• Tidak ada hasil yang ditemukan

εit ………….. (5) dimana :

LnTKSit = Jumlah tenaga kerja sektoral di provinsi i pada tahun t LnPDRBSit = Nilai produk domestik regional bruto sektoral provinsi i pada

tahun t

LnPMASit = Nilai investasi penanaman modal asing sektoral provinsi i pada tahun t

LnPMDNSit = Nilai investasi penanaman modal dalam negeri sektoral provinsi i

pada tahun t

LnUMPit = Nilai upah minimum provinsi i pada tahun t αi =Intersep model yang berubah – ubah antar provinsi β1 = Slope variabel PDRBS

β2 = Slope variabel PMAS β3 = Slope variabel PMDNS β4 = Slope variabel UMP

i = Provinsi ke-i

t = Periode waktu ke-t

ε = Komponen error

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral di Pulau Sumatera

Tenaga kerja yang terserap di Pulau Sumatera berjumlah 103.69 juta jiwa. Tenaga kerja ini (pekerja) terbagi kedalam lima sektor utama yaitu sektor

pertanian, pertambangan, konstruksi, konstruksi, dan jasa. Perkembangan penyerapan tenaga kerja dari kelima sektor tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2 Kurva Penyerapan Tenaga Kerja di Lima Sektor Pulau Sumatera Sumber : BPS 2006-2010 (diolah)

Gambar kurva di atas menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Pulau Sumatera. Rata-rata penyerapannya mencapai sepuluh juta jiwa per tahun pada tahun 2006 hingga 2010. Hampir seluruh provinsi di Pulau Sumatera tenaga kerjanya terserap di sektor pertanian, kecuali provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau yang jumlah tenaga kerjanya banyak terserap di sektor jasa. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi tumpuan untuk menampung jumlah angkatan kerja yang ada. Proporsi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian mencapai 50.94 persen. Sektor Pertambangan merupakan sektor yang paling sedikit jumlah tenaga kerjanya. Proporsi penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan terhadap sektor lain hanya sebesar 1.36 persen per tahun. Hal ini diduga karena sektor pertambangan dalam aktivitas produksinya banyak menggunakan alat-alat teknologi pertambangan. Sektor jasa menempati posisi kedua sebagai sektor yang banyak menyerap tenaga kerja di Pulau Sumatera setelah sektor pertanian sebesar 35.94 persen. Sektor konstruksi dan konstruksi menyerap tenaga kerja sebesar 6.96 persen dan 4.80 persen.

Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Penyerapan tenaga kerja terbesar sektor pertanian terdapat pada provinsi Sumatera Utara dengan jumlah rata-rata per tahun mencapai 2.6 juta jiwa. Provinsi lain seperti Sumatera Selatan, dan Lampung juga mendominasi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian yang memiliki tingkat penyerapan rata-rata per tahun 1.9 juta jiwa. Perkembangan tenaga kerja sektor pertanian di 10 provinsi Pulau Sumatera dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian Pulau Sumatera Berdasarkan Urutan Jumlah Terbesar

Sumber : BPS 2006-2010 (diolah)

Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di provinsi Sumatera Utara memiliki pertumbuhan yang cukup berfluktuasi dan jumlah penyerapan tenaga kerjanya merupakan penyerapan terbesar di Pulau Sumatera. Rata–rata pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang terserap sebesar 5 persen. Gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja sektor pertanian di Provinsi Sumatera Selatan dengan Provinsi Lampung memiliki jumlah penyerapan yang hampir sama. Penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan setiap tahunnya mengalami peningkatan, hanya saja pada tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang terserap menurun sebesar 2.68 persen. Provinsi Lampung setiap tahunnya mengalami penurunan kecuali pada tahun 2010 meningkat sebesar 15.35 persen.

Rata–rata jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang terserap di Provinsi Riau mencapai 978 ribu jiwa. Jumlah tenaga kerja Provinsi Riau dari tahun ke tahun selalu mengalami penurunan kecuali tahun 2008 meningkat sebesar 9 persen. Provinsi Sumatera Barat setiap tahunnya menyerap tenaga kerja yang berfluktuasi, pada tahun 2006 hingga 2008 penyerapan tenaga kerja di provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan dan mengalami penurunan pada tahun 2009 hingga 2010. Jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertananian di Sumatera Barat terbesar terdapat pada tahun 2008 yaitu 924.314 jiwa.

Keadaan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) setiap tahunnya berfluktuasi dengan jumlah penyerapan tenaga kerja terbesar ada pada tahun 2006 sebesar 899.579 jiwa. Tahun 2007 jumlah tenaga kerja mengalami penurunan lebih besar dari tahun 2010 yaitu sebesar 13 persen, sedangkan tahun 2010 hanya mengalami penurunan sebesar 4 persen. Jumlah tenaga kerja Provinsi Jambi setiap tahunnya meningkat, akan tetapi tahun 2009 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 2 persen. Rata– rata jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang terserap di Provinsi Jambi sebesar 703 ribu jiwa.

Provinsi Bengkulu dan Bangka Belitung memiliki perubahan jumlah tenaga kerja yang cukup stabil dengan rata–rata penyerapan tenaga kerja sebesar 470 ribu jiwa dan 160 ribu jiwa. Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi yang penyerapan tenaga kerjanya terkecil di Pulau Sumatera pada sektor pertanian dengan jumlah rata–rata 89 ribu jiwa.

Tenaga Kerja Sektor Pertambangan

Provinsi Bangka Belitung merupakan provinsi dengan jumlah tenaga kerja sektor pertambangan terbesar di Pulau Sumatera. Jumlah tenaga kerja yang terserap di Provinsi Bangka Belitung sebesar 560 ribu jiwa atau 40 persen dari total tenaga kerja sektor pertambangan. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan di Provinsi Bangka Belitung sangat berfluktuasi, pada tahun 2007 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja yang sangat besar mencapai 24 persen dan tahun 2010 terjadi peningkatan tenaga kerja terbesar mencapai 11 persen. Provinsi Riau memiliki jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan yang cukup berfluktuasi. Tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang terserap meningkat sebesar 12 persen dan tahun 2008 hingga 2010 terjadi penurunan jumlah tenaga kerjanya sebesar sebesar 25 persen.

Pergerakan jumlah tenaga kerja sektor pertambangan yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan hampir sama dengan Provinsi Riau, akan tetapi pada tahun 2010 jumlah tenaga kerja Provinsi Sumatera Selatan menurun sebesar 11 persen. Tahun 2007 penyerapan tenaga kerja mengalami peningkatan hingga 23 persen dan menurun di tahun 2008 hingga 2009 sebesar 11 persen. Keadaan penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan di Provinsi Sumatera Barat berfluktuasi setiap tahunnya. Tahun 2007 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja yang cukup signifikan yaitu sebesar 10 persen.

Gambar 4 Jumlah Tenaga Kerja Pertambangan Pulau Sumatera Berdasarkan Urutan Terbesar

Sumber : BPS 2006-2010 (diolah)

Provinsi Sumatera Utara memiliki pertumbuhan jumlah tenaga kerja sektor pertambangan yang sangat berfluktuasi. Tahun 2007 terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja hingga 90 persen, tahun 2008 jumlah tenaga kerja menurun hingga 26 persen. Tahun 2009 dan 2010 jumlah tenaga kerja kembali meningkat hingga 42 persen dan 15 persen. Keadaan penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan di Provinsi Jambi hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan, hanya saja pada tahun 2007 terjadi penurunan yang sangat besar mencapai 44 persen, kemudian tahun 2008 hingga 2010 selalu mengalami peningkatan dengan rata– rata peningkatan sebesar 40 persen. Provinsi Lampung memiliki perkembangan jumlah tenaga kerja yang sangat berfluktuasi. Terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 2009 sebesar 68 persen dan tahun 2010 mengalami penurunan yang sangat signifikan sebesar 22 persen.

Perkembangan Jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan di Provinsi Kepulauan Riau sangat berfluktuasi, tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang terserap meningkat hingga 193 persen. Tahun 2008 jumlah tenaga kerja mengalami penurunan sebesar 22 persen dan tahun 2010 jumlah tenaga kerja kembali meningkat sebesar 24 persen. Provinsi Bengkulu memiliki pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang cukup berfluktuasi, tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang terserap menurun hingga 52 persen dan tahun 2008 hingga 2010 meningkat dengan rata–rata peningkatan sebesar 16 persen. Provinsi Kepulauan Riau dan Bengkulu merupakan provinsi dengan tingkat penyerapan tenaga kerja terendah di Pulau Sumatera dan memiliki pertumbuhan yang sangat fluktuasi. Perkembangan penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan terbesar di Pulau sumatera dapat dilihat pada Gambar 4.

Tenaga Kerja Sektor Industri

Keadaan penyerapan tenaga kerja sektor Industri di Pulau Sumatera penyerapannya didominasi oleh Provinsi Sumatera Utara, Lampung, dan Kepulauan Riau. Provinsi Sumatera Utara memiliki pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang cukup berfluktuasi. Tahun 2007 hingga 2010 pertumbuhan jumlah tenaga kerjanya meningkat cukup tinggi dengan rata–rata peningkatan sebesar 12 persen, akan tetapi tahun 2010 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja yang cukup signifikan sebesar 9 persen. Perkembangan tenaga kerja Provinsi Lampung terjadi peningkatan yang cukup stabil. Jumlah rata-rata penyerapan tenaga kerjanya sebesar 204 000 jiwa per tahun. Perkembangan tenaga kerja sektor Industri di Provinsi Kepulauan Riau memiliki tingkat penurunan yang cukup besar pada tahun 2009 sebesar 15 persen dan peningkatan yang tinggi pada tahun 2010 sebesar 60 persen.

Keadaan penyerapan tenaga kerja sektor Industri di Pulau Sumatera yang tingkat penyerapannya paling rendah yaitu Provinsi Jambi, Bengkulu, dan Bangka Belitung. Penyerapan tenaga kerja Provinsi Jambi cukup berfluktuasi, tahun 2009 dan 2010 terjadi penurunan dan peningkatan jumlah tenaga kerja masing-masing sebesar 10 persen. Jumlah tenaga kerja yang terserap di Provinsi Bengkulu mengalami penurunan setiap tahunnya , kecuali tahun 2007 terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 10 persen dan rata–rata penurunan jumlah tenaga kerjanya sebesar 11 persen. Provinsi Bangka Belitung memiliki pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang selalu meningkat setiap tahunnya, rata–rata peningkatan tersebut sebesar 14 persen per tahun. Perkembangan penyerapan tenaga kerja sektor Industri terbesar di Pulau sumatera dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Pulau Sumatera Berdasarkan Urutan Terbesar

Sumber : BPS 2006-2010 (diolah) Provinsi Dominasi Sektor Konstruksi

Dominasi Penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi di Pulau Sumatera paling banyak terserap di Provinsi Sumatera Utara, Lampung, dan Sumatera Selatan. Jumlah penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara selama tahun 2006 hingga 2010 selalu meningkat sebesar 1.36 juta jiwa dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 12.92 persen. Jumlah penyerapan tenaga kerja Lampung rata-rata penyerapannya sebesar 151 165 jiwa per tahun. Tingkat pertumbuhan yang terjadi tidak terlalu besar setiap tahunnya. Provinsi Sumatera Selatan memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang meningkat disetiap tahunnya. Rata–rata penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi di Provinsi Sumatera Selatan per tahun sebesar 14 persen.

Keadaan penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi di Pulau Sumatera yang tingkat penyerapannya paling rendah yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Bengkulu, dan Bangka Belitung. Provinsi Kepulauan Riau memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang cukup berfluktuatif. Tahun 2007 hingga 2008 jumlah tenaga kerja yang terserapa rata–rata meningkat sebesar 25 persen. Tahun 2009 penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan sebesar 16 persen, kemudian tahun 2010 jumlah penyerapan tenaga kerjanya kembali meningkat sebesar 29 persen. Provinsi Bengkulu jumlah tenaga kerja yang terserap selalu meningkat, kecuali tahun 2009 sedikit mengalami penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 5 persen. Tahun 2010 penyerapan tenaga kerja kembali meningkat sebesar 14 persen. Perkembangan penyerapan tenaga kerja terbesar sektor konstruksi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Konstruksi Pulau Sumatera Berdasarkan Urutan Terbesar

Sumber : BPS 2006-2010 (diolah) Provinsi Dominasi Sektor Jasa

Penyerapan tenaga kerja sektor jasa merupakan penyerapan terbesar kedua setelah sektor pertanian sebesar 36 persen. Seluruh provinsi di Pulau Sumatera sektor jasa jumlah tenaga kerjanya mencapai lebih dari 100 000 jiwa. Hal ini berbeda dengan sektor lain yang hanya ada dibeberapa provinsi saja jumlah penyerapan tenaga kerja sektoralnya lebih dari 100 000 jiwa. Provinsi yang mendominasi penyerapan tenaga kerja sektor jasa yaitu Sumatera Utara, Lampung, dan Sumatera Selatan. Tenaga kerja Sumatera Utara yang terserap meningkat setiap tahun. Peningkatan terbesar dari terdapat pada tahun 2010 sebesar 9 persen. Perkembangan penyerapan tenaga kerja provinsi Lampung dan Sumatera Selatan memiliki tingkat pertumbuhan yang hampir sama. Provinsi Lampung menyerap tenaga kerja rata-rata per tahun sebesar 1 juta jiwa dan provinsi Sumatera Selatan rata-rata penyerapan tenaga kerjanya sebesar 959 634 jiwa. Provinsi Sumatera Selatan jumlah tenaga kerja di sektor jasa yang terserap meningkat, akan tetapi pada tahun 2009 terjadi penurunan sebesar 0.03 persen. Peningkatan tenaga kerja terbesar terdapat pada tahun 2008 sebesar 12.81 persen.

Keadaan penyerapan tenaga kerja sektor Jasa di Pulau Sumatera yang tingkat penyerapannya paling rendah yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Bengkulu, dan Bagka Belitung, ketiga provinsi tersebut memiliki pertumbuhan tenaga kerja yang sama dan meningkat. Penyerapan tenaga kerja Provinsi Kepulauan Riau memiliki tingkat pertumbuhan tenaga kerja terbesar pada tahun 2009 sebesar 17 persen. Provinsi Bengkulu memiliki pola pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang meningkat setiap tahunnya, akan tetapi tahun 2009 terjadi sedikit penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 0.3 persen. Provinsi Bangka Belitung memiliki pola pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang selalu meningkat setiap tahunnya, akan tetapi tahun 2008 terjasi sedikit penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 1 persen. Perkembangan jumlah tenaga kerja terbesar sektor jasa di Pulau Sumatera dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Jasa Pulau Sumatera Berdasarkan Urutan Terbesar

Sumber : BPS 2006-2010 (diolah)

Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Sumatera 2006 hingga 2010

Penelitian ini menggunakan metode analisis data panel. Hasil uji F/Chow Test dan uji Haussman menunjukkan bahwa model yang terpilih adalah model FEM sebagai model terbaik untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera untuk model semua sektor. Pengujian faktor- faktor yang memengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja sektoral bersama-sama dapat dilakukan dengan uji F-statistik dan uji t-statistik. Uji statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tak bebas yang digunakan dan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel tak bebas. Uji ini dilihat dari nilai F-statistik dan probabilitas (F-F-statistik) masing-masing sektor.

Uji asumsi yang dilakukan untuk menganalisis hasil penelitian yaitu, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat nilai Sum Square Resid pada Weighted Statistics dan Sum Square Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Square Resid Unweighted Statistics maka model penelitian tidak mengandung heteroskedastisitas atau model menghasilkan ragam sisaan yang homogen (homoskedastisitas). Pengolahan data yang menggunakan panel data sudah dapat mengatasi masalah multikolinearitas karena menggabungkan data cross section dengan data time series. Uji autokorelasi dalam model dapat dilihat dari nilai Durbin Watson, jika nilai Durbin Watson mendekati dua atau berada pada selang du < DW < 4-du maka diasumsikan tidak terjadi autokorelasi. Hasil estimasi dengan menggunakan metode fixed effect GLS juga sesuai selang nilai DW dengan jumlah variabel bebas k = 4 dan nilai du = 1.72. Asumsi lain yang harus dipenuhi adalah uji normalitas. Uji ini dilihat dari

nilai p-value > α = 5 persen maka artinya asumsi kenormalan terpenuhi. Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.

Sektor Pertanian

Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan koefisien determinasi (R2) atau R-squared sektor pertanian bernilai 99.68 persen, artinya sebesar 99.68 persen penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera sudah mampu dijelaskan oleh seluruh variabel bebas dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Hal ini menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) model adalah baik. Artinya model tersebut mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas di dalamnya sebesar R-squared 99.68 persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai FTabel pada taraf nyata 5 persen sebesar 2.8 dan F-statistik lebih dari FTabel artinya tolak H0, berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata 5 persen. Berdasarkan pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa pada sektor pertanian minimal ada salah satu variabel bebas berpengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera.

Nilai sum squared resid weighted model ini kurang dari sum squared resid unweighted menunjukkan bahwa model tidak mengandung heteroskedastisitas. Nilai R-Squared yang tinggi pada model mendekati 100 persen, artinya bahwa model tidak mengadung multikolinearitas. Nilai Durbin Watson model tidak menunjukkan adanya autokorelasi. Nilai p-value > α (5 persen) maka artinya asumsi kenormalan terpenuhi. Cross-Section Fixed Effect yang memiliki pengaruh paling besar adalah provinsi Sumatera Selatan sebesar 0.765985. Hasil analisis pada model regresi sektor pertanian semua asumsinya terpenuhi maka, penduga parameter koefisien regresi menggunakan metode panel data menghasilkan penduga tak bias linear terbaik (BLUE = Best Linear Unbiased Estimator).

Hasil regresi model faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera pada sektor pertanian tahun 2006 hingga 2010 yaitu; LnTKN = 9.564140 + 0.418632 LnPDRBN + 0.001408 LnPMAN + 0.000165

LnPMDNN + 0.031274 LnUMP

Interpretasi dari model di atas adalah yang memengaruhi jumlah penyerapan tenaga kerja sektor petanian (LNTKN) di Pulau Sumatera 2006 hingga 2010 adalah faktor Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian (PDRBN), Penanaman Modal Asing sektor pertanian (PMAN), dan Upah Minimum Provinsi (UMP). Kenaikan variabel PDRBN satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.42 persen asumsi cateris paribus. Kenaikan variabel PMA satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.0014 persen asumsi cateris paribus. Kenaikan variabel UMP satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.031 persen asumsi cateris paribus.

Tabel 4 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Sumatera Tahun 2006 hingga 2010

Variabel

Sektor Pertanian Pertambang

an Industri Konstruksi Jasa LNPDRBS 0.418632* 0.240279* 0.613509* 1.031523* 1.086577* LNPMAS 0.001408* 0.003766 0.008199* -0.004301* -0.002420 LNPMDNS 0.000165 0.015703 -0.002806 -0.001462 0.003976* LNUMP 0.031274* -0.039110 0.065866* -0.099755* 0.049900* C 9.564140* 8.242704* 5.845630* 4.233384* 2.781988* R-squared 0.996863 0.954466 0.991867 0.988555 0.998838 Prob(F-statistic) 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 Durbin-Watson stat 1.855386 2.071224 1.992876 2.119571 2.072363 Sum squared resid weighted 0.190848 2.777119 0.643261 0.437515 0.077023 Sum squared resid unweighted 0.203100 3.108708 0.673293 0.509200 0.079211 P-value Jarque Bera 0.271806 0.395383 0.459640 0.718619 0.256988 Individual Heterogenity Sumatera Selatan (0.765985) Bangka Belitung (1.863937) Lampung (1.039702) Bengkulu (0.957414) Jambi (0.404892) *signifikan pada taraf nyata 5 persen

Kenaikan variabel PDRBN meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja karena PDRBN menggambarkan output sektor pertanian sehingga semakin banyak output yang dihasilkan akan meningkatan kebutuhan tenaga kerja. Kenaikan variabel PMA meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja karena peningkatan investasi dapat meningkatkan output yang berdampak pada peningkatan tenaga kerja. Kenaikan variabel UMP meningkatkan penyerapan tenaga kerja, hal ini tidak sesuai dengan hipotesis dimana upah berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Ketidaksesuaian tersebut karena upah yang dijadikan biaya masih lebih sedikit dibanding penerimaaan (harga x MPL) ekstra dari kenaikan produksi sektor pertanian yang dihasilkan oleh tenaga kerja tambahan. Untuk memaksimalkan laba perusahaaan terus menarik tenaga kerja sampai pada titik dimana produk marjinal tenaga kerja sama dengan upah riil (Mankiw 2006).

Korelasi positif antara PDRB dengan jumlah tenaga kerja sama halnya seperti penelitian terdahulu oleh Dimas dan Woyanti 2009. Penelitian tersebut menyatakan bahwa permintaan barang dan jasa dalam suatu perekonomian akan memengaruhi tingkat output yang harus diproduksi sehingga berdampak pada penggunaan inputnya (tenaga kerja). Korelasi positif ini sama seperti pada penelitian terdahulu oleh Sitanggang dan Nachrowi 2004 menyatakan bahwa Variabel output menyebabkan peningkatan jumlah penyerapan tenaga keja sektor

pertanian terjadi di Provinsi Bali. Korelasi positif antara PMA (investasi) dengan jumlah tenaga kerja sama halnya seperti penelitian terdahulu oleh Astuti dan Handoko 2007 menyatakan bahwa output merupakan fungsi dari kapital dan tenaga kerja maka selain diturunkan fungsi penggunaan kapital, dapat juga diturunkan fungsi penggunaan tenaga kerja untuk memproyeksikan penyerapan tenaga kerja yaitu dengan konsep rasio modal-tenaga kerja (capital-labor ratio). Rasio modal tenaga kerja rata-rata di Kabupaten Sleman adalah sebesar 65 748 166 artinya setiap pekerja pada tahun 1999 hingga 2004 menggunakan modal sebesar Rp65 748 166.00 per tahun. Rasio modal-tenaga kerja digunakan untuk memproyeksi penyerapan tenaga kerja pada tahun 2005 hingga 2009. Korelasi positif antara UMP dengan jumlah tenaga kerja sama halnya seperti penelitian terdahulu oleh Akmal 2010. Penelitian tersebut menyatakan bahwa Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan hubungan positif antara UMP dengan penyerapan tenaga kerja, diduga kenaikan UMP di Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 satu sisi akan mengurangi penyerapan tenaga kerja untuk kelompok pekerja yang rentan seperti pekerja yang berada di bawah usia kerja, kelompok pekerja yang kurang terdidik dan kurang memiliki keterampilan. Di sisi lain, kenaikan UMP akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang terdidik, memiliki keterampilan, keahlian dan pengalaman.

Tingkat PDRB sektor pertanian berada dibawah sektor jasa dengan nilai rata-rata sebesar Rp94.6 triliyun pada tahun 2006 hingga 2010. Nilai investasi PMA yang didapat pada sektor pertanian menempati posisi ke dua terbesar setelah sektor industri. Nilai rata-rata per tahun PMA di Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010 sebesar US$128.5 juta. Rata–rata UMP di Pulau Sumatera sebesar Rp500 000 hingga Rp800 000, tingkat UMP maksimal tertinggi terdapat di Provinsi NAD dapat mencapai Rp1 000 000 pada tahun 2009 dan 2010. Nilai UMP yang telah ditentukan tersebut berkorelasi positif dengan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, industri, dan jasa, sedangkan sektor pertambangan dan konstruksi berkorelasi negatif.

Sektor Pertambangan

Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan koefisien R-squared sektor pertambangan bernilai 95.45 persen, artinya sebesar 95.45 persen penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera sudah mampu dijelaskan oleh seluruh variabel bebas dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas di dalamnya sebesar R-squared 95.45 persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai F-statistik lebih dari Ftabel artinya tolak H0,

berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata 5 persen. Berdasarkan pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa pada sektor pertambangan minimal ada salah satu variabel bebas berpengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera.

Hasil analisis pada model regresi sektor pertambangan semua asumsinya

Dokumen terkait