• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Subsektor Industri Alas Kaki Dan Implikasi Kebijakan Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Subsektor Industri Alas Kaki Dan Implikasi Kebijakan Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SUBSEKTOR INDUSTRI ALAS KAKI DAN IMPLIKASI

KEBIJAKAN BAGI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

NADIA NURUL NISA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja pada Subsektor Industri Alas Kaki dan Implikasi Kebijakan Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur adalah benar karya saya denganarahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada InstitutPertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NADIA NURUL NISA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja pada Subsektor Industri Alas Kaki dan Implikasi Kebijakan Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL.

Provinsi Jawa Timur merupakan daerah sentra industri alas kaki yang merupakan industri padat karya. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur serta memberikan rekomendasi kebijakan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengenai ketenagakerjaan. Penelitian ini menggunakan metode panel data dan data yang digunakan adalah 11 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang terdapat industri alas kaki dengan periode analisis tahun 2001-2012. Hasil penelitian menunjukkan jumlah produksi dan jumlah unit industri berpengaruh positif, sedangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), investasi asing, dan investasi domestik memiliki pengaruh yang negatif. Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu mendorong penyerapan tenaga kerja dengan menerapkan kebijakan antara lainmenetapkan upah minimum berdasarkan klasifikasi industri, mengarahkan investasi untuk pendirian perusahaan baru, penyediaan bahan baku alas kaki dari dalam negeri, memudahkan pengurusan izin usaha, serta pembebasan pajak sementara bagi perusahaan baru.

Kata kunci:Industri alas kaki, Investasi, Panel data, Tenaga kerja, UMK

ABSTRACT

NADIA NURUL NISA. The factors affecting workers absorbent on footwear industry subsector and policy implication to East Java province government.Supervised by MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SUBSEKTOR INDUSTRI ALAS KAKI DAN IMPLIKASI

KEBIJAKAN BAGI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

NADIA NURUL NISA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) di Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir.Manuntun Parulian Hutagaol, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dari awal hingga akhir serta saran untuk menyempurnakan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu RantiWiliasih, S.P, M.Si selaku dosen komisi pendidikan atas saran dan masukannya kepada penulis.

3. Seluruh petugas Pusat Data dan Informasi Badan Pusat Statistik (BPS) serta Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) yang telah banyak membantu dalam proses pengumpulan data.

4. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Syahrudin dan Ibunda Wahyu E. susilowati, Eyang Putri, adik-adik Bagas dan Rhafa, serta segenap keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi, dan dukungan baik moril maupun materil serta doa bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 8

Teori Permintaan Tenaga Kerja 8

Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja 11

Kerangka Pemikiran Penelitian 13

Hipotesis Penelitian 15

METODE PENELITIAN 15

Jenis dan Sumber Data 15

Metode Analisis dan Pengolahan Data 16

Model Penelitian 16

Analisis Regresi untuk Data Panel 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Gambaran Umum Perkembangan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Timur 21 Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja 24 Implikasi Kebijakan untuk Meningkatkan Penyerapan Tenaga Kerja pada

Subsektor Industri Alas Kaki di Jawa Timur 29

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 35

(10)

DAFTAR TABEL

1. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (miliar rupiah), 2007-2012 1 2. Jumlah perusahaan alas kaki di Indonesia, 2007-2012 3

3. Jumlah penduduk di Pulau Jawa (jiwa) 4

4. Jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa (ribu jiwa) 5

5. Kerangka identifikasi autokorelasi 20

6. Penduduk Jawa Timur usia 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan 22 7. Persentase penduduk Jawa Timur usia 15 tahun ke atas menurut

lapangan kerja utama 23

8. Hasil estimasi fakor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja

subsektor industri alas kaki di Jawa Timur 26

DAFTAR GAMBAR

1. Total ekspor produk industri alas kaki Indonesia ke seluruh dunia,

2007-2011 (Ribu USD) 2

2. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Jawa Timur 2010-2013 5 3. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur

menurut lapangan usaha 2013 (%) 6

4. Pengaruh upah minimum terhadap tenaga kerja 11

5. Kerangka pemikiran konseptual 14

6. Jumlah tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) 35 2 Hasil pengujian dengan metode FEM (Fixed Effect Model) 36 3 Hasil pengujian dengan metode REM (Random Effect Model) 37

4 Hasil pengujian Chow Test 38

5 Hasil pengujian Hausman Test 39

6 Uji normalitas 40

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang.Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh negara berkembang bertujuan untuk memeratakan pembangunan ekonomi dan hasilnya kepada seluruh masyarakat, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, mengurangi perbedaan kemampuan antar daerah, struktur perekonomian yang seimbang (Wicaksono 2010).

Salah satu ukuran pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya.Ukuran pendapatan nasional yang sering digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB). PDB adalah total nilai atau harga pasar (market price) dari seluruh barang dan jasa akhir (final good and services) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu. PDB merupakan indikator kondisi perekonomian suatu negara, jika PDB meningkat maka dapat dikatakan perekonomian negara tersebut meningkat dari tahun sebelumnya.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah PDB Indonesia meningkat setiap tahunnya yang mengindikasikan bahwa perekonomian Indonesia semakin membaik setiap tahunnya.Sektor industri pengolahan menjadi kontributor utama dalam jumlah PDB Indonesia.Hal tersebut dapat diartikan bahwa sektor industri merupakan sektor yang dapat diunggulkan di Indonesia.Tingginya kontribusi PDB Tabel 1 Produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000

menurut lapangan usaha (miliar rupiah), 2007-2012

Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pertanian 271 509.3 284 619.1 295 883.8 304 777.1 315 036.8 328 279.7

Pertambangan 171 278.4 172 496.3 180 200.5 187 152.5 190 143.2 193 115.7

Industri

Pengolahan 538 084.6 557 764.4 570 102.5 597 134.9 633 781.9 670 190.6

a. Industri Migas 47 823.0 47 662.7 46 934.9 47 199.3 46 757.8 45 450.6

b. Industri tanpa

Migas 490 261.6 510 101.7 523 167.6 549 935.6 587 024.1 624 740.0

Listrik, Gas, dan

Air 13 517.0 14 994.4 17 136.8 18 050.2 18 899.7 20 080.7

Bangunan 121 808.9 131 009.6 140 267.8 150 022.4 159 122.9 170 884.8

Perdagangan 340 437.1 363 818.2 368 463.0 400 474.9 437 472.9 473 110.6

Pengangkutan dan

Komunikasi 142 326.7 165 905.5 192 198.8 217 980.4 241 303.0 265 383.7

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

183 659.3 198 799.6 209 163.0 221 024.2 236 146.6 253 022.7

Jasa-jasa 181 706.0 193 049.0 205 434.2 217 842.2 232 659.1 244 869.9

TOTAL 1964327.3 2082456.1 2178850.4 2314458.8 2464566.1 2618938.4

(12)

2

dari sektor industri menunjukkan bahwa tenaga kerja di sektor ini terserap secara maksimal.Sektor industri dapat menyerap banyak tenaga kerja karena sebagian besar industri di Indonesia masih mengandalkan pekerjaan tangan manusia atau industri padat karya.

Sektor industri merupakan sektor yang sangat penting seperti yang disampaikan oleh Dumairy (1996), yang menyebutkan bahwa sektor industri dianggap sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam memajukan sebuah perekonomian. Produk-produk industri selalu memiliki terms of trade yang lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkaan produk-produk sektor lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya variasi produk yang sangat beragam di sektor industri dan dapat memberikan manfaat yang tinggi kepada pemakainya. Pelaku usaha lebih suka bergelut dalam bidang industri karena proses produksi serta penanganan produknya lebih bisa dikendalikan oleh manusia, tidak terlalu tergantung pada alam seperti musim dan keadaan cuaca.

Sektor industri terbagi menjadi industri migas dan industri non-migas.Salah satu subsektor dalam industri non-migas ialah industri alas kaki. Alas kaki berupa sepatu atau sandal merupakan jenis barang yang diperlukan dan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap orang. Pangsapasarnya pun terdiri dari semua kalangan, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup masyarakat menyebabkan permintaan alas kaki semakin meningkat.

Selain sebagai kebutuhan pokok, industri alas kaki juga merupakan suatu sektor yang sangat potensial.Potensi industri ini terlihat dari jumlah ekspor yang meningkat setiap tahunnya serta jumlah perusahaan di industri alas kaki yang semakin meningkat.Berdasarkan data yang diperoleh Kementerian Perindustrian, sektor alas kaki merupakan 10 besar produk utama ekspor Indonesia ke pasar dunia. Semakin meningkatnya permintaan pasar internasional terhadap output sektor alas kaki menyebabkan nilai ekspor yang semakin meningkat dalam

(13)

3 beberapa tahun terakhir. Peningkatan nilai ekspor dapat dilihat dalam Gambar 1 yang menunjukkan nilai ekspor pada tahun 2008 hingga 2009 mengalami penurunan yang disebabkan oleh banyaknya negara tujuan ekspor alas kaki yang terkena dampak krisis ekonomi pada tahun 2008.Semakin stabilnya perekonomian negara tujuan ekspor alas kaki Indonesia setelah krisis ekonomi menyebabkan nilai ekspor alas kaki meningkat pada tahun 2009 hingga tahun 2012. Jumlah unit usaha dalam industri besar dan sedang alas kaki hingga tahun 2012 mencapai 378 unit yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Namun jumlah perusahaan yang memproduksi alas kaki tidak menyeluruh terdapat di semua provinsi, perusahaan-perusahaan tersebut hanya terdapat di Sumatera Utara, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa perusahaan yang memproduksi alas kaki hampir tersebar di seluruh Pulau Jawa, sebagian Pulau Sumatera, dan terdapat beberapa unit di Pulau Bali. Berdasarkan data di atas selama kurun waktu lima tahun terhitung sejak 2007 hingga 2012, jumlah perusahaan di industri alas kaki semakin menurun di semua provinsi. Bahkan sejak tahun 2009, perusahaan alas kaki sudah tidak ada di provinsi Yogyakarta.Akan tetapi tidak demikian pada industri alas kaki di Jawa Timur. Walaupun jumlah industri alas kaki sempat menurun hingga tahun 2009, industri alas kaki di provinsi ini terus meningkat hingga tahun 2012.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa industri alas kaki berpusat di Pulau Jawa dan Provinsi Jawa Timur merupakan daerah yang paling banyak terdapat perusahaan yang memproduksi alas kaki dan menjadi sentra industri alas kaki di Indonesia.

Jawa timur merupakan provinsi yang sangat strategis karena menjadi salah satu daerah yang menghubungkan antara pulau jawa dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Posisi yang strategis menjadikan perekonomian di Jawa Timur dapat berkembang dengan pesat.Hal tersebut dibuktikan dengan tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur yang tinggi dan menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap PDB Nasional tahun 2013 setelah Provinsi DKI Jakarta.Jawa Timur berkontribusi sebesar 15.02% sedangkan Jakarta sebesar 16.58% (BPS2013).

Pada tahun 2012 jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur mencapai angka 38 juta jiwa yang menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di Pulau Jawa setelah Jawa Barat. Akan tetapi

Tabel 2Jumlah perusahaan alas kaki di Indonesia, 2007-2012

Tahun Sumatera Sumatera DKI Jawa Jawa Yogyakarta Jawa Banten Bali

Utara Barat Jakarta Barat Tengah Timur

2007 5 3 48 160 4 1 190 61 3

2008 6 2 36 131 7 1 180 57 2

2009 5 2 33 119 8 0 175 63 2

2010 5 1 33 124 6 0 177 56 0

2011 5 1 28 116 5 0 203 46 1

2012 5 1 31 114 5 0 208 53 0

(14)

4

berdasarkan data dari BPS Provinsi Jawa Timur, jumlah pengangguran meningkat yang semula sebanyak 819 ribu jiwa pada tahun 2012 menjadi 871 ribu jiwa penganggur pada tahun 2013. Peningkatan jumlah pengangguran disebabkan oleh banyaknya sektor ekonomi yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja dari tahun ke tahun. Beberapa sektor yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja antara lain sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi.

Menghadapi fenomena tersebut perlu diketahui faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja, khususnya penyerapan tenaga kerja di industri pengolahan alas kaki di Jawa Timur.Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi rekomendasi bagi pemerintah provinsi terkait guna membuat kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong penyerapan tenaga kerja.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang telah disebutkan bahwa Jawa Timur merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak kedua di Pulau Jawa seperti yang terlihat pada Tabel 3.Berdasarkan tabel tersebut terbukti bahwa jumlah penduduk di Jawa Timur menempati posisi kedua setelah Jawa Barat dengan jumlah penduduk sebesar lebih dari 37 juta jiwa pada tahun 2010.Selama selang waktu 10 tahun penduduk Jawa Timur bertambah sebanyak lebih dari 2 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk menjadi indikator tersedianya tenaga kerja yang memadai, namun jika tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan akan menimbulkan masalah pengangguran.

Pengangguran merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan. Berdasarkan data statistik BPS Jawa Timur, jumlah pengangguran meningkat yang semula sebanyak 819 ribu jiwa pada tahun 2012 menjadi 871 ribu jiwa di tahun 2013. Peningkatan jumlah pengangguran disebabkan oleh banyaknya sektor ekonomi yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja dari tahun ke tahun.Meningkatnya jumlah pengangguran secara tidak langsung akan berdampak pada jumlah penduduk miskin di Jawa Timur. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin di Jawa Timur yang terbesar di Pulau Jawa.Padahal berdasarkan data statistik BPS jumlah penduduk di Jawa Barat lebih banyak daripada jumlah penduduk di Jawa Timur, namun pemerintah provinsi Jawa Barat berhasil menekan jumlah penduduk miskin di wilayahnya. Meskipun jumlah penduduk miskin di Jawa Timur semakin menurun dari tahun ke tahun, akan tetapi berdasarkan Tabel 4 hingga tahun 2012 jumlah penduduk miskin di

Tabel 3Jumlah penduduk di Pulau Jawa (jiwa)

Provinsi 2000 2010

DKI Jakarta 8389443 9607787

Jawa Barat 35729537 43053732

Jawa Tengah 31228940 32382657

DI Yogyakarta 3122268 3457491

Jawa Timur 34783640 37476757

Banten 8098780 10632166

(15)

5 Jawa Timur masih menempati posisi pertama sebagai provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di Pulau Jawa.

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa masalah kemiskinan dan pengangguran merupakan masalah yang cukup kompleks di Jawa Timur.Padahal data dari BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur merupakan yang tertinggi di Pulau Jawa, karena sejak tahun 2010 laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur menjadi yang tertinggi bahkan melampaui pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terhitung sejak tahun 2010 hingga 2013 secara berurut besar laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur ialah 6.68%, 7.22%, 7.27%, dan 6.55%. Adapun laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2010 hingga 2013 secara berurut ialah 6.14%, 6.35%, 6.28%, dan 5.90% seperti yang terlihat pada Gambar 2. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi seharusnya dapat menjadi gambaran bahwa masalah pengangguran dan kemiskinan dapat teratasi.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu memaksimalkan sektor-sektor andalan dalam menyerap tenaga kerja. Jawa Timur memiliki tiga sektor andalan (leading sector) yaitu sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, dan sektor

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013

Gambar 2Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Jawa Timur 2010-2013

6.68

Tabel 4Jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa (ribu jiwa)

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012

(16)

6

pertanian. Sektor pertanian pada awalnya merupakan sektor andalan utama provinsi Jawa Timur, karena sektor ini dapat menyerap banyak tenaga kerja dan akan mengurangi angka pengangguran. Meskipun dapat menyerap banyak tenaga kerja, namun sektor pertanian tidak banyak memberikan kontribusi terhadap perekonomian Jawa Timur.

Berdasarkan sensus yang dilakukan BPS, selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir luas lahan pertanian di Jawa Timur semakin mengalami penyusutan. Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah rumah tangga usaha pertanian yang berkurang sebesar 2.11% selama satu dasawarsa terakhir, yakni dari 6.3 juta rumah tangga pada tahun 2003 menjadi 4.89 juta rumah tangga pada tahun 2013.

Berkurangnya lahan pertanian disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang mengolah lahan pertaniannya dan lebih memilih menjualnya untuk dialihfungsikan sebagai sektor industri. Akibatnya, saat ini mayoritas pengangguran berasal dari sektor pertanian karena petani yang menjual lahannya tidak lagi memiliki mata pencaharian.

Sektor industri pengolahan saat ini merupakan sektor utama setelah sektor perdagangan yang berperan dalam menopang perekonomian Jawa Timur.Sektor industri pengolahan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan sektor industri pengolahan dapat dilihat dari besarnya kontribusi sektor tersebut terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi Jawa Timur. Distribusi PDRB menurut lapangan usaha dapat dilihat secara lebih rinci pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3 menunjukkan bahwa industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar kedua setelah sektor perdagangan sebesar 26.6%. Besarnya kontribusi terhadap PDRB menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan merupakan sektor yang berkembang di Jawa Timur. Salah satu subsektor dari sektor industri pengolahan ialah subsektor industri alas kaki. Seperti yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya, Provinsi Jawa Timur yang merupakan sentra industri alas kaki Indonesia menjadikan industri ini semakin berkembang dan bertambah dari tahun ke tahun. Jumlah perusahaan alas kaki di Jawa Timur merupakan yang terbanyak Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur2013

(17)

7 di Indonesia.Industri alas kaki yang masih berbasis pada pekerjaan tangan manusia atau padat karya menjadikan industri ini banyak menyerap tenaga kerja sehingga diharapkan dapat menekan angka pengangguran.

Berdasarkan fakta dan uraian di atas khususnya terkait dengan upaya penyerapan tenaga kerja dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur?

2. Kebijakan apa yang perlu dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian dan perumusan masalah di atas, maka dapat disimpulkan beberapa tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur.

2. Merumuskan rekomendasi kebijakan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur agar penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki meningkat.

Manfaat Penelitian

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan pemahaman yang lebih mengenai ketenagakerjaan di Jawa Timur.

2. Memberikan rekomendasi kebijakan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menanggulangi permasalahan ketenagakerjaan, serta memberikan rekomendasi kebijakan guna mendukung industri alas kaki di Jawa Timur. 3. Berguna sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang mengambil fokus

permasalahan mengenai ketenagakerjaan.

Ruang Lingkup Penelitian

(18)

8

TINJAUAN PUSTAKA

Tenaga Kerja

Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang ketenagakerjaan, ketetapan usia kerja penduduk Indonesia adalah 15 tahun.

Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dipilah pula ke dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Kelompok yang termasuk dalam angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja, mempunyai pekerjaan namun sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Adapun yang termasuk kelompok bukan angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan, dan tidak sedang mencari pekerjaan seperti pelajar, pengurus rumah tangga, serta seseorang yang menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas pekerjaannya seperti pensiunan. Adapun yang dimaksud dengan bukan tenaga kerja ialah penduduk yang memiliki usia di bawah 15 tahun.

Tenaga kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rata-rata jumlah pekerja per hari yang digunakan sebagai input produksi tahun tertentu pada tiap perusahaan yang bergerak di industri alas kaki di Jawa Timur.

Teori Permintaan Tenaga Kerja

Teori permintaan tenaga kerja adalah teori yang menjelaskan seberapa banyak suatu perusahaan akan mengerjakan tenaga kerja dengan berbagai tingkat upah pada suatu periode tertentu. Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan pada teori neoklasik, dimana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat memengaruhi harga (price taker). Dalam memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa banyak jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan.

Fungsi permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan (derived demand) dari jumlah dan harga output. Teori Cobb-Douglas mengasumsikan bahwa suatu proses menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K) (Nicholson 2007), dengan fungsi produksi adalah:

Q = f(L,K)

Sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan yang terdapat pada teori neoklasik adalah:

π = TR – TC, adapun TR = P .Q

(19)

9 mengasumsikan tenaga kerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (w) sedangkan kapital diukur dengan tingkat suku bunga (v).

TC = v.K + w.L

Ketiga persamaan di atas disubstitusi ke dalam persamaan keuntungan perusahaan sehingga diperoleh:

π =(P.Q) – (v.K+w.L)

Jika ingin mendapatkan keuntungan maksimim, maka turunan pertama

fungsi di atas harus sama dengan nol (π’=0), sehingga didapatkan: wL = P.Q – v.K

L = P.Q –v.K/w Keterangan:

L = Permintaan tenaga kerja w = Upah tenaga kerja

P = Harga jual barang per unit K = Kapital (investasi)

v = Tingkat suku bunga Q = Output

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa permintaan tenaga kerja merupakan fungsi dari tingkat upah (w), harga jual pasar (P), kapital (investasi), output (pendapatan), dan tingkat suku bunga (v).

Industri

Industri merupakan suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif seperti mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi (Dumairy 1997). Sektor industri digolongkan menjadi industri besar, sedang, kecil, serta industri rumah tangga dilihat dari jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Jika tenaga kerja yang digunakan di atas 99 orang maka termasuk ke dalam industri besar, antara 20-99 orang termasuk dalam industri sedang, untuk industri kecil tenaga kerja yang digunakan antara 5-19 orang, sedangkan untuk industri rumah tangga jumlah tenaga kerja yang digunakan kurang dari 5 orang.

Negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu mengatasi masalah perekonomian, dengan asumsi bahwa sektor industri dapat memimpin sektor-sektor perekonomian lainnya menuju pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu negara berkembang seperti Indonesia saat ini sedang gencar dalam pengembangan berbagai industri. Perkembangan industri diharapkan mampu membuka lapangan kerja baru guna mengurangi jumlah pengangguran yang semakin meningkat. Akan tetapi, perkembangan industri tidak selalu berdampak pada perluasan kesempatan kerja.

(20)

10

yang menitikberatkan pada sejumlah besar tenaga kerja dalam pembangunan dan kegiatan operasionalnya. Jenis industri padat karya merupakan industri yang dapat memperluas kesempatan kerja karena sangat membutuhkan banyak tenaga kerja dalam kegiatan produksinya (labor using).

Industri di Indonesia terutama di Jawa Timur mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena sebagian besar beranggapan sektor industri dapat mendorong perekonomian dan membuka lapangan kerja baru. Akan tetapi, perkembangan teknologi saat ini membuat sebagian besar industri mulai beralih pada industri yang padat modal. Pada industri padat modal, perusahaan hanya perlu memberikan upah kepada sedikit pekerja sehingga biaya produksi dapat ditekan. Namun inilah yang menjadi permasalahan dalam tenaga kerja, karena perkembangan industri dan teknologi dapat menciptakan banyak pengangguran akibat pengurangan jumlah pekerja yang digantikan oleh mesin berteknologi tinggi.

Industri Alas Kaki

Pada penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah industri alas kaki besar dan sedang di Provinsi Jawa Timur.Industri alas kaki yang dimaksud mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2005 dan 2009. Berdasarkan KBLI 2005-5 digit, penelitian ini menggunakan kode 19201, 19202, 19203, dan 19209. Adapun pada KBLI 2009-5 digit, penelitian ini menggunakan kode 15201, 15202, 15203, dan 15209. Industri alas kaki yang dimaksud berdasarkan kode tersebut antara lain industri alas kaki untuk keperluan sehari-hari, industri sepatu olahraga, industri sepatu teknik lapangan, dan industri alas kaki lainnya.

Industri Alas Kaki untuk Keperluan Sehari-hari

Kelompok ini mencakup usaha pembuatan alas kaki keperluan sehari-hari dari kulit dan kulit buatan, karet, kanvas dan kayu, seperti: sepatu harian, sepatu santai, sepatu sandal, sandal kelom, dan selop. Termasuk juga usaha pembuatan bagian-bagian dari alas kaki tersebut seperti: atasan, sol dalam, sol luar, penguat depan, penguat tengah, penguat belakang, lapisan, dan aksesoris.

Industri Sepatu Olahraga

Kelompok ini mencakup usaha pembuatan sepatu untuk olahraga dari kulit dan kulit buatan, karet, dan kanvas seperti: sepatu sepak bola, sepatu atletik, sepatu senam, sepatu jogging, dan sepatu balet. Termasuk juga usaha pembuatan bagian-bagian dari sepatu olahraga tersebut seperti: atasan, sol dalam, sol luar, lapisan, dan aksesoris.

Industri Sepatu Teknik Lapangan / Keperluan Industri

(21)

11

Industri Alas Kaki Lainnya

Kelompok ini mencakup usaha pembuatan alas kaki dari kulit dan kulit buatan, karet, kanvas, dan plastik yang belum termasuk golongan manapun, seperti sepatu kesehatan dan sepatu lainnya seperti: sepatu dari gedebog (pelepah batang pisang) dan eceng gondok.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

Permintaan tenaga kerja menurut Afrida (2003) merupakan hubungan antara tingkat upah dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh suatu industri atau perusahaan.Permintaan tenaga kerja dapat pula diartikan sebagai penyerapan tenaga kerja oleh industri dan perusahaan. Jumlah tenaga kerja yang diminta di pasar tenaga kerja ditentukan oleh faktor-faktor seperti: UMK, jumlah total produksi, perkembangan PMDN, perkembangan PMA, dan jumlah unit industri.

Upah Minimum

Tingkat upah akanmemengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi suatu perusahaan. Suatu perusahaan akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung dari tingkat upahnya. Upah minimum adalah suatu penerimaan bulanan terendah (minimum) sebagai imbalan dari pengusaha yang diberikan kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan dan dinyatakan dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan undang-undang serta dibayarkan atas dasar perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan bagi pekerja dan juga keluarganya.

Pada Gambar 4 di atas menunjukkan bahwa dalam penyerapan tenaga kerja tingkat keseimbangan dari tingkat upah dan tenaga kerja ditunjukkan oleh pertemuan antara kurva supply dan demand. Gambar tersebut menjelaskan tingkat keseimbangan upah berada pada W* dan keseimbangan tenaga kerja berada pada L*. Jika upah minimum berada di atas tingkat keseimbangan W1, akan terjadi

kelebihan penawaran tenaga kerja (excess supply of labor) menggambarkan hanya L1 yang akan mendapatkan pekerjaan dengan jumlah pekerja yang tersedia

Sumber: Nicholson, 2007

Gambar4 Pengaruh upah minimum terhadap tenaga kerja

S

W*

D

L1 L* L2 Tenaga Kerja

Upah

(22)

12

sebesar L2. Kelebihan penawaran ini menyebabkan turunnya tenaga kerja yang

akandipekerjakan dari tingkat keseimbangan L* ke L1. L1 secara otomatis

menunjukkan tingkat keseimbangan yang baru setelah adanya kebijakan upah minimum.

Hukum permintaan tenaga kerja pada hakikatnya adalah semakin rendah upah dari tenaga kerja maka semakin banyak permintaan terhadap tenaga kerja tersebut. Apabila upah yang diminta besar, maka perusahaan akan mencari tenaga kerja lain yang upahnya lebih rendah.

Jumlah Perusahaan

Banyaknya jumlah perusahaan merupakan indikator tersedianya lapangan pekerjaan, karena setiap perusahaan akan membutuhkan tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksinya. Peningkatan jumlah perusahaan akan berdampak pada meningkatnya kesempatan kerja yang tersedia karena terdapat banyak perusahaan baru yang membutuhkan para tenaga kerja.

Menurut Fudjaja (2002), jumlah perusahaan industri menjadi salah satu faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut dapat dilihat ketika terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang bergerak dibidang industri akan menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja untuk sektor industri itu sendiri.

Jumlah Nilai Produksi

Teori produksi merupakan suatu aktivitas yang memberikan nilai guna suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sebuah fungsi produksi dapat berbentuk tabel atau matematis yang menunjukkan jumlah output maksimum yang dapat dihasilkan berdasarkan suatu kelompok input sesuai dengan teknologi yang tersedia. Fungsi produksi Cobb-Douglas selalu dinyatakan dalam bentuk berikut :

Q = f (K,L,R,T) Keterangan :

Q = jumlah produksi K = modal

L = tenaga kerja R = kekayaan alam T = teknologi

Formasi dari fungsi Cobb Douglas dapat dituliskan dalam bentuk seperti berikut (Karib 2012):

Q = AKαLβ Keterangan :

Q = tingkat output A = konstanta

K = kapital yang digunakan L = tenaga kerja yang digunakan

α = elastisitas output terhadap pertumbuhan faktor produksi kapital

(23)

13 Untuk mempermudah maka dianggap hanya tenaga kerja (L) saja yang berubah dalam sebuah fungsi produksi, sedangkan input lainnya dianggap konstan. Sehingga secara matematis dapat ditulis

Q = f (K,L) Sehingga didapat :

Q = f (L)

Pada penelitian ini produksi dianggap memiliki pengaruh terhadap perubahan penyerapan tenaga kerja sehingga persamaannya dapat diubah menjadi:

L = f (Q)

Investasi

Pada suatu industri, dengan asumsi faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Investasi bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas yang lebih tinggi sehingga keuntungan perusahaan semakin besar. Investasi berasal dari dua sumber, antara lain:

a. Investasi Asing

Investasi asing atau Penanaman Modal Asing (PMA) adalah salah satu bentuk penghimpunan modal guna menunjang proses pembangunan ekonomi yang bersumber dari luar negeri. Salvatore (1997) menjelaskan bahwa PMA terdiri atas:

i. Investasi portofolio (portofolio investment), yaitu investasi yang hanya melibatkan aset-aset finansial saja, seperti obligasi dan saham, yang didenominasikan atau ternilai dalam mata uang nasional. Kegiatan investasi portofolio biasanya berlangsung melalui lembaga keuangan seperti perbankan dan perusahaan dana investasi.

ii. Investasi asing langsung (foreign direct investment), merupakan PMA yang meliputi investasi ke dalam aset-aset nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, dan lain sebagainya.

b. Investasi Dalam Negeri

Investasi dalam negeri dikenal juga dengan istilah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang merupakan bentuk upaya menambah modal guna menunjang pembangunan nasional maupun wilayah melalui investor dalam negeri.Modal yang diperoleh dari dalam negeri ini dapat berasal dari pihak swasta ataupun dari pemerintah.

Kerangka Pemikiran Penelitian

Permasalahan dalam perekonomian di Jawa Timur adalah masalah ketenagakerjaan dan pengangguran. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara berkembang mempunyai tujuan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut antara lain menciptakan pembangunan ekonomi, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan menanggulangi kemiskinan.

(24)

14

semakin bertambahnya angkatan kerja baru setiap tahunnya yang memasuki pasar tenaga kerja. Penyediaan lapangan kerja baru harus menjadi fokus perhatian pemerintah, karena masalah ketenagakerjaan yang paling mendasar adalah jumlah ketersediaan lapangan kerja yang tidak cukup menampung jumlah angkatan kerja yang ada.

Sektor industri merupakan sektor unggulan yang menjadi salah satu penyumbang utama PDRB Provinsi Jawa Timur. Tingginya jumlah angkatan kerja belum mampu diserap secara optimal oleh sektor industri.Dalam penelitian ini fokus penelitian hanya pada subsektor industri alas kaki. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki, antara lain Upah Minimum Kabupaten (UMK), Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), jumlah unit industri, dan jumlah produksi. Jika faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki sudah diketahui, rekomendasi kebijakan untuk pemerintah Jawa Timur mengenai penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki dapat diberikan. Alur kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 5Kerangka pemikiran konseptual

Jumlah Unit Industri UMK

Investasi Asing Investasi

Domestik

Permasalahan Ekonomi di Jawa Timur

Ketenagakerjaan (pengangguran)

Sektor Industri

Subsektor Industri Alas Kaki

Gambaran Penyerapan Tenaga Kerja pada Subsektor Industri Alas

Kaki

Faktor yang mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja pada Subsektor

Industri Alas Kaki

Rekomendasi Kebijakan Jumlah

(25)

15

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori-teori ekonomi, hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Upah Minimum Kabupaten (UMK) berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Artinya, setiap kenaikan UMK akan mengurangi jumlah tenaga kerja yang terserap pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur.

2. Jumlah nilai produksi perusahaan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Artinya, peningkatan produksi akan berdampak pada peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur.

3. Perkembangan investasi domestik (PMDN) berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Artinya, peningkatan PMDN akan berdampak pada peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur.

4. Perkembangan investasi asing (PMA) berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Artinya, peningkatan PMA akan berdampak pada peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserappada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur.

5. Jumlah unit industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Artinya, peningkatan jumlah unit industri akan berdampak pada peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder. Data diperoleh dari beberapa sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Provinsi Jawa Timur, selain itu sumber data yang digunakan juga melalui penelusuran internet dan literatur terkait.

(26)

16

investasi asing dan domestik di subsektor industri alas kaki, dan jumlah unit industri yang bergerak di subsektor industri pengolahan alas kaki.

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis regresi berganda. Teknik estimasi variabel dependen yang digunakan adalah analisis panel data, diharapkan dengan menggunakan metode ini dapat diketahui pengaruh UMK, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), jumlah unit industri, dan jumlah nilai produksi terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri alas kaki di Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6.

Model Penelitian

Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear berganda dengan lima variabel bebas. Variabel independennya adalah jumlah tenaga kerja yang terserap pada subsektor industri alas kaki. Adapun variabel dependennya antara lain UMK, investasi asing (PMA), investasi domestik (PMDN), jumlah unit industri, dan jumlah nilai produksi. Sehingga model awal yang digunakan dapat dirumuskan sebagai berikut:

TKit= α + β1 UMKit+ β2PRODit+ β3PMDNit+ β4PMAit+β5INDit+ εit Keterangan:

TKit = Jumlah tenaga kerja subsektor industri alas kaki pada kabupaten/kota i tahun t (jiwa)

UMKit = Upah minimum kabupaten/kota i pada tahun ke-t (Rupiah)

PRODit = Jumlah nilai produksi industri alas kaki pada kabupaten/kota i tahun t (Rupiah)

PMDNit = Perkembangan invsestasi domestik industri alas kaki pada kabupaten/kota i tahun t (Rupiah)

PMAit = Perkembangan invsestasi asing industri alas kaki pada kabupaten/kota i tahun t (USD)

INDit = Jumlah unit industri alas kaki kabupaten/kota i tahun t (unit)

εit = error pada periode t

α = Intersep

β = Koefisien regresi yang diperkirakan

i = cross section 11 kabupaten/kota di Jawa Timur t = Deret waktu (time series, 2001-2012)

(27)

17 Sesuai dengan keterangan di atas, maka model tersebut secara ekonometrikaakan menjadi:

LNTKit = α + β1 LNUMKit+ β2LNPRODit+ β3LNPMDNit+ β4LNPMAit +

β5LNINDit+ εit Keterangan:

LNTKit = Jumlah tenaga kerja subsektor industri alas kaki pada kabupaten/kota i tahun t (%)

LNUMKit = Upah minimum kabupaten/kota i pada tahun ke-t (%)

LNPRODit = Jumlah nilai produksi industri alas kaki pada kabupaten/kota i tahun t (%)

LNPMDNit = Perkembangan invsestasi domestik industri alas kaki pada kabupaten/kota i tahun t (%)

LNPMAit = Perkembangan invsestasi asing industri alas kaki pada kabupaten/kota i tahun t (%)

LNINDit = Jumlah unit industri alas kaki kabupaten/kota i tahun t (%)

εit = error pada periode t

α = Intersep

β = Koefisien regresi yang diperkirakan

i = cross section 11 kabupaten/kota di Jawa Timur t = Deret waktu (time series, 2001-2012)

Analisis Regresi untuk Data Panel

Data panel menurut Gujarati (2004) merupakan suatu data cross section (individu/sektor) yang disusun berdasarkan runtun waktu (time series). Struktur data panel menggabungkan antara data sektoral atau individu dan runtun waktu yang biasanya berdiri sendiri menjadi sebuah kesatuan data.

Terdapat dua keuntungan penggunaan model data panel dibandingkan data time seriesatau cross sectionsaja menurut Firdaus (2011) antara lain:

1. Pengkombinasian data time series dan cross section dalam data panel membuat jumlah observasi menjadi lebih besar. Dengan menggunakan model data panel marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) sehingga parameter yang diestimasi akan lebih akurat dibanding dengan model lain. Secara teknis data panel dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan yaitu dengan kata lain meningkatkan efisiensi.

2. Penggunaan data panel dapat mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section atau time series saja. Data panel dapat mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.

Bentuk Model Regresi dengan Data Panel

(28)

18

(variabel terikat) dengan xit (variabel bebas) dimana i menunjukkan individu, t

menunjukkan waktu, dan j menunjukkan variabel bebas yang dinyatakan dalam sebuah persamaan berikut:

yit= α + βxjit + ɛit i = urutan provinsi

t = tahun

Selain harus memenuhi asumsi klasik seperti non-autokorelasi, homoskedastisitas, dan non-multikolinearitas, terdapat beberapa asumsi tambahan untuk model regresi data panel, yaitu tidak terdapatnya hubungan (korelasi) antara: (1) Individu satu denganindividu lainnya; (2) α dan ɛit; dan (3) ɛit dan xit.

Ada tiga macam model estimasi data panel yaitu Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model.

1. Pooled Least Square

Jika semua asumsi tersebut terpenuhi maka metode Ordinary Least Square (OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi model untuk data panel yang disebut dengan Pooled Estimation. Metode ini mengasumsikan bahwa intersep α dan slope β konstan, berlaku untuk seluruh individu.

2. Fixed Effect Model (FEM)

Fixed Effect Model memasukkan unsur variabel dummy sehingga intersept bervariasi antar individu maupun antar unit waktu. FEM lebih tepat digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu atau apabila syarat (3) dilanggar, yaitu terdapat korelasi antara ɛit dan xit. Menurut Juanda (2009), dalam membedakan intersep dapat digunakan peubah dummy, sehingga metode ini juga dikenal dengan model Least Square Dummy Variable (LSDV).

3. Random Effect Model (REM)

Pada REM intersep diintegrasikan ke dalam komponen error εit sehingga menjadi cross section error (αi), time series error (αt), dan combination error (αit). Random Effect akan lebih tepat digunakan jika

memang benar bahwa tidak ada hubungan antara ɛit dan xit. Karena jika ɛit dan xit berkorelasi maka estimasi menggunakan REM akan bias.

Pemilihan Model Terbaik

Berdasarkan asumsi model yang sudah dijelaskan sebelumnya akan dilakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan Uji Chow untuk memilih antara Pooled Model dan Fixed Effect Model (FEM), serta Uji Hausman untuk menentukan lebih tepat menggunakan Random Effect Model (REM) atau Fixed Effect Model (FEM).

1. Chow Test

Chow Test atau sebutan lainnya pengujian F Statistic adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Seperti yang telah diketahui, terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat kemungkinan setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:

H0 : Model Pooled Least Square

(29)

19 Jika ketika nilai PLS, p-value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka cukup bukti untuk melakukan penolakan H0. Sehingga

model yang digunakan adalah fixed effect, begitu pun sebaliknya. 2. Hausman Test

Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih penggunaan Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Seperti yang telah diketahui bahwa penggunaan model fixed effect model mengandung unsur trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect model juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat.

Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 :Random Effect Model

H1 :Fixed Effecgt Model

Nilai statistik Hausman Testakan dibandingkan dengan nilai Chi-square sebagai dasar penolakan H0. Jika nilai χ2-statistik hasil pengujian lebih besar dari χ2

-tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan pada H0 sehingga pendekatan yang digunakan adalah model fixed effect, begitu

pun sebaliknya.

Pengujian Asumsi Klasik

Tiga masalah yang seringkali muncul sehingga mengakibatkan asumsi dasar model regreasi tidak terpenuhi yaitu multikolinearitas, heteroskedastisitas, danautokorelasi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error terms mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas diaplikasikan dengan menggunakan tes Jarque-Bera, jika nilai probabilitas lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata yang digunakan maka error terms dalam model sudah menyebar normal.

2. Multikolinearitas

Multikolinearitas menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat antar variabel peubah bebas. Jika dalam uji-F menyimpulkan minimal ada peubah bebas yang berpengaruh nyata (signifikan) dalam model atau memiliki R2 (R squared)-nya yang tinggi, tetapi dalam uji-t tidak ada koefisien yang signifikan karena simpangan baku koefisiennya besar. Adanya multikolinearitas menyebabkan interpretasi pada model menjadi sulit (Juanda 2009).

3. Heteroskedastisitas

Dalam regresi linear berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi

adalah ragam sisaan (εt) sama atau homogen, atau dengan kata lain Var (εt) = E (εt2) = σ2 untuk tiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam

(30)

20

heteroskedastisitas menyebabkan model menjadi tidak efisien, meskipun penduga tidak bias dan konsisten.

4. Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Autokorelasi dapat diketahui dengan melihat nilai Durbin Watson (DW) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan pengujian dengan membandingkan DW statistik dengan DW tabel dengan ketentuan sebagai berikut.

Uji Statistik

Pengujian Koefisian Regresi Secara Simultan (Uji F-Statistik)

Uji-F digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel bebas secara serentak terhadap variabel tidak bebas. Adapun pengujiannya dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati 2004):

� =

2/(� −1)

1− 2/(� − �)

F = Nilai F hitung

R2 = Koefisien determinan (R-Square) k = Banyaknya variabel dalam penelitian n = Banyaknya sampel

Dengan derajat kebebasan (df) = (k-1)(n-1) dan tingkat keyakinan 95% atau

α = 0,05.

Hipotesis Statistik: a. H0: bi=0 (i = 0,1,..., n)

Artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

b. H0: bi≠0 (i = 0,1,...,n) atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel bebas tidak sama dengan nol

Artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

Kriteria Pengujian:

a. H0 diterima jika F hitung = F tabel, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable).

Tabel 5Kerangka identifikasi autokorelasi

Nilai DW Hasil

4 - dL< DW < 4 Tolak H0 : terdapat autokorelasi negatif

4 - dL< DW < 4 - dU Hasil tidak dapat ditentukan

2 < DW < 4 – dU Terima H0 : tidak terdapat autokorelasi

dU< DW < 2 Terima H0 : tidak terdapat autokorelasi

dL< DW <dU Hasil tidak dapat ditentukan

(31)

21 b. H0 ditolak jika F hitung > F tabel, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable).

Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t-Statistik)

Uji-t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Adapun pengujiannya dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati 2004):

� = ��

��

t = nilai t hitung

bi = koefisien regresi variabel bebas ke-i

Sbi = kesalahan baku regresi standar eror koefisien regresi variabel bebas ke-i

Dengan derajat kebebasan (df) = (n-k) dan tingkat keyakinan 95% atau α = 0,05.

Hipotesis Statistik: a. H0: bi=0 (i = 0,1,..., n)

Artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

b. H0: bi≠0 (i = 0,1,...,n) atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel bebas tidak sama dengan nol

Artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

Kriteria Pengujian:

a. H0 diterima jika t hitung negatif = t tabel = t hitung positif, artinya variabel

bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable).

b. H0 ditolak jika t hitung = t tabel atau t hitung positif = t tabel, artinya

variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perkembangan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Timur

(32)

22

lapangan pekerjaan yang tersedia tidak dapat menampung jumlah angkatan kerja, maka akan menimbulkan masalah pengangguran.

Menurut Badan Pusat Statistik (2013), keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur dapat diamati dari dua aspek yaitu aspek ketersediaan dan kebutuhan. Idealnya kedua aspek tersebut berada pada posisi yang seimbang sehingga jumlah kebutuhan kerja dapat terpenuhi dari jumlah tenaga kerja yang tersedia dan permasalahan pengangguran dapat dihindari. Namun hingga tahun 2013, kondisi normal yang diharapkan belum tercapai. Jumlah pengangguran setiap tahunnya selalu bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk. Salah satu faktor penyebab ketidakseimbangan antara jumlah persediaan dan kebutuhan tenaga kerja adalah faktor pertumbuhan ekonomi yang belum berbasis investasi, sehingga belum mampu menyerap tenaga kerja yang memadai. Rendahnya kualitas penduduk usia kerja juga menjadi salah satu penyebab sulitnya mendapatkan pekerjaan yang memadai.

Tahun 2014 jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas di Jawa Timur sebanyak 29 juta orang dengan angkatan kerja sebesar 68.12%. Persentase penduduk yang bekerja sebesar 95.81%sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4.19%. Tabel 7 menjelaskan bahwa jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan setiap tahunnya dari tahun 2011 hingga tahun 2014. Jumlah pengangguran mengalami fluktuasi dan puncak tertinggi terjadi pada tahun 2013 dengan jumlah pengangguran sebanyak 871 338 jiwa. Besarnya persentase tingkat pengangguran yang hampir mendekati 4% mengindikasikan bahwa keadaan tenaga kerja di Jawa Timur telah mencapai full employment. Akan tetapi, tingkat pengangguran meningkat cukup besar sejak pada tahun 2013. Meningkatnya pengangguran disebabkan oleh pola pikir sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa bekerja harus di instansi pemerintah atau perusahaan. Sementara di kedua lini tersebut kesempatan kerja masih sangat terbatas. Selain itu masalah lain yang dihadapi ketenagakerjaan Jawa Timur adalah rendahnya kualitas tenaga kerja yang tersedia (BPS 2013).

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, atau sedang mempersiapkan usaha, atau merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, atau sudah memiliki pekerjaan namun belum mulai bekerja. Jumlah pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna sebagai acuan bagi pemerintah dalam penyediaan

Tabel 6 Penduduk Jawa Timur usia 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan

Jenis Kegiatan 2011 2012 2013 2014

Angkatan Kerja 19 761 886 19 901 558 20 137 795 20 149 998 Bekerja 18 940 340 19 081 995 19 266 457 19 306 508 Pengangguran 821 546 819 563 871 338 843 490 Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) (%)

69.49 69.62 69.92 68.12

Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) (%) 4.25 4.12 4.33 4.19

(33)

23 lapangan kerja baru. Tren indikator ini juga menunjukkan keberhasilan program ketenagakerjaan setiap tahunnya (Maulia 2014).

Jawa Timur memiliki tiga sektor andalan (leading sector) yaitu sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, dan sektor pertanian. Ketersediaan tenaga kerja yang cukup memadai di Jawa Timur diharapkan dapat terserap di sektor-sektor unggulan tersebut. Persentase jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor ekonomi dapat menjadi salah satu indikator untuk mengukur penyerapan tenaga kerja. Tabel 7 menunjukkan persentase terserapnya tenaga kerja di sektor-sektor ekonomi di Jawa Timur.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja karena pertanian merupakan sektor ekonomi yang bersifat padat modal. Kendati dapat menyerap banyak tenaga kerja namun sektor pertanian kurang memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi sehingga lambat laun semakin ditinggalkan. Selanjutnya sektor yang menyerap banyak tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan. Industri pengolahan merupakan sektor yang sebagian besar proses produksinya berbasis padat modal, walaupun ada sebagian industri yang masih berbasis padat karya pada proses produksinya. Hal tersebut yang menyebabkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan tidak sebanyak penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan perdagangan. Meskipun tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja, namun sektor industri pengolahan memberikan konstribusi yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi khususnya di Jawa timur. Oleh sebab itu, pemerintah provinsi mulai membangun sektor industri pengolahan agar berkembang dan mengarahkan industri-industri tersebut untuk menyerap tenaga kerja di wilayah Jawa timur.

Industri alas kaki merupakan salah satu subsektor industri yang sedang dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur karena memiliki potensi yang cukup tinggi, sehingga industri alas kaki telah ditetapkan sebagai salah satu industri prioritas yang dikembangkan dengan pendekatan model klaster atau aglomerasi yaitu pengelompokan industri inti, industri penunjang, dan jasa penunjang lainnya. Industri penyedia infrastruktur dan kelembagaan yang saling terkait dan mendukung peningkatan efisiensi juga diperlukan sehingga dapat tercipta daya saing yang tinggi. Selain itu, Jawa Timur juga merupakan sentra industri alas kaki yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian. Perkembangan industri ini ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah industri alas kaki setiap tahunnya. Peningkatan jumlah industri juga diiringi dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada industri ini seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 6.

Tabel 7Persentase penduduk Jawa Timur usia 15 tahun ke atas menurut lapangan kerja utama

Lapangan Kerja 2011 2012 2013 2014

Pertanian 39.70 39.16 37.44 37.61

Industri Pengolahan 14.07 14.86 14.40 14.38

Perdagangan 20.63 20.09 21.01 20.86

Jasa Kemasyarakatan 12.98 13.06 15.63 13.96

Lainnya 12.61 12.83 11.52 13.19

(34)

24

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa sektor industri alas kaki mampu menyerap cukup banyak tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur. Pemerintah provinsi telah melakukan banyak perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur guna menunjang proses produksi dan distribusi, sehingga banyak perusahaan yang mendirikan perusahaan atau merelokasi perusahaannya ke Jawa Timur. Hal tersebut yang menyebabkan kesempatan kerja dari subsektor ini terus meningkat.

Meskipun Jawa Timur memiliki potensi yang cukup tinggi dalam mendukung pengembangan industri alas kaki, Jawa Timur juga mengalami kendala dari sisi ketenagakerjaan yaitu masih terbatasnya tenaga terampil dalam menjahit sepatu dan alas kaki serta mahalnya biaya produksi karena tingginya tingkat upah.

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

Nilai Upah Minimum Kabupaten (UMK), jumlah produksi, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA), dan jumlah unit industri merupakan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini. Terdapat tiga pendekatan model estimasi dalam menganalisis faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur yaitu Pooled Ordinary Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Penyusunan data panel dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, uji chow yang digunakan untuk membandingkan pooled least square dengan fixed effect. Kedua, uji hausman yang digunakan untuk membandingkan random effect dengan fixed effect. Ketiga, membuat estimasi model atau persamaan dengan menentukan koefisien masing-masing variabel bebas.

Pemilihan Model Terbaik

Berdasarkan hasil dari uji chow yang menunjukkan nilai probability (0.0000) lebih kecil dari alpha 5% maka tolak H0 artinya model yang terpilih

adalah FEM. Adapun hasil dari uji hausman menunjukkan nilai probability (0.0000) lebih kecil dari alpha 5% maka tolak H0 yang artinya model

terpilihadalah FEM. Jadi dapat disimpulkan model terbaik yang terpilih untuk penelitian ini adalah FEM.

Sumber: SAKERNAS BPS, 2007-2012

Gambar 6 Jumlah tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur

(35)

25

Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah residual data penelitian menyebar normal atau tidak. Berdasarkan asumsi kenormalan ini, maka akan didapatkan koefisien regresi yang bersifat Best Linear Unbiased Estimated (BLUE). Pada data panel, normal atau tidaknya error terms dapat dilihat dari nilai probabilitas yang terdapat pada histogram-normality test. Jika nilai

probabilitasnya lebih besar dari alpha (α), maka error termsmenyebar normal. Berdasarkanhasil pengujian model diperoleh hasil bahwa probabilitas jerque-beralebih besar dari α (0.052843 > 0.05) dan nilai probabilitas yang juga lebih

besar dari α (0.973924 > 0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa model penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur ini sudah memiliki error terms yang menyebar normal.

Uji Multikolinearitas

Salah satu asumsi dasar model regresi adalah tidak adanya hubungan linear antar variabel bebas dalam model. Cara untuk mengetahui adanya multikolinearitas antar variabel bebas dalam model adalah dengan melihat nilai correlation matrix antar variabel bebas. Model dinyatakan terbebas dari multikolinearitas apabila nilai correlation matrix antar variabelnya tidak lebih besar dari 0.8. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diperoleh nilai coefisien matrix antar variabel bebas lebih kecil dari 0.8 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah mutikolinearitas antar variabel yang diteliti.

Uji Heteroskedastisitas

Asumsi heteroskedastisitas adalah asumsi dalam regresi yang menjelaskan bahwa varian dari residual tidak sama untuk pengamatan satu ke pengamatan lainnya. Heteroskedastisitas dapat dilihat dengan membandingkan nilai sum squared resid pada weighted statistics dan unweighted statistics. Jika nilai sum squared resid pada weighted statistics lebih besar dari sum squared residpada unweighted statistics maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil estimasi pada model penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur diperoleh nilai sum squared residpada weighted statistics lebih besar daripada sum squared residpada unweighted statistic, yaitu 129.3110 > 29.11554. Hal ini menunjukkan bahwa model penelitian ini tidak mengalami heteroskedastisitas.

Uji Autokorelasi

Asumsi selanjutnya adalah tidak adanya korelasi antar error yang dihasilkan. Cara mendeteksiautokorelasi adalah dengan uji Durbin-Watson (DW)

dengan jumlah observasi 132, jumlah variabel independen sebanyak 5, dan α

sebesar 5% maka diperoleh nilai Durbin-Watson tabel dengan dL sebesar 1.65388

dan dU sebesar 1.77856. Hasil estimasi menunjukkan Durbin-Watson stat sebesar

2.107684 yang berada dalam selang dU< DW < 4-dU. Berdasarkan hasil tersebut

(36)

26

Uji Statistik

Nilai R2 yang diperoleh dari hasil perhitungan sebesar 0.998219, artinya penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur dapat dijelaskan oleh UMK, jumlah produksi, PMDN, PMA, dan jumlah unit industri sebesar 99.82% sedangkan sisanya sebesar 0.18% dijelaskan oleh variabel lain di luar model

Pada tingkat kepercayaan 95% (taraf nyata 5%), nilai probabilitasf-statistic yaitu 0.000000 lebih kecil dari 0.05. Hal ini berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap jumlah tenaga kerja subsektor industri alas kaki sebagai variabel terikat.

Hasil uji t yang terdapat pada Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Uji t menggunakan t-statistik dengan taraf nyata 5% pada semua variabel kecuali variabel UMK yang menggunakan taraf nyata 10%. Hasil uji yang dilakukan diperoleh bahwa nilai probability dari variabel jumlah produksi, PMDN, PMA, dan jumlah unit industri lebih kecil dari 5%, artinya variabel jumlah produksi, PMDN, PMA, dan jumlah unit industri berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur dengan tingkat kepercayaan 95%. Sementara itu variabel UMK memiliki nilai probability lebih kecil dari 10%, artinya variabel UMK berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur dengan tingkat kepercayaan 90%.

Tabel 8 Hasil estimasi fakor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja subsektor industri alas kaki di Jawa Timur

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LNUMK -0.052435 0.031369 -1.671587 0.0973**

LNPROD 0.055892 0.004160 13.43509 0.0000*

LNPMDN -0.010904 0.005431 -2.007754 0.0470* LNPMA -0.010174 0.002574 -3.592827 0.0001*

LNIND 0.382911 0.019533 19.60366 0.0000*

C 6.080965 0.425328 14.29711 0.0000*

Weighted Statistics

R-square 0.998219 Sum squared resid 129.3110

Prob 0.000000 Durbin-Watson stat 2.107684

Unweight Statistics

R-square 0.932426 Sum squared resid 29.11554

Durbin-Watson Stat 1.079290

Gambar

Tabel 1 Produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000
Tabel 2Jumlah perusahaan alas kaki di Indonesia, 2007-2012
Tabel 4Jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa (ribu jiwa)
Gambaran Penyerapan
+3

Referensi

Dokumen terkait

penelitian Illing (1916), yang menunjukkan bahwa endapan sedimen dalam cekungan tertentu cenderung mengandung kumpulan mineral berat tertentu, telah mendorong munculnya apa

Kemangkiran atau tidak masuk kerja (absen) karyawan tanpa alasan merupakan keadaan yang tidak menguntungkan perusahaan. Dengan tingkat absesi diatas 3 persen, ini

digunakan sebagai anode SOFC. Bahan ini merupakan insulator listrik dan.. Keramik CSZ-Ni dibuat dari CSZ dan NiO. Dalam. pembuatannya dilakukan proses reduksi untuk

Hermawati, Nofia.dkk. Aplikasi Teknologi Nuklir untuk Penentuan Kandungan Unsur Abu Vulkanik Gunung Merapi Pasca Erupsi 2010 dengan Metode Analisis Aktivitas Neutron Cepat.

Intan Noviana (2009:5) mengatakan salah satu ciri khas metode membaca tanpa mengeja adalah pada tahap awal anak tidak langsung dikenalkan dengan huruf, apalagi sampai

Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum, bernilai positif yang mengindikasikan bahwa terjadi pertumbuhan kesempatan kerja yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Media kartu huruf dapat menarik perhatian anak dan meningkatkan rasa ingin tahu anak dalam pembelajaran membaca, tindakan kelas berupa

Rancang bangun alat proteksi kebakaran akibat kebocoran gas pada tabung LPG 3 kg ini bertujuan untuk memenuhi permintaan konsumen terhadap alat yang mampu melokalisir, mendeteksi