HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu menggunakan metode kontrasepsi AKDR di Desa Kedai Damar Kecamatan Tebing Tinggi yang telah dilaksanakan pada bulan Januari 2011.
1. Hasil
1.1Karakteristik Demografi
Responden pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang menggunakan alat kontrasepsi selain AKDR yang bertempat tinggal di Desa Kedai Damar Kecamatan Tebing Tinggi. Jumlah seluruh responden dalam penelitian ini adalah 47 orang. Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, dan jumlah anak.
Menurut data yang diperoleh, mayoritas ibu yang menggunakan alat kontrasepsi selain AKDR berusia di atas 35 tahun (29 orang/61,7%), berpendidikan SMA (29 orang/61,7%) dan mempunyai 1-2 orang anak (24 orang/51,1%). Berikut tabel distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden (n = 47) Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) Umur <20 Tahun 20-35 Tahun >35 Tahun Tingkat Pendidikan SD SMP SMA - 18 29 2 7 29 - 38,3% 61,7% 4,3% 14,9% 61,7%
Diploma Sarjana Jumlah Anak 1-2 orang 3-4 orang 5 orang 2 7 24 21 2 4,3% 14,9% 51,1% 44,7% 4,3%
1.2Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu menggunakan metode kontrasepsi AKDR
Hasil penelitian menggambarkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu menggunakan metode kontrasepsi AKDR ada empat yaitu faktor tingkat pengetahuan, faktor efek samping, faktor sikap, dan faktor dukungan petugas KB.
a. Tingkat Pengetahuan
Tabel ini menggambarkan bahwa mayoritas ibu memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang AKDR (38 orang/80,9%), seperti terlihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Faktor Tingkat
Pengetahuan (n = 47)
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Baik Kurang 9 38 19,1 80,9 b. Efek Samping
Tabel ini menggambarkan bahwa adanya efek samping dari AKDR menyebabkan ibu tidak menggunakan AKDR (28 orang/59,6%), seperti terlihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Faktor Efek Samping
(n = 47)
Efek Samping Frekuensi Persentase (%)
Ada Tidak Ada 28 19 59,6 40,4 c. Sikap
Tabel ini menggambarkan bahwa mayoritas ibu bersikap negatif terhadap AKDR (27 orang/57,4%), seperti terlihat pada Tabel 5.4
Tabel 5.4 Disribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Faktor Sikap (n = 47)
Sikap Frekuensi Persentase (%)
Positif Negatif 20 27 42,6 57,4 d. Dukungan Petugas KB
Tabel ini menggambarkan bahwa petugas KB tidak mendukung ibu untuk menggunakan AKDR (34 orang/72,3%), seperti terlihat pada Tabel 5.5
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Faktor Dukungan
Petugas KB (n = 47)
Dukungan Petugas KB Frekuensi Persentase (%) Mendukung Tidak Mendukung 13 34 27,7 72,3
2. Pembahasan
2.1Karakteristik Demografi a. Umur
Faktor umur sangat berpengaruh terhadap aspek reproduksi manusia terutama dalam pengaturan jumlah anak yang dilahirkan dan waktu persalinan, yang kelak berhubungan pula dengan kesehatan ibu. Umur juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam pemakaian alat kontrasepsi. Semakin tua umur istri maka pemilihan alat kontrasepsi ke arah alat yang mempunyai efektivitas lebih tinggi yakni metode kontrasepsi jangka panjang (BKKBN, 2003).
Menurut Hartanto (2004), umur di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun sangat berisiko terhadap kehamilan dan melahirkan, sehingga berhubungan erat dengan pemakaian alat kontrasepsi. Periode umur wanita antara 20 – 35 tahun adalah periode yang paling baik untuk melahirkan. Pasangan usia subur yang telah melahirkan anak pertama pada periode ini, sangat dianjurkan untuk menggunakan IUD dengan tujuan untuk menjarangkan kehamilan. Apabila ibu merencanakan untuk mempunyai anak, IUD dapat dilepas sesuai keinginan ibu dan kesuburan akan segera kembali.
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa mayoritas ibu yang tidak menggunakan AKDR adalah kelompok usia di atas 35 tahun (29 orang/61,7%). Menurut hasil penelitian Yanti (2009), responden yang umurnya lebih dari 35 tahun cenderung memilih metode alamiah karena menurut mereka lebih aman dan tanpa efek samping. Sedangkan menurut Donaldson dan Tsui (1990), wanita yang lebih tua, lebih suka menggunakan
metode kontrasepsi tradisional karena mereka sudah merasa cocok dengan metode kontrasepsi tersebut.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Leridon H, et al (2002) yang menyatakan bahwa AKDR justru lebih banyak digunakan oleh wanita yang berusia di atas 35 tahun. Menurut Speroff L dan Darney P (2003), AKDR merupakan pilihan kontrasepsi reversibel yang baik bagi wanita yang lebih tua. Menurut hasil penelitian Patrick Thonneau dkk (2006), wanita umur reproduktif lebih dari 35 tahun justru lebih sering menggunakan AKDR karena resiko kegagalan akibat efek samping lebih rendah dibandingkan dengan wanita dibawah umur 35 tahun.
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses belajar, yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat yang diperoleh dari jenjang pendidikan formal. Konsep ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan. Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari proses belajar (Notoatmodjo, 2007).
Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan keluarga berencana, tetapi juga pemilihan suatu metode kontrasepsi. Beberapa studi telah memperlihatkan bahwa metode kalender lebih banyak
digunakan oleh pasangan yang lebih berpendidikan. Dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil risiko yang terkait dengan sebagian metode kontrasepsi modern (Wulansari dan Hartanto, 2006)
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa mayoritas ibu yang tidak menggunakan AKDR berpendidikan SMA (29 orang/61,7%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Ghazal S, et al (2004), yang menyatakan bahwa mayoritas wanita yang tidak menggunakan AKDR adalah berpendidikan sekolah menengah (SMA). Menurut hasil penelitian Radulovic O, et al (2006), lebih dari setengah wanita (459 orang/56%) yang berpendidikan sekolah menengah (SMA) lebih suka menggunakan metode kontrasepsi tradisional. Berbeda halnya menurut Leridon H, et al (2002) yang menyatakan bahwa AKDR justru paling banyak digunakan oleh wanita yang berpendidikan sekolah menengah (SMA). Menurut asumsi peneliti, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan lebih memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi yang mempunyai efektivitas lebih tinggi seperti misalnya AKDR.
c. Jumlah Anak
Kemungkinan seorang istri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup. Semakin sering seorang wanita
melahirkan anak, maka akan semakin memiliki risiko kematian dalam persalinan.
Soeradji, dkk dalam Mutiara (1998) melaporkan bahwa pada awal program KB, penggunaan alat kontrasepsi adalah mereka yang telah mempunyai anak cukup banyak. Dengan berjalannya waktu dan pelaksanaan program maka lebih banyak wanita dengan paritas yang lebih kecil akan menggunakan alat kontrasepsi. Gejala ini melandasi pengaruh jumlah anak terhadap penggunaan alat kontrasepsi.
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa mayoritas ibu yang tidak menggunakan AKDR mempunyai 1-2 orang anak (24 orang/51,1%). Menurut Palmore dan Bulatao (1989, dalam Robinson KM, 2001), wanita yang ingin mempunyai anak lagi lebih suka menggunakan metode kontrasepsi tradisional. Berbeda halnya menurut hasil penelitian Patnaik BP dan Mishra KP (2003) yang menyatakan bahwa AKDR justru paling banyak digunakan oleh wanita yang memiliki 1-2 orang anak. Hasil penelitian Leridon H, et al (2002) juga menyatakan bahwa AKDR paling banyak digunakan oleh wanita yang memiliki 2 orang anak. Menurut asumsi peneliti, pasangan usia subur yang masih memiliki sedikit anak (1-2 orang anak) dan ingin mempunyai anak lagi, akan lebih memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi yang jangka waktu penggunaannya panjang.
2.2Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu menggunakan metode kontrasepsi AKDR
a. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan (kognitif) merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk persepsi, sikap, dan perilaku seseorang, karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama (long lasting) daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Gerungan, 2004). Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yang tercakup dalam domain kognitif, yaitu tahu (know), memahami (comprehensive), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa mayoritas ibu memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik tentang AKDR (38 orang/80,9%), terutama tentang durasi, keuntungan, kerugian, dan waktu yg tepat untuk memasang AKDR.
Hasil penelitian Vernon R, et al (2007) menyatakan bahwa sebagian besar wanita tidak pernah mendengar tentang AKDR, sementara sebagian kecil wanita lagi pernah mendengar tentang AKDR namun tidak mengetahui karakteristik dari AKDR misalnya bentuk, durasi penggunaan, jenis, dan mekanisme kerja AKDR. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya penggunaan AKDR. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Brambila C dan Taracena B (2003), yang menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan wanita tentang AKDR mempengaruhi rendahnya penggunaan AKDR. Dari hasil penelitian ini dilaporkan bahwa sebagian wanita tidak
begitu mengenal AKDR. Mereka hanya tahu tentang bentuk, durasi, dan dimana AKDR diletakkan, namun mereka tidak mengetahui fungsi, indikasi, dan kontraindikasi dari AKDR. Sementara sebagian wanita lagi sama sekali tidak mengenal AKDR.
b. Efek Samping
Efek samping adalah perubahan fisik atau psikis yang timbul akibat dari penggunaan alat/obat kontrasepsi, tetapi tidak berpengaruh serius terhadap kesehatan klien (BKKBN, 2002). Menurut Hartanto (2004), dengan belum tersedianya metode kontrasepsi yang benar-benar 100% sempurna, maka ada tiga hal yang sangat penting untuk diketahui oleh calon akseptor KB yakni efektivitas, keamanan dan efek samping. Reaksi efek samping yang sering terjadi sebagai akibat penggunaan alat kontrasepsi yaitu : amenorhoe, perubahan berat badan, pusing dan sakit kepala. Menurut Saifuddin (2006), pada umumnya efek samping dari penggunaan AKDR adalah perubahan siklus haid, haid menjadi lebih lama, volume darah haid lebih meningkat, dan saat haid akan menjadi lebih sakit.
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa adanya efek samping dari AKDR menyebabkan ibu tidak menggunakan AKDR (28 orang/59,6%). Mayoritas ibu menyatakan bahwa AKDR dapat menyebabkan peningkatan darah menstruasi. Menurut Glasier A & Gebbie A (2005), peningkatan perdarahan menstruasi yang sering disertai nyeri merupakan masalah paling umum yang berkaitan dengan pemakaian AKDR. Sekitar 15% wanita berhenti memakai AKDR karena masalah ini. Sedangkan menurut
Speroff & Darney (2003), peningkatan perdarahan merupakan gejala yang paling sering diderita oleh pengguna AKDR dan menjadi alasan untuk menghentikan pemakaian AKDR. Dalam waktu satu tahun, 5-15% wanita berhenti menggunakan AKDR karena masalah ini.
Hasil penelitian Patnaik BP dan Mishra KP (2003), menyatakan bahwa alasan utama yang menyebabkan wanita berhenti menggunakan AKDR adalah peningkatan darah menstruasi. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Bradley, et al (2007) yang menyatakan bahwa pemakaian AKDR dapat menyebabkan perubahan yang cukup besar pada durasi dan intensitas menstruasi banyak wanita. Hal inilah yang menjadi masalah mendasar bagi banyak perempuan di Bangladesh sehingga akhirnya mereka memutuskan untuk menghentikan pemakaian.
c. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman atau dari orang dekat dengan kita ( BKKBN, 2002).
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa mayoritas ibu bersikap negatif terhadap AKDR (27 orang/57,4%). Mereka beranggapan bahwa AKDR dapat mengakibatkan cacat pada bayi, menyebabkan kanker, dan tertanam di dalam rahim. Menurut BKKBN (2002), banyak wanita yang bersikap negatif terhadap AKDR karena beredarnya rumor tentang AKDR. Rumor dan kesalahpahaman tentang
AKDR ini telah menyebar luas di seluruh belahan dunia dan mungkin hal inilah yang menjadi alasan terbanyak bagi wanita untuk menghindari pemakaian AKDR (Rivera et al, 2006).
Hasil penelitian Brambila C dan Taracena B (2003) menyatakan bahwa banyak wanita yang merasa takut menggunakan AKDR karena menurut mereka AKDR dapat terjebak pada wajah, kepala, dan badan anak yang belum lahir, dapat menyebabkan kanker, tertanam di dalam rahim, dan menyebabkan aborsi. Mereka juga percaya bahwa AKDR dapat dengan sendirinya hilang di dalam tubuh, menimbulkan sakit kronis, dan menyebabkan infeksi atau penyakit yang serius. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Katz, et al (2002) yang menyatakan bahwa banyak wanita yang takut menggunakan AKDR karena mendengar rumor ataupun mitos tentang AKDR. Menurut mereka, AKDR sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kanker, dapat tertanam di dalam rahim, dan tinggal di dalam tubuh bayi yang akan dilahirkan.
Namun hal ini bertentangan dengan pendapat Grimes (2004) yang mengatakan bahwa AKDR tidak dapat berpindah ke bagian tubuh lain dan tidak membahayakan janin.
d. Dukungan Petugas KB
Pelayanan KB yang berkualitas harus mencakup pemberian pelayanan (KIP/K) yang dapat melindungi klien dari resiko efek samping dan komplikasi serta meminimalkan kemungkinan terjadinya kegagalan. Walaupun telah dilakukan upaya untuk meningkatkan pelayanan KB, masih
terdapat beberapa hambatan dalam penggunaan kontrasepsi, untuk itu diperlukan upaya, antara lain dengan memberikan Komunikasi Interpersonal/Konseling (KIP/K) pada saat sebelum pelaksanaan, saat pelaksanaan dan pasca pelaksanaan (BKKBN, 2003).
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa petugas KB tidak mendukung ibu untuk menggunakan AKDR (34 orang/72,3%). Mayoritas ibu menyatakan bahwa petugas KB tidak menjelaskan tentang AKDR dan tidak menyarankan untuk menggunakan AKDR. Hal ini berarti bahwa penyampaian konseling yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada responden belum dilakukan secara optimal.
Menurut hasil penelitian Vernon R, et al (2007), petugas kesehatan sering tidak menjelaskan tentang AKDR selama konseling dan walaupun hal tersebut dilakukan, mereka tidak memberikan informasi secara lengkap tentang AKDR. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya penggunaan AKDR. Sedangkan menurut hasil penelitian Family Health International in collaboration with the Kenya Ministry of Health (2005), petugas kesehatan tidak terlalu banyak menjelaskan tentang AKDR selama konseling. Petugas kesehatan juga tidak menjelaskan rumor negatif tentang AKDR kepada peserta KB. Inilah salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya penggunaan AKDR di Kenya. Hasil penelitian Katz et al (2002) juga menyatakan bahwa kurangnya perhatian dan metode selama konseling dan keterampilan petugas kesehatan mempengaruhi rendahnya tingkat penggunaan IUD di El Salvador.
Hingga saat ini pelayanan KB seperti komunikasi informasi dan edukasi masih kurang berkualitas terbukti dari peserta KB yang berhenti menggunakan alat kontrasepsi dengan alasan efek samping, kesehatan dan kegagalan pemakaian. Dengan memberikan pelayanan yang berkualitas khususnya informasi tentang KB IUD dapat memengaruhi seseorang untuk menggunakan KB tersebut (Pendit, 2007).