• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Keragaman Genetik

Berdasarkan hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPC 01-20 dan OPA 01-20 diperoleh 3 primer dengan hasil amplifikasi yang baik yaitu primer OPC-02, OPC-05 dan OPA-09 menghasilkan 9-28 fragmen dengan ukuran berkisar antara 1500-1800 bp (Tabel 1). Hasil amplifikasi disajikan pada Lampiran 2-4.

Tabel 1 Jumlah fragmen dan kisaran ukuran hasil amplifikasi DNA 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan menggunakan primer OPC-02, OPC-05 dan OPA-09

No. Populasi Jumlah Fragmen Kisaran ukuran

1. Jambi 25-27 150-1600 bp 2. Palembang 9-27 150-1500 bp 3. Lampung 13-25 150-1500 bp 4. Jawa Barat 19-25 150-1600 bp 5. Jawa Tengah 25-27 150-1500 bp 6. Jawa Timur 13-26 190-1800 bp 7. Kalimantan Barat 21-27 200-1600 bp 8. Kalimantan Tengah 24-26 200-1500 bp 9. Kalimantan Selatan 26-28 200-1600 bp

Hasil analisis TFPGA menunjukkan polimorfisme ikan uji berkisar antara 6.25-65.62% dan heterozigositas 0.02-0.29 (Tabel 2). Persentase polimorfisme dan heterozigositas tertinggi terdapat pada populasi sepat siam asal Jawa Timur, diikuti populasi asal Lampung dan Palembang dengan tingkat polimorfisme lebih dari 50%. Sedangkan populasi dengan keragaman genetik terendah adalah populasi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Jambi dengan tingkat polimorfisme kurang dari 10%.

Secara statistik dengan menggunakan uji perbandingan berpasangan Fst, 3 populasi asal pulau Sumatera (Jambi, Palembang dan Lampung) menunjukkan distribusi ragam alelik yang tidak berbeda nyata. Demikian pula 3 populasi asal pulau Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan) menunjukkan adanya sebaran ragam alelik yang sama. Tetapi sebaran alelik pada populasi Kalimantan Selatan berbeda dengan Jambi dan Lampung, Jawa Barat serta Jawa Timur. Sedangkan 3 populasi asal pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) menunjukkan perbedaan alelik antara populasi Jawa Timur dan Jawa Barat, tetapi populasi Jawa Tengah tidak berbeda dengan seluruh populasi lainnya (Tabel 3).

8

Tabel 2 Persentase polimorfisme dan heterozigositas 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan

No. Populasi Polimorfisme (%) Heterozigositas

1. Jambi 6.25 0.02 2. Palembang 56.25 0.27 3. Lampung 59.37 0.25 4. Jawa Barat 31.25 0.13 5. Jawa Tengah 12.50 0.06 6. Jawa Timur 65.62 0.29 7. Kalimantan Barat 21.87 0.09 8. Kalimantan Tengah 9.37 0.03 9. Kalimantan Selatan 6.25 0.02

Tabel 3 Uji perbandingan berpasangan Fst 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan

Populasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 xxxx 2 1.00* xxxx 3 0.62* 1.00* xxxx 4 0.04 0.20* 0.18* xxxx 5 0.99* 1.00* 0.78* 0.18* xxxx 6 0.14* 0.99* 0.97* 0.01 0.58* xxxx 7 0.35* 0.83* 0.04 0.00 0.89* 0.07* xxxx 8 0.83* 0.99* 0.78* 0.22* 0.99* 0.42 * 0.93* xxxx 9 0.03 0.21* 0.01 0.00 0.49* 0.02 0.96* 0.94* xxxx Ket:

1. Jambi 6. Jawa Timur

2. Palembang 7. Kalimantan Barat 3. Lampung 8. Kalimantan Tengah 4. Jawa Barat 9. Kalimantan Selatan 5. Jawa Tengah *) tidak berbeda nyata (P≥0.05)

Berdasarkan analisis keragaman genetika interpopulasi, jarak genetik antar 9 populasi ikan sepat siam dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan berkisar antara 0.02-0.19 (Tabel 4). Jarak genetik tertinggi terdapat antara populasi ikan sepat siam asal Jawa Barat dengan Kalimantan Selatan (0.19) dan terendah antara populasi Palembang dan Lampung (0.02).

9

Tabel 4 Jarak genetik 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan

Populasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 xxxx 2 0.08 xxxx 3 0.14 0.02 xxxx 4 0.13 0.11 0.09 xxxx 5 0.07 0.08 0.12 0.12 xxxx 6 0.15 0.05 0.06 0.15 0.11 xxxx 7 0.11 0.11 0.16 0.15 0.07 0.16 xxxx 8 0.06 0.07 0.12 0.13 0.05 0.13 0.06 xxxx 9 0.14 0.15 0.19 0.19 0.09 0.17 0.08 0.07 xxxx Ket:

1. Jambi 6. Jawa Timur

2. Palembang 7. Kalimantan Barat

3. Lampung 8. Kalimantan Tengah

4. Jawa Barat 9. Kalimantan Selatan

5. Jawa Tengah

Dendrogram yang dibentuk berdasarkan jarak genetik 9 populasi ikan sepat siam dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan menunjukkan pengelompokkan 3 populasi ikan sepat siam (Palembang, Lampung, Jawa Timur) dengan populasi sepat siam dari Jawa Barat pada satu kluster terpisah dengan kelima populasi lainnya pada kluster kedua (Gambar 2).

Gambar 2 Dendrogram jarak genetik 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan

10

Truss Morfometrik

Karakteristik 16 fenotip truss morfometrik 9 populasi ikan sepat siam dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan (Jambi, Palembang, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan) dalam koefisien keragaman dan uji signifikansi disajikan pada Tabel 5, sedangkan nilai rerata dan simpangan baku pada Lampiran 8. Koefisien keragaman (CV) 16 karakter 9 populasi sepat siam berkisar antara 2.92 - 12.99%, dengan rerata CV tertinggi pada karakter B3 (jarak antara titik di awal sirip anal dengan titik di awal sirip ventral) dan terendah pada karakter C3 (jarak antara titik di pangkal ekor bagian bawah dengan titik di awal sirip anal). Berdasarkan hasil uji signifikansi interpopulasi dari 16 karakter yang diukur, karakter A3 (jarak antara titik di awal sirip ventral dengan titik di ujung bawah operculum) menunjukkan keseragaman pada 9 populasi yang dianalisis, sedangkan 15 karakter lainnya berbeda nyata (P<0.05). Nilai koefisien keragaman dan hasil uji signifikansi dari 16 karakter fenotipe disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Koefisien keragaman (CV) dan hasil uji signifikansi 16 karakter truss morfometrik 9 populasi sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan

Ket: *) tidak berbeda nyata (P≥0.05)

Berdasarkan analisis diskriminan kanonikal 16 karakter morfometrik 9 populasi ikan uji, menunjukkan sebaran fenotipe intrapopulasi di semua kuadran dan saling bersinggungan antar populasi (Gambar 3 dan Lampiran

8-Karakter CV

yang Jambi Palem- Lam- Jawa Jawa Jawa Kalbar Kalteng Kalsel Rerata Uji diukur bang pung Barat Tengah Timur signifikansi

A1 9.04 7.64 6.66 5.85 5.86 5.88 7.37 6.72 6.71 6.86 0.00 A2 4.34 3.32 3.98 4.23 2.72 3.72 3.42 3.62 3.43 3.64 0.00 A3 9.99 8.18 7.81 7.91 10.27 7.38 7.93 7.19 7.47 8.24 0.14* A4 8.23 6.06 7.46 8.26 6.78 6.00 5.02 6.34 6.37 6.72 0.00 A5 4.56 3.87 4.33 4.43 5.06 4.15 3.62 4.45 3.78 4.25 0.00 A6 7.57 5.92 7.50 5.38 4.59 5.13 4.18 4.41 4.91 5.51 0.00 B1 5.52 5.56 5.78 4.56 4.32 6.48 4.98 4.93 6.51 5.40 0.03 B2 4.86 4.21 3.27 3.39 3.95 5.16 4.06 4.61 7.84 4.59 0.00 B3 15.56 8.54 15.26 12.68 13.75 13.56 17.88 8.83 10.84 12.99 0.00 B5 3.48 3.05 3.35 3.33 3.68 3.26 3.30 3.69 2.61 3.30 0.02 B6 4.06 3.85 2.93 3.16 3.31 4.94 3.15 3.93 6.37 3.97 0.00 C1 4.86 5.23 5.00 4.29 4.72 5.10 4.65 5.15 3.32 4.70 0.00 C2 4.65 4.06 5.08 4.31 4.62 4.92 3.83 3.33 3.56 4.26 0.00 C3 3.84 2.56 3.06 2.29 2.03 2.66 3.99 2.35 3.55 2.92 0.00 C5 3.18 3.01 4.10 1.92 2.21 3.83 3.07 2.66 2.51 2.94 0.00 C6 3.70 2.86 2.50 1.96 2.88 3.17 3.04 2.97 4.71 3.09 0.00

11

10). Adanya persinggungan ini menunjukkan kesamaan beberapa karakter morfometrik antar populasi.

Gambar 3 Penyebaran karakter truss morfometrik 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan

kalimantan

Berdasarkan hasil analisis sharing component (Tabel 6), terlihat bahwa nilai indeks kesamaan intra populasi tertinggi terdapat pada populasi ikan sepat asal Jawa Tengah (73.3%) dan Kalimantan Barat (66,7%), sedangkan yang terendah pada populasi ikan sepat asal Palembang (16.7%). Sedangkan indeks kesamaan interpopulasi berkisar 0-23.1%. Tingginya indeks kesamaan intrapopulasi pada populasi ikan sepat Jawa Tengah mengindikasikan terjadinya kecenderungan populasi yang terisolir dari populasi lain.

Dendogram interpopulasi berdasarkan karakteristik morfometrik 9 populasi sepat siam dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan menunjukkan bahwa populasi Jawa Tengah dan Jambi membentuk satu kluster, demikian pula Lampung dan Kalimantan Tengah yang terhubung dengan Jawa Barat dan 4 populasi lain dalam satu kluster lainnya (Gambar 4).

12

Tabel 6 Persentase sharing component 9 populasi ikan sepat siam

(Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan berdasarkan karakter truss morfometrik.

Ket:

1. Jambi 6. Jawa Timur

2. Palembang 7. Kalimantan Barat 3. Lampung 8. Kalimantan Tengah 4. Jawa Barat 9. Kalimantan Selatan 5. Jawa Tengah

Gambar 4 Dendrogram inter-populasi berdasarkan 16 karakter morfometrik 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan

Populasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah (%) Jambi 40 13,3 0 10 20 0 3,3 0 13,3 100 Palembang 3,3 16,7 3,3 13,3 3,3 10 20 16,7 13,3 100 Lampung 0 7,7 46,2 23,1 0 15,4 0 7,7 0 100 Jawa Barat 3,3 13,3 3,3 43,3 3,3 3,3 6,7 10 13,3 100 Jawa Tengah 10 0 0 10 73,3 0 3,3 0 3,3 100 Jawa Timur 10 10 3,3 3,3 3,3 33,3 13,3 13,3 10 100 Kalimantan Barat 0 13,3 0 0 0 6,7 66,7 6,7 6,7 100 Kalimantan Tengah 0 20 13,3 16,7 0 3,3 3,3 36,7 6,7 100 Kalimantan Selatan 13,3 3,3 3,3 13,3 6,7 3,3 3,3 20 33,3 100

13

Pembahasan

Keragaman Genetika 9 Populasi Ikan Sepat Siam

Berdasarkan hasil analisis RAPD, jumlah fragmen DNA yang teramplifikasi pada hasil penelitian ini adalah 9-28 fragmen dengan kisaran ukuran 1500-1800 bp. Jumlah fragmen yang teramplifikasi dipengaruhi komposisi basa pada primer. Ukuran fragmen yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 1500-1600 bp. Pada ikan betok, ukuran fragmen berkisar antara 175-1750 bp, sedangkan pada ikan gabus kisarannya lebih luas, yaitu 120-3000 bp. Perbedaan ukuran pita menggambarkan adanya polimorfisme dari sampel. Menurut Gusmiaty et al. (2012), Perbedaan profil pita DNA hasil amplifikasi, terutama jumlah dan ukuran pita sangat berperan dalam menentukan tingkat keragaman populasi. Hasil analisis TFPGA menunjukkan polimorfisme ikan uji berkisar antara 6.25-65.62% dan heterozigositas 0.02-0.29. Tinggi rendahnya persentase polimorfisme dan heterozigositas berbanding lurus dengan tingkat keragaman genetiknya. 3 populasi ikan sepat siam menunjukkan polimorfisme lebih dari 50%, yaitu populasi asal Jawa Timur (65.62%), Lampung (59.37%) dan Palembang (56.25%). Sedangkan 6 populasi lainnya mempunyai tingkat polimorfisme 6.25-31.25%. Keragaman genetik merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan seleksi alam. Populasi ikan dengan keragaman genetik yang lebih tinggi biasanya memiliki kemampuan beradaptasi yang lebih baik terhadap lingkungannya. Menurut Leary et al. (1985), rendahnya keragaman genetik akan mengakibatkan munculnya sifat-sifat negatif, antara lain menurunnya pertumbuhan, keragaman ukuran, kestabilan perkembangan organ, tingkat sintasan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungannya. Tinggi rendahnya keragaman genetik dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu mutasi, migrasi, genetic drift dan seleksi.

Berdasarkan hasil uji statistik Fst berpasangan, perbedaan genetik secara nyata terdapat antara populasi ikan sepat siam asal Jambi dengan Jawa Barat dan Kalimantan Selatan; Lampung dengan Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan; Jawa Barat dengan Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan; serta antara Jawa Timur dengan Kalimantan Selatan. Jarak genetik antar populasi berkisar antara 0.02-0.19. Jarak genetik tertinggi antara populasi ikan sepat siam asal Jawa Barat dengan Kalimantan Selatan. Jarak genetik mengindikasikan adanya aliran gen, semakin meningkat keseragaman distribusi gen maka semakin dekat jarak genetik antar populasi. Peningkatan keseragaman genetik pada populasi yang terbatas dapat menurunkan kebugaran populasi karena reduksi polimorfisme. Berdasarkan dendrogram yang dibentuk dari jarak genetik, terlihat bahwa secara umum dari 9 populasi ikan uji yang dianalisis membentuk 2 kluster utama, kluster pertama terdiri dari populasi ikan sepat siam asal Palembang, Lampung, Jawa Timur dan Jawa Barat; dan kluster kedua terdiri dari populasi Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan dari 9 populasi ikan sepat siam tersebut cukup erat karena berasal dari induk dengan sumber genetik yang berdekatan, dimana populasi dalam satu kluster dimungkinkan berasal dari

14

sumber genetik yang memiliki jarak genetik yang lebih dekat. Dari dendrogram tersebut terlihat bahwa kedekatan hubungan kekerabatan antar populasi bukan berdasarkan kedekatan lokasi tetapi lebih disebabkan oleh adanya campur tangan manusia melalui introduksi antar satu lokasi ke lokasi lainnya.

Nilai koefisien keragaman (CV) berkisar antara 2.92-12.99%, dengan rerata CV tertinggi pada karakter B3 (jarak antara titik di awal sirip anal dengan titik di awal sirip ventral) dan terendah pada karakter C3 (jarak antara titik di pangkal ekor bagian bawah dengan titik di awal sirip anal). Nilai koefisien keragaman ini tergolong rendah. Rendahnya tingkat koefisien keragaman ini menandakan bahwa secara fenotipe 9 populasi ikan sepat siam yang dianalisis mempunyai karakterisrik fenotipe yang relatif seragam. Sebaran karakter morfometrik dari 9 populasi ikan uji pada hasil analisis canonical discriminant tampak menyebar di semua kuadran dan saling bersinggungan. Adanya persinggungan ini menandakan adanya kemiripan karakter antar populasi. Kemiripan karakter antar populasi tersebut secara lebih nyata dapat dilihat dari hasil analisis sharing component. Nilai indeks kesamaan intrapopulasi umumnya rendah kecuali pada populasi ikan sepat asal Jawa Tengah (73.3%) dan Kalimantan Barat (66,7%). Nilai indeks kesamaan intra populasi yang tinggi dimungkinkan tidak ada aliran gen melalui introduksi atau isolasi karena gap lingkungan, atau migrasi. Sebaliknya, indeks kesamaan intrapopulasi di bawah 50% menunjukkan terdapat kontribusi kemiripan dari populasi lainnya atau aliran genetik interpopulasi. Hasil uji signifikansi menunjukkan bahwa hanya karakter A3 (jarak antara titik di awal sirip ventral dengan titik di ujung bawah operculum) yang tidak berbeda nyata, sehingga karakter A3 dapat dijadikan sebagai karakter penciri ikan sepat siam.

Populasi Sepat Siam untuk Program Pemuliaan

Berdasarkan data dukung kualitas air di lokasi pengambilan sampel dan asal masing masing populasi (Tabel 7), dapat diketahui lebih lanjut bahwa populasi sepat siam Jambi dan Jawa Tengah merupakan sampel yang berasal dari kolam budidaya, sedangkan populasi Palembang, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan berasal dari hasil penangkapan. Populasi sepat siam yang berasal dari kolam budidaya mempunyai tingkat keragaman genetik yang rendah yaitu Jambi (6,25%) dan Jawa Tengah (12,5%). Sedangkan populasi sepat siam yang berasal dari hasil penangkapan (liar) umumnya mempunyai tingkat keragaman genetik yang lebih tinggi, kecuali populasi Kalimantan Tengah (9,37%) dan Kalimantan Selatan (6,25%).

Adanya perbedaan tingkat keragaman genetik antara populasi dari alam (liar) dan budidaya erat kaitannya dengan kondisi lingkungan populasi stok dan ukuran populasi efektif. Semakin luas ukuran populasi efektif akan memungkinkan kemampuan populasi untuk mempertahankan tingkat keragaman genetiknya sehingga populasi tetap bugar dan berkelanjutan. Menurut Sugama et al. (1996), pada lingkungan yang stabil akan lebih sedikit ditemukan variasi alel daripada kondisi lingkungan yang labil, karena laju

15

mutasi dan seleksi lingkungan relatif rendah. Selain itu, pola rekruitmen yang tidak terarah dan terbatas juga dapat mempengaruhi penurunan variasi gen dari populasi ikan tersebut hingga strukturisasi interpopulasi stok. Umumnya petani tidak melakukan pola rekruitmen yang terarah karena sistem pemeliharaan ikan sepat siam ini masih bersifat tradisional. Menurut Tave (1995) dalam Mulyasari (2010), perkawinan yang dilakukan tanpa memperhatikan silsilah tetuanya memiliki peluang untuk terjadinya perkawinan sekerabat, dimana perkawinan tersebut akan meningkatkan nilai inbreeding yang ditandai penurunan heterozigositas dan variasi alelik. Inbreeding akan mengurangi heterozigositas dari suatu populasi ikan dan penurunan variasi gen yang berakibat pada hilangnya alel pengontrol pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit yang berakibat fatal pada generasi berikutnya dan terjadinya abnormalitas. Selain itu, inbreeding jugadapat meningkatkan peluang hilangnya alel-alel tertentu yang menyebabkan keragaman alel yang berbeda dengan kelompok lainnya meskipun secara garis keturunan masih sekerabat (Nugroho et al. 2006)

Tabel 7. Data kualitas air dan asal populasi

No. Populasi Suhu (°C) pH DO (ppm)

Asal populasi

1. Jambi 28.5-30.5 5.5-6.5 5.0-6.0 budidaya

2. Palembang 27.0-30.0 5.5-6.5 3.7-5.5 penangkapan

3. Lampung 28.5-31.4 6.5-8.5 4.8-7.3 penangkapan

4. Jawa Barat 26.6-31.9 6.4-7.9 7.3-7.9 penangkapan

5. Jawa Tengah 29.0-32.0 6.0-8.0 5.0-6.0 budidaya

6. Jawa Timur 28.6-31.5 6.8-7.2 5.9-6.1 penangkapan

7. Kalimantan Barat 22.7-27.6 6.8-7.3 5.0-8.0 penangkapan

8. Kalimantan Tengah 27.2-32.1 4.4-5.8 4.5-6.5 penangkapan

9. Kalimantan Selatan 27.8-29.0 7.1-7.4 4.3-5.5 penangkapan

Keragaman genetik yang bervariasi pada populasi ikan sepat siam hasil penangkapan (liar) juga menggambarkan keadaan populasi ikan tersebut di alam. Populasi sepat siam dari Jawa Timur, Lampung dan Palembang mempunyai tingkat keragaman genetik lebih dari 50%, sedangkan populasi Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan mempunyai tingkat keragaman genetik di bawah 50%. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah populasi ikan sepat siam di Jawa Timur, Lampung dan Palembang di alam masih relatif melimpah dibandingkan dengan populasi Jawa Barat, Kalimantan Barat, kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Selain itu, kondisi alami di perairan juga sangat berpengaruh terhadap kelimpahan stok ikan di habitatnya. Meskipun populasi ikan sepat siam Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan berasal dari hasil pengangkapan (liar), tetapi kadar pH yang rendah pada perairan di Kalimantan Tengah serta kadar oksigen yang rendah pada perairan di Kalimantan Selatan menjadi faktor

16

pembatas dan mengakibatkan terjadinya gap lingkungan sehingga berpengaruh terhadap populasi ikan dan menyebabkan tingkat keragaman genetik yang rendah dan membuat jarak genetik semakin jauh dari populasi lainnya. Dari dendrogram yang dibentuk berdasarkan 16 karakter morfometrik juga terlihat adanya pemisahan kluster antara ikan yang berasal dari budidaya dan penangkapan (liar), dimana populasi sepat siam Jambi dan Jawa Tengah yang berasal dari lingkungan budidaya berada pada satu kluster, sedangkan populasi yang berasal dari hasil penangkapan (liar) berada pada satu kluster lainnya.

Berdasarkan hasil analisis genotipe RAPD diketahui 3 populasi mempunyai tingkat polimorfisme di atas 50%, yaitu populasi ikan sepat siam asal Jawa Timur, Lampung dan Palembang. Potensi genetik suatu populasi untuk beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan tergantung dari keragaman genetiknya. Populasi yang mempunyai variasi genetik yang tinggi diharapkan mempunyai peluang untuk bertahan hidup dan berkembang biak yang lebih baik karena akan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Selain itu populasi sepat siam dari Jawa Timur, Lampung dan Palembang mempunyai nilai indeks kesamaan intrapopulasi di bawah 50% yang menandakan bahwa populasi tersebut bersifat terbuka terhadap adanya laju migrasi maupun reproduksi dengan populasi lain sehingga dapat menambah peluang untuk meningkatkan tingkat keragaman genetik maupun kebugaran populasinya.

Potensi populasi sebagai sumber genetik untuk kandidat budidaya juga harus mempertimbangkan keadaan struktur populasinya. Populasi sepat siam dari Jawa Timur, Lampung dan Palembang dapat dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai kandidat budidaya setelah melalui tahapan domestikasi karena ketiga populasi tersebut berasal dari hasil penangkapan. Proses domestikasi akan mengakibatkan terjadinya perubahan struktur populasi sehingga apabila keragaman genetiknya tetap tinggi setelah dilakukan domestikasi, maka ketiga populasi tersebut dapat dijadikan sebagai sumber genetik baru dalam program selektif breeding ikan sepat siam. Pencampuran populasi untuk meningkatkan ragam genetik dapat dilakukan diantaranya dengan menggabungkan (hibridisasi) populasi Jawa Timur dengan Jawa Barat maupun Jawa Tengah atau dengan Jambi dan Kalimantan.

17

Dokumen terkait