PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH
MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP
KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
AINIL DONNA
077018024/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
S E K
O L A H
P A
S C
A S A R JA
N
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH
MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP
KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
AINIL DONNA
077018024/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Ainil Donna Nomor Pokok : 077018024
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Kasyful Mahalli, SE., M.Si) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal : 11 Februari 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE., M.Si
2. Dr. Rahmanta, M.Si
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:
“PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA UTARA”.
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, 11 Februari 2011 Yang membuat pernyataan
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP KESEMPATAN
KERJA DI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan krisis ekonomi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
Penelitian ini memfokuskan masalah kesempatan kerja di Provinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 1980 – 2007. Dengan variabel bebas yaitu pertumbuhan ekonomi, investasi, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan krisis ekonomi sedangkan variabel terikatnya mengenai kesempatan kerja di Sumatera Utara. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Ordinary Least Square (OLS).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam mengestimasi faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sudah baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik, juga karena variasi kemampuan variabel-variabel penjelas dalam menjelaskan kesempatan kerja tergolong tinggi. Dengan tingkat R2 = 0,895 yang bermakna bahwa variabel independen PDRB, investasi, UMP, krisis ekonomi mampu menjelaskan variasi kesempatan kerja sebesar 89,5 persen dan sisanya sebesar 10,5 persen. Secara serempak seluruh variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat (dependent variable) sangat jelas. Dari estimasi tersebut secara bersama-sama PDRB, investasi, UMP, krisis ekonomi dapat mempengaruhi kesempatan kerja di Sumatera Utara. Secara parsial hasil estimasi diperoleh kesimpulan dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan seluruh variabel bebas yaitu PDRB, Investasi, UMP dan krisis ekonomi. Signifikannya pengaruh setiap variabel bebas mencerminkan setiap perubahan kesempatan kerja selalu berasal dari perubahan PDRB, investasi, UMP dan krisis ekonomi.
ANALYZE THE EFFECT OF ECONOMIC GROWTH, INVESTMENT, THE PROVINCIAL MINIMUM WAGE AND ECONOMIC CRISIS ON
EMPLOYMENT IN NORTH SUMATERA
ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of economic growth, investment, the Provincial Minimum Wage and economic crisis on employment in North Sumatera.
This study focused on the problem of employment opportunities in the province of North Sumatra during the period of 1980 to 2007. With the independent variable of economic growth, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis while the dependent variable on employment opportunities in North Sumatera. The model used in this research is econometric model using Ordinary Least Square (OLS).
The study indicate that the model used in estimating the factors that affect employment opportunities are good, because the model free of violations of classical assumptions, as well as variations in the ability of explanatory variables in explaining the relatively high employment. With R 2 = 0,895 level of significance that the independent variables PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis can explain variations in employment amounted to 89,5 percent and the rest at 10,5 percent explained by another variable. Simultaneously all independent variables in influencing the dependent variable (dependent variable) is very clear. From these estimates together PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis can affect employment opportunities in Sumatera Utara. The partial results obtained estimates conclusion can be seen that there is significant influence of all independent variables are PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis. The significant influence of each independent variable to reflect any changes in employment opportunities always come from the change in PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage (UMP), and economic crisis.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan
hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH MINIMUM
PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP KESEMPATAN KERJA
DI SUMATERA UTARA” sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi
Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini.
Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, sebagai Pembimbing I, dan Kasyful Mahalli, SE,
MSi sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan
dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.
2. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif
dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan
pendidikan pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan
bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi
ini.
4. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 13 yang telah sama-sama
berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan
banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.
5. Kedua orang tuaku, serta seluruh keluarga besarku yang selama ini turut
memberikan dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan
tesis ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat
menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT
memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak
yang telah memberikan bantuannya selama ini.
Medan, Januari 2011 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : Ainil Donna
Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 28 Oktober 1977
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum menikah
Nama orang tua
Ayah : Usman Idris (Alm)
Ibu : Hj. Nurmaisyah
Alamat rumah : Jl. Garu VI No. 48 Lk. IX Medan
Pendidikan
1. Tahun 1984-1990 : SD Negeri 060924 Medan
2. Tahun 1990-1993 : SMP Negeri 13 Medan
3. Tahun 1993-1996 : SMA Negeri I Medan
4. Tahun 1997-2001 : Universitas Sumatera Utara
Program Studi Ekonomi/Manajemen
5. Tahun 2007-2011 : Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Ketenagakerjaan ... 10
2.2. Permintaan Tenaga Kerja ... 17
2.3. Angkatan Kerja ... 21
2.4. Kesempatan Kerja ... 23
2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja .... 28
2.6. Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja ... 31
2.7. Investasi dan Kesempatan Kerja ... 33
2.8. Upah dan Kesempatan Kerja ... 36
2.9. Penelitian Terdahulu ... 41
2.11. Hipotesis Penelitian ... 45
BAB III METODE PENELITIAN ... 47
3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 47
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 47
3.3. Model Analisis ... 47
3.4. Metode Analisis ... 48
3.5. Uji Kesesuaian ... 49
3.6. Definisi Operasional ... 49
3.7. Uji Penyimpangan Klasik ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52
4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 52
4.2. Perkembangan Ketenagakerjaan di Sumatera Utara ... 54
4.3. PDRB Sumatera Utara ... 59
4.4. Investasi di Sumatera Utara ... 65
4.5. Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara ... 67
4.6. Krisis Ekonomi ... 70
4.7. Hasil Analisis Data dan Pembahasan ... 72
4.7.1. Uji Statistik Hasil Estimasi Model Penelitian ... 72
4.7.2. Analisis Regresi. ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
5.1. Kesimpulan ... 79
5.2. Saran ... 80
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman 1.1. Realisasi Investasi PMDN dan PMA di Sumatera Utara ... 7
4.1. Kesempatan Kerja Sumatera Utara Tahun 1980 – 2007 ... 57
4.2. PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 1980 – 2007 ... 63
4.3. Investasi Sumatera Utara Tahun 1980 – 2007 ... 66
4.4. Perkembangan UMP Sumatera Utara Tahun 1980 – 2007 ... 69
4.5. Hasil Uji Multikolinieritas ... 77
4.6. Uji Autokorelasi. ... 78
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman 2.1. Peningkatan Agregat Supply Akibat Peningkatan Kurva
Produksi ... 12
2.2. Keseimbangan di Pasar Tenaga Kerja... 14
2.3. Fungsi Permintaan terhadap Tenaga Kerja... 20
2.4. Kurva Hukum Okun ... 32
2.5. Hubungan Tingkat Upah dengan Penyerapan Tenaga Kerja .... 40
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman 1. Variabel Penelitian ... 83
2. Hasil Regresi ... 84
3. Uji Autokorelasi ... 85
4. Uji Multikolinearitas ... 87
5. Uji Multikolinearitas ... 88
6. Diagram Hasil Penelitian ... 89
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP KESEMPATAN
KERJA DI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan krisis ekonomi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
Penelitian ini memfokuskan masalah kesempatan kerja di Provinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 1980 – 2007. Dengan variabel bebas yaitu pertumbuhan ekonomi, investasi, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan krisis ekonomi sedangkan variabel terikatnya mengenai kesempatan kerja di Sumatera Utara. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Ordinary Least Square (OLS).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam mengestimasi faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sudah baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik, juga karena variasi kemampuan variabel-variabel penjelas dalam menjelaskan kesempatan kerja tergolong tinggi. Dengan tingkat R2 = 0,895 yang bermakna bahwa variabel independen PDRB, investasi, UMP, krisis ekonomi mampu menjelaskan variasi kesempatan kerja sebesar 89,5 persen dan sisanya sebesar 10,5 persen. Secara serempak seluruh variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat (dependent variable) sangat jelas. Dari estimasi tersebut secara bersama-sama PDRB, investasi, UMP, krisis ekonomi dapat mempengaruhi kesempatan kerja di Sumatera Utara. Secara parsial hasil estimasi diperoleh kesimpulan dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan seluruh variabel bebas yaitu PDRB, Investasi, UMP dan krisis ekonomi. Signifikannya pengaruh setiap variabel bebas mencerminkan setiap perubahan kesempatan kerja selalu berasal dari perubahan PDRB, investasi, UMP dan krisis ekonomi.
ANALYZE THE EFFECT OF ECONOMIC GROWTH, INVESTMENT, THE PROVINCIAL MINIMUM WAGE AND ECONOMIC CRISIS ON
EMPLOYMENT IN NORTH SUMATERA
ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of economic growth, investment, the Provincial Minimum Wage and economic crisis on employment in North Sumatera.
This study focused on the problem of employment opportunities in the province of North Sumatra during the period of 1980 to 2007. With the independent variable of economic growth, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis while the dependent variable on employment opportunities in North Sumatera. The model used in this research is econometric model using Ordinary Least Square (OLS).
The study indicate that the model used in estimating the factors that affect employment opportunities are good, because the model free of violations of classical assumptions, as well as variations in the ability of explanatory variables in explaining the relatively high employment. With R 2 = 0,895 level of significance that the independent variables PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis can explain variations in employment amounted to 89,5 percent and the rest at 10,5 percent explained by another variable. Simultaneously all independent variables in influencing the dependent variable (dependent variable) is very clear. From these estimates together PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis can affect employment opportunities in Sumatera Utara. The partial results obtained estimates conclusion can be seen that there is significant influence of all independent variables are PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis. The significant influence of each independent variable to reflect any changes in employment opportunities always come from the change in PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage (UMP), and economic crisis.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan Negara Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakatnya. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat tersebut, pemerintah melakukan pembangunan di berbagai
bidang, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pelaksanaan
pembangunan tersebut dikelompokkan dalam pembangunan nasional dan
pembangunan daerah, di mana pembangunan daerah merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional.
Pembangunan secara lebih luas dapat diartikan sebagai usaha untuk lebih
meningkatkan produktivitas sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu negara,
baik sumber daya alam, sumber daya manusia, kapital atau modal maupun sumber
daya berupa teknologi, dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat (Todaro, 2000).
Pada umumnya pembangunan nasional dan daerah di negara-negara
berkembang ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang
paling terasa adalah keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi
dapat mendukung pencapaian tujuan, atau mendorong perubahan-perubahan dan
Pembangunan ekonomi bertujuan antara lain pencapaian pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi, mengentaskan kemiskinan, menjaga stabilitas harga
dengan selalu memperhatikan tingkat inflasi, menjaga keseimbangan neraca
pembayaran, perhatian yang cukup terhadap neraca perdagangan, pendistribusian
pendapatan yang lebih adil dan merata, serta tumbuhnya investasi-investasi dan
mengatasi pengangguran.
Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi berbagai permasalahan
dalam pembangunan ekonomi. Salah satu permasalahan yang cukup serius dihadapi
Indonesia pada saat ini adalah masalah pengangguran. Pengangguran merupakan
masalah ketenagakerjaan yang pada saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup
memprihatinkan. Jumlah penganggur dan setengah penganggur mengalami
peningkatan. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi
merupakan pemborosan-pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi
beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan
dalam jangka panjang (Depnakertrans, 2004).
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting
dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis
tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu
daerah. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung meningkat dalam beberapa tahun,
namun peningkatan tersebut belum dibarengi dengan pengurangan laju
pengangguran. Umumnya jika terjadi pertumbuhan ekonomi, maka tenaga kerja yang
terserap oleh sektor-sektor ekonomi meningkat sehingga laju pengangguran semakin
menurun atau berkurang.
Meningkatnya angka pengangguran disebabkan karena ketidakseimbangan
pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan kesempatan kerja. Adanya kesenjangan
antara angkatan kerja dan lapangan kerja tersebut berdampak terhadap perpindahan
tenaga kerja (migrasi) baik secara spasial antara desa – kota maupun secara sektoral.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Todaro (1998) yang menjelaskan bahwa terjadinya
perpindahan penduduk disebabkan oleh tingginya upah atau pendapatan yang dapat
diperoleh di daerah tujuan. Kesenjangan upah/pendapatan yang besar antara desa atau
daerah kota mendorong penduduk desa atau daerah datang dan mencari pekerjaan
di kota.
Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang
membuat semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat perkapita mengakibatkan
semakin cepat perubahan struktur ekonomi dengan asumsi bahwa faktor-faktor
penentu lainnya yang mendukung proses tersebut seperti manusia (tenaga kerja),
bahan baku dan teknologi tersedia (Tambunan, 2006).
Berdasarkan data statistik Sumatera Utara Dalam Angka (2006), bahwa
jumlah penduduk Sumatera Utara yang merupakan angkatan kerja adalah sebanyak
jiwa terkategori mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran terbuka). Penduduk
Sumatera Utara yang bekerja ini sebagian besar bekerja pada sektor pertanian yaitu
52,68 persen. Sektor kedua terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Sumatera Utara
adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 17,67 persen. Sektor lain
yang cukup besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa-jasa,
baik jasa perorangan, jasa perusahaan, dan jasa pemerintahan yaitu sebesar 10,55
persen, sementara penduduk yang bekerja di sektor industri hanya sekitar 6,01 persen
saja.
Krisis ekonomi telah menyebabkan dampak yang sangat serius terhadap
perekonomian terutama di sektor industri. Nilai tukar rupiah yang terus melemah
menyebabkan biaya operasi industri, khususnya dalam penyediaan bahan baku
menjadi tinggi. Demikian juga inflasi yang diakibatkan oleh krisis menyebabkan
terjadinya peningkatan harga-harga. Inflasi juga menyebabkan terjadinya berbagai
tuntutan kenaikan upah oleh kelompok buruh. Kondisi ini menyebabkan sebagian
besar industri melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan bahkan sudah
banyak yang tidak beroperasi lagi. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya jumlah
pengangguran. Untuk mengatasi ketidakseimbangan antara penawaran dan
permintaan tenaga kerja ini, maka salah satu tujuan pembangunan nasional adalah
perluasan kesempatan kerja.
Kesempatan kerja itu timbul karena adanya investasi dan usaha untuk
memperluas kesempatan kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan investasi, laju
juga akan mempengaruhi usaha perluasan kesempatan kerja. Strategi pembangunan
dan sasaran tujuan nasional harus benar-benar memperhatikan aspek sumber daya
manusia dalam memasuki lapangan kerja, orientasi untuk peningkatan GDP harus
terlebih dahulu diikuti oleh peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan
keterampilan yang memadai agar dalam pembangunan tersebut peningkatan GDP
juga diikuti dengan peningkatan produktivitas kerja.
Menurut Tambunan (2001): Investasi merupakan suatu faktor krusial bagi
kelangsungan proses pembangunan ekonomi (sustainable development), atau
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan adanya kegiatan produksi maka
terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya
menciptakan/meningkatkan permintaan di pasar. Jadi pendapat di atas menjelaskan
tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh investasi, di mana munculnya investasi akan
mendorong kesempatan kerja dan peningkatan terhadap pendapatan. Peningkatan
pendapatan akan menambah tabungan masyarakat, dan peningkatan tabungan
masyarakat akan mendorong peningkatan investasi disebabkan oleh bunga bank yang
cukup rendah sehingga banyak pengusaha menginvestasikan modalnya ke sektor
ekonomi.
Keberhasilan pertumbuhan PDRB, tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya
investasi. Investasi adalah kata kunci yang menentukan laju pertumbuhan ekonomi,
karena di samping akan mendorong kenaikan output secara signifikan, juga secara
meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat sebagai konsekuensi
dari meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat (Makmun dan Yasin, 2003).
Investasi adalah mobilisasi sumber daya untuk menciptakan atau menambah
kapasitas produksi/pendapatan di masa yang akan datang. Dalam investasi ada 2
(dua) tujuan utama yang ingin dicapai yaitu mengganti bagian dari penyediaan modal
yang rusak dan tambahan penyediaan modal yang ada. Gambaran perkembangan
pembangunan daerah tidak lepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi
antar daerah. Dalam kaitan itu perlu dipisahkan jenis investasi yang dilakukan oleh
sektor swasta dan pemerintah, mengingat faktor yang menentukan lokasi kedua jenis
investasi tersebut tidak selalu sama. Umumnya pemerintah masih harus
memperhatikan beberapa faktor, seperti pengembangan suatu daerah tertentu karena
alasan politis dan strategis, misalnya daerah perbatasan dan daerah yang mempunyai
sejarah serta ciri khusus, sehingga memerlukan perhatian yang khusus termasuk
dalam kebijakan investasi. Namun demikian, kedua jenis investasi baik yang
dilakukan pemerintah maupun swasta pada akhirnya akan dapat menambah
kesempatan kerja dan memberikan sumbangan dalam mengatasi masalah-masalah
ekonomi dan sosial seperti kemiskinan, pengangguran dan sebagainya.
Berdasarkan data BPS Sumatera Utara, bahwa PDRB tahun 2003-2006
menunjukan peningkatan setiap tahun. Pertumbuhan ekononomi yang dapat dilihat
dari PDRB dan kesempatan kerja/menganggur yang berhubungan dengan investasi
Tabel 1.1. Realisasi Investasi PMDN dan PMA di Sumutera Utara 2003 394,064 81.882,96 96.233,39 4.835.793 711.288
2004 683,450 95.682,56 114.647,29 4.756.078 758.000
2005 599,400 107.147,12 139.618,31 5.166.132 636.000
2006 797,259 233.912,91 160.376,80 4.870.566 632.000
Sumber: 1) BKMD Sumatera Utara dari tahun 2003-2006. 2) BPS Sumatera Utara dari tahun 2003-2006.
Data Tabel 1.1 di atas terlihat bahwa investasi dengan pertumbuhan ekonomi
menunjukkan arah yang positif. Sebaliknya menunjukkan arah yang berlawanan
antara kesempatan kerja dan pengangguran.
Faktor tingkat upah masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis
permintaan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh tingkat upah. Ditinjau dari faktor
upah, selama ini masalah yang sering timbul dalam hal pengupahan adalah adanya
perbedaan pengertian dan kepentingan mengenai upah antara pengusaha dan pekerja.
Sehingga dalam hal ini diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengatasi perbedaan
tersebut. Perbaikan upah berarti peningkatan pendapatan dan daya beli masyaraka.
Peningkatan pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan barang dan jasa
yang kemudian pada gilirannya secara makro mendorong perusahaan untuk
Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan suatu penelitian dengan
judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Upah Minimum Provinsi dan Krisis Ekonomi terhadap Kesempatan Kerja di Sumatera Utara”.
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan
masalah-masalah yang akan dianalisis, yaitu:
1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesempatan kerja
di Sumatera Utara?
2. Bagaimana pengaruh investasi terhadap kesempatan kerja di Sumatera
Utara?
3. Bagaimana pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap kesempatan kerja
di Sumatera Utara?
4. Bagaimana pengaruh krisis ekonomi terhadap kesempatan kerja
di Sumatera Utara?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesempatan
kerja di Sumatera Utara.
2. Untuk menganalisis pengaruh investasi terhadap kesempatan kerja
3. Untuk menganalisis pengaruh upah minimum provinsi terhadap kesempatan
kerja di Sumatera Utara.
4. Untuk menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap kesempatan kerja
di Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian yang dilakukan ini diharapkan mampu memberikan
manfaat antara lain:
1. Sebagai bahan masukan untuk pemerintah daerah dalam membuat rancangan
kebijakan yang berkaitan dengan kesempatan kerja di Sumatera Utara.
2. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan sumber referensi
bagi pembaca maupun peneliti yang berminat dengan masalah ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ketenagakerjaan
Pandangan mainstream economy terhadap permintaan tenaga kerja adalah
sebagaimana permintaan terhadap faktor produksinya, dianggap sebagai permintaan
turunan (derived demand), yaitu penurunan dari fungsi perusahaan. Meskipun fungsi
perusahaan cukup bervariasi, meliputi memaksimumkan keuntungan,
memaksimumkan penjualan atau perilaku untuk memberikan kepuasan kepada
konsumen, namun maksimisasi keuntungan sering dijadikan dasar analisis dalam
menentukan penggunaan tenaga kerja.
Dengan pertimbangan tersebut (maksimisasi keuntungan), dan dengan asumsi
perusahaan beroperasi dalam sistem pasar persaingan, maka perusahaan cenderung
untuk mempekerjakan tenaga kerja dengan tingkat upah sama dengan nilai produk
marginal tenaga kerja (Value Marginal Product of Labor, VMPL) VMPL
menunjukkan tingkat upah maksimum yang mau dibayarkan oleh perusahaan agar
keuntungan perusahaan maksimum. Analisis tradisional terhadap penawaran tenaga
kerja sering didasarkan atas mengalokasikan waktunya, yaitu antara waktu kerja dan
waktu non kerja (leisure). Leisure dalam hal ini meliputi segala kegiatan yang tidak
mendatangkan pendapatan secara langsung, seperti istirahat, merawat anak-anak,
dua jenis kegiatan ini yang akan menempatkan berapa tingkat imbalan (upah) yang
diharapkan oleh tenaga kerja. Preferensi subyektif seseorang yang akan menentukan
berapa besar jam kerja optimal yang ditawarkan dan tingkat upah yang diharapkan.
Ekonom memandang bahwa leisure merupakan kebutuhan pokok manusia,
sementara upah juga merupakan barang normal (semakin banyak semakin disukai).
Tenaga kerja dianggap tidak suka pada jam bekerja namun suka pada pendapatan dan
leisure. Oleh karena itu penawaran tenaga kerja berhubungan positif dengan tingkat
upah, namun karena leisure juga diinginkan oleh tenaga kerja, maka penawaran
tenaga kerja bersifat backward bending (bengkok ke belakang). Pada tingkat upahnya
meningkat karena ingin mempertahankan jam leisure-nya (untuk mengurusi keluarga
dan sebagainya).
Pengembangan agribisnis dan agroindustri di pedesaan juga akan mampu
meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesempatan kerja penduduk sehingga
akan meningkatkan Agregat Supply. Pergeseran Agregat Supply, secara teoritis dapat
diturunkan dari fungsi produksi agregat dan keseimbangan pasar tenaga kerja (Yasin,
2003) yang secara matematis ditulis:
Y = f ( N, T, K, SDM, INF) (2.1)
Peningkatan teknologi, sumber daya manusia dan infrastruktur produksi akan
menyebabkan fungsi produksi meningkat sehingga agregat supply juga meningkat,
Gambar 2.1. Peningkatan Agregat Supply Akibat Peningkatan Kurva Produksi (Yasin, 2003)
Keterangan:
Y = produksi INF = Infrastruktur
N = tenaga kerja NS = Penawaran tenaga kerja K = teknologi W = tingkat upah
Pasar tenaga kerja dapat digolongkan menjadi pasar tenaga kerja terdidik dan
pasar tenaga kerja tidak terdidik. Menurut Simanjuntak (2001), kedua bentuk pasar
tenaga kerja tersebut berbeda dalam beberapa hal. Pertama, tenaga terdidik pada
umumnya mempunyai produktivitas kerja lebih tinggi daripada yang tidak terdidik.
Produktivitas pekerja pada dasarnya tercermin dalam tingkat upah dan penghasilan
pekerja, yaitu berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Kedua, dari segi
waktu, supply tenaga kerja terdidik haruslah melalui proses pendidikan dan pelatihan.
Oleh karena itu, elastisitas supply tenaga kerja terdidik biasanya lebih kecil daripada
elastisitas supply tenaga kerja tidak terdidik. Ketiga, dalam proses pengisian
lowongan, pengusaha memerlukan lebih banyak waktu untuk menyeleksi tenaga kerja
terdidik daripada tenaga kerja tidak terdidik. Supply atau penawaran tenaga kerja
adalah suatu hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja. Seperti
halnya penawaran, demand atau permintaan tenaga kerja juga merupakan suatu
hubungan antara upah dan jumlah tenaga kerja.
Motif perusahaan mempekerjakan seseorang adalah untuk membantu
memproduksi barang atau jasa yang akan dijual kepada konsumennya. Besaran
permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja tergantung pada besaran permintaan
masyarakat terhadap barang yang diproduksi perusahaan itu. Oleh karenanya,
permintaan terhadap tenaga kerja merupakan permintaan turunan (derived demand).
Penentuan permintaan tenaga kerja dapat diturunkan dari fungsi produksi
TP = f(L, K) (2.2)
di mana: TP = Produksi total (output)
L = Tenaga kerja
K = Modal
Keseimbangan pasar tenaga kerja merupakan suatu posisi tertentu yang
terbentuk oleh adanya interaksi permintaan dan penawaran tenaga kerja. Todaro
(2000) menyatakan bahwa dalam pasar persaingan sempurna (perfect competition),
di mana tidak ada satupun produsen dan konsumen yang mempunyai pengaruh atau
kekuatan yang cukup besar untuk mendikte harga-harga input maupun output, tingkat
penyerapan tenaga kerja (level of employment) dan harganya (tingkat upah)
ditentukan secara bersamaan oleh segenap harga-harga output dan faktor-faktor
produksi selain tenaga kerja.
Sumber: Nicholson (2005).
Gambar 2.2 memperlihatkan keseimbangan di pasar tenaga kerja tercapai
pada saat jumlah tenaga kerja yang ditawarkan oleh individu (di pasar tenaga kerja,
SL) sama besarnya dengan yang diminta (DL) oleh perusahaan, yaitu pada tingkat
upah ekuilibrium (W0). Pada tingkat upah yang lebih tinggi (W2) penawaran tenaga
kerja melebihi permintaan tenaga kerja, sehingga persaingan di antara individu dalam
rangka memperebutkan pekerjaan akan mendorong turunnya tingkat upah mendekati
atau tepat ke titik ekuilibrium (W0). Sebaliknya, pada tingkat upah yang lebih rendah
(W1) jumlah total tenaga kerja yang diminta oleh para produsen melebihi kuantitas
penawaran yang ada, sehingga terjadi persaingan di antara para perusahaan atau
produsen dalam memperebutkan tenaga kerja. Hal ini akan mendorong kenaikan
tingkat upah mendekati atau tepat ke titik ekuilibrium. Pada titik W0 jumlah
kesempatan kerja yang diukur pada sumbu horisontal adalah sebesar L0. Secara
definitif, pada titik L0 inilah tercipta kesempatan kerja atau penyerapan tenaga kerja
secara penuh (full employment). Artinya pada tingkat upah ekuilibrium tersebut
semua orang yang menginginkan pekerjaan akan memperoleh pekerjaan, atau dengan
kata lain sama sekali tidak akan terdapat pengangguran, kecuali pengangguran secara
sukarela.
Kesempatan kerja itu timbul karena adanya investasi dan usaha untuk
memperluas kesempatan kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan investasi, laju
pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Strategi pembangunan yang diterapkan
Menurut Suharsono Sagir (2000) kesempatan kerja adalah: “Kesempatan
untuk berusaha dan berpartisipasi dalam pembangunan, jelas akan memberikan hak
bagi manusia untuk menikmati hasil dari pembangunan”. Menurut Tjiptoherijanto
(2001) menyebutkan: Pendekatan ekonomi yang hanya berorientasi kenaikan GDP
tidak akan berhasil dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Sedangkan
pendekatan sumber daya manusia menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang diimbangi
dengan pemerataan, baik kesempatan kerja maupun pendapatan.
Strategi pembangunan dan sasaran tujuan nasional harus benar-benar
memperhatikan aspek sumber daya manusia dalam memasuki lapangan kerja,
orientasi untuk peningkatan GDP harus terlebih dahulu diikuti oleh peningkatan
kualitas pendidikan, kesehatan dan keterampilan yang memadai agar dalam
pembangunan tersebut peningkatan GDP juga diikuti dengan peningkatan
produktivitas kerja.
Telah dijelaskan di atas bahwa tenaga kerja merupakan faktor produksi yang
sangat penting yang secara aktif mengolah sumber lain. Menurut Simanjuntak (2001)
yang dimaksud tenaga kerja adalah: Penduduk yang sedang atau sudah bekerja,
sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan-kegiatan lain, seperti
bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umur tenaga kerja minimum 10 tahun
tanpa batas umur maksimum.
Menurut Dumairy (2000) yang dimaksud tenaga kerja adalah: “Peduduk yang
pekerjaan dengan batas usia minimum 10 tahun ke atas tanpa batas umur
maksimum“.
Berdasarkan pengertian di atas dapatlah diketahui bahwa tenaga kerja yaitu
meliputi penduduk yang berusia 10 tahun ke atas, baik yang sudah bekerja maupun
yang sedang mencari pekerjaan serta yang melakukan kegiatan lain, seperti
bersekolah dan mengurus rumah tangga serta golongan lain yang menerima
pendapatan. Pada kenyataannya batas usia 10 tahun ke atas bukanlah merupakan
suatu kriteria tenaga kerja yang tetap. Batas usia tersebut bisa saja berubah sesuai
dengan kondisi yang ada, tujuan dari pemilihan batas umur tersebut adalah supaya
definisi yang diberikan sedapat mungkin sebagai gambaran keadaan yang sebenarnya.
2.2. Permintaan Tenaga Kerja
Dalam memperkirakan penggunaan tenaga kerja perusahaan akan melihat
tambahan output yang akan diperolehnya sehubungan dengan penambahan seorang
tenaga kerja.
Untuk meganalisis hal tersebut digunakan beberapa asumsi, ini berarti setiap
rumah tangga perusahaan sebagai individu tidak dapat mempengaruhi harga atau
menghasilkan produksi (output) maupun untuk faktor-faktor produksi (input) yang
digunakan dalam industri adalah suatu faktor yang harus diterima (given).
Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi dikombinasikan dengan
output berupa barang dan jasa. Oleh karena itu rumah tangga perusahaan dalam
kegiatan menghasilkan produksinya membutuhkan atau meminta jasa tenaga kerja.
Dengan satu asumsi perusahaan dalam menghasilkan outputnya menggunakan
faktor tenaga kerja dan modal (dalam jangka pendek), di mana faktor modal
jumlahnya tetap. Maka secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai
berikut:
Q = f (L,K) (2.3)
di mana:
Q = jumlah output yang dihasilkan
L = jumlah sumber tenaga kerja (jasa tenaga kerja)
K = jumlah sumber modal (jasa barang modal)
Model yang akan digunakan untuk menjelaskan kesempatan kerja dapat
didekati dari fungsi permintaan Hicksian. Fungsi permintaan Hicksian diturunkan
dari kondisi minimisasi biaya sebuah unit usaha. Misalnya untuk memproduksi suatu
output diperlukan dua faktor input, yaitu tenaga kerja (L) dengan upah per unitnya
sebesar w dan modal kerja (K) dengan biaya modal sebesar r. Kondisi tersebut secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Q = f (K,L) (2.4)
Sedangkan biaya totalnya dapat dijabarkan sebagai berikut:
Dengan minimisasi biaya total untuk setiap n faktor input produksi, dan
menempatkan persamaan (2.4) sebagai kendala dan persamaan (2.5) sebagai tujuan,
maka melalui metode lagrange fungsi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
= wL + rK + (Q – f ( K,L) (2.6)
Turunan parsial (pertama) yang merupakan kondisi perlu untuk masalah
optimasi terhadap K,L dan harus sama dengan nol adalah sebagai berikut:
( , ) 0
Dengan memanipulasi dua persamaan pertama, maka akan diperoleh:
K
sedangkansecara ekonomi dapat diinterpretasikan sebagai suatu biaya marginal
(marginal cost = MC). Dari persamaan (2.7) dan (2.8) dapat diperoleh nilai
W merupakan harga per unit faktor input tenaga kerja dan r merupakan harga per unit
faktor input kapital, sedangkan MPL adalah besarnya tambahan output sebagai
besarnya tambahan output sebagai akibat adanya kenaikan per unit faktor input
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dari hasil
proses minimisasi total cost (TC) akan diperoleh nilai optimal dari penggunaan faktor
input (L,K) dan dengan demikian fungsi permintaan dari faktor input (L,K) ini adalah
fungsi harga input (w,r) dan tingkat produksinya (Q) yang secara matematika dapat
Fungsi permintaan tenaga kerja dapat digambarkan dalam bentuk grafik pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.3. Fungsi Permintaan terhadap Tenaga Kerja
0
L1 L2 LGaris vertikal adalah upah real
jumlah tenaga kerja yang terserap adalah L1
dan pada tingkat upah real ( )2
dianggap tetap maka fungsi permintaannya adalah LD = PO
W f ( )
2.3. Angkatan Kerja
Tenaga kerja dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting bagi
pembangunan ekonomi sebagai salah satu faktor produksi dalam kegiatan
sektor-sektor ekonomi. Adanya pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh perkembangan
dari Produk Domestik Bruto di berbagai sektor menyebabkan terbukanya kesempatan
kerja, sehingga memungkinkan bertambahnya permintaan terhadap tenaga kerja,
walaupun seringkali peningkatan kesempatan kerja ini tidak sebanding dengan tenaga
kerja yang tersedia sehingga menyebabkan masalah ketenagakerjaan.
Untuk keperluan analisis ketenagakerjaan, secara garis besar penduduk suatu
negara dibedakan menjadi lima golongan yaitu: (Depnaker, 2004)
1. Tenaga kerja
Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berumur dalam
batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antar negara yang satu
dengan yang lain. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia
ini dibedakan atas angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan
kerja.
2. Angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk usia kerja yang
bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak
bekerja, dan yang mencari pekerjaan.
3. Bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja
yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari
pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah, mengurus
rumah tangga dan menerima pendapatan yang bukan imbalan langsung
atas jasa kerjanya.
4. Pekerja
Pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan mencakup orang
yang mempunyai pekerjaan dan saat disensus atau disurvai memang
sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk
sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Menurut BPS bekerja
adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh upah, atau
membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja
paling sedikit satu jam secara kontinyu dalam seminggu yang lalu
(seminggu sebelum sensus atau survai).
5. Penganggur
Penganggur adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan atau orang
Pengangguran yang semacam ini oleh BPS dinyatakan pengangguran
terbuka.
Pengertian angkatan kerja (labour demand) adalah sebagai jumlah orang yang
sedang bekerja dan orang yang menganggur. Dalam suatu masyarakat pada orang
dewasa (berumur 16 tahun ke atas) pada setiap rumah tangga dimasukkan dalam tiga
kelompok yaitu: bekerja, tidak bekerja, atau tidak masuk dalam (di luar) angkatan
kerja. Seseorang dianggap bekerja jika ia bekerja dan mendapat upah pada pekan
sebelumnya, sebagai lawan dari menjaga rumah, pergi ke sekolah, atau melakukan
hal-hal lain. Seseorang dianggap menganggur jika ia tidak bekerja dan sedang
menunggu untuk memulai pekerjaan baru, sedang cuti, atau sedang mencari
pekerjaan. Orang yang tidak masuk ke dalam dua kategori itu, seperti pelajar atau
pensiunan, tidak berada dalam angkatan kerja (Mankiw G., 2000).
2.4. Kesempatan Kerja
Satu aspek dalam kinerja ekonomi adalah sejauhmana suatu perekonomian
menggunakan sumber daya dengan baik. Karena para pekerja suatu perekonomian
adalah sumber daya utamanya, menjaga agar para pekerja tetap bekerja menjadi
puncak perhatian para pembuat kebijakan ekonomi. Istilah kesempatan kerja
mengandung pengertian kesempatan yang tersedia sebagai akibat dari kegiatan
ekonomi (memproduksi barang dan jasa) (Mankiw G., 2000).
Tenaga kerja merupakan faktor yang penting dalam proses produksi yang lain
faktor-faktor produksi tersebut. Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian
lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu
kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian pengertian kesempatan kerja adalah
mencakup lapangan pekerjaan yang sudah diisi dan semua lapangan pekerjaan yang
masih lowong. Dari lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut (yang
mengandung arti adanya kesempatan), kemudian timbul kebutuhan akan tenaga kerja.
Kebutuhan tenaga kerja nyata-nyata diperlukan oleh perusahaan/lembaga
menerima tenaga kerja pada tingkat upah, posisi, dan syarat kerja tertentu. Data
kesempatan kerja secara nyata sulit diperoleh, maka untuk keperluan praktis
digunakan pendekatan bahwa jumlah kesempatan kerja didekati melalui banyaknya
lapangan kerja yang terisi yang tercermin dari jumlah penduduk yang bekerja
(employed) (Depnaker, 2004).
Pengertian kesempatan kerja yaitu suatu keadaan yang mencerminkan sampai
jumlah berapa dari total angkatan kerja yang dapat diserap dapat ikut serta aktif
dalam suatu kegiatan perekonomian suatu negara. Dengan kata lain kesempatan kerja
adalah jumlah penduduk yang bekerja atau telah mendapatkan pekerjaan.
Menurut Rusli (2000) yang didasarkan pada data sensus penduduk, jumlah
penduduk yang bekerja biasanya dipandang sebagai jumlah kesempatan kerja yang
ada. Ini berarti bahwa kesempatan kerja bukanlah lapangan pekerjaan yang masih
terbuka, walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja
Secara sederhana bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tenaga
kerja adalah pertumbuhan penduduk, peningkatan standar hidup, pertumbuhan
ekonomi, perubahan investasi, penggunaan tenaga kerja dalam produksi, perubahan
tingkat ekspor, perubahan produksi barang-barang subsitusi impor dan perubahan
variasi musim dari kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
Kebutuhan tenaga kerja didasarkan pada pemikiran bahwa tenaga kerja dalam
masyarakat merupakan salah satu faktor yang potensial untuk pembangunan ekonomi
secara keseluruhan, dengan demikian jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar
dapat menentukan percepatan laju pertumbuhan ekonomi. Kesempatan kerja yang
tersedia dan kualitas tenaga kerja yang digunakan akan menentukan proses
pembangunan ekonomi untuk menjalankan proses produksi dan juga sebagai pasar
barang dan jasa.
Konsep industrialisasi mengacu pada teori pertumbuhan yang mengacu pada
proses peningkatan output dan pengakumulasian modal. Proses percepatan
pertumbuhan dengan konsentrasi pembangunan pada sektor industri modern mampu
menyerap tenaga kerja yang berada di pedesaan yang tidak dapat diserap oleh pasar
tenaga kerja. Kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan pun terlampau mementingkan
industrialisasi yang kemudian memicu pertumbuhan penduduk yang berkorelasi
positif dengan peningkatan urbanisasi penduduk di seluruh pedesaan yang mencari
kehidupan yang lebih baik di perkotaan. Akibatnya di perkotaan tidak semua
permintaan tenaga kerja (DL) mampu terserap oleh industri modern dalam jumlah
perkotaan atau dengan kata lain permintaan tenaga kerja lebih besar daripada
penawaran tenaga kerja dalam pasar tenaga kerja (DL > SL) yang berdampak pada
penurunan upah riil. Michael Todaro (2000) mengemukakan pertumbuhan
pengangguran (jobless growth) atau yang biasa disebut kesenjangan antara
kesempatan kerja dan output (output employment lag) merupakan suatu kondisi
di mana laju pertumbuhan output mulai mengalami penurunan dan yang segera
disusul oleh kemerosotan tingkat upah riil di sektor industri. Sehingga melalui teori
tersebut maka penekanan yang berlebihan pada perluasan industri modern tidak dapat
mengatasi masalah ketenagakerjaan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan
dalam menyerap tenaga kerja di negara sedang berkembang. Selain itu industri
modern sarat dengan kegiatan padat modal sehingga daya serapnya terhadap tenaga
kerja yang tersedia sangat terbatas.
Kegiatan ekonomi mencakup segala sumber daya beserta kebutuhan manusia
yang tidak terbatas dan bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya (how)
dengan sumber-sumber daya yang langka tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan,
manusia melakukan kegiatan ekonomi di mana mencakup kegiatan produksi yang
di dalamnya sumber daya manusia atau human resources yang mengandung
pengertian manusia yang mampu bekerja untuk memberikan kontribusi berupa jasa
atau kegiatan yang memiliki nilai ekonomi. Secara sederhana tenaga kerja
didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja (Payaman Simanjuntak, 2001).
Menurut Payaman Simanjuntak (2001), sumber daya manusia yang termasuk
sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan
mengurus rumah tangga. Perbedaannya dengan bukan tenaga kerja dapat diketahui
oleh batas umur di mana pada masing-masing negara memberikan batasan umur
tersebut secara berbeda. Sebagai contoh Indonesia, pada tahun 1971 golongan usia 10
tahun ke atas sudah digolongkan sebagai tenaga kerja dikarenakan kelompok umur 10
– 14 tahun di kota dan desa sekitar 16 persen telah bekerja atau mencari pekerjaan.
Definisi dari BPS, tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam
usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan
jasa. Sebelum tahun 2000, seperti pada contoh kondisi di atas, Indonesia
menggunakan batasan seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas yang dapat diamati
pada hasil Sensus Penduduk 1971, 1980 dan 1990. Kemudian setelah Sensus
Penduduk 2000, batasan usia tenaga kerja disesuaikan dengan ketentuan
internasional, yaitu tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih.
Manfaat yang dapat diperoleh dari definisi pembatasan usia tenaga kerja agar dapat
digunakan sebagai wacana bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan baik
di tingkat nasional maupun daerah dalam menyusun rencana pembangunan yang
terkait dengan ketenagakerjaan. Selain itu, indikator ini digunakan untuk mengetahui
jumlah tenaga kerja atau penduduk usia kerja potensial yang terlibat dalam kegiatan
2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesempatan Kerja
Pada suatu daerah di mana tingkat kesempatan kerjanya tinggi, hal tersebut
akan mengurangi tingkat pengangguran dan sebaliknya jika kesempatan kerja itu
rendah maka pengangguran akan meningkat. Tinggi rendahnya tingkat kesempatan
kerja dipengaruhi oleh beberapa komponen pokok, komponen tersebut di suatu
negara jenisnya berbeda-beda.
Menurut Simanjuntak (2001) faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja,
yaitu:
a. Kondisi perekonomian.
b. Pertumbuhan penduduk.
c. Produktivitas/kualitas sumber daya manusia.
d. Tingkat upah.
e. Struktur umur penduduk.
Kutipan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kondisi perekonomian
Pesatnya roda perekonomian suatu daerah mencerminkan aktivitas
produksi yang tinggi, kapasitas produksi yang tinggi membutuhkan
tingginya faktor produksi diantaranya adalah tenaga kerja. Jadi banyak
b. Pertumbuhan penduduk
Kualitas pertumbuhan ekonomi akan dipengaruhi oleh tingginya angka
pertumbuhan penduduk. Oleh sebab itu semakin tinggi jumlah penduduk
akan mengurangi kesempatan orang untuk bekerja.
c. Produktivitas/kualitas sumber daya manusia
Tingginya produktivitas dan kualitas sumber daya seseorang akan
mendorong tingginya tingkat kesempatan kerja, dan sebaliknya kualitas
sumber daya manusia yang rendah akan kesulitan untuk mendapatkan
pekerjaan yang diinginkannya.
d. Tingkat upah
Kenaikan upah yang tidak dibarengi denmgan kenaikan kapasitas
produksi akan menyebabkan pihak perusahaan akan mengurangi jumlah
karyawannya, hal tersebut akan menurunkan tingkat kesempatan kerja.
e. Struktur umur penduduk
Semakin besar struktur umur penduduk yang digolongkan muda, maka
kesempatan kerja akan menurun dan sebaliknya.
Menurut Rahardja dan Manurung (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi
kesempatan tenaga kerja adalah:
a. Harga Faktor Produksi
Yang dimaksud dengan harga faktor produksi adalah upah atau gaji untuk
tenaga kerja. Jika upah tenaga kerja makin murah harganya, makin besar
b. Permintaan terhadap Output
Makin besar skala produksi, makin besar permintaan terhadap kesempatan
tenaga kerja. Apabila diaplikasikan pada lembaga kursus berarti bahwa
dengan semakin banyak peserta anak didik atau yang ikut kursus maka
permintaan terhadap tenaga kerja semakin besar misalnya tenaga pengajar
dan lain-lain.
c. Permintaan terhadap Faktor Produksi Lain
Misalnya, permintaan terhadap faktor produksi substitusi (mesin)
meningkat, maka permintaan terhadap tenaga kerja menurun. Bila tenaga
kerja dan mesin mempunyai hubungan komplemen, meningkatnya
permintaan terhadap mesin meningkatkan permintaan terhadap tenaga
kerja.
d. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi mempunyai dampak yang mendua terhadap
permintaan faktor produksi. Dalam arti kemajuan dapat menambah atau
mengurangi permintaan terhadap faktor produksi. Jika kemajuan teknologi
meningkatkan produktivitas maka permintaan terhadap faktor produksi
meningkat. Kemajuan teknologi yang bersifat padat modal meningkatkan
produktivitas barang modal, sehingga permintaan terhadapnya meningkat.
Sebaliknya kemajuan tersebut menurunkan permintaan terhadap tenaga
meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja, bila kemajuan tersebut
meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
2.6. Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja
Gambaran secara menyeluruh dari kondisi perekonomian suatu daerah dapat
diperoleh dengan mengukur tingkat pertumbuhan ekonominya yang kita kenal dengan
konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai salah satu indikator makro
ekonomi. Dalam konsep penghitungan PDRB, yang dihitung adalah nilai bruto dari
seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh semua unit ekonomi dalam wilayah
yang diukur. Salah satu aspek untuk melihat kinerja perekonomian adalah seberapa
efektif penggunaan sumber-sumber daya yang ada sehingga lapangan pekerjaan
merupakan fokus dari pembuat kebijakan. Angkatan kerja merupakan jumlah total
dari pekerja dan pengangguran, sedangkan pengangguran merupakan jumlah
angkatan kerja yang menganggur.
Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran memiliki hubungan yang erat
karena penduduk yang bekerja berkontribusi dalam menghasilkan barang dan jasa
sedangkan pengangguran tidak memberikan kontribusi. Studi yang dilakukan oleh
ekonom Arthur Okun mengindikasikan hubungan negatif antara pertumbuhan
ekonomi dengan pengangguran, apabila pertumbuhan ekonomi meningkat maka
tigkat pengangguran akan turun sehingga meningkatkan kesempatan kerja.
Seorang ahli ekonom, Arthur Okun pernah menyusun hubungan empiris
Okun (Mankiw, 2000), yang menyatakan bahwa terdapat kaitan yang erat antara
tingkat pengangguran dengan GDP (Gross Domestic Product) riil, di mana terdapat
hubungan yang negatif antara tingkat pengangguran dengan GDP riil. Okun
menggunakan data tahunan dari Amerika Serika untuk menunjukkan Hukum Okun
ini seperti terlihat pada Gambar 2.4.
Perubahan persentase dalam GDP riil
Garis titik sebaran setiap pengamatan
Perubahan dalam
tingkat pengangguran
Gambar 2.4. Kurva Hukum Okun (Sumber: Mankiw, 2000)
Gambar 2.4 di atas ini merupakan titik sebar dari perubahan dalam tingkat
pengangguran pada sumbu horizontal dan perubahan persentase dalam GDP riil pada
sumbu vertikal. Gambar ini menunjukkan dengan jelas bahwa perubahan dalam
tingkat pengangguran dari tahun ke tahun sangat erat kaitannya dengan perubahan
GDP riil tahun ke tahun, seperti terlihat pada garis titik sebar pengamatan yang ber
slope negatif.
2.7. Investasi dan Kesempatan Kerja
Pengertian investasi adalah pengeluaran-pengeluaran yang ditujukan untuk
meningkatkan atau mempertahankan persediaan barang modal (capital stock) terdiri dari
pabrik, mesin kantor, dan produk-produk tahan lama lainnya (Dornbusch dan Fischer,
2004). Investasi yang lajim disebut dengan istilah penanaman modal atau
pembentukan modal menurut Sukirno (2000) adalah, "Merupakan komponen kedua
yang menentukan tingkat pengeluaran agregat".
Menurut Tambunan (2001): Di dalam neraca nasional atau struktur PDB
menurut penggunaannya, investasi didefinisikan sebagai pembentukan modal/kapital
tetap domestik (domestic fixed capital formation). Investasi dapat dibedakan antara
investasi bruto (pembentukan modal tetap domestik bruto) dan investasi netto
(pembentukan modal tetap domestik netto).
Menurut definisi dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2007), pembentukan modal
tetap adalah pengeluaran untuk pengadaan, pembuatan, atau pembelian
barang-barang modal baru (bukan barang-barang-barang-barang konsumsi) baik dari dalam negeri maupun
impor, termasuk barang modal bekas dari luar negeri. Pembentukan modal tetap yang
dicakup hanyalah yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi di dalam negeri
(domestik). Nofirin (2000) “Investasi merupakan salah satu komponen yang penting
dalam PDB”.
Menurut Nopirin (2000), Faktor yang mempengaruhi investasi diantaranya
adalah tingkat bunga, penyusutan, kebijaksanaan pemerintah, perkiraan tentang
oleh besaran-besarannya pengeluaran agregat yang wujud dalam perekonomian. Dan
dalam perekonomian pengeluaran agregat itu terdiri dari empat jenis pengeluaran
yaitu: pengeluaran konsumsi rumah tangga investasi oleh perusahaan perusahaan,
pengeluaran pemerintah dan ekspor. Dari kenyataan itu dapatlah disimpulkan bahwa
naik turunnya tingkat kegiatan ekonomi adalah ditimbulkan oleh perusahaan-
perusahaan dari masing-masing atau gabungan faktor-faktor tersebut.
Selain memandang investasi dengan pendekatan neoclassical model, para
ekonom juga melihat adanya hubungan antara fluktuasi dalam investasi dan fluktuasi
dalam pasar saham. Harga saham cenderung tinggi pada saat perusahaan memiliki
banyak kesempatan untuk berinvestasi mengingat hal tersebut berarti akan
meingkatkan pendapatan pemegang saham. Dengan demikian, harga saham
mencerminkan insentif untuk berinvestasi.
Untuk menjelaskan pergerakan di sektor riil termasuk investasi, teori ini
menyatakan pergerakan tersebut disebabkan oleh faktor alam di sektor itu sendiri
seperti terjadinya, technological shock yang membuat produktivitas meningkat
sehingga output dari perekonomian juga meningkat. Dengan kata, lain semua
fluktuasi di sektor lain seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat harga, tingkat konsumsi
dan investasi merupakan hasil reaksi dari individu-individu terhadap perubahan
dalam perekonomian.
Investasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan tingkat
pendapatan nasional. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus
pendapatan nasional dan taraf kemakmuran (Sukirno, 2000). Adanya
investasi-investasi baru memungkinkan terciptanya barang modal baru sehingga akan
menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja baru atau
kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga kerja yang pada gilirannya akan
mengurangi pengangguran.
Harrod-Domar (Subri, 2003) dalam teorinya menyatakan bahwa investasi
tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar produksi. Kapasitas
produksi yang membesar tersebut tentunya membutuhkan tenaga kerja yang besar
pula, di mana dalam kondisi yang seperti ini diasumsikan tenaga kerja meningkat
secara geometris dan selalu full employment.
Selain itu Solow (Subri, 2003) di dalam teorinya yang mirip dengan
Harrod-Domar menggunakan Cobb-Douglas dan progress faktor menjelaskan bahwa
angkatan kerja diasumsikan tumbuh secara geometris dan full employment selalu
tercapai. Artinya bahwa pertumbuhan investasi yang ditanamkan akan diikuti dengan
pertumbuhan kesempatan kerja.
Mankiw (2000) menjelaskan bahwa tiga jenis pengeluaran investasi, yaitu
investasi tetap bisnis (business fixed investment), investasi residensial (residensial
investment), investasi persediaan (inventory investment).
Investasi tetap bisnis mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan
untuk produksi. Model investasi tetap bisnis standar disebut juga model investasi neo
memiliki barang-barang modal. Model ini menunjukkan bagaimana tingkat investasi
dikaitkan pada produk modal dan tingkat bunga yang mempengaruhi perusahaan.
Investasi residensial mencakup perumahan baru yang orang beli untuk tempat
tinggal dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan. Menurut model pasar rumah,
investasi bergantung terhadap harga relatif rumah. Harga relatif rumah tergantung
pada permintaan terhadap rumah.
Dan yang terakhir adalah investasi persediaan mencakup barang-barang yang
disimpan perusahaan di gudang. Investasi persediaan ini merupakan komponen yang
terkecil dari PDRB. Mengingat banyaknya motif untuk menyimpan persediaan, maka
ada banyak model dari investasi persediaan ini. Diantara model investasi persediaan
investasi yang paling sederhana adalah model percepatan. Model percepatan
persediaan mengasumsikan bahwa perusahaan menyimpan persediaan yang
proporsional terhadap tingkat output perusahaan. Ketika output naik, perusahaan
ingin menyimpan lebih banyak persediaan, sehingga investasi persediaan tinggi.
Ketika output turun, perusahaan ingin menyimpan lebih sedikit persediaan, sehingga
persediaan turun yang mengakibatkan investasi persediaan menjadi negatif.
2.8. Upah dan Kesempatan Kerja
Sistem pengupahan di suatu negara didasarkan kepada falsafah atau sistem
perekonomian negara tersebut. Menurut Sumarsono (2003), teori yang mendasari
sistem pengupahan pada dasarnya dapat dibedakan menurut dua ekstrim, yaitu:
(2) berdasarkan pada teori pertambahan produk marginal berlandaskan asumsi
perekonomian bebas. Sistem pengupahan dari ekstrim pertama pada umumnya
dilaksanakan di negara-negara penganut paham komunis, sedangkan sistem
pengupahan ekstrim kedua pada umumnya dipergunakan di negara negara yang
digolongkan kapitalis.
Ajaran Karl Max menyatakan bahwa hanya buruh yang merupakan sumber
nilai ekonomi. Nilai suatu barang tergantung nilai dari jasa buruh atau jumlah waktu
kerja yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Implikasi dari
pandangan ini adalah:
a. Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk
seluruh proses produksi barang tersebut.
b. Jumlah jam kerja yang dikorbankan untuk memproduksi suatu jenis barang
adalah hampir sama. Oleh sebab itu harganya di beberapa tempat menjadi
hampir sama.
c. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan demikian
hanya buruh (pekerja) yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional
tersebut.
Sistem pengupahan dan pelaksanaannya berdasarkan pandangan Karl Max
adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang macam dan jumlahnya hampir sama.
Nilai (harga) setiap barang hampir sama, maka upah tiap-tiap orang kira-kira