• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor–faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Sumatera 2006-2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor–faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Sumatera 2006-2010"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

NILA SARI

ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor–faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Sumatera 2006-2010 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

(4)

Pulau Sumatera 2006-2010. Dibimbing oleh DEWI ULFAH WARDANI.

Pulau Sumatera sebagai pulau terbesar di Indonesia memiliki rata–rata pertumbuhan ekonomi dan investasi yang cukup tinggi. Tujuan penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektoral di Pulau Sumatera dan menganalisis perkembangan penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah dengan analisis panel data dengan jumlah observasi panel sebanyak 50 observasi tahun 2006 hingga 2010 di sepuluh provinsi Pulau Sumatera. Hasil pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010 sektor pertanian, industri dan konstruksi yaitu PDRB, UMP, dan PMA. Sektor pertambangan yaitu hanya PDRB dan sektor jasa adalah PDRB, UMP, dan PMDN. Provinsi yang mendominasi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, industri, konstruksi, dan jasa adalah Provinsi Sumatera Utara. Sektor pertambangan penyerapan tenaga kerjanya didominasi oleh Provinsi Bangka Belitung. Provinsi yang memiliki jumlah penyerapan tenaga kerja terkecil pada sektor pertanian adalah Provinsi Kepulauan Riau. Pada sektor pertambangan penyerapan tenaga kerja terkecil ada pada Provinsi Bengkulu dan pada sektor industri, konstruksi, jasa penyerapan tenaga kerja terkecil ada pada Provinsi Bangka Belitung.

(5)

ABSTRAK

NILA SARI. Faktor–faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Sumatera 2006-2010. Dibimbing oleh DEWI ULFAH WARDANI.

Pulau Sumatera sebagai pulau terbesar di Indonesia memiliki rata–rata pertumbuhan ekonomi dan investasi yang cukup tinggi. Tujuan penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektoral di Pulau Sumatera dan menganalisis perkembangan penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah dengan analisis panel data dengan jumlah observasi panel sebanyak 50 observasi tahun 2006 hingga 2010 di sepuluh provinsi Pulau Sumatera. Hasil pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010 sektor pertanian, industri dan konstruksi yaitu PDRB, UMP, dan PMA. Sektor pertambangan yaitu hanya PDRB dan sektor jasa adalah PDRB, UMP, dan PMDN. Provinsi yang mendominasi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, industri, konstruksi, dan jasa adalah Provinsi Sumatera Utara. Sektor pertambangan penyerapan tenaga kerjanya didominasi oleh Provinsi Bangka Belitung. Provinsi yang memiliki jumlah penyerapan tenaga kerja terkecil pada sektor pertanian adalah Provinsi Kepulauan Riau. Pada sektor pertambangan penyerapan tenaga kerja terkecil ada pada Provinsi Bengkulu dan pada sektor industri, konstruksi, jasa penyerapan tenaga kerja terkecil ada pada Provinsi Bangka Belitung.

Kata kunci: penyerapan tenaga kerja, sektoral, panel data ABSTRACT

NILA SARI. The Factors which Affect Demand of Labor in Sumatera 2006-2010. Supervised by DEWI ULFAH WARDANI.

Sumatera as the largest island in Indonesia, has an average of economic growth and investment is quite high. The purpose of this research is to analyze the factors which affect the sectoral labor demand in Sumatera island and to analyze the development of labor demand in Sumatera island. Method used in this study is analyzing data panel with 50 observation panel 2006-2010 at 10 province of Sumatera. The results of this research are factors wich affect labor demand in Sumatera island in 2006-2010 on agriculture, industry, and construction is GDP, PMA, and UMP. Factors wich affect labor demand in Sumatera island in 2006-2010 on mining is PDRB and on service is GDP, PMDN, UMP. Province that dominates of labor demand in agriculture, industry, construction, and service is North Sumatera. Province that dominates of labor demand in mining is Bangka Belitung. The province has the smallest amount of labor demand in agriculture and mining is Kepulauan Riau and Bengkulu. The province has the smallest amount of labor demand in industry, construction, and service sectoral is Bangka Belitung.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

NILA SARI

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN

TENAGA KERJA DI PULAU SUMATERA 2006-2010

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Faktor–faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Sumatera 2006-2010

Nama : Nila Sari NIM : H14090084

Disetujui oleh

Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan penelitian yang dimulai sejak Oktober 2012 sehingga menghasilkan karya ilmiah ini. Tema yang penulis sajikan ialah penyerapan tenaga kerja, dengan judul Faktor–faktor yang Memengaruhi Penyerapan tenaga Kerja di Pulau Sumatera 2006-2010.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yaitu Irwanto dan Mirawati, adik dari penulis Novianti dan Afifah atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1) Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan, serta waktu yang diluangkan selama proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2) Dr. Wiwiek Rindayanti selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

3) Ranti Wiliasih, M.Si selaku dosen penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran mengenai tata cara penulisan yang baik dan benar.

4) Staf bidang PUSDATIN dari BKPM, BPS dan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang telah membantu selama pengumpulan data.

5) Seluruh staf dan pengajar Departemen Ilmu Ekonomi atas kerjasama dan bantuannya selama penulis menuntut ilmu di IPB.

6) Sahabat penulis Ria Rizkiani, Marsela Dwi Tamisari, Dea Rizki Kusmana, Niki Nurhayati, Amelia Rosita Asnel, Rina Rosalina, Nidaa Nazaahah, Dwi Nur Vitasari dan Adini Filsafatun yang selalu memberikan motivasi, semangat, dan doa.

7) Kakak Kelas IE 45 Hairul, S.E atas doa, bantuan, dan dukungannya. 8) Teman-teman Kopma IPB khususnya Hanifatun Nufusia, Shema Mukti

Anggraini, Septi Novia, Adam Priyo Hartono, Wahid Anissudin, Lia Kusuma Dewi, dan Sobandi Wiguna atas doa, bantuan, dan dukungannya.

9) Rekan-rekan sebimbingan, Adrian Prama Arta, Rina Rosalina, Intansari Pertiwi, dan Gresila Riski Tarigan.

10) Keluarga besar IE 46 yang selama ini telah bersama-sama menuntut ilmu di IPB, Bogor.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 4

Kerangka Pemikiran Penelitian 4

METODE 5

Jenis dan Sumber Data 5

Definisi Operasional 5

Metode Analisis Data 5

Uji Asumsi 8

Uji Hipotesis 9

Perumusan Model Penelitian 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral di Pulau Sumatera 11 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di

Pulau Sumatera 2006 hingga 2010 18

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 30

(12)

DAFTAR TABEL

1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan

2000 Menurut Pulau 2006 hingga 2010 (Milyar Rupiah) 1 2 Presentase Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan Penyerapan

Tenaga Kerja Pulau Sumatera 2006 hingga 2010 2 3 Selang Nilai Statistik Durbin – Watson serta Keputusannya 9 4 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

di Pulau Sumatera Tahun 2006 hingga 2010 20

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Penelitian 4

2 Kurva Penyerapan Tenaga Kerja di Lima Sektor Pulau Sumatera 12 3 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian Pulau Sumatera Berdasarkan

Urutan Jumlah Terbesar 13

4 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertambangan Pulau Sumatera Berdasarkan

Urutan Jumlah Terbesar 14

5 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Pulau Sumatera Berdasarkan

Urutan Jumlah Terbesar 16

6 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Konstruksi Pulau Sumatera Berdasarkan

Urutan Jumlah Terbesar 17

7 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Jasa Pulau Sumatera Berdasarkan

Urutan Jumlah Terbesar 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Estimasi Sektor Pertanian 30

2 Hasil Estimasi Sektor Pertambangan 33

3 Hasil Estimasi Sektor Industri 36

4 Hasil Estimasi Sektor Konstruksi 39

5 Hasil Estimasi Sektor Jasa 42

6 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan Pertambangan Berdasarkan

Urutan Terbesar 45

7 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri dan Konstruksi Berdasarkan

Urutan Terbesar 48

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 sebesar Rp3 600 triliyun didapat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di enam pulau besar. Tahun 2006 hingga 2010 PDRB tersebut mengalami peningkatan setiap tahunnya yang berdampak terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Urutan berdasarkan presentasi PDRB 2006 hingga 2010 di pulau-pulau besar Indonesia yaitu Pulau Jawa sebesar 61 persen, Pulau Sumatera sebesar 21 persen, Pulau Kalimantan sebesar 9 persen, Pulau Sulawesi sebesar 5 persen, Nusa Tenggara, Maluku & Papua sebesar 3 persen, dan Pulau Bali sebesar 1 persen.

Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Pulau 2006 hingga 2010

Sumber : BPS 2006-2010 (diolah)

Pulau Sumatera sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia memiliki PDRB pada tahun 2006 hingga 2010 selalu meningkat dari tahun ke tahun yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tahun 2006 hingga 2010 merupakan tahun yang kemajuan bagi ekonomi Pulau Sumatera yang tumbuh secara positif. Pertumbuhan ekonomi yang positif tersebut diharapkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dengan tingkat upah yang sesuai sehingga masyarakat Pulau Sumatera mendapatkan kesejahteraan yang tinggi sesuai dengan tingginya PDRB.

Peningkatan PDRB Pulau Sumatera diimbangi dengan peningkatan jumlah tenaga kerjanya. Kondisi seimbang dari pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan tenaga kerja adalah ketika pertumbuhan ekonomi mampu memengaruhi pertumbuhan tenaga kerja secara seimbang. Kondisi tersebut terjadi di Pulau Sumatera pada tahun 2006 hingga 2010. Kondisi pertumbuhan ekonomi

Pulau 2006 2007 2008 2009 2010

(Milyar Rupiah)

Jawa 1 071 135 1 148 307 1 217 416 1 275 927 1 356 704 Sumatera 389 067 408 349 428 695 443 681 468 325 Kalimantan 160 687 166 083 174 965 181 031 190 664 Sulawesi 79 153 84 877 92 029 98 402 106 515 Nusa

Tenggara, Maluku, dan Papua

55 723 58 541 60 031 68 026 71 674

(15)

dengan peningkatan tenaga kerja Pulau Sumatera 2006 hingga 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Presentase Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja Pulau Sumatera 2006 hingga 2010

Tahun

Peningkatan PDRB

(%)

Peningkatan Jumlah Tenaga Kerja Terserap

(%)

2006 5.27 2.21

2007 4.95 3.98

2008 4.98 5.41

2009 3.50 2.64

2010 5.49 7.39

Sumber : BPS 2006 hingga 2010 (diolah)

Keadaan penyerapan tenaga kerja dilihat dari jumlah penduduk 15 tahun keatas yang bekerja. Rata-rata jumlah pekerja Pulau Sumatera setiap tahunnya tumbuh sebesar 4 persen. Tingkat pengangguran di Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010 mencapai 5 persen. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja ini masih lebih rendah dari tingkat pengangguran. Pertumbuhan ekonomi Pulau Sumatera memiliki pertumbuhan rata–rata dari tahun 2006 hingga 2010 sebesar 5 persen per tahun. Pulau Sumatera juga memiliki investasi yang terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Tingkat pertumbuhan PMA Pulau Sumatera rata-rata sebesar 0.41 persen dan rata-rata pertumbuhan PMDN Pulau Sumatera sebesar 30 persen per tahun. Rata–rata pertumbuhan ekonomi dan investasi Pulau Sumatera menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pulau Sumatera yang dilihat dari jumlah penyerapan tenaga kerjanya. Gambaran aktivitas ekonomi tersebut menjadi latar belakang penelitian ini tentang faktor–faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera.

Perumusan Masalah

(16)

Angkatan kerja yang tumbuh lebih cepat daripada kesempatan kerja akan memperbesar jumlah pengangguran (Dimas dan Woyanti 2009).

Tingkat pertumbuhan PMA Pulau Sumatera rata-rata sebesar 0.41 persen dan rata-rata pertumbuhan PMDN Pulau Sumatera sebesar 30 persen per tahun. Pertumbuhan investasi tersebut cukup besar, meskipun demikian peningkatan pertumbuhan investasi tersebut masih belum meningkatkan penciptaan lapangan kerja baru. Kondisi ini membuat peneliti memilih Pulau Sumatera dalam penelitiannya untuk melihat struktur atau faktor-faktor penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, pertambangan, industri, konstruksi, dan jasa.

Berdasarkan fenomena diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perkembangan penyerapan tenaga kerja lima sektor di Pulau Sumatera.

2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di lima sektor Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perkembangan penyerapan tenaga kerja lima sektor di Pulau Sumatera.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja pada

sektor pertanian, pertambangan, industri, konstruksi, dan jasa di Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010.

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda koefisien variabel-variabel yang memengaruhi jumlah penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera. Hipotesis yang digunakan, yaitu :

1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja

2) Penanaman Modal Asing (PMA), diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja

3) Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja

(17)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup suatu kajian tentang faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektoral di Pulau Sumatera. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel sepuluh provinsi Pulau Sumatera selama 2006 hingga 2010. Variabel yang digunakan dalam estimasi adalah jumlah penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja sebagai variabel tak bebas (Y), sedangkan variabel bebasnya (X) yaitu PDRB sektoral, upah minimum, PMA sektoral, dan PMDN sektoral. Sektor–sektor yang akan dibahas pada penelitian ini terdiri dari lima sektor yaitu pertanian, pertambangan, industri, konstruksi, dan jasa.

Kerangka Pemikiran

Pada kerangka pemikiran penelitian di bawah ini dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Pulau Sumatera dapat dilihat dari tingkat PDRB, PMA, PMDN, dan UMP. Pertumbuhan ekonomi ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat yang dilihat dari jumlah penyerapan tenaga kerjanya. Indikator PDRB, PMA, PMDN, dan UMP merupakan faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja yang kemudian dianalisis dengan metode panel data. Hasil dari analisis ini adalah faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sumatera

PDRB PMA PMDN UMP

Penyerapan Tenaga Kerja

Panel Data

(18)

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa data time series tahun 2006 hingga 2010 dan cross section sepuluh provinsi di Pulau Sumatera. Provinsi tersebut yaitu, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Riau, dan Bangka Belitung. Variabel-variabel ekonomi yang digunakan adalah PDRB, upah minimum, investasi yang terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan jumlah angkatan kerja yang bekerja. Sumber data diperoleh dari berbagai instansi dan media terkait dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Instansi dan media tersebut adalah Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), perpustakaan, dan artikel jurnal.

Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah suatu definisi yang memberikan penjelasan atas suatu bentuk yang dapat diukur. Definisi ini memberikan informasi yang diperlukan untuk mengukur variabel yang akan diteliti. Variabel PDRB yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan yaitu Produk Domestik Regional Bruto riil (Mankiw 2006). Satuan pada PDRB menurut harga konstan adalah milyar rupiah.

Variabel Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah upah minimum riil bulanan yang diterima buruh sebagai balas jasa pekerjaan yang telah dilakukan dengan satuan ribu rupiah. Variabel angkatan kerja yang bekerja adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja dengan satuan jiwa. Variabel investasi PMA dan PMDN adalah realisasi PMA dan PMDN Pulau Sumatera berdasarkan sektor. Variabel PMA menggunakan satuan ribu dollar Amerika dan PMDN juta rupiah.

Metode Analisis Data

Data yang sebagai variabel bebas dan tak bebas dalam penelitian ini diolah menggunakan peralatan ekonometrika dan statistika, dengan menggunakan uji korelasi antar variabel untuk mengetahui keeratan hubungan antar variabel. Program komputer yang digunakan adalah Microsoft Excel dan E-views 6.

(19)

lebih besar. Secara teknis, data panel dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan yang artinya meningkatkan efisiensi (Hsiao 2004 dalam Firdaus 2011). Kedua adalah mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam cross section saja atau time series saja, selain itu juga mampu mengontrol heterogenitas individu (Firdaus 2011). Estimasi model pada data panel untuk penelitian ini yaitu, Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Keduanya dibedakan berdasarkan pada asumsi atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas (regresor) (Firdaus 2011).

Fixed Effect Model (FEM) muncul ketika antara efek individu dan peubah penjelas memiliki korelasi dengan Xit atau memilikinpola yang sifatnya tidak

acak. Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik sebagai berikut: 1. Pendekatan Pooled Square (PLS)

Pada prinsipnya, pendekatan ini adalah menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled), sehingga terdapat N x T observasi, dimana N menunjukkan jumlah unit cross section dan T menunjukkan jumlah series yang digunakan. Model yang digunakan yaitu:

it it i

it X u

y =α + β + ………. (1)

dimana αi bersifat konstan untuk semua observasi, atau αi = α. Dengan

mengombinasikan data cross section dan time series, dapat meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat memberikan hasil estimasi yang lebih efisien. Pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan parameter β akan bias. Parameter yang bias ini disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama, atau tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda (Firdaus 2011).

2. Pendekatan Within Group (WG)

Pendekatan ini digunakan untuk mengatasi masalah bias pada PLS. teknik yang digunakan adalah dengan menggunakan data deviasi dari rata–rata individu. Kelebihan dari WG ini adalah dapat menghasilkan parameter β yang tidak bias, tetapi kelemahannya adalah nilai var (βWG) cenderung lebih besar dari var (βPLS)

sehingga dugaan WG relatif lebih tidak efisien. Kelemahan dari WG adalah tidak dapat mengakomodir karakteristik time-invariant pada FEM seperti terlihat dari tidak dimasukkannya intersep ke dalam model (Firdaus 2011).

3. Pendekatan Fixed Effect Model (FEM)

Metode ini bertujuan untuk dapat merepresentasikan perbedaan intersep, yaitu dengan dummy variable. Kelebihan pendekatan FEM adalah dapat menghasilkan dugaan parameter β yang tidak bias dan efisien. Kelemahannya jika jumlah unit observasinya besar maka terlihat cumbersome. Untuk menguji apakah intersep memang signifikan atau tidak dapat menggunakan f-test dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : α1= α2 = α3 = … = αn dan

H1 : satu dariαada yang tidak sama

Hipotesis tersebut dapat secara langsung digunakan untuk menguji apakah lebih baik menggunakan PLS atau FEM. Dasar penolakan terhadap H0 adalah

(20)

1

R2DV = koefisien determinasi FEM

R2p = koefisien determinasi Pooled Least Square

k = banyaknya peubah

Jika nilai F-Stat hasil pengujian lebih besar dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol sehingga dugaan bahwa α adalah sama untuk semua individu dapat ditolak (Firdaus 2011).

Random Effects Model muncul ketika antara efek individu dan regresor tidak ada korelasi. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam error. Terdapat dua jenis pendekatan yang digunakan untuk menghitung estimator REM, yaitu between estimator dan Generalized Least Square (GLS) (Firdaus 2011).

1. Pendekatan Between Estimator

Pendekatan ini berkaitan dengan dimensi antardata (differences between individual), yang ditentukan sebagaimana Ordinary Least Square (OLS) estimator pada sebuah regresi dari rata-rata individu y dalam nilai x secara individu. Between estimator konsisten untuk N tak hingga, dengan asumsi bahwa peubah bebas dengan error tidak saling berkorelasi atau E (xit, εi = 0) (Firdaus 2011).

2. Pendekatan Generalized Least Square (GLS)

Pendekatan GLS mengombinasikan informasi dari dimensi antara dan dalam (between dan within) data secara efisien. Pendekatan ini dapat dipandang sebagai rata–rata yang dibobotkan dari estimasi between dan within dalam sebuah regresi. Bila bobot yang dihitung tersebut tetap, maka estimator yang diperoleh disebut random effects estimator. Dalam bentuk persamaan hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut (Firdaus 2011).

within k

Between

RE ωβ I ω β

β = +( − ) ………..(3)

3. Hausman Test

Pemilihan model apakaah fixed atau random effects yang lebih baik, dilakukan pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelais antara regresor dan efek individu. Untuk menguji asumsi ini dapatdigunakan Hausman Test. Uji ini dirumuskan pada hipotesis berikut:

H0 : E(τi xit)= 0

atau REM adalah model yang tepat H1 : E(τi xit) = 0

atau FEM adalah model yang tepat

Sebagai dasar penolakan H0 digunakan statistik Hausman dan

membandingkannya dengan Chi square. Jika nila H hasil pengujian lebih besar dari χ2

Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0

sehingga model yang digunakan adalah model fixed effects, begitu juga sebaliknya (Firdaus 2011).

(21)

Jumlah observasi panel adalah sebanyak 50 observasi untuk jumlah penyerapan tenaga kerja regional pada sektor pertanian, pertambangan, industri, konstruksi, dan jasa.

Dengan menggunakan cross section specific coefficient, didapatkan estimasi koefisien untuk setiap cross section (masing-masing sektor dan masing-masing region/provinsi). Pada cross section specific coefficients diasumsikan setiap sektor dan region memiliki karakteristik yang berbeda (Sitanggang dan Nachrowi 2004).

Uji Asumsi

Sebagai uapaya untuk menghasilkan model yang efisien, tak bias, dan konsisten, maka perlu dilakukan pendeteksian terhadap pelanggaran/gangguan asumsi dasar ekonometrika yang berupa gangguan antar waktu (time-related disturbance), gangguan antar daerah atau antar provinsi (cross sectional disturbance), dan gangguan akibat keduanya (Gujarati 1995). Beberapa asumsi mendasar yang perlu diuji dalam membuat persamaan adalah heteroskedastisitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan uji normalitas.

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah salah satu penyimpangan pada asumsi klasik statistika. Heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan, hal ini dilambangkan dengan Var (μi2) = σi2. Masalah ini sering terjadi jika ada

penggunaan data cross section dalam estimasi model, namun masalah ini juga dapat terjadi dalam data time series. Pada umumnya heteroskedastisistas diperoleh pada data kerat lintang (cross section). Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka hasil regresi akan terjadi “misleading” (Gujarati 1995).

Untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisistas, digunakan uji-White Heteroskedasticity yang diperoleh dalam program Eviews 6. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 6 yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights) maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Square Resid pada Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Square Resid pada Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk men-treatmen pelanggaran tersebut, bisa mengestimasi GLS dengan White Heteroskedasticity.

Uji Multikolinearitas

(22)

masalah ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series, memanfaaatkan informasi sebelumnya, mengeluarkan peubah dengan kolinearitas tinggi, penambahan data baru (Juanda 2009).

Uji Atokorelasi

Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau korelasi serial antara sisaan (εt). Dengan pengertian lain, sisaan

menyebar bebas atau Cov (εi, εj) = E (εi, εj) = 0 untuk i ≠ j dan dikenal juga

sebagai bebas serial (serial independence). Jika antara sisaan tidak bebas atau E (εi, εj) ≠ 0 untuk i ≠ j, maka kita katakana ada masalah autokorelasi. Autokorelasi

juga dapat terjadi pada data Cross Section (Juanda 2009).

Cara alternatif yang paling popular untuk menguji apakah ada autokorelasi atau tidak adalah dengan statistik uji Durbin – Watson (DW). Nilai statistik DW berada pada kisaran nilai 0 hingga 4, dan jika nilainya mendekati 2 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi ordo kesatu. Jika ada autokorelasi positif maka nilainya kurang dari 2, dan jika ada autokorelasi negatif nilainya lebih dari 2 (Juanda 2009).

Tabel 3 Selang Nilai Statistik Durbin – Watson serta Keputusannya

Nilai DW Keputusan

4-dL < DW < 4 Tolak H0; ada autokorelasi negatif

4-dU < DW < 4-dL Tidak tentu, coba uji yang lain

du < DW < 4-du Terima H0

dL < DW < du Tidak tentu, coba uji yang lain

0 < DW < dL Tolak H0; ada autokorelasi positif

Sumber : Juanda 2009 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah;

H0 : error term menyebar normal

H1 : error term tidak menyebar normal

Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.

Uji Hipotesis

(23)

cukup bukti untuk menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Oleh karena itu, untuk kepentingan tersebut semua koefisien regresi harus diuji. Ada dua jenis hipotesis terhadap regresi yang dapat dilakukan. Pertama disebut dengan uji-F, yaitu digunakan untuk menguji koefisien (slope) regresi secara bersama-sama. Kedua disebut dengan uji-t yang digunakan untuk menguji koefisien regresi termasuk intercept secara individu.

Uji-F

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yang digunakan. Perumusan hipotesis pada Uji-F adalah :

H0 : β1 = β2= β3 = βk = 0

H1 : Minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol

Kriteria ujinya adalah jika Fhitung > Ftabel,α,(k-1)(n-k) maka tolak H0, dimana k

adalah jumah variabel (dengan intercept) dan jumlah observasi yang dilambangkan dengan huruf n. Selain itu, jika probabilitas (p-value) < taraf nyata maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti secara

bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.

Uji-t

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut,

H0 : βk = 0 H1 : βk ≠ 0

Kriteria uji yang digunakan adalah jika |thitung| > tα/2,(n-k) maka tolak H0,

dimana jumlah observasi dilambangkan dengan huruf n, dan huruf k melambangkan jumlah variabel (termasuk intercept). Selain itu, jika probabilitas (p-value) lebih kecil dari taraf nyata maka dapat digunakan juga untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap

variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.

Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi, yang dinotasikan dengan R2, sering secara informal digunakan sebagai statistik untuk kebaikan dari kesesuaian model (goodness of fit), mengukur berapa persentase variasi dalam peubah terikat mampu dijelaskan oleh informasi peubah bebas untuk membandingkan validitas hasil analisis model regresi (H1 benar) (Juanda 2009). R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel terikat. R2 memilih range antara 0 ≤ R2≤ 1. Jika R2 bernilai 1 maka garis regresi menjelaskan 100 persen variasi dalam Y. Sedangkan jika R2 = 0 maka garis regresi tidak menjelaskan variasi dalam Y. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut :

R2 = TSS RSS

……….. (4) di mana:

(24)

Jika nilai R2 ini mendekati satu maka model akan semakin baik. Misalkan saja nilai R2 sebesar 0.98 maka sebesar 98 persen keragaman variabel tak bebas (Y) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan di dalam model.

Perumusan Model

Pengolahan regresi panel pada penelitian ini menggunakan Generalized Least Squares (GLS), karena diterapkannya Cross Section Weights. Panel data ini menggunakan fixed effects yang menduga bahwa terdapat hubungan error dengan variabel bebas. Perumusan model penelitian ini merujuk pada penelitian Dimas dan Woyanti (2009) yang menganalisis tentang faktor-faktor penyerapan tenaga kerja di Jakarta dan tinjauan teori. Model pada penelitian ini, peneliti menggunakan satu model umum untuk lima sektor, model umum penelitian yaitu ;

LnTKSit = αi + β1 LnPDRBSit + β2 LnPMASit + β3 LnPMDNSit + β4 LNUMP +

εit ………….. (5)

dimana :

LnTKSit = Jumlah tenaga kerja sektoral di provinsi i pada tahun t

LnPDRBSit = Nilai produk domestik regional bruto sektoral provinsi i pada

tahun t

LnPMASit = Nilai investasi penanaman modal asing sektoral provinsi i pada

tahun t

LnPMDNSit = Nilai investasi penanaman modal dalam negeri sektoral provinsi

i

pada tahun t

LnUMPit = Nilai upah minimum provinsi i pada tahun t

αi =Intersep model yang berubah – ubah antar provinsi

β1 = Slope variabel PDRBS

β2 = Slope variabel PMAS

β3 = Slope variabel PMDNS

β4 = Slope variabel UMP i = Provinsi ke-i

t = Periode waktu ke-t

ε = Komponen error

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral di Pulau Sumatera

(25)

pertanian, pertambangan, konstruksi, konstruksi, dan jasa. Perkembangan penyerapan tenaga kerja dari kelima sektor tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2 Kurva Penyerapan Tenaga Kerja di Lima Sektor Pulau Sumatera Sumber : BPS 2006-2010 (diolah)

Gambar kurva di atas menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Pulau Sumatera. Rata-rata penyerapannya mencapai sepuluh juta jiwa per tahun pada tahun 2006 hingga 2010. Hampir seluruh provinsi di Pulau Sumatera tenaga kerjanya terserap di sektor pertanian, kecuali provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau yang jumlah tenaga kerjanya banyak terserap di sektor jasa. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi tumpuan untuk menampung jumlah angkatan kerja yang ada. Proporsi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian mencapai 50.94 persen. Sektor Pertambangan merupakan sektor yang paling sedikit jumlah tenaga kerjanya. Proporsi penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan terhadap sektor lain hanya sebesar 1.36 persen per tahun. Hal ini diduga karena sektor pertambangan dalam aktivitas produksinya banyak menggunakan alat-alat teknologi pertambangan. Sektor jasa menempati posisi kedua sebagai sektor yang banyak menyerap tenaga kerja di Pulau Sumatera setelah sektor pertanian sebesar 35.94 persen. Sektor konstruksi dan konstruksi menyerap tenaga kerja sebesar 6.96 persen dan 4.80 persen.

Tenaga Kerja Sektor Pertanian

(26)

Gambar 3 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian Pulau Sumatera Berdasarkan Urutan Jumlah Terbesar

Sumber : BPS 2006-2010 (diolah)

Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di provinsi Sumatera Utara memiliki pertumbuhan yang cukup berfluktuasi dan jumlah penyerapan tenaga kerjanya merupakan penyerapan terbesar di Pulau Sumatera. Rata–rata pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang terserap sebesar 5 persen. Gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja sektor pertanian di Provinsi Sumatera Selatan dengan Provinsi Lampung memiliki jumlah penyerapan yang hampir sama. Penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan setiap tahunnya mengalami peningkatan, hanya saja pada tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang terserap menurun sebesar 2.68 persen. Provinsi Lampung setiap tahunnya mengalami penurunan kecuali pada tahun 2010 meningkat sebesar 15.35 persen.

Rata–rata jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang terserap di Provinsi Riau mencapai 978 ribu jiwa. Jumlah tenaga kerja Provinsi Riau dari tahun ke tahun selalu mengalami penurunan kecuali tahun 2008 meningkat sebesar 9 persen. Provinsi Sumatera Barat setiap tahunnya menyerap tenaga kerja yang berfluktuasi, pada tahun 2006 hingga 2008 penyerapan tenaga kerja di provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan dan mengalami penurunan pada tahun 2009 hingga 2010. Jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertananian di Sumatera Barat terbesar terdapat pada tahun 2008 yaitu 924.314 jiwa.

Keadaan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) setiap tahunnya berfluktuasi dengan jumlah penyerapan tenaga kerja terbesar ada pada tahun 2006 sebesar 899.579 jiwa. Tahun 2007 jumlah tenaga kerja mengalami penurunan lebih besar dari tahun 2010 yaitu sebesar 13 persen, sedangkan tahun 2010 hanya mengalami penurunan sebesar 4 persen. Jumlah tenaga kerja Provinsi Jambi setiap tahunnya meningkat, akan tetapi tahun 2009 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 2 persen. Rata– rata jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang terserap di Provinsi Jambi sebesar 703 ribu jiwa.

(27)

Tenaga Kerja Sektor Pertambangan

Provinsi Bangka Belitung merupakan provinsi dengan jumlah tenaga kerja sektor pertambangan terbesar di Pulau Sumatera. Jumlah tenaga kerja yang terserap di Provinsi Bangka Belitung sebesar 560 ribu jiwa atau 40 persen dari total tenaga kerja sektor pertambangan. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan di Provinsi Bangka Belitung sangat berfluktuasi, pada tahun 2007 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja yang sangat besar mencapai 24 persen dan tahun 2010 terjadi peningkatan tenaga kerja terbesar mencapai 11 persen. Provinsi Riau memiliki jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan yang cukup berfluktuasi. Tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang terserap meningkat sebesar 12 persen dan tahun 2008 hingga 2010 terjadi penurunan jumlah tenaga kerjanya sebesar sebesar 25 persen.

Pergerakan jumlah tenaga kerja sektor pertambangan yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan hampir sama dengan Provinsi Riau, akan tetapi pada tahun 2010 jumlah tenaga kerja Provinsi Sumatera Selatan menurun sebesar 11 persen. Tahun 2007 penyerapan tenaga kerja mengalami peningkatan hingga 23 persen dan menurun di tahun 2008 hingga 2009 sebesar 11 persen. Keadaan penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan di Provinsi Sumatera Barat berfluktuasi setiap tahunnya. Tahun 2007 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja yang cukup signifikan yaitu sebesar 10 persen.

Gambar 4 Jumlah Tenaga Kerja Pertambangan Pulau Sumatera Berdasarkan Urutan Terbesar

Sumber : BPS 2006-2010 (diolah)

(28)

Perkembangan Jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan di Provinsi Kepulauan Riau sangat berfluktuasi, tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang terserap meningkat hingga 193 persen. Tahun 2008 jumlah tenaga kerja mengalami penurunan sebesar 22 persen dan tahun 2010 jumlah tenaga kerja kembali meningkat sebesar 24 persen. Provinsi Bengkulu memiliki pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang cukup berfluktuasi, tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang terserap menurun hingga 52 persen dan tahun 2008 hingga 2010 meningkat dengan rata–rata peningkatan sebesar 16 persen. Provinsi Kepulauan Riau dan Bengkulu merupakan provinsi dengan tingkat penyerapan tenaga kerja terendah di Pulau Sumatera dan memiliki pertumbuhan yang sangat fluktuasi. Perkembangan penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan terbesar di Pulau sumatera dapat dilihat pada Gambar 4.

Tenaga Kerja Sektor Industri

Keadaan penyerapan tenaga kerja sektor Industri di Pulau Sumatera penyerapannya didominasi oleh Provinsi Sumatera Utara, Lampung, dan Kepulauan Riau. Provinsi Sumatera Utara memiliki pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang cukup berfluktuasi. Tahun 2007 hingga 2010 pertumbuhan jumlah tenaga kerjanya meningkat cukup tinggi dengan rata–rata peningkatan sebesar 12 persen, akan tetapi tahun 2010 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja yang cukup signifikan sebesar 9 persen. Perkembangan tenaga kerja Provinsi Lampung terjadi peningkatan yang cukup stabil. Jumlah rata-rata penyerapan tenaga kerjanya sebesar 204 000 jiwa per tahun. Perkembangan tenaga kerja sektor Industri di Provinsi Kepulauan Riau memiliki tingkat penurunan yang cukup besar pada tahun 2009 sebesar 15 persen dan peningkatan yang tinggi pada tahun 2010 sebesar 60 persen.

(29)

Gambar 5 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Pulau Sumatera Berdasarkan Urutan Terbesar

Sumber : BPS 2006-2010 (diolah) Provinsi Dominasi Sektor Konstruksi

Dominasi Penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi di Pulau Sumatera paling banyak terserap di Provinsi Sumatera Utara, Lampung, dan Sumatera Selatan. Jumlah penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara selama tahun 2006 hingga 2010 selalu meningkat sebesar 1.36 juta jiwa dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 12.92 persen. Jumlah penyerapan tenaga kerja Lampung rata-rata penyerapannya sebesar 151 165 jiwa per tahun. Tingkat pertumbuhan yang terjadi tidak terlalu besar setiap tahunnya. Provinsi Sumatera Selatan memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang meningkat disetiap tahunnya. Rata–rata penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi di Provinsi Sumatera Selatan per tahun sebesar 14 persen.

(30)

Gambar 6 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Konstruksi Pulau Sumatera Berdasarkan Urutan Terbesar

Sumber : BPS 2006-2010 (diolah)

Provinsi Dominasi Sektor Jasa

Penyerapan tenaga kerja sektor jasa merupakan penyerapan terbesar kedua setelah sektor pertanian sebesar 36 persen. Seluruh provinsi di Pulau Sumatera sektor jasa jumlah tenaga kerjanya mencapai lebih dari 100 000 jiwa. Hal ini berbeda dengan sektor lain yang hanya ada dibeberapa provinsi saja jumlah penyerapan tenaga kerja sektoralnya lebih dari 100 000 jiwa. Provinsi yang mendominasi penyerapan tenaga kerja sektor jasa yaitu Sumatera Utara, Lampung, dan Sumatera Selatan. Tenaga kerja Sumatera Utara yang terserap meningkat setiap tahun. Peningkatan terbesar dari terdapat pada tahun 2010 sebesar 9 persen. Perkembangan penyerapan tenaga kerja provinsi Lampung dan Sumatera Selatan memiliki tingkat pertumbuhan yang hampir sama. Provinsi Lampung menyerap tenaga kerja rata-rata per tahun sebesar 1 juta jiwa dan provinsi Sumatera Selatan rata-rata penyerapan tenaga kerjanya sebesar 959 634 jiwa. Provinsi Sumatera Selatan jumlah tenaga kerja di sektor jasa yang terserap meningkat, akan tetapi pada tahun 2009 terjadi penurunan sebesar 0.03 persen. Peningkatan tenaga kerja terbesar terdapat pada tahun 2008 sebesar 12.81 persen.

(31)

Gambar 7 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Jasa Pulau Sumatera Berdasarkan Urutan Terbesar

Sumber : BPS 2006-2010 (diolah)

Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Sumatera 2006 hingga 2010

Penelitian ini menggunakan metode analisis data panel. Hasil uji F/Chow Test dan uji Haussman menunjukkan bahwa model yang terpilih adalah model FEM sebagai model terbaik untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera untuk model semua sektor. Pengujian faktor- faktor yang memengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja sektoral bersama-sama dapat dilakukan dengan uji F-statistik dan uji t-statistik. Uji statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tak bebas yang digunakan dan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel tak bebas. Uji ini dilihat dari nilai F-statistik dan probabilitas (F-F-statistik) masing-masing sektor.

Uji asumsi yang dilakukan untuk menganalisis hasil penelitian yaitu, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat nilai Sum Square Resid pada Weighted Statistics dan Sum Square Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Square Resid Unweighted Statistics maka model penelitian tidak mengandung heteroskedastisitas atau model menghasilkan ragam sisaan yang homogen (homoskedastisitas). Pengolahan data yang menggunakan panel data sudah dapat mengatasi masalah multikolinearitas karena menggabungkan data cross section dengan data time series. Uji autokorelasi dalam model dapat dilihat dari nilai Durbin Watson, jika nilai Durbin Watson mendekati dua atau berada pada selang du < DW < 4-du maka diasumsikan tidak

terjadi autokorelasi. Hasil estimasi dengan menggunakan metode fixed effect GLS juga sesuai selang nilai DW dengan jumlah variabel bebas k = 4 dan nilai du =

(32)

nilai p-value > α = 5 persen maka artinya asumsi kenormalan terpenuhi. Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.

Sektor Pertanian

Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan koefisien determinasi (R2) atau R-squared sektor pertanian bernilai 99.68 persen, artinya sebesar 99.68 persen penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera sudah mampu dijelaskan oleh seluruh variabel bebas dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Hal ini menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) model adalah baik. Artinya model tersebut mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas di dalamnya sebesar R-squared 99.68 persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai FTabel pada taraf nyata 5 persen

sebesar 2.8 dan F-statistik lebih dari FTabel artinya tolak H0, berarti secara

bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata 5 persen. Berdasarkan pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa pada sektor pertanian minimal ada salah satu variabel bebas berpengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera.

Nilai sum squared resid weighted model ini kurang dari sum squared resid unweighted menunjukkan bahwa model tidak mengandung heteroskedastisitas. Nilai R-Squared yang tinggi pada model mendekati 100 persen, artinya bahwa model tidak mengadung multikolinearitas. Nilai Durbin Watson model tidak menunjukkan adanya autokorelasi. Nilai p-value > α (5 persen) maka artinya asumsi kenormalan terpenuhi. Cross-Section Fixed Effect yang memiliki pengaruh paling besar adalah provinsi Sumatera Selatan sebesar 0.765985. Hasil analisis pada model regresi sektor pertanian semua asumsinya terpenuhi maka, penduga parameter koefisien regresi menggunakan metode panel data menghasilkan penduga tak bias linear terbaik (BLUE = Best Linear Unbiased Estimator).

Hasil regresi model faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera pada sektor pertanian tahun 2006 hingga 2010 yaitu; LnTKN = 9.564140 + 0.418632 LnPDRBN + 0.001408 LnPMAN + 0.000165

LnPMDNN + 0.031274 LnUMP

(33)

Tabel 4 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Sumatera Tahun 2006 hingga 2010

Variabel

Sektor Pertanian Pertambang

an Industri Konstruksi Jasa LNPDRBS 0.418632* 0.240279* 0.613509* 1.031523* 1.086577* LNPMAS 0.001408* 0.003766 0.008199* -0.004301* -0.002420 LNPMDNS 0.000165 0.015703 -0.002806 -0.001462 0.003976* LNUMP 0.031274* -0.039110 0.065866* -0.099755* 0.049900* C 9.564140* 8.242704* 5.845630* 4.233384* 2.781988* R-squared 0.996863 0.954466 0.991867 0.988555 0.998838

Prob(F-statistic) 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000

Durbin-Watson stat 1.855386 2.071224 1.992876 2.119571 2.072363 Sum squared

resid weighted

0.190848 2.777119 0.643261 0.437515 0.077023 Sum squared

resid unweighted

0.203100 3.108708 0.673293 0.509200 0.079211 P-value

Jarque Bera 0.271806 0.395383 0.459640 0.718619 0.256988 Individual *signifikan pada taraf nyata 5 persen

Kenaikan variabel PDRBN meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja karena PDRBN menggambarkan output sektor pertanian sehingga semakin banyak output yang dihasilkan akan meningkatan kebutuhan tenaga kerja. Kenaikan variabel PMA meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja karena peningkatan investasi dapat meningkatkan output yang berdampak pada peningkatan tenaga kerja. Kenaikan variabel UMP meningkatkan penyerapan tenaga kerja, hal ini tidak sesuai dengan hipotesis dimana upah berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Ketidaksesuaian tersebut karena upah yang dijadikan biaya masih lebih sedikit dibanding penerimaaan (harga x MPL) ekstra dari kenaikan produksi sektor pertanian yang dihasilkan oleh tenaga kerja tambahan. Untuk memaksimalkan laba perusahaaan terus menarik tenaga kerja sampai pada titik dimana produk marjinal tenaga kerja sama dengan upah riil (Mankiw 2006).

(34)

pertanian terjadi di Provinsi Bali. Korelasi positif antara PMA (investasi) dengan jumlah tenaga kerja sama halnya seperti penelitian terdahulu oleh Astuti dan Handoko 2007 menyatakan bahwa output merupakan fungsi dari kapital dan tenaga kerja maka selain diturunkan fungsi penggunaan kapital, dapat juga diturunkan fungsi penggunaan tenaga kerja untuk memproyeksikan penyerapan tenaga kerja yaitu dengan konsep rasio modal-tenaga kerja (capital-labor ratio). Rasio modal tenaga kerja rata-rata di Kabupaten Sleman adalah sebesar 65 748 166 artinya setiap pekerja pada tahun 1999 hingga 2004 menggunakan modal sebesar Rp65 748 166.00 per tahun. Rasio modal-tenaga kerja digunakan untuk memproyeksi penyerapan tenaga kerja pada tahun 2005 hingga 2009. Korelasi positif antara UMP dengan jumlah tenaga kerja sama halnya seperti penelitian terdahulu oleh Akmal 2010. Penelitian tersebut menyatakan bahwa Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan hubungan positif antara UMP dengan penyerapan tenaga kerja, diduga kenaikan UMP di Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 satu sisi akan mengurangi penyerapan tenaga kerja untuk kelompok pekerja yang rentan seperti pekerja yang berada di bawah usia kerja, kelompok pekerja yang kurang terdidik dan kurang memiliki keterampilan. Di sisi lain, kenaikan UMP akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang terdidik, memiliki keterampilan, keahlian dan pengalaman.

Tingkat PDRB sektor pertanian berada dibawah sektor jasa dengan nilai rata-rata sebesar Rp94.6 triliyun pada tahun 2006 hingga 2010. Nilai investasi PMA yang didapat pada sektor pertanian menempati posisi ke dua terbesar setelah sektor industri. Nilai rata-rata per tahun PMA di Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010 sebesar US$128.5 juta. Rata–rata UMP di Pulau Sumatera sebesar Rp500 000 hingga Rp800 000, tingkat UMP maksimal tertinggi terdapat di Provinsi NAD dapat mencapai Rp1 000 000 pada tahun 2009 dan 2010. Nilai UMP yang telah ditentukan tersebut berkorelasi positif dengan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, industri, dan jasa, sedangkan sektor pertambangan dan konstruksi berkorelasi negatif.

Sektor Pertambangan

Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan koefisien R-squared sektor pertambangan bernilai 95.45 persen, artinya sebesar 95.45 persen penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera sudah mampu dijelaskan oleh seluruh variabel bebas dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas di dalamnya sebesar R-squared 95.45 persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai F-statistik lebih dari Ftabel artinya tolak H0,

berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata 5 persen. Berdasarkan pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa pada sektor pertambangan minimal ada salah satu variabel bebas berpengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera.

(35)

resid unweighted menunjukkan bahwa model tidak mengandung heteroskedastisitas. Nilai R-Squared yang tinggi pada model mendekati 100 persen, artinya bahwa model tidak mengadung multikolinearitas. Nilai Durbin Watson model tidak menunjukkan adanya autokorelasi. Nilai p-value > α (5 persen) maka artinya asumsi kenormalan terpenuhi. Cross-Section Fixed Effect yang memiliki pengaruh paling besar adalah provinsi Bangka Belitung sebesar 1.863937.

Hasil regresi model faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera pada sektor pertambangan tahun 2006 hingga 2010 yaitu; LnTKB = 8.242704 + 0.240279 LnPDRBB + 0.003766 LnPMAB + 0.015703

LnPMDNB - 0.039110 LnUMP

Interpretasi dari model di atas adalah yang memengaruhi jumlah penyerapan tenaga kerja sektor petambangan (LNTKB) di Pulau Sumatera 2006 hingga 2010 adalah faktor Produk Domestik Regional Bruto sektor pertambangan (PDRBB). Kenaikan variabel PDRBB satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.24 persen asumsi cateris paribus.

Variabel PDRBB merupakan satu-satunya yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja karena faktor lainnya tidak signifikan dalam memengaruhi penyerapan tenaga kerja. PDRBB menggambarkan output sektor pertambangan yang berkorelasi positif dengan jumlah tenaga kerja sehingga semakin banyak output yang dihasilkan akan meningkat penyerapan tenaga kerja. Korelasi positif ini sama seperti pada penelitian terdahulu oleh Sitanggang dan Nachrowi 2004 menyatakan bahwa Variabel output menyebabkan peningkatan jumlah penyerapan tenaga keja sektor pertambangan terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Sektor pertambangan merupakan sektor dengan tingkat PDRB terbesar ke tiga. Tingkat PDRB yang dihasilkan Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010 dari sektor pertambangan sebesar 17.37 persen. Tenaga kerja yang terserap dari faktor PDRB yang besar tidak membuat sektor pertambangan menyerap tenaga kerja yang besar juga. Posisi penyerapan tenaga kerja di sektor ini berada pada posisi ke lima yang hanya menyerap tenaga kerja sebesar 1.36 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan merupakan sektor yang padat modal karena yang membuat PDRBB tinggi adalah alat-alat tambang teknologi tinggi sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan hanya sedikit dibanding sektor lain.

Sektor Industri

Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan koefisien determinasi R-squared sektor industri bernilai 99.19 persen, artinya sebesar 99.19 persen penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera sudah mampu dijelaskan oleh seluruh variabel bebas dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Hal ini menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) model adalah baik. Artinya model tersebut mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas di dalamnya sebesar R-squared 99.19 persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai F-statistik lebih dari FTabel artinya tolak H0, berarti secara

(36)

Nilai sum squared resid weighted model ini kurang dari sum squared resid unweighted menunjukkan bahwa model tidak mengandung heteroskedastisitas. Nilai R-Squared yang tinggi pada model mendekati 100 persen, artinya bahwa model tidak mengadung multikolinearitas. Nilai Durbin Watson model tidak menunjukkan adanya autokorelasi. Nilai p-value > α (5 persen) maka artinya asumsi kenormalan terpenuhi. Cross-Section Fixed Effect yang memiliki pengaruh paling besar adalah provinsi Lampung sebesar 1.039702. Hasil analisi pada model regresi sektor industri semua asumsinya terpenuhi maka, penduga parameter koefisien regresi menggunakan metode panel data menghasilkan penduga tak bias linear terbaik (BLUE = Best Linear Unbiased Estimator).

Hasil regresi model faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera pada sektor industri tahun 2006 hingga 2010 yaitu;

LnTKI = 5.845630 + 0.613509 LnPDRBI + 0.008199 LnPMAI – 0.002806 LnPMDNI + 0.065866 LnUMP

Interpretasi dari model di atas adalah yang memengaruhi jumlah penyerapan tenaga kerja sektor industri (LNTKI) di Pulau Sumatera 2006 hingga 2010 adalah faktor Produk Domestik Regional Bruto sektor industri (PDRBI), Penanaman Modal Asing sektor industri (PMAI), dan Upah Minimum Provinsi (UMP). Kenaikan variabel PDRBI satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.61 persen asumsi cateris paribus. Kenaikan variabel PMA satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.008 persen asumsi cateris paribus. Kenaikan variabel UMP satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.06 persen asumsi cateris paribus.

Kenaikan variabel PDRBI meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja karena PDRBI menggambarkan output sektor industri sehingga semakin banyak output yang dihasilkan akan meningkat kebutuhan akan tenaga kerja. Permintaan barang dan jasa dalam suatu perekonomian akan mempengaruhi tingkat output yang harus diproduksi sehingga berdampak pada penggunaan inputnya (tenaga kerja). Karena sesuai teori produksi yang menyatakan bahwa permintaan input merupakan derived demand dari permintaan output, yang artinya permintaan akan input baru terjadi bila ada permintaan akan output. Permintaan akan barang dan jasa inilah yang melatarbelakangi perusahaan-perusahaan atau industri untuk berproduksi. Sebab setiap perusahaan akan berusaha untuk mencari profit dengan melihat peluang masuk ke dalam suatu pasar (Dimas dan Woyanti 2009). Korelasi positif ini sama seperti pada penelitian terdahulu oleh Sitanggang dan Nachrowi 2004 menyatakan bahwa Variabel output menyebabkan peningkatan jumlah penyerapan tenaga keja sektor industri terjadi di Provinsi NTT.

Korelasi positif antara PMAI (investasi) dengan jumlah tenaga kerja sama halnya seperti penelitian terdahulu oleh Astuti dan Handoko 2007 menyatakan bahwa output merupakan fungsi dari kapital dan tenaga kerja maka selain diturunkan fungsi penggunaan kapital, dapat juga diturunkan fungsi penggunaan tenaga kerja untuk memproyeksikan penyerapan tenaga kerja yaitu dengan konsep rasio modal-tenaga kerja (capital-labor ratio).

(37)

(Mankiw 2006). Kenaikan variabel PMA (investasi) meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja karena peningkatan investasi pada sektor industri dapat meningkatkan output sehingga berdampak pada peningkatan tenaga kerja.

Sektor industri merupakan sektor yang paling banyak aktivitas investasi PMA dengan proporsi yang didapat merupakan perolehan terbesar dibanding sektor lain yaitu sebesar 66.25 persen. Rata-rata perolehan PMAI yang didapat selama tahun 2006 hingga 2010 sebesar US$3.11 milyar. Perolehan investasi Pulau Sumatera terbesar berasal dari provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, dan Lampung. Output yang dihasilkan dari sektor industri selama tahun 2006 hingga 2010 sebesar 18.94 persen dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 3.22 persen. Pertumbuhan output ini diimbangi oleh rata-rata pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sebesar 5.64 persen per tahun.

Sektor Konstruksi

Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan koefisien R-squared sektor konstruksi bernilai 98.85 persen, artinya sebesar 98.85 persen penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera sudah mampu dijelaskan oleh seluruh variabel bebas dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Hal ini menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) model adalah baik. Artinya model tersebut mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas di dalamnya sebesar R-squared 98.85 persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai F-statistik lebih dari FTabel artinya tolak H0, berarti secara

bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata 5 persen. Berdasarkan pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa pada sektor konstruksi minimal ada salah satu variabel bebas berpengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera.

Hasil analisis pada model regresi sektor konstruksi semua asumsinya terpenuhi maka, penduga parameter koefisien regresi menggunakan metode panel data menghasilkan penduga tak bias linear terbaik (BLUE = Best Linear Unbiased Estimator). Hal ini dapat dilihat dari nilai sum squared resid weighted model ini kurang dari sum squared resid unweighted menunjukkan bahwa model tidak mengandung heteroskedastisitas. Nilai R-Squared yang tinggi pada model mendekati 100 persen, artinya bahwa model tidak mengadung multikolinearitas. Nilai Durbin Watson model tidak menunjukkan adanya autokorelasi. Nilai p-value > α (5 persen) maka artinya asumsi kenormalan terpenuhi. Cross-Section Fixed Effect yang memiliki pengaruh paling besar adalah provinsi Bengkulu sebesar 0.957414.

Hasil regresi model faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera pada sektor konstruksi tahun 2006 hingga 2010 yaitu; LnTKK = 4.233384 + 1.031523 LnPDRBK - 0.004301 LnPMAK – 0.001462

LnPMDNK – 0.099755 LnUMP

(38)

variabel PMAK satu persen akan menurunkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.004 persen asumsi cateris paribus. Kenaikan variabel UMP satu persen akan menurunkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.09 persen asumsi cateris paribus.

Variabel PDRBK dan UMP sesuai menurut hipotesis. Variabel PDRBK berhubungan positif pada penyerapan tenaga kerja dan variabel UMP berhubungan negatif pada penyerapan tenaga kerja. Variabel PMAK berhubungan negatif, hal tidak sesuai dengan hipotesis karena seperti yang dikemukakan oleh Todaro (2000) adalah hubungan negatif antara investasi dan penyerapan tenaga kerja terjadi karena adanya akumulasi modal untuk pembelian mesin dan peralatan canggih yang tidak hanya memboroskan keuangan domestik serta devisa tetapi juga menghambat upaya-upaya dalam rangka menciptakan pertumbuhan penciptaan lapangan kerja baru (Dimas dan Woyanti 2009).

Korelasi positif antara variabel PDRB sektor konstruksi dengan tenaga kerja juga terjadi pada penelitian di Provinsi Sulawesi Selatan, NTT,dan Papua. Penelitian ini dilakukan oleh Sitanggang dan Nachrowi 2004. Korelasi negatif antara tingkat upah dengan tenaga kerja pada penelitian Dimas dan Woyanti 2009. Penelitian tersebut menyatakan bahwa kenaikkan tingkat upah akan mendorong pengusaha menggunakan teknik yang cenderung padat modal dalam proses produksinya agar tercapai tingkat produktivitas dan efisiensi yang lebih besar sehingga mengorbankan para pekerja. Penelitian Dimas dan Woyanti 2009 ini juga menunjukkan korelasi antara investasi dengan tenaga kerja yang berhubungan negatif yang menyatakan bahwa hubungan negatif antara penyerapan tenaga kerja dengan tingkat investasi adalah selain pilihan para pengusaha terhadap penggunaan modal yang lebih banyak yang sebenarnya rasional, tetapi juga disebabkan oleh adanya bermacam-macam faktor strukural, kelembagaan, dan politik sehingga harga pasaran tenaga kerja menjadi lebih tinggi dibandingkan harga modal.

Jumlah PDRB yang dihasilkan sektor konstruksi merupakan output terkecil di Pulau Sumatera pada tahun 2006 hingga 2010. PDRB pada sektor konstruksi yang dihasilkan oleh Pulau Sumatera sebesar Rp220 milyar hingga Rp9 000 milyar dengan nilai rata-rata PDRB per tahun yang dihasilkan sebesar Rp25.38 triliyun. Provinsi tiga besar penghasil PDRB sektor ini adalah Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan. Jumlah rata-rata PMAK per tahun yang didapat oleh sektor konstruksi selama tahun 2006 hingga 2010 sebesar US$72.28 juta. Sumbangsih terbesar PMA berasal dari provinsi Sumatera Utara, Lampung, dan Kepulauan Riau.

Sektor Jasa

Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan koefisien R-squared sektor jasa bernilai 99.88 persen, artinya sebesar 99.88 persen penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera sudah mampu dijelaskan oleh seluruh variabel bebas dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas di dalamnya sebesar R-squared 99.88 persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai F-statistik lebih dari FTabel artinya tolak H0,

(39)

atas dapat disimpulkan bahwa pada sektor jasa minimal ada salah satu variabel bebas berpengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera.

Hasil analisis pada model regresi sektor jasa semua asumsinya terpenuhi maka, penduga parameter koefisien regresi menggunakan metode panel data menghasilkan penduga tak bias linear terbaik (BLUE = Best Linear Unbiased Estimator). Hal ini dapat dilihat dari nilai sum squared resid weighted model ini kurang dari sum squared resid unweighted menunjukkan bahwa model tidak mengandung heteroskedastisitas. Nilai R-Squared yang tinggi pada model mendekati 100 persen, artinya bahwa model tidak mengadung multikolinearitas. Nilai Durbin Watson model tidak menunjukkan adanya autokorelasi. Nilai p-value > α (5 persen) maka artinya asumsi kenormalan terpenuhi. Cross-Section Fixed Effect yang memiliki pengaruh paling besar adalah provinsi Jambi sebesar 0.404892.

Hasil regresi model faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera pada sektor jasa tahun 2006 hingga 2010 yaitu;

LnTKJ = 2.781988 + 1.086577 LnPDRBJ – 0.002420 LnPMAJ + 0.003976 LnPMDNJ + 0.049900 LnUMP

Interpretasi dari model di atas adalah yang memengaruhi jumlah penyerapan tenaga kerja sektor jasa (LNTKJ) di Pulau Sumatera 2006 hingga 2010 adalah faktor Produk Domestik Regional Bruto sektor jasa (PDRBK), Penanaman Modal Dalam Negeri sektor jasa (PMDNJ), dan Upah Minimum Provinsi (UMP). Kenaikan variabel PDRBJ satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 1.08 persen asumsi cateris paribus. Kenaikan variabel PMDNJ satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.003 persen asumsi cateris paribus. Kenaikan variabel UMP satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.04 persen asumsi cateris paribus.

Kenaikan variabel PDRBJ meningkatkan penyerapan tenaga kerja karena adanya peningkatan output. Kenaikan variabel PMDNJ (investasi) meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja karena peningkatan investasi pada sektor jasa dapat meningkatkan output sehingga berdampak pada peningkatan tenaga kerja. Menurut teori yang dikemukakan oleh Harrord Domar, bahwa kenaikkan tingkat output dan kesempatan kerja dapat dilakukan dengan adanya akumulasi modal (investasi) dan tabungan (Dimas dan Woyanti 2009). Korelasi positif antara variabel PDRB sektor konstruksi dengan tenaga kerja juga terjadi pada penelitian di Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, NTT, NTB dan Riau. Penelitian ini dilakukan oleh Sitanggang dan Nachrowi 2004.

(40)

Perekonomian Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010 bertumpu pada sektor jasa yang ditunjukkan oleh nilai PDRB. Nilai PDRB sektor jasa merupakan PDRB sektoral terbesar dengan total nilai Rp761.46 triliyun atau memiliki proporsi sebesar 35.62 persen. Rata-rata pertumbuhan tingkat PDRB dan tenaga kerja menunjukkan proporsi yang seimbang yaitu 6.15 persen dan 6.55 persen per tahun. Nilai PDRB yang besar ini menyerap tenaga kerja yang cukup besar juga. Nilai investasi PMDNJ yang diperoleh sebesar 1.61 persen, nilai ini merupakan nilai terkecil diantara sektor lain.

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

1. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010 sebagai berikut:

a. Faktor-faktor yang memengaruhi jumlah tenaga kerja di Pulau Sumatera 2006 hingga 2010 sektor pertanian, industri dan konstruksi yaitu PDRB, UMP, dan PMA.

b. Faktor-faktor yang memengaruhi jumlah tenaga kerja di Pulau Sumatera 2006 hingga 2010 sektor pertambangan yaitu hanya PDRB

pertambangan.

c. Faktor-faktor yang memengaruhi jumlah tenaga kerja di Pulau Sumatera 2006 hingga 2010 sektor jasa yaitu PDRB jasa, UMP, dan PMDN jasa. 2. Keadaan penyerapan tenaga kerja sektoral di Pulau Sumatera diurutkan

(41)

SARAN

Berdasarkan penelitian ini, kepada pemerintah dan swasta untuk;

1. Meningkatkan PDRB Pulau Sumatera pada sektor konstruksi dan jasa untuk dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja karena PDRB sektor konstruksi dan jasa merupakan PDRB yang memiliki pengaruh paling besar diantara sektor lainnya.

2. Memberikan insentif kepada tenaga kerja sektor pertanian berupa pelatihan dan pendidikan agar tenaga kerja sektor pertanian dapat bertransformasi ke sektor lain sehingga tenaga kerja di Pulau Sumatera tidak hanya berfokus pada sektor pertanian dan tenga kerjanya menjadi lebih berkualitas untuk dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Akmal R. 2010. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan

tenaga kerja di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Astuti K, Handoko S. 2007. Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Kebutuhan

Investasi, dan Penyerapan Tenaga Kerja Di Kabupaten Sleman. JBE. 1(3):161-173

[BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2013. Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Sektor di Pulau Sumatera 2006-2010. Jakarta (ID): Badan Koordinasi Penanaman Modal.

__________________. 2013. Realisasi Investasi PMDN Berdasarkan Sektor di Pulau Sumatera 2006-2010. Jakarta (ID): Badan Koordinasi Penanaman Modal.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia 2005. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2007. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia 2006. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2008. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia 2007. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2009. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia 2008. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2010. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia 2009. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2011. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia 2010. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2007. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi–Provinsi Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2003 - 2007. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2007. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi–Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2006 - 2007. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

(42)

di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2008. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2010. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi–Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2009 - 2010. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2005. Statistik Upah 2005. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2007. Statistik Upah 2005 - 2007. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2010. Statistik Upah 2007 - 2010. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2011. Statistik Upah 2009 - 2011. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2005 - 2011. Indikator Ekonomi 2005 - 2011. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

__________________. 2013. Produk Domestik Bruto Indonesia 2004 - 2012. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Dimas, Woyanti N. 2009. Penyerapan Tenaga Kerja di DKI Jakarta. JBE.

16(1):32-41 Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panelitian dan Time Series. Bogor (ID): IPB Pr.

Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Pr. Mankiw NG. 2007. Makroekonomi. Liza F, Nurmawan I, penerjemah; Hardini W, Barnadi D, Saat S, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:

Macroeconomics. Ed ke-6.

Nachrowi DN dan Sitanggang IR. 2004. Pengaruh Struktur Ekonomi pada Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral: Analisis Model Demometrik di 30 Provinsi pada 9 Sektor di Indonesia. JEPI. 16(1):103-133

[Pusdatinaker] Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan. 2010. Angkatan Kerja Nasional Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin 2010 [Internet]. [diunduh 2012 Des 27]. Tersedia pada:

http://.pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=ak&period=2010-08-01#gotoPeriod

[Pusdatinaker] Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan. 2010. Penduduk Yang Bekerja Nasional Menurut Propinsi dan Jenis Kelamin 2010 [Internet]. [diunduh 2013 Mar 27]. Tersedia pada:

Gambar

Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 2 Kurva Penyerapan Tenaga Kerja di Lima Sektor Pulau Sumatera
Gambar 3 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian Pulau Sumatera Berdasarkan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Ma’ruf Amin, yang hari ini dikukuhkan sebagai guru besar dalam Bidang Ilmu Ekonomi Muamalat Syari’ah pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

a) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong lahirnya batasan menuntut ilmu bagi perempuan Menurut KH. Husein Muhammad ketika menafsirkan 9 ayat al-Quran

Dari Gambar 9 dapat diketahui bahwa tingkat akurasi identifikasi dengan 20 data pelatihan memiliki nilai yang paling kecil baik pada data pelatihan maupun data pengujian.

Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan dari penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) antara mahasiswa

Meanwhile, the improvements of class climate includes: (1) the students were much easier to control; (2) the students became active in teaching and learning process; (3)

Budidaya Ikan Hias Koi Cyprinus carpio Lokal di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok.. Jurnal Media

Dari hasil pengujian kekerasan rockwell pada spesimen dengan aging 200ºC mempunyai nilai kekerasan paling tinggi yaitu rata-rata sebesar 80,36 HRB lebih keras dibandingkan

Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari masyarakat di Kota Medan dengan menggunakan uji R-Square uji F-test,uji T-test dan uji asumsi klasik dengan model