Statistics

R-square 0.932426 Sum squared resid 29.11554

Durbin-Watson Stat 1.079290

Catatan : *) signifikan pada taraf nyata 5% **) signifikan pada taraf nyata 10%

27

Model Penduga Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Industri Alas Kaki di Jawa Timur

Berdasarkan hasil uji yang dilakukan, maka persamaan model penduga untuk penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur adalah sebagai berikut :

LNTK = 6.0809 – 0.0524 LNUMK + 0.0558 LNPROD – 0.0109 LNPMDN –

0.0101 LNPMA + 0.3829 LNIND

Hasil estimasi menunjukkan tanda koefisien variabel UMK (LNUMK) adalah negatif terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi yang menyebutkan terdapat hubungan negatif antara UMK dengan penyerapan tenaga kerja.Variabel UMK memiliki nilai probabilitas 0.0973, hal ini menunjukkan bahwa dengan taraf nyata 10% variabel UMK berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur. Nilai koefisien variabel UMK adalah 0.0524, artinya setiap kenaikan UMK sebesar 1% akan mengurangi penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur sebesar 0.0524% (cateris paribus).

Bagi perusahaan, pembayaran upah pekerja merupakan suatu beban (biaya) sehingga kenaikan upah akan menyebabkan beban biaya produksi perusahaan semakin meningkat dan akan menurunkan keuntungan perusahaan. Kenaikan upah ini akan direspon perusahaan dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang padat modal seperti mesin guna meningkatkan produktivitas dan lebih efisien. Jika semakin banyak perusahaan yang beralih pada industri padat modal, maka penggunaan tenaga kerja akan semakin berkurang dan peningkatan jumlah pengangguran tak dapat dihindari.

Variabel jumlah nilai produksi (LNPROD) memiliki nilai koefisien yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi Cobb-Douglas yang menyebutkan bahwa untuk peningkatan jumlah produksi harus disertai dengan peningkatan jumlah input atau dalam penelitian ini tenaga kerja merupakan salah satu input yang digunakan. Variabel jumlah nilai produksi memiliki nilai probabilitas 0.0000, hal ini menunjukkan bahwa dengan taraf nyata 5% variabel jumlah nilai produksi berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur. Nilai koefisien variabel jumlah nilai produksi adalah 0.0558, artinya setiap kenaikan jumlah nilai produksi sebesar 1%akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur sebesar 0.0558% (cateris paribus).

Variabel investasi dalam negeri (LNPMDN) memiliki koefisien yang bernilai negatif terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur. Variabel investasi dalam negeri memiliki nilai probabilitas 0.0470, hal ini menunjukkan bahwa dengan taraf nyata 5% variabel investasi dalam negeri berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur. Nilai koefisien variabel investasi dalam negeri adalah 0.0109, artinya setiap kenaikan investasi dalam negeri sebesar 1% akan menurunkan penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur sebesar 0.0109% (cateris paribus).

28

Variabel investasi luar negeri (LNPMA) juga memiliki koefisien yang bernilai negatif terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur. Variabel investasi luar negeri memiliki nilai probabilitas 0.0001, hal ini menunjukkan bahwa dengan taraf nyata 5% variabel investasi luar negeri berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur. Nilai koefisien variabel investasi luar negeri adalah 0.0101, artinya setiap kenaikan investasi luar negeri sebesar 1% akan menurunkan penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur sebesar 0.0101% (cateris paribus).

Hasil estimasi investasi asing (PMA) dan domestik (PMDN) pada penelitian ini menunjukkan hasil yang bertolak belakang dengan hipotesis dan teori ekonomi. Investasi bertujuan untuk meningkatkan produksi serta produktivitas yang lebih tinggi yang akan meningkatkan keuntungan bagi perusahaan, sehingga perusahaan akan memperluas kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja akan meningkat. Akan tetapi hasil penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda. Ketidaksesuaian tersebut diduga disebabkan oleh investasi asing dan domestik pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur ini disalurkan pada kabupaten yang memiliki pabrik sepatu dengan skala besar. Seperti pabrik sepatu PT. Pei Hai Internasional Wiratama Indonesia di Kabupaten Jombang yang merupakan investasi asing asal Taiwan. Menurut Kementerian Perindustrian pabrik-pabrik besar tersebut tidak melakukan semua proses produksi langsung di pabrik tetapi membeli upper sepatu yang sudah dijahit dari pengusaha-pengusaha kecil di sekitarnya, padahal proses menjahit memerlukan banyak tenaga kerja. Jika proses tersebut dilakukan langsung di pabrik akan memperluas kesempatan kerja. Pabrik sepatu tersebut lebih fokus untuk meningkatkan teknologi dan mesin-mesin produksi agar lebih efisien dalam memproduksi sepatu, sehingga proses yang memerlukan banyak tenaga kerja akan dialihkan. Jumlah tenaga kerja yang terserap industri ini sudah cukup besar, namun jika investasi dialihkan untuk membuka pabrik baru di wilayah lain di Jawa Timur tentu akan meningkatkan kesempatan kerja sehingga dapat lebih banyak menyerap tenaga kerja.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,bagi perusahaan upah merupakan beban (biaya) yang harus dikeluarkan sebagai biaya produksi. Peningkatan upah yang semakin tinggi menyebabkan para pengusaha akan mengalihkan investasi untuk meningkatkan teknologi, seperti penambahan mesin produksi sehingga dapat menigkatkan output dan mengurangi biaya produksi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), investasi asing dan domestik pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur banyak ditemui di kabupaten yang memiliki perusahaan-perusahaan besar industri alas kaki. Perusahaan besar ini memiliki basis industri yang cenderung padat modal seperti Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang, dan Kota Surabaya. Selain itu, penelitian ini fokus pada industri alas kaki besar dan sedang sehingga investasi yang pada industri ini akan dialihkan untuk peningkatan teknologi melalui mesin-mesin produksi. Investasi akan memiliki pengaruh positif terhadap kesempatan kerja jika terdapat pada industri kecil dan menengah karena bagi industri kecil investasi akan disalurkan untuk menambah jumlah tenaga kerja.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dimas dan Woyanti (2009) yang menjelaskan bahwa investasi padat modal yang menggunakan alat

29 produksi dengan teknologi tinggi cenderung memiliki produktivitas dan efisiensi yang lebih baik sehingga guna menghasilkan output yang sama hanya perlu menggunakan tenaga kerja dalam jumlah yang sedikit. Penelitian lain yang mendukung penelitian ini dilakukan oleh Alhiriani (2013) yang menjelaskan bahwa investasi asing (PMA) dilakukan oleh negara-negara maju yang memiliki faktor produksi yang padat modal, sehingga investasi yang ditanamkan di negara berkembang seperti Indonesia mengikuti teknologi dari negara asal investor tersebut yang cenderung padat modal. Hal tersebut yang membuat tingkat investasi asing cenderung mengurangi jumlah tenaga kerja karena teknologi yang tinggi lebih efisien dan produktif sehingga dapat menghasilkan output yang sama dengan jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit. Hasil yang sama ditemukan oleh Ahmad Yani (2011) yang menjelaskan bahwa investasi domestik berpengaruh negatif. Hal tersebut terjadi karena mayoritas industri merupakan padat modal selain itu investasi domestik khususnya yang bersumber dari pemerintah lebih terorientasi pada pembangunan sektor-sektor yang kurang menyerap tenaga kerja.

Variabel jumlah unit industri (LNIND) memiliki nilai koefisien yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur.Variabel jumlah produksi memiliki nilai probabilitas 0.0000, hal ini menunjukkan bahwa dengan taraf nyata 5% variabel jumlah unit industri berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur. Nilai koefisien variabel jumlah unit industri adalah 0.3829, artinya setiap kenaikan jumlah unit industri sebesar 1% akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur sebesar 0.3829% (cateris paribus).

Hasil estimasi penelitian ini sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyebutkan peningkatan jumlah unit industri akan memperluas kesempatan kerja sehingga penyerapan tenaga kerja akan meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah unit industri alas kaki di Jawa Timur mengalami peningkatan setiap tahunnya.Hal tersebut diiringi dengan jumlah ternaga kerja yang mengalami fluktuasi setiap tahun namun memiliki tren yang meningkat. Penelitian ini sejalan dengan Maulia (2014) yang menyebutkan bahwa peningkatan jumlah unit industri menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor industri di Jawa Timur. Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini ialah penelitian Furqon (2014) yang mengungkapkan bahwa pada dasarnya jumlah unit usaha adalah cerminan suatu aktivitas ekonomi rumah tangga produsen, artinya setiap unit usaha pasti akan melakukan proses produksi baik barang maupun jasa. Maka untuk melakukan kegiatan produksi tersebut diperlukan adanya faktor input produksi yang antara lain adalah modal serta tenaga kerja. Sehingga meningkatnya jumlah unit usaha yang melakukan kegiatan industri maka tenaga kerja yang dibutuhkan juga akan meningkat.

Implikasi Kebijakan untuk Meningkatkan Penyerapan Tenaga Kerja pada

Dokumen terkait