• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL PESINDO VOL. 3. NO. 1 CETAK 2.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURNAL PESINDO VOL. 3. NO. 1 CETAK 2.pdf"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

PELINDUNG

Rektor Universitas Kahuripan Kediri

PENANGGUNG JAWAB

Drs. Hartoyo, MS.

PIMPINAN REDAKSI

Agung Dwi Darmawan, S.Pd., M.Pd.

KETUA PENYUNTING

Dwi Catur Andy Saputro, S.Pd., M.Pd

PENYUNTING PELAKSANA

Rosania Mega Fibriana, S.Pd., M.Pd

STAF ADMINISTRASI DAN KEUANGAN

Sri Rejeki, SE. Widayati, SE.

Terbit dua kali setahun pada bulan Maret dan Oktober. Berisi tulisan dari hasil penelitian dan kajian analisis-kritis di bidang Pendidikan Jasmani dan Olahraga.

Jalan Soekarno Hatta No. 1 Pare Kabupaten Kediri PO.BOX 199 Telp./ Fax (0354) 391977 email: ukk.pare@gmail.com. Jurnal Physical Education and Sport Indonesia (PESINDO)

(6)
(7)

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesempatan berharga kapada segenap Dewan Redaksi Jurnal Pesindo untuk kembali menerbitkan jurnal volume ketiga. Pesindo adalah jurnal yang terbit setiap enam bulan sekali tepatnya pada bulan Maret dan Oktober. Pada edisi ini, redaksi Pesindo mengambil judul-judul artikel dengan tema pendidikan, penelitaan dan pengembangan pendidikan fisik dan keilmuan olahraga. Hasil-hasil penelitian ini bukan sekedar pemenuhan tugas penelitian akan tetapi ditujukan juga guna tercapai tujuan pendidikan penjaskes, pembinaan fisik sekaligus tujuan pendidikan itu sendiri terbentuknya karakter kuat dalam rangka membangun bangsa dan negara.

(8)

Ketiga, Artikel terkait evaluai penyelenggraan pertandingan tenis lapangan Pemprov Jawa Timu II pada tahun 2009. Subjek penelitian adalah para peserta bak atlit, wasit pelatih, official dan panitia. Hasil penelitian disampakan mengunakan analisis deskriptif kuantitatif. Keempat, Penelitian untuk mengetahui peningkatan belajar gerakan peluru out comes effective dimulai dengan media bola tenis di siswa kelas V SDN Kraksaan Wetan I, Probolinggo. Artikel ini ditulis oleh Agung Dwi Darmawan.

Kelima, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh Nanda Iswahyudi ini yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran Sepak Takraw di kelas. Penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VI SDN Medokan Ayu 1, Kec. Rungkut, Surabaya. Menggunakan pendekatan countextual teaching and learning (CTL).

(9)

Analisis Permasalahan Kekinian Dengan Pendekatan Sosiologi Olahraga Dalam Mencegah Konflik Sosial

Faris Labib Al Hakam ... 1

Pembelajaran Dengan Metode Taktis Dapat Meningkatkan Kemampuan Bulutangkis Siswa MTsN Aryojeding Tulungagung

Muhammad Kharis Fajar ... 21

Evaluasi Pelaksanaan Pertandingan Tenis Lapangan Porprov Jawa Timur II

Arief Darmawan ... 33

Upaya Meningkatkan Pembelajaran Tolak Peluru dengan Media

Bola Tenis Pada Siswa Kelas V SDN 1 Jabalsari Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung

Yusep Anggriawan dan Agung Dwi Darmawan ... 55

Pengembangan Model Pembelajaran Sepak Takraw dengan Pendekatan

Countextual Teaching And Learning (CTL) (Studi Pada Siswa Kelas VI S DN Medokan Ayu 1 Kecamatan Rungkut, Surabaya)

(10)
(11)

ABSTRACT

The purpose of this study was to reveal, describe, analyze, forecast, and gives the meaning of the various vantage of contemporary issues in view of the approach of sport sociology (sociology of sport). This study was classified as belonging to a case study because it is unique in terms of process development and social conflict in sport. The complexity of the problems that exist in society requires further scrutiny to be easy to identify. At such a context, Ginsberg tried to categorize the various problems that exist in society, namely: social morphology, social control, social proceses, and social pathology. This research was conducted using qualitative study sought to discover, describe, analyze, memroyeksi, and gives the meaning of the various vantage of contemporary issues in view of the approach of sport sociology (sociology of sport). Penenliti The instrument used was a review of the theories of sociology and sport as well as preventive measures of social conflict. Sport has become a medium to channel the potential of humanity constructively, such as mastering instinct, aggressiveness, competitive spirit, and so on. Channeling was done in cooperation with other actors to form a game or race. In the competition there is cooperation, and in cooperation there is competition, all of which are bound by the rules agreed as norms that would ensure smooth, order, and security of a game. The forms of social interaction could be cooperation (cooperation), competition (competition) and even disagreement or dispute (conflict), thus requiring the completion of the time (accomodation). More clearly, and Gillin Gillin

Faris Labib Al Hakam

(12)

characterize social processes arising from social interaction, which is a process that is associative and dissociative processes. Approaches / measures to prevent social conflict 1) must be understood and realized that the conflict could be significantly positive and negative; 2) familiarity approach in living together, 3) approach to openness; 4) distribution approach, divert potential conflicts on a secure channel / or the safety valve Safety Valve; 5) approach is a prerequisite; implementation of sporting events held by certain conditions.

Key words: analysis, problems, sociology, sport, conflict

A. PENDAHULUAN

Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena masyarakat yang dipandang dari sudut hubungan antar manusia yang terwujud dalam suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan dan memunculkan struktur sosial, nilai, norma, pranata, peranan, status, individu, kelompok, komunitas, dan masyarakat, sosiologi telah memberi kontribusi pada disiplin ilmu lain untuk keperluan praktis dalam mengkaji dan memecahkan masalah yang muncul. Hasil kajian tersebut digunakan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan disiplin ilmu terkait.

Disiplin sosiologi yang diterapkan atau digunakan untuk mengkaji permasalahan yang ada pada disiplin ilmu keolahragaan, melahirkan bidang kajian yang diberi label sosiologi olahraga. Latar belakang munculnya kajian sosiologi olahraga ini dapat dikaji dari fenomena yang ada dalam dunia keolahragaan, yaitu: pertama ilmu keolahragaan menggunakan pendekatan inter-disiplin dan cross-disiplin dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, kedua, telah diyakini dan diakui kebenarannya suatu teori yang menyatakan: “sport is reflect the social condition” atau “ sport is mirror of society”.

Sebagai disiplin ilmu baru, dan masih dalam proses memperoleh pengakuan dari komunitas masyarakat ilmuwan, keberadaan olahraga telah berkembang sedemikian pesat. Kajian terhadapnya dilakukan dalam frekuensi dan intensitas yang tinggi, baik secara mikro, maupun makro.

(13)

keberadaan olahraga sebagai fenomena aktivitas gerak insani yang berbentuk pertandingan ataupun perlombaan, guna mencapai prestasi yang tinggi. Kajian secara mikro dilakukan dalam konteks internal keolahragaan, yang secara epistemologi diarahkan pada proses pemerolehan ilmu yang digunakan untuk meningkatkan kualitas gerak insani secara lebih efektif dan efisien.

Secara makro, kajian ilmu olahraga diarahkan pada aspek fungsional kegiatan olahraga bagi siapapun yang terlibat langsung maupun tidak langsung, seperti pelaku (atlet), penikmat (penonton), pemerintah, pebisnis dan sebagainya. Pada konteks itu, olahraga dikaji secara aksiologis untuk mengetahui pengaruh olahraga pada pelakunya sendiri atau khalayak luas, terutama pengaruh sosial yang mengakibatkan posisi olahraga tidak lagi dipandang sebagai aktivitas gerak insani an sich, melainkan telah berkembang secara cepat merambah pada aspek-aspek perikehidupan manusia secara luas. Olahraga pada era kini telah diakui keberadaan sebagai suatu fenomena yang tidak lagi steril dari aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Sehingga tidak berlebihan dikatakan bahwa pemecahan permasalahan dalam olahraga mutlak diperlukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah sosiologi.

Olahraga yang hampir selalu berbentuk permainan yang menarik telah dikaji keberadaan sejak dulu. Spencer (1873) menyatakan play as the use of accumulated energy in unused faculties; Gross (1898) menyatakan play was role practice for life; Mc Dougal (1920) menyatakan play was the primitive expression of instincts. Permainan atau play yang telah diformalkan menjadi game telah diakui dapat berfungsi sebagai media untuk mempersiapkan anak untuk berperan sebagai orang dewasa, bahkan Goerge H. Head (1934) menyatakan games sebagai a medium for the development of the self, sehingga lebih lanjut dikatakan game the extend of man.

(14)

Pengaruh olahraga di masyarakat tidak sekedar penghayatan menang atau kalah, tetapi lebih luas lagi menyangkut harga diri, kebanggaan, penyaluran potensi-potensi destruktif, bahkan pada komunitas tertentu, olahraga telah diakui kesejajarannya dengan agama. Dari paparan tersebut, olahraga telah diakui sebagai mikrokosmos kehidupan masyarakat. Upaya pengkajian terhadap masyarakat sebagai whole system dapat dilakukan dengan mengakaji fenomena olahraga sebagai part systemnya. Oleh karena itu, memecahkan masalah olahraga merupakan suatu upaya pendekatan terhadap masyarakat luas, dan ini hanya mampu dilakukan dengan menggunakan sosiologi sebagai salah satu disiplin ilmu yang dilibatkan.

Sosiologi berupaya mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antar individu atau kelompok secara dinamis, sehingga terjadi perubahan-perubahan sebagai wujud terbentuknya dan terwarisinya tata nilai dan budaya bagi kesejahteraan pelakunya. Sesuai penjelasan latar belakang di atas, maka peneliti membuat judul artikel ini “Analisis Permasalahan Kekinian dengan Pendekatan Sosiologi Olahraga dalam Mencegah Konflik Sosial”

B. KAJIAN PUSTAKA

1. Sosiologi olahraga dinyatakan sebagai ilmu sosial.

(15)

yang mengaturnya). Kedua, fenomena olahraga memunculkan masalah yang komplek, sehingga kajian pemecahannya bersifat inter-cross-multi-dimensional, salah satu dimensi yang dilibatkan adalah dimensi sosial. Dari paradigma seperti diatas, maka sosisologi dapat dinyatakan sebagai ilmu sosial.

Olahraga di era modern dilakukan untuk memenuhi dorongan-dorongan alamiah, yaitu dorongan untuk:

a. Bergerak: manusia dikenal sebagai HOMO SE MOVEN, gerak merupakan esensi manusia dalam menjalani seluruh aspek kehidupanya. Modernisasi telah memunculkan mesin untuk membantu meringankan pekerjaan manusia, eksesnya adalah berkurangnya gerak manusia, sehingga untuk melampiaskan dorongan bergerak, olahraga merupakan media terbaik. Contoh, dalam setiap kegiatan yang dilakukan, manusia pasti melakukan gerakan, baik yang alami atau gerakan diberi bentuk (olahraga). b. Bermain: manusia sebagai HOMO LUDENS, dalam bermain

diperoleh kepuasan sebagai imbangan stress yang diterima dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, disamping itu, bermain diguna untuk mengekspresikan semua potensinya, permainan (salah satunya olahraga) merupakan medianya. Contoh, dalam keseharian, manusia selalau bermain disela-sela kegiatan rutinnya.

(16)

pada waktu senggang atau yang telah direncanakan dilakukan pendakian gunung, perkemahan, arung jeram, lawatan ke tempat lain untuk bertanding dsb.

e. Berhasil dan berbangga: manusia tidak sekedar mengejar keberhasilan, tetapi juga kebanggaan karena diketahui, dikenal dan diakui oleh orang lain atau mampu mengatasi permasalahan/ tantangan yang sengaja dikondisikan dalam bentuk aktivitas tertentu. Contoh, di kota besar, diadakan pertandingan/perlombaan tingkat instansi yang bermotivkan prestise, yaitu untuk pencapaian keberhasilan yang diikuti kebanggaan karena terkenal, misalnya event amal dengan menyelenggarakan olahraga.

f. Sosial/hidup bersama dengan orang lain/Gregariousness: menyadari berbagai kelemahan yang ada pada dirinya, manusia perlu bekerjasama dengan orang lain untuk membentuk sistem dan tatanan sosial yang memungkinkan terpecahnya masalah yang dihadapi. Contoh, olahraga, baik individual atau beregu, memerlukan kerjasama dengan orang lain untuk membangun dan menyelenggarakannya, artinya olahraga menyediakan kesempatan manusia untuk melampiaskan dorongan sosialnya dengan orang lain.

2. Masalah Sosial Menurut Ginsberg

Kompleksitas permasalahan yang ada di masyarakat memerlukan pencermatan lebih lanjut agar mudah dalam mengidentifikasinya. Pada konteks yang demikian itu, Ginsberg mencoba mengkatagorikan berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat, yaitu: social morphology, social control, social proceses, dan social pathology. Jika diterapkan dalam konteks keolahragaan, masalah sosial tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Social Morphology:

(17)

sepakbolanya terkenal dengan displin yang tinggi dan kolektifitas permainan dalam menyerang maupun bertahan. Tenis pada event Wimbledon, yang terkenal dengan pengetatan dalam soal etika berpakaian dan berperilaku bagi pesertanya, dipengaruhi oleh aristokrasi dan feodalisasi pihak kerajaan Inggris.

b. Social control (Pengendalian sosial)

Dinamika yang terjadi di masyarakat mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan di segala bidang dan lapisan. Perubahan itu ada yang ke arah kebaikan, tetapi ada juga yang mengarah kepada keburukan (destruktif). Untuk hal terakhir ini perlu dilakukan kontrol sosial, agar perubahan itu terjadi seperti yang dikehendaki/ sesuai dengan nilai/norma hidup bersama. Maka dalam dunia keolahragaan diciptakannya peraturan pertandingan atau peraturan permainan, yang merupakan salah satu kontrol untuk menghindari kekacauan, ketidakadilan dan kerusakan/kecelakaan pada pelaku, penyelenggara, penikmat maupun masyarakat sekitarnya. Dalam pertandingan tinju misalnya, dilakukan kontrol dalam hal berat badan dan tingkat kebugaran sebelum naik ring, digunakannya gloves (sarung tangan) dan pelindung gigi. Dalam sepakbola, dibentuknya komisi disiplin dalam tubuh PSSI merupakan salah satu upaya mengontrol dinamika yang muncul dalam pertandingan. c. Social Proceses

(18)

lama tidak berjumpa. Olahraga bisa dijadikan media komunikasi dan kontak sosial dua pihak yang bertentangan secara politis, misal ekshibisi tinju atau basked antara USA dengan Kuba.

d. Social Pathology (gangguan/penyakit sosial)

Merupakan ekses dari dinamika masyarakat yang begitu pesat dan kurang bisa dikontrol. misalnya: terjadinya kejahatan, disorganisasi keluarga/bangsa, penyalahgunaan obat dsb. Dalam olahraga, budaya instan yang menghendaki pencapai prestasi tinggi dalam waktu singkat, mengakibatkan terjadinya “penyakit” yang menggerogoti nilai/norma olahraga, misalnya doping, penyuapan, dan perjudian; pengkultusan atau pendewaan terhadap tim kesayangannya mengakibatkan terjadinya “fanitisme membabi buta” yang berwujud aksi hooligans; Prinsip “harus menang” yang didoktrinkan oleh pengurus atau pelatih, “memaksa” olahragawan untuk menghalalkan segala cara untuk mencapai kemenangan.

3. Contoh Permasalahan Kekinian dalam Olahraga

a. Keterkaitan antara olahraga dan budaya. Sumbangan olahraga bagi peradaban modern.

(19)

diimplementasikan dalam keseharian hidup bersama, berproses dan berinteraksi dengan orang lain, dalam menghadapi masalah. Misalnya, nilai sportivitas, kejujuran, persaingan dan kerjasama dalam olahraga mempengaruhi budaya pelaku dan lingkungannya, minimal mengetahui makna nilai itu, kemudian diharapkan dapat memahami, menghargai dan mentaatinya.

Sumbangan olahraga terhadap peradaban modern: a) sebagai wadah untuk mengekspresikan potensi/dorongan yang dimilikinya secara proporsional dan konstruktif, olahraga dalam hal ini berfungsi sebagai katup pengaman (safety velve institution) sebagai upaya meredam perilaku destruktif; b) Olahraga menyediakan berbagai kegiatan yang memungkinkan upaya pencarian dan perombakan nilai/norma yang ada dalam masyarakat secara dinamis; c) Olahraga berperan sebagai media untuk menyiapkan pelaku-pelaku budaya/ peradaban yang kondusif dan sesuai dengan zamannya.

b. Cabang-cabang olahraga berasal dari budaya luar.

(20)

yang disebut CULTURE ANIMOSITY.

Proses yang ideal di Indonesia adalah budaya luar yang datang pertama harus diidentifikasi secara ilmiah (forum resmi/tak resmi) untuk mengetahui cocok tidaknnya dengan kultur dan prospek pencapaian prestasi dunia, yang mempertimbangkan unsur-unsur anthropometri dan morfologi jasmaniah kemampuan infrastruktur, serta mentalitas bangsa Indonesia. Kalau cocok/serasi bisa dilakukan adopsi, adaptasi atau revisi secara berulang-ulang, jika tidak, budaya luar bisa ditolak, atau dijadikan referensi kegiatana untuk tujuan rekreatif saja.

c. Faktor penyebab sistem Status (kasta) atau stratifikasi sosial

1) Rasionalitas-ilmiah: perlunya klasifikasi demi keadilan, keseimbangan dan pemanusiawian. Contoh: petinju amatir dan prof, serta kelas yang berbeda. perlu diklasifikasikan dalam kelompok yang berbeda, agar tidak bertanding dalam satu ring. 2) Apresiasi masyarakat: pemahaman, pengakuan dan

penghargaan terhadap prestasinya. walau hanya merebut medali perak, tetapi karena itu untuk pertama kalinya Indonesian mendapat medali di olimpiade, trio srikandi Indonesia menjadi sangat terkenal.

3) Status sosial: kedudukan seseorang dalam kelompoknya, bisa karena keturunan atau karena usahanya (achieved status), misalnya Tyson dulunya adalah berandalan jalanan, kemudian atas usahanya bisa menjadi petinju amatir, kemudian dikenal sebagai juara sejati kelas berat profesional.

4) Peranan: merupakan aspek dinamis dari status, yaitu apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Sebagai juara sejati, Tyson adalah petinju profesional yang berhak menuntut bayaran tinggi, dan kewajibannya adalah menampilkan kinerja yang baik untuk “menghibur” penonton.

d. Hubungan timbal balik olahraga dengan bisnis.

(21)

keberadaannya sebagai pangsa pasar, komodite komersial dan wadah terselenggaranya kegiatan ekonomi bagi para pelaku (atlet), penyelenggara, masyarakat dan pelaku bisnis lainnya. Kemenarikan olahraga yang dikelola dan dilakukan oleh pelaku profesional telah menyedot perhatian massa untuk terlibat sebagai penikmat, membuka peluang terjadinya tontonan yang layak jual, sehingga interaksi dan komunikasi bisnis yang yang terjadi membuka peluang kerja dan keberlangsungan kehidupan secara lebih baik bagi seluruh komponen pelaku yang terlibat, sebaliknya aspek bisnis membantu terselenggaranya kegiatan olahraga, mulai dari pemassalan, pembibitan dan pencapaian prestasi puncak, serta memberi nuansa yang lebih variatif dan menarik terhadap “perwajahan” event olahraga, disamping menjamin kelangsungan hidupnya. Situasi ideal di atas di Indonesia belum sepenuhnya terjadi. Dikarenakan kurangnya kualitas kinerja pelaku olahraga, mengakibatkan event tersebut tidak layak jual, disamping kultur bisnis yang profesional bangsa kita yang masih relatif rendah. Hanya pada bisnis sarana prasarana yang berupa barang untuk kegiatan olahraga saja yang cukup marak.

(22)

e. PON sebagai pangsa pasar yang menguntungkan, jelaskan

Komponen-komponen PON yang bisa dimanfaatkan untuk menggali dana adalah:

1) Hak siar dan hak liput setiap nomor. Media massa yang menyiarkan dan meliput PON harus mendaftarkan diri ke panitia dan membayar.

2) Pemanfaatan infrastruktur PON untuk pemasangan gambar/ tulisan sponsor, baik sponsor utama atau sponsor komplementer. Sasarannya adalah perusahaan-perusahaan besar, menengah atau kecil.

3) Pengadaan sovenir dan merchandise yang terkontrol panitia. Pelibatan perusahaan penghasil barang yang bisa dijadikan suvenir dan merchandise dengan perhitungan bagi hasil keuntungan atau membayar jumlah tertentu pada penyelenggara. 4) Penjualan karcis. Sasarannya adalah masyarakat umum

sebagai penonton atau khusus pelajar/mahasiswa. Event PON dimasukkan dalam kurikulum, yaitu sebagai subject matter: materi/isi yang dibahas di sekolah secara terpisah, atau sebagai project curriculum: pendekatan multi-disiplin (berbagai mata pelajaran atau ilmu) dalam mengamati, membahas, menganalisa dan menyelesaikan suatu proyek (PON). Untuk mencapai tujuan tersebut siswa/mahasiswa bisa datang ke tempat pertandingan dengan menggunakan karcis khusus.

5) Setelah PON, infrastruktur yang ada disewakan kepada khalayak (sekolah, klub atau masyarakat) untuk kegiatan olahraga. 6) Transfer pemain illegal yang bukan berasal dari daerah asal demi

tercapainya prestasi yang maksimal, hal tersebut melanggar sportivitas dalam olahraga.

7) Daerah yang memiliki anggaran APBD yang besar mayoritas akan menjadi juara umum dalam penyelenggaraan.

8) Jika seluruh upaya di atas masih belum menguntungkan, maka terpaksa penyelenggara meminta subsidi kepada pemerintah (pusat atau daerah).

6. Citra Perempuan (Gender) dalam Media Olahraga

(23)

masyarakat, jika tidak diskriminatif gender sebetulnya adalah alat yang bisa diandalkan bagi perempuan untuk menyuarakan kepentingan mereka. Apalagi di era reformasi sekarang ini, dimana media massa mempunyai akses bebas terhadap sumber-sumber berita dan kebebasan mengemukakan gagasannya.

Allen yang mengkaji representasi perempuan di media dalam konteks olahraga menemukan beberapa hal yang penting digaris-bawahi. Mengutip Jones, Murrell dan Jackson, Allen (2006:7) media memiliki standar menganai kepatutan untuk olahraga yang kemudian dipergunakan untuk merepresentasikan perempuan dalam olahraga. Ada olahraga yang dipandang pantas bagi pria yakni olahraga yang menekankan pada kontak fisik, tindakan, agresi dan kerjasama tim sedang olahraga yang tepat untuk perempuan adalah yang menekankan pada individualitas dan sifat-sifat feminim tradisional seperti estetika, keindahan, keseimbangan dan kecantikan. Allen mencontohkan, dengan standar seperti itu maka sepakbola dipandang sebagai olahraga yang secara gender tak pantas bagi perempuan. Telaahan Allen ini selanjutnya membawa pada konsep yang dikemukakan George Gerbner mengenai “penghancuran simbolik” (symbolic annihilation) yang dilakukan media lantaran “menghilangkan perempuan dari pandangan kita yang secara efektif menyatakan bahwa perempuan itu kehadirannya tak penting dalam kebudayaan kita” (Allen, 2006:8-9).

Kajian Allen itu menyimpulkan bahwa representasi media mengenai olahraga yang dilakukan perempuan membuktikan ‘penghancuran simbolik’ itu, karena olahraga perempuan memang tidak direpresentasikan secara memadai. Dengan melenyapkan atlet perempuan dari pandangan kita berarti dikomunikasikan bahwa atlet-atlet perempauan tidak penting bagi masyarakat kita. Ini dibuktikan dengan kenyataan, turnamen olahraga perempuan yang menerima liputan media 30% dibandingkan dengan liputan olahraga pria (Allen, 2006:109).

(24)

(empat) penggambaran stereotipikal itu yang membuat media terus merefleksikan dan mendorong pengembangan relasi pria dan perempuan yang dianggap patut secara tradisional, yaitu:

a. perempuan bergantung/laki-laki mandiri

b. perempuan tidak kompeten/laki-laki memiliki otoritasi c. perempuan mengasuh/laki-laki mencari nafkah

d. perempuan sebagai korban dan objek seks/laki-laki agresor Wood mengemukakan hal tersebut tercermin mulai dari

film kartun buatan Walt Disney The Litle Mermaid hingga film Hollywood Pretty Woman. Tentu saja, contoh yang dikemukakan Wood itu masih bisa kita tambahi dengan contoh-contoh yang diambil dariapa yang disiarkan media-media di Indonesia.

C. METODE

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan studi kasus (Bogdan & Biklen 2006), dan merupakan studi yang berusaha menyingkap, mendeskripsi, menganalisis, memroyeksi, dan memberikan makna tentang berbagai pandang permasalahan kekinian di lihat dari pendekatan sosiologi

olahraga (sociology of sport). Penelitian ini tergolong tergolong pada studi kasus

karena unik ditinjau dari proses perkembangan dan konflik sosial dalam olahraga, sehingga memerlukan pendalaman.

D. PEMBAHASAN

Sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak pihak, olahraga telah disikapi secara dinamis, dari pemahaman terhadapnya yang dianggap sebagai aktivitas primitif untuk mempertahankan hidup dari gangguan alam yang serba buas, sampai kepada suatu aktivitas pertandingan/perlombaan yang menyita perhatian dunia internasional, yang didalamnya menyajikan penguasaan teknik dan taktik tingkat tinggi guna mencapai prestasi setinggi-tinggnya.

(25)

feodalis seperti itu, sehingga siapapun boleh melakukannya, hanya saja, pada perkembangan terakhir ini, akibat adanya moderinasasi pada berbagai sektor kehidupan, banyak sarana prasarana umum yang seyogyanya difungsikan untuk melakukan olahraga, telah berubah menjadi pertokoan, perumahan, dan pabrik, akibatnya aktivitas olahraga di kota-kota besar cenderung hanya mampu dinikmati oleh individu-individu yang mempunyai kualifikasi tertentu. Olahraga sepertinya kembali pada jaman dahulu, bukan lagi sebagai suatu aktivitas yang egaliter.

Apresiasi yang tinggi kepada para olahragawan yang berprestasi menyebabkan adanya motivasi bagi para pemuda untuk menirunya, sehingga animo berlatih dengan keras semakin meningkat untuk mencapai tujuan itu, dan peluang ini dimanfaatkan oleh pengelola klub olahraga untuk merekrut banyak anggota. Bagi pelaku bisnis, peluang itu dimanfaatkan untuk memperkenalkan produknya; bagi birokrat, peluang ini dimanfaatkan untuk meningkatkan opini publik yang baik terhadap kinerjanya. Pada akhirnya olahraga mampu “didampingkan” pada berbagai kepentingan dari beragam profesi.

Aktivitas olahraga, selain difungsikan untuk mencapai prestasi tinggi, juga mampu digunakan sebagai media pendidikan, sarana rekreasi, sarana terapi dan kesehatan jasmani dan rohani para pelakunya. Lebih-lebih pada era modernisasi ini, kedudukan olahraga semakin komplek sebagai sarana untuk kontak dan interaksi sosial pada strata masyarakat tertentu, atau olahraga telah mampu mendobrak batas stratifikasi sosial yang selama ini memisahkan para pelakunya.

(26)

Penyikapan terhadap pelaksanaan kegiatan olahraga secara massal semakin menyakinkan khalayak bahwa akan terjadi peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang akan meningkatkan produktivitas kerja, yang merupakan syarat mutlak bagi keberlangsungan dan kemajuan suatu bangsa dan negara.

Terselenggaranya pertandingan dan perlombaan olahraga secara lintas teritorial regional, nasional, maupun internasional, menunjukkan adanya keterbukaan untuk mengurangi purbasangka negatif, menjalin kerjasama, dan persahabatan dalam memperkuat hubungan serta memperkenalkan budaya setempat sebagai salah satu bentuk pengakuan dan respek terhadap yang lainnya.

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang perorang, antar kelompok, dan antar orang perorang dengan kelompok. Interaksi sosial terjadi jika dua orang bertemu dan masing-masing menyadari adanya pihak lain di sekitarnya. Bentuk nyata interaksi ini beragam, mulai dari menegur, berjabat tangan, berbicara, bahkan sampai perilaku destruktif seperti memukul atau berkelahi.

Interaksi sosial antar kelompok biasanya dilakukan atas nama kesatuan, bukan bersifat pribadi, misalnya pemain asing yang bermain untuk suatu klub yang akan bertanding dengan klub yang berasal dari negaranya, pemain tersebut akan berjuang sekuat tenaga untuk memperoleh kemenangan klubnya. Pada konteks seperti itu ia bukan lagi mewakili pribadinya, melainkan sebagai bagian dari klub yang telah mengontraknya.

Interaksi sosial yang terjadi dalam olahraga lebih menonjol dan lebih menyata, karena sering terjadi perbenturan antara kepentingan individu dan kelompok/klub, atau perbenturan kepentingan individu atau kelompok satu dengan individu atau kelompok lain karena masing-masing mempunyai kepentingan yang sama, yaitu meraih kemenangan dengan saling mengalahkan.

(27)

eksternal dilakukan dengan individu atau kelompok lain. Bentuk interaksi itu adalah terjadinya persaingan (kompetisi) dalam bentuk aktivitas gerak tertentu yang telah diikat oleh peraturan baku. Persaingan dilakukan sebagai upaya untuk saling mengalahkan satu dengan lainnya. Walaupun demikian, didalam kompetisi itu masih ada kooperasi (kerjasama), yaitu upaya bersama dalam menjunjung tinggi sportivitas, saling menghargai, dan secara bersama-sama membangun suatu pertandingana atau perlombaan yang menarik, adil dan lancar.

Berangkat dari paparan di atas, bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama (cooperation), persaingan (competition) dan bahkan pertentangan atau pertikaian (conflict), sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu (accomodation). Secara lebih jelas, Gillin dan Gillin menggolongkan proses sosial yang timbul akibat interaksi sosial, yaitu proses yang asosiatif dan proses yang disosiatif. Proses asosiatif bersifat mendekat atau menyatu, sedang disosiatif bersifat memisah atau menjauh. Bentuk proses asosiatif misalnya kerjasama, dan akomodasi (upaya menyeimbangkan/meredakan pertentangan sehingga tercapai kestabilan). Bentuk proses disosiatif, misalnya persaingan, kontravensi (proses sosial yang berada diantara persaingan dan pertentangan atau pertikaian).

Dalam dunia olahraga, bentuk-bentuk interaksi sosial itu sangat menonjol sekali. Prestasi atlet hanya akan dapat terwujud dari adanya kerjasama yang harmonis diantara berbagai komponen penyokong sistem pembinaan dan pelatihan, untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik, taktis, teknis dan psikisnya. Potensi-potensi yang telah dilatihkan tersebut tidak akan bermakna apa-apa jika tidak ada standar atau norma pembandingnya. Dan itu hanya bisa dilakukan dengan dengan melakukan persaingan (konpetisi) untuk menentukan mana yang lebih baik. Agar terjadi kompetisi yang adil, tertib dan lancar, diperlukan akomodasi untuk menampung aspirasi dua belah pihak, sehingga tercapai konsensus, yang perwujudannya berupa peraturan pertandingan atau perlombaan baku.

(28)

konflik yang bermakna negatif dapat dihindari. Maka pendekatan yang digunakan untuk mencegah konflik adalah ) pendekatan pendidikan; pemerataan kesempatan belajar agar menumbuhkan pemahaman, kesadaran dan wawasaan yang luas mengenai suatu persoalan (perbedaan) yang harus disikapi secara arif dan multi dimensional, 2) pendekatan keakraban; untuk mempertinggi frekuensi interaksi, sebagai upaya menjalin kekompakan, kedekatan dan keserasian dalam hidup bersama, 3) pendekatan keterbukaan; dibudayakan kebiasaan diskusi untuk mengungkap, menganalisa dan memecahkan perbedaan dan masalah-masalah yang dihadapi. Forum ini melatih kemampuan dan kemauan untuk terbuka dalam mengungkap masalah, menguji argumen, dan saling menghargai pendapat orang lain, serta solidaritas sesama teman. 4) pendekatan penyaluran; difungsikan untuk mengalihkan potensi konflik pada saluran yang aman/katup pengaman atau SAFETY VALVE. misalnya dengan forum diskusi terbuka, perlombaan dan pertandingan yang bersifat rekreatif, penyaluran hobi. 5) pendekatan prasyarat; pelaksanaan event olahraga yang diselenggarakan dengan syarat-syarat tertentu. Misalnya, dilakukan di tempat netral, tanpa penonton, di stadion yang ada pembatas penontonnya dan sebagainya. Pendekatan ini digunakan sebagai langkah darurat untuk mengeliminir konflik.

E. KESIMPULAN

Olahraga telah menjadi media untuk menyalurkan potensi-potensi kemanusiaan secara konstruktif, seperti naluri menguasai, agresivitas, jiwa kompetitif, dan sebagainya. Penyaluran itu dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan pelaku lain untuk membentuk suatu pertandingan atau perlombaan. Sikap seperti itu merupakan bentuk pengakuan akan adanya saling ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama. Lawan bukan disikapi sebagai individu atau kelompok yang harus direndahkan, dikalahkan, dicederai, atau dihinakan, tetapi disikapi sebagai “teman bermain” atau partner untuk membentuk suatu permainan bersama. Jadi didalam kompetisi terdapat kooperasi, dan didalam kooperasi terdapat kompetisi, yang kesemuanya terikat oleh aturan yang disepakati sebagai norma-norma yang akan menjamin kelancaran, ketertiban, dan keamanan suatu permainan.

(29)

sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu (accomodation). Secara lebih jelas, Gillin dan Gillin menggolongkan proses sosial yang timbul akibat interaksi sosial, yaitu proses yang asosiatif dan proses yang disosiatif.

(30)

DAFTAR RUJUKAN

Allen, C. M. (2006), March’s Gendered Madness: An Analysis of Print Media Representations of a Female Division I NCAA Women’s Basketball Coach - Pat Summitt, tesis MA di Georgia State University. Tidak dipublikasikan.

Ateng, Abdul Kadir. 1986. Asas-Asas dan Landasan Olahraga. Jakarta: Karunika Universitas Terbuka.

Ateng, Abdul Kadir. 1989. Pengantar Asas-Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani Olahraga dan Rekreasi. Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti Depdikbud.

Bogdan, R. C., & Biklen, S. K. 2006. “Qualitative Research in Education: An IntroductionTo Theory and Methods”. 4th ed., Needham Heights, MA: Allyn & Bacon.

Chu, Donald. 1982. Dimensions of Sport Studies. New York: John Wiley and Sons.

De Osales, Arnaldo. 1975. Olahraga: Fenomena Sosial Sejagad. Jakarta: Komite Olimpiade Indonesia.

Harsuki. 1992. Olahraga Sebagai Academic Dicipline. Buletin Prestasi. Jakarta: Pengurus Isori Indonesia.

Koentjaraningrat. 1989. Pengantar Antropologi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Phillips. John C. 1993. Sociology of Sport. Boston: Allyn and Bacon.

Polak, JBAF Mayor. 1979. Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta: PT. Ichtiar Baru.

Setijadji. Tanpa Tahun. Prolegomena Filasafat Olahraga.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi Baru Keempat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wiwik S. (2003) Gender dan Media. Dokumen www. Dapat diakses: http:// www.duniaesai.com/gender/gender6.htm [14 Januari 2016]

(31)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bulutangkis melalui penerapan metode pembelajaran taktis bagi siswa kelas VIIA MTsN Aryojeding. Penelitian ini meupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas dua siklus, yang masing-masing siklus terdiri atas empat kegiatan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui metode taktis dapat meningkatkan minat, keaktifan, dan penguasaan gerak dasar bulutangkis siswa dari pratindakan ke siklus I dan dari siklus I ke siklus II. Proses pembelajaran pada pratindakan belum menggunakan pendekatan bermain dan media bantu sehingga minat, keaktifan, dan penguasaan gerak kemampuan bulutangkis. Peningkatan terjadi pada siklus I. Minat, keaktifan, dan penguasaan gerak dasar bulutangkis siswa meningkat walaupun belum optimal. Pelaksanaan siklus II menyebabkan minat, keaktifan, dan penguasaan bulutangkis siswa meningkat menjadi tinggi sehingga bisa mendukung suatu pembelajaran yang berkualitas pada kelas ini adalah: (1) Pelaksanaan penggunaan metode taktis dapat meningkatkan prestasi belajar bulutangkis untuk mapelajaran Penjaskes; (2) Kualitas pembelajaran mapel penjaskes meningkat dengan penerapan metode taktis.

Kata-kata kunci: pembelajaran, Metode taktis, Kemampuan Bulutangkis.

TULUNGAGUNG

Muhammad Kharis Fajar

(32)

PE S I N D O

Physical Education and Sport Indonesia

A. PENDAHULUAN 1. Later Belakang Masalah

Olahraga berfungsi menyehatkan badan dan memastikan organ tubuh masih sehat. Olahraga penting karena didalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang kuat. Ada beberapa perbedaan pendapat orang dalam olahraga, tetapi secara garis besar olahraga yang merupakan aktifitas fisik itu penting dilakukan dalam keseharian baik olahraga terarah (cabang olahraga0 ataupun gerakan lainnya yang mengandung unsur gerak.

Dalam hal ini Hamalik (1995: 57) menjelaskan, “Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang salingmempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran.”

Istilah model pembelajaran amat dekat dengan pengertian strategi pembelajaran dan dibedakan dari istilah strategi, pendekatan dan metode pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada suatu strategi, metode, dan teknik. Sedangkan istilah “strategi “ awal mulanya dikenal dalam dunia militer terutama terkait dengan perang atau dunia olah raga, namun demikian makna tersebut meluas tidak hanya ada pada dunia militer atau olahraga saja akan tetapi bidang ekonomi, sosial, pendidikan. Pendekatan taktis mendorong siswa untuk memecahkan masalah taktik dalam permainan. Masalah ini pada hakikatnya berkenaan dengan peberapan keterampilan teknik dalam situasi permainan. Dengan demikian siswa makin memahami kaitan antara teknik dan taktik. Keuntungan lainnya, pendekatan ini tepat untuk mengajarkan keterampilan bermain sesuai dengan keinginan siswa. Tujuan utama dari pendekatan taktis dalam pengajaran permainan adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep bermain.

Model pembelajaran taktikal menggunakan minat siswa dalam struktur pemainan untuk pengembangan ketrampilan dan pengetahuan taktikal yang dipelukan untuk pemainan keterampilan dan pengetahuan taktikal yang diperlukan untuk penampilan permainan. Sedangkan pembelajaran masuk ke dalam alam pikir siswa, sehingga terbentuk struktur pengetahuan tertentu. Pembelajaran pendekatan taktikal dalam pendidikan jasmani adalah bagian dari pembelajaran kognitif.

(33)

siswa, mengarah pada permainan yang sebenarnya. Tugas-tugas belajar menyerupai permainan dan modifikasi bermain. Penekanannya pada pengembangan pengetahuan taktikal yang memfasilitasi aplikasi keterampilan dalam permainan, sehingga siswa dapat menerapkan kegiatan belajarnya saat dibutuhkan. Pada intinya adalah siswa dapat mengembangkan keterampilan dan taktis bermain secara berkesinambungan.

Adapaun pada strategi pembelajaran pendekatan taktis yaitu lebih menekankan pada konsep game-drill-game. Game yaitu bermain, siswa dituntut untuk bermain dengan konsep-konsep yang yang diberikan oleh guru dan memahami tentang permainan itu. Drill yaitu pengulangan, guru harus lebih teliti melihat siswanya dan apabila terjadi kesalahan dalam tugas gerak baru menghentikan pembelajaran dan diberikan contoh gerakan yang benar kemudian siswa melakukan tugas gerak tersebut. setelah melakukan pengulangan atau drill siswa kembali melakukan permainan dengan perubahan tugas gerak yang telah dilakukan pada tugas drill. Pembelajaran melalui model pembelajaran pendekatan taktis membiasakan siswa untuk melatih kognitif, afektif, dan psikomotor.

Pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong perubahan fisik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai perkembangan psikis, keterampilan motorik yang meliputi sikap-mental=emosinal-spor-tivitas, spiritual-sosial, serta pembiasaan pola hidup sehat, yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkem-bangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. Dalam pembelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan ada beragam metode yang dapat diterapkan guru, seperti metode ceramah, metode demonstrasi, metode tanya jawab, metode taktis dan sebagainya. Salah satu pembelajaran yang efektif adalah dengan model taktis Pengajaran melalui pendekatan taktis ini berusaha menghubungkan kemampuan taktis bermain dan keterampilan teknik dasar dengan menekankan pemilihan waktu yang tepat untuk melatih teknik dasar dan aflikasi dari pada teknik dasar tersebut ke dalam keterkaitannya dalam kemampuan taktis bermain, sehingga mampu merangsang siswa untuk befikir dan menemukan sendiri alasan-alasan yang melandasi gerak dan penampilannya (peformance).

(34)

E S I N D O

Physical Education and Sport Indonesia

dasar suatu cabang olahraga. Meskipun format/ konsep pengajaran seperti itu memang bisa meningkatkan penguasaan teknik siswa, tetapi kekurangannya adalah bahwa keterampilan teknik dasar diajarkan kepada siswa sebelum siswa mampu memahami keterkaitan atau relevansi teknik-teknik dasar tersebut dengan penerapannya di dalam permainan yang sebenarnya, akibatnya sifat kesinambungan dari implementasi teknik dasar ke dalam permainan menjadi terputus. Untuk menghindari hal tersebut sekarang sudah dikenal suatu sistem pendekatan yang dirasakan lebih cocok untuk diterapkan dalam mengajar penjas terutama yang terkait dengan mengajar untuk olahraga-olahraga yang bersifat permainan yaitu sistem "pendekatan taktis". Oleh karena itu maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai sejauh mana Pemberian Pembelajaran Model Taktis Untuk Meningkatkan Kemampuan Bulutangkis Siswa yang nanti akan dilaksanakan di MTsN Aryojeding Tulungagung

2. Tujuan penelitian

1. Siswa mampu memahami tentang cara mengatur atau menyusun sesuatu. Dengan pengajaran menggunakan metode taktis guru dapat menjelaskan tentang cara mengatur dan menyusun materi yang dipaparkan secara detail;

2. Siswa dapat mengalami bagian-bagian dari sesuatu benda atau peristiwa atau alat secara detail. Pengertian Bulu tangkis

3. Siswa dapat memahami taktik maupun teknik dalam pemainan bulu tangkis

3. Kerangka Berpikir

Peneliti menerapkan metode taktis dilapangan, karena mengingat bahwa kemampuan bulutangkis siswa kelas VIIA masih sangat rendah, karena hasil belajar mereka kurang dari 50% yang belum memperoleh nilai setara dengan KKM (70). Sehingga dengan penerapan metode taktis ini diharapkan kemampuan bulutangkis para siswa kelas VIIA menjadi meningkat sekurang-kurangnya 80% siswa mencapai sama atau lebih besar dengan nilai KKM.

4. Hipotesis Tindakan

(35)

dengan penerapan metode demonstrasi maka kemampuan permainan bulutangkis pada mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan di kelas VIIA MTsN Aryojeding akan menjadi meningkat

B. METODE PENELITIAN 1. Setting Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini diteliti oleh peneliti selama 2 bulan mulai dari bulan oktober hingga bulan November 2015. Selama melaksanakan penelitian ini, proses yang dilakukan meliputi kegiatan penyusunan proposal, penyusunan instrumen, pengumpulan data, baik siklus I maupun siklus II, Analisis data, pembahasan, dan penyusunan laporan.

Penelitian Tindakan kelas ini dilaksanakan di MTsN Aryojeding Tulungagung, tepatnya di kelas VIIA, ini disebabkan kurangnya nilai penjaskes pada olahraga bulutangkis dibuktikan dinilai praktek dan teori yang diberikan oleh guru penjaskes.

2. Subjak Penelitian

PTK yang membutuhkan waktu sekitar 2 bulan ini dengan subjek penelitian adalah siswa MTsN Aryojeding Tulungagung kelas VIIA, yang berjumlah 34 siswa dengan perincian 18 siswa laki-laki, 16 siswa perempuan.

3. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian ini, maka alat pengumpul datanya adalah tes dan observasi. Tes dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan bulutangkis pada mapel PJOK, sedangkan observasi dipergunakan untuk menggali data tentang hal-hal yang bersifat afektif.

Untuk tes, alatnya adalah soal-soal tes, sedangkan untuk observasi berupa angket dan panduan observasi.

4. Validasi Data

(36)

E S I N D O

Physical Education and Sport Indonesia

yang menyatakan bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu. Data penelitian ada dua yaitu triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber berarti peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil kuesioner. Sedangkan triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan yang sejenis.

5. Analisis Data

Teknik analisis data untuk setiap kegiatan juga dilakukan dengan melakukan pendataan dengan cara menghitung rata-rata dan prosentase untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa baik secara kelompok ataupun tes secara individu. Dalam penelitian ini yang digali adalah kemampuan bulutangkis pada mapel PJOK dengan cara membandingkan antar siklus.

6. Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah merupakan kondisi akhir yang ditetapkan atau diinginkan oleh peneliti dalam penelitian ini. Berdasarkan pada pengalaman pada proses pembelajaran awal dan hasil yang dicapai pada pembelajaran tersebut, maka penulis menetapkan indikator kinerja pada penelitian ini adalah: (1) Peningkatan keterampilan bulutangkis sampai 20%. (2) Hasil perolehan kondisi awal prestasi siswa sebesar 65 dengan nilai terendah 60, nilai tertinggi 70, diharapkan pada kondisi akhir meningkat menjadi nilai rata-rata 80-90, dan nilai tertinggi 100.

7. Prosedur Tindakan

Dalam penelitian ini, prosedur tindakannya baik siklus I maupun siklus II meliputi: perencanaan, pelaksanaan, obserbasi, dan refleksi. Semua tindakan ini dilakukan baik di kelas maupun di lapangan.

C. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Kondisi Awal

(37)

yang sudah mencapai KKM, selebihnya sekitar 94% masih besada di bawah KKM. Hal ini dapat dilihat data sebagai berikut: siswa yang memperoleh nilai 80 = 0, yang memperoleh 70 = 2 siswa, nilai 60 = 31 siswa, dan rata-rata kelas sebesar 61.

2. Deskripsi Hasil Siklus I

Menurut data yang ada pada siklus I, merupakan pelaksanaan perbaikan pembelajaran yaitu dengan menerapkan metode demonstrasi. Pada tahapan ini berdasarkan pengamatan dari teman sejawatsudah ada peningkatan, dapat dilihat bahwa yang mendapatkan nilai 80 ada 2 orang, 70 ada 4 orang, 60 ada 28 orang. Ini merupakan peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan hasil pada pra-siklus, meskipun belum mencapai sesuai dengan indikator kinerja, yaitu rata-rata 70.

Dari data itu dapat direfleksikan sebagai berikut: meskipun sudah menggunakan metode taktis, namun demonstrasinya belum maksimal sehingga siswa belum sepenuhnya aktif mengikuti pembelajaran. Artinya perlu ada perbaikan dalam pelaksanaan metode demonstrasi, harus dipertajam lagi, dan perlu perbaikan pada siklus II.

3. Deskripsi Hasil Siklus II

.Pada siklus kedua ini merupakan hasil refleksi dari siklus I, di mana hasil yang dicapai siswa belum mencapai pada indikator kinerja, dan hasil refleksinya agar pada siklus II penerapan metode taktis dipertajam lagi pada materi lanjutannya.

Hasil pengamatan pada siklus II ini sudah menunjukkan keberhasilan, karena metode demonstrasi dudah ada penekanan-penekanan perbaikan, siswa sudah banyak yang aktif, hasil sudah membaik, kreatifitas siswa juga sudah terlihat meningkat.

dapat dilihat bahwa yang mendapatkan nilai 100 kosong, nilai 90 ada5 orang, 80 ada 25 orang, 70 ada 4 orang. Ini merupakan peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan hasil pada Siklus I, pada siklus II ini nilai rata-rata kelas sudah mencapai 81.

(38)

E S I N D O

Physical Education and Sport Indonesia

kreatifitas siswa juga meningkat, hasil akhirnya kemampuan siswa juga meningkat.

4. Pembahasan

Untuk tindakan guru, sudah menerapkan metode demonstrasi dengan optimal, sementara itu dalam proses pembelajaran mulai dari pra siklus, siklus I sampai siklus II sudah ada kemajuan perbaikan. Siswa yang mula-mula takut-takut mencoba memukulkan raket, pelan-pelan mula-mulai berani mendemonstrasikan permainan bulutangkis, lama-lama mulai terampil memukul bola/kok.

Refleksi: ada peningkatan baik dari sisi proses pembelajaran maupun kemampuan permainannya. Hal ini disebabkan siswa mulai tertarik dengan permainan bulutangkis, yang pada gilirannya kemampuan siswa dalam permainan bulutangkis meningkat.

Terkait dengan hasil pembelajaran yang diperoleh siswa pada kondisi awal pembelajaran yang penulis laksanakan masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dengan peroleha hasil pembelajaran dengan nilai terendah 60, nilai tertinggi 80, sehingga rata-rata kelas sebesar 61. Sementara itu, pada siklus I sudah menunjukkan adanya peningkatan, meskipun belum optimal, tapi sudah meningkat. Hal ini dapat dilihat nilai terendah 70, nilai tertinggi 80, rata-rata kelas menjadi 62. Peningkatan tertinggi ada pada siklus II, dimana hasil pembelajaran menunjukkan angka-angka sebagai berikut: nilai terendah 70, nilai tertinggi 90, dan nilai rata-rata sebesar 81.

D. PENUTUP

Berdasarkan hasil observasi oleh observer terkait dengan proses pembelajaran, menunjukkan bahwa proses pembelajaran mengalami peningkatan kualitas jika dibandingkan dari kondisi pra-siklus, siklus I dan siklus II. Sementara itu, menurut penilaian peneliti, hasil pembelajaran siswa juga menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada nilai rata-rata kelas, dimana pra siklus siswa memperoleh nilai 61, siklus I 62, dan pada siklus II melonjak menjadi 82. Ini membuktikan bahwa metode demonstrasi mampu mempengaruhi hasil belajar siswa kelas VIIA MTsN Aryojeding Tulungagung pada materi bulutangkis mapel PJOK.

(39)

pembelajaran maupun hasil belajar, maka melalui penelitian ini, peneliti menyarankan:

1. Guru dapat mengubah cara mengajar PJOK dengan menerapkan metode yang pas untuk setiap KD yang diajarkan.

2. Guru sebaiknya berani menerapkan metode Taktis dalam proses pembelajarannya.

3. Guru sebaiknya berupaya untuk mengaktifkan siswa-siswanya agar pembelajaran dapat kelihatan hidup, dan hasil belajar menjadi meningkat.

4. Buat guru PJOK, harus berani membuat perubahan dalam proses pembelajarannya, jangan terlalu mempertahankan pola pembelajaran yang konvensional.

(40)

E S I N D O

Physical Education and Sport Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Ambarukmi,D.H.,Pasurney.P.,Sidik.D.Z.,Irianto,D.P.,Dewanti.,Sunyoto.,Sulist yanto.D.,dan Harahap. 2007. Pelatihan Pelatih Fisik Level 1. Jakarta : Asdep Pengembangan Tenaga dan Pembinaan Keolahragaan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi dan IPTEK Olahraga Kementrian Pemuda dan Olahraga.

Aning, J, 2008. “Perbandingan Praktis Antara Sejumlah Jenis Pelatihan untuk Tubuh Bagian Bawah ”. NSCA’S perfomance training journal. www. nsca-lift.org.volume 7issue I

Apta, M dan Febi, K. 2015. Ilmu Kepelatihan Dasar. Bandung: ALFABETA Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Asdep PTPK, Kemenegpora. 2007. Pelatihan Pelatih Fisik Level 1. Jakarta: Kemenegpora.

Abidin, Eskross, 1999. Pendidikan jasmani dan kesehatan kelas 8, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional.

Asmuni, Khaidir, 1993. Guru Dalam Teknologi dan Pendekatan SDM, Kedaulatan Rakyat, hlm 4

DePorter, B.M. Rerdor, S. Nourie. 2001. Quantum Teaching. Penerjemah Ary Nilandri. Bandung: Kaifa

Dick & Carey. 1985. Metodologi Pengembangan. Jakarta: Rosda

Hamalik, Oemar, 1983. Metode Belajar dan Kesulitan Belajar . Bandung: Tarsito.

IKIP Malang 1993. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah , Skripsi, Artikel, dan Makalah Malang, OPP IKIP Malang Joni, T Raka , 1983, CBSA, wawasan Pendidikan Guru Malang , IKIP Malang.

Kosasih, Engkos. 1985. Olahraga: Teknik dan Program Latihan. Jakarta: Akademika Pressindo.

Purwodarminto, 1976. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Susilo, Herawati dkk, 2008. Penelitian Tindakan Kelas, Malang,

Bayumedia Publising.

(41)

Usman, Moh User , 1991 . Menjadi Guru Profersional, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

Vallimurugan, V. and Vincent, J.P. 2012. Effect of SAQ Training On Selected Physical Fitness Parameters og Men Football Palyers. International Journal of Advanted and Inovation Research. ISSN: 2278-7844. Volume 1, Issue 2, Juli 2012.

Winarno, M.E. 2011. Metodologi Penelitian Dalam Pendidikan Jasmani. Malang: Media Cakrawala Utama Press.

Yap, C.W., College, B.C., Brown, L.E. and Woodman, G. 2000. Development of speed, agility and quickness for the female soccer athlete. Journal Strengthand Conditioning. 22(1),9-12.

(42)
(43)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi pelaksanaan pertandingan tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009, subyek penelitian ini adalah atlet tenis lapangan dari 31 kota atau kabupaten peserta pertandingan tenis lapangan dengan jumlah 151 atlet, 10 orang wasit luar Kota, 5 orang wasit dalam Kota, 71 orang pelatih dan official, dan panitia pelaksana sebanyak 4 orang yang terdiri dari ketua pelaksana, sekretaris, bendahara dan ketua bidang pertandingan. Pengumpulan data ini dengan menggunakan angket tertutup. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskritif kuantitatif yang pengolahan datanya dipresentasikan. Simpulan dari penelitian ini ditemukan bahwa rata-rata penelitian ini masuk pada kategori baik namun perlu ditingkatkan lagi untuk bidang keuangannya.

Kata kunci: evaluasi, tenis lapangan, PORPROV

A. PENDAHULUAN

Olahraga mempunyai peran yang sangat penting sebagai ajang untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan, yaitu dari pelaksanaan PON I tahun

Arief Darmawan

(44)

1948 yang dilaksanakan di Solo sampai dengan pelaksanaan PON VIII di Jakarta tahun 1977. Pada PON IX tahun 1981 hingga PON XVIItahun 2008 di Kalimantan Timur berubah menjadi PON Prestasi karena peserta PON hanyalah atlet ataupun Provinsi yang telah lolos pada babak kualifikasi sebelum pelaksanaan PON. Sebelum pelaksanaan PON XVII 2008 di Kalimantan Timur, Provinsi Jawa Timur mempersiapkan diri dengan melaksanakan PUSLATDA Jatim 100, dan mempersiapkan atlet lapis kedua atau regenerasi atlet senior yang ada, melalui penyelenggaraan Pekan Olahraga Provinsi I (PORPROV I) di Surabaya pada tahun 2007.

Berkaitan dengan adanya 2 kegiatan tersebut, pada PON XVII di Kalimantan Timur tanggal 5-18 juli 2008, kontingen Jawa Timur berhasil menjadi juara umum dengan memperoleh 139 emas, 113 perak dan 111 perunggu. Perolehan medali Jawa Timur melampui medali kontingen DKI Jakarta yang memperoleh 119 emas, 117 perak, dan 122 perunggu, namun pada cabang olahraga tenis lapangan Jawa Timur hanya memperoleh 1 medali perunggu pada nomor ganda. PORPROV Jatim I telah terbukti memberikan andil pada prestasi PON XVII Jawa Timur, maka perlu ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 atas dasar surat keputusan Ketua Umum KONI Provinsi Jawa Timur no.426/SK.16/ 309.1/2009. Pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur melalui KONI Jawa Timur membentuk PB PORPROV sebagai panitia besar dalam pelaksanaan PORPROV Jawa Timur II yang dilaksanakan pada tanggal 5-10 Oktober 2009 di Kota Malang, dengan mempertandingkan 20 cabang olahraga termasuk didalamnya tenis lapangan dengan batasan usia maksimal 21 tahun.

B. METODE

Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah (1) kontingen Kabupaten atau Kota peserta pertandingan tenis lapangan PORPROV Jatim II tahun 2009 di Kota Malang, yang terdiri dari atlet putra dan putri sejumlah 151 orang serta official dan pelatih sejumlah 72 orang. Sehingga total jumlah atlet, pelatih dan official adalah 223 orang. (2) wasit yang terlibat dalam pertandingan berjumlah 15 orang dan. (3) panitia pelaksana (PANPEL) inti pertandingan tenis lapangan berjumlah 4 orang yang terdiri dari ketua pelaksana, sekretaris, bendahara dan koordinator bidang pertandingan.

Waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan September sampai

(45)

dengan bulan Desember tahun 2009. Sedangkan tempat penelitian dilakukan di Kota Malang, yaitu lapangan tenis Gajayana dan lapangan tenis jalan terusan Surabaya.Pada instrumen penelitian ini, angket yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu angket dengan jawaban yang sudah tersedia. Angket disusun secara terstruktur dengan menggunakan 5 pilihan jawaban. Pada angket ini cara menjawab pertanyaan dengan memberikan tanda Cek (√) pada kolom pilihan jawaban 1 kurang sekali, 2 kurang, 3 cukup, 4 baik, 5 baik sekali. Butir-butir pertanyaan angket merupakan hasil pengembangan peneliti dari variabel dan indikator kemudian kemudian memvalidasi instrumen pada dua orang ahli bidang evaluasi.

Teknik analisis data yang digunakan dalam evaluasi manajemen pelaksanaan pertandingan tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang, adalah teknik analisis deskriptif persentase. Analisis data sesuai dengan pendekatan ini dimaksudkan bahwa, setiap analisis disesuaikan dengan data yang digunakan.

Untuk menentukan kesimpulan yang telah tercapai maka ditetapkan kriteria seperti pada tabel berikut:

Tabel 1. Analisis Persentase Hasil Evaluasi

No Interval Klasifikasi

81%-100% Baik sekali

61%-80% Baik

41%-60% Cukup

21-40% Kurang

<20% Kurang Sekali

Sumber: (Arikunto, 2008)

C. HASIL

(46)

1. Layanan Akomodasi

a. Hasil Analisis Data Pada Layanan Akomodasi untuk Atlet Tenis Lapangan

Hasil analisis datalayanan akomodasiuntuk 60atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Akomodasi untuk Atlet Tenis Lapangan

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Pembagian kamar 217 300 72,34

2 Keseimbangan jumlah kamar 221 300 73,67 3 Kenyamanan penginapan 227 300 75,67 4 Fasilitas kamar mandi 219 300 73

5 Fasilitas tempat buang air kecil/besar 202 300 67,33

6 Fasilitas air untuk mandi 221 300 73,67 7 Penerangan lampu kamar 227 300 75,67

8 Kebersihan kamar 210 300 70

9 Layanan petugas akomodasi

secara umum 221 300 73,67

Jumlah 1965 2700

Rata-rata 72,78

Dari analisis data diketahui rata-rata dari setiap aspek layanan akomodasi untuk atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang yakni dalam kategori baik dengan Persentase 72,78%.

b. Hasil Analisis Data Pada Layanan Akomodasi untuk Wasit Luar Kota Tenis Lapangan

(47)

Tabel 3. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Akomodasi untuk Wasit Luar Kota Tenis Lapangan

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Pembagian kamar 44 50 88

2 Keseimbangan jumlah kamar 39 50 78

3 Kenyamanan penginapan 45 50 90 4 Fasilitas kamar mandi 41 50 82

5 Fasilitas tempat buang air kecil/

besar 39 50 78

6 Ketersediaan air 38 50 76

7 Penerangan lampu kamar 42 50 84

8 Kebersihan kamar 44 50 88

9 Layanan petugas akomodasi secara umum 44 50 88

Jumlah 376 450

Rata-rata 83,56

Berdasarkan rata-rata dari setiap aspek tersebut maka dapat diketahui bahwa kualitas layanan akomodasi untuk wasit luar Kota tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang termasuk dalam kategori baiksekali dengan Persentase 83,56%.

2. Layanan Konsumsi

a. Hasil Analisis Data Pada Layanan Konsumsi untuk Atlet Tenis Lapangan

Hasil analisis datalayanan konsumsiuntuk 60 atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Konsumsiuntuk Atlet Tenis Lapangan

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Penyajian makanan dengan kotak 197 300 65,67 2 Variasi menu makanan 183 300 61

3 Lauk yang disajikan 180 300 60

(48)

5 Penyajian buah 141 300 47

6 Kekerasan atau kelembekan nasi 221 300 73,67 7 Sayuran yang disajikan 186 300 62 8 Ketepatan waktu penyajian 215 300 71,67 9 Ketersediaan air minum 207 300 69

10 Pendistribusian makanan dengan kupon 180 300 60

11 Layanan petugas konsumsi secara umum 215 300 71,67

Jumlah 2108 3300

Rata-rata 63,88

Berdasarkan rata-rata dari setiap aspek tersebut maka dapat diketahui bahwa kualitas layanan akomodasi untuk atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang termasuk dalam kategori baik dengan persentase 63,88%.

b. Hasil Analisis Data Pada Layanan Konsumsi untuk Wasit Luar Kota Tenis Lapangan

Layanan akomodasi untuk 10wasit luar Kota tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malangdapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Konsumsi untuk Wasit Luar Kota

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Penyajian makanan dengan kotak 42 50 84

2 Variasi menu makanan 41 50 82

3 Lauk yang disajikan 39 50 78

4 Volume nasi 41 50 82

5 Penyajian buah 43 50 86

6 Kekerasan atau kelembekan nasi 41 50 82

7 Sayuran yang disajikan 41 50 82 8 Ketepatan waktu penyajian 42 50 84 9 Ketersediaan air minum 45 50 90

10 Pendistribusian makanan dengan kupon 43 50 86

11 Layanan petugas konsumsi secara

(49)

12 Layanan konsumsi pendukung 46 50 92

Rata-rata 508 600

Jumlah 84,67

Berdasarkan rata-rata dari setiap aspek tersebut maka dapat diketahui bahwa kualitas layanan akomodasi untuk wasit luar kota tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang termasuk dalam kategori baik sekali dengan persentase 84,67%.

c. Hasil Analisis Data Pada Layanan Konsumsi untuk Wasit Dalam Kota Layanan konsumsiuntuk 5 wasit dalam Kota tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malangdapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Konsumsi untuk Wasit Dalam Kota

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Penyajian makanan dengan kotak 20 25 80

2 Variasi menu makanan 19 25 76

3 Lauk yang disajikan 16 25 64

4 Volume nasi 16 25 64

5 Penyajian buah 15 25 60

6 Kekerasan atau kelembekan nasi 16 25 64 7 Sayuran yang disajikan 16 25 64 8 Ketepatan waktu penyajian 18 25 72 9 Ketersediaan air minum 19 25 76

10 Pendistribusian makanan dengan kupon 15 25 60

11 Layanan petugas konsumsi secara umum 16 25 64

12 Layanan konsumsi pendukung 18 25 72

Rata-rata 202 300

Jumlah 68

(50)

2. Layanan Transportasi

a. Hasil Analisis Data Pada Layanan Transportasi untuk Atlet Tenis Lapangan

Hasil analisis datalayanan transportasiuntuk 60atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Transportasiuntuk Atlet Tenis Lapangan

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Transportasi dari penginapan ke venue 208 300 69,33

2 Keseimbangan kapasitas tempat

duduk 215 300 71,67

3 Pemahaman jalan pengemudi 207 300 69 4 Kesigapan pengemudi 212 300 70,67 5 Kenyamanan diperjalanan 210 300 70

6 Kebersihan bus 200 300 66,67

7 Layanan petugas transportasi

secara umum 219 300 73

Jumlah 1467 2100

Rata-rata 70,05

Berdarkan rata-rata dari setiap aspek tersebut maka dapat diketahui bahwa kualitas layanan akomodasi untuk atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang termasuk dalam kategori baik dengan persentase 70,05%.

b. Hasil Analisis Data Pada Layanan Transportasi Untuk Wasit Luar Kota Tenis Lapangan

Layanan akomodasi untuk 10wasit luar Kota tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malangdapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Transportasiuntuk Wasit Luar Kota Tenis Lapangan

No Aspek ΣX Σxi P (%)

(51)

2 Keseimbangan kapasitas tempat duduk 44 50 88

3 Pemahaman jalan pengemudi 42 50 84

4 Kesigapan pengemudi 45 50 90

5 Kenyamanan 45 50 90

6 Kebersihan bus 42 50 84

7 Layanan petugas transportasi

secara umum 42 50 84

Jumlah 306 350

Rata-rata 87,42

Berdasarkan persentase rata-rata dari setiap aspek tersebut maka dapat diketahui bahwa kualitas layanan akomodasi untuk atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang termasuk dalam kategori baik sekali dengan Persentase 87,42%.

3. Layanan Kesehatan

a. Hasil Analisis Data Pada Layanan Kesehatan untuk Atlet Tenis Lapangan

Hasil analisis datalayanan transportasiuntuk 60 atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Kesehatanuntuk Atlet Tenis Lapangan

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Layanan petugas kesehatan di tempat pertandingan 220 300 73,33

2 Kesigapan petugas kesehatan di

venue 215 300 71,67

3 Keramahan petugas kesehatan 208 300 69,33

4 Pemberiaan obat 206 300 68,67

5 Peralatan kesehatan 207 300 69

6 Layanan petugas kesehatan di tempat penginapan 193 300 64,33

7 Layanan petugas kesehatan

secara umum 217 300 72,33

Jumlah 1466 2100

(52)

Berdasarkan nilai rata-rata dari setiap aspek tersebut maka dapat diketahui bahwa kualitas layanan akomodasi untuk atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang termasuk dalam kategori baik dengan persentase 69,80%.

b. Hasil Analisis Data Pada Layanan Kesehatan untuk Wasit luar Kota Tenis lapangan

Layanan kesehatanuntuk 10 wasit tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malangdapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 10. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Kesehatanuntuk Wasit Luar Kota Tenis Lapangan

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Layanan petugas kesehatan di tempat pertandingan 43 50 86

2 Kesigapan petugas kesehatan di

venue 46 50 92

3 Keramahan petugas kesehatan 48 50 96

4 Pemberiaan obat 43 50 86

5 Peralatan kesehatan 43 50 86

6 Layanan petugas kesehatan di tempat penginapan 44 50 88

7 Layanan petugas kesehatan secara umum 45 50 90

Jumlah 312 350

Rata-rata 89,14

Berdasarkan rata-rata dari setiap aspek tersebut maka dapat diketahui bahwa kualitas layanan akomodasi untuk atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang termasuk dalam kategori baik sekali dengan persentase 89,14

c. Hasil Analisis Data Pada Layanan Kesehatan untuk Wasit Dalam Kota Tenis Lapangan

(53)

Tabel 11. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Kesehatanuntuk Wasit Tenis Lapangan

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Layanan petugas kesehatan di

tempat pertandingan 17 25 68

2 Kesigapan petugas kesehatan di venue 17 25 68

3 Keramahan petugas kesehatan 19 25 76

4 Pemberiaan obat 18 25 72

5 Peralatan kesehatan 18 25 72

6 Layanan petugas kesehatan di

tempat penginapan 20 25 80

7 Layanan petugas kesehatan

secara umum 17 25 68

Jumlah 126 175

Rata-rata 72

Berdasarkan persentase rata-rata dari setiap aspek tersebut maka dapat diketahui bahwa kualitas layanan kesehatanuntuk atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang termasuk dalam kategori baik dengan persentase 72%.

4. Layanan Keamanan

a. Hasil Analisis Data Pada Layanan Keamanan untuk Atlet Tenis Lapangan

Hasil analisis datalayanan transportasiuntuk 60atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 12. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Keamananuntuk Atlet Tenis Lapangan

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Keramahan petugas keamanan 213 300 71

2 Penempatan petugas keamanan di penginapan 205 300 68,33

3 Penempatan petugas keamanan

di venue 206 300 68,66

(54)

5 Pengawalan ke tempat pertandingan 205 300 68,33

6 Layanan petugas keamanan

secara umum 223 300 74,33

Jumlah 1252 1800

Rata-rata 69,55

Berdasarkan persentase rata-rata dari setiap aspek tersebut maka dapat diketahui bahwa kualitas layanan keamanan untuk atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang termasuk dalam kategori baik dengan Persentase 69,55%.

b. Hasil Analisis Data Pada Layanan Keamanan untuk Wasit Luar kota Tenis Lapangan

Layanan keamananuntuk 10 wasit tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malangdapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 13. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Keamananuntuk Wasit Luar Kota Tenis Lapangan

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Keramahan petugas keamanan 43 50 86

2 Penempatan petugas keamanan

di penginapan 43 50 86

3 Penempatan petugas keamanan di venue 43 50 86

4 Kesigapan petugas keamanan 42 50 84

5 Pengawalan ke tempat pertandingan 43 50 86

6 Layanan petugas keamanan

secara umum 45 50 90

Jumlah 259 300

Rata-rata 86,33

(55)

c. Hasil Analisis Data Pada Layanan Keamanan untuk Wasit Dalam Kota

Layanan keamananuntuk 5 wasit tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malangdapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 14. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Keamananuntuk Wasit Tenis Lapangan

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Keramahan petugas keamanan 15 25 60

2 Penempatan petugas keamanan

di penginapan 18 25 72

3 Penempatan petugas keamanan di venue 17 25 68

4 Kesigapan petugas keamanan 18 25 72

5 Pengawalan ke tempat pertandingan 17 25 68

6 Layanan petugas keamanan secara umum 17 25 68

Jumlah 102 150

Rata-rata 68

Berdasarkan persentase rata-rata dari setiap aspek tersebut maka dapat diketahui bahwa kualitas layanan keamanan untuk atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang termasuk dalam kategori baik dengan persentase 68%.

5. Bidang Pertandingan

a. Hasil Analisis Data Pada Bidang Pertandingan untuk Atlet Tenis Lapangan

Hasil analisis data bidang pertandinganuntuk 60 atlet tenis lapangan PORPROV Jawa Timur II tahun 2009 di Kota Malang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 15. Hasil Penelitian Sub Variabel Bidang pertandingan untuk Atlet Tenis Lapangan

No Aspek ΣX Σxi P (%)

1 Kelengkapan scoarboard 156 300 52

Gambar

Tabel 1. Analisis Persentase Hasil Evaluasi
Tabel 2. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Akomodasi untuk Atlet Tenis Lapangan
Tabel 3. Hasil Penelitian Sub Variabel  Layanan Akomodasi untuk Wasit Luar Kota Tenis Lapangan
Tabel 5. Hasil Penelitian Sub Variabel Layanan Konsumsi untuk Wasit Luar Kota
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, jelaslah bahwa pemilihan strategi iklan dan juga stilistika iklan sangat memberikan peranan yang penting dalam sebuah iklan karena akan menyampaikan pesan

Para modernis Muslim menyadari bahwa salah satu jalan efektif untuk mengentaskan Muslim dari kondisi yang menyedihkan tersebut dan dalam rangka mengerjakan

Dari falsafah tersebut, masyarakat Sinar Resmi mengembangkan tiga konsep adat sebagai dasar kelembagaan/tatanan kehidupan sehari-hari (norma), yaitu:.. a) Nyangkulu ka hukum,

Berdasarkan analisis ketuntasan hasil belajar individual didapatkan bahwa setiap siswa sudah mencapai ketuntasan individu, kemudian dari hasil analisis ketuntasan

Penggunaan standar SNI 03-7015-2004 memberikan cara perhitungan dengan menggunakan data hari guruh, data ukuran bngunan / daerah, area proteksi, frekuensi sambaran tahunan (Nc)

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa metabolit yang dihasilkan oleh isolat fungi endofit FEF2 dan bakteri endofit BEF1 memiliki aktivitas antimikroba.. Hal

Dari hasil overlay antara Peta Potensi Bahaya Tanah Longsor dan Peta Penggunaan Lahan di Dusun Guyon, Desa Tengklik, didapatkan risiko bencana tanah longsor

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Danis Ardyansah, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Pengaruh Size, Leverage, Profitability, Capital Intensity Ratio dan