• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Gambaran Umum Wilayah

Kelurahan Empang dan Kelurahan Tegallega merupakan dua kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Bogor Tengah. Kelurahan Empang terletak di daerah yang dekat dengan pusat perbelanjaan Bogor Trade Mall, rel kereta api, dan Taman Makam Pahlawan sedangkan Kelurahan Tegallega berada di dekat kampus Universitas Pakuan, bersampingan dengan jalan tol jagorawi dan di belakang pusat perbelanjaan Botani Square. Kedua Kelurahan tersebut berada di wilayah Kota Bogor.

Kelurahan Empang memiliki luas wilayah sebesar 0.79 ha dengan jumlah penduduk sebanyak 21 680 dengan rata-rata per rumah tangga adalah 4.22 persen. Kelurahan Empang tersebar menjadi 20 RW dengan 116 RT dan memiliki 23 posyandu dan 3 PAUD yang terletak di RW 04, 10 dan 14. Jumlah keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1 sebesar 896 kepala keluarga yang menyebar di 20 RW, namun hanya 5 RW yang memiliki jumlah penduduk pra sejahtera dan

12

keluarga sejahtera 1 terbanyak. Kondisi Kelurahan Empang yang terletak di dekat bantaran sungai, dan rel kereta api membuat tata ruang di daerah tersebut sangat padat, selain itu lingkungannya pun kurang kondusif.

Kelurahan Tegallega memiliki luas wilayah 1.23 ha dengan jumlah penduduk sebesar 20 114 yang tersebar menjadi 10 RW dengan jumlah posyandu sebanyak 22. Jumlah keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1 sebanyak 950 kepala keluarga. Kondisi lingkungan Kelurahan Tegallega yang berada di dekat tol jagorawi, di depan Universitas Pakuan dan di belakang pusat perbelanjaan sehingga banyak pemukiman padat penduduk dan kumuh, selain itu terdapat tempat yang menjadi komunitas pemulung, pengemis dan pekerja seksual yaitu di RW 06 RT 04.

Karakteristik Anak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar anak usia prasekolah yang dijadikan contoh adalah berjenis kelamin perempuan (60.2%) dan sisanya berjenis kelamin laki-laki (39.8%). Separuh dari total contoh (50%) mengikuti pendidikan anak usia dini (PAUD). Sementara itu, lebih dari separuh anak (63.2%) yang mengikuti PAUD berjenis kelamin perempuan dan sisanya berjenis kelamin laki-laki (36.8%). Hal ini menunjukkan bahwa anak perempuan lebih banyak yang mengikuti PAUD dibandingkan anak laki-laki. Lebih dari separuh anak (89.7%) yang mengikuti PAUD berada pada rentang usia 5-6 tahun, rentang usia 4-5 sebanyak 10.3 persen dan rentang usia 3-4 tahun sebanyak 0 persen. Hampir separuh anak yang tidak mengikuti PAUD berada pada rentang usia 5-6 tahun (44.9%) dan rentang usia 4-5 sebanyak (42.8%) tahun serta sisanya sebanyak 12.3 persen berada pada rentang usia 3-4 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir sebagian anak (42.9%) adalah anak bungsu, anak sulung (30.6%), dan sisanya anak tengah (26.5%). Selain itu anak yang mengikuti PAUD hampir sebagian merupakan anak sulung dan anak bungsu dengan persentase sebesar 38.78 persen. Sementara itu anak yang tidak mengikuti PAUD lebih banyak merupakan anak bungsu (46.9%), sisanya anak tengah (30.6%), dan anak sulung (22.45%).

Karakteristik Keluarga

Usia ayah pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD menyebar pada kategori dewasa muda dan dewasa madya dengan persentase masing- masing sebesar 53.1 persen dan 46.9 persen dengan usia rata-rata 33.36 tahun. Sementara itu, usia ibu berada pada kategori dewasa muda (84.7%) dengan usia rata-rata 38.71 tahun. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar anak yang mengikuti PAUD memiliki ayah dengan rentang usia dewasa madya (51.1%) dan hampir keseluruhan anak (81.6%) memiliki ibu dengan usia yang berada pada rentang dewasa muda. Sementara itu, pada anak yang tidak mengikuti PAUD sebagian besar usia ayah maupun ibu berada pada rentang dewasa muda (57.1 % dan 87.7 %) (Tabel 2).

13

Tabel 2 Sebaran anak berdasarkan usia ibu dan ayah pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

Usia orang tua (tahun)

PAUD Tidak PAUD Total

Ayah Ibu Ayah Ibu Ayah Ibu

% % % % % %

Dewasa muda (18-40) 48.9 81.6 57.1 87.7 53.1 84.7

Dewasa madya(40-60) 51.1 18.4 42.9 12.3 46.9 15.3

Dewasa akhir (>61) 0 0 0 0 0.0 0.0

Total 100 100 100 100 100 100

Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dari karakteristik keluarga yang terdiri dari besar keluarga, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan per kapita, usia ayah, dan usia ibu. Namun, hanya besar keluarga, pendidikan ayah, dan pendidikan ibu yang berbeda signifikan dengan anak yang mengikuti PAUD dan anak yang tidak mengikuti PAUD. Lama pendidikan ayah berbeda signifikan pada anak yang mengikuti PAUD dan anak yang tidak mengikuti PAUD dengan nilai rataan lama pendidikan ayah pada anak yang mengikuti PAUD lebih tinggi dibandingkan lama pendidikan ayah pada anak yang tidak mengikuti PAUD (9.10 dan 7.47). Selain itu lama pendidikan ibu juga berbeda signifikan pada anak yang mengikuti PAUD dan anak yang tidak mengikuti PAUD dengan nilai rataan lama pendidikan ibu yang anak mengikuti PAUD lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD (8.45 dan 6.67). Hal ini dapat disimpulkan bahwa anak yang mengikuti PAUD memiliki orang tua yang lebih baik pendidikannya dibandingkan orang tua yang anaknya tidak mengikuti PAUD. Sementara itu besar keluarga pada anak yang mengikuti PAUD lebih sedikit dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD dengan nilai rataan (4.53 dan 5.14). Besar keluarga mempengaruhi kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dan fasilitas anak. Semakin besar keluarga pada keluarga miskin maka kebutuhan anak akan sulit untuk terpenuhi, salah satunya adalah pendidikan. Data sebaran pekerjaan orang tua menunjukkan 79 persen ayah yang berprofesi sebagai buruh dan sisanya menyebar pada perkerjaan pedagang dan wirasawasta. Sementara itu, sebesar 79 persen ibu berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

Lokasi penelitian yaitu wilayah miskin perkotaan yang memiliki jumlah keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1 terbanyak di dua kecamatan Kota Bogor berdasarkan indikator BKKBN. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata pendapatan per kapita keluarga sebesar Rp427 130 yaitu diatas garis kemiskinan BPS Kota Bogor (2015). Sementara itu, sebanyak 48 persen keluarga berada pada kategori miskin dengan pendapatan per kapita dibawah garis kemiskinan BPS Kota Bogor (2015) yaitu sebesar Rp360 518, dan lebih dari separuh (52%) keluarga berada pada kategori tidak miskin dengan pendapatan per kapita diatas garis kemiskinan BPS Kota Bogor (2015). Hal ini menunjukan bahwa masih terdapat keluarga yang berada pada kategori tidak miskin berdasarkan garis kemiskinan BPS Kota Bogor (2015).

14

Tabel 3 Nilai rataan, standar deviasi, dan koefisien uji beda berdasarkan karakteristik keluarga pada anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD

Variabel PAUD Tidak PAUD PAUD Tidak PAUD Total p-value

Min-max Rataan±Std Rataan±Std

Besar keluarga (orang) 3-9 3-9 4.53±1.35 5.14±1.514 4.84 ±1.46 0.038* Pendidikan ayah(tahun) 6-12 6-12 9.10±2.60 7.47±2.923 8.29±28.7 0.004* Pendidikan ibu (tahun) 3-12 2-12 8.45±2.83 6.67±3.147 7.56±3.12 0.004* Pendapatan perkapita (Rp/bulan) 20 000±1 566 667 116 667 ± 1 500 000 458 390±3.02777 395 880±2.160820 427 130 ± 2.6354 0.243

Usia ayah (tahun) 23-52 25-60 38.73±6.63 38.84±6.82 38.79±6.69 0.940

Usia ibu (tahun) 23-45 20-50 33.94±5.68 33.16±6.19 33.55±5.92 0.520

Keterangan: * signifikan pada p-value<0.05; ** signifikan pada p-value<0.01 Gaya Pengasuhan

Gaya pengasuhan adalah proses pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua dengan menerapkan empat model pengasuhan yaitu orang tua yang mengabaikan, orang tua yang tidak menyetujui, laissez fairez, dan orang tua pelatih emosi. Hasil penelitian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara empat dimensi gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD. Namun, dapat terlihat dimensi orang tua pelatih emosi memiliki nilai rataan lebih tinggi dibandingkan nilai rataan dimensi yang lain pada anak yang mengikuti PAUD maupun yang tidak mengikuti PAUD.

Tabel 4 Nilai rataan, standar deviasi, dan koefisien uji beda berdasarkan dimensi gaya pengasuhan pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

Gaya pengasuhan PAUD Tidak PAUD p-value

Rataan ±Std Rataan ±Std

Orang tua pengabai 54.51 ±10.06 54.00 ±9.63 0.798

Orang tua tidak menyetujui 59.86 ±14.91 59.94±14.37 0.971

Orang tua laissez fairez 44.57 ±20.29 50.00 ±21.77 0.221

Orang tua pelatih emosi 65.88 ±16.67 65.08 ±17.04 0.814

Keterangan: * signifikan pada p-value<0.05; ** signifikan pada p-value<0.01

Tabel 5 menunjukkan bahwa kecenderungan gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua adalah gaya pengasuhan pelatih emosi (48%). Hal ini menunjukkan bahwa hampir separuh orang tua menerapkan gaya pengasuhan pelatih emosi dalam kehidupan sehari-hari baik pada anak yang mengikuti PAUD maupun tidak mengikuti PAUD. Orang tua pelatih emosi menerima berbagai bentuk emosi yang dirasakan oleh anak tetapi masih dalam batasan yang jelas. Hal ini terlihat pada sebaran gaya pengasuhan yaitu sebanyak 88.8 persen orang tua bertanya ketika anak bersedih dan mencoba menanyakan apa yang dipikirkan dan penyebab dari kesedihan yang dialami oleh anak, 87.8 persen orang tua ketika anak

15

bersedih, mengajak untuk berbicara dan berusaha semakin akrab dan sebanyak 55.1 persen orang tua menginginkan anak untuk mengungkapkan kesedihannya.

Tabel 5 Sebaran anak berdasarkan gaya pengasuhan pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

Gaya pengasuhan PAUD Tidak PAUD Total

n % n % n %

Orang tua pengabai 3 6.1 3 6.1 6 6.1

Orang tua tidak menyetujui 11 22.4 14 28.6 25 25.5

Orang tua laissez fairez 10 20.4 11 22.4 21 21.5

Orang tua pelatih emosi 25 51.1 21 42.9 46 46.9

Total 49 100.0 49 100.0 98 100.0

Kelekatan Ibu-Anak

Kelekatan adalah ikatan emosional dalam hubungan ibu-anak yang dapat menentukan kualitas hubungan antar keduanya. Hasil penelitian pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelekatan ibu-anak yang mengikuti PAUD dan anak yang tidak mengikuti PAUD. Namun, jika dilihat dari nilai rataan, anak yang mengikuti PAUD memiliki nilai rataan yang lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD (58.00 dan 55.3). Hal ini memperlihatkan bahwa anak yang mengikuti PAUD lebih lekat dengan ibunya dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD. Setengah dari total anak memiliki kelekatan dengan kategori rendah terhadap ibunya (59%). Hal ini terlihat bahwa hampir separuh dari anak (44.9%) yang tidak ikut ketika ibunya berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain, selain itu hampir sebagian anak (51.0%) tidak mencari keberadaan ibunya, ketika anak bermain disekitar rumah, dan sebanyak 64.3 persen ketika anak marah atau terluka, dia akan tenang ketika ada orang lain yang menenangkan selain saya. Hal ini menunjukkan bahwa anak tidak terlalu dekat dengan figur ibu.

Tabel 6 Sebaran anak berdasarkan kelekatan ibu-anak pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

Kelekatan PAUD Tidak PAUD Total

n % n % n % Rendah (<60) 28 57.1 30 61.2 58 59.2 Sedang (60-80) 19 38.7 18 36.7 37 37.7 Tinggi (>80) 2 4.2 1 2.1 3 3.1 Total 49 100.0 49 100.0 98 100.0 Rataan±std 58.0±12.7 55.3±15.3 57.0±14.4 p-value 0.246

Keterangan: * signifikan pada p-value<0.05; ** signifikan pada p-value<0.01

Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk menyadari perasaan dan mampu berempati serta menghibur (Goleman 2015). Hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa dari lima dimensi kecerdasan emosi hanya satu dimensi yang tidak berbeda signifikan dengan anak yang mengikuti PAUD dan anak yang tidak mengikuti PAUD yaitu dimensi pengaturan diri, sedangkan empat dimensi yang

16

lain berbeda signifikan dengan anak yang mengikuti PAUD dan anak yang tidak mengikuti PAUD yaitu dimensi kesadaran diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Selain itu, terdapat perbedaan sangat signifikan antara kecerdasan emosi anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD dengan rata-rata kecerdasan emosi anak yang mengikuti PAUD lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD (66.53 dan 57.98). Hal ini menunjukkan bahwa anak yang mengikuti PAUD memiliki kecerdasan emosi yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD.

Tabel 7 Nilai rataan, standar deviasi, dan koefisien uji beda berdasarkan dimensi kecerdasan emosi pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

Dimensi Kecerdasan Emosi PAUD Tidak PAUD p-value

Rataan ±Std Rataan ±Std Kesadaran diri 69.39±15.46 58.98±17.94 0.003** Pengaturan diri 60.37±24.32 56.46±23.40 0.419 Motivasi 72.62±13.81 60.37±20.93 0.001** Empati 59.43.±19.68 47.70±19.41 0.004* Keterampilan sosial 70.82±13.82 65.20±16.20 0.068*

Total kecerdasan emosi 66.53±9.51 57.98±11.28 0.000**

Keterangan: *signifikan pada p-value<0.05; **signifikan pada p-value<0.01

Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD berada pada kategori sedang (64.3%) pada dimensi kesadaran diri. Sementara itu pada anak yang mengikuti PAUD berada pada kategori sedang (69.4%) dan anak yang tidak mengikuti PAUD berada di kategori sedang (59.2%). Terlihat pada sebaran jawaban pada bahwa 43.9 persen anak merasakan sedih apabila ayah atau ibu tidak jadi membelikan mainan, 60.2 persen anak merasa takut apabila dikejar oleh anjing, dan 74.5 persen merasakan takut ketika mendapat hadiah dari ibu dan ayah. Hal ini menunjukkan bahwa anak usia prasekolah kadang-kadang sudah dapat menyadari apa yang dirasakaan seperti perasaan sedih, takut dan senang, namun belum secara konsisten mengenali perasaan yang timbul. Separuh dari total anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD berada pada kategori rendah pada dimensi pengaturan diri (55%) dan dimensi empati (56%), hal ini berarti separuh dari anak belum mampu mengatur perasaannya dan mengenali emosi orang lain. Jika dilihat dari sebaran jawaban pada dimensi pengaturan diri sebanyak 53.1 persen anak tidak pernah memberitahu ibu ketika sedang senang, 57.1 persen anak merebut mainan baru dengan teman, sementara itu pada dimensi emapati sebanyak 39.8 persen anak tidak pernah menjenguk ketika temannya sakit.

Lebih dari separuh anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD berada pada kategori sedang (53%) pada dimensi motivasi dan dimensi keterampilan sosial (61%) ini menunjukkan bahwa anak, terkadang dapat memotivasi diri sendiri serta membina hubungan baik dengan orang lain. Terlihat pada sebaran jawaban dimensi motivasi sebanyak 61.2 persen anak sudah dapat mandi sendiri, 60.2 persen anak dapat makan sendiri serta lebih dari separuh anak (63.3%) tidak perlu ditunggui orang tua ketika bermain di rumah tetangga, namun 37 persen anak malas untuk mengerjakan perkerjaan rumah yang diberikan ibu. Sementara pada dimensi keterampilan sosial 95.9 persen anak memiliki banyak

17

teman, 53 persen anak saling bergantian dengan teman ketika sedang bermain. Lebih dari separuh anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD (56%) memiliki kecerdasan emosi berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa anak prasekolah belum konsisten mengenali, menyadari dan mengelola emosinya secara tepat. Hal ini terlihat pada sebaran jawaban pada dimensi kesadaran diri, pengaturan diri, empati, motivasi dan keterampilan sosial.

Tabel 8 Sebaran anak berdasarkan dimensi kecerdasan emosi pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

Dimensi Kecerdasan emosi

PAUD Tidak PAUD Total

R S T R S T R S T % % % % % % % % % Kesadaran diri 16.4 69.4 14.2 36.7 59.2 4.1 26.5 64.3 9.2 Pengaturan diri 46.9 24.5 28.6 63.3 16.3 20.4 55.1 20.4 24.5 Motivasi 18.4 46.9 34.7 53.1 26.5 20.4 35.7 36.7 27.6 Empati 44.9 36.7 18.4 67.3 30.6 2.1 56.1 33.7 10.2 Keterampilan sosial 16.3 63.3 20.4 28.6 61.2 10.2 22.4 62.2 15.4 Total kecerdasan emosi 26.5 65.3 8.2 53.1 46.9 0 39.8 56.1 4.1

Keterangan: R=rendah, S=sedang, T=tinggi

Hubungan Karakteristik Anak, Karakteristik Keluarga, Gaya Pengasuhan, Kelekatan Ibu-Anak, dan Kecerdasan Emosi Anak

Hasil uji korelasi antara karakteristik anak yang terdiri dari usia, dan karakteristik keluarga yang terdiri dari usia ibu, lama pendidikan ibu, besar keluarga, pendapatan per kapita dan gaya pengasuhan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara usia ibu dengan gaya pengasuhan laissez fairez (r=-0.202, p-value<0.05). Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi usia ibu maka pengasuhan laissez fairez yang diterapkan oleh ibu akan semakin rendah.

Tabel 9 Koefisien korelasi karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan gaya pengasuhan.

Variabel Gaya Pengasuhan

DM DS LS PE

Usia anak (bulan) -0.007 -0.008 0.085 -0.171

Usia ibu (tahun) -0.160 -0.057 -0.202* 0.014

Lama pendidikan ibu (tahun) -0.060 0.006 -0.018 0.157

Besar keluarga (orang) -0.082 -0.081 -0.050 -0.035

Pendapatan perkapita (Rp/bulan) -0.026 0.158 0.103 0.016

Keterangan: DM=orang tua pengabai, DS=orang tua tidak menyetujui, LS= laissez fairez, PE= orang tua

pelatih emosi. * signifikan pada p-value<0.05; ** signifikan pada p-value<0.01

Tabel 10 menunjukkan bahwa lama pendidikan ibu berhubungan positif signifikan dengan kelekatan ibu-anak (r=0.268, p-value<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama pendidikan ibu maka semakin tinggi kelekatan ibu-anak yang terjalin. Besar keluarga berhubungan negatif signifikan dengan kelekatan ibu-anak (r=-0.238, p-value<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka kelekatan ibu-anak akan semakin rendah.

18

Gaya pengasuhan pelatih emosi berhubungan signifikan dengan kelekatan ibu-anak (r=0.251, p-value<0.05). Hal ini berarti semakin baik pengasuhan pelatih emosi yang diterapkan oleh orangtua maka akan semakin baik kelekatan yang terjalin antara ibu dan anak. Selain itu, usia anak memiliki hubungan positif signifikan dengan kecerdasan emosi (r=0.343, p-value<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia anak maka semakin baik kecerdasan emosi anak. Tabel 10 Koefisien korelasi karakteristik anak, karakteristik keluarga, gaya

pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi

Variabel Kelekatan Kecerdasan Emosi

Usia anak (bulan) -0.098 0.343**

Usia ibu (tahun) 0.009 0.015

Lama pendidikan ibu (tahun) 0.268* 0.142

Besar keluarga (orang) -0.238* 0.058

Pendapatan perkapita (Rp/bulan) 0.118 0.017

Gaya pengasuhan

Orang tua pengabai 0.111 -0.027

Orang tua tidak menyetujui 0.083 0.093

Laissez fairez -0.137 0.050

Orang tua pelatih emosi 0.251* 0.025

Kelekatan 1 0.005

keterangan: * signifikan pada p-value<0.05; ** signifikan pada p-value<0.01

Pengaruh Karakteristik Anak, Karakteristik Keluarga, Gaya Pengasuhan, Kelekatan Ibu-Anak, dan Kecerdasan Emosi

Tabel 11 menunjukkan bahwa kecerdasan emosi anak usia prasekolah dipengaruhi sebesar 12.5 persen oleh variabel yang diteliti yaitu karakteristik anak, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan dan kelekatan ibu-anak, sisanya sebesar 87.5 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Keikusertaan PAUD berpengaruh positif signifikan terhadap kecerdasan emosi anak usia prasekolah (r=6.433, p-value= 0.043). Hal ini menunjukkan bahwa anak yang mengikuti PAUD lebih memiliki kecerdasan emosi yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satuan keikutsertaan PAUD akan mempengaruhi kecerdasan emosi anak usia prasekolah di wilayah miskin perkotaan. Namun, pada penelitian ini tidak ditemukan adanya pengaruh signifikan antara gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak terhadap kecerdasan emosi anak usia prasekolah.

19

Tabel 11 Koefisien uji regresi faktor-faktor yang memengaruhi kecerdasan emosi anak usia prasekolah

Variabel Kecerdasan emosi Unstandardized β Standardized β Sig Konstanta 41.327 - 0.004

Keikutsertaan paud (1= paud, 0= tidak paud)

6.433 0.288 0.043*

Usia anak (bulan) 0.224 0.171 0.205

Usia ibu (tahun) -0.215 -0.114 0.316

Lama pendidikan ibu( tahun) 0.439 0.122 0.264

Besar keluarga (orang) 1.540 0.217 0.066

Pendapatan perkapita (1= tidak miskin, 0=

miskin) -0.689 -0.031 0.769

Gaya pengasuhan (1= pelatih emosi, 0=

pengabai emosi) 0.072 0.003 0.974 Kelekatan 0.004 0.005 0.961 R2 0.198 Adjusted R 0.125 F 2.740 Sig 0.009

Keterangan: *signifikan pada p-value<0.05; **signifikan pada p-value<0.01

Pembahasan

Anak usia prasekolah adalah anak yang berada pada masa golden age. Pada masa ini periode perkembangan anak terjadi sangat cepat dalam berbagai aspek perkembangan dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan selanjutnya (Santrock 2007). Anak prasekolah telah memiliki hubungan yang lebih kompleks serta bersemangat untuk melakukan eksplorasi dan merupakan individu yang egosentrisme, dimana anak berasumsi bahwa orang lain berfikir, menerima, dan merasa sebagaimana yang mereka rasakan atau lakukan sesuai dengan teori Piaget. Sebagian besar anak usia prasekolah akan mengalami keaktifan yang sama sepanjang masa hidup (Dariyo 2011). Saat usia prasekolah, otak dan kepala anak tetap berkembang pesat dibandingkan anggota tubuh yang lainnya, walaupun tidak secepat ketika ada di usia bayi (Santrok 2007).

Keluarga memiliki peranan penting dalam perkembangan anak dan memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan anak yang meliputi agama, psikologi, makan, dan minum, serta pendidikan (Puspitawati 2013). Gaya pengasuhan adalah salah satu cara orang tua untuk mendidik dan mengajarkan nilai-nilai kepada anak. Hastuti (2015) menyebutkan bahwa pendapatan keluarga mempengaruhi lingkungan pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Orang tua yang memiliki pendapatan yang rendah, cenderung kurang memperhatikan kebutuhan anak.

Gaya pengasuhan pada penelitian ini mencakup empat dimensi yaitu orang tua pengabai, orang tua tidak menyetujui, laissez fairez dan orang tua pelatih emosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua berada pada kecenderungan gaya pengasuhan pelatih emosi. Hal ini tidak

20

sejalan dengan penelitian Elmanora (2011) yang menyebutkan bahwa orang tua lebih banyak menerapkan gaya pengasuhan orang tua tidak menyetujui dibandingkan dengan gaya pengasuhan pengabai, laissez fairez dan orang tua pelatih emosi. Namun, Alegre (2012) menyatakan bahwa orang tua lebih banyak menggunakan gaya pengasuhan pada dimensi pelatih emosi. Orang tua pelatih emosi dapat menerima semua perasaan tetapi bukan semua tingkah laku anak. Orang tua pelatih emosi memandu anak untuk menempuh dunia emosi anak dengan cara menetapkan batasan-batasan terhadap tingkah laku yang tidak tepat, mengajari anak untuk mengatur perasaannya dan menemukan ungkapan-ungkapan yang tepat dalam memecahkan masalah.

Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa gaya pengasuhan pelatih emosi berhubungan positif signifikan dengan kelekatan ibu-anak. Semakin ibu menerapkan gaya pengasuhan pelatih emosi kepada anaknya maka kelekatan antara ibu dan anak akan semakin terjalin dengan kuat. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kelekatan ibu-anak dan gaya pengasuhan (Doinita & Maria 2015). Selain itu, Karavasilis, Doyle, dan Markiewich (2003) menyatakan bahwa pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua mempengaruhi kelekatan ibu-anak baik kelekatan aman maupun kelekatan tidak aman. Namun, pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan signifikan antara empat dimensi gaya pengasuhan dengan kecerdasan emosi. Hal ini sejalan dengan Alegre (2012) yang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara gaya pengasuhan positif dan gaya pengasuhan negatif terhadap kecerdasan emosi pada anak usia prasekolah.

Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa gaya pengasuhan yang terdiri dari empat dimensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosi anak usia prasekolah. Hal ini sejalan dengan penelitian Salad dan Natasha (2012) yang menyatakan bahwa gaya pengasuhan yang digunakan oleh orang tua tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecerdasan emosi.

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang terdekat dengan anak. Teori ekologi Bronfenbrener menyebutkan bahwa perkembangan anak tergantung dari sistem hubungan yang membentuk lingkungan mereka. Lingkungan anak dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan mikro adalah lingkungan yang paling dekat dengan anak dan membentuk pola serta kebiasan hidup, oleh karena itu memiliki pengaruh sangat besar pada diri anak. Pengasuhan dirumah yang dilakukan ibu sangat menentukan kualitas anak. Namun, jika ditinjau dari kondisi lapang, pengasuhan pada anak melibatkan pihak lain seperti nenek atau kakek, sehingga anak menerima pengasuhan dari berbagai pihak. Lingkungan yang kurang kondusif yaitu yang berada pada pinggiran rel kereta api, dan pinggiran kota,

Dokumen terkait