ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA
PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM
DI KABUPATEN BOGOR
OLEH ERNI YULIARTI
H14102092
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
ERNI YULIARTI, Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum di Kabupaten Bogor (dibimbing oleh FIFI DIANA THAMRIN).
Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah umum dan mendasar yang dihadapi oleh hampir semua negara di dunia, antara lain terkait dengan masalah kesempatan kerja, tingkat upah yang rendah dan produktivitas yang rendah. Secara umum, upah mempunyai kedudukan strategis, baik bagi pekerja dan keluarganya, bagi perusahaan maupun bagi kepentingan nasional. Keseimbangan tingkat upah dengan kebutuhan hidup minimum pekerja dan kemajuan perusahaan perlu terus diupayakan, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menetapkan kebijakan tingkat upah minimum, sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER-03/MEN/1997 tentang Upah Minimum Regional.
Kenaikan upah minimum bagi pekerja akan memperbaiki daya beli mereka yang akhirnya akan mendorong kegairahan bekerja dan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Tetapi disisi lain hal ini akan semakin mengurangi kesempatan kerja bagi angkatan kerja di tanah air pada umumnya dan wilayah Kabupaten Bogor Pada khususnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat pasca kebijakan upah minimum. Menganalisis pertumbuhan kesempatan kerja persektor usaha, serta menganalisis pengaruh kebijakan upah minimum terhadap komponen pertumbuhan wilayah (Pertumbuhan Regional, Pertumbuhan Proporsional, Pertumbuhan Pangsa Wilayah) di Kabupaten Bogor.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Shift Share, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis mengenai perubahan kesempatan kerja pada dua titik waktu di wilayah Kabupaten Bogor dengan menggunakan data sebelum dan pasca kebijakan upah minimum kota. Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah data kesempatan kerja Kabupaten Bogor maupun kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat, untuk tahun sebelum kebijakan upah minimum yaitu tahun 1992-1997 dengan tahun dasar analisis tahun 1992 dan tahun akhir analisis tahun 1997. Sedangkan untuk tahun setelah kebijakan upah minimum data yang digunakan adalah data tahun 1998-2004 dengan tahun dasar analisis tahun 1998 dan tahun akhir analisis tahun 1998-2004.
Hasil penelitian yang dilakukan dengan perhitungan Shift Share
menyebutkan bahwa adanya penurunan sebesar 2,15 persen pada pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum, penurunan ini menunjukkan adanya pengaruh negatif dari kebijakan tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat yang mengalami penurunan sebesar 2,47 persen pasca kebijakan upah minimum.
kerja terbesar pasca kebijakan upah minimum adalah sektor usaha keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan yaitu sebesar 56,32 persen.
Keseluruhan nilai komponen Pertumbuhan Regional (PR) bernilai negatif, hal tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan nasional mengenai ketenagakerjaan memberikan pengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum, bernilai positif yang mengindikasikan bahwa terjadi pertumbuhan kesempatan kerja yang cepat jika dilihat dari keseluruhan sektor usaha yang ada yaitu sebesar 1,15 persen. Pengaruh daya saing merupakan komponen ketiga dari perubahan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor yang setara dengan perubahan nasional, menyebabkan secara keseluruhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor menurun sebesar 1,34 persen.
ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA
PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM
DI KABUPATEN BOGOR
Oleh : ERNI YULIARTI
H14102092
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Erni Yuliarti
Nomor Registrasi Pokok : H14102092
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum di Kabupaten Bogor
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Erni Yuliarti
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Erni Yuliarti lahir pada tanggal 10 Juli 1985 di Bogor,
sebuah kota yang berada di Propinsi Jawa Barat. Penulis anak kedua dari empat
bersaudara, dari pasangan Suwarno dan Maemunah. Jenjang pendidikan penulis
dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada tahun 1996 di
SDN Cibinong III, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri I Cibinong dan lulus
pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 8 Bogor
dan lulus pada tahun 2002.
Pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
proposal penelitian ini. Judul proposal penelitian ini adalah “Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum Di Kabupaten Bogor”. Judul ini dipilih penulis karena rasa ketertarikannya terhadap kebijakan upah minimum yang harus diambil pemerintah yang bertepatan dengan
terjadinya krisis moneter. Kebijakan upah minimum yang ditetapkan pemerintah
pada saat itu, berdampak langsung terhadap kesempatan kerja di Indonesia. Tetapi
dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada satu wilayah yaitu Kabupaten
Bogor. Dengan alasan Kabupaten memiliki potensi yang cukup besar
dimasing-masing sektor perekonomiannya. Diharapkan dengan adanya penelitian ini
menjadi sumber informasi untuk pertimbangan bagi pemerintah daerah Propinsi
Jawa Barat dalam menetapkan tingkat upah minimum kabupaten/kota.
Adapun dalam proses penyusunannya, skripsi ini banyak dibantu oleh
berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Dalam hal ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Fifi Diana Thamrin yang telah memberikan bimbingan dan
wawasannya baik secara teknis maupun teoritis yang sangat berharga bagi
penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Wiwiek Rindayanti selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan yang berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Jaenal Effendi selaku komisi pendidikan yang telah memberikan
kritik dan saran yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini.
4. Staf Disnaker Kabupaten Bogor, staf Badan Pusat Statistik serta para staf
Perpustakaan LSI IPB yang telah membantu penulis dalam pengambilan
data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi serta
staf akademik FEM IPB yang telah membantu penulis selama
6. Kedua orang tua dan saudara-saudara penulis atas kasih sayang, perhatian,
semangat dan do’a yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis.
7. Teman-teman penulis di Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 39 serta
sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini.
Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang
membutuhkan.
Bogor, Agustus 2006
DAFTAR ISI Sektor-sektor Perekonomian (Nilai ri, Ra, Ri)... 22
2.3.6. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 22
2.3.7. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian... 23
ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA
PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM
DI KABUPATEN BOGOR
OLEH ERNI YULIARTI
H14102092
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
ERNI YULIARTI, Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum di Kabupaten Bogor (dibimbing oleh FIFI DIANA THAMRIN).
Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah umum dan mendasar yang dihadapi oleh hampir semua negara di dunia, antara lain terkait dengan masalah kesempatan kerja, tingkat upah yang rendah dan produktivitas yang rendah. Secara umum, upah mempunyai kedudukan strategis, baik bagi pekerja dan keluarganya, bagi perusahaan maupun bagi kepentingan nasional. Keseimbangan tingkat upah dengan kebutuhan hidup minimum pekerja dan kemajuan perusahaan perlu terus diupayakan, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menetapkan kebijakan tingkat upah minimum, sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER-03/MEN/1997 tentang Upah Minimum Regional.
Kenaikan upah minimum bagi pekerja akan memperbaiki daya beli mereka yang akhirnya akan mendorong kegairahan bekerja dan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Tetapi disisi lain hal ini akan semakin mengurangi kesempatan kerja bagi angkatan kerja di tanah air pada umumnya dan wilayah Kabupaten Bogor Pada khususnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat pasca kebijakan upah minimum. Menganalisis pertumbuhan kesempatan kerja persektor usaha, serta menganalisis pengaruh kebijakan upah minimum terhadap komponen pertumbuhan wilayah (Pertumbuhan Regional, Pertumbuhan Proporsional, Pertumbuhan Pangsa Wilayah) di Kabupaten Bogor.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Shift Share, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis mengenai perubahan kesempatan kerja pada dua titik waktu di wilayah Kabupaten Bogor dengan menggunakan data sebelum dan pasca kebijakan upah minimum kota. Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah data kesempatan kerja Kabupaten Bogor maupun kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat, untuk tahun sebelum kebijakan upah minimum yaitu tahun 1992-1997 dengan tahun dasar analisis tahun 1992 dan tahun akhir analisis tahun 1997. Sedangkan untuk tahun setelah kebijakan upah minimum data yang digunakan adalah data tahun 1998-2004 dengan tahun dasar analisis tahun 1998 dan tahun akhir analisis tahun 1998-2004.
Hasil penelitian yang dilakukan dengan perhitungan Shift Share
menyebutkan bahwa adanya penurunan sebesar 2,15 persen pada pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum, penurunan ini menunjukkan adanya pengaruh negatif dari kebijakan tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat yang mengalami penurunan sebesar 2,47 persen pasca kebijakan upah minimum.
kerja terbesar pasca kebijakan upah minimum adalah sektor usaha keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan yaitu sebesar 56,32 persen.
Keseluruhan nilai komponen Pertumbuhan Regional (PR) bernilai negatif, hal tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan nasional mengenai ketenagakerjaan memberikan pengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum, bernilai positif yang mengindikasikan bahwa terjadi pertumbuhan kesempatan kerja yang cepat jika dilihat dari keseluruhan sektor usaha yang ada yaitu sebesar 1,15 persen. Pengaruh daya saing merupakan komponen ketiga dari perubahan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor yang setara dengan perubahan nasional, menyebabkan secara keseluruhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor menurun sebesar 1,34 persen.
ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA
PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM
DI KABUPATEN BOGOR
Oleh : ERNI YULIARTI
H14102092
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Erni Yuliarti
Nomor Registrasi Pokok : H14102092
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum di Kabupaten Bogor
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Erni Yuliarti
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Erni Yuliarti lahir pada tanggal 10 Juli 1985 di Bogor,
sebuah kota yang berada di Propinsi Jawa Barat. Penulis anak kedua dari empat
bersaudara, dari pasangan Suwarno dan Maemunah. Jenjang pendidikan penulis
dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada tahun 1996 di
SDN Cibinong III, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri I Cibinong dan lulus
pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 8 Bogor
dan lulus pada tahun 2002.
Pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
proposal penelitian ini. Judul proposal penelitian ini adalah “Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum Di Kabupaten Bogor”. Judul ini dipilih penulis karena rasa ketertarikannya terhadap kebijakan upah minimum yang harus diambil pemerintah yang bertepatan dengan
terjadinya krisis moneter. Kebijakan upah minimum yang ditetapkan pemerintah
pada saat itu, berdampak langsung terhadap kesempatan kerja di Indonesia. Tetapi
dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada satu wilayah yaitu Kabupaten
Bogor. Dengan alasan Kabupaten memiliki potensi yang cukup besar
dimasing-masing sektor perekonomiannya. Diharapkan dengan adanya penelitian ini
menjadi sumber informasi untuk pertimbangan bagi pemerintah daerah Propinsi
Jawa Barat dalam menetapkan tingkat upah minimum kabupaten/kota.
Adapun dalam proses penyusunannya, skripsi ini banyak dibantu oleh
berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Dalam hal ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Fifi Diana Thamrin yang telah memberikan bimbingan dan
wawasannya baik secara teknis maupun teoritis yang sangat berharga bagi
penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Wiwiek Rindayanti selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan yang berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Jaenal Effendi selaku komisi pendidikan yang telah memberikan
kritik dan saran yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini.
4. Staf Disnaker Kabupaten Bogor, staf Badan Pusat Statistik serta para staf
Perpustakaan LSI IPB yang telah membantu penulis dalam pengambilan
data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi serta
staf akademik FEM IPB yang telah membantu penulis selama
6. Kedua orang tua dan saudara-saudara penulis atas kasih sayang, perhatian,
semangat dan do’a yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis.
7. Teman-teman penulis di Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 39 serta
sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini.
Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang
membutuhkan.
Bogor, Agustus 2006
DAFTAR ISI Sektor-sektor Perekonomian (Nilai ri, Ra, Ri)... 22
2.3.6. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 22
2.3.7. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian... 23
III. METODE PENELITIAN... 28
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 28
3.3. Metode Analisis ... 29
3.3.1. Analisis Kesempatan Kerja Kabupaten Bogor dan Kesempatan Kerja Propinsi Jawa Barat ... 29
3.3.2. Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten dan Kesempatan Kerja Propinsi (Nilai ri, Ra, Ri) ... 32
3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 33
3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian... 37
3.3.5. Definisi Operasional Data... .. 38
IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR ... .. 43
4.1. Geografi dan Pemerintahan... 43
4.2. Penduduk dan Ketenagakerjaan ... 45
4.3. PDRB dan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor... 47
4.4. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Bogor ... 50
V. ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA... 53
5.1. Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Kabupaten Bogor dan Jawa Barat Pasca Kebijakan Upah Minimum ... 53
5.2. Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten Bogor Pasca Kebijakan Upah Minimum (Nilai ri, Ra, Ri) ... 58
5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah... 61
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
6.1. Kesimpulan ... 74
6.2. Saran... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 77
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1.1. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha di
Kabupaten Bogor Pra Kebijakan Upah Minimum (Jiwa) ... 2
1.2. Upah Minimum di Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa
Barat... 4
1.3. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha di
Kabupaten Bogor Pasca Kebijakan Upah Minimum (Jiwa) ... 5
4.1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun
2002-2004 (Jiwa) ... 44
4.2. Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja di Kabupaten
Bogor Tahun 2001-2004 (Jiwa)... 46
4.3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kabupaten Bogor
Tahun 2001-2005 (%)... 47
4.4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Bogor Tahun
2001-2005 (Jiwa) ... 47
4.5. Perbandingan PDRB dan PAD Kabupaten Bogor Tahun 2000-2004 . 48
4.6. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
(Juta Rupiah) ... 49
4.7. Anggaran Pendapatan Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2004
(Rupiah) ... 50
4.8. Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2004 (Rupiah) ... 52
5.1. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Pasca Kebijakan Upah Minimum ... 53
5.2. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Pra
Kebijakan Upah Minimum ... 55
5.3. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Usaha di Propinsi Jawa Barat
Pasca Kebijakan Upah Minimum ... 56
5.4. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Usaha di Propinsi Jawa Barat
Pra Kebijakan Upah Minimum ... 57
5.5. Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten Bagor dan Propinsi Jawa Barat Pasca Kebijakan Upah Minimum (Nilai Ra, Ri, dan ri) ... 59 5.6. Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten Bagor dan Propinsi Jawa Barat
Pra Kebijakan Upah Minimum (Nilai Ra, Ri, dan ri)... 60 5.7. Analisis Shift Share Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor
5.8. Analisis Shift Share Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor
Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun 1992-1997 .. 63
5.9. Analisis Shift Share Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional, Tahun 1998-
2004 ... 64
5.10. Analisis Shift Share Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional, Tahun 1992-
1997 ... 66
5.11. Analisis Shift Share Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor
Berdasarkan Komponen Pangsa Wilayah, Tahun 1998-2004 ... 67
5.12. Analisis Shift Share Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor
Berdasarkan Komponen Pangsa Wilayah, Tahun 1992-1998 ... 68
5.13. Pergeseran Bersih Kabupaten Bogor Tahun 1998 dan 2004 ... 68
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 2.1. Kurva Permintaan Tenaga Kerja... 14
2.2. Model Analisis Shift Share... 18 2.3. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian... 23
2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 27
5.1. Profil Pertumbuhan Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Tahun 1998- 2004 ... 71
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman 1. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha
di Kabupaten Bogor Tahun 1992-1998 ... 79
2. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha
di Kabupaten Bogor Tahun 1999-2004 ... 80
3. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha
di Propinsi Jawa Barat Tahun 1992-1998... 81
4. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha
di Propinsi Jawa Barat Tahun 1999-2004... 82
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah umum dan mendasar yang
dihadapi oleh hampir semua negara di dunia, antara lain terkait dengan masalah
kesempatan kerja, tingkat upah yang rendah dan produktivitas yang rendah.
Masalah ini juga merupakan masalah yang kompleks dimana didalamnya
mengandung dimensi ekonomis, dimensi sosial, kesejahteraan dan dimensi sosial
politik (Tjiptoherijanto, 2000).
Secara umum, upah mempunyai kedudukan strategis, baik bagi pekerja
dan keluarganya, bagi perusahaan maupun bagi kepentingan nasional. Bagi
pekerja, upah diperlukan untuk membiayai hidup dirinya dan keluarganya serta
sebagai perangsang bagi peningkatan produktivitas. Bagi perusahaan, upah
merupakan salah satu komponen biaya produksi yang dipandang dapat
mengurangi laba yang dihasilkan. Maka perusahaan berusaha untuk menekan
upah tersebut sampai pada tingkat yang paling minimum sehingga laba
perusahaan dapat ditingkatkan. Sedangkan bagi pemerintah, upah merupakan
sarana pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tabel 1.1 merupakan data tenaga kerja menurut sektor usaha di Kabupaten
Bogor, jangka waktu yang digunakan merupakan masa sebelum diberlakukannya
upah minimum. Dilihat dari total tenaga kerja, terjadi peningkatan penyerapan
tenaga kerja di Kabupaten Bogor sebelum kebijakan upah minimum diberlakukan.
perdagangan, hotel, dan restoran. Sedangkan sektor usaha yang paling sedikit
menyerap tenaga kerja adalah sektor usaha listrik, gas, dan air bersih.
Tabel 1.1. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Pra Kebijakan Upah Minimum
(jiwa)
No Sektor Usaha Tahun
1992 1993 1994 1995 1996 1997
1 Pertanian 287.280 276.552 309.109 198.615 251.100 180.873 2
Pertambangan dan
Penggalian 18.874 36.774 42.272 13.981 10.524 18.168 3 Industri Pengolahan 246.204 286.983 288.843 311.661 287.233 301.520 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 4.245 1.818 11.341 14.742 17.618 4.569 5 Bangunan /Konstruksi 70.613 82.170 111.515 137.594 130.807 103.600 6
Perdagangan,Hotel,dan
Restoran 317.268 272.646 252.810 375.997 363.632 430.526 7
Pengangkutan dan
Komunikasi 63.929 81.756 104.586 89.770 97.772 109.745 8
Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya 11.643 22.518 18.339 21.836 15.469 34.510 9 Jasa-jasa 175.180 280.566 270.972 278.372 314.754 310.247
Total 1.286.964 1.342.818 1.415.258 1.448.105 1.495.252 1.497.467
Sumber : BPS (Sakernas), 1992-1997.
Keseimbangan tingkat upah dengan kebutuhan hidup minimum pekerja
dan kemajuan perusahaan perlu terus diupayakan, salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah adalah dengan menetapkan kebijakan tingkat upah
minimum, sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER-03/MEN/1997
tentang Upah Minimum Regional Bab I Pasal 1 ayat (a) menyebutkan bahwa:
Upah Minimum Regional adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah
pokok termasuk tunjangan tetap di wilayah tertentu dalam suatu Propinsi.
Mulai tahun 2001, tingkat Upah Minimum Regional dikenal dengan
tingkat Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK).
Penetapan upah minimum merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas kerja dan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Penetapan ini juga
merupakan salah satu upaya pemerataan sekaligus sebagai salah satu jaring
Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) (Tjiptoherijanto, 2000). Sedangkan
berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
PER-17/VII/2005 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian Kebutuhan
Hidup Layak (KHL) maka kebijakan upah minimum harus diberlakukan di
Indonesia.
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah
Otonom maka kewenangan untuk menetapkan upah minimum yang semula
ditentukan pemerintah pusat melalui Departemen Tenaga Kerja dialihkan kepada
pemerintah daerah tingkat propinsi. Sejak saat itu, tingkat upah minimum nominal
dan riil (setelah diperhitungkan dengan tingkat inflasi) cenderung mengalami
kenaikan yang cukup besar di tiap propinsi.
Propinsi Jawa Barat merupakan daerah otonom sehingga pemerintah
daerahnya berhak melakukan kebijakan mengenai upah minimum untuk setiap
kabupaten/kota yang berada diwilayahnya berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.
Yang bertujuan untuk melindungi hak pekerja tanpa harus merugikan pihak
perusahaan sehingga tidak akan berpengaruh buruk pada kesempatan kerja di
Propinsi Jawa Barat.
Tabel 1.2 merupakan data upah minimum di beberapa kabupaten/kota
yang berada di Propinsi Jawa Barat. Selain berdasarkan kabupaten/kota, upah
minimum juga dapat ditentukan berdasarkan jenis usaha, yang juga memiliki
angka berbeda di setiap kabupaten/kota. Upah minimum kabupaten/kota tertinggi
berlaku di kota Depok yaitu sebesar Rp. 800.000,00 sedangkan upah minimum
Kuningan sebesar Rp. 450.000,00. Hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat yang berbeda- beda di setiap wilayah serta berdasarkan pada
faktor-faktor yang diperhitungkan pemerintah dalam menetapkan upah minimum.
Tabel 1.2. Upah Minimum di Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat
No Kabupaten/Kota Besarnya
1 Kota Sukabumi Rp. 550.000,00
2 Kota Depok Rp. 800.000,00
3 Kabupaten Sukabumi Rp. 450.000,00
4 Kabupaten Cianjur Rp. 470.000,00
5 Kabupaten Bogor Rp. 737.000,00
6 Kabupaten Kuningan Rp. 450.000,00
7 Kabupaten Subang Rp. 628.000,00
8 Kabupaten Karawang Rp. 750.000,00
9 Kabupaten Bandung Rp. 710.000,00
10 Kabupaten Sumedang Rp. 492.000,00
Sumber : Disnaker Kabupaten Bogor, 2006.
Kenaikan upah minimum bagi pekerja akan memperbaiki daya beli mereka
yang akhirnya akan mendorong kegairahan bekerja dan dapat meningkatkan
produktivitas kerja. Tapi, bagi pengusaha yang menganggap upah merupakan
biaya, kenaikan ini menyebabkan mereka harus menyesuaikan tingkat upah yang
harus mereka berikan kepada pekerja dengan tingkat upah minimum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Apalagi kenaikan tersebut terjadi pada saat
perekonomian di tiap daerah masih mengalami kelesuan setelah terjadinya krisis
moneter pertengahan tahun 1997 silam. Sehingga dengan adanya kenaikan upah
minimum ini, pengusaha cenderung mengurangi jumlah tenaga kerja yang mereka
gunakan dalam proses produksi. Hal ini semakin mengurangi kesempatan kerja
bagi angkatan kerja di tanah air pada umumnya dan wilayah Kabupaten Bogor
Pada khususnya (Tabel 1.3), akan tetapi dilain pihak pekerja yang mendapat upah
Tabel 1.3. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Pasca Kebijakan Upah Minimum
(jiwa)
No Sektor Usaha Tahun
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
1 Pertanian 174.148 227.545 313.584 377.410 342.492 241.818 272.734 2
Pertambangan dan
Penggalian 8.884 20.770 26.919 19.102 13.166 3.214 10.131 3 Industri Pengolahan 249.564 353.980 294.702 252.670 186.949 275.618 301.786 4
Listrik, Gas dan Air
Bersih 7.942 5.255 7.448 1.420 3.538 8.367 5.570 5 Bangunan /Konstruksi 123.038 98.005 100.636 70.268 79.828 63.659 87.586 6
Perdagangan,Hotel,dan
Restoran 378.712 493.240 410.913 259.634 307.608 346.414 332.340 7
Pengangkutan dan
Komunikasi 116.012 118.935 137.347 88.568 120.180 100.914 121.761 8
Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya 29.144 36.070 15.828 23.934 24.769 24.458 12.729 9 Jasa-jasa 282.336 403.455 312.158 190.992 172.134 188.994 195.616
Total 1.369.780 1.759.525 1.619.535 1.283.998 1.251.513 1.256.496 1.340.253
Sumber : BPS (Sakernas), 1998-2004.
Tabel 1.3 diatas merupakan data tenaga kerja yang bekerja menurut sektor
usaha di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum. Tahun 1998
merupakan tahun awal setelah diberlakukannya upah minimum pada tahun 1997
oleh pemerintah. Terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja dari tahun 1997
sebesar 1.497.467 jiwa (Tabel 1.1) menjadi 1.369.780 jiwa pada tahun 1998
(Tabel 1.3). Sedangkan dari tahun 1998 ke tahun 1999 terjadi peningkatan
penyerapan tenaga kerja yang cukup signifikan, akan tetapi penurunan terjadi lagi
dari tahun 1999 hingga tahun 2003. Dan dari tahun 2003 ke tahun 2004 terjadi
peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 83.757 jiwa di Kabupaten bogor.
I.2. Perumusan Masalah
Kebijakan upah minimum yang diambil pemerintah daerah sejak
diberlakukannya otonomi daerah dimaksudkan untuk mendorong kegairahan
bekerja dan dapat meningkatkan produktivitas kerja serta dapat mencukupi biaya
Perbedaan nilai nominal yang ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk
setiap wilayah dihitung berdasarkan kebutuhan hidup pekerja, biaya produksi
perusahaan dan kondisi masing masing daerah (Tjiptoherijanto, 2000). Sehingga
kebijakan yang diambil pemerintah daerah mengenai upah minimum diharapkan
dapat memberikan manfaat kepada seluruh pihak, baik bagi pekerja dan
keluarganya, bagi pengusaha, bagi kepentingan nasional dan regional, serta
bermanfaat pada pertumbuhan kesempatan kerja di suatu wilayah.
Dari uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor jika
dibandingkan dengan pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa
Barat pasca kebijakan Upah Minimum?
2. Bagaimana pertumbuhan kesempatan kerja persektor usaha di Kabupaten
Bogor pasca kebijakan upah minimum?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan upah minimum terhadap komponen
pertumbuhan wilayah (PR, PP, PPW) di Kabupaten Bogor?
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor jika
dibandingkan dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa
Barat pasca kebijakan upah minimum.
2. Menganalisis pertumbuhan kesempatan kerja persektor usaha di
Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum.
3. Menganalisis pengaruh kebijakan upah minimum terhadap komponen
I.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diangkat dalam
penelitian ini, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua
kalangan. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber
informasi sebagai pertimbangan bagi pemerintah daerah Propinsi Jawa Barat
dalam menetapkan tingkat upah minimum kabupaten/kota. Selain itu juga,
diharapkan penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau referensi untuk penelitian
berikutnya bagi kalangan mahasiswa.
I.5. Ruang Lingkup Penelitian
Kebijakan upah minimum yang dibahas dalam penelitian ini adalah
kebijakan Upah Minimum Regional (UMR) yang diberlakukan pemerintah pada
tahun 1997. Dengan menggunakan data kesempatan kerja Kabupaten Bogor
maupun kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat, untuk tahun sebelum kebijakan
upah minimum yaitu tahun 1992-1997 dengan tahun dasar analisis tahun 1992
dan tahun akhir analisis tahun 1997. Sedangkan untuk tahun setelah kebijakan
upah minimum data yang digunakan adalah data tahun 1998-2004 dengan tahun
dasar analisis tahun 1998 dan tahun akhir analisis tahun 2004. Perubahan
kesempatan kerja yang dianalisis mencakup sembilan sektor usaha yang ada di
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Ketenagakerjaan
Untuk analisis ketenagakerjaan, secara garis besar penduduk suatu negara
dibedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang
tergolong sebagai tenaga kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia
kerja. Di Indonesia, semula dipilih batas umur minimum 10 tahun tanpa batas
umur maksimum. Tetapi sejak tahun 1998, tenaga kerja didefinisikan sebagai
penduduk berumur 15 tahun atau lebih dan tanpa batas umur maksimum
(Simanjuntak, 1998).
Tenaga kerja (man power) dibagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu
angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah
penduduk dalam usia kerja yang sedang bekerja maupun yang sedang mencari
pekerjaan, sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja ialah penduduk dalam
usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak
mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar,
mahasiswa), mengurus rumah tangga (ibu-ibu dan bukan wanita karir), serta
menerima pendapatan tapi bukan menerima imbalan langsung atas jasa kerjanya
(pensiunan).
Selanjutnya, angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua kelompok, yaitu
pekerja dan penganggur. Pekerja ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan,
mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan (saat disensus atau disurvey)
sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja (misalnya petani yang sedang
menanti panen). Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan bekerja adalah
melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh upah dan membantu
memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu
jam secara kontinyu dalam seminggu yang lalu (seminggu sebelum pencacahan).
Termasuk dalam batasan ini adalah pekerja keluarga tanpa upah yang membantu
dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi.
Pasar tenaga kerja di Indonesia dapat dibedakan atas sektor formal dan
informal. Sektor formal atau sektor modern mencakup perusahaan-perusahaan
yang mempunyai status hukum, pengakuan dan izin resmi serta umumnya
berskala besar. Sebaliknya, sektor informal merupakan sektor yang memiliki
karakteristik sebagai berikut : (1) Kegiatan usaha umumnya sederhana; (2) Skala
usaha relatif kecil; (3) Usaha sektor informal umumnya tidak memiliki izin usaha;
(4) Untuk bekerja di sektor informal biasanya lebih mudah daripada di sektor
formal; (5) Tingkat penghasilan umumnya rendah; (6) Keterkaitan antara sektor
informal dengan usaha lain sangat kecil; (7) Usaha sektor informal sangat
beraneka ragam, seperti pedagang kaki lima , pedagang keliling, tukang cukur,
tukang loak serta usaha rumah tangga. Saat ini lebih dari 60 persen angkatan kerja
Indonesia terserap di sektor informal, sedangkan sisanya terserap di sektor formal.
2.1.2. Kebijakan Upah Minimum
Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, upah adalah hak
pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan
dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya
atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Sedangkan menurut Tjiptoherijanto (2000) Upah merupakan suatu
penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu
pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai
dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan
perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara
pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik untuk karyawan itu sendiri
maupun untuk keluarganya. Upah minimum merupakan upah yang ditetapkan
secara minimum regional, sektor regional, maupun sub-sektoral, dalam hal ini
upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan.
Dewasa ini paling tidak ada lima faktor utama yang diperhitungkan
pemerintah dalam menetapkan upah minimum yaitu:
1. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM)
2. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau tingkat inflasi
3. Perluasan Kesempatan Kerja
4. Upah pada umumnya yang berlaku secara regional
5. Tingkat perkembangan perekonomian daerah setempat.
Tujuan pemerintah dalam mengatur masalah pengupahan adalah untuk: (1)
Menjaga agar tingkat upah tidak merosot (berfungsi sebagai jaring pengaman);
(2) Meningkatkan daya beli pekerja yang paling bawah, (3) Mempersempit
kesenjangan secara bertahap antara mereka yang berpenghasilan tertinggi dan
2.1.3. Produktivitas dan Kesempatan Kerja
Dalam peningkatan produktivitas, perusahaan biasanya meningkatkan
kualitas barang modal seperti dibelinya mesin-mesin baru yang menghasilkan
nilai produksi lebih baik untuk mengganti mesin-mesin lama dan sudah tua.
Produktivitas tenaga kerja adalah ukuran untuk mengetahui berapa nilai
produksi atau nilai tambah yang dapat dihasilkan oleh seseorang tenaga kerja
dalam waktu tertentu. Petunjuk ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan
seseorang atau kelompok tenaga kerja dalam tahap produksi atau dalam
keseluruhan proses produksi (Ravianto, 1993).
Untuk menghitung produktivitas bisa dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain dengan menghitung perbandingan antara nilai output terhadap jumlah
tenaga kerja, atau dapat pula dilakukan dengan menghitung perbandingan nilai
tambah terhadap tenaga kerja.
Kesempatan kerja menurut Departemen Tenaga Kerja (1994) adalah
jumlah lapangan kerja dalam satuan orang yang dapat disediakan oleh sektor
ekonomi dalam kegiatan produksi. Dalam arti yang lebih luas, kesempatan kerja
ini tidak saja menyangkut jumlahnya, tetapi juga kualitasnya. Sedangkan menurut
Lipsey, et al. (1997) kesempatan kerja mengandung arti tenaga kerja dewasa
(di Amerika Serikat, didefinisikan pekerja berumur lebih dari 16 tahun) yang
bekerja penuh waktu.
Menurut Rusli (1995), yang didasarkan pada data sensus penduduk,
jumlah penduduk yang bekerja mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang
terbuka, walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja
yang ada di waktu yang akan datang.
Secara umum penciptaan kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor
pokok yaitu proses produksi dan pasar. Untuk adanya proses produksi diperlukan
investasi, dan dalam produksi, masukan yang berupa bahan, energi alam, dan
energi manusia, dengan menggunakan teknologi dikombinasikan untuk
menghasilkan barang dan jasa. Kemudian diperlukan pasar untuk
mendistribusikan hasil produksi kepada yang menggunakannya serta agar
produsennya memperoleh pendapatan. Selain itu, pasar diperlukan untuk
menyediakan masukan bagi proses produksi (Suroto, 1992 dalam Fudjaja, 2002).
2.1.4. Hubungan Upah Minimum dan Penyerapan Tenaga Kerja
Penetepan nilai upah minimum akan mempengaruhi penyerapan tenaga
kerja secara langsung. Besarnya penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan dapat
dilihat pada penerimaan yang diterima perusahaan dari penjualan output yang
dihasilkan oleh tenaga kerja. Dengan kesimpulan jika upah (w) mengalami
peningkatan, maka perusahaan akan menurunkan penyerapan tenaga kerja (lihat
Tenaga Kerja yang
Gambar 2.1. Kurva Permintaan Tenaga Kerja
Pada gambar 2.1 terlihat bahwa keseimbangan pasar tenaga kerja berada
pada titik keseimbangan E1 dengan tingkat upah adalah W1 dan tingkat
penggunaan tenaga kerja NTK1 yang ditentukan oleh interaksi permintaan D dan
penawaran S tenaga kerja. Adanya penetapan nilai upah minimum akan
meningkatkan tingkat upah menjadi E2 dan permintaan tenaga kerja akan menurun
NTK2. Penetapan nilai upah minimum mengakibatkan penawaran tenaga kerja yang
lebih tinggi (E3) dibandingkan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan (E2)
sehingga akan terjadi pengangguran (NTK2-NTK3).
2.2. Penelitian Terdahulu
Safrida (1999) dengan model ekonometrikanya dalam “Dampak Kebijakan
Upah Minimum dan Makro ekonomi Terhadap Laju Inflasi, Kesempatan Kerja
Serta Keragaman Permintaan dan Penawaran Agregat” menyimpulkan bahwa
pengaruh peningkatan upah minimum terhadap penawaran dan permintaan tenaga
kerja sektor pertanian berpengaruh nyata, sedangkan terhadap permintaan tenaga
keadaan ini, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan
penetapan upah minimum sektor pertanian dan jasa dibandingkan peningkatan
upah minimum sektor industri. Respon permintaan tenaga kerja pada
masing-masing sektor terhadap upah minimum lebih baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Respon permintaan yang paling rendah adalah permintaan tenaga
kerja sektor industri. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model makro
ekonomi tenaga kerja dalam bentuk persamaan simultan. Model tersebut terdiri
dari tiga kelompok besar yaitu: laju inflasi, permintaan agregat dan penawaran.
Kelompok permintaan agregat terdiri dari persamaan pendapatan nasional,
pendapatan disposibel, investasi asing, investasi dalam negeri, total investasi,
konsumsi rumah tangga, tabungan swasta dan pajak. Sedangkan kelompok
penawaran agregat terdiri atas penawaran tenaga kerja dan permintaan tenaga
kerja. Hasil simultan yang dilakukan dari model tersebut menyimpulkan bahwa
adanya peningkatan pengeluaran pemerintah atau peningkatan ekspor impor akan
meningkatkan seluruh variabel permintaan dan penawaran tenaga kerja.
Sandra (2004) dengan model persamaan simultannya dalam “Dampak
Kebijakan Upah Minimum Terhadap Tingkat Upah dan Pengangguran di Pulau
Jawa” menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran tenaga kerja memiliki tingkat signifikasi kurang dari 15 persen yang
berarti bahwa parameter-parameternya kurang berpengaruh terhadap permintaan
dan penawaran tenaga kerja. Tetapi, model upah riil memiliki variabel-variabel
yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap tingkat upah riil, seperti upah
minimum propinsi (UMP), inflasi dan tingkat upah sebelumnya. UMP yang
tingkat upah riil pekerja di Pulau Jawa. Dengan demikian adanya kebijakan upah
minimum menyebabkan tingkat upah berubah.
Hasil simulasi kenaikan UMP sebesar 5 persen menunjukkan bahwa
kenaikan UMP akan menyebabkan penurunan permintaan tenaga kerja yang dapat
diserap dalam pasar tenaga kerja, menurunkan tingkat upah riil yang diterima
pekerja, menaikkan jumlah penawaran tenaga kerja, dan menurunkan jumlah
pengangguran. Sebaliknya, penurunan UMP sebesar 5 persen akan menyebabkan
kenaikan upah riil, kenaikan penyerapan tenaga kerja, penurunan jumlah tenaga
kerja dan kenaikan jumlah pengangguran.
2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis 2.3.1. Teknik Analisis Shift Share
Analisis Shift Share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff, et al pada
tahun 1960. Pada awalnya, analisis Shift Share digunakan untuk mengidentifikasi
pertumbuhan sektor-sektor atau wilayah yang lamban di Indonesia dan Amerika
Serikat. Manfaat lain dari analisis Shift Share dapat menduga dampak kebijakan
wilayah ketenagakerjaan.
Teknik analisis Shift Share merupakan suatu analisis mengenai perubahan
berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada
dua titik di suatu wilayah. Analisis Shift Share memiliki tiga kegunaan:
1. Sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi
wilayah yang lebih luas.
2. Sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan
3. Suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat
membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan
pertumbuhan antar wilayah. Dengan demikian, dapat ditunjukkan adanya
Shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah, bila daerah itu
memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian
nasional.
Selain itu, analisis Shift Share juga dapat digunakan untuk membandingkan
laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan
perekonomian nasional serta sektor-sektornya dan mengamati
penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan tersebut. Bila penyimpangan-penyimpangannya bernilai positif,
maka dapat dikatakan bahwa sektor ekonomi dalam wilayah tersebut memiliki
keunggulan kompetitif.
Pada analisis Shift Share diasumsikan bahwa perubahan indikator kegiatan
ekonomi seperti produksi dan kesempatan kerja di suatu wilayah antara tahun
dasar analisis dengan tahun akhir analisis dibagi menjadi tiga komponen
pertumbuhan, yaitu komponen Pertumbuhan Regional (PR), komponen
Pertumbuhan Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah
(PPW). Analisis Shift Share juga menunjukkan bahwa perubahan sektor i pada
wilayah j dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut.
Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut dapat ditentukan
dan diidentifikasikan perkembangan suatu sektor ekonomi di suatu wilayah.
Apabila PP + PPW ≥ 0, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di
wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Sementara itu
tergolong pertumbuhannya lambat. Hal ini dapat terlihat pada gambar 2.2 model
analisis Shift Share.
Dalam rangka melihat perubahan kesempatan kerja teknik analisis Shift
Share dibagi ke dalam tiga analisis. Ketiga analisis tersebut antara lain analisis
kesempatan kerja, analisis komponen pertumbuhan wilayah serta analisis profil
pertumbuhan wilayah dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian.
Sumber : Budiharsono, 2001.
Gambar 2.2. Model Analisis Shift Share
Analisis kesempatan kerja digunakan untuk melihat perubahan kesempatan
kerja pada sektor-sektor perekonomian, sedangkan analisis komponen
pertumbuhan wilayah dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan
sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Profil pertumbuhan dan pergeseran bersih
sektor-sektor perekonomian digunakan untuk mengidentifikasikan pertumbuhan
2.3.2. Kelebihan Analisis Shift Share
Teknik perhitungan Shift Share memiliki kelebihan-kelebihan. Menurut
Soepono (1993) kelebihan-kelebihan dari analisis Shift Share adalah:
1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan
kerja di suatu wilayah hanya pada dua titik waktu tertentu, yang mana satu
titik waktu dijadikan sebagai dasar analisis, sedangkan satu titik waktu lainnya
dijadikan sebagai akhir analisis.
2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun
akhir analisis dapat dilihat melalui tiga komponen pertumbuhan wilayah,
yakni komponen Pertumbuhan Nasional (PN), komponen Pertumbuhan
Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).
3. Berdasarkan komponen PN dapat diketahui laju pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah dibandingkan laju pertumbuhan nasional.
4. Komponen PP dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor
perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat
mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional
dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih
cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor itu.
5. Komponen PPW dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor
ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi pada wilayah lainnya.
6. Jika persentase PP dan PPW dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya
2.3.3. Kelemahan Analisis Shift Share
Kemampuan teknik analisis Shift Share untuk memberikan dua indikator
positif yang berarti bahwa suatu wilayah mengadakan spesialisasi di sektor-sektor
yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian
wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk
sektor-sektor itu, tidaklah lepas dari kelemahan-kelemahan. Menurut Soepono (1993),
kelemahan-kelemahan dari metode Shift Share adalah:
1. Analisis Shift Share tidak lebih daripada suatu pengukuran atau prosedur baku
untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah menjadi
komponen-komponen. Persamaan hanyalah identity equation dan tidak mempunyai
implikasi-implikasi keperilakuan. Metode Shift Share tidak untuk menjelaskan
mengapa, misalnya pengaruh keunggulan kompetitif adalah positif di beberapa
wilayah, tetapi negatif di daerah-daerah lain. Metode Shift Share merupakan
teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan
tidak analitik.
2. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa laju
pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa
memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah.
3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) berkaitan dengan
hal-hal yang sama seperti perubahan permintaan dan penawaran, perubahan
teknologi dan perubahan lokasi sehingga tidak dapat berkembang dengan baik.
4. Teknik analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua
barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu
wilayah-wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak
mempengaruhi permintaan agregat.
2.3.4. Analisis Kesempatan Kerja
Konsep analisis kesempatan kerja digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan dan perubahan kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian
di suatu wilayah tertentu. Adapun konsep analisis kesempatan kerja terbagi atas
perubahan kesempatan kerja dan persentase perubahan kesempatan kerja.
Perubahan kesempatan kerja didasarkan pada selisih antara kesempatan kerja pada
sektor-sektor perekonomian pada tahun akhir analisis dengan kesempatan kerja
pada sektor-sektor perekonomian pada tahun dasar analisis.
Konsep analisis kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di
Propinsi Jawa Barat digunakan untuk mengetahui Kesempatan kerja menurut
sektor-sektor perekonomian di Propinsi Jawa Barat secara keseluruhan. Adapun
konsep analisis kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Propinsi
Jawa Barat menggunakan perhitungan dengan cara menjumlahkan keseluruhan
kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di kabupaten/kota yang ada di
Propinsi Jawa Barat.
2.3.5. Rasio Kesempatan Kerja di Kabupaten dan Kesempatan Kerja di Propinsi Pada Sektor- sektor Perekonomian (Nilai ri, Ra dan Ri)
Rasio kesempatan kerja digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan
kesempatan kerja di wilayah Kabupaten Bogor. Sedangkan rasio kesempatan kerja
propinsi digunakan untuk mengetahui kesempatan kerja secara keseluruhan di
Nilai ri mengidentifikasi selisih antara kesempatan kerja dari sektor i pada
wilayah j pada tahun akhir analisis dibagi dengan kesempatan kerja dari sektor i
pada wilayah tertentu pada tahun dasar analisis. Nilai Ra menunjukkan selisih
antara kesempatan kerja propinsi pada tahun akhir analisis dengan kesempatan
kerja propinsi tahun dasar analisis dibagi kesempatan kerja propinsi tahun dasar
analisis. Sedangkan Ri menunjukkan selisih antara kesempatan kerja propinsi
tahun akhir analisis dari sektor i dengan kesempatan kerja propinsi tahun dasar
analisis dari sektor i dibagi kesempatan kerja propinsi pada tahun dasar analisis
dari sektor i.
2.3.6. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk
mengidentifikasi bagaimana perkembangan suatu sektor pada wilayah yang
bersangkutan dan mengidentifikasi bagaimana perkembangan suatu wilayah/
sektor yang bersangkutan jika dibandingkan dengan wilayah/sektor lainnya.
Konsep ini dirumuskan berdasarkan tiga komponen pertumbuhan wilayah, yaitu:
komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP)
dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).
2.3.7. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian
Profil pertumbuhan sektor perekonomian digunakan untuk mengevaluasi
pertumbuhan sektor perekonomian di wilayah yang bersangkutan pada kurun
waktu yang telah ditentukan, dengan cara mengekspresikan persen perubahan
(PPWij). Pada sumbu horizontal terdapat PP sebanyak absis, sedangkan pada
sumbu vertikal terdapat PPW sebagai ordinat.
Kuadran IV Kuadran I
PP
Kuadran III Kuadran II
PPW Sumber : Budiharsono, 2001.
Gambar 2.3. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian
(i) Kuadran I menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah yang bersangkutan
memiliki pertumbuhan yang cepat, demikian juga daya saing wilayah untuk
sektor-sektor tersebut baik apabila dibandingkan dengan wilayah-wilayah
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah yang bersangkutan merupakan
wilayah progresif (maju).
(ii) Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah
yang bersangkutan pertumbuhannya cepat, tetapi daya saing wilayah untuk
sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya tidak baik.
(iii) Kuadran III menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang
bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan daya saing yang
kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain. Hal ini menunjukkan
(iv) Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah yang
bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat, tetapi daya saing wilayah
untuk sektor-sektor tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.
(v) Pada kuadran II dan IV terdapat garis miring yang membentuk sudut 45º dan
memotong kedua kuadran tersebut. Bagian atas garis tersebut menunjukkan
bahwa wilayah yang bersangkutan merupakan wilayah yang progresif
(maju), sedangkan dibawah garis berarti wilayah yang bersangkutan
menunjukkan wilayah yang lamban.
2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mengenai upah minimum pekerja
di Indonesia pada tahun 1997, yang bertepatan dengan krisis ekonomi yang
melanda Indonesia sangat berdampak negatif terhadap kesempatan kerja, sehingga
mengakibatkan kesempatan kerja di suatu wilayah, baik propinsi, kabupaten, kota
dan sebagainya juga ikut mengalami penurunan.
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah
Otonom maka kewenangan untuk menetapkan upah minimum yang semula
ditentukan pemerintah pusat melalui Departemen Tenaga Kerja dialihkan kepada
pemerintah daerah tingkat propinsi. Sejak saat itu, tingkat upah minimum nominal
dan riil (setelah diperhitungkan dengan tingkat inflasi) cenderung mengalami
kenaikan yang cukup besar di tiap propinsi.
Salah satu wilayah yang melaksanakan kebijakan tersebut di Indonesia
adalah Propinsi Jawa Barat. Kebijakan Upah Minimum tersebut menyebabkan
angkatan kerja sedangkan pertumbuhan jumlah penduduk semakin meningkat.
Untuk memperluas kesempatan kerja, perlu dikembangkan sektor-sektor
perekonomian yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang banyak.
Kawasan perekonomian yang berkembang di Jawa Barat diantaranya
berada di Kabupaten Bogor. Sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bogor
mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB dan kesempatan kerja yang besar.
Sehubungan dengan hal itu maka perlu dikaji tentang kesempatan kerja pada
sektor–sektor perekonomian di Kabupaten Bogor sebelum dan pasca kebijakan
upah minimum.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis Shift Share, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis mengenai
perubahan kesempatan kerja pada dua titik waktu di wilayah Kabupaten Bogor
dengan menggunakan data sebelum dan pasca kebijakan upah minimum kota.
Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah data kesempatan kerja
Kabupaten Bogor maupun kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat, untuk tahun
sebelum kebijakan upah minimum yaitu tahun 1992-1997 dengan tahun dasar
analisis tahun 1992 dan tahun akhir analisis tahun 1997. Sedangkan untuk tahun
setelah kebijakan upah minimum data yang digunakan adalah data tahun
1998-2004 dengan tahun dasar analisis tahun 1998 dan tahun akhir analisis tahun 1998-2004.
Analisis Shift Share terbagi atas analisis kesempatan kerja Kabupaten
Bogor dan analisis kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat, analisis komponen
pertumbuhan wilayah dan profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian.
Berdasarkan analisis kesempatan kerja Kabupaten Bogor dan Propinsi Jawa Barat
upah minimum kota terhadap perubahan kesempatan kerja pada sektor-sektor
perekonomian di Kabupaten Bogor. Sedangkan analisis komponen pertumbuhan
wilayah digunakan untuk menganalisis pengaruh dari ketiga komponen
pertumbuhan wilayah (PR, PP dan PPW) terhadap kesempatan kerja pada
sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bogor (apakah dapat tumbuh cepat atau
lamban) dan juga untuk melihat daya saing sektor-sektor perekonomian di
Kabupaten Bogor dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian di Propinsi
Jawa Barat.
Sedangkan profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat
diketahui sektor-sektor perekonomian termasuk ke dalam kelompok pertumbuhan
progresif (maju) dan kelompok sektor yang pertumbuhannya lamban. Analisis ini
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten
Bogor dalam melakukan penetapan kebijakan upah dengan tujuan memperluas
Gambar 2.4. Kerangka pemikiran Konseptual
Implikasi Proses Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian
(Rekomendasi untuk penetapan Upah Minimum Kota untuk
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kabupaten Bogor pada bulan Februari-Juni
2006. Kabupaten Bogor dipilih karena: (1) Letak geografisnya yang berada
diantara kota Jakarta dan kota Bogor sehingga di kota ini terdapat berbagai
kegiatan ekonomi, (2) Kabupaten Bogor juga memiliki potensi yang baik di
berbagai sektor ekonominya yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah
besar, selain itu juga di kabupaten ini telah menerapkan kebijakan upah minimum
sejak diberlakukannya Upah Minimum Regional pada tahun 1997 pada setiap
perusahaan yang terletak di kabupaten Bogor.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder ini berasal dari Badan Pusat Statistik Jakarta, Badan Pusat Statistik
Kabupaten Bogor, Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER) Pusat Jakarta, Dinas Tenaga
Kerja (DISNAKER) Kabupaten Bogor, dan data-data pendukung yang diperoleh
dari instansi-instansi terkait, seperti perpustakaan-perpustakaan di IPB maupun di
luar lingkungan IPB.
3.3. Metode Analisis
Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis Shift
Share. Analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perubahan indikator
kegiatan ekonomi (kesempatan kerja) di suatu wilayah dari suatu sektor jika
lambat. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana pengaruh dari
perubahan indikator ekonomi (kesempatan kerja) tersebut dari suatu wilayah
dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya
aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah.
Berdasarkan analisis kebijakan upah minimum, dapat diketahui perubahan
kesempatan kerja dari sektor i pada suatu wilayah. Untuk mengetahui perubahan
kesempatan kerja suatu wilayah dapat dikaji melalui analisis komponen
pertumbuhan wilayah. Profil perubahan kesempatan kerja digunakan untuk
mengidentifikasi pertumbuhan suatu sektor dalam suatu wilayah pada kurun
waktu tertentu.
3.3.1. Analisis Kesempatan Kerja Kabupaten Bogor dan Kesempatan Kerja Propinsi Jawa Barat
Analisis Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dan Kesempatan Kerja di
Propinsi Jawa Barat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan kesempatan kerja
kabupaten, kesempatan kerja propinsi dan perubahan kesempatan kerja kabupaten
sektor i pada wilayah j. Pada analisis Shift Share, apabila dalam suatu propinsi
terdapat n wilayah/kabupaten ( j = 1, 2, 3, …m ) dan n sektor ( i = 1, 2, 3, …n ),
maka kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun dasar
analisis dan tahun akhir analisis, dapat dirumuskan sebagai berikut:
Yij = Kesempatan kerja di Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun
Sedangkan kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis
dan tahun akhir analisis dirumuskan sebagai berikut:
a. Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis
Y.. =
∑∑
b. Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis
Perubahan kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i dapat
dirumuskan sebagai berikut:
ΔYij = Y’ij – Yij (3.5)
dimana :
ΔYij = Perubahan kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i,
Yij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun dasar analisis,
Y’ij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun akhir analisis.
Sedangkan rumus persentase perubahan kesempatan kerja Kabupaten
Bogor adalah sebagai berikut:
3.3.2. Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten Bogor dan Kesempatan Kerja Propinsi Jawa Barat (nilai ri, Ri dan Ra)
Rasio kesempatan kerja Kabupaten Bogor dan kesempatan kerja Propinsi
Jawa Barat digunakan untuk melihat perbandingan kesempatan kerja Kabupaten
Bogor dengan kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari berbagai sektor
a. ri
ri menunjukkan selisih antar kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari
sektor i pada tahun akhir analisis dengan kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari
sektor i pada tahun dasar analisis dibagi dengan kesempatan kerja Kabupaten
Bogor dari sektor i pada tahun dasar analisis. Nilai ri dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Ri menunjukkan selisih antara kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari
sektor i pada tahun akhir analisis dengan kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat
dari sektor i pada tahun dasar analisis dibagi kesempatan kerja Propinsi Jawa
Barat dari sektor i pada tahun dasar analisis.
Adapun nilai rumus Ri adalah sebagai berikut:
c. Ra
Ra menunjukkan selisih antara kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada
tahun akhir analisis dengan kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun
dasar analisis dibagi dengan kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun
dasar analisis. Nilai Ra dirumuskan sebagai berikut:
Ra =
Y’.. = Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis,
Y.. = Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis.
3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk
mengidentifikasikan perubahan kesempatan kerja wilayah antara tahun dasar
analisis dengan tahun akhir analisis, yang terbagi atas tiga komponen
pertumbuhan, yaitu : komponen Pertumbuhan Regional (PR), komponen
Pertumbuhan Proporsional (PP) dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah
(PPW). Ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut, apabila dijumlahkan
akan didapatkan perubahan kesempatan kerja sektor i pada wilayah j.
a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)
PR merupakan perubahan kesempatan kerja suatu wilayah yang
disebabkan oleh perubahan kesempatan kerja regional secara umum, perubahan
kebijakan ekonomi regional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi
perekonomian semua sektor dan wilayah. Adapun komponen kesempatan kerja
PRij = (Ra) Yij (3.10)
dimana :
PRij = Komponen Pertumbuhan Regional di Kabupaten Bogor pada
sektor i,
Yij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun
dasar analisis,
Ra = Rasio kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat.
b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
PP tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir,
perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan ekonomi
dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Adapun PP dapat dirumuskan
sebagai berikut:
PPij = (Ri-Ra)Yij (3.11)
dimana :
PPij = Komponen Pertumbuhan Proporsional di Kabupaten Bogor
sektor i,
Yij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun
dasar analisis,
Ri = Rasio kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari sektor i,
Ra = Rasio kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat.
Apabila:
PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya lambat,