Pengolahan dan Analisis Data
Data rata-rata hasil uji organoleptik, analisis sifat fisik, dan sifat kimia ditabulasikan dan dianalisis deskriptif. Data uji hedonik dan uji mutu hedonik
Rilgut dianalisis dengan Friedman Test. Jika Friedman Test menunjukan
pengaruh pelakuan yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan’s Multiple Range Test untuk mencari keberadaan perbedaan dari perlakuan yang ada. Data analisis fisik kulit Rilgut diuji dengan ANOVA bila data tersebar normal dan homogen, sedangkan jika data tidak normal diuji dengan Kruskal Walis. Data analisis kimia formula terpilih, kontribusi gizi, dan biaya pembuatan Rilgut dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Tepung Daun Torbangun
Botani torbangun mirip dengan daun mint sehingga disebut juga indian mint atau mexican mint yang berbatang relatif lunak dengan tekstur daun yang tidak rata (Damanik 2009). Menurut Damanik (2006), bagian yang sering dimanfaatkan adalah daun torbangun. Sup daun torbangun merupakan salah satu makanan khas di daerah Batak untuk ibu menyusui dan telah terbukti dapat meningkatkan produksi air susu ibu (Damanik et al. 2001). Selain itu, Khattak
et al. (2013a) menunjukkan bahwa daun torbangun dapat digunakan sebagai agen anti-jamur dan anti-bakteri. Kandungan fenol yang tinggi pada torbangun
juga dapat digunakan untuk menangkap radiakal bebas dalam tubuh (Khattak et al. 2013b). Torbangun juga memiliki manfaat sebagai anti hipertensi dan pengendali kolesterol (Andriani et al. 2012) serta mengurangi keluhan sindrom pre-menstruari (PMS) pada remaja (Devi et al. 2010). Salah satu produk berbasis daun torbangun adalah suplemen dalam bentuk minuman (Pramadya et al. 2010)
Daun torbangun dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan yang dijadikan tepung dan ditambahkan pada kulit risoles. Penambahan ini bertujuan untuk meningkatkan kandungan zat gizi mikro risoles, yaitu zat besi, kalsium, fosfor, dan zinc. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Dewi 2011), penambahan tepung torbangun dapat meningkatkan kandungan zat gizi mikro pada cookies.
Metode yang digunakan dalam pembuatan tepung torbangun adalah metode pengeringan (kering angin dan oven) untuk mendapatkan simplisianya, kemudian dilanjutkan dengan menghaluskan daun torbangun hingga menjadi tepung daun torbangun. Proses pengeringan daun torbangun dianalogikan dengan pengeringan daun kumis kucing untuk mendapatkan simplisianya (Sutjipto dan Widiyastuti 2009). Kemudian untuk mendapatkan tepung torbangun, simplisia daun torbangun dihaluskan dan diayak. Proses pembuatan tepung daun torbangun ini merupakan salah satu cara yang mudah dilakukan dan tidak mempengaruhi kadar flavonoid secara nyata (Sutjipto dan Widiyastuti 2009).
Tahap awal pembuatan tepung daun torbangun adalah dengan melakukan pembersihan. Daun torbangun dipisahkan dari batang dan daun-daun yang telah busuk kemudian dilakukan pencucian. Daun-daun yang telah dibersihkan kemudian dikeringanginkan terlebih dahulu selama 12 jam. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar air daun sebelum dioven sehingga warna simplisia yang dihasilkan tidak menjadi coklat ketika dilakukan pengovenan. Setelah itu, simplisia di oven dengan suhu 50˚C selama 12 jam. Tahap selanjutnya adalah penghancuran simplisia dengan blender agar didapatkan tepung daun torbangun. Kemudian tepung tersebut diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh. Tepung daun torbangun dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Tepung torbangun
Daun torbangun segar yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 2 120 gram dan menghasilkan sebanyak 193 gram daun torbangun. Rendemen tepung torbangun dihitung berdasarkan perbandingan berat tepung torbangun dengan daun torbangun awal sebelum dikeringkan. Rendemen tepung torbangun yaitu sebesar 9.1%. Hal ini diduga karena daun torbangun memiliki kadar air yang relatif tinggi yaitu 92.5% (Mahmud et al. 2009).
11 Torbangun (Coleus ambonicus L) merupakan jenis tumbuhan yang biasa digunakan oleh masyarakat Batak Sumatera Utara sebagai makanan yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI serta status gizi anak yang dilahirkan (Damanik 2005a). Penggunaan torbangun sebagai laktagogum oleh masyarakat batak ini telah menjadi tradisi turun temurun (Damanik et al. 2004). Menurut Lawrence et al. (2005) diacu dalam Rumetor (2008), jenis komponen yang menyusun senyawa lactagogum adalah 3-ethyl-3-hydroxy-5-alphaandostran-17-one, 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid, monomethyl succinate, phenylmalonic acid, cyclopentanol, 2-methyl acetate dan methylpyro glutamate,
senyawa sterol, steroid, asam lemak, dan asam organik. Dilihat dari senyawa penyusun laktagogum, diketahui bahwa komponen tersebut terdiri dari senyawa organik. Senyawa organik merupakan turunan dari golongan senyawa yang diketahui sebagai hidro-karbon, sebab senyawa tersebut terbuat dari hidrogen dan karbon. Menurut Sumardjo (2008), sukar untuk mengetahui sifat umum senyawa organik karena jumlah senyawa organik yang sangat banyak. Sebagian besar senyawa organik tidak larut dalam air, tetapi larut dalam larutan non-polar seperti eter, benzene, dan kloroform. Dalam proses pengeringan ini, tidak digunakan pelarut-pelarut tersebut sehingga kandungan laktagogum masih tetap terjaga. Sumardjo (2008) juga menyatakan bahwa titik didih atau titik lebur senyawa organik mencapai 300˚C, sehingga penggunaan suhu 50˚C pada proses pengeringan masih tergolong aman untuk laktagogum.
Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa secara teoritis, kandungan laktagogum masih terdapat di dalam tepung torbangun. Namun, untuk kepastian yang lebih akurat, diperlukan analisis zat aktif secara kimiawi. Nilai tambah pada tepung torbangun ini, menunjukkan bahwa nantinya, Rilgut juga dapat dikonsumsi oleh ibu menyusui. Menurut Lawrence et al. (2005), laktagogum merupakan komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Damanik et al. (2006) menambahkan bahwa laktagogum dapat meningkatkan produksi susu diduga karena laktagogum berperan dalam proliferasi sel sekresi mamari. Walaupun Rilgut mengandung laktagogum, tetapi Rilgut ini masih bisa dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan periode proliferasi sel sekresi mamari hanya akan terjadi kepada ibu pada masa laktasi sehingga laktagogum hanya akan berperan terhadap ibu pada masa laktasi.
Menurut Fuerstenau dan Han (2003), proses pengolahan seperti canning, boiling, steaming, blanching, dan baking merupakan proses-proses yang dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan mineral dari bahan pangan. Selain itu, menurut Azman (2010), kandungan antioksidan pada torbangun akan turun apabila dilakukan pemanasan pada suhu 120˚C. Oleh karenanya, sebelum dilakukan pengeringan tidak dilakukan boiling, steaming, maupun blancing dan
baking guna meminimalisasi terjadinya kerusakan atau pengurangan kandungan mineral dan antioksidan pada torbangun.
Palupi et al. (2007) menyatakan bahwa pada umumnya garam-garam mineral tidak terpengaruh secara signifikan dengan perlakuan kimia dan fisik selama pengolahan. Namun, dengan adanya oksigen, beberapa mineral kemungkinan teroksidasi menjadi mineral bervalensi lebih tinggi, namun tidak mempengaruhi nilai gizinya. Meskipun beberapa komponen pangan rusak dalam proses pemanggangan bahan pangan, proses tersebut tidak memengaruhi kandungan mineral dalam bahan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
mineral tepung torbangun akibat pengeringan tidak mengalami kerusakan atau pengurangan secara signifikan.
Kandungan Gizi Bahan Baku Pati Garut dan Tepung Torbangun Pati merupakan salah satu sumber karbohidrat dalam makanan. Pati garut merupakan hasil olahan utama dari umbi garut sebagai salah satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. Menurut Kay (1973) pati garut memiliki sifat-sifat, antara lain: (1) mudah larut dan mudah cerna sehingga cocok untuk makanan bayi dan orang sakit, (2) memiliki bentuk oval dengan panjang 15-17 mikron, (3) varietas banana memiliki granula lebih besar dibandingkan varietas creole, (4) suhu awal gelatinisasi adalah 70˚C, (5) mudah mengembang jika kena panas dengan daya mengembang 54%, dan (6) ada beberapa syarat untuk kepentingan komersial, yaitu memiliki warna putih bersih, kadar air tidak boleh lebih dari 18,5%, kandungan abu dan serat rendah, pH 4.5-7, kekentalan 512-640 satuan Brabender.
Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu dalam penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, roti kering, bubur bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian Susanty (2002), Puspowati (2003), dan Sitorus (2004) yang diacu dalam Herminiati (2005) bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan makan sapihan. Pati garut diperoleh dari rimpang garut yang telah berumur 8–12 bulan (Widowati et al.
2002).
Hal ini yang melatarbelakangi dipilihnya pati garut sebagai bahan dasar
Rilgut. Diharapkan Rilgut memberikan kemudahan penyerapan pada proses pencernaan, sehingga zat-zat gizi yang dikandung di dalam Rilgut juga mudah diserap, terutama zat gizi mikronya.
Gambar 7 Pati garut
Pati garut didapatkan dari produksi KWT Melati, Kulon Progo, Yogyakarta dengan merek Melati. Kandungan gizi pati garut diharapkan dapat diperkaya dengan adanya penambahan tepung torbangun dalam adonan. Tepung daun torbangun dan pati garut selanjutnya dianalisis kandungan gizinya (Tabel 2).
Tabel 2 Kandungan gizi tepung daun torbangun dan pati garut Parameter Tepung Daun Torbangun Pati Garut
13 Air (%bb) 9.08 10.66 Abu (%bk) 13.97 0.53 Lemak (%bk) 4.85 0.29 Protein (%bk) 22.55 1.42 Karbohidrat (%bk) 58.63 99.06 Besi (mg/100g) 24.31 4.53 Kalsium (mg/100g) 1384.32 13.00 Fosfor (mg/100g) 355.68 35.83 Zinc (mg/100g) 6.18 0.47 Kadar Air
Kadar air tepung daun torbangun dipengaruhi oleh beberapa faktor selama proses pengeringan. Faktor tersebut diantaranya adalah suhu, lama waktu pengeringan, dan kadar air daun torbangun segar. Kadar air tepung daun torbangun adalah 9.08% (%bb) sedangkan kadar air pati garut adalah sebesar 10.66% (%bb). Menurut BSN (2009) kadar air tepung terigu maksimal 14.5%, hal ini berarti kadar air tepung daun torbangun dan kadar air pati garut sesuai dengan persyaratan BSN untuk kadar air tepung terigu.
Kadar Abu
Kadar abu yang terdapat dalam suatu bahan pangan menunjukkan kandungan mineralnya. Berdasarkan hasil analisis, kadar abu pada tepung daun torbangun sebesar 13.97% (%bk) sedangkan pada pati garut sebesar 0.53% (%bk). Jika dibandingkan dengan kadar abu yang diperbolehkan untuk tepung terigu yaitu 0.6% (BSN 2009), maka kadar abu pati garut memenuhi syarat BSN untuk tepung terigu namun kadar abu tepung torbangun lebih tinggi. Tepung torbangun memiliki kandungan mineral yang tinggi, sehingga tepat kiranya untuk dipadukan dengan pati garut sebagai sumber zat gizi mikro. Pati garut dengan keunggulan sebagai sumber karbohidrat dan energi yang mudah dicerna, sedangkan tepung torbangun sebagai sumber zat gizi mikro, terutama besi dan kalsium.
Kadar Lemak
Tabel 2 menunjukkan kadar lemak tepung torbangun lebih tinggi dibandingkan kadar lemak pati, yaitu berturut-turut 4.85% (%bk) dan 0.29% (%bk). Hal ini diduga disebabkan kandungan asam lemak yang tinggi pada daun torbangun. Menurut Damanik (2005b), konsumsi sop daun torbangun dapat meningkatkan status asam lemak terkonjugasi (saturated) dan tidak terkonjugasi (unsaturated) ibu menyusui.
Kadar lemak pada suatu bahan pangan mempengaruhi daya simpannya. Semakin tinggi kadar lemak, maka daya simpannya semakin rendah. Hal ini disebabkan adanya proses ketengikan dalam bahan pangan yang mengandung lemak. Ketengikan terjadi karena molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi.
Kadar Protein
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa kadar protein pati garut dan tepung torbangun berturut-turut adalah 1.42% (%bk) dan 22.5% (%bk). Diketahui bahwa kadar protein tepung torbangun lebih tinggi dibandingkan pati garut. Kadar
protein daun torbangun hasil analisis ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil analisis Dewi (2010), yaitu sebesar 19.82%. Hal ini disebabkan karena perbedaan bagian torbangun yang digunakan dalam penepungan.
Kadar Karbohidrat
Berdasarkan Tabel 2 diketahui kadar kaborhidrat pati garut sebesar 99.06% (%bk) sedangkan tepung tobangun 58.63% (%bk). Diketahui bahwa komponen karbohidrat merupakan komponen gizi utama dalam pati garut. Kadar karbohidrat pada kedua bahan tersebut dihitung dengan metode by difference.
Kadar Besi
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa kadar zat besi pada pati garut dan tepung torbangun berturut-turut adalah 4.53 mg/100g dan 24.31 mg/100g atau 11.02 mg/1000kkal dan 65.90 mg/1000kkal. Menurut British Nutrition Foundation (1995), berdasarkan kandungan besinya makanan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu makanan dengan kandungan besi rendah yaitu kurang dari 0.7 mg (besi/1000 Kal), makanan dengan kandungan besi sedang yaitu antara 0.7-1.9 mg (besi/1000 Kal), dan makanan dengan kandungan besi tinggi yaitu lebih dari 2.0 mg (besi/1000 Kal). Berdasarkan British Nutrition Foundation, maka pati garut dan tepung torbangun merupakan bahan pangan berkadar besi tinggi. Namun, perlu diketahui bahwa penyerapan besi non-heme hanya 1–2%, sehingga pemenuhan zat besi heme juga tetap diperlukan untuk mencegah anemia.
Kadar Kalsium
Kalsium merupakan unsur penting dalam tubuh sebagai mineral makro. Selain untuk mencegah osteoporosis dan pertumbuhan gigi dan tulang, kalsium juga berperan dalam proses pembekuan darah. Menurut Wirakusumah (2007) sumber kalsium juga terdapat pada kacang-kacangan dan produk olahannya, buah dan sayur seperti brokoli, kangkung, caysim, dan lain-lain. Sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik.
Berdasarkan Tabel 2, kadar kalsium pati garut adalah 13mg/100g, sedangkan tepung torbangun mencapai 1384.32 mg/100g. Oleh karena itu, diharapkan tepung torbangun dapat meningkatkan kadar kalsium dalam Rilgut
berbasis pati garut dan tepung torbangun. Perlu diketahui juga bahwa menurut Almatsier (2004) sayuran mengandung banyak zat yang meghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat.
Kadar Fosfor
Fosfor merupakan salah satu jenis dari mineral makro yang diperlukan untuk tubuh untuk kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi zat gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan pengaturan keseimbangan asam-basa. Fosfor terdapat di semua sel makhluk hidup, oleh karena itu fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan yang kaya protein. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang, sedangkan kelebihan fosfor akan menyebabkan kejang (Almatsier 2004).
Fosfor dapat membantu peningkatan penyerapan kalsium. Altmatsier (2004) menambahkan agar penyerapan kalsium baik, maka rasio antara kalsium:fosfor sebaiknya antara 1:1 atau 2:1. Berdasarkan Tabel 2, kadar fosfor dalam pati garut
15 dan tepung torbangun berturut-turut adalah 35.82 mg/100gram dan 355.68 mg/100gram. Diharapkan kadar fosfor pada Rilgut dapat meningkatkan penyerapan kalsium. Perbandingan kalsium:fosfor dalam pati garut, yaitu 1:2.7 tepung torbangun 6:1. Kadar fosfor pada pati garut lebih tinggi dibandingkan kadar kalsiumnya, tidak sesuai dengan kadar yang dianjurkan Almatsier (2004), sedangkan kadar fosfor pada tepung torbangun berbanding sangat kecil dengan kadar kalsiumnya. Diharapkan perpaduan keduanya akan menghasilkan produk pangan dengan perbandingan kalsium dan fosfor yang baik.
Kadar Zinc
Zinc adalah komponen lebih dari 300 enzim dan yang penting diperlukan untuk sintesa DNA, pergantian sel dan sintesa protein (Firmansyah 2004). Linder (2006) juga menyebutkan bahwa zinc juga berperan dalam reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Dengan demikian zinc esensial untuk pertumbuhan, pematangan seks, fungsi kognitif dan imun serta reproduksi (Kartono dan Soekatri 2004).
Kandungan Zn pada bahan pangan atau makanan dapat menghambat penyerapan zat besi. Hal ini dikarenakan muatan ion Zn yang sama dengan Fe pada saat penyerapan yaitu 2+, Zn2+ dan Fe2+. Kadar Zn pada tepung torbangun dan pati garut berturut-turut adalah adalah 61.8 mg/kg dan 4.65mg/kg.
Formulasi Pembuatan Rilgut
Tahapan dalam proses pembuatan Rilgut meliputi pembuatan kulit risoles, pembuatan isi risoles, penyatuan kulit dan isi, dan penggorengan risoles. Pada tahap pembuatan kulit risoles, dibuat enam jenis formula berdasarkan tingkat substitusi pati garut terhadap tepung terigu. Batas terbawah yang digunakan yaitu substitusi pati garut 50% terhadap tepung terigu sedangkan batas teratas adalah substitusi pati garut 100% terhadap tepung terigu. Batas yang digunakan antar formula adalah sebesar 10%, sehingga formula yang didapatkan dari rasio substitusi pati garut terhadap tepung terigu adalah F1 (50:50), F2 (60:40), F3 (70:30), F4 (80:20), F5 (90:10), dan F6 (100:0). Selain itu, kulit risoles juga ditambahkan sumber zat gizi mikro alami, yaitu tepung torbangun. Tujuan dari penambahan tepung torbangun ini adalah agar risoles yang dibuat memiliki kandungan mineral tinggi, sehingga dapat disebut sebagai sumber zat gizi mikro.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan Rilgut terdiri dari bahan untuk kulit, bahan untuk isi, dan bahan untuk pelapis sebelum risoles digoreng. Bahan untuk kulit terdiri dari tepung terigu, pati garut, tepung daun torbangun, susu cair. Tepung berfungsi sebagai bahan pembentuk struktur, sumber karbohidrat dan sumber protein, dan pembentuk sifat kenyal gluten. Susu cair digunakan untuk menambahkan rasa gurih dan kandungan proteinnya diduga dapat memperkuat kulit risoles sehingga tidak mudah rusak saat dilipat. Bahan untuk isi risoles yang digunakan adalah ayam, wortel, dan kentang. Bumbu yang digunakan diantaranya garam, bawang putih, kaldu, dan margarin sedangkan bahan pelapis terdiri dari putih telur dan tepung panir.
Formula risoles yang digunakan mengacu pada resep risoles dari Soechan (2009) yang dimodifikasi. Mofidikasi yang dilakukan yaitu substitusi pati garut dan tepung terigu sebagai bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan kulit risoles serta penambahan tepung daun torbangun. Jenis tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu protein sedang.
Gambar 8 memperlihatkan kulit risoles dengan berbagai taraf substitusi pati garut terhadap tepung terigu dan penambahan tepung torbangun yang dihasilkan setelah proses formulasi.
Proses selanjutnya adalah pembuatan isi. Isi risoles terdiri dari kentang, wortel, dan ayam. Agar setiap risoles memiliki jumlah isi yang rata, maka pemasakan masing-masing bahan terpisah antara kentang, wortel, dan ayam. Proses pengolahan ayam dibedakan dengan proses pengolahan wortel dan kentang. Proses pengolahan wortel dan kentang dilakukan dengan tahapan membersihkan bahan dan memotongnya menjadi bentuk dadu. Bumbu dibuat dengan cara mencincang bawang putih. Kemudian, bawang putih ditumis dengan margarin dan ditambahkan bahan isi dan kaldu dan ditunggu hingga bahan isi matang dengan api kecil pada suhu 120-150˚C selama 15 menit. Pengolahan ayam dilakukan dengan tahapan awal membersihkan daging ayam. Daging ayam yang digunakan adalah bagian dada. Daging ayam kemudian direbus untuk memperoleh kaldunya. Perebusan dilakukan selama 30 menit. Setelah itu, daging ayam di goreng dengan metode deep frying pada suhu 180-200˚C selama 10 menit. Daging ayam yang telah digoreng kemudian disuir hingga menjadi potongan yang lebih kecil. Sebelum disatukan dengan kulit, terlebih dahulu bahan isi ditimbang, yaitu terdiri dari 4 gram kentang, 4 gram wortel, dan 4 gram ayam.
F1 (50:50) F2 (60:40) F3 (70:30)
F4 (80:20) F5 (90:10) F6 (100:0)
Gambar 8 Kulit Rilgut dengan berbagai rasio substitusi pati garut terhadap tepung terigu
17 Tahapan terakhir adalah penggorengan. Sebelum digoreng risoles dilumuri dengan putih telur dan tepung panir. Tujuan utama dilumuri dengan putih telur adalah agar risoles tidak terbuka dan isinya keluar saat digoreng (Soechan 2009). Setiap kali dilumuri, risoles ditimbang sehingga jumlah putih telur dan tepung panir yang digunakan antar setiap risoles berjumlah sama. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan bias penelitian. Penggorengan dilakukan dengan metode deep frying dengan suhu minyak 180-200˚C selama 20 detik. Berdasarkan penelitian Marimutu et al. (2012), proses pengolahan (boiling, baking, frying, dan grilling) tidak berpengaruh terhadap kandungan mineral pada ikan Canna striatus. Oleh karena itu, diduga kandungan mineral dalam Rilgut tidak berkurang nilainya pada proses penggorengan dengan metode deep frying pada waktu singkat.
Sifat Fisik Kulit Rilgut
Sifat fisik yang dianalisis pada kulit Rilgut meliputi warna, kekerasan, dan aktifitas air (aw). Hasil analisis secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3 dan hasil uji analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 3 Hasil analisis fisik kulit Rilgut formula 1-6
Sampel Warna Kekerasan
(loadgram) aw Nilai L Nilai a Nilai b C Hue
F1 40.68a -0.09a 7.02a 7.02a 90.67a 8.0a 0.96a F2 37.27a -0.19a 5.79a 5.79a 91.83a 8.0a 0.95a F3 41.36a -0.27a 7.72a 7.72a 91.97a 7.0a 0.96a F4 38.00a -0.20a 6.95a 6.95a 91.63a 7.0a 0.95a F5 37.72a -0.19a 6.96a 6.96a 88.53a 6.3a 0.94a F6 37.99a -0.09a 6.66a 8.66a 89.4a 6.3a 0.94a Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)
Warna
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan metode Hunter. Parameter yang digunakan pada metode Hunter meliputi L, a, dan b. Parameter L menggambarkan lightness atau tingkat kecerahan dengan nilai 0 untuk menggambarkan warna paling gelap hingga 100 yang menggambarkan warna paling putih (Gaurav 2003). Semakin tinggi nilai L, warna yang digambarkan semakin cerah. Tingkat kecerahan kulit Rilgut berkisar antara 37.27-41.36. Hal ini menunjukkan tingkat kecerahan setiap formula berada pada kisaran gelap hingga abu-abu. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis, tidak terdapat perbedaan nilai kecerahan pada semua tingkat substitusi pati garut terhadap terigu (p>0.05). Namun, peningkatan substitusi pati garut terhadap terigu menurunkan tingkat kecerahan kulit Rilgut. Hal ini sesuai dengan penelitian Hartayanie (2010), bahwa semakin tinggi penggunaan tepung garut akan menyebabkan kecerahan yang semakin pudar.
Parameter a menggambarkan derajat warna merah-hijau. Nilai a negatif pada semua formula menunjukkan warna yang digambarkan semakin hijau. Parameter b dengan nilai positif menggambarkan warna semakin kuning (Gaurav
2003). Semua formula kulit risol menunjukkan warna kuning kehijauan dan tidak terdapat perbedaan pada parameter warna a dan b di setiap formula (p>0.05).
Ketiga parameter tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai C yang menggambarkan ketajaman warna dan nilai hue untuk melihat kisaran warna. Nilai Hue yang didapatkan dicocokkan dengan nilai Hue pada bola imajiner Munsel sehingga diperoleh data warna yang objektif. Secara umum nilai Hue kulit Rilgut berkisar antara 88.53-91.97 yang menunjukkan kisaran warna GY atau hijau kekuningan. Ketajaman warna tertinggi adalah dari kulit Rilgut
formula 6 (100% garut). Hal ini diduga peningkatan substitusi pati garut yang menurunkan kecerahan dapat memunculkan warna tepung daun torbangun sehingga meningkatkan ketajaman warna. Hal ini dikarenakan kandungan abu dalam tepung torbangun yang tinggi sehingga menyebabkan warna menjadi gelap (deMan 1997).
Kekerasan
Kekerasan kulit Rilgut berkisar antara 6.3-8 load gram. Berdasarkan hasil uji sidik ragam, tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) pada parameter kekerasan untuk setiap peningkatan subtitusi pati garut terhadap tepung terigu. Namun, peningkatan subtitusi pati garut terhadap tepung terigu dapat menurunkan kekerasan kulit Rilgut. Hal ini dikarenakan protein dalam tepung terigu mengandung gluten yang dapat mempengaruhi kemampuan terigu untuk membentuk sifat kohesif dan elastis (Owens 2001). Menurut Widaningrum (2005), pati garut tidak memiliki kandungan gluten namun sifat fisiko kimia secara umum mirip dengan tepung terigu.
Kekerasan suatu produk makanan yang berbahan dasar tepun-tepungan juga dipengaruhi oleh perbandingan amilosa dan amilopektinnya. Menurut Faridah et al. (2014), pati garut memiliki kadar amilosa 24.64% dan amilopektin 75.36%