• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi hati sebagai penawar racun didukung oleh daya regenerasi hepatosit yang luar biasa dan sudah diketahui sejak lama. Pada hati normal diketahui bahwa lobektomi sebanyak 70% pada hati mengakibatkan proliferasi sel-sel hati yang sangat cepat, sehingga dalam dua hingga tiga minggu bagian hati yang hilang dapat diganti kembali. Meskipun demikian, kerusakan yang berjalan terus-menerus tetap saja akan menimbulkan kerusakan parah pada hati (Guyton dan Hall 2006).

Hasil pengamatan dari 17 sampel preparat histopatologi hati Pteropus

vampyrus dengan pewarnaan HE menunjukkan adanya beberapa lesio.

Lesio-lesio tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Sampel nomor 22, 23, 44, B1, B3, B4, B5, C10, dan C14 memiliki bentuk hepatosit yang normal, sedangkan pada sampel nomor 24, 25, 35, 42, 43, 46, C2, dan C5 terdapat lesio pada jaringan hati. Kerusakan hepatosit dikarenakan adanya infiltrasi radang granuloma yang ditemukan pada sampel 24, 25, dan C2 dan degenerasi hidropis yang ditemukan pada sampel 35, 42, 43, 46, C2, dan C5.

Kongesti terjadi hampir pada semua sampel, kecuali sampel 43, B1, B3, C5, C10, dan C14. Kongesti merupakan akumulasi eritrosit pada pembuluh vena. Kongesti pada hati bisa disebabkan oleh kegagalan jantung kanan (Vegad dan Swamy 2010). Kegagalan jantung kanan akan membuat sirkulasi darah dari jantung ke hati mengalami gangguan. Hal ini dapat menyebabkan akumulasi eritrosit pada vena-vena di hati. Akumulasi eritrosit juga terjadi pada sinusoid-sinusoid hati yang selanjutnya akan menyebabkan dilatasi pada sinusoid-sinusoid-sinusoid-sinusoid tersebut. Dilatasi dan akumulasi eritrosit juga terjadi pada vena sentralis. Akumulasi eritrosit dan dilatasi pada vena-vena hati ini akan menyebabkan terganggunya suplai oksigen dan nutrisi kepada hepatosit. Daerah yang akan mengalami kerusakan pertama kali dari kejadian ini adalah zona sentrilobular (Suriawinata dan Thung 2011). Zona sentrilobular merupakan daerah di sekitar vena sentralis yang merupakan daerah paling jauh dari sumber oksigen dan nutrisi. Zona sentrilobuler akan mengalami hipoksia karena kekurangan oksigen dan nutrisi. Menurut Vegad dan Swamy (2011) hipoksia yang berkelanjutan akan

15

menyebabkan atrofi hepatosit, nekrosis, dan degenerasi pada zona sentrilobuler. Kerusakan yang berkelanjutan akan menyebabkan hal yang sama pada hepatosit zona midzonal dan periportal. Jaringan hati yang mengalami nekrosis akan digantikan dengan pembentukan jaringan ikat atau fibrosis (Price dan Lorraine 2006).

Tabel 1 Lesio pada hati Pteropus vampyrus dengan pewarnaan HE

No sampel

Asal sampel

Lesio yang ditemukan

Daerah segitiga porta Daerah diluar segitiga porta 22 Manado Terdapat vakuola lemak pada

dinding arteri (tunika intima)

Kongesti 23 Manado Terdapat vakuola lemak pada

dinding arteri (tunika intima)

Kongesti 24 Manado Terdapat vakuola lemak pada

dinding arteri (tunika intima) dan fibrosis

Sarang radang granuloma, multifokus, kongesti, dan nekrosis hepatosit 25 Manado Sarang radang granuloma

multifokus, terdapat vakuola lemak pada dinding arteri (tunika intima), dan fibrosis

Sarang radang granuloma multifokus, fibrosis, nekrosis sentrilobuler, dilatasi sinusoid, kongesti, dan atrofi hepatosit 35 Manado Tidak ditemukan perubahan Degenerasi hidropis, dilatasi

sinusoid, dan kongesti 42 Manado Tidak ditemukan perubahan Degenerasi hidropis, dilatasi

sinusoid, dan kongesti 43 Manado Terdapat vakuola lemak pada

dinding arteri (tunika intima)

Degenerasi hidropis 44 Manado Terdapat vakuola lemak pada

dinding arteri (tunika intima)

Kongesti 46 Manado Terdapat vakuola lemak pada

dinding arteri (tunika intima)

Degenerasi hidropis, dilatasi sinusoid, dan kongesti B1 Ciamis Terdapat vakuola lemak di

lumen arteri (tunika intima)

Tidak ditemukan perubahan B3 Ciamis Terdapat vakuola lemak pada

dinding arteri (tunika intima)

Tidak ditemukan perubahan B4 Ciamis Tidak ditemukan perubahan Kongesti

B5 Ciamis Terdapat vakuola lemak pada dinding arteri (tunika intima)

Dilatasi sinusoid dan kongesti C2 Ciamis Tidak ditemukan perubahan Degenerasi hidropis, kongesti, nekrosis hepatosit, dan sarang radang granuloma multifokus C5 Ciamis Terdapat vakuola lemak pada

dinding arteri (tunika intima)

Degenerasi hidropis C10 Ciamis Terdapat vakuola lemak pada

dinding arteri (tunika intima)

Tidak ditemukan perubahan C14 Ciamis Terdapat vakuola lemak pada

dinding arteri (tunika intima)

16

Degenerasi hidropis merupakan salah satu lesio yang terjadi karena kongesti. Price dan Lorraine (2006) menyatakan bahwa degenerasi hidropis merupakan respon awal hepatosit terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik. Degenerasi hidropis adalah perubahan yang bersifat reversible, sehingga apabila paparan toksik dihentikan sel yang mengalami kerusakan akan kembali normal. Degenerasi yang terus berlanjut akan menyebabkan kematian sel. Kematian sel hati menyebabkan hepatosit tidak dapat kembali ke bentuk normal (irreversible). Degenerasi hidropis merupakan peristiwa meningkatnya kadar air di intraseluler yang menyebabkan sitoplasma dan organel-organel membengkak dan membentuk vakuola-vakuola. Rusaknya permeabilitas membran sel menyebabkan terhambatnya aliran sodium keluar dari sel, sehingga menyebabkan ion-ion dan air masuk secara berlebihan ke dalam sel. Degenerasi hidropis bisa disebabkan karena kurangnya oksigen, defisiensi kalsium, shok berat, dan diabetes mellitus (Rusmiati dan Lestari 2004).

Vakuola-vakuola ditemukan pada dinding arteri bagian dalam (tunika intima) pada sampel 22, 23, 24, 25, 43, 44, 46, B1, B3, B5, C5, C10, dan C14. Gambaran seperti ini juga ditemukan pada awal kejadian aterosklerosis pada primata yang mengalami obesitas (Finn et al. 2010). Perubahan yang lain adalah pembentukan jaringan fibrosis merupakan jaringan yang terbentuk untuk menggantikan jaringan yang mati. Fibrosis terjadi karena adanya peningkatan jumlah matriks ekstraseluler, perubahan dari tipe kolagen, dan perubahan lokasi deposisi kolagen. Sel Ito berperan penting dalam proses kejadian fibrosis, sel ini akan berubah fungsi dari sel tempat menyimpan vitamin A menjadi sel tipe myofibroblast. Fibrosis yang sering ditemukan adalah fibrosis sentrilobuler yang terjadi karena hepatitis toksik yang kronis. Fibrosis yang parah dapat menyebabkan sirosis hati (Vegad dan Swamy 2010).

17

Gambar 6 Hati, dilatasi sinusoid (D) dan kongesti (K), sampel nomor 42. Pewarnaan HE, skala Bar 40 μm.

Gambar 7 Sel-sel hati mengalami degenerasi hidropis secara luas ditemukan pada sampel 35. Pewarnaan HE, skala Bar 40 μm.

K

D

18

Adanya kerusakan hepatosit dan ditemukannya sel-sel radang menunjukkan bahwa sampel nomor 24, 25, dan C2 mengalami hepatitis. Hepatitis merupakan peradangan yang terjadi pada hati (Corwin 2000). Menurut Vegad dan Swamy (2010) hepatitis dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu hepatitis akut dan hepatitis kronis. Menurut Suriawinata dan Thung (2011) hepatitis akut merupakan kerusakan hepatosit yang ditandai dengan lebih dominannya sel-sel radang pada daerah parenkim daripada daerah porta. Hepatitis akut ditandai dengan masih ditemukan perdarahan dan belum terbentuk jaringan fibrosis dan kadang-kadang ditemukan kerusakan pada lumen pembuluh empedu, sedangkan hepatitis kronis disebabkan oleh stimulasi agen yang berkelanjutan dan ditandai dengan terbentuknya jaringan fibrosis. Hepatitis kronis terdiri atas hepatitis granulomatosa dan hepatitis kronik supuratif. Hepatitis granulomatosa ditandai dengan terbentuknya sarang radang granuloma akibat infeksi agen yang sulit difagosit, sedangkan hepatitis kronik supuratif dicirikan dengan adanya abses. Ketiga sampel hati pada penelitian ini termasuk dalam hepatitis kronis karena ditandai dengan terbentuknya sarang radang granuloma (Ferrell dan Kakar 2011). Sarang radang granuloma ditemukan pada sampel 24, 25, dan C2. Menurut Suriawinata dan Thung (2011) sarang radang granuloma merupakan peradangan dengan sekumpulan makrofag yang disertai limfosit dan sel plasma; kadang-kadang ditemukan juga netrofil dalam jumlah minimal. Penyebab dari radang granuloma sering tidak diketahui dan biasanya merupakan bagian dari infeksi sistemik. Pada sampel 24 dan 25 ditemukan infiltrasi sel-sel radang yang terdiri dari sel netrofil, makrofag, dan limfosit, sedangkan pada sampel C2 ditemukan limfosit, makrofag, giant cell, serta sedikit netrofil. Pewarnaan PAS yang dilakukan pada sampel 24, 25, dan C2 menunjukkan hasil negatif terhadap keberadaan parasit maupun jamur. Hal ini menunjukan bahwa hepatitis disebabkan oleh agen yang non-spesifik.

19

Gambar 8 Hati, ditemukan granuloma pada sampel 25, ditunjukkan dengan infiltrasi neutrofil (N), mafrofag (M) dan limfosit (L). Pewarnaan HE, skala Bar 40 μm.

Gambar 9 Hati, radang granuloma pada sampel C2, dikelilingi oleh sel-sel hati yang mengalami degenerasi hidropis (H). Pewarnaan HE, skala Bar 40 μm.

H

N

L

20

Hepatitis yang terjadi pada hati bisa disebabkan oleh beberapa penyebab. Hepatitis yang disebabkan oleh bakteri secara mikroskopis dapat ditandai dengan adanya infiltrasi sel netrofil dan limfosit pada lobulus hati dan terbentuk abses. Selain itu, dilatasi dan proliferasi pembuluh empedu juga dapat ditemukan (Vegad dan Swamy 2010). Sebagai perbandingan, hepatitis pada penyakit Q fever yang menginfeksi manusia secara mikroskopik menunjukkan infiltrasi radang granuloma yang terdiri dari limfosit, giant cell, dan kadang-kadang ditemukan eosinofil dan netrofil. Radang granuloma yang terbentuk biasanya dikelilingi oleh jaringan fibrin sehingga sering disebut fibrin ring granulomas (Ferrell dan Kakar 2011).

Hepatitis akut yang disebabkan oleh virus secara mikroskopis ditandai dengan adanya infiltrasi sel limfosit di daerah porta, nekrosis hepatosit, dan degenerasi hidropis yang pada awal infeksi dapat ditemukan pada zona sentrilobuler, hiperplasia sel Kupffer, dan terbentuk jaringan fibrosis jika terjadi infeksi kronis. Selain itu, jika dilakukan pewarnaan PAS akan menunjukkan adanya peningkatan aktivitas lisosom pada daerah yang mengalami nekrosis (Vegad dan Swamy 2010).

Hepatitis karena infeksi histoplasma sp ditandai dengan terbentuknya sarang radang granuloma yang terdiri dari giant cell dan limfosit. Selain itu, sering juga ditemukan intracytoplasmic encapsulated yeast diantara sel-sel radang. Pewarnaan PAS akan menunjukkan adanya bentukan oval yang tipis di sekitar peradangan (Vegad dan Swamy 2010). Sedangkan pada White Nose Syndrome (WNS) yang menginfeksi spesies Myotis lucifugus di Eropa, kerusakan ditemukan pada daerah sayap serta kulit, tidak ditemukan lesio pada hati. WNS menyerang kelelawar pada saat hibernasi dan diduga disebabkan oleh jamur yang menyerang permukaan kulit dan rambut serta Geomyces sp. Agen akan masuk kedalam tubuh, selanjutnya akan masuk ke dalam kulit dan otot. Masuknya agen ini tidak menimbulkan respon peradangan pada kelelawar yang sedang hibernasi, tetapi akan menyebabkan suhu tubuh turun, metabolisme menurun, serta penurunan sistem imun (Uphoff et al. 2009).

Dokumen terkait