• Tidak ada hasil yang ditemukan

Leukosit

Secara umum jumlah leukosit domba tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Jumlah rata-rata leukosit domba yang normal adalah 4 – 12 x 103/μl (Kelly 1984). Perubahan gambaran sel darah putih domba lokal yang diimunisasi (vaksinasi) ekstrak R. sanguineus dapat dilihat sebgai berikut.

Tabel 1 Rata-rata jumlah leukosit domba sebelum dan setelah vaksin Minggu ke- Jumlah Rata-rata Leukosit ( x103/µl)

0 9.58 ± 1.88a

2 10.10 ± 1.65a

4 10.37 ± 7.77a

6* 11.50 ± 7.77a

7 15.13 ± 2.21a

Keterangan: Huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menyatakan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05). *Uji tantang dilakukan pada minggu ke-5

Jumlah leukosit meningkat baik setelah vaksin maupun uji tantang. Pada minggu ke-0 jumlah leukosit sebelum diberi perlakuan 9.58 ± 1.88 x 103 /µl. Pemberian vaksin menyebabkan gertakan terhadap sistem kekebalan tubuh sehingga menyebabkan peningkatan jumlah leukosit. Leukosit kembali meningkat setelah vaksin kedua. Menurut Tizard (1982), pada umumnya vaksinasi melibatkan pemberian antigen yang diperoleh dari agen menular pada hewan sehingga tanggap kebal dapat meningkat.

Setelah dilakukan uji tantang pada minggu ke-5, jumlah leukosit mengalami peningkatan pada minggu ke-6 dan 7. Hewan yang divaksinasi sebelumnya telah memiliki kekebalan terhadap antigen yang masuk kedalam tubuh hewan tersebut. Di dalam tubuh hewan, terbentuk sel memori, sehingga pada infeksi kedua kalinya antibodi telah mengenali antigen yang sama. Hal ini menyebabkan produksi antibodi berjalan cepat dan lebih banyak (Tizard 1982).

Gambar 9 Perbandingan rata-rata jumlah leukosit ( x103/μl) pada domba sebelum dan setelah vaksin

Peningkatan jumlah sel darah putih setelah diberi perlakuan terjadi karena terjadi rangsangan pembentukan leukosit pada sumsum tulang yang dimobilisasi menuju pembuluh darah karena adanya reaksi tanggap kebal yang dihasilkan baik oleh vaksin maupun pada pemberian caplak (Jain 1993). Pada uji tantang, terjadi kontak langsung antara caplak dan inang. Kontak langsung ini terjadi saat caplak menghisap darah dari tubuh inang. Pada saat menghisap darah, caplak mensekresikan imunogen dan akan masuk kedalam tubuh inang. Tidak hanya antigen caplak yang bisa teridentifikasi di jaringan sekitar infeksi, tetapi ektrak caplak yang sederhana bisa digunakan untuk menstimuli sistem kekebalan tubuh inang. Tanggap kebal juga terjadi karena pengaruh saliva yang dihasilkan oleh caplak. Menurut Turni et al. (2002), saliva dari caplak dapat berpengaruh terhadap limfosit T, makrofag, neutrofil, natural cell killer dan berpengaruh terhadap kelas immunoglobulin. Saliva caplak dapat menyebabkan adanya respon hipersensitifitas (Wikel 1999), dimana merupakan komponen penting dalam respon kekebalan dapatan pada infestasi caplak. Selain itu juga mampu memodulasi sistem kekebalan berperantara sel (Wikel et al. 1994).

Pada minggu ke-7 jumlah leukosit berada diatas normal. Tizard (1982) menjelaskan, peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) menunjukkan peningkatan jumlah seluruh sel darah putih, tapi biasanya terjadi peningkatan hanya pada beberapa dari jenis leukosit seperti peningkatan neutrofil (neutrofilia) atau limfosit (limfositosis).

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 0 2 4 6 7 Jumlah  leu ko si (x  10 3/µl) Minggu Ke‐

Neutrofil

Secara umum jumlah neutrofil domba tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Jumlah neutrofil normal pada domba adalah 0.7-6 x 103/µl dari total sel darah putih (Jain 1993). Neutrofil merupakan tanggap kebal pertama dalam tubuh. Apabila ada antigen asing yang masuk kedalam tubuh maka neutrofil akan bereaksi menuju tempat antigen tersebut berada. Fungsi utama dari neutrofil adalah memfagosit dan membunuh mikroorganisme asing. Neutrofil tidak mengolah antigen sebagai persiapan guna disajikan pada sel yang peka antigen (Jain 1993).

Tabel 2 Rata-rata jumlah neutrofil domba sebelum dan setelah vaksin Minggu ke- Jumlah Rata-rata Neutrofil ( x103/µl)

0 4.91 ± 1.54a

2 4.03 ± 0.69a

4 3.95 ± 0.76a

6* 7.18 ± 5.60a

7 7.31 ± 0.82a

Keterangan: Huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menyatakan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05). *Uji tantang dilakukan pada minggu ke-5.

Pada minggu ke-0, 2, dan 4 jumlah neutrofil masih berada dalam kisaran normal. Jumlah neutrofil setelah pemberian vaksin relatif stabil, diduga neutrofil belum berespon terhadap antigen dari vaksin tersebut. Penurunan jumlah neutrofil Setelah dilakukan vaksinasi bila dibandingkan dengan sebelum perlakuan diduga neutrofil belum berespon terhadap benda asing tersebut. Menurut Tizard (1982), neutrofil memiliki cadangan energi yang terbatas dan tidak dapat diisi kembali. Karena itu walaupun neutrofil dapat sangat aktif segera setelah dilepas dari sumsum tulang, akan cepat lelah dan biasanya hanya mampu berbuat terbatas pada peristiwa fagositosis.

Setelah dilakukan uji tantang, pada minggu ke-6 dan 7 terjadi peningkatan jumlah neutrofil yang disebabkan adanya infestasi caplak. Peningkatan jumlah neutrofil biasanya dihubungkan dengan adanya agen infeksius (Lawhead 2005). Jumlah neutrofil pada minggu ke-6 dan 7 berada diatas jumlah normal. Kasus ini disebut dengan neutrofilia. Neutrofilia disebabkan oleh meningkatnya pergerakan

sel dari pool marginal, menurunnya perpindahan sel ke jaringan dan berkurangnya pengeluaran dan produksi neutrofil dari susum tulang (Jain 1993). Faktor lain yang menyebabkan neutrofilia secara fisiologis disebabkan oleh peningkatan epinefrin, stress (kortikosteroid), dan inflamasi (Messick 2006). Menurut Guyton (1995), neutrofil akan terus menerus memfagosit benda asing sampai substansi toksik dari dari partikel asing membunuh neutrofil itu sendiri. Makrofag kemudian berperan dalam memfagosit neutrofil yang mati.

Gambar 10 Perbandingan rata-rata jumlah neutrofil ( x103/μl) pada domba sebelum dan setelah vaksin

Monosit

Monosit berfungsi sebagai fagositik mononuklear. Monosit didalam jaringan disebut dengan makrofag. Makrofag memiliki peran melakukan fagositosis dan menghancurkan partikel asing dan jaringan mati serta mengolah bahan asing tersebut untuk dapat merangsang sistem tanggap kebal di tubuh sehingga terbentuk komplek antigen antibodi (Tizard 1982). Jumlah monosit normal pada domba adalah 0-750/µl dari total sel darah putih (Jain 1993). Secara umum jumlah monosit berada dalam kisaran normal. Perubahan jumlah monosit sebelum dan setelah vaksin menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05).

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 0 2 4 6 7 Jumlah  Neu tro fil  (  x  10 3/µl) Minggu Ke‐

Tabel 3 Rata-rata jumlah monosit domba sebelum dan setelah vaksin Minggu ke- Jumlah Rata-rata Monosit ( x103/µl)

0 0.44 ± 0.07a

2 0.54 ± 0.55a

4 0.10 ± 0.07a

6* 0.36 ± 0.38a

7 0.14 ± 0.11a

Keterangan: Huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menyatakan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05). * Uji tantang dilakukan pada minggu ke-5

Jumlah monosit setelah divaksinasi mengalami peningkatan pada minggu ke-2 dan turun pada minggu ke-4. Setelah dilakukan uji tantang, jumlah monosit meningkat menjadi 0.36 ± 0.38 x 103 /µl dan kembali turun pada minggu ke-7. Peningkatan jumlah monosit pada minggu ke-2 dan 6 karena adanya peradangan dan faktor yang dikeluarkan oleh neutrofil yang menyebabkan makrofag bergerak secara kemotaktik menuju tempat peradangan (Tizard 1982). Setelah memfagosit benda asing, jumlah monosit kembali turun. Hal ini menunjukkan bahwa benda asing sudah mulai berkurang baik di jaringan dan sirkulasi darah. Monosit merupakan reaksi tanggap kebal kedua setelah neutrofil. Neutrofil mampu bekerja dengan baik dalam tanggap kebal terhadap infeksi sehinga jumlah monosit relatif rendah pada minggu ke-7, namun masih berada dalam kisaran normal.

Gambar 11 Perbandingan rata-rata jumlah monosit ( x103/µl) pada domba sebelum dan setelah vaksin

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0 2 4 6 7 Jumlah  Mo nosi (x  10 3 l) Minggu Ke‐

Menurut Guyton (1995), monosit dan makrofag memiliki kerja fagositosis yang lebih hebat daripada neutrofil. Selain itu monosit dan makrofag juga menghasilkan Interferon (Brown 1980). Kerja makrofag dipengaruhi oleh adanya aktivasi oleh reseptor yang dihasilkan oleh benda asing, selain itu limfosit T (limfokin) juga mempengaruhi pergerakan makrofag untuk menuju tempat inflamasi (Anonim 2008c).

Limfosit

Dari hasil pengamatan, secara umum jumlah limfosit domba masih berada dalam kisaran normal yaitu 2-9 x 103/μl dari total sel darah putih (Jain 1993).

Tabel 4 Rata-rata jumlah limfosit domba sebelum dan setelah vaksin Minggu ke- Jumlah Rata-rata Limfosit ( x103/µl)

0 3.50 ± 0.45a

2 4.67 ± 0.90ab

4 5.85 ± 0.42bc

6* 3.24 ± 0.92a

7 7.09 ± 1.90c

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menyatakan perbedaan yang nyata (P<0.05). *Uji tantang dilakukan pada minggu ke-5. Jumlah limfosit pada minggu ke-0 (sebelum perlakuan) yaitu 3.50 ± 0.45 x 103 /µl. Pada minggu ke-2 dan 4, limfosit mengalami peningkatan yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Menurut Tizard (1982), apabila dosis antigen kedua diberikan pada hewan, maka akan merangsang lebih banyak lagi sel peka antigen daripada dosis pertama. Karena itu tanggap kebal sekunder secara kuantitatif lebih besar dan cepat daripada tanggap kebal primer. Setelah dilakukan uji tantang, terjadi penurunan jumlah limfosit menjadi 3.24 ± 0.92 x 103 /µl dan terjadi peningkata yang berbeda nyata (P<0.05) pada minggu ke 7 menjadi 7.09 ± 1.90 x103 /µl.

Menurut Tizard (1982), limfosit terdiri dari limfosit T dan limfosit B. Limfosit B menghasilkan antibodi sedangkan limfosit T menimbulkan kekebalan berperantara sel. Antigen yang terikat pada sel-sel ini merupakan mula kejadian

pada tanggap kebal. Dalam menghadapi sebuah antigen limfosit B tidak langsung sendiri. Kondisi pertama bahwa antigen diolah oleh makrofag sebagai Antigen

Presenting Cell (APC). Antigen yang telah diolah ini akan dikenali oleh limfosit

T, kemudian memperbanyak diri. Sel T juga akan mengeluarkan Interleukin yang memberikan informasi pada sel B. kemudian sel B menghasilkan antibodi untuk mengikat antigen. Fungsi antibodi yaitu sebagai penetral antigen dengan cara pengendapan, penggumpalan dan bloking. Selain itu menghasilkan opsonin untuk mempermudah eliminasi antigen oleh fagosit.

Gambar 12 Perbandingan rata-rata jumlah limfosit ( x103/µl) pada domba sebelum dan setelah vaksin

Peningkatan limfosit bisa terjadi secara fisiologis yaitu dengan meningkatnya epineprin. Peningkatan jumlah limfosit bisa terjadi pada hewan muda lebih banyak dari pada hewan tua (contoh: kucing) dan hewan tua lebih banyak dari pada hewan muda (contoh: kuda). Limfosit juga meningkat sebagai respon terhadap antigen asing yang masuk kedalam tubuh. Kadang-kadang bisa terjadi pada kondisi inflamasi kronis (Jain 1993).

Eosinofil

Secara umum perubahan jumlah eosinofil sebelum dan setelah vaksin menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05). Jumlah neutrofil normal pada domba adalah 0-1 x 103/µl dari total sel darah putih (Jain 1993).

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 0 2 4 6 7 Jumlah  Li mfos it  (x  10 3/µl ) Minggu Ke‐

Tabel 5 Rata-rata jumlah eosinofil domba sebelum dan setelah vaksin Minggu ke- Jumlah Rata-rata Eosinofil ( x103/µl)

0 0.72 ± 0.58a

2 0.80 ± 0.96a

4 0.41 ± 0.36a

6* 0.71 ± 0.93a

7 0.59 ± 0.46a

Keterangan: Huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menyatakan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05). * Uji tantang dilakukan pada minggu ke-5

Jumlah eosinofil setelah di vaksin mengalami penurunan pada minggu ke-2 dan 4 terhadap bila dibandingkan sebelum diberi perlakuan. Menurut Martini (1992), eosinofil bekerja memfagosit, tetapi secara umum mengabaikan bakteri dan sel debris. Eosinofil merupakan sel fagosit terhadap komponen asing yang telah bereaksi dengan antibodi. Setelah dilakukan uji tantang pada minggu ke-6 dan menurun kembali pada minggu ke-7. Kortikosteroid menyebabkan turunnya jumlah eosinofil darah dengan cepat. Hal ini disebabkan kortikosteroid mengganggu pelepasan granulosit dari sumsum tulang ke dalam aliran darah (Anonim 2008c).

Gambar 13 Perbandingan rata-rata jumlah eosinofil ( x103/µl) pada domba sebelum dan setelah vaksin

Menurut Tizard (1982), eosinofil memfagosit tidak seefisien neutrofil, tetapi memiliki lisosom dan mengadakan letupan pernafasan bila terangsang dengan tepat. Eosinofil memiliki fungsi yang istimewa yaitu menyerang dan menghancurkan larva cacing yang menyusup. Jumlah sel eosinofil akan

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 0 2 4 6 7 Jumlah  Eo si n o fi l (x10 3 l) Minggu Ke‐

meningkat pada saat terjadi reaksi alergi atau infeksi oleh parasit. Eosinofil dapat menetralisir kerja histamin yang dihasilkan dari basofil (Tizard 1982). Dalam jaringan, eosinofil ditemukan dalam jaringan ikat di bawah epitel kulit, bronkus, saluran cerna, uterus, dan vagina. Jika terjadi infeksi cacing parasit maka akan dapat ditemukan eosinofil yang mengelilinginya (Anonim 2008c).

Basofil

Jumlah basofil normal pada domba adalah 0-0.3 x 103/µl (Jain 1993). Gambaran darah pada minggu ke-0, 2,4, 6 dan 7 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6 Rata-rata jumlah basofil domba sebelum dan setelah vaksin Minggu ke Jumlah Rata-rata Eosinofil (x103/µl)

0 0.01 ± 0.01a

2 0.06 ± 0.03b

4 0.06 ± 0.03b

6* 0.02 ± 0.03a

7 0.00 ± 0.00a

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menyatakan perbedaan yang nyata (P<0.05). * Uji tantang dilakukan pada minggu ke-5 Jumlah basofil pada setelah divaksinasi terjadi peningkatan yang berbeda nyata (P<0.05) pada minggu ke-2 yaitu 0.06 ± 0.03 x103 sel/μl dibandingkan dengan minggu ke-0 sebelum perlakuan. Lalu jumlahnya relatif tetap pada minggu ke-4. Peningkatan jumlah basofil pada minggu ke-2 setelah diimunisasi dengan ektrak R. sanguineus diduga adanya reaksi hipersensitifitas atau alergi. Kejadian hipersensitifitas ini bisa disebabkan oleh faktor lingkungan. Reaksi hipersensitifitas ini terjadi akibat reaksi yang timbul ketika caplak menghisap darah pada tubuh inang. Jumlah basofil cenderung meningkat didalam darah perifer pada keadaan dimana terdapat juga peningkatan jumlah eosinofil (Jain 1993). Setelah dilakukan uji tantang, terjadi penurunan jumlah basofil yang berbeda nyata (P>0.05) pada minggu ke-6. Penurunan yang tidak berbeda nyata (P>0.05) terjadi kembali pada minggu ke-7. Penurunan jumlah basofil menunjukkan bahwa reaksi hipersensitifitas dan alergi yang disebabkan oleh caplak sudah mulai berkurang.

Gambar 14 Perbandingan rata-rata jumlah Basofil ( x103/μl) pada domba sebelum dan setelah vaksin

Menurut Swenson (1984), secara histologi basofil mirip dengan sel mast. Di daerah inflamasi, basofil akan menghasilkan heparin, histamin, bradykinin, serotonin, dan enzim lisosom. Basofil dan mast sel memiliki reseptor untuk immunoglobulin E (IgE) yang diproduksi pada reaksi alergi.

0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0 2 4 6 7 Jum lah  Basofil  (x  103 l) Minggu Ke‐

Dokumen terkait