Uji Kualitas Sensori PEDSF
Produk emulsi daging sapi steril pada penelitian ini dibuat dengan bahan dasar daging sapi dicampur dengan garam, MSG, STPP, isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat, lemak nabati, air es, bumbu-bumbu, gula, karagenan, dan tepung tapioka sebagai bahan pengisi. Formula dasar produk yang tidak ditambahkan fortifikan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Formula dasar produk emulsi daging sapi steril (PEDSNF)
Bahan Jumlah (%)
Daging sapi 50.00(a)
Tapioka 6.00(a)
Bawang putih 1.00(a)
Lada 0.13(a) Ketumbar 0.10(a) Pala 0.10(a) Jahe 0.05(a) STPP 0.40(a) Gula 0.50(a) MSG 0.02(a)
Asam askorbat 0.01(a)
Isolat protein kedelai 2.00(a)
Lemak nabati 10.00(a)
Air es 21.00(a)
Karagenan 0.50(b)
Garam 1.00(a)
a
Sumber: FAO (1985); bRuusunen et al. (2003)
Tahap awal pada penelitian ini adalah membuat beberapa formula PEDSF melalui penambahan fortifikan kalsium dan tokoferol dengan taraf konsentrasi
yang berbeda-beda pada formula dasar produk emulsi daging sapi steril (Tabel 2). Penentuan formula PEDSF yang terbaik dilakukan melalui uji rating dan ranking hedonik. Uji rating hedonik bertujuan untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap atribut mutu yang ditetapkan yaitu warna, aroma, rasa, juiceness, dan tekstur. Uji ranking hedonik bertujuan untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan produk secara keseluruhan (overall). Uji rating hedonik menggunakan tujuh skala yaitu 1 = amat sangat tidak suka, 2 = sangat tidak suka, 3 = tidak suka, 4 = agak suka, 5 = suka, 6 = sangat suka, 7 = amat sangat suka. Uji ranking hedonik menggunakan skala 1 = paling disukai hingga skala 5 = paling tidak disukai. Sampel yang diujikan adalah sebagai berikut.
1. Sampel PEDSNF (tanpa penambahan fortifikan α-tocopheryl acetate dan
Calcium citrate)
2. Sampel PEDSF 1 (α-tocopheryl acetate 300 ppm + Calcium citrate 2650 ppm) 3. Sampel PEDSF 2 (α-tocopheryl acetate 1000 ppm + Calcium citrate 2650 ppm) 4. Sampel PEDSF 3 (α-tocopheryl acetate 300 ppm + Calcium citrate 3250 ppm) 5. Sampel PEDSF 4 (α-tocopheryl acetate 1000 ppm + Calcium citrate 3250 ppm)
Hasil analisis sidik ragam seperti tersaji pada Lampiran 1a menunjukkan bahwa parameter warna, aroma, rasa, juiceness, dan tekstur pada sampel PEDSNF, PEDSF 1, PEDSF 2, PEDSF 3, dan PEDSF 4 tidak berbeda nyata (p>0.05). Lebih lanjut pada pengujian rataan ranking (friedman test) seperti tersaji pada Lampiran 1b diperoleh hasil bahwa penampakan produk secara keseluruhan pada sampel PEDSNF, PEDSF 1, PEDSF 2, PEDSF 3, dan PEDSF 4 berbeda sangat nyata (p<0.01). Uji lanjut duncan menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap penampakan sampel PEDSF 1, PEDSF 2, PEDSF 3, dan PEDSF 4 secara keseluruhan tidak berbeda nyata dengan PEDSNF. Penerimaan panelis terhadap penampakan keseluruhan sampel PEDSF 1 tidak berbeda nyata dengan PEDSF 2 dan PEDSF 4, tetapi berbeda nyata dengan PEDSF 3. Penerimaan panelis terhadap penampakan keseluruhan sampel PEDSF 3 tidak berbeda nyata dengan PEDSF 4, tetapi berbeda nyata dengan PEDSF 1 dan PEDSF 2 (Gambar 1).
2.7ab 2.3a 3.7c 3.2bc 3.1abc 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
PEDSNF PEDSF 1 PEDSF 2 PEDSF 3 PEDSF 4
Gambar 1 Nilai rataan rankingpenerimaan produk emulsi daging sapi steril keseluruhan. Nilai yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kalsium dan tokoferol tidak menurunkan penerimaan panelis terhadap atribut mutu warna, aroma, rasa,
juiceness, tekstur, dan penampakan produk secara keseluruhan. Sejalan dengan penelitian Daengprok et al. (2002) yang menunjukkan bahwa penambahan fortifikan kalsium 1.5-4.5 gram/kg tidak menurunkan kualitas sensori produk sosis. Penelitian Caceres et al. (2006) yang menunjukkan bahwa penambahan fortifikan kalsium sampai 14 gram/kg pada produk sosis sapi masak tidak menurunkan kualitas sensori produk.
Penentuan Formula PEDSF Terbaik
Penentuan formula PEDSF diawali dengan menentukan atribut-atribut yang paling dominan pengaruhnya terhadap penerimaan panelis. Menurut Apriyantono
et al. (2010), penentuan atribut-atribut yan paling dominan dilakukan melalui analisis Principal Component Analysis (PCA). Analisis PCA dilakukan dengan cara menjumlahkan skor atribut warna, aroma, rasa, juiceness, dan tekstur pada uji rating hedonik. Jumlah skor atribut-atribut tersebut dianalisis Dimension Reduction Factor menggunakan program SPS 17.0, kemudian pada menu
extraction dipilih metode Principal Component. Hasil analisis PCA, seperti tersaji pada Lampiran 1c menunjukkan bahwa terbentuk dua komponen yang mempunyai eigenvalues lebih dari 1. Pada rotated component matrix, atribut yang termasuk komponen pertama adalah rasa, juiceness, dan tekstur. Atribut yang termasuk komponen kedua adalah warna dan aroma. Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa komponen pertama mempunyai persentase varians yang paling besar yaitu 68.2%. Persentase varians ini menunjukkan bahwa atribut-atribut mutu pada komponen pertama (rasa, juiceness, dan tekstur) adalah atribut-atribut mutu yang paling dominan pengaruhnya terhadap penerimaan panelis.
Parameter yang dapat mempengaruhi rasa, juiceness, dan tekstur produk adalah nilai pH. Menurut Heinz dan Hautzinger (2007), nilai pH adonan 5.2-5.8 menyebabkan penurunan tekstur dan flavor produk. Nilai pH adonan lebih dari 6.0 adalah nilai pH yang dapat menghasilkan tekstur dan flavor produk yang baik. Nilai pH adonan yang tinggi dapat meningkatkan Water Holding Capacity (WHC) produk. Hasil pengamatan nilai pH menunjukkan bahwa sampel PEDSF 3 mempunyai nilai pH yang paling tinggi (6.19) dibandingkan nilai pH PEDSF 1 (5.90), PEDSF 2 (5.84), dan PEDSF 4 (6.00). Oleh karena itu, PEDSF 3 dipilih sebagai PEDSF yang terbaik karena memiliki nilai pH yang lebih dari 6.0 sehingga menyebabkan rasa, juiceness, dan teksturnya paling baik dibandingkan sampel PEDSF lainnya.
Analisis Sifat Fisik Produk
Analisis Warna PEDSNF dan PEDSF
Parameter yang diukur dalam analisis warna adalah nilai L, a, dan b. Nilai L menyatakan tingkat kecerahan. Rekapitulasi data hasil analisis warna disajikan pada Lampiran 2a. Hasil uji t-test (Lampiran 2b) menunjukkan bahwa nilai L, a,
dan b PEDSNF dan PEDSF berbeda sangat nyata (p<0.01). PEDSF mempunyai nilai L (58.7) yang lebih tinggi dibandingkan PEDSNF. PEDSF juga mempunyai nilai a (derajat kemerahan) yang lebih tinggi dibandingkan PEDSNF yaitu 6.3. Namun, PEDSF mempunyai nilai b (derajat kekuningan) yang lebih rendah dibandingkan PEDSNF yaitu 16.4 (Tabel 3).
Tabel 3 Hasil analisis warna produk emulsi daging sapi steril
Sampel L a B
PEDSNF 58.1±1.8 6.0±0.7 17.8±1.0
PEDSF 58.7±2.3 6.3±0.2 16.4±0.2
Hasil penelitian menunjukkan penambahan fortifikan menyebabkan peningkatan kecerahan warna produk emulsi daging sapi steril. Penambahan kalsium diduga dapat meningkatkan kecerahan warna produk emulsi daging sapi steril. Warna putih garam kalsium dapat memodifikasi tingkat kecerahan produk (Caceres et al. 2006). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Daengprok et al. (2002) yang menunjukkan bahwa tingkat kecerahan sosis daging babi meningkat setelah ditambahkan fortifikan kalsium laktat. Peningkatan tingkat kecerahan produk juga diduga dapat disebabkan oleh penambahan tokoferol. Sejalan dengan penelitian Fang Liu et al. (2010) menunjukkan bahwa nilai L produk beef patties yang ditambahkan tokoferol lebih tinggi dibandingkan kontrol, yaitu 45.09.
Tingginya nilai a pada PEDSF dimungkinkan karena penambahan tokoferol. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fang Liu et al. (2010) yang menunjukkan bahwa produk beef patties yang ditambahkan tokoferol mempunyai nilai a yang tinggi. Penelitian yang dilakukan McCarthy et al. (2001) tentang penambahan tokoferol pada produk pork patties mentah dan masak, hasilnya juga menunjukkan bahwa nilai a pada produk yang ditambahkan tokoferol lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Analisis Tingkat Kekerasan PEDSNF dan PEDSF
Kekerasan pada penelitian ini dinyatakan dalam besarnya gaya (force) yang dikeluarkan untuk menekan atau memotong produk. Rekapitulasi data hasil analisis tingkat kekerasan disajikan pada Lampiran 3a. Hasil uji t-test (Lampiran 3b) menunjukkan bahwa nilai force PEDSF dan PEDSNF berbeda nyata (p<0.05). Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai force PEDSF lebih rendah dibandingkan PEDSNF. Hal ini menandakan bahwa PEDSF mempunyai tingkat kekerasan yang lebih rendah dibandingkan PEDSNF.
Tabel 4 Hasil analisis tingkat kekerasan produk emulsi daging sapi steril
Sampel Force (g) Waktu (s)
PEDSNF 9502.2±399.9 7.6±0.0
Penurunan force pada PEDSF dimungkinkan karena penambahan kalsium. Penelitian yang dilakukan Daengprok et al. (2002) menunjukkan bahwa penambahan kalsium pada sosis daging babi mengganggu interaksi protein-protein dan menurunkan kelarutan protein-protein sehingga mengakibatkan penurunan
shear force produk. Ikatan kovalen kalsium dengan muatan negatif protein dapat menyebabkan terbentuknya gel sehingga menyebabkan tekstur produk menjadi tidak terlalu keras (Fennema 1996).
Analisis Komposisi Kimia Produk
Analisis Kadar Kalsium PEDSNF dan PEDSF
Kalsium adalah salah satu zat gizi yang penting bagi manusia karena perannya dalam fungsi fisiologis dan reaksi enzimatis dalam tubuh manusia. Produk olahan daging sapi mengandung kalsium dalam jumlah kecil. Untuk meningkatkan asupan kalsium dari produk olahan daging sapi, maka diperlukan pengkayaan atau penambahan zat gizi kalsium dalam produk olahan daging sapi (Ruusunen dan Poulane 2005). Pada penelitian ini dilakukan penambahan fortifikan berupa kalsium sitrat ke dalam produk olahan daging sapi. Menurut (Caceres et al. 2006), kalsium sitrat adalah salah satu bentuk kalsium yang dapat digunakan untuk memperkaya kalsium dalam produk olahan daging sapi. Bentuk garam kalsium sitrat mempunyai kelarutan dan daya serap yang tinggi (sekitar 30%).
Tabel 5 Hasil analisis kadar kalsium produk emulsi daging sapi steril
Sampel Kadar Kalsium (ppm)
PEDSNF 250.0±70.7
PEDSF 842.0±14.1
Rekapitulasi data hasil analisis kalsium disajikan pada Lampiran 4a. Hasil analisis dengan uji t-test (Lampiran 4b) menunjukkan bahwa kadar kalsium PEDSF dan PEDSNF berbeda nyata (p<0.05). Kadar kalsium produk emulsi daging sapi steril setelah ditambahkan kalsium sitrat meningkat dari 250 ppm menjadi 842 ppm (Tabel 5). Sejalan dengan penelitian Caceres et al. (2006) yang menunjukkan bahwa penambahan kalsium sebesar 14 gram/kg pada sosis masak menyebabkan peningkatan kadar kalsium produk sekitar 90%. Penelitian Selgas et al. (2009) juga menunjukkan bahwa penambahan 4.5 gram/kg kalsium ke dalam adonan sosis fermentasi menghasilkan kandungan kalsium dalam sosis fermentasi sebesar 198 mg/100 gram produk.
Analisis Kadar Tokoferol PEDSNF dan PEDSF
Pada penelitian ini selain dilakukan penambahan fortifikan kalsium, juga dilakukan penambahan α-tocopheryl acetate ke dalam produk emulsi daging sapi steril. Rekapitulasi data hasil analisis tokoferol total disajikan pada Lampiran 5a.
Hasil analisis dengan uji t-test (Lampiran 5b) menunjukkan kadar tokoferol total PEDSF dan PEDSNF berbeda sangat nyata (p<0.01). Kadar tokoferol total produk emulsi daging sapi steril setelah ditambahkan α-tocopheryl acetate meningkat dari 80.1 mg/kg menjadi 124.2 mg/kg (Tabel 6).
Tabel 6 Hasil analisis kadar tokoferol total produk emulsi daging sapi steril
Sampel Kadar Tokoferol total (mg/kg)
PEDSF 124.2±20.5
PEDSNF 80.1±3.5
Antioksidan sering ditambahkan ke dalam produk olahan daging sapi, salah satunya adalah dalam bentuk tokoferol. Beberapa studi yang terkait dengan penambahan antioksidan termasuk tokoferol pada produk olahan daging sapi antara lain adalah penelitian yang dilakukan Fang Liu et al. (2010), yaitu menambahkan tokoferol ke dalam produk beef patties. Penelitian Lee et al. (2005), yang melakukan penambahan tokoferol pada produk ground beef patties. Penelitian yang dilakukan oleh Forell et al. (2010), tentang fortifikasi antioksidan berupa fitosterol pada beef burger.
Analisis Proksimat PEDSNF dan PEDSF
Rekapitulasi data hasil analisis proksimat PEDSNF dan PEDSF dapat dilihat pada Lampiran 6a. Hasil uji t-test (Lampiran 6b) menunjukkan bahwa kadar air, lemak, protein, dan karbohidrat PEDSNF dan PEDSF berbeda sangat nyata (p<0.01). Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar air, kadar lemak, dan kadar protein PEDSF lebih rendah dibandingkan PEDSNF. Kadar karbohidrat PEDSF lebih tinggi dibandingkan PEDSNF. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Caceres et al. (2006) yang menunjukkan bahwa kadar protein dan kadar lemak produk olahan daging berupa sosis sapi masak yang difortifikasi kalsium mengalami penurunan, sedangkan kadar karbohidrat produk meningkat.
Tabel 7 Hasil analisis proksimat (% bk) produk emulsi daging sapi steril Sampel Air (%) Lemak (%) Protein (%) Karbohidrat (%) PODF 66.7 2.8 34.1 27.5 PODNF 69.0 3.5 38.0 21.6
Evaluasi Nilai Biologis Produk
Analisis Proksimat Bahan Penyusun Ransum Tikus Percobaan
Data hasil analisis proksimat semua sampel bahan penyusun ransum tikus percobaan dapat dilihat pada Tabel 8. Data hasil analisis ini selanjutnya dijadikan dasar perhitungan formulasi ransum tikus yang akan digunakan dalam percobaan.
Tabel 8 Hasil analisis proksimat bahan penyusun ransum tikus percobaan Sampel
Kadar (%)
Air Abu Protein Lemak Serat kasar
Kasein 10.0 1.1 82.1 0.1 1.3
Tepung PEDSNF 7.9 7.4 38.7 21.9 2.2
Tepung PEDSF 6.9 7.5 39.4 19.1 2.4
Terdapat tiga hal mencolok yang berdasarkan data pada Tabel 8. Pertama, kasein mempunyai kadar protein yang jauh lebih tinggi dibandingkan tepung PEDSF dan PEDSNF. Sekitar 80% kandungan protein dalam susu sapi ada dalam bentuk kasein (Sindayikengera dan Wen-shui Xia 2006). Kedua, kadar lemak kasein jauh lebih rendah dibandingkan tepung PEDSF dan PEDSNF. Bahan dasar utama tepung PEDSF dan PEDSNF adalah daging sapi. Daging sapi merupakan komoditi yang memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi. Ketiga, kadar serat kasar tepung PEDSF dan PEDSNF lebih tinggi dibandingkan kasein. Hal ini dimungkinkan karena adanya kandungan karagenan pada tepung PEDSF dan PEDSNF. Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang berasal dari rumput laut Euchema cottoni. Rumput laut Euchema cottoni mempunyai kadar serat pangan mencapai 65.07% yang terdiri dari 39.47% serat pangan yang tidak larut air dan 25.70% serat pangan yang larut air (Kurniawan et al. 2012).
Formulasi dan Analisis Proksimat Ransum Tikus Percobaan
Hasil analisis proksimat bahan penyusun ransum, kemudian dijadikan dasar untuk menyusun ransum yang mengacu pada standar AOAC. Perhitungan komposisi ransum dapat dilihat pada Lampiran 7a, 7b, 7c, dan 7d.
Tabel 9 Komposisi ransum (1 kg ransum) tikus percobaan Ransum perlakuan Komponen penyusun (g) Sumber Protein Minyak jagung Mineral mix Vitamin mix CMC Air Pati jagung Kasein 121.9 80.0 48.6 10.0 8.4 37.8 693.2 PEDSF 253.9 31.4 31.1 10.0 4.0 32.6 637.0 PEDSNF 258.3 23.6 30.8 10.0 4.4 29.5 643.4 Non-protein 0.0 80.0 50.0 10.0 10.0 50.0 800.0
Berdasarkan komposisi ransum (Tabel 9), maka dapat dibuat masing-masing ransum perlakuan dengan cara mencampurkan semua bahan yang diperlukan sampai homogen. Secara teknis, pencampuran bahan dilakukan dengan menuangkan bahan mulai dari yang paling kecil beratnya sampai yang paling besar beratnya. Setiap kali menuangkan satu jenis bahan, diaduk hingga merata, begitu pun seterusnya sampai semua bahan dicampurkan. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat ransum dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 10 Hasil analisis proksimat ransum perlakuan tikus percobaan Sampel Lemak (%) Protein (%) Abu (%) KH (%) Serat kasar (%) Ransum PEDSF 12.6 10.7 5.8 56.9 1.4 Ransum PEDSNF 11.1 10.2 2.8 62.5 0.9 Ransum kasein 8.6 13.3 3.7 61.6 0.2 Ransum non-protein 9.1 0.8 3.2 73.2 0.2
Kadar protein ransum PEDSF dan PEDSNF relatif dekat dengan nilai standar AOAC (10%). Pada intinya, ransum tersebut sudah menunjukkan kondisi isoprotein. Namun, ransum kasein mempunyai kadar protein yang relatif jauh dengan standar AOAC. Hal ini dimungkinkan karena kadar protein kasein yang tinggi yaitu 82.1% sedangkan kadar lemaknya sangat rendah yaitu hanya 0.1%. Kadar serat kasar pada sejumlah ransum tersebut menunjukkan relatif dekat dengan standar AOAC yaitu 1% (Tabel 10). Data kadar lemak ransum PEDSF dan PEDSNF lebih tinggi dibandingkan standar AOAC (8%). Hal ini dikarenakan kadar lemak tepung PEDSF dan PEDSNF yang tinggi yaitu 19.1% dan 21.9%. Data pada Tabel 10 juga menunjukkan kadar air semua sampel ransum yang terlalu tinggi. Berdasarkan standar AOAC, kadar air ransum tikus percobaan seharusnya sebesar 5%. Hal ini dimungkinkan karena penyimpanan sampel ransum yang tidak tepat pada saat pra-analisis.
Perkembangan Berat Badan dan Feed Conversion Efficiency (FCE)
Hasil pengamatan rataan berat badan tikus selama masa percobaan disajikan pada Lampiran 9. Setiap kelompok tikus percobaan mempunyai profil perkembangan berat badan masing-masing. Kelompok tikus yang mengalami peningkatan berat badan paling tinggi yaitu kelompok tikus yang diberikan perlakuan ransum kasein, selanjutnya diikuti oleh kelompok tikus yang diberikan perlakuan ransum PEDSNF dan PEDSF. Sementara itu, kelompok tikus yang diberikan perlakuan ransum non-protein mengalami penurunan berat badan (Tabel 11).
Nilai FCE menerangkan korelasi antara perubahan berat tikus terhadap jumlah ransum (gram) yang dikonsumsi selama hari percobaan. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa nilai FCE dari masing-masing kelompok tikus perlakuan berbeda sangat nyata (p<0.01). Nilai FCE kelompok ransum non-protein berbeda dengan kelompok ransum kasein, PEDSF, dan PEDSNF. Nilai FCE kelompok ransum kasein, PEDSF, dan PEDSNF tidak berbeda.
Tabel 11 Perbandingan nilai FCE PEDSNF dan PEDSF pada tikus percobaan
Kelompok ∑ Ransum yang
dikonsumsi (g)
∆ Berat badan (g) FCE
PEDSF 234.6 47.8 0.2a
PEDSNF 252.6 52.3 0.2a
Kasein 269.0 53.0 0.2a
Non-protein 155.0 -15.5 -0.1b
a
Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan uji jarak Duncan
Jumlah konsumsi ransum kelompok tikus yang diberikan perlakuan kasein relatif tidak terlalu berbeda dengan jumlah konsumsi ransum kelompok tikus yang diberikan perlakuan PEDSF dan PEDSNF sehingga nilai FCE ketiga kelompok perlakuan tersebut tidak berbeda. Konsumsi tikus percobaan terhadap ransum perlakuan yang diberikan dipengaruhi oleh kerja sistem saraf sensori yang dimilikinya. Tikus merupakan hewan yang mempunyai olfactory system yang dapat mempengaruhi perilaku tikus percobaan dalam menerima stimulus berupa ransum makanan (Munger et al. 2010). Tikus mempunyai Corticotropin Releasing Factor receptor (CRF2) yang disintesis di hipotalamus dan berperan dalam pengaturan nafsu makan tikus (Kamdi et al. 2009).
Kelompok tikus yang diberikan ransum non-protein mengalami penurunan berat badan yang drastis. Hal ini disebabkan oleh jumlah konsumsi ransum kelompok non-protein sangat rendah. Kelompok tikus non-protein mengalami kekurangan asupan protein sehingga menyebabkan massa otot tidak bertambah. Jadi makanan yang dikonsumsi hanya berfungsi untuk mempertahankan hidup (Muchtadi 2010).
Protein Efficiency Ratio (PER) dan Net Protein Ratio (NPR)
Perhitungan PER diperoleh berdasarkan perbandingan antara pertambahan berat badan dan jumlah protein yang dikonsumsi. Angka jumlah protein diperoleh dari 10% angka jumlah ransum. Rekapitulasi data PER disajikan pada Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa nilai PER masing-masing kelompok tikus perlakuan tidak berbeda nyata (p>0.05). Nilai PER menjelaskan bahwa semua protein digunakan hanya untuk pertumbuhan tubuh (Muchtadi 2010). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai PER yang berasal dari ransum kasein adalah sebesar 2.0, ransum PEDSF sebesar 2.1, dan ransum PEDSNF sebesar 2.1. Protein yang berasal dari ransum kasein, PEDSF, dan PEDSNF sama-sama baik digunakan untuk pertumbuhan. Nilai PER 1.96-2.65 menunjukkan bahwa suatu pangan mempunyai kualitas protein yang baik untuk pertumbuhan (Babji dan Yusof 1995). Tingginya nilai PER ransum PEDSF dan PEDSNF dikarenakan daging yang terkandung dalam ransum PEDSF dan PEDSNF mengandung asam amino esensial yang penting untuk pertumbuhan (Linder 2006). Tingginya nilai PER ransum kasein dikarenakan kasein mengandung sejumlah asam amino esensial (Sindayikengera dan Wen-shui Xia 2006).
Semua nilai PER sampel uji dilakukan koreksi dengan alasan sampel kasein yang dijadikan sebagai sampel protein standar pada penelitian ini bukan merupakan kasein ANRC (Animal Nutrition Research Council). Nilai PER terkoreksi PEDSF dan PEDSNF adalah sebesar 2.6.
Nilai NPR memecahkan masalah-masalah teoritis yang terdapat dalam metode PER. Dalam PER, semua protein yang dikonsumsi dianggap hanya digunakan untuk pertumbuhan. Padahal, protein yang dikonsumsi tersebut sebagian ada yang digunakan untuk pemeliharaan tubuh (Muchtadi 2010). Pada penentuan parameter NPR diperlukan data penurunan berat badan yang dihitung sebagai rata-rata dari grup tikus yang menerima ransum non-protein. NPR dihitung untuk tiap ekor tikus dan nilainya dirata-ratakan untuk tiap grup. Rekapitulasi data NPR disajikan pada Lampiran 14.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa nilai NPR kelompok tikus yang diberikan ransum kasein (1.5), PEDSF (1.4), dan PEDSNF (1.0) tidak berbeda nyata (p>0.05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan protein pada ransum PEDSF, PEDSNF, dan kasein dapat digunakan untuk pemeliharaan tubuh. Jika dikaitkan antara nilai PER dan NPR, maka dapat dikatakan bahwa ketersediaan protein pada ransum PEDSF, PEDSNF, dan kasein tidak hanya baik untuk pertumbuhan. Namun, ketersediaan protein pada ransum PEDSF, PEDSNF, dan kasein juga baik digunakan untuk pemeliharaan tubuh. Nilai NPR menunjukkan bahwa asupan protein digunakan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh (Rossi et al. 2009).
True Digestibility (TD), Biological Value (BV), dan Net Protein Utilization (NPU)
Nilai True Digestibility (TD), Biological Value (BV), dan Net Protein Utilization (NPU) diperoleh dengan cara mengumpulkan volume urin dan berat feses yang telah dikeringkan dari masing-masing kelompok tikus percobaan (Lampiran 16). Daya cerna protein adalah jumlah fraksi nitrogen dari bahan makanan yang dapat diserap oleh tubuh. Tidak semua protein dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan menjadi asam-asam amino. Daya cerna berarti kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim protease. Daya cerna dapat menentukan ketersediaan asam amino secara biologis (Muchtadi 2010). Gambar 2 menjelaskan perbandingan nilai daya cerna protein pada percobaan ini.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa nilai TD dari masing-masing kelompok perlakuan berbeda sangat nyata (p<0.01). Nilai TD kelompok ransum PEDSF tidak berbeda dengan kelompok ransum kasein, tetapi berbeda dengan PEDSNF. Menurut Muchtadi (2010) suatu pangan dengan nilai TD lebih dari 90% dikatakan baik. Nilai TD kelompok ransum PEDSF dan kasein adalah lebih dari 90% yaitu sebesar 92.99% dan 92.92% sehingga dapat dikatakan bahwa lebih dari 90% protein yang berasal dari ransum PEDSF dan kasein dapat dicerna oleh tubuh. Menurut Rossi et al. (2009), nilai True Digestibility (TD) mengindikasikan seberapa besar ketersediaan asam amino secara biologis dari suatu pangan yang dikonsumsi. Hasil penelitian juga mengindikasikan bahwa ketersediaan asam amino secara biologis dari ransum PEDSF dan kasein tinggi.
92.9a 86.0b 93.0a 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0
PEDSF PEDSNF Kasein
T ru e D ige st ib il it y ( %)
Gambar 2 Perbandingan nilai daya cerna protein PEDSNF dan PEDSF. Nilai yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01)
NPU didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah nitrogen yang diretensi dalam tubuh dengan jumlah nitrogen yang dikonsumsi. NPU dapat diartikan sebagai persentase protein dalam susunan makanan yang diubah menjadi protein tubuh (Muchtadi 2010). Net Protein Utilization memperhitungkan nitrogen yang masuk ke dalam tubuh (Hoffman dan Falvo 2004).
Perbandingan nilai NPU dalam percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa nilai NPU dari kelompok perlakuan kasein, PEDSF, dan PEDSNF berbeda nyata (p<0.05). Nilai NPU kelompok perlakuan PEDSF (87.2) dan kasein (87.0) berbeda dengan kelompok perlakuan PEDSNF (76.9). Secara verbal, nilai NPU kelompok perlakuan PEDSF menunjukkan bahwa sebanyak 87.2% nitrogen yang dikonsumsi dari ransum PEDSF dapat tertahan dalam tubuh atau tidak terbuang bersama feses dan urin.
76.9b 87.0a 87.2a 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0
PEDSF PEDSNF Kasein
N et P rot ei n U ti li zat ion
Gambar 3 Perbandingan nilai NPU PEDSNF dan PEDSF. Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.05)
Nilai TD dan NPU PEDSF lebih tinggi dibandingkan PEDSNF dimungkinkan karena penambahan kalsium. Hal ini dikarenakan peran kalsium