• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Kudapan Pmt-As ‘Rilgut’ Risoles Berbasis Pati Garut Dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus Amboinicus Lour)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Kudapan Pmt-As ‘Rilgut’ Risoles Berbasis Pati Garut Dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus Amboinicus Lour)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI KUDAPAN PMT-AS ‘RILGUT’ RISOLES BERBASIS

PATI GARUT DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TORBANGUN

(

Coleus amboinicus

Lour) SEBAGAI SUMBER ZAT GIZI MIKRO

HAYU NING DEWI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Kudapan PMT-AS „Rilgut‟ Risoles Berbasis Pati Garut dengan Penambahan Tepung

Torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Hayu Ning Dewi

(4)
(5)

ABSTRAK

HAYU NING DEWI. Formulasi Kudapan PMT-AS ‘Rilgut’ Risoles Berbasis Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro. Dibimbing oleh M. RIZAL MARTUA DAMANIK.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan Rilgut atau risoles sumber zat gizi mikro berbahan dasar pati garut (Maranta arundinaceae Linn) dengan penambahan tepung torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai alternatif kudapan untuk program PMT-AS. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan faktor berupa jenis formula. Penentuan Rilgut terbaik dilakukan dengan menggunakan uji hedonik dan pertimbangan penggunaan tepung terigu yang minimal. Rilgut dengan tingkat subtitusi pati garut terhadap tepung terigu 100% merupakan formula terpilih. Kandungan gizi Rilgut terpilih per 100 gram yaitu 18.32 g air, 1.66 g abu, 6.51 g protein, 10.52 g lemak, 62.9 g karbohidrat, Fe 2.23 mg/100 g, Ca 117.33 mg/100g, P 11,69 mg/100 g, dan Zn 1.02 mg/100 g. Rilgut terpilih mengandung energi sebesar 373 Kal.

Kata kunci: pati garut,risoles, tepung torbangun, zat gizi mikro

ABSTRACT

HAYU NING DEWI. Formulation of Risoles „Rilgut‟ as Snack for School

Feeding Program (PMT-AS) made from Arrowroot Starch and Added with Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Flour as Micronutrient Source. Supervised by M. RIZAL MARTUA DAMANIK.

The purpose of this study was to produce „Rilgut‟ or risoles as micronutrient

source made from arrowroot (Maranta arundinaceae Linn) starch and added with torbangun (Coleus amboinicus Lour) flour as an alternative snack for School Feeding Program (PMT-AS). Experimental design used in this study was a completely randomized design with the formula as the treatment factor. The best

Rilgut was chosen based on hedonic test and considered minimal use of wheat flour. Rilgut with a substitution level of arrowroot starch 100% of the wheat flour was the selected formula. Nutrients content of the best Rilgut were 18.32 grams of water, 1.66 grams of ash, 6.51 grams of protein, 10.52 grams of fat, 62.9 grams of carbohydrate, 2.23 mg/100g iron content, 117.33mg/100g calcium content, 11.69mg/100g phosphorus, and 1.02 mg/100 g zinc content. Selected Rilgut

contains 373 Cal of energy/100 g.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

FORMULASI KUDAPAN PMT-AS ‘RILGUT’ RISOLES BERBASIS

PATI GARUT DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TORBANGUN

(

Coleus amboinicus

Lour) SEBAGAI SUMBER ZAT GIZI MIKRO

HAYU NING DEWI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Formulasi Kudapan PMT-AS ‘Rilgut’ Risoles Berbasis Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro

Nama : Hayu Ning Dewi NIM : I14100010

Disetujui oleh

Prof Drh M. Rizal M. Damanik, MRepSc PhD Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikanNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad sallallahu’alaihiwassalam. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah pengembangan produk, dengan judul Formulasi Kudapan PMT-AS ‘Rilgut’ Risoles Berbasis Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof drh M. Rizal M. Damanik MRepSc PhD selaku pembimbing skripsi serta Ibu Prof Dr drh Clara M. Kusharto, MSc selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan arahan. Penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Departemen Gizi Masyarakat, Laboratorium Kimia, Laboratorium Teknologi Pangan, Laboratorium Terpadu IPB, serta Biofarmaka Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah membantu selama pengumpulan data. Selain itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada SD Negeri 03 Cibereum yang telah bersedia menjadi tempat penelitian. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Tanoto Foundation yang telah memberikan kepercayaan atas beasiswa yang penulis terima selama tiga tahun dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. yang telah membiayai seluruh penelitian ini.

Penghargaan tertinggi penulis berikan kepada Supandi (Ayah), Sahria (Ibu), Kartika Widianningsih (Kakak), M. Puji Ashari (Adik), dan Anugrah Setia Ningrum (Adik), serta keluarga besar atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga disampaikan kepada sahabat seperjuangan di Gizi Masyarakat angkatan 47 (Sakinah, Yenny, Umami, Dinda, Dini, Lilis, Isna, Achi, Tiffany, Almira, Ita, dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu),

Gengges Lab (Kiki, Nana, Imel, dkk), keluarga Senakiners (Mona, Vivi, Bang Cason, Farik), keluarga BEM FEMA Sinekologi (Kak Teguh, Mbak Ruroh, Mbak Denis, Ajron, Andini, dkk) dan BEM FEMA Trilogi (Rici, Faizal, Iir, Yunita, Mugi, Afina, Rivqi, dkk), keluarga CLC Himagizi, Keluarga Badan Konsultasi Gizi, keluarga Leafresh! (Habibi, Kautsar, Rizqi), Keluarga Aisyah (Yuli, Deti, Putri, Ella, Ermi, Jijah, dkk), Keluarga 236-8 A2 (Mbak Ria, Ghina, Tari, Debra, Annisa, Geby, Erlin, Ika, Sely, Nura, Hagia, Yazka, dkk), Keluarga A22 (Alindya, Erma, Ega, Tini, Herlin, Ara, Pipih, dkk) serta sahabat terbaik saya (Resti dan Soraya) yang selalu memberikan semangat dan dukungannya selama menjalankan penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

METODOLOGI PENELITIAN 3

Waktu dan Tempat 3

Bahan dan Alat 3

Prosedur Penelitian 4

Rancangan Percobaan 9

Pengolahan dan Analisis Data 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Pembuatan Tepung Daun Torbangun 9

Kandungan Gizi Bahan Baku Pati Garut dan Tepung Torbangun 12

Formulasi Pembuatan Rilgut 15

Sifat Fisik Kulit Rilgut 17

Hasil Uji Organoleptik Rilgut 19

Penentuan Formula Rilgut Terpilih 22

Penerimaan Rilgut pada Anak Sekolah 23

Kandungan Gizi Rilgut 24

Kontribusi Terhadap AKG Anak Sekolah Dasar (6-12 Tahun) 27

Analisis Biaya Pembuatan Rilgut 28

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 35

(14)

DAFTAR TABEL

1 Formulasi pembuatan Rilgut 6

2 Kandungan gizi tepung daun torbangun dan pati garut 12

3 Hasil analisis fisik kulit Rilgut formula 1-6 17

4 Nilai rataan mutu hedonik Rilgut 19

5 Nilai rataan hedonik Rilgut 19

6 Kandungan gizi Rilgut, risoles terigu, dan risoles garut (per 100 gram) 24

7 Angka kecukupan gizi anak usia sekolah dasar 27

8 Kandungan dan kontribusi zat gizi Rilgut per takaran saji (130 gram) terhadap

AKG anak usia sekolah dasar 27

9 Biaya pembuatan Rilgut 28

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir tahapan penelitian 4

2 Diagram alir pembuatan daun torbangun 5

3 Diagram alir pembuatan kulit Rilgut 7

4 Diagram alir pembuatan isi Rilgut 7

5 Diagram alir penyatuan kulit dan isi Rilgut 7

6 Tepung torbangun 10

7 Pati garut 12

8 Kulit Rilgut dengan berbagai rasio substitusi pati garut terhadap tepung

terigu 16

9 Tingkat kesukaan panelis terhadap Rilgut terhadap atribut warna, tekstur,

aroma, rasa, dan keseluruhan 22

10Rilgut formula terpilih (F6) 23 11Presentase tingkat kesukaan konsumen terhadap Rilgut 23

12Persentase sisa Rilgut 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis sifat fisik 35

2 Prosedur analsis kimia 37

3 Lembar uji organoleptik Rilgut 40

4 Kuisioner uji daya terima pada anak sekolah 43

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama sehingga pemenuhannya menjadi hak asasi setiap individu. Ketahanan pangan adalah sebuah konsep yang mengharuskan tersedianya pangan yang dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. Menurut BKP (2012), salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah penganekaragaman pangan, namun penganekaragaman pangan di Indonesia masih menghadapi beberapa kendala. Salah satunya adalah pemenuhan karbohidrat masyarakat Indonesia masih didominasi oleh serealia seperti beras dan gandum. Hal ini dapat dilihat dari data tingginya angka impor gandum dan terigu, yaitu 5.486.745 ton dan 680.125 ton (BPS 2011).

Upaya penganekaragaman pangan di Indonesia selanjutnya ditindaklanjuti

oleh Perpres No.22 Tahun 2009 dan Permentan

No.43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal. Hal ini dikarenakan sumberdaya pangan lokal di Indonesia yang tersedia cukup melimpah, namun pemanfaatannya kurang maksimal. Salah satunya adalah umbi garut (Maranta arundinaceae Linn.). Potensi pemanfaatan umbi garut cukup tinggi, namun penelitian dan pemanfaatan oleh masyarakat masih tergolong rendah.

Umbi garut (Maranta arundinaceae L.) merupakan jenis umbi yang pemanfaatannya belum optimal dikarenakan rasanya yang hambar dan kurang disukai. Padahal menurut Mariati (2001) kandungan karbohidrat dalam umbi garut cukup tinggi. Kadar pati pada beberapa varietas umbi garut berkisar antara 92.24-98.78%. Selain itu, pati garut memiliki sifat mudah larut dan mudah dicerna serta mengandung fosfor dan besi sebesar 22 mg dan 2 mg tiap 100 gram sehingga sangat baik untuk pertumbuhan tulang dan gigi bagi anak-anak dan usia lanjut. Potensi umbi garut juga cukup tinggi sehingga apabila umbi garut dibudidayakan secara intensif dapat menghasilkan rata-rata 21 ton/ha (Muryati dan Fajar 2007).

Berbagai upaya untuk meningkatkan nilai guna umbi tersebut. Salah satunya adalah mengolah pati garut menjadi berbagai pangan olahan. Salah satu pangan olahan yang cukup digemari oleh seluruh lapisan masyarakat dan cukup mudah dalam proses pembuatannya adalah risoles. Risoles merupakan kudapan yang terbuat dari tepung terigu sebagai kulitnya dan berisi sayuran seperti wortel dan kentang serta dapat dilengkapi sumber protein hewani seperti daging atau telur (Hoesni 2007).

(16)

Salah satu kelompok yang rawan mengalami defisiensi zat gizi baik makro maupun mikro adalah anak usia sekolah. Menurut Ariyani et al. (2011), rata-rata asupan harian unsur Ca, Fe dan Zn anak usia sekolah di Bandung berturut-turut hanya mencapai 228, 9.3 dan 4.6 mg/hari yang hanya memenuhi 28%, 74% dan 39% dari AKG (angka kecukupan gizi). Selain itu, usia sekolah merupakan masa peralihan dari anak menjadi dewasa dan terjadi pertumbuhan fisik, mental, dan emosional yang sangat cepat, sehingga memerlukan pemenuhan kebutuhan gizi yang tepat agar kelak menjadi remaja dan dewasa yang produktif (Pourhashemi et al. 2007). Salah satu program gizi dari pemerintah yaitu dilaksanakannya Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS).

Risoles yang terbuat dari pati garut dengan penambahan tepung torbangun (Rilgut) dapat menjadi salah satu alternatif kudapan yang dapat digunakan dalam pemberian PMT-AS. Hal ini dikarenakan Rilgut menggunakan bahan lokal yang merupakan salah satu syarat makanan untuk PMT-AS. Selain itu, risoles ini juga diharapkan dapat menjadi sumber zat gizi mikro bagi anak sekolah. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang formulasi risoles dengan bahan dasar pati garut dengan penambahan torbangun (Rilgut) untuk memajukan produk pangan lokal dan memenuhi kebutuhan zat gizi mikro anak sekolah.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Mempelajari formulasi pembuatan risoles „Rilgut’ yang berbahan dasar pati garut dengan penambahan tepung torbangun sebagai sumber zat gizi mikro untuk program PMT-AS

Tujuan Khusus

1. Mempelajari proses pembuatan tepung torbangun

2. Menganalisis sifat kimia (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, zat besi, kasium, fosfor, dan zinc) dari pati garut dan tepung torbangun 3. Mempelajari formulasi pembuatan Rilgut

4. Menganalisis sifat fisik (warna, kekerasan, dan aw)dari kulit Rilgut 5. Menganalisis sifat organoleptik Rilgut untuk memperoleh Rilgut terbaik 6. Melakukan uji daya terima formula Rilgut terpilih kepada anak sekolah 7. Menganalisis sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, lemak,

karbohidrat, zat besi, kasium, fosfor, dan zinc) dari Rilgut terpilih dan membandingkannya dengan risoles berbahan dasar tepung terigu dan pati garut tanpa penambahan tepung torbangun

8. Menghitung kontribusi zat gizi Rilgut terhadap Angka Kecukupan Gizi anak usia sekolah

(17)

3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkenalkan salah satu alternatif kudapan untuk program PMT-AS, yaitu risoles sumber zat gizi mikro yang berbasis pati garut dengan penambahan tepung torbangun. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi pembaca mengenai penggunaan torbangun sebagai sumber zat gizi mikro. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis umbi garut yang masih kurang pemanfaatanya sebagai bahan pangan yang belum banyak digunakan pada pembuatan produk pangan.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan yakni dari bulan Januari sampai bulan Juli 2014. Pembuatan produk dan formulasi produk dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan. Analisis sifat organoleptik dilakukan di Laboratorium Uji Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB). Analisis mineral berupa pembacaan dengan AAS dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Departemen Kimia. Pengeringan daun torbangun dilakukan di Biofarmaka Departemen Agronomi dan Hortikultura. Analisis fisik dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, serta Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor (IPB).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama adalah pati garut dan daun torbangun. Pati garut didapatkan dari produksi KWT Melati, Kulon Progo, Yogyakarta dengan merek Melati. Bahan pendukung yang digunakan adalah tepung terigu, susu cair, garam dapur, merica, bawang putih, ayam, wortel, kentang, minyak goreng, tepung panir, dan telur. Bahan kimia yang digunakan adalah aquades, HCl, NaOH, H2SO4, HNO3, dan bahan-bahan untuk analisis proksimat.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian dibagi dalam empat kelompok, yaitu alat untuk membuat tepung torbangun, alat untuk membuat risoles, alat untuk analisa, dan alat untuk uji organoleptik. Alat untuk pembuatan tepung torbangun adalah oven, blender, dan alat pengayak 100 mesh. Peralatan untuk membuat risoles antara lain peralatan memasak, timbangan, dan termometer. Alat-alat untuk analisa kimia adalah cawan porselen, erlenmeyer, labu Kjeldahl,

(18)

Dibersihkan, dikering-anginkan, dioven, dihaluskan, diayak

Daun torbangun

Tepung torbangun Pati garut

Analisis kimia

Formulasi Rilgut F1, F2, F3, F4, F5, F6

Analisis karakteristik fisik kulit Rilgut (warna, kekerasan, aw)

Uji organoleptik Rilgut

Formula terpilih

Uji daya terima

ke anak

sekolah

Analisis kimia

Perhitungan biaya pembuatan Perhitungan kontribusi

terhadap AKG Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap, yaitu: (1) pembuatan tepung torbangun, (2) analisis sifat kimia tepung torbangun dan pati garut, (3) formulasi pembuatan Rilgut, (4) analisis sifat fisik kulit Rilgut (warna, kekerasan, aw), (5) uji organoleptik Rilgut, (6) uji daya terima Rilgut pada anak sekolah, (7) analisis kimia dari formula Rilgut terpilih, (8) menghitung kontribusi zat gizi produk

Rilgut terhadap AKG anak usia sekolah, (9) menghitung biaya pembuatan Rilgut. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 1.

(19)

5 Pembuatan tepung torbangun dilakukan dengan cara penghalusan simplisia daun torbangun. Simplisia daun torbangun didapatkan dengan cara pengeringan menggunakan metode pengeringan kering angin dilanjutkan pengovenan mengacu metode pengeringan daun kumis kucing untuk mendapatkan simplisianya oleh Sutjipto dan Widyastuti (2009). Diagram alir pembuatan tepung torbangun dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir pembuatan daun torbangun 2. Analisis Kimia Pati Garut dan Tepung Torbangun

Analisis kimia yang dilakukan meliputi kadar air (AOAC 1995), kadar abu metode gravimetri (AOAC 1995), kadar protein metode mikro kjeldahl (AOAC 1995), kadar lemak metode soxhlet (AOAC 1995), kadar karbohidrat dengan metode by difference (Winarno 1997), kadar Ca metode AAS (Apriyantono et al.

1989), kadar fosfor metode spektrofotometri, kadar besi dan seng Metode AAS (Apriyantono et al. 1989), dan Analisis Nilai Energi (Almatsier 2004). Prosedur analisis kimia disajikan pada Lampiran 2.

3. Formulasi

Formulasi Rilgut dari pati garut menggunakan rasio substitusi pati garut terhadap tepung terigu sebagai berikut F1 (50:50), F2 (60:40), F3 (70:30), F4 (80:20), F5 (90:10), dan F6 (100:0). Penentuan batas formula Rilgut didasarkan pada bentuk dan daya terima risoles. Batas bawah substitusi pati garut adalah 50%

Daun torbangun

Pembersihan

Pengeringan dengan dikeringanginkan (t=12 jam)

Pengovenan (t=12 jam, T=50˚C)

Simplisia daun torbangun

Penghancuran dengan blender

Pengayakan 100 mesh

(20)

dari total bahan dasar untuk kulit, hal ini dikarenakan agar produk dapat diklaim sebagai risoles berbahan dasar pati garut. Batas atas adalah 100% karena produk dapat diterima hingga batas maksimal 100%. Taraf yang digunakan dalam formulasi adalah 10%. Variasi formula Rilgut untuk satu adonan yang menghasilkan lima Rilgut disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Formulasi pembuatan Rilgut

Bahan Berat Bahan (g)

F1 F2 F3 F4 F5 F6

Kulit

Tepung terigu 25 20 15 10 5 0

Pati garut 25 30 35 40 45 50

Tepung torbangun 3 3 3 3 3 3

Telur 50 50 50 50 50 50

Susu cair 80 80 80 80 80 80

Minyak 1 1 1 1 1 1

Isi

Kentang 20 20 20 20 20 20

Wortel 20 20 20 20 20 20

Ayam 20 20 20 20 20 20

Merica 1 1 1 1 1 1

Garam 5 5 5 5 5 5

Bawang putih 5 5 5 5 5 5

Kaldu 100 100 100 100 100 100

Margarin 10 10 10 10 10 10

Bahan Pelapis

Tepung panir 5 5 5 5 5 5

Putih telur 7 7 7 7 7 7

Minyak goreng 5 5 5 5 5 5

Tahapan dalam proses pembuatan Rilgut meliputi pembuatan kulit risoles, pembuatan isi risoles, penyatuan kulit dan isi, dan penggorengan risoles. Proses ini mengikuti resep pembuatan risoles Soechan (2009) yang dimodifikasi. Gambar 3-5 menunjukkan diagram alir proses pembuatan Rilgut.

Tepung terigu, pati garut, dan tepung torbangun dihomogenkan dengan cara diaduk rata

Ditambahkan telur dan susu cair kemudian diaduk rata

Dituang ke wajan anti lengket yang telah diberi minyak dan dibiarkan selama 30 detik kemudian diangkat

(21)

7

Gambar 3 Diagram alir pembuatan kulit Rilgut

Gambar 4 Diagram alir pembuatan isi Rilgut

Gambar 5 Diagram alir penyatuan kulit dan isi Rilgut

4. Analisis Fisik Kulit Rilgut

Analsis fisik dilakukan terhadap semua formula kulit Rilgut F1, F2, F3, F4, F5, dan F6. Analisis fisik yang dilakukan meliputi analisis warna (Gaurav 2003), kekerasan (Giantine 2007), dan uji aktivitas air (Giantine 2007). Prosedur analisis sifat fisik terlampir pada Lampiran 1.

5. Pengujian Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan menggunakan 32 orang panelis semi terlatih untuk mendapatkan satu formula terpilih dari 6 formulasi yang dilakukan. Pengujian formula meliputi uji hedonik dan mutu hedonik. Uji hedonik menggunakan tujuh skala penilaian : sangat tidak suka (1), tidak suka (2), tidak suka agak suka (3), biasa (4), suka agak tidak suka (4), suka (6), dan sangat suka

Pembersihan ayam bagian dada, perebusan selama 30 menit, penggorengan selama 10 menit pada suhu 180-200˚C, kemudian penyuiran

Pembersihan wortel, pemotongan bentuk dadu, penumisan dengan margarin, bumbu (bawang putih, garam, merica), dan kaldu

selama 7 menit pada suhu 120-150˚C

Pembersihan kentang, pemotongan bentuk dadu, penumisan dengan margarin, bumbu (bawang putih, garam, merica), dan kaldu

selama 12 menit pada suhu 120-150˚C

Penyatuan isi ke dalam kulit

Pelapisan dengan putih telur dan tepung panir

Penggorengan deep frying pada suhu 180-200˚C selama 20 detik

(22)

(7). Uji mutu hedonik meliputi uji terhadap atribut warna, rasa getir, bau langu dan tekstur kekenyalan Rilgut. Klasifikasi atribut warna adalah hijau tua kecokelatan (1), hijau kecokelatan (2), hijau muda kecokelatan (3), kuning tua kecokelatan (4), kuning muda kecokelatan (5), kuning kecokelatan (6), putih kekuningan (7). Klasifikasi atribut rasa getir dan aroma langu adalah sangat lemah (1), lemah (2), agak lemah (3), biasa (4), agak kuat (5), kuat (6), sangat kuat (7). Klasifikasi atribut tekstur adalah (1) sangat lunak, (2) lunak, (3) lunak agak kenyal, (4) sedang, (5) kenyal agak lunak, (6) kenyal, (7) sangat kenyal. Formula Rilgut

yang mendapatkan nilai paling tinggi menjadi salah satu pertimbangan untuk menetapkan formula terpilih yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya. Kuesioner organoleptik disajikan pada Lampiran 3.

6. Uji Daya Terima Rilgut ke Anak Sekolah

Berdasarkan uji organoleptik ditentukan formula terpilih. Selanjutnya uji daya terima Rilgut formula terpilih dilakukan terhadap 32 konsumen sasaran, yaitu anak usia sekolah. Menurut Setyaningsih (2010) uji daya terima terhadap konsumen sasaran dilakukan kepada minimal 30 orang. Uji daya terima dilakukan terhadap siswa kelas IV dan V di SD Negeri 03 Cibeureum dengan menggunakan kuisioner yang diisi secara mandiri. Kuisioner daya terima disajikan pada Lampiran 4. Metode yang digunakan adalah menilai kesukaan panelis (Singh-Ackbarali dan Maharaj 2013) dan menilai sisa produk yang tidak dapat dihabiskan (Comstock et al. 1979).

7. Analisis Kimia Rilgut

Analisis kimia yang dilakukan meliputi kadar air (AOAC 1995), kadar abu metode gravimetri (AOAC 1995), kadar protein metode mikro kjeldahl (AOAC 1995) , kadar lemak metode Weibull (AOAC 1995), kadar karbohidrat dengan metode by difference (Winarno 1997) , kadar kalsium metode AAS (Apriyantono

et al. 1989) , kadar fosfor metode spektrofotometri, kadar besi dan seng Metode AAS (Apriyantono et al. 1989) dan Analisis Nilai Energi (Almatsier 2004). Prosedur analisis kimia disajikan pada Lampiran 2.

8. Perhitungan Kontribusi Zat Gizi Rilgut terhadap AKG Anak Usia Sekolah

Penentuan takaran saji dilakukan untuk mengetahui kontribusi zat gizi

Rilgut bagi anak usia sekolah. Perhitungan kontribusi zat gizi dilakukan dengan membagi jumlah zat gizi yang disediakan oleh satu takaran saji Rilgut dengan angka kecukupan zat gizi untuk anak usia sekolah dikali 100%. Angka kecukupan gizi mengacu pada AKG 2013.

9. Perhitungan Biaya Pembuatan Rilgut

(23)

9 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua kali ulangan dengan enam taraf yaitu subtitusi pati garut terhadap tepung terigu dengan perbandingan antara pati garut dan tepung terigu 50:50, 60:40, 70:30, 80:20, 90:10, dan 100:0. Peubah respon dari penelitian ini adalah sifat fisik (warna, kekerasan, dan aw) dari kulit Rilgut dan sifat organoleptik Rilgut (warna, tekstur, aroma, dan rasa). Model linier rancangan tersebut adalah sebagai berikut.

Yij = µ + Ti+ εij Keterangan:

Yij = Peubah respon Rilgut karena pengaruh formula Rilgut perlakuan ke- i dengan ulangan ke-j

µ = Nilai rataan umum

Ti = Pengaruh formula Rilgut pada taraf ke-i terhadap peubah respon

i = Taraf (i=formula 1, formula 2, formula 3, formula 4, formula 5, formula 6)

j = Ulangan (j = 1, 2)

εij = Kesalahan penelitian karena pengaruh taraf ke-i peubah respon pada ulangan ke j

Pengolahan dan Analisis Data

Data rata-rata hasil uji organoleptik, analisis sifat fisik, dan sifat kimia ditabulasikan dan dianalisis deskriptif. Data uji hedonik dan uji mutu hedonik

Rilgut dianalisis dengan Friedman Test. Jika Friedman Test menunjukan

pengaruh pelakuan yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan’s Multiple Range Test untuk mencari keberadaan perbedaan dari perlakuan yang ada. Data analisis fisik kulit Rilgut diuji dengan ANOVA bila data tersebar normal dan homogen, sedangkan jika data tidak normal diuji dengan Kruskal Walis. Data analisis kimia formula terpilih, kontribusi gizi, dan biaya pembuatan Rilgut dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Tepung Daun Torbangun

Botani torbangun mirip dengan daun mint sehingga disebut juga indian mint atau mexican mint yang berbatang relatif lunak dengan tekstur daun yang tidak rata (Damanik 2009). Menurut Damanik (2006), bagian yang sering dimanfaatkan adalah daun torbangun. Sup daun torbangun merupakan salah satu makanan khas di daerah Batak untuk ibu menyusui dan telah terbukti dapat meningkatkan produksi air susu ibu (Damanik et al. 2001). Selain itu, Khattak

(24)

juga dapat digunakan untuk menangkap radiakal bebas dalam tubuh (Khattak et al. 2013b). Torbangun juga memiliki manfaat sebagai anti hipertensi dan pengendali kolesterol (Andriani et al. 2012) serta mengurangi keluhan sindrom pre-menstruari (PMS) pada remaja (Devi et al. 2010). Salah satu produk berbasis daun torbangun adalah suplemen dalam bentuk minuman (Pramadya et al. 2010)

Daun torbangun dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan yang dijadikan tepung dan ditambahkan pada kulit risoles. Penambahan ini bertujuan untuk meningkatkan kandungan zat gizi mikro risoles, yaitu zat besi, kalsium, fosfor, dan zinc. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Dewi 2011), penambahan tepung torbangun dapat meningkatkan kandungan zat gizi mikro pada cookies.

Metode yang digunakan dalam pembuatan tepung torbangun adalah metode pengeringan (kering angin dan oven) untuk mendapatkan simplisianya, kemudian dilanjutkan dengan menghaluskan daun torbangun hingga menjadi tepung daun torbangun. Proses pengeringan daun torbangun dianalogikan dengan pengeringan daun kumis kucing untuk mendapatkan simplisianya (Sutjipto dan Widiyastuti 2009). Kemudian untuk mendapatkan tepung torbangun, simplisia daun torbangun dihaluskan dan diayak. Proses pembuatan tepung daun torbangun ini merupakan salah satu cara yang mudah dilakukan dan tidak mempengaruhi kadar flavonoid secara nyata (Sutjipto dan Widiyastuti 2009).

Tahap awal pembuatan tepung daun torbangun adalah dengan melakukan pembersihan. Daun torbangun dipisahkan dari batang dan daun-daun yang telah busuk kemudian dilakukan pencucian. Daun-daun yang telah dibersihkan kemudian dikeringanginkan terlebih dahulu selama 12 jam. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar air daun sebelum dioven sehingga warna simplisia yang dihasilkan tidak menjadi coklat ketika dilakukan pengovenan. Setelah itu, simplisia di oven dengan suhu 50˚C selama 12 jam. Tahap selanjutnya adalah penghancuran simplisia dengan blender agar didapatkan tepung daun torbangun. Kemudian tepung tersebut diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh. Tepung daun torbangun dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Tepung torbangun

(25)

11 Torbangun (Coleus ambonicus L) merupakan jenis tumbuhan yang biasa digunakan oleh masyarakat Batak Sumatera Utara sebagai makanan yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI serta status gizi anak yang dilahirkan (Damanik 2005a). Penggunaan torbangun sebagai laktagogum oleh masyarakat batak ini telah menjadi tradisi turun temurun (Damanik et al. 2004). Menurut Lawrence et al. (2005) diacu dalam Rumetor (2008), jenis komponen yang menyusun senyawa lactagogum adalah 3-ethyl-3-hydroxy-5-alphaandostran-17-one, 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid, monomethyl succinate, phenylmalonic acid, cyclopentanol, 2-methyl acetate dan methylpyro glutamate,

senyawa sterol, steroid, asam lemak, dan asam organik. Dilihat dari senyawa penyusun laktagogum, diketahui bahwa komponen tersebut terdiri dari senyawa organik. Senyawa organik merupakan turunan dari golongan senyawa yang diketahui sebagai hidro-karbon, sebab senyawa tersebut terbuat dari hidrogen dan karbon. Menurut Sumardjo (2008), sukar untuk mengetahui sifat umum senyawa organik karena jumlah senyawa organik yang sangat banyak. Sebagian besar senyawa organik tidak larut dalam air, tetapi larut dalam larutan non-polar seperti eter, benzene, dan kloroform. Dalam proses pengeringan ini, tidak digunakan pelarut-pelarut tersebut sehingga kandungan laktagogum masih tetap terjaga. Sumardjo (2008) juga menyatakan bahwa titik didih atau titik lebur senyawa organik mencapai 300˚C, sehingga penggunaan suhu 50˚C pada proses pengeringan masih tergolong aman untuk laktagogum.

Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa secara teoritis, kandungan laktagogum masih terdapat di dalam tepung torbangun. Namun, untuk kepastian yang lebih akurat, diperlukan analisis zat aktif secara kimiawi. Nilai tambah pada tepung torbangun ini, menunjukkan bahwa nantinya, Rilgut juga dapat dikonsumsi oleh ibu menyusui. Menurut Lawrence et al. (2005), laktagogum merupakan komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Damanik et al. (2006) menambahkan bahwa laktagogum dapat meningkatkan produksi susu diduga karena laktagogum berperan dalam proliferasi sel sekresi mamari. Walaupun Rilgut mengandung laktagogum, tetapi Rilgut ini masih bisa dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan periode proliferasi sel sekresi mamari hanya akan terjadi kepada ibu pada masa laktasi sehingga laktagogum hanya akan berperan terhadap ibu pada masa laktasi.

Menurut Fuerstenau dan Han (2003), proses pengolahan seperti canning, boiling, steaming, blanching, dan baking merupakan proses-proses yang dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan mineral dari bahan pangan. Selain itu, menurut Azman (2010), kandungan antioksidan pada torbangun akan turun apabila dilakukan pemanasan pada suhu 120˚C. Oleh karenanya, sebelum dilakukan pengeringan tidak dilakukan boiling, steaming, maupun blancing dan

baking guna meminimalisasi terjadinya kerusakan atau pengurangan kandungan mineral dan antioksidan pada torbangun.

(26)

mineral tepung torbangun akibat pengeringan tidak mengalami kerusakan atau pengurangan secara signifikan.

Kandungan Gizi Bahan Baku Pati Garut dan Tepung Torbangun

Pati merupakan salah satu sumber karbohidrat dalam makanan. Pati garut merupakan hasil olahan utama dari umbi garut sebagai salah satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. Menurut Kay (1973) pati garut memiliki sifat-sifat, antara lain: (1) mudah larut dan mudah cerna sehingga cocok untuk makanan bayi dan orang sakit, (2) memiliki bentuk oval dengan panjang 15-17 mikron, (3) varietas banana memiliki granula lebih besar dibandingkan varietas creole, (4) suhu awal gelatinisasi adalah 70˚C, (5)

mudah mengembang jika kena panas dengan daya mengembang 54%, dan (6) ada beberapa syarat untuk kepentingan komersial, yaitu memiliki warna putih bersih, kadar air tidak boleh lebih dari 18,5%, kandungan abu dan serat rendah, pH 4.5-7, kekentalan 512-640 satuan Brabender.

Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu dalam penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, roti kering, bubur bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian Susanty (2002), Puspowati (2003), dan Sitorus (2004) yang diacu dalam Herminiati (2005) bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan makan sapihan. Pati garut diperoleh dari rimpang garut yang telah berumur 8–12 bulan (Widowati et al.

2002).

Hal ini yang melatarbelakangi dipilihnya pati garut sebagai bahan dasar

Rilgut. Diharapkan Rilgut memberikan kemudahan penyerapan pada proses pencernaan, sehingga zat-zat gizi yang dikandung di dalam Rilgut juga mudah diserap, terutama zat gizi mikronya.

Gambar 7 Pati garut

Pati garut didapatkan dari produksi KWT Melati, Kulon Progo, Yogyakarta dengan merek Melati. Kandungan gizi pati garut diharapkan dapat diperkaya dengan adanya penambahan tepung torbangun dalam adonan. Tepung daun torbangun dan pati garut selanjutnya dianalisis kandungan gizinya (Tabel 2).

(27)

13

Air (%bb) 9.08 10.66

Abu (%bk) 13.97 0.53

Lemak (%bk) 4.85 0.29

Protein (%bk) 22.55 1.42

Karbohidrat (%bk) 58.63 99.06

Besi (mg/100g) 24.31 4.53

Kalsium (mg/100g) 1384.32 13.00

Fosfor (mg/100g) 355.68 35.83

Zinc (mg/100g) 6.18 0.47

Kadar Air

Kadar air tepung daun torbangun dipengaruhi oleh beberapa faktor selama proses pengeringan. Faktor tersebut diantaranya adalah suhu, lama waktu pengeringan, dan kadar air daun torbangun segar. Kadar air tepung daun torbangun adalah 9.08% (%bb) sedangkan kadar air pati garut adalah sebesar 10.66% (%bb). Menurut BSN (2009) kadar air tepung terigu maksimal 14.5%, hal ini berarti kadar air tepung daun torbangun dan kadar air pati garut sesuai dengan persyaratan BSN untuk kadar air tepung terigu.

Kadar Abu

Kadar abu yang terdapat dalam suatu bahan pangan menunjukkan kandungan mineralnya. Berdasarkan hasil analisis, kadar abu pada tepung daun torbangun sebesar 13.97% (%bk) sedangkan pada pati garut sebesar 0.53% (%bk). Jika dibandingkan dengan kadar abu yang diperbolehkan untuk tepung terigu yaitu 0.6% (BSN 2009), maka kadar abu pati garut memenuhi syarat BSN untuk tepung terigu namun kadar abu tepung torbangun lebih tinggi. Tepung torbangun memiliki kandungan mineral yang tinggi, sehingga tepat kiranya untuk dipadukan dengan pati garut sebagai sumber zat gizi mikro. Pati garut dengan keunggulan sebagai sumber karbohidrat dan energi yang mudah dicerna, sedangkan tepung torbangun sebagai sumber zat gizi mikro, terutama besi dan kalsium.

Kadar Lemak

Tabel 2 menunjukkan kadar lemak tepung torbangun lebih tinggi dibandingkan kadar lemak pati, yaitu berturut-turut 4.85% (%bk) dan 0.29% (%bk). Hal ini diduga disebabkan kandungan asam lemak yang tinggi pada daun torbangun. Menurut Damanik (2005b), konsumsi sop daun torbangun dapat meningkatkan status asam lemak terkonjugasi (saturated) dan tidak terkonjugasi (unsaturated) ibu menyusui.

Kadar lemak pada suatu bahan pangan mempengaruhi daya simpannya. Semakin tinggi kadar lemak, maka daya simpannya semakin rendah. Hal ini disebabkan adanya proses ketengikan dalam bahan pangan yang mengandung lemak. Ketengikan terjadi karena molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi.

Kadar Protein

(28)

protein daun torbangun hasil analisis ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil analisis Dewi (2010), yaitu sebesar 19.82%. Hal ini disebabkan karena perbedaan bagian torbangun yang digunakan dalam penepungan.

Kadar Karbohidrat

Berdasarkan Tabel 2 diketahui kadar kaborhidrat pati garut sebesar 99.06% (%bk) sedangkan tepung tobangun 58.63% (%bk). Diketahui bahwa komponen karbohidrat merupakan komponen gizi utama dalam pati garut. Kadar karbohidrat pada kedua bahan tersebut dihitung dengan metode by difference.

Kadar Besi

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa kadar zat besi pada pati garut dan tepung torbangun berturut-turut adalah 4.53 mg/100g dan 24.31 mg/100g atau 11.02 mg/1000kkal dan 65.90 mg/1000kkal. Menurut British Nutrition Foundation (1995), berdasarkan kandungan besinya makanan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu makanan dengan kandungan besi rendah yaitu kurang dari 0.7 mg (besi/1000 Kal), makanan dengan kandungan besi sedang yaitu antara 0.7-1.9 mg (besi/1000 Kal), dan makanan dengan kandungan besi tinggi yaitu lebih dari 2.0 mg (besi/1000 Kal). Berdasarkan British Nutrition Foundation, maka pati garut dan tepung torbangun merupakan bahan pangan berkadar besi tinggi. Namun, perlu diketahui bahwa penyerapan besi non-heme hanya 1–2%, sehingga pemenuhan zat besi heme juga tetap diperlukan untuk mencegah anemia.

Kadar Kalsium

Kalsium merupakan unsur penting dalam tubuh sebagai mineral makro. Selain untuk mencegah osteoporosis dan pertumbuhan gigi dan tulang, kalsium juga berperan dalam proses pembekuan darah. Menurut Wirakusumah (2007) sumber kalsium juga terdapat pada kacang-kacangan dan produk olahannya, buah dan sayur seperti brokoli, kangkung, caysim, dan lain-lain. Sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik.

Berdasarkan Tabel 2, kadar kalsium pati garut adalah 13mg/100g, sedangkan tepung torbangun mencapai 1384.32 mg/100g. Oleh karena itu, diharapkan tepung torbangun dapat meningkatkan kadar kalsium dalam Rilgut

berbasis pati garut dan tepung torbangun. Perlu diketahui juga bahwa menurut Almatsier (2004) sayuran mengandung banyak zat yang meghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat.

Kadar Fosfor

Fosfor merupakan salah satu jenis dari mineral makro yang diperlukan untuk tubuh untuk kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi zat gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan pengaturan keseimbangan asam-basa. Fosfor terdapat di semua sel makhluk hidup, oleh karena itu fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan yang kaya protein. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang, sedangkan kelebihan fosfor akan menyebabkan kejang (Almatsier 2004).

(29)

15 dan tepung torbangun berturut-turut adalah 35.82 mg/100gram dan 355.68 mg/100gram. Diharapkan kadar fosfor pada Rilgut dapat meningkatkan penyerapan kalsium. Perbandingan kalsium:fosfor dalam pati garut, yaitu 1:2.7 tepung torbangun 6:1. Kadar fosfor pada pati garut lebih tinggi dibandingkan kadar kalsiumnya, tidak sesuai dengan kadar yang dianjurkan Almatsier (2004), sedangkan kadar fosfor pada tepung torbangun berbanding sangat kecil dengan kadar kalsiumnya. Diharapkan perpaduan keduanya akan menghasilkan produk pangan dengan perbandingan kalsium dan fosfor yang baik.

Kadar Zinc

Zinc adalah komponen lebih dari 300 enzim dan yang penting diperlukan untuk sintesa DNA, pergantian sel dan sintesa protein (Firmansyah 2004). Linder (2006) juga menyebutkan bahwa zinc juga berperan dalam reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Dengan demikian zinc esensial untuk pertumbuhan, pematangan seks, fungsi kognitif dan imun serta reproduksi (Kartono dan Soekatri 2004).

Kandungan Zn pada bahan pangan atau makanan dapat menghambat penyerapan zat besi. Hal ini dikarenakan muatan ion Zn yang sama dengan Fe pada saat penyerapan yaitu 2+, Zn2+ dan Fe2+. Kadar Zn pada tepung torbangun dan pati garut berturut-turut adalah adalah 61.8 mg/kg dan 4.65mg/kg.

Formulasi Pembuatan Rilgut

Tahapan dalam proses pembuatan Rilgut meliputi pembuatan kulit risoles, pembuatan isi risoles, penyatuan kulit dan isi, dan penggorengan risoles. Pada tahap pembuatan kulit risoles, dibuat enam jenis formula berdasarkan tingkat substitusi pati garut terhadap tepung terigu. Batas terbawah yang digunakan yaitu substitusi pati garut 50% terhadap tepung terigu sedangkan batas teratas adalah substitusi pati garut 100% terhadap tepung terigu. Batas yang digunakan antar formula adalah sebesar 10%, sehingga formula yang didapatkan dari rasio substitusi pati garut terhadap tepung terigu adalah F1 (50:50), F2 (60:40), F3 (70:30), F4 (80:20), F5 (90:10), dan F6 (100:0). Selain itu, kulit risoles juga ditambahkan sumber zat gizi mikro alami, yaitu tepung torbangun. Tujuan dari penambahan tepung torbangun ini adalah agar risoles yang dibuat memiliki kandungan mineral tinggi, sehingga dapat disebut sebagai sumber zat gizi mikro.

(30)

Formula risoles yang digunakan mengacu pada resep risoles dari Soechan (2009) yang dimodifikasi. Mofidikasi yang dilakukan yaitu substitusi pati garut dan tepung terigu sebagai bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan kulit risoles serta penambahan tepung daun torbangun. Jenis tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu protein sedang.

Gambar 8 memperlihatkan kulit risoles dengan berbagai taraf substitusi pati garut terhadap tepung terigu dan penambahan tepung torbangun yang dihasilkan setelah proses formulasi.

Proses selanjutnya adalah pembuatan isi. Isi risoles terdiri dari kentang, wortel, dan ayam. Agar setiap risoles memiliki jumlah isi yang rata, maka pemasakan masing-masing bahan terpisah antara kentang, wortel, dan ayam. Proses pengolahan ayam dibedakan dengan proses pengolahan wortel dan kentang. Proses pengolahan wortel dan kentang dilakukan dengan tahapan membersihkan bahan dan memotongnya menjadi bentuk dadu. Bumbu dibuat dengan cara mencincang bawang putih. Kemudian, bawang putih ditumis dengan margarin dan ditambahkan bahan isi dan kaldu dan ditunggu hingga bahan isi matang dengan api kecil pada suhu 120-150˚C selama 15 menit. Pengolahan ayam dilakukan dengan tahapan awal membersihkan daging ayam. Daging ayam yang digunakan adalah bagian dada. Daging ayam kemudian direbus untuk memperoleh kaldunya. Perebusan dilakukan selama 30 menit. Setelah itu, daging ayam di goreng dengan metode deep frying pada suhu 180-200˚C selama 10 menit. Daging ayam yang telah digoreng kemudian disuir hingga menjadi potongan yang lebih kecil. Sebelum disatukan dengan kulit, terlebih dahulu bahan isi ditimbang, yaitu terdiri dari 4 gram kentang, 4 gram wortel, dan 4 gram ayam.

F1 (50:50) F2 (60:40) F3 (70:30)

F4 (80:20) F5 (90:10) F6 (100:0)

(31)

17 Tahapan terakhir adalah penggorengan. Sebelum digoreng risoles dilumuri dengan putih telur dan tepung panir. Tujuan utama dilumuri dengan putih telur adalah agar risoles tidak terbuka dan isinya keluar saat digoreng (Soechan 2009). Setiap kali dilumuri, risoles ditimbang sehingga jumlah putih telur dan tepung panir yang digunakan antar setiap risoles berjumlah sama. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan bias penelitian. Penggorengan dilakukan dengan metode deep frying dengan suhu minyak 180-200˚C selama 20 detik. Berdasarkan penelitian Marimutu et al. (2012), proses pengolahan (boiling, baking, frying, dan grilling) tidak berpengaruh terhadap kandungan mineral pada ikan Canna striatus. Oleh karena itu, diduga kandungan mineral dalam Rilgut tidak berkurang nilainya pada proses penggorengan dengan metode deep frying pada waktu singkat.

Sifat Fisik Kulit Rilgut

Sifat fisik yang dianalisis pada kulit Rilgut meliputi warna, kekerasan, dan aktifitas air (aw). Hasil analisis secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3 dan hasil uji analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 3 Hasil analisis fisik kulit Rilgut formula 1-6

Sampel Warna Kekerasan Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Warna

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan metode Hunter. Parameter yang digunakan pada metode Hunter meliputi L, a, dan b. Parameter L menggambarkan lightness atau tingkat kecerahan dengan nilai 0 untuk menggambarkan warna paling gelap hingga 100 yang menggambarkan warna paling putih (Gaurav 2003). Semakin tinggi nilai L, warna yang digambarkan semakin cerah. Tingkat kecerahan kulit Rilgut berkisar antara 37.27-41.36. Hal ini menunjukkan tingkat kecerahan setiap formula berada pada kisaran gelap hingga abu-abu. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis, tidak terdapat perbedaan nilai kecerahan pada semua tingkat substitusi pati garut terhadap terigu (p>0.05). Namun, peningkatan substitusi pati garut terhadap terigu menurunkan tingkat kecerahan kulit Rilgut. Hal ini sesuai dengan penelitian Hartayanie (2010), bahwa semakin tinggi penggunaan tepung garut akan menyebabkan kecerahan yang semakin pudar.

(32)

2003). Semua formula kulit risol menunjukkan warna kuning kehijauan dan tidak terdapat perbedaan pada parameter warna a dan b di setiap formula (p>0.05).

Ketiga parameter tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai C yang menggambarkan ketajaman warna dan nilai hue untuk melihat kisaran warna. Nilai Hue yang didapatkan dicocokkan dengan nilai Hue pada bola imajiner Munsel sehingga diperoleh data warna yang objektif. Secara umum nilai Hue kulit Rilgut berkisar antara 88.53-91.97 yang menunjukkan kisaran warna GY atau hijau kekuningan. Ketajaman warna tertinggi adalah dari kulit Rilgut

formula 6 (100% garut). Hal ini diduga peningkatan substitusi pati garut yang menurunkan kecerahan dapat memunculkan warna tepung daun torbangun sehingga meningkatkan ketajaman warna. Hal ini dikarenakan kandungan abu dalam tepung torbangun yang tinggi sehingga menyebabkan warna menjadi gelap (deMan 1997).

Kekerasan

Kekerasan kulit Rilgut berkisar antara 6.3-8 load gram. Berdasarkan hasil uji sidik ragam, tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) pada parameter kekerasan untuk setiap peningkatan subtitusi pati garut terhadap tepung terigu. Namun, peningkatan subtitusi pati garut terhadap tepung terigu dapat menurunkan kekerasan kulit Rilgut. Hal ini dikarenakan protein dalam tepung terigu mengandung gluten yang dapat mempengaruhi kemampuan terigu untuk membentuk sifat kohesif dan elastis (Owens 2001). Menurut Widaningrum (2005), pati garut tidak memiliki kandungan gluten namun sifat fisiko kimia secara umum mirip dengan tepung terigu.

Kekerasan suatu produk makanan yang berbahan dasar tepun-tepungan juga dipengaruhi oleh perbandingan amilosa dan amilopektinnya. Menurut Faridah et al. (2014), pati garut memiliki kadar amilosa 24.64% dan amilopektin 75.36% sedangkan terigu memiliki amilosa 74% dan amilopektin 26%. Amilosa memberikan sifat keras dan amilopektin memberikan sifat lengket (Fitriadenti 2011). Oleh karena itu, peningkatan substitusi pati garut terhadap tepung terigu dapat menurunkan kekerasan kulit Rilgut.

Aktivitas Air (aw)

Aktivitas air (aw) menggambarkan jumlah air bebas yang dapat menunjang reaksi biologis atau kimiawi. Nilai aw ini mempengaruhi daya tahan produk terhadap serangan mikroba. Mikroorganisme menghendaki aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, yaitu untuk bakteri 0.90, kamir 0.80-0.90, dan kapang 0.60-0.70 (Winarno 2008). Semakin tinggi nilai aw suatu bahan, semakin tinggi pula kemungkinan tumbuhnya jasad renik dalam bahan pangan tersebut. Selain itu, Prabhakar dan Amia (1978) menyatakan pada aw yang tinggi, oksidasi lemak berlangsung lebih cepat dibandingkan pada aw yang rendah.

Berdasarkan hasil uji aktivitas air diketahui bahwa aktivitas air kulit Rilgut

(33)

19 menurunkan nilai aktivitas air. Menurut Estiasih et al. (2010), nilai aw dapat diturunkan dengan menambahkan suatu senyawa yang dapat mengikat air. Menurut Richana dan Sunarti (2004), lemak dalam pati dan terigu akan diabsorbsi oleh permukaan granula sehingga terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik. Lapisan tersebut yang akan menghambat pengikatan air oleh granula pati. Kandungan lemak tepung terigu adalah sebesar 1.3 gram (DKBM 2010) dan lebih tinggi dibandingkan kandungan lemak pati garut 0.26 gram. Hal ini diduga menjadi penyebab penurunan aw pada peningkatan substitusi pati garut terhadap tepung terigu.

Hasil Uji Organoleptik Rilgut

Pengujian sifat organoleptik dilakukan untuk memilih formula terbaik dan melihat daya terima serta kesukaan panelis pada produk Rilgut. Pengujian sifat organoleptik dilakukan pada panelis agak terlatih yang bertujuan untuk menentukan formula terpilih Rilgut yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya. Penilaian dilakukan melalui uji mutu hedonik dan hedonik (kesukaan) panelis terhadap atribut warna, tekstur, rasa, dan aroma Rilgut dengan tingkat substitusi pati garut terhadap tepung terigu sebesar 50% (F1), 60% (F2), 70% (F3), 80% (F4), 90% (F5), dan 100% (F6). Metode penilaian menggunakan skala skor dengan skala penilaian berkisar dari angka 1 sampai angka 7. Pada uji mutu hedonik, semakin tinggi nilai yang diberikan panelis, maka semakin baik mutu produk risoles sedangkan pada uji hedonik, semakin tinggi nilainya maka semakin suka panelis terhadap produk risoles. Panelis dianggap menerima sampel apabila nilai kesukaan yang diberikan lebih besar atau sama dengan 4.00. Hasil uji mutu hedonik dan hedonik tersaji pada Tabel 4 dan 5 dan hasil analisis statistik disajikan pada Lampiran 6.

Tabel 4 Nilai rataan mutu hedonik Rilgut

Formula Nilai Rataan Mutu Hedonik

Warna Aroma Tekstur Rasa

Keterangan: warna: 1=hijau tua kecoklatan 7=kuning muda, rasa: 1=sangat pahit 7=sangat gurih, Aroma: 1=sangat kuat 7=sangat lemah, tekstur: 1=sangat lunak 7=sangat kenyal. Nilai rata-rata sekolom dengan huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Tabel 5 Nilai rataan hedonik Rilgut

Formula Nilai Rataan Hedonik

Warna Aroma Tekstur Rasa

F1 4.84a 4.84a 5.09a 4.66a

F2 4.31a 4.91a 5.41a 5.16a

(34)

F4 4.03a 4.44a 4.69a 5.00a

F5 4.06a 4.53a 4.69a 4.25a

F6 4.25a 4.50a 5.12a 4.81a

Keterangan: skala 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=tidak suka agak suka, 4=biasa, 5=suka agak tidak suka, 6=suka, 7=sangat suka. Nilai rata-rata sekolom dengan huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Warna

Warna merupakan salah satu unsur yang dilihat pertama kali pada suatu produk. Warna merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan produk dan ikut menentukan mutu dari produk. Menurut Setyaningsih (2010), meskipun warna paling cepat dan mudah dalam memberi kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya. Warna dalam Rilgut ini dipengaruhi oleh bahan baku pati garut, tepung terigu, tepung torbangun, dan tepung panir serta proses penggorengan.

Hasil uji Friedman Test menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap atribut warna. Nilai rata-rata mutu hedonik atribut warna Rilgut

adalah antara 2.75-3.62. Nilai ini berada pada kisaran hijau muda kecokelatan hingga hijau kecokelatan. Warna cokelat muncul akibat proses penggorengan. Menurut Winarno (2008), warna coklat terjadi karena adanya reaksi maillard

yaitu reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan NH2 (amonium) dari protein yang menghasilkan senyawa hidroksilmetilfurfural yang kemudian berlanjut menjadi furfural. Furfural yang coklat. Kecepatan dan pola reaksi dipengaruhi oleh sifat asam amino atau protein yang bereaksi dan sifat karbohidrat karena setiap jenis makanan dapat menunjukkan pola pencoklatan yang berbeda. Formula F3 memiliki nilai rata-rata atribut warna tertinggi yaitu 3.62 dan formula F6 memilliki atribut warna terendah yaitu 2.75. Hasil uji mutu hedonik memperlihatkan bahwa semakin banyak penambahan pati garut akan menyebabkan warna semakin hijau tua. Hal ini diduga warna pati garut yang putih menyebabkan menguatnya warna hijau dari penambahan tepung torbangun. Aroma

Aroma merupakan penilian terhadap suatu produk dengan menggunakan indra penciuman. Aroma dapat diterima oleh sistem olfaktori melalui substansi yang ada di dalam mulut dan biasanya disebabkan oleh senyawa folatil yang terkandung dalam produk tersebut (Meilgaard et. al 2006). Aroma Rilgut

dipengaruhi oleh bahan penyusunnya. Nilai aroma yang digunakan dalam penilian mutu organoleptik adalah 1=beraroma langu sangat kuat sampai 7=beraroma langu sangat lemah.

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil penilian mutu organoleptik terhadap atribut aroma Rilgut memiliki kisaran nilai rata 4.22-4.72. Nilai rata-rata tertinggi (4.72) dimiliki oleh Rilgut formula F2 dan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh Rilgut formula F5 (4.22). Hasil uji Friedman Test menunjukkan bahwa taraf substitusi tepung terigu dengan pati garut tidak memberikan pengaruh yang nyata tehadap mutu aroma Rilgut pada semua formulasi.

(35)

21 F4 (4.44). Namun, berdasarkan hasil uji Friedman test substitusi tepung terigu dengan pati garut tidak memberikan pengaruh yang nyata pada atribut aroma. Hal ini berbeda dengan penelitian Hakim et al. (2013) yang menyatakan bahwa peningkatan pati garut pada pembuatan nugget meningkatkan penerimaan atribut aroma. Menurut Suhairi (2007), aroma yang dikeluarkan setiap makanan berbeda-beda, selain itu cara memasak yang berbeda akan menimbulkan aroma yang berbeda pula.

Tekstur

Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan mutu bahan pangan. Menurut Winarno (2008), dari penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat ditangkap oleh keseluruhan permukaan kulit, tetapi biasanya jika orang ingin mengetahui tesktur suatu bahan digunakan ujung jari tangan (Setyaningsih et al. 2010). Pada uji mutu hedonik, nilai atribut tekstur Rilgut yang digunakan adalah 1=sangat lunak dan 7=sangat kenyal.

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kisaran nilai rata-rata mutu hedonik tekstur adalah 3.69-4.72. Nilai tekstur ini berada pada kisaran lunak agak kenyal sampai sedang. Nilai rata-rata atribut tekstur tertinggi (4.72) dimiliki oleh

Rilgut formula F1 dan nilai rata-rata atribut tekstur terendah (3.69) dimiliki oleh formula F6. Peningkatan substitusi pati garut terhadap tepung terigu menurunkan tingkat kekenyalan Rilgut walaupun tidak terdapat perbedaan tekstur yang nyata (p>0.05) pada setiap formula.

Berdasarkan hasil uji kesukaan terhadap tekstur Rilgut yang disajikan pada Tabel 4 diketahui bahwa nilai kesukaan berkisar antara 4.69-5.41 atau berada pada kisaran tingkat kesukaan biasa hingga suka agak tidak suka. Nilai rata-rata tertinggi dimiliki oleh formula F2 (4.51) dan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh F4 dan F5 (4.69). Hasil uji Friedman test menunjukkan bahwa substitusi tepung terigu dengan pati garut tidak memberikan pengaruh nyata (p>0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis.

Rasa

Rasa berbeda dengan bau dan lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi sempat cecapan utama yaitu asin, asam, manis, dan pahit. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papila yaitu bagian noda merah jingga pada lidah, namun cecapan merupakan indera yang informasinya paling tidak jelas. Sel cecapan mengalami degradasi, semakin tua semakin rendah jumlah sel cecapan perasanya (Winarno 2008). Nilai atribut rasa yang digunakan dalam penilaian mutu organoleptik adalah 1= sangat pahit sampai 7=sangat gurih.

Berdasarkan hasil penilaian mutu organoleptik terhadap atribut rasa Rilgut

(36)

Berdasarkan hasil uji kesukaan terhadap rasa Rilgut yang disajikan pada Tabel 4 diketahui bahwa nilai kesukaan berkisar antara 4.05-5.06 atau berada pada kisaran tingkat kesukaan biasa hingga suka agak tidak suka. Nilai rata-rata tertinggi dimiliki oleh formula F2 (5.06) dan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh F5 (4.05). Hasil uji Friedman test menunjukkan bahwa substitusi tepung terigu dengan pati garut tidak memberikan pengaruh nyata (p>0.05) terhadap atribut rasa. Menurut Susanto dan Saneto (1999), rasa produk lebih dipengaruhi oleh bumbu-bumbu yang ditambahkan, selain itu juga rasa produk dapat ditingkatkan dengan penambahan bumbu-bumbu yang sesuai dengan kehendak konsumen, peranan bumbu yang ditambahkan sangat menonjol dalam menentukan palatabilitas seseorang.

Penentuan Formula Rilgut Terpilih

Hasil uji hedonik dan mutu hedonik Rilgut dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk menentukan formula terpilih yang digunakan untuk penelitian selanjutnya. Pada uji hedonik, pemilihan produk terbaik dilakukan dengan menggunakan variabel keseluruhan yang merupakan hasil kombinasi antara variabel kesukaan panelis terhadap parameter warna, tekstur, aroma, dan rasa

Rilgut. Nilai keseluruhan ini dihitung dengan menjumlahkan kontribusi dari masing-masing parameter penilaian, yaitu warna=25%, tekstur=25%, rasa=25%, dan aroma=25%. Hal ini dikarenakan empat parameter tersebut memiliki nilai yang sama dalam pengaruhnya terhadap kesukaan panelis pada produk. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap produk Rilgut per formulasi adalah sebagai berikut:

Gambar 9 Tingkat kesukaan panelis terhadap Rilgut terhadap atribut warna, tekstur, aroma, rasa, dan keseluruhan

Berdasarkan Gambar 9, dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis terbesar (94%) adalah pada F2 dengan persentase perbandingan pati garut:tepung terigu sebesar 60:40. Namun, berdasarkan uji non parametrik Friedman Test

perbedaan perbandingan kedua bahan utama tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya terima panelis terhadap produk Rilgut.

(37)

23 Secara keseluruhan, tiga formula yang memiliki penerimaan paling baik adalah F2 (94%), F6 (84%), dan F3 (81%) sehingga pemilihannya dilakukan dengan mempertimbangkan faktor lain, yaitu besar persentase substitusi pati garut terhadap tepung terigu sebagai tujuan untuk mengurangi penggunaan terigu. Oleh karena itu, F6 digunakan sebagai formula terpilih karena persentase pati garut mencapai 100% dan tidak menggunakan tepung terigu. Rilgut formula terpilih (F6) disajikan pada Gambar 10.

Penerimaan Rilgut pada Anak Sekolah

Rilgut formula terpilih kemudian diuji penerimaan berupa tingkat kesukaan dan jumlah Rilgut yang dapat dihabiskan oleh konsumen sasaran. Konsumen sasaran adalah anak SD kelas 4 dan 5. Tingkat kesukaan konsumen dapat dilihat pada Gambar 11 dan hasil rekapitulasinya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Pada grafik, ditunjukkan bahwa Rilgut disukai oleh 81.25%, sedangkan yang merasa biasa atau netral sebesar 12.50%, dan yang tidak menyukai Rilgut

sebanyak 6.26%. Setyaningsih et al. (2010) menyatakan bahwa suatu produk pangan dapat dikatakan diterima oleh konsumen jika jumlah presentase konsumen yang menolak produk kurang dari 50%, dan konsumen juga mampu mengonsumsi produk tersebut. Oleh karena itu, Rilgut termasuk produk pangan yang dapat diterima oleh konsumen.

Jumlah Rilgut yang disajikan pada konsumen sasaran adalah sebanyak 130 gram (2 buah). Hal ini bertujuan untuk memenuhi standar pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah, yaitu menyumbangkan energi sebesar 300kkal dan protein sebesar 5 gram. Penilaian jumlah Rilgut yang dihabiskan menggunakan metode penilaian sisa makanan Comstock (1979). Tingkat penerimaan konsumen terhdap Rilgut dilihat dari aspek sisa yang tidak dimakan dapat dilihat pada Gambar 12 dan hasil rekapitulasinya dapat dilihat pada Lampiran 7.

3.13 3.13

Gambar 11 Presentase tingkat kesukaan konsumen terhadap Rilgut

(38)

Gambar 12 Persentase sisa Rilgut

Daya terima makanan juga dapat ditunjukkan dengan melihat kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan. Menurut Kushargina (2012), produk kudapan memiliki daya terima yang baik apabila konsumsi ≥50% dan kurang baik jika konsumsi <50% dari makanan yang disajikan. Gambar 12 menunjukkan bahwa sebanyak 90.66% konsumen sasaran dapat menghabiskan ≥50% Rilgut yang disajikan. Sementara itu, jumlah konsumen sasaran yang menghabiskan kurang dari 50% sebesar 9.38%. Oleh karena itu, Rilgut merupakan kudapan yang memiliki daya terima yang baik.

Kandungan Gizi Rilgut

Data kandungan gizi Rilgut dijelaskan secara deskriptif dan dibandingkan dengan risoles yang berbahan dasar terigu sebagai produk yang telah ada di pasaran dan juga dibandingkan dengan risoles garut tanpa penambahan torbangun.

Tabel 6 Kandungan gizi Rilgut, risoles terigu, dan risoles garut (per 100 gram)

Komponen Rilgut Risoles Terigu Risoles Garut

Air (gram) 18.32 19.70 17.89

Abu (gram) 1.66 1.26 1.04

Protein (gram) 6.51 8.23 6.14

Lemak (gram) 10.52 10.24 9.46

Karbohidrat (gram) 62.99 60.57 65.47

Energi (Kal) 373 367 372

Kadar air terendah dimiliki oleh risoles garut (17.89%) sedangkan kadar air tertinggi dimiliki risoles terigu. Menurut Candra et al. (2014) daya ikat atau kekompakan adonan disebabkan oleh kandungan gluten. Akan tetapi, pada pati garut tidak terdapat gluten sehingga adonan tidak terikat sempurna dan kurang

0

(39)

25 kompak yang juga dikarenakan rendahnya kandungan protein pati garut. Penambahan bahan pangan lain pada adonan (torbangun) menyebabkan ikatan semakin merenggang karena kapasitas ikatan protein pati garut semakin lemah. Hal ini menyebabkan adonan semakin poros dan laju penguapan lebih cepat sehingga kadar air menurun.

Menurut deMan (1997), penurunan mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi dapat dipengaruhi oleh kadar air. Beberapa kerusakan seperti pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, dan hidrolisis lemak juga dapat disebabkan oleh kandungan air yang tinggi. Oleh karena itu, risoles merupakan kudapan yang tidak dapat bertahan lama dikarenakan kadar air yang dikandung cukup tinggi.

Kadar Abu

Menurut Soebito (1988), kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bebas unsur karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai komponen yang tidak mudah menguap, tetap tinggal dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar abu tertinggi dimiliki oleh Rilgut (1.66%) dan terendah adalah risoles garut (1.04%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewi (2011), bahwa penambahan tepung torbangun dapat meningkatkan kandungan abu pada cookies

yang dihasilkan. Kadar Protein

Winarno (2008) menyatakan bahwa protein merupakan suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini selain berfungsi sebagai penghasil energi dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur. Sifat protein sebagai zat pengatur dimiliki oleh enzim. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan baru dalam tubuh. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat.

Protein yang terdapat dalam Rilgut adalah sebesar 6.51% dan lebih rendah dibandingkan dengan risoles terigu yang memiliki protein sebesar 8.23%. Kadar protein terendah dimiliki oleh risoles garut. Hal ini diduga penggunaan tepung terigu dapat meningkatkan kadar protein risoles dikarenakan kandungan proteinnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati garut, yaitu sebesar 8.9% (DKBM 2010) sedangkan kadar protein pati garut sebesar 1.27%.

Kadar Lemak

Kadar lemak Rilgut sebesar 10.52% dan lebih tinggi dibandingkan kadar lemak risoles terigu dan risoles garut. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Dewi (2011) bahwa penambahan tepung torbangun dapat menurunkan kadar lemak pada

Gambar

Gambar 1  Diagram alir tahapan penelitian
Gambar 2  Diagram alir pembuatan daun torbangun
Tabel 1  Formulasi pembuatan Rilgut
Gambar 5  Diagram alir penyatuan kulit dan isi Rilgut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan begitu responden akan lebih mudah untuk menerima dan menganalisa apapun yang diterimanya tentang pemeriksaan kehamilan, baik yang diterima dari penyuluhan tenaga

Analisis lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui besarnya koefisien serapan optik (  ) dari keenam sampel, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.. Absorbansi

One can think of the exigency of the fragmentary work as a claim the work exerts on us which calls us outside the simple opposition between poetry and philosophy, art and

Allah SWT, dengan segala berkat, nikmat, dan rahmat - Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ STRUKTUR UMUR DAN FAKTOR KONDISI IKAN DI

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 24 Tahun 2OlO tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2005 2025 (Lembaran

Sesuai dengan kajian teori tentang pendapatan desa yang telah dijabarkan sebelumnya terhadap hasil penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan bahwa peran desa

Penelitian ini hanya menganalisis pengaruh free cash flow terhadap dividen payou ratio sedangkan variabel lain yang berperan dalam mempengaruhi dividen payou ratio masih cukup

Dari hasil penelitian terhadap 45 responden berkaitan dengan pengaruh kualitas produk dan kualitas pelayanan terhadap keputusan pembelian dengan studi kasus pada