• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAYA PENGASUHAN, KELEKATAN IBU-ANAK, DAN KECERDASAN EMOSI ANAK USIA PRASEKOLAH DI WILAYAH MISKIN PERKOTAAN RINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAYA PENGASUHAN, KELEKATAN IBU-ANAK, DAN KECERDASAN EMOSI ANAK USIA PRASEKOLAH DI WILAYAH MISKIN PERKOTAAN RINA"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA PENGASUHAN, KELEKATAN IBU-ANAK, DAN

KECERDASAN EMOSI ANAK USIA PRASEKOLAH

DI WILAYAH MISKIN PERKOTAAN

RINA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gaya Pengasuhan, Kelekatan Ibu-Anak, dan Kecerdasan Emosi Anak Usia Prasekolah di Wilayah Miskin Perkotaan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016 Rina NIM I24120038

(4)
(5)

ABSTRAK

RINA. Gaya Pengasuhan, Kelekatan Ibu-Anak, dan Kecerdasan Emosi Anak Usia Prasekolah di Wilayah Miskin Perkotaan. Dibimbing oleh NETI HERNAWATI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi anak usia prasekolah yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Empang dan Kelurahan Tegallega, Kota Bogor. Desain penelitian ini adalah cross-sectional

study. Contoh dalam penelitian ini adalah anak yang berusia 3-6 tahun dan ibu yang

tinggal di wilayah miskin perkotaan. Jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 98 anak dan ibu yang terpilih secara proporsional random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kecerdasan emosi anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD. Selain itu, terdapat hubungan positif signifikan antara gaya pengasuhan pelatih emosi dengan kelekatan ibu-anak. kecerdasan emosi anak usia prasekolah yang mengikuti PAUD lebih baik dibandingkan yang tidak mengikuti PAUD. Penelitian ini tidak menemukan hubungan antara gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dengan kecerdasan emosi. Kata kunci: anak usia prasekolah, gaya pengasuhan, kecerdasan emosi, kelekatan

ibu-anak, keikutsertaan PAUD.

ABSTRACT

RINA. Parenting Style, Mother-Child Attachment and Emotional Intelligence of Preschool Children in Urban Poor Areas. Supervised by NETI HERNAWATI.

The aim of this research was to analyze the influence of parenting style, mother-child attachment and emotional intelligence of preschool children with early childhood education and without early childhood education. The research was conducted at Kelurahan Empang and Kelurahan Tegallega, Kota Bogor. Design of this research was cross-sectional study. The sample of this research were children aged 3-6 years old and mother lived in urban poor areas. The samples which consists of 98 child and mother were chosen by propotional random sampling. The data collected by interview and observations. The results showed that there were different significant emotional intelligence with early childhood education and withour early childhood education. Moreover, that there were positive correlation between parental style emotional coaching with mother-child attachment. Moreover, emotional intelligence of preschool children with early childhood education program are better than children without early childhood education program. This research was not found correlation between mother-child attachment and emotional intelligence.

Keywords: emotional intelligence, mother child-attachment, parenting style, preschool age, early childhood education.

(6)
(7)

GAYA PENGASUHAN, KELEKATAN IBU-ANAK, DAN

KECERDASAN EMOSI ANAK USIA PRASEKOLAH

DI WILAYAH MISKIN PERKOTAAN

RINA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas Rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini hingga selesai dengan judul Gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak dan kecerdasan emosi anak usia prasekolah di wilayah miskin perkotaan. Terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Neti Hernawati, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan, saran, dan motivasi dalam proses penulisan skripsi.

2. Ir. Retnaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

3. Dr. Megawati Simanjuntak, SP, M.Si selaku dosen moderator seminar hasil penelitian atas masukan dan saran yang diberikan kepada penulis.

4. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc dan Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen penguji atas kritik dan saran sehingga memberikan petunjuk bagi penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.

5. Kedua orang tua tercinta, Bapak Efrizal dan Ibu Jumnah serta adik tersayang Janahtul Ma’wa yang telah memberikan kasih sayang, pengorbanan, doa, dan dukungan selama penulis kuliah hingga menyelesaikan skripsi.

6. Bapak Madsuri (Alm), Ibu Jaenab, dan keluarga besar penulis atas dukungan, kasih sayangnya hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. 7. Sahabat penulis Neni Aryani, Tia Hotma RS, Dwi Ismayati, Witri Desiariani

(Ninaya23) yang senantiasa memberikan semangat, dukungan, doa, dan pengalaman berharganya selama ini.

8. Muhammad Arifan atas dukungan, semangat, doa, dan bantuannya selama penulis menyelesaikan skripsi.

9. Nursakinah, Nia Kurniasih, Willasari Dewi dan Safira Widianti, serta seluruh teman-teman IKK 49 atas dukungan dan bantuannya serta kebersamaan yang indah selama perkuliahan.

10. Aryana, Teh Sri, Cyntia, Dea teman satu kos SBR yang telah menemani dan memberikan dukungan serta motivasi.

11. Teman-teman penelitian payung, Elien Surya Hardiastuti dan Roxalana Fikren atas kerjasama, bantuan dan perjuangannya serta teman satu bimbingan Inten Rengganis S, Yayang Witri Djohari dan Fathya Fiddni. Penulis mengakui masih banyak kekurangan dan keterbatasan penulisan skripsi ini sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL Vii

DAFTAR GAMBAR Viii

DAFTAR LAMPIRAN Viii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 4 KERANGKA PENELITIAN 4 METODE PENELITIAN 7

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 7

Teknik Penarikan Contoh 7

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 8

Pengolahan dan Analisis Data 9

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Hasil 12

Gambaran Umum Wilayah 12

Karakteristik Anak 13

Karakteristik Keluarga 13

Gaya Pengasuhan 15

Kelekatan Ibu-Anak 16

Kecerdasan Emosi 16

Hubungan Karakteristik Anak, Karakteristik Keluarga, Gaya

Pengasuhan, Kelekatan Ibu-Anak, dan Kecerdasan Emosi 18 Pengaruh Karakteristik Anak, Karakteristik Keluarga,

Gaya Pengasuhan, Kelekatan Ibu Anak, dan Kecerdasan Emosi 19

Pembahasan 20

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 28

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan pengkategorian data 10

2 Sebaran anak berdasarkan usia ibu dan ayah pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

14 3 Nilai rataan, standar deviasi, dan koefisien uji beda berdasarkan

karakteristik keluarga pada anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD

14

4 Nilai rataan, standar deviasi, dan koefisien uji beda berdasarkan dimensi gaya pengasuhan anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD

14

5 Sebaran anak berdasarkan gaya pengasuhan pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

15 6 Nilai rataan, standar deviasi, dan koefisien uji beda berdasarkan

kelekatan ibu-anak pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

15

7 Sebaran anak berdasarkan kelekatan ibu-anak pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

16 8 Nilai rataan, standar deviasi, dan koefisien uji beda berdasarkan

dimensi kecerdasan emosi pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

16

9 Sebaran anak berdasarkan kecerdasan emosi pada anak yang mengikuti paud dan tidak mengikuti PAUD

17 10 Koefisien korelasi karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan gaya

pengasuhan

18 11 Koefisien korelasi karakteristik anak, karakteristik keluarga, gaya

pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi

18 12 Koefisien uji regresi faktor-faktor yang memengaruhi kecerdasan

emosional anak usia prasekolah

19

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran gaya pengasuhan, kelekatan ibu anak, dan kecerdasan emosi anak usia prasekolah di wilayah miskin perkotaan

6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji asumsi klasik 29

2 Koefisien korelasi karakteristik anak, keluarga, gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang mengalami permasalahan-permasalahan yang hingga kini belum terselesaikan. Salah satu permasalahan-permasalahan yang dihadapi adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional yang mencakup ekonomi, politik, sosial, aset, dan lain-lain. Data BPS (2015) menunjukkan jumlah penduduk miskin perkotaan pada bulan Maret 2015 sebanyak 10.65 juta jiwa (8.29 persen), yang mengalami peningkatan sebesar 0.13 juta jiwa dibandingkan dengan bulan September 2014 yang sebesar 27.73 juta jiwa dengan persentase 8.16. Hal ini menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin di perkotaan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Adianti (2005) menyatakan bahwa faktor urbanisasi atau pertumbuhan penduduk menjadi salah satu penyebab kemiskinan di perkotaan.

Kota Bogor merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang memiliki jumlah penduduk miskin sebesar 8.19 persen dari 83.3 ribu jiwa dengan garis kemiskinan sebesar Rp 360 518 (BPS 2015). Hal ini menunjukan bahwa Kota Bogor masih bergelut dengan masalah kemiskinan. Sebanyak 55 190 keluarga di Kota Bogor berada pada keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1. Adianti (2005) menyebutkan beberapa faktor yang menjadi penyebab kemiskinan dalam keluarga yaitu kepala rumah tangga yang tidak bekerja, kepala rumah tangga perempuan, pekerjaan yang tidak memadai, etnis, dan lokasi tempat tinggal.

Keluarga adalah tempat utama dan pertama bagi anak untuk berinteraksi dan bersosialisasi di dalam lingkungannya baik secara verbal maupun non verbal. Pengasuhan merupakan salah satu peran orang tua di dalam keluarga. Pengasuhan positif yang diterapkan oleh ibu akan mempengaruhi perkembangan anak yang lebih optimal. Sebaliknya jika pengasuhan negatif yang diterapkan oleh orang tua maka perkembangan anak tidak dapat berjalan dengan optimal dan tidak sesuai dengan tahap perkembangannya. Keterbatasan ekonomi membuat keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan anak seperti memberikan stimulasi untuk merangsang perkembangan anak. Dearing dan Taylor (2007) menyatakan bahwa masalah kemiskinan membuat keterbatasan di dalam keluarga untuk memenuhi fungsi ekspresif sehingga orang tua kesulitan untuk menyediakan pengasuhan yang berkualitas bagi anak. Selain itu, penelitian Eamon (2001) menyatakan bahwa anak lebih tinggi berisiko mengalami masalah perkembangan sosial emosi ketika berada pada keluarga yang mengalami kemiskinan. Anak memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi, mampu mengontrol emosi, dan prestasi akademik relatif lebih baik jika orang tua menerapkan pengasuhan pelatih emosi. Sebaliknya orang tua yang menerapkan pengasuhan pengabai emosi cenderung mengabaikan emosi anak sehingga anak tidak mampu mengelola emosinya dengan tepat (Gottman & Declaire 1997). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa gaya pengasuhan berhubungan positif dengan perkembangan emosi (Nurrohmangtyas 2008).

Interaksi yang terjalin antara ibu dan anak melalui pengasuhan dalam kehidupan sehari-hari akan membentuk kelekatan. Kelekatan ibu-anak tergantung pada perasaan kasih sayang, ketergantungan emosi, dan interaksi (Megawangi

(16)

2

2014). Kelekatan yang terjadi antara ibu dan anak tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui suatu proses dan berkembang dengan serangkaian tahapan yaitu dimulai pada tahun pertama kehidupan bayi melalui bonding dengan pengasuh utamanya (Santrok 2007). Pengasuhan responsif dan penuh kasih sayang yang diterapkan oleh ibu dari tahun pertama kehidupan anak akan membentuk kelekatan yang kuat diantara keduanya. Sebaliknya ketika pada masa bayi, ibu tidak melakukan pengasuhan responsif maka akan mempengaruhi perkembangan otak kanan, kemampuan regulasi emosi, otak dan kesehatan mental yang berdampak hingga dewasa (Alan 2001). Bentuk interaksi antara ibu-anak dan kebiasaan pola pengasuhan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Ibu yang tinggal di daerah miskin cenderung lebih sulit untuk membentuk kelekatan aman dengan anaknya, dibandingkan ibu yang berasal dari sosial ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi dikarenakan ibu yang tinggal di daerah miskin mengalami banyak tekanan dalam hal ekonomi, pengetahuan, dan pendidikan yang lebih rendah sehingga mengalami stress yang lebih tinggi (Megawangi 2014). Namun, beberapa penelitian menyebutkan bahwa anak prasekolah yang memiliki kelekatan yang baik dengan orang tuanya cenderung akan lebih empatik dan memiliki emosional yang lebih positif (Sroufe 2005). Siklus kelekatan yang terjadi antara ibu dan anak akan membentuk keperibadian pada anak yaitu belajar untuk mengontrol emosi (Megawangi 2014).

Perkembangan emosi anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga dan lingkungan di luar rumah (Nugroho dan Rachmawati 2004). Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu lingkungan di luar rumah yang mempengaruhi perkembangan anak selain lingkungan keluarga. Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan pendidikan yang memfokuskan pada fisik, kecerdasan, dan pembelajaran sosial emosi pada anak yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan perkembangan anak (Apriliana 2013). Hasilpenelitian menunjukan bahwa anak yang mengikuti PAUD memiliki perkembangan emosi yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD (Apriliana 2013). Anak yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan lebih mampu menguasai gejolak emosinya, mengelola stress, lebih percaya diri, populer dan lebih sukses disekolah (Goleman 2015).

Anak usia pra sekolah berada pada masa kritis dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Kemampuan anak akan optimal jika memperoleh rangsangan yang tepat sesuai dengan tahapan perkembangan. Pada usia tiga tahun perkembangan otak anak mencapai 90 persen dari kapasitas dewasa sehingga akan terbentuk sistem dan struktur yang bertanggungjawab terhadap fungsi prilaku, sosial emosi dan psikologis anak yang berfungsi sepanjang hayat. Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan diatas penelitian ini dilakukan untuk mengkaji gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi anak usia prasekolah yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD di wilayah miskin perkotaan.

Perumusan Masalah

Kecerdasan emosi merupakan kemampuan anak untuk mengekspresikan emosinya dengan baik dan tepat. Anak akan terhindar dari perilaku negatif apabila kecerdasan emosi sudah dibentuk dari usia dini. Kesulitan anak untuk mengontrol emosi akan berdampak pada keberhasilan anak di sekolah (Kramer et al. 2010).

(17)

3

Kecerdasan emosi pada anak usia dini harus ditunjang dengan stimulasi yang diberikan oleh orang tua melalui pengasuhan. Pengasuhan responsif yaitu dengan memperhatikan anak, memberikan kasih sayang dan memenuhi kebutuhan anak, akan menunjang perkembangan anak lebih optimal. Namun, keterbatasan finansial membuat keluarga dalam kemiskinan sehingga tidak dapat memberikan stimulasi yang optimal pada anak. Salah satu studi menunjukkan bahwa jika rangsangan yang diberikan pada anak tidak optimal maka perkembangan emosi anak akan terhambat (Anggari 2014). Selain itu, kemiskinan dalam keluarga membuat resiko pada anak dalam hal kesehatan, pertumbuhan kognitif, dan sosial emosinya (Brooks 2001). Keluarga dengan tingkat ekonomi rendah umumnya kurang memperhatikan kondisi dan perilaku anak dan cenderung menerapkan pengasuhan disiplin yang keras dan kasar. Hal ini berdampak pada pembentukan kecerdasan pada anak. Selain itu pengasuhan yang tidak responsif berdampak pada kelekatan ibu-anak yang tidak terjalin dengan kuat sehingga terjadi kerenggangan emosi antara ibu dan anak (Megawangi 2014). Sementara itu, pergaulan anak yang makin luas menyebabkan kelekatan emosi antara ibu-anak berkurang. Anak yang memiliki kualitas kelekatan yang kuat terhadap ibu memiliki regulasi emosi yang lebih baik dibandingkan anak dengan kualitas kelekatan rendah terhadap ibu (Dariyo 2011).

Perkembangan anak usia prasekolah akan lebih optimal jika orang tua memberikan pendidikan dan stimulasi bagi anak. Salah satunya yaitu pendidikan anak usia dini. Pendidikan anak usia dini membantu anak untuk mengeksplorasi kemampuan dan menggali kreativitas. Depdiknas (2015) menunjukkan bahwa angka partisipasi kasar (APK) PAUD di Indonesia mencapai 70.10 persen, meskipun di beberapa daerah capaian APK PAUD masih dibawah rata-rata nasional. Tercatat 72.29 persen atau 58 174 desa di seluruh Indonesia telah memiliki PAUD dan jumlah PAUD di Indonesia mencapai 190 225 lembaga. Hal ini menunjukkan bahwa keikutsertaan anak usia prasekolah dalam program PAUD terus meningkat tiap tahunnya, namun fakta di lapang menunjukkan masih banyak anak yang belum dapat mengakses pendidikan PAUD dikarenakan keterbatasan dalam hal ekonomi. Hal ini sejalan dengan Unicef (2013) yang menyebutkan bahwa anak usia lima sampai enam tahun yang berada di Indonesia banyak yang terlambat masuk pendidikan anak usia dini. Hal ini terjadi dikarenakan 44.4 juta anak atau lebih dari 50 persen seluruh anak berada pada jurang kemiskinan.

PAUD memiliki kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan anak. Beberapa penelitian menunjukan bahwa anak yang mengikuti PAUD memiliki perkembangan yang lebih optimal dibandingkan yang tidak mengikuti PAUD. Apriana (2009) menyatakan bahwa anak yang mengikuti PAUD memiliki perkembangan yang lebih dibandingkan yang tidak mengikuti PAUD dikarenakan pendidikan anak usia dini mengembangkan jiwa eksploratif, kreatif yang berguna untuk mengembangkan bentuk kepribadian anak.

Kota Bogor memiliki 130 taman kanak-kanak dengan jumlah anak usia prasekolah sebanyak 968 orang yang tersebar di enam kecamatan di Kota Bogor. Angka partisipasi PAUD Kota Bogor yaitu 44.58 persen (Depdiknas 2013). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak keluarga yang tidak mengikutsertakan anaknya dalam pendidikan anak usia dini (PAUD). Adapun faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah ekonomi, latar pendidikan orangtua dan pengetahuan orangtua. Dengan melihat kondisi tersebut, dipertanyakan bagaimana outcomes gaya pengasuhan dan kelekatan antara ibu-anak terhadap kecerdasan emosi anak usia

(18)

4

prasekolah, mengingat anak usia prasekolah berada pada masa golden age yang mempengaruhi kualitas kehidupan anak selanjutnya dan bagaimana dampak stimulasi yang diterima anak dari lingkungan internal (gaya pengasuhan dan kelekatan ibu-anak) dan eksternal (keikutsertaan PAUD) terhadap kecerdasan emosi. Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah :1) Apakah ada hubungan antara gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak dan kecerdasan emosi anak prasekolah yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD 2) Apakah ada pengaruh antara gaya pengasuhan, kelekatan ibu anak dan kecerdasan emosi anak usia prasekolah.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya pengasuhan, kelekatan ibu anak, dan kecerdasan emosi anak usia prasekolah di wilayah miskin perkotaan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Tujuan Khusus

1. Mengindentifikasi perbedaan karakteristik keluarga, karakteristik anak, gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi anak usia prasekolah peserta PAUD dan tidak PAUD di wilayah miskin perkotaan. 2. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik anak, gaya

pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi anak usia prasekolah di wilayah miskin perkotaan.

3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi anak usia prasekolah di wilayah miskin perkotaan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak terkait. Bagi institusi IPB penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi baru khususnya pada kecerdasan emosi anak usia prasekolah. Bagi orangtua, penelitian ini dapat memberikan gambaran untuk meningkatkan pengasuhan dan kelekatan ibu-anak sehingga dapat meningkatkan kecerdasan emosi pada anak. Selain itu penelitian ini diharapkan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

KERANGKA PEMIKIRAN

Usia prasekolah adalah masa transisi dari masa baduta ke masa kanak-kanak. Anak prasekolah adalah anak yang berusia tiga sampai enam tahun. Perkembangan anak tergantung pada kematangan anak sehingga anak mampu menguasai berbagai kemampuan (Papalia, Olds & Feldman 2009). Tugas perkembangan anak usia prasekolah berbeda dari periode sebelumnya. Anak pada usia ini masih terikat dan memfokuskan diri pada hubungan dengan orang tua atau keluarga, namun pada masa ini anak ditandai dengan kemandirian, kemampuan

(19)

5

kontrol diri, dan hasrat untuk memperluas pergaulan dengan teman-teman sebaya. Hal tersebut sejalan dengan teoriErikson bahwa anak berusia 3-5 tahun berada pada tahap initiative vs guilt dan lebih banyak berinteraksi dengan keluarga (Santrock 2007). Oleh karena itu keluarga menjadi wadah bagi anak untuk mengembangkan kemampuan anak, karena pada masa ini anak memiliki banyak inisiatif dan berani mengambil keputusan. Apabila orang tua tidak memfasilitasi, anak cenderung bersikap apatis, takut salah dan tidak berani mengambil resiko. Anggari (2014) menyatakan bahwa salah satu kemampuan yang harus diasah pada anak usia prasekolah adalah kecerdasan emosi.

Kecerdasan emosi adalah salah satu perkembangan yang dimiliki oleh seorang anak untuk mengekspresikan emosi secara tepat. Kecerdasan emosi pada anak sangat penting dibentuk sejak dini. Goleman (2015) menyatakan bahwa masa kanak-kanak sangat berperan penting dalam kematangan kecerdasan emosi saat dewasa. Apabila kecerdasan emosi pada saat usia dini tidak terbentuk dengan baik maka akan menimbulkan perilaku agresif dan kekerasan. Perilaku tersebut diduga akibat ketidakstabilan emosi dalam mengontrol kesadaran diri serta pengaturan diri. Faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi karakteristik anak yaitu jenis kelamin, urutan kelahiran, dan usia anak sedangkan faktor eksternal meliputi karakteristik keluarga, dan keikutsertaan PAUD.

Karakteristik keluarga merupakan faktor eksternal dari individu yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi. Karakteristik keluarga dalam penelitian ini meliputi usia orang tua, besar keluarga, pendapatan per kapita, perkerjaan orang tua, dan lama pendidikan orang tua. Lama pendidikan, usia, dan pendapatan orang tua diduga akan mempengaruhi kecerdasan emosi anak. Semakin lama pendidikan ibu maka akan semakin baik kecerdasan emosi anak (Febriana 2001). Hal ini dikarenakan lama pendidikan orang tua mengubah cara pandang dan pola pikir sehingga mempengaruhi cara komunikasi di dalam keluarga (Gunarsa dan Gunarsa 2003). Febriana (2001), Febrindah (2001), Sitio (2000), Kushartanti (2001) dan Anggari (2014) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi adalah pendidikan ibu, interaksi orang tua, riwayat pengasuhan, pemberian stimulasi, kepribadian ibu, dan usia anak.

Kecerdasan emosi seorang anak tidak terlepas dari proses pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Orang tua yang menerapkan pengasuhan pelatih emosi terhadap anak akan membuat anak memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dan dapat menyelesaikan suatu masalah serta dapat mengatur emosinya dengan baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Priatini (2008) bahwa gaya pengasuhan pelatih emosi berpengaruh positif terhadap kecerdasan emosi. Selain itu Gottman dan Declaire (1997) menyatakan bahwa pengasuhan pelatih emosi memiliki pengaruh terhadap pembentukan kecerdasan emosi anak. Sebaliknya orang tua yang menerapkan pengasuhan pengabai emosi, cenderung tidak mendukung perkembangan kecerdasan emosi anak sehingga anak tidak dapat memahami bagaimana cara mengatasi emosi. Oleh karena itu pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua memiliki pengaruh terhadap kecerdasan emosi. Sementara itu, pengasuhan yang responsif akan membentuk kelekatan yang terjalin kuat antara ibu-anak. Hal ini sejalan dengan penelitian Donita dan Maria (2015), Natasha dan Sala (2012) yang menyatakan bahwa kelekatan ibu-anak yang aman berhubungan positif dengan pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Karavasilis et al.(2003)

(20)

6

menyatakan bahwa pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua mempengaruhi kelekatan ibu-anak. Penelitian lain juga menunjukan bahwa kuantitas waktu pengasuhan berkorelasi positif dengan emotional bonding ibu-anak (Sake 2003).

Kelekatan ibu-anak dibangun pada tahun pertama kehidupan anak. Menurut teori kelekatan yang diungkapkan Bowlby keterikatan anak terhadap orang tua berkembang dari hal-hal yang tidak terarah dan sedikit demi sedikit menjadi terarah. Anak usia prasekolah yang berusia 3-6 tahun berada pada fase partnership yaitu anak mulai mengerti bahwa orang memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda. Kemampuan anak berbahasa membantu anak untuk bernegosiasi dengan figur lekatnya. Kelekatan yang terjalin antara ibu-anak membuat anak menjadi lebih matang dalam hubungan sosial dan anak mampu berhubungan dengan teman sebaya serta orang yang tidak dikenal atau disebut goal corrected partnerships (Bowlby 1996). Anak yang memiliki kelekatan tidak kuat akan membuat kelekatan menjadi terbatas sehingga terjadi kerenggangan emosi antara ibu dan anak yang akan berdampak pada pembentukan kecerdasan emosi (Megawangi 2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelekatan yang terjalin kuat antara ibu-anak akan mempengaruhi kecerdasan emosi, namun sebaliknya jika kelekatan ibu-anak tidak terjalin dengan kuat maka tidak berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosi (Houtmeyers 2000). Kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

Karakteristik anak

 Usia anak prasekolah

 Jenis kelamin  Urutan kelahiran  Keikutsertaan PAUD Karakteristik keluarga  Usia ibu  Usia ayah  Lama pendidikan  Besar keluarga

 Pendapatan per kapita

Kelekatan ibu-anak Gaya pengasuhan

 Orang tua pengabai

 Orang tua tidak menyetujui  Laissez fairez  Orang tua pelatih emosi  Kecerdasan emosi  Kesadaran diri  Pengaturan diri  Empati  Motivasi  Keterampilan sosial

Gambar 1 Kerangka pemikiran gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi anak usia prasekolah di wilayah miskin perkotaan

(21)

7

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian payung dengan topik besar “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia Prasekolah di Wilayah Miskin Perkotaan”. Penelitian ini menggunaakan desain cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu tertentu. Penelitian dilakukan di wilayah miskin perkotaan Kota Bogor. Lokasi dari penelitian ini adalah dua kelurahan di dua kecamatan di wilayah Kota Bogor yaitu Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan dan Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah yang dipilih secara purposive dikarenakan memiliki jumlah keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1 terbanyak mengacu pada data BPS 2015. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2016.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang berasal dari keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1 yang berada di Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Bogor Tengah. Contoh pada penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang berusia 3-6 tahun dan ibu sebagai pengasuh utama. Kriteria keluarga yang termasuk kategori keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1 adalah yang memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS), menerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Lokasi penelitian adalah dua kelurahan di dua kecamatan yaitu Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan dan Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah. Kemudian terpilih 5 RW di Kelurahan Empang yaitu RW 04, 09, 10, 14, dan 20 dengan jumlah total anak 19 PAUD dan 70 tidak PAUD. Sementara itu Kelurahan Tegallega terpilih 5 RW yaitu RW 01, 03, 06, 08, dan 09 dengan jumlah total anak yaitu 48 PAUD dan 138 tidak PAUD secara purposive. Setelah itu jumlah anak usia prasekolah yang mengikuti PAUD di Kelurahan Empang dan Kelurahan Tegallega ditotalkan dengan jumlah 67 dan total anak usia prasekolah yang tidak mengikuti PAUD di Kelurahan Empang dan Kelurahan Tegallega berjumlah 208. Kemudian penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan teknik proportional

random sampling yaitu 14 anak usia prasekolah yang mengikuti PAUD di

Kelurahan Empang dan 17 anak usia prasekolah yang tidak mengikuti PAUD sedangkan untuk Kelurahan Tegallega sebanyak 36 anak usia prasekolah yang mengikuti PAUD dan 33 yang tidak mengikuti PAUD. Jumlah keseluruhan contoh yang terpilih dari dua lokasi penelitian adalah sebanyak 100 orang anak yaitu 50 anak yang mengikuti PAUD dan 50 anak yang tidak mengikuti PAUD. Namun, selama proses pengolahan data jumlah contoh yang diolah dan dapat dianalisis lebih lanjut sebanyak 98 anak usia prasekolah yang terdiri dari 49 anak yang mengikuti PAUD dan 49 anak yang tidak mengikuti PAUD.

Kecerdasan emosi  Kesadaran Emosi Diri  Pengelolaan Emosi  Kemampuan Motivasi Diri  Kemampuan Empati  Keterampilan sosial

(22)

8

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari karakteristik keluarga (usia orang tua, pendidikan orang tua, perkerjaan orang tua, besar keluarga, dan pendapatan per kapita), karakteristik anak terdiri dari (usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, dan keikutsertaan PAUD), serta gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi diperoleh dari proses wawancara dengan alat bantu kuesioner yang telah diuji realibilitas dan validitasnya. Data sekunder berupa data BPS yang digunakan untuk penentuan wilayah penelitian, jurnal dan buku terkait topik penelitian.

Variabel gaya pengasuhan dalam penelitian ini diukur menggunakan instrumen Gottman dan DeClaire (1997) yang terdiri dari 81 butir pertanyaan dan dimodifikasi menjadi 47 butir pertanyaan dengan pertimbangan terdapat beberapa butir pertanyaan yang jawabannya homogen berdasarkan hasil uji coba dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Variabel gaya pengasuhan terdiri dari empat dimensi yaitu 14 butir pertanyaan orang tua pengabai, 12 butir pertanyaan orang tua tidak menyetujui, 7 butir pertanyaan orang tua laissez fairez dan 14 butir pertanyaan orang tua pelatih emosi. Adapun skala yang digunakan adalah skala likert yaitu 1=tidak sesuai, 2=kurang sesuai, dan 3=sesuai yang telah teruji realibilitas dan validitasnya dengan skor Cronbach’s Alpha 0.802.

Variabel kelekatan diukur dengan menggunakan instrumen kelekatan

Attachment Q-Sort Questionnaire yang dikembangkan oleh Lamont (2010) dan

dimodifikasi oleh Dewanggi (2015) dengan 12 butir pertanyaan yang telah diuji realibilitas dan validitasnya dengan skor Cronbach’s Alpha 0.706. Skala yang digunakan adalah skala likert yaitu 1=tidak sesuai, 2=kurang sesuai, dan 3=sesuai. Variabel kecerdasan emosi diukur menggunakan instrumen yang telah dikembangkan oleh Anggari (2014) dengan 45 butir pertanyaan dan dimodifikasi oleh penulis menjadi 35 butir pernyataan karena disesuaikan dengan kondisi anak usia prasekolah yang memiliki rentang fokus yang pendek. Kecerdasan emosi dibagi menjadi 5 pernyataan kesadaran diri, 6 pernyataan pengaturan diri, 6 pernyataan motivasi, 5 pernyataan empati dan 10 pernyataan keterampilan sosial dengan 3 pilihan jawaban meliputi 1=tidak pernah, 2=kadang-kadang, dan 3=sering yang telah teruji realibilitas dan validitasnya dengan Cronbach Alfha 0.702.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, scoring, cleaning data dan analisis data. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for Windows. Pengontrolan kualitas data dilakukan melalui uji realibilitas instrumen gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi dengan metode Cronbach’s Alpha.

Data karakteristik keluarga terdiri dari usia orang tua, lama pendidikan orang tua, besar keluarga, dan pendapatan per kapita. Pendapatan keluarga dikonversikan menjadi pendapatan perkapita yang kemudian akan dikategorikan sesuai dengan indikator garis kemiskinan BPS Provinsi Jawa Barat. Data karakteristik anak terdiri dari usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, dan

(23)

9

keikutsertaan PAUD. Data usia didasarkan pada indikator Santrock (2007). Data jenis kelamin dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Data urutan kelahiran berdasarkan urutan lahir anak dari semua anak dalam keluarga.

Sistem skoring diterapkan untuk varibel gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi. Penentuan skor berdasarkan pada jawaban dari masing-masing pertanyaan yang kemudian dijumlahkan dan dikategorikan menggunakan persentase indeks sebagai berikut:

𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑎𝑛𝑎𝑘 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙× 100 Keterangan :

Indeks : Skor anak yang sudah di indeks

Skor anak : skor yang sudah diperoleh anak berdasarkan pengukuran Skor minimal : skor minimal pada instrumen

Skor maksimal : skor maksimal pada instrumen

Penilaian variabel kelekatan ibu anak, dan kecerdasan emosi menggunakan

cut off yang terdiri dari tiga kategori yaitu rendah (<60), sedang (60-80), dan tinggi

(>80). Jenis dan pengkategorian data disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan pengkategorian data

Jenis data Pengkategorian data

Jenis kelamin 1=Laki-laki, 2= Perempuan Urutan kelahiran 1=Sulung, 2= Tengah, 3=Bungsu Usia anak 1=3-4 tahun, 2= 4-5 tahun, 3=5-6 tahun Keikutsertaan PAUD 1=PAUD, 0=Non PAUD

Usia orang tua 1=Dewasa muda (18-40), 2=Dewasa madya (40-60), 3=Dewasa akhir (>60) (Santrock, 2007)

Pekerjaan orang tua 1=Petani, 2=Wiraswasta, 3=Pegawai swasta, 4=PNS, 5=Pedagang, 6=Buruh, 7=Tidak bekerja, 8=IRT, lainnya Besar keluarga 1=Keluarga besar (≤8 orang), 2=keluarga sedang (5-7

orang), 3=keluarga kecil (≤4 orang) (BKKBN 1998) Gaya pengasuhan

Kelekatan ibu-anak 1=Rendah (<60), 2=sedang (60-80), 3=tinggi (>80) Kecerdasan emosianal

Analisis deskriptif mencakup rata-rata, nilai maksimum dan minimum, standar deviasi. Analisis inferensia yang digunakan adalah uji korelasi, uji beda, dan uji regresi. Uji korelasi pearson untuk mengetahui hubungan antar variabel yang diteliti. Uji beda Independen Sample T-Test digunakan untuk melihat perbedaan antara variabel contoh yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD. Uji regresi linier berganda dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi. Bentuk persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:

𝑌1 = 𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2𝛽 + 𝛽3𝑋3 + 𝛽4𝑋4 + 𝛽5𝑋5 + 𝛽6𝑋6 + 𝛽7𝑋7𝜀 Keterangan:

Y : Kecerdasan emosi

𝛼 : Konstanta regresi 𝛽 : Koefisien regresi

(24)

10

𝑋1 : Usia anak

𝑋2 : Usia ibu

𝑋3 : Pendapatan per kapita 𝑋4 : Lama pendidikan ibu 𝑋5 : Besar keluarga 𝑋6 : Gaya pengasuhan 𝑋7 : Kelekatan ibu-anak

𝜀 : Galat

Definisi Operasional

Karakteristik anak adalah keadaan anak berdasarkan usia, jenis kelamin dan urutan kelahiran, dan keikutsertaan PAUD.

Usia adalah umur anak yang dihitung sejak anak lahir hingga pengambilan data penelitian.

Jenis Kelamin adalah bagian dari karakteristik anak yang mengelompokkan anak berdasarkan laki-laki dan perempuan.

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian stimulasi untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Karakteristik keluarga adalah variabel yang terdiri dari usia orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan per kapita, besar keluarga, dan pekerjaan orangtua.

Besar keluarga adalah besar keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, anak.

Pendidikan orang tua adalah lama pendidikan formal yang ditempuh oleh orang tua yang diukur dalam lamanya pendidikan dan dikategorikan menjadi tidak pernah sekolah, SD, SMP, dan SMA.

Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dijalankan oleh ayah dan ibu anak.

Pendapatan per kapita adalah total pendapatan seluruh anggota keluarga per bulan dibagi besar keluarga.

Gaya pengasuhan adalah proses pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua dengan menerapkan empat model pengasuhan yaitu orang tua yang mengabaikan, orang tua yang tidak menyetujui, laissez fairez dan pelatih emosi.

Gaya pengasuhan pengabai emosi (dismissing) adalah gaya pengasuhan yang orangtua mengabaikan emosi negatif anak.

Gaya pengasuhan tidak menyetujui (disapproving) adalah gaya pengasuhan yang orangtua memberikan sedikit empati ketika anak menunjukkan emosi negatifnya, namun mereka mengabaikan, menolak, tidak menyetujui, dan menegur/menghukum anak atas ekspresi emosinya.

Gaya pengasuhan laissez fairez adalah gaya pengasuhan yang orangtua yang menerima/empati dengan emosi anak tetapi tidak membimbing tingkah laku anak.

(25)

11

Gaya pengasuhan pelatih emosi (emotion coaching) adalah gaya pengasuhan yang orangtua melatih emosi anak sehingga anak memiliki rasa percaya diri yang tinggi, belajar dengan baik, dan dapat bergaul dengan baik.

Kelekatan adalah ikatan emosional dalam hubungan ibu dan anak yang dapat menentukan kualitas hubungan antar keduanya, serta keamanan anak ketika bersama ibunya.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan seorang anak untuk mengelola emosinya secara tepat yang dibagi menjadi lima dimensi yaitu kemampuan empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, kemampuan motivasi dan mengelola emosi.

Kesadaran diri adalah kemampuan seseorang untuk menyadari perasaan yang dirasakan dan alasan timbulnya perasaan tersebut.

Kemampuan pengaturan diri adalah pengendalian emosi atau kemampuan untuk mengatur perasaan sehingga tidak terhanyut dan menjadi bingung, merupakan kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri.

Kemampuan motivasi adalah kemampuan untuk memotivasi diri agar memiliki tujuan dalam hidup dan mampu mengubah emosi yang diperlukan agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk mengenali emosi pada orang lain dan berusaha memahami sudut pandang orang lain meskipun pandangan tersebut berbeda dengan kepribadian.

Kemampuan keterampilan sosial adalah kemampuan ini merupakan kemampuan membina hubungan dan mengelola emosi orang lain sehingga tercipta keterampilan sosial yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang menjadi lebih luas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Gambaran Umum Wilayah

Kelurahan Empang dan Kelurahan Tegallega merupakan dua kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Bogor Tengah. Kelurahan Empang terletak di daerah yang dekat dengan pusat perbelanjaan Bogor Trade Mall, rel kereta api, dan Taman Makam Pahlawan sedangkan Kelurahan Tegallega berada di dekat kampus Universitas Pakuan, bersampingan dengan jalan tol jagorawi dan di belakang pusat perbelanjaan Botani Square. Kedua Kelurahan tersebut berada di wilayah Kota Bogor.

Kelurahan Empang memiliki luas wilayah sebesar 0.79 ha dengan jumlah penduduk sebanyak 21 680 dengan rata-rata per rumah tangga adalah 4.22 persen. Kelurahan Empang tersebar menjadi 20 RW dengan 116 RT dan memiliki 23 posyandu dan 3 PAUD yang terletak di RW 04, 10 dan 14. Jumlah keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1 sebesar 896 kepala keluarga yang menyebar di 20 RW, namun hanya 5 RW yang memiliki jumlah penduduk pra sejahtera dan

(26)

12

keluarga sejahtera 1 terbanyak. Kondisi Kelurahan Empang yang terletak di dekat bantaran sungai, dan rel kereta api membuat tata ruang di daerah tersebut sangat padat, selain itu lingkungannya pun kurang kondusif.

Kelurahan Tegallega memiliki luas wilayah 1.23 ha dengan jumlah penduduk sebesar 20 114 yang tersebar menjadi 10 RW dengan jumlah posyandu sebanyak 22. Jumlah keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1 sebanyak 950 kepala keluarga. Kondisi lingkungan Kelurahan Tegallega yang berada di dekat tol jagorawi, di depan Universitas Pakuan dan di belakang pusat perbelanjaan sehingga banyak pemukiman padat penduduk dan kumuh, selain itu terdapat tempat yang menjadi komunitas pemulung, pengemis dan pekerja seksual yaitu di RW 06 RT 04.

Karakteristik Anak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar anak usia prasekolah yang dijadikan contoh adalah berjenis kelamin perempuan (60.2%) dan sisanya berjenis kelamin laki-laki (39.8%). Separuh dari total contoh (50%) mengikuti pendidikan anak usia dini (PAUD). Sementara itu, lebih dari separuh anak (63.2%) yang mengikuti PAUD berjenis kelamin perempuan dan sisanya berjenis kelamin laki-laki (36.8%). Hal ini menunjukkan bahwa anak perempuan lebih banyak yang mengikuti PAUD dibandingkan anak laki-laki. Lebih dari separuh anak (89.7%) yang mengikuti PAUD berada pada rentang usia 5-6 tahun, rentang usia 4-5 sebanyak 10.3 persen dan rentang usia 3-4 tahun sebanyak 0 persen. Hampir separuh anak yang tidak mengikuti PAUD berada pada rentang usia 5-6 tahun (44.9%) dan rentang usia 4-5 sebanyak (42.8%) tahun serta sisanya sebanyak 12.3 persen berada pada rentang usia 3-4 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir sebagian anak (42.9%) adalah anak bungsu, anak sulung (30.6%), dan sisanya anak tengah (26.5%). Selain itu anak yang mengikuti PAUD hampir sebagian merupakan anak sulung dan anak bungsu dengan persentase sebesar 38.78 persen. Sementara itu anak yang tidak mengikuti PAUD lebih banyak merupakan anak bungsu (46.9%), sisanya anak tengah (30.6%), dan anak sulung (22.45%).

Karakteristik Keluarga

Usia ayah pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD menyebar pada kategori dewasa muda dan dewasa madya dengan persentase masing- masing sebesar 53.1 persen dan 46.9 persen dengan usia rata-rata 33.36 tahun. Sementara itu, usia ibu berada pada kategori dewasa muda (84.7%) dengan usia rata-rata 38.71 tahun. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar anak yang mengikuti PAUD memiliki ayah dengan rentang usia dewasa madya (51.1%) dan hampir keseluruhan anak (81.6%) memiliki ibu dengan usia yang berada pada rentang dewasa muda. Sementara itu, pada anak yang tidak mengikuti PAUD sebagian besar usia ayah maupun ibu berada pada rentang dewasa muda (57.1 % dan 87.7 %) (Tabel 2).

(27)

13

Tabel 2 Sebaran anak berdasarkan usia ibu dan ayah pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

Usia orang tua (tahun)

PAUD Tidak PAUD Total

Ayah Ibu Ayah Ibu Ayah Ibu

% % % % % %

Dewasa muda (18-40) 48.9 81.6 57.1 87.7 53.1 84.7 Dewasa madya(40-60) 51.1 18.4 42.9 12.3 46.9 15.3

Dewasa akhir (>61) 0 0 0 0 0.0 0.0

Total 100 100 100 100 100 100

Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dari karakteristik keluarga yang terdiri dari besar keluarga, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan per kapita, usia ayah, dan usia ibu. Namun, hanya besar keluarga, pendidikan ayah, dan pendidikan ibu yang berbeda signifikan dengan anak yang mengikuti PAUD dan anak yang tidak mengikuti PAUD. Lama pendidikan ayah berbeda signifikan pada anak yang mengikuti PAUD dan anak yang tidak mengikuti PAUD dengan nilai rataan lama pendidikan ayah pada anak yang mengikuti PAUD lebih tinggi dibandingkan lama pendidikan ayah pada anak yang tidak mengikuti PAUD (9.10 dan 7.47). Selain itu lama pendidikan ibu juga berbeda signifikan pada anak yang mengikuti PAUD dan anak yang tidak mengikuti PAUD dengan nilai rataan lama pendidikan ibu yang anak mengikuti PAUD lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD (8.45 dan 6.67). Hal ini dapat disimpulkan bahwa anak yang mengikuti PAUD memiliki orang tua yang lebih baik pendidikannya dibandingkan orang tua yang anaknya tidak mengikuti PAUD. Sementara itu besar keluarga pada anak yang mengikuti PAUD lebih sedikit dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD dengan nilai rataan (4.53 dan 5.14). Besar keluarga mempengaruhi kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dan fasilitas anak. Semakin besar keluarga pada keluarga miskin maka kebutuhan anak akan sulit untuk terpenuhi, salah satunya adalah pendidikan. Data sebaran pekerjaan orang tua menunjukkan 79 persen ayah yang berprofesi sebagai buruh dan sisanya menyebar pada perkerjaan pedagang dan wirasawasta. Sementara itu, sebesar 79 persen ibu berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

Lokasi penelitian yaitu wilayah miskin perkotaan yang memiliki jumlah keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1 terbanyak di dua kecamatan Kota Bogor berdasarkan indikator BKKBN. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata pendapatan per kapita keluarga sebesar Rp427 130 yaitu diatas garis kemiskinan BPS Kota Bogor (2015). Sementara itu, sebanyak 48 persen keluarga berada pada kategori miskin dengan pendapatan per kapita dibawah garis kemiskinan BPS Kota Bogor (2015) yaitu sebesar Rp360 518, dan lebih dari separuh (52%) keluarga berada pada kategori tidak miskin dengan pendapatan per kapita diatas garis kemiskinan BPS Kota Bogor (2015). Hal ini menunjukan bahwa masih terdapat keluarga yang berada pada kategori tidak miskin berdasarkan garis kemiskinan BPS Kota Bogor (2015).

(28)

14

Tabel 3 Nilai rataan, standar deviasi, dan koefisien uji beda berdasarkan karakteristik keluarga pada anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD

Variabel PAUD Tidak PAUD PAUD Tidak PAUD Total p-value

Min-max Rataan±Std Rataan±Std

Besar keluarga (orang) 3-9 3-9 4.53±1.35 5.14±1.514 4.84 ±1.46 0.038* Pendidikan ayah(tahun) 6-12 6-12 9.10±2.60 7.47±2.923 8.29±28.7 0.004* Pendidikan ibu (tahun) 3-12 2-12 8.45±2.83 6.67±3.147 7.56±3.12 0.004* Pendapatan perkapita (Rp/bulan) 20 000±1 566 667 116 667 ± 1 500 000 458 390±3.02777 395 880±2.160820 427 130 ± 2.6354 0.243

Usia ayah (tahun) 23-52 25-60 38.73±6.63 38.84±6.82 38.79±6.69 0.940 Usia ibu (tahun) 23-45 20-50 33.94±5.68 33.16±6.19 33.55±5.92 0.520

Keterangan: * signifikan pada p-value<0.05; ** signifikan pada p-value<0.01

Gaya Pengasuhan

Gaya pengasuhanadalah proses pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua dengan menerapkan empat model pengasuhan yaitu orang tua yang mengabaikan, orang tua yang tidak menyetujui, laissez fairez, dan orang tua pelatih emosi. Hasil penelitian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara empat dimensi gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD. Namun, dapat terlihat dimensi orang tua pelatih emosi memiliki nilai rataan lebih tinggi dibandingkan nilai rataan dimensi yang lain pada anak yang mengikuti PAUD maupun yang tidak mengikuti PAUD.

Tabel 4 Nilai rataan, standar deviasi, dan koefisien uji beda berdasarkan dimensi gaya pengasuhan pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

Gaya pengasuhan PAUD Tidak PAUD p-value

Rataan ±Std Rataan ±Std

Orang tua pengabai 54.51 ±10.06 54.00 ±9.63 0.798 Orang tua tidak menyetujui 59.86 ±14.91 59.94±14.37 0.971 Orang tua laissez fairez 44.57 ±20.29 50.00 ±21.77 0.221 Orang tua pelatih emosi 65.88 ±16.67 65.08 ±17.04 0.814

Keterangan: * signifikan pada p-value<0.05; ** signifikan pada p-value<0.01

Tabel 5 menunjukkan bahwa kecenderungan gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua adalah gaya pengasuhan pelatih emosi (48%). Hal ini menunjukkan bahwa hampir separuh orang tua menerapkan gaya pengasuhan pelatih emosi dalam kehidupan sehari-hari baik pada anak yang mengikuti PAUD maupun tidak mengikuti PAUD. Orang tua pelatih emosi menerima berbagai bentuk emosi yang dirasakan oleh anak tetapi masih dalam batasan yang jelas. Hal ini terlihat pada sebaran gaya pengasuhan yaitu sebanyak 88.8 persen orang tua bertanya ketika anak bersedih dan mencoba menanyakan apa yang dipikirkan dan penyebab dari kesedihan yang dialami oleh anak, 87.8 persen orang tua ketika anak

(29)

15

bersedih, mengajak untuk berbicara dan berusaha semakin akrab dan sebanyak 55.1 persen orang tua menginginkan anak untuk mengungkapkan kesedihannya.

Tabel 5 Sebaran anak berdasarkan gaya pengasuhan pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

Gaya pengasuhan PAUD Tidak PAUD Total

n % n % n %

Orang tua pengabai 3 6.1 3 6.1 6 6.1

Orang tua tidak menyetujui 11 22.4 14 28.6 25 25.5 Orang tua laissez fairez 10 20.4 11 22.4 21 21.5 Orang tua pelatih emosi 25 51.1 21 42.9 46 46.9

Total 49 100.0 49 100.0 98 100.0

Kelekatan Ibu-Anak

Kelekatan adalah ikatan emosional dalam hubungan ibu-anak yang dapat menentukan kualitas hubungan antar keduanya. Hasil penelitian pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelekatan ibu-anak yang mengikuti PAUD dan anak yang tidak mengikuti PAUD. Namun, jika dilihat dari nilai rataan, anak yang mengikuti PAUD memiliki nilai rataan yang lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD (58.00 dan 55.3). Hal ini memperlihatkan bahwa anak yang mengikuti PAUD lebih lekat dengan ibunya dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD. Setengah dari total anak memiliki kelekatan dengan kategori rendah terhadap ibunya (59%). Hal ini terlihat bahwa hampir separuh dari anak (44.9%) yang tidak ikut ketika ibunya berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain, selain itu hampir sebagian anak (51.0%) tidak mencari keberadaan ibunya, ketika anak bermain disekitar rumah, dan sebanyak 64.3 persen ketika anak marah atau terluka, dia akan tenang ketika ada orang lain yang menenangkan selain saya. Hal ini menunjukkan bahwa anak tidak terlalu dekat dengan figur ibu.

Tabel 6 Sebaran anak berdasarkan kelekatan ibu-anak pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

Kelekatan PAUD Tidak PAUD Total

n % n % n % Rendah (<60) 28 57.1 30 61.2 58 59.2 Sedang (60-80) 19 38.7 18 36.7 37 37.7 Tinggi (>80) 2 4.2 1 2.1 3 3.1 Total 49 100.0 49 100.0 98 100.0 Rataan±std 58.0±12.7 55.3±15.3 57.0±14.4 p-value 0.246

Keterangan: * signifikan pada p-value<0.05; ** signifikan pada p-value<0.01

Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk menyadari perasaan dan mampu berempati serta menghibur (Goleman 2015). Hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa dari lima dimensi kecerdasan emosi hanya satu dimensi yang tidak berbeda signifikan dengan anak yang mengikuti PAUD dan anak yang tidak mengikuti PAUD yaitu dimensi pengaturan diri, sedangkan empat dimensi yang

(30)

16

lain berbeda signifikan dengan anak yang mengikuti PAUD dan anak yang tidak mengikuti PAUD yaitu dimensi kesadaran diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Selain itu, terdapat perbedaan sangat signifikan antara kecerdasan emosi anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD dengan rata-rata kecerdasan emosi anak yang mengikuti PAUD lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD (66.53 dan 57.98). Hal ini menunjukkan bahwa anak yang mengikuti PAUD memiliki kecerdasan emosi yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD.

Tabel 7 Nilai rataan, standar deviasi, dan koefisien uji beda berdasarkan dimensi kecerdasan emosi pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

Dimensi Kecerdasan Emosi PAUD Tidak PAUD p-value

Rataan ±Std Rataan ±Std Kesadaran diri 69.39±15.46 58.98±17.94 0.003** Pengaturan diri 60.37±24.32 56.46±23.40 0.419 Motivasi 72.62±13.81 60.37±20.93 0.001** Empati 59.43.±19.68 47.70±19.41 0.004* Keterampilan sosial 70.82±13.82 65.20±16.20 0.068*

Total kecerdasan emosi 66.53±9.51 57.98±11.28 0.000** Keterangan: *signifikan pada p-value<0.05; **signifikan pada p-value<0.01

Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD berada pada kategori sedang (64.3%) pada dimensi kesadaran diri. Sementara itu pada anak yang mengikuti PAUD berada pada kategori sedang (69.4%) dan anak yang tidak mengikuti PAUD berada di kategori sedang (59.2%). Terlihat pada sebaran jawaban pada bahwa 43.9 persen anak merasakan sedih apabila ayah atau ibu tidak jadi membelikan mainan, 60.2 persen anak merasa takut apabila dikejar oleh anjing, dan 74.5 persen merasakan takut ketika mendapat hadiah dari ibu dan ayah. Hal ini menunjukkan bahwa anak usia prasekolah kadang-kadang sudah dapat menyadari apa yang dirasakaan seperti perasaan sedih, takut dan senang, namun belum secara konsisten mengenali perasaan yang timbul. Separuh dari total anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD berada pada kategori rendah pada dimensi pengaturan diri (55%) dan dimensi empati (56%), hal ini berarti separuh dari anak belum mampu mengatur perasaannya dan mengenali emosi orang lain. Jika dilihat dari sebaran jawaban pada dimensi pengaturan diri sebanyak 53.1 persen anak tidak pernah memberitahu ibu ketika sedang senang, 57.1 persen anak merebut mainan baru dengan teman, sementara itu pada dimensi emapati sebanyak 39.8 persen anak tidak pernah menjenguk ketika temannya sakit.

Lebih dari separuh anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD berada pada kategori sedang (53%) pada dimensi motivasi dan dimensi keterampilan sosial (61%) ini menunjukkan bahwa anak, terkadang dapat memotivasi diri sendiri serta membina hubungan baik dengan orang lain. Terlihat pada sebaran jawaban dimensi motivasi sebanyak 61.2 persen anak sudah dapat mandi sendiri, 60.2 persen anak dapat makan sendiri serta lebih dari separuh anak (63.3%) tidak perlu ditunggui orang tua ketika bermain di rumah tetangga, namun 37 persen anak malas untuk mengerjakan perkerjaan rumah yang diberikan ibu. Sementara pada dimensi keterampilan sosial 95.9 persen anak memiliki banyak

(31)

17

teman, 53 persen anak saling bergantian dengan teman ketika sedang bermain. Lebih dari separuh anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD (56%) memiliki kecerdasan emosi berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa anak prasekolah belum konsisten mengenali, menyadari dan mengelola emosinya secara tepat. Hal ini terlihat pada sebaran jawaban pada dimensi kesadaran diri, pengaturan diri, empati, motivasi dan keterampilan sosial.

Tabel 8 Sebaran anak berdasarkan dimensi kecerdasan emosi pada anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD

Dimensi Kecerdasan emosi

PAUD Tidak PAUD Total

R S T R S T R S T % % % % % % % % % Kesadaran diri 16.4 69.4 14.2 36.7 59.2 4.1 26.5 64.3 9.2 Pengaturan diri 46.9 24.5 28.6 63.3 16.3 20.4 55.1 20.4 24.5 Motivasi 18.4 46.9 34.7 53.1 26.5 20.4 35.7 36.7 27.6 Empati 44.9 36.7 18.4 67.3 30.6 2.1 56.1 33.7 10.2 Keterampilan sosial 16.3 63.3 20.4 28.6 61.2 10.2 22.4 62.2 15.4 Total kecerdasan emosi 26.5 65.3 8.2 53.1 46.9 0 39.8 56.1 4.1 Keterangan: R=rendah, S=sedang, T=tinggi

Hubungan Karakteristik Anak, Karakteristik Keluarga, Gaya Pengasuhan, Kelekatan Ibu-Anak, dan Kecerdasan Emosi Anak

Hasil uji korelasi antara karakteristik anak yang terdiri dari usia, dan karakteristik keluarga yang terdiri dari usia ibu, lama pendidikan ibu, besar keluarga, pendapatan per kapita dan gaya pengasuhan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara usia ibu dengan gaya pengasuhan

laissez fairez (r=-0.202, p-value<0.05). Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi

usia ibu maka pengasuhan laissez fairez yang diterapkan oleh ibu akan semakin rendah.

Tabel 9 Koefisien korelasi karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan gaya pengasuhan.

Variabel Gaya Pengasuhan

DM DS LS PE

Usia anak (bulan) -0.007 -0.008 0.085 -0.171

Usia ibu (tahun) -0.160 -0.057 -0.202* 0.014

Lama pendidikan ibu (tahun) -0.060 0.006 -0.018 0.157

Besar keluarga (orang) -0.082 -0.081 -0.050 -0.035

Pendapatan perkapita (Rp/bulan) -0.026 0.158 0.103 0.016

Keterangan: DM=orang tua pengabai, DS=orang tua tidak menyetujui, LS= laissez fairez, PE= orang tua pelatih emosi. * signifikan pada p-value<0.05; ** signifikan pada p-value<0.01

Tabel 10 menunjukkan bahwa lama pendidikan ibu berhubungan positif signifikan dengan kelekatan ibu-anak (r=0.268, p-value<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama pendidikan ibu maka semakin tinggi kelekatan ibu-anak yang terjalin. Besar keluarga berhubungan negatif signifikan dengan kelekatan ibu-anak (r=-0.238, p-value<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka kelekatan ibu-anak akan semakin rendah.

(32)

18

Gaya pengasuhan pelatih emosi berhubungan signifikan dengan kelekatan ibu-anak (r=0.251, p-value<0.05). Hal ini berarti semakin baik pengasuhan pelatih emosi yang diterapkan oleh orangtua maka akan semakin baik kelekatan yang terjalin antara ibu dan anak. Selain itu, usia anak memiliki hubungan positif signifikan dengan kecerdasan emosi (r=0.343, p-value<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia anak maka semakin baik kecerdasan emosi anak. Tabel 10 Koefisien korelasi karakteristik anak, karakteristik keluarga, gaya

pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan kecerdasan emosi

Variabel Kelekatan Kecerdasan Emosi

Usia anak (bulan) -0.098 0.343**

Usia ibu (tahun) 0.009 0.015

Lama pendidikan ibu (tahun) 0.268* 0.142

Besar keluarga (orang) -0.238* 0.058

Pendapatan perkapita (Rp/bulan) 0.118 0.017

Gaya pengasuhan

Orang tua pengabai 0.111 -0.027

Orang tua tidak menyetujui 0.083 0.093

Laissez fairez -0.137 0.050

Orang tua pelatih emosi 0.251* 0.025

Kelekatan 1 0.005

keterangan: * signifikan pada p-value<0.05; ** signifikan pada p-value<0.01

Pengaruh Karakteristik Anak, Karakteristik Keluarga, Gaya Pengasuhan, Kelekatan Ibu-Anak, dan Kecerdasan Emosi

Tabel 11 menunjukkan bahwa kecerdasan emosi anak usia prasekolah dipengaruhi sebesar 12.5 persen oleh variabel yang diteliti yaitu karakteristik anak, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan dan kelekatan ibu-anak, sisanya sebesar 87.5 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Keikusertaan PAUD berpengaruh positif signifikan terhadap kecerdasan emosi anak usia prasekolah (r=6.433, p-value= 0.043). Hal ini menunjukkan bahwa anak yang mengikuti PAUD lebih memiliki kecerdasan emosi yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak mengikuti PAUD. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satuan keikutsertaan PAUD akan mempengaruhi kecerdasan emosi anak usia prasekolah di wilayah miskin perkotaan. Namun, pada penelitian ini tidak ditemukan adanya pengaruh signifikan antara gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak terhadap kecerdasan emosi anak usia prasekolah.

(33)

19

Tabel 11 Koefisien uji regresi faktor-faktor yang memengaruhi kecerdasan emosi anak usia prasekolah

Variabel Kecerdasan emosi Unstandardized β Standardized β Sig Konstanta 41.327 - 0.004

Keikutsertaan paud (1= paud, 0= tidak paud)

6.433 0.288 0.043*

Usia anak (bulan) 0.224 0.171 0.205 Usia ibu (tahun) -0.215 -0.114 0.316 Lama pendidikan ibu( tahun) 0.439 0.122 0.264 Besar keluarga (orang) 1.540 0.217 0.066 Pendapatan perkapita (1= tidak miskin, 0=

miskin) -0.689 -0.031 0.769

Gaya pengasuhan (1= pelatih emosi, 0=

pengabai emosi) 0.072 0.003 0.974 Kelekatan 0.004 0.005 0.961 R2 0.198 Adjusted R 0.125 F 2.740 Sig 0.009

Keterangan: *signifikan pada p-value<0.05; **signifikan pada p-value<0.01

Pembahasan

Anak usia prasekolah adalah anak yang berada pada masa golden age. Pada masa ini periode perkembangan anak terjadi sangat cepat dalam berbagai aspek perkembangan dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan selanjutnya (Santrock 2007). Anak prasekolah telah memiliki hubungan yang lebih kompleks serta bersemangat untuk melakukan eksplorasi dan merupakan individu yang egosentrisme, dimana anak berasumsi bahwa orang lain berfikir, menerima, dan merasa sebagaimana yang mereka rasakan atau lakukan sesuai dengan teori Piaget. Sebagian besar anak usia prasekolah akan mengalami keaktifan yang sama sepanjang masa hidup (Dariyo 2011). Saat usia prasekolah, otak dan kepala anak tetap berkembang pesat dibandingkan anggota tubuh yang lainnya, walaupun tidak secepat ketika ada di usia bayi (Santrok 2007).

Keluarga memiliki peranan penting dalam perkembangan anak dan memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan anak yang meliputi agama, psikologi, makan, dan minum, serta pendidikan (Puspitawati 2013). Gaya pengasuhan adalah salah satu cara orang tua untuk mendidik dan mengajarkan nilai-nilai kepada anak. Hastuti (2015) menyebutkan bahwa pendapatan keluarga mempengaruhi lingkungan pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Orang tua yang memiliki pendapatan yang rendah, cenderung kurang memperhatikan kebutuhan anak.

Gaya pengasuhan pada penelitian ini mencakup empat dimensi yaitu orang tua pengabai, orang tua tidak menyetujui, laissez fairez dan orang tua pelatih emosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua berada pada kecenderungan gaya pengasuhan pelatih emosi. Hal ini tidak

(34)

20

sejalan dengan penelitian Elmanora (2011) yang menyebutkan bahwa orang tua lebih banyak menerapkan gaya pengasuhan orang tua tidak menyetujui dibandingkan dengan gaya pengasuhan pengabai, laissez fairez dan orang tua pelatih emosi. Namun, Alegre (2012) menyatakan bahwa orang tua lebih banyak menggunakan gaya pengasuhan pada dimensi pelatih emosi. Orang tua pelatih emosi dapat menerima semua perasaan tetapi bukan semua tingkah laku anak. Orang tua pelatih emosi memandu anak untuk menempuh dunia emosi anak dengan cara menetapkan batasan-batasan terhadap tingkah laku yang tidak tepat, mengajari anak untuk mengatur perasaannya dan menemukan ungkapan-ungkapan yang tepat dalam memecahkan masalah.

Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa gaya pengasuhan pelatih emosi berhubungan positif signifikan dengan kelekatan ibu-anak. Semakin ibu menerapkan gaya pengasuhan pelatih emosi kepada anaknya maka kelekatan antara ibu dan anak akan semakin terjalin dengan kuat. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kelekatan ibu-anak dan gaya pengasuhan (Doinita & Maria 2015). Selain itu, Karavasilis, Doyle, dan Markiewich (2003) menyatakan bahwa pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua mempengaruhi kelekatan ibu-anak baik kelekatan aman maupun kelekatan tidak aman. Namun, pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan signifikan antara empat dimensi gaya pengasuhan dengan kecerdasan emosi. Hal ini sejalan dengan Alegre (2012) yang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara gaya pengasuhan positif dan gaya pengasuhan negatif terhadap kecerdasan emosi pada anak usia prasekolah.

Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa gaya pengasuhan yang terdiri dari empat dimensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosi anak usia prasekolah. Hal ini sejalan dengan penelitian Salad dan Natasha (2012) yang menyatakan bahwa gaya pengasuhan yang digunakan oleh orang tua tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecerdasan emosi.

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang terdekat dengan anak. Teori ekologi Bronfenbrener menyebutkan bahwa perkembangan anak tergantung dari sistem hubungan yang membentuk lingkungan mereka. Lingkungan anak dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan mikro adalah lingkungan yang paling dekat dengan anak dan membentuk pola serta kebiasan hidup, oleh karena itu memiliki pengaruh sangat besar pada diri anak. Pengasuhan dirumah yang dilakukan ibu sangat menentukan kualitas anak. Namun, jika ditinjau dari kondisi lapang, pengasuhan pada anak melibatkan pihak lain seperti nenek atau kakek, sehingga anak menerima pengasuhan dari berbagai pihak. Lingkungan yang kurang kondusif yaitu yang berada pada pinggiran rel kereta api, dan pinggiran kota, rumah yang padat penduduk, dan luas rumah dengan tipe all purpose room membuat kondisi anak berisiko dalam hal kesehatan, keselamatan, kematangan sosial emosi, serta moral. Sementara itu, sosial ekonomi yang terbatas juga mempengaruhi perkembangan anak, karena orang tua tidak dapat memenuhi kebutuhan anak sehingga stimulasi yang diberikan kepada anak kurang optimal (Hastuti 2015). Hal tersebut diduga menjadi penyebab gaya pengasuhan tidak berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosi anak usia prasekolah.

Kelekatan ibu-anak terjalin dimulai pada masa fase awal di tahun pertama kehidupan. Menurut Ainsworth hubungan kelekatan berkembang melalui pengalaman bayi dengan pengasuh di tahun-tahun awal kehidupannya (Inge 1992).

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran gaya pengasuhan, kelekatan ibu-anak, dan  kecerdasan emosi anak usia prasekolah di wilayah miskin perkotaan
Tabel 1 Jenis dan pengkategorian data
Tabel  2  Sebaran  anak  berdasarkan  usia  ibu  dan  ayah  pada  anak  yang  mengikuti  PAUD dan tidak mengikuti PAUD
Tabel  3  Nilai  rataan,  standar  deviasi,  dan  koefisien  uji  beda  berdasarkan  karakteristik keluarga pada anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak  mengikuti PAUD
+6

Referensi

Dokumen terkait

Cara pem anggilan yang kedua ini digunakan unt uk m em anggil file header yang dibuat oleh program m ernya sendiri at au file header yang bukan file bawaan dari aplikasi Dev- C+

Research yang menggunakan teknik optimisasi matematika linear di mana seluruh fungsi harus berupa fungsi matematika linear di mana seluruh fungsi harus berupa fungsi

Persatuan Ulama Seluruh Aceh atau PUSA merupakan organisasi yang melanjutkan usaha dari SI, bertujuan untuk melaksanakan syariat Islam dalam masyarakat, serta meningkatkan syiar

Promosi tempat wisata adalah bagian dari komunikasi yang terdiri pesan-pesan perusahaan dan didesain untuk menstimulasi kesadaran, ketertarikan, dan berakhir dengan

Pertanyaan dan anggapan tentang ketidak-netralan hukum tersebut kemudian mengantar para pemikir hukum feminis ke perdebatan bermutu tentang “mungkin tidaknya

Ketika suatu berita memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, maka nilai berita tersebut menjadi lebih mahal ketimbang berita yang memiliki tingkat kepekaan yang general atau

Seperti yang dikemukakan olen Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status

RPP yang dihasilkan terdiri 2 pertemuan (2 siklus) yaitu: pertemuan pertama melakukan studi awal ( pre-test ) dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa