• Tidak ada hasil yang ditemukan

Genetic Diversity of Siamese Gourami from Sumatra, Java and Kalimantan for Selective Breeding of Fish Culture

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Genetic Diversity of Siamese Gourami from Sumatra, Java and Kalimantan for Selective Breeding of Fish Culture"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ISKANDARIAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

KERAGAMAN GENETIK POPULASI SEPAT SIAM DARI

PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN UNTUK

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Genetik Populasi Sepat Siam dari Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan untuk Program Pemuliaan Ikan Budidaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

RINGKASAN

ISKANDARIAH. Keragaman Genetik Populasi Sepat Siam dari Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan untuk Program Pemuliaan Ikan Budidaya. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI dan RUDHY GUSTIANO

Ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) adalah spesies ikan yang diintroduksi dari Thailand ke Indonesia pada tahun 1934. Kegiatan budidaya ikan sepat siam di Indonesia selama periode tahun 2008-2011 baru berkisar antara 2.82-12.36% dari total produksi budidaya setiap tahunnya. Sementara, kegiatan penangkapan ikan sepat siam sudah mengarah pada overfishing dan penurunan kualitas lingkungan yang dapat mengancam kelestariannya.

Pengembangan budidaya ikan sepat siam harus terus dilakukan dengan upaya domestikasi dan program pemuliaan untuk memperbaiki mutu genetik populasi. Informasi genetika populasi ikan sepat siam yang berasal dari alam dan yang sudah didomestikasi dievaluasi untuk menentukan status dan potensi genetik populasi berdasarkan analisis kebugaran genotipe, seleksi, hanyutan gen dan keragaman genetik populasi. Karakteristik genotipe dan fenotipe intra dan interpopulasi merupakan database untuk pengelolaan sumberdaya genetik yang berkualitas dan berkelanjutan serta upaya pemuliaan genetik melalui seleksi dan persilangan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keragaman genotipe dan fenotipe sembilan populasi ikan sepat siam yang berasal dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan berdasarkan analisis Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD) dan truss morfometrik. Manfaat penelitian ini adalah dapat menyediakan database genetika populasi ikan sepat siam untuk seleksi dan pengembangan sumber genetik budidaya yang berkelanjutan serta strategi pemuliaannya..

Ikan sepat siam yang dianalisis terdiri dari tiga populasi asal pulau Sumatera (Jambi, Palembang, Lampung), tiga populasi asal pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur), dan tiga populasi asal pulau Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan). Masing-masing populasi terdiri dari 30 sampel ikan uji untuk analisis truss morfometrik dan 10 sampel spesimen untuk analisis RAPD. Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode Phenol-Chloroform, dan primer yang digunakan adalah OPC 20 dan OPA 01-20. Amplifikasi DNA dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan komposisi reaksi dengan total volume 25 µl yaitu terdiri dari 2 µl DNA, 2 µl primer dengan konsentrasi 10 pmol, 12.5 µl KAPA2G Robust HotStart Ready Mix, dan 21 µl H2O. Karakterisasi truss morfometrik mengacu metode Blezinsky and Doyle (1987) dan analisis parameter kualitas air di lokasi pengambilan sampel ikan yang meliputi suhu, pH dan kelarutan oksigen.

(4)

dendrogram jarak genetik sembilan populasi ikan sepat siam asal pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan yang berkisar antara 0.02-0.19 menggambarkan bahwa populasi ikan sepat siam asal Jawa Barat dan Kalimantan Selatan adalah yang paling jauh, dan tiga populasi asal Jawa Timur, Lampung dan Palembang membentuk kelompok terpisah dari keenam populasi lainnya. Secara morfometrik, koefisien keragaman karakter truss morfometrik rendah yaitu berkisar antara 2.92-12.99%, dan indeks kesamaan truss morfometrik intrapopulasi umumnya tidak lebih dari 50% kecuali pada populasi ikan sepat siam asal Jawa Tengah yang menunjukkan indeks keseragaman tertinggi (73.3%) dan populasi asal Kalimantan Barat (66.7%).

Berdasarkan hasil analisis karakteristik genotipe maupun fenotipe sembilan populasi ikan sepat siam asal pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan dapat disimpulkan bahwa populasi ikan sepat siam asal Jawa Timur, Palembang dan Lampung potensial sebagai sumber genetik untuk kegiatan budidaya dan pemuliaan yang berkelanjutan. Pengembangan sumberdaya genetik ikan sepat siam melalui persilangan dapat dilakukan ujicoba hibridisasi interpopulasi dengan penggabungan dua atau lebih populasi dari alam yang memiliki jarak genetik berbeda atau introduksi populasi non budidaya untuk meningkatkan ragam genetik populasi budidaya yang tingkat keragaman genetiknya rendah.

Kata kunci: RAPD, keragaman genetik, truss morfometrik, ikan sepat siam, Trichogaster pectoralis

(5)

SUMMARY

ISKANDARIAH. Genetic Diversity of Siamese Gourami from Sumatra, Java and Kalimantan for Selective Breeding of Fish Culture. Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI and RUDHY GUSTIANO.

Siamese gourami (Trichogaster pectoralis) is a species of fish that was introduced from Thailand to Indonesia in 1934. Siamese gourami farming activities during the period 2008-2011 ranged between 2.82-12.36% of total aquaculture production annually. Meanwhile, Siamese gourami fishing activities has led to overfishing and environmental degradation that could threaten its sustainability.

The development of fish farming should be done for Siamese gourami supported by the efforts of domestication. Population genetics database of Siamese gourami from natural and domesticated populations stocks are necessary to be evaluated for its genetic structure and potential based on genotype fitness potential, selection, genetic drift, and population genetic diversity genotypes and phenotypes characteristics of intra and interpopulation are very important informations as references for sustainable management of genetic resources in aquaculture activities and selective breeding efforts through selection and crossbreeding.

The purpose of this study is to identify the genotypes and phenotypes diversity of 9 Siamese gourami populations from Sumatra, Java and Kalimantan island based on Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD) and truss morphometric analysis. The significancy of this research was to provide the population genetics database of Siamese gourami for selection and development of fish farming and breeding strategies on Siamese gourami culture.

Fish samples of Siamese gourami analysed were originating from the island of Sumatra (Jambi, Palembang, Lampung), Java (West Java, Central Java, East Java), and Kalimantan (West Kalimantan, Central Kalimantan and South Kalimantan). Thirty samples of each population were used for truss morphometric analysis and 10 samples of fin specimen for RAPD analysis. DNA extraction was conducted using Phenol-Chloroform, while the primers of DNA amplification consisted of OPC 01-20 and 01-20 OPA. The DNA amplification process was held by polymerize chain reaction (PCR) using the reaction composition of a total volume of 25 mL: DNA 2 mL, 2 mL with a concentration of 10 pmol primer, 12.5 mL KAPA2G Robust HotStart Ready Mix, and 21 mL H2O. The characterization of truss morphometric were measured using with reference the theory of Blezinsky and Doyle method (1987). Water quality parameters in fish sampling locations included temperature, pH and dissolved oxygen.

(6)

Kalimantan (6.25%) that were from nature population. Based on genetic distance dendrogram of nine Siamese gourami populations from Sumatra, Java, and Kalimantan illustrated that the populations from West Java and South Kalimantan is the most distant, while three populations from East Java, Lampung and Palembang formed a different group with six other populations. By morphometric characteristics, the coefficient of variance 16 truss morphometric characters ranged between 2.92-12.99%, and the similarity index of intrapopulation was generally below to 50% except the population from Central Java showed high uniformity index (73.3%) and population from West Kalimantan (66.7%).

Based on the genotypic and phenotypic characteristics of nine Siamese gourami populations from Sumatra, Java, and Kalimantan, these could be concluded that Siamese gourami populations from East Java, Palembang and Lampung potential as genetic resource for sustainable breeding cultivation. The development of genetic resources of Siamese gourami is probably through hybridization between populations, for example doing merger of about two or more populations from nature having different genetic diversity or introduction of nature populations into farming populations to increase genetic diversity of cultivated population.

Key words: RAPD, genetic diversity, truss morphometrics , Siamese gourami, Trichogaster pectoralis

(7)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

ISKANDARIAH

KERAGAMAN GENETIK POPULASI SEPAT SIAM DARI

PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN UNTUK

(9)

(10)

JudulTesis : Keragaman Genetik Populasi Sepat Siam dari Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan untuk Program Pemuliaan Ikan Budidaya Nama : Iskandariah

NIM : C151120061

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA Ketua

Dr Ir Rudhy Gustiano, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Dr Ir Widanarni, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah “Keragaman Genetik Populasi Sepat Siam dari Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan untuk Program Pemuliaan Ikan Budidaya”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Bapak Dr Ir Rudhy Gustiano, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Odang Carman, MSc dan Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi, MSi yang telah banyak memberikan saran dan masukan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir Retna Utami, MSc selaku Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Bogor. Secara khusus penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Rudhy Gustiano, MSc, Ibu Dra Irin Iriana Kusmini, MSi, dan Bapak Gleni Hasan Huwoyon, SPi atas semua dukungan dana, fasilitas dan bantuan yang diberikan hingga selesainya penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta serta rekan-rekan mahasiswa pascasarjana akuakultur 2012 atas doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 2 METODE 4 Ikan uji 4

Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD) 4

Truss Morfometrik 5

Analisis Data 5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Hasil 7

Keragaman Genetik 7

Truss Morfometrik 10

Pembahasan 13

Keragaman Genetik 9 Populasi Ikan Sepat Siam 13

Populasi Sepat Siam untuk Program Pemuliaan 14

4 KESIMPULAN DAN SARAN 17 Kesimpulan 17

Saran 17

5 DAFTAR PUSTAKA 18

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah fragmen dan kisaran ukuran hasil amplifikasi DNA 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa

dan Kalimantan menggunakan primer OPC-02, OPC-05 dan OPA-09 7 2 Persentase polimorfisme dan heterozigositas 9 populasi ikan sepat

siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan

Kalimantan 8

3 Uji perbandingan berpasangan Fst 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan 8 4 Jarak genetik 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari

pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan 9

5 Koefisien keragaman (CV) dan hasil uji signifikansi 16 karakter truss morfometrik 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari

pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan 10

6 Persentase sharing component 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan

berdasarkan karakter truss morfometrik 12

7 Data kualitas air dan asal populasi 15

DAFTAR GAMBAR

1 Penentuan titik-titik truss morfometrik pada ikan sepat siam

(Trichogaster pectoralis) 5

2 Dendogram jarak genetik 9 populasi ikan sepat siam(Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan kalimantan 9 3 Penyebaran karakter truss morfometrik 9 populasi ikan sepat siam

(Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan kalimantan 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perbandingan volume hasil penangkapan dan hasil budidaya ikan sepat

siam selama periode tahun 2008-2011 21

2 Hasil amplifikasi DNA 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster

pectoralis) menggunakan primer OPC-02 22

3 Hasil amplifikasi DNA 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster

pectoralis) menggunakan primer OPC-05 23

4 Hasil amplifikasi DNA 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster

pectoralis) menggunakan primer OPA-09 24

5 Data fragmen hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPC-02, OPC-05 dan OPA-09 pada populasi ikan sepat siam (Trichogaster

pectoralis) dari pulau Sumatera 25

6 Data fragmen hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPC-02, OPC-05 dan OPA-09 pada populasi ikan sepat siam (Trichogaster

(15)

7 Data fragmen hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPC-02, OPC-05 dan OPA-09 pada populasi ikan sepat siam (Trichogaster

pectoralis) dari pulau Kalimantan 27

8 Rerata 16 karakter truss morfometrik 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan 28 9 Penyebaran 16 karakter truss morfometrik 3 populasi ikan sepat siam

(Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera 29 10 Penyebaran 16 karakter truss morfometrik 3 populasi ikan sepat siam

(Trichogaster pectoralis) dari pulau Jawa 30

11 Penyebaran 16 karakter truss morfometrik 3 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Kalimantan 31

(16)
(17)

Indonesia adalah sebagai ikan budi daya di kolam kecil dan lahan persawahan (Tampubolon dan Rahardjo, 2011).

Ikan sepat siam termasuk ikan rawa yang bertubuh sedang, panjang total mencapai 25 cm tetapi umumnya kurang dari 20 cm. Lebar pipih, dengan mulut agak meruncing. Sirip-sirip punggung (dorsal), ekor, sirip dada dan sirip dubur berwarna gelap. Sepasang jari-jari terdepan pada sirip perut berubah menjadi alat peraba yang menyerupai cambuk atau pecut, yang memanjang hingga ke ekornya, dilengkapi oleh sepasang duri dan 2-3 jumbai pendek. Rumus sirip punggungnya: VII (jari-jari keras atau duri) dan 10–11 (jari-jari lunak); dan sirip anal IX-XI, 36–38. Dari hasil analisa jenis makanan di dalam lambungnya diketahui bahwa ikan sepat siam tergolong plankton feeder (Taqwa et al. 2012).

Sampai saat ini kebutuhan masyarakat terhadap ikan sepat siam masih diperoleh dari hasil tangkapan di alam (Sukendi et al. 2013). Menurut data Statistik Perikanan Budidaya Indonesia, volume hasil produksi penangkapan ikan sepat siam selama 4 tahun berturut-turut adalah: 17.588 ton (2008), 15.896 ton (2009), 22.306 (2010), dan 21.888 ton (2011); sedangkan volume hasil budidaya adalah: 1.718 ton (2008), 2.242 ton (2009), 648 ton (2010), dan 2.724 ton (2011). Berdasarkan data tersebut, kegiatan budidaya ikan sepat siam selama periode tahun 2008–2011 baru berkisar antara 2.82 – 12.36% dari total produksi setiap tahunnya (Lampiran 1). Menurut Mamangkey et al. (2007), berbagai aktivitas manusia telah menyebabkan lingkungan sumber daya ikan air tawar menghadapi ancaman menurunnya populasi dan keanekaragaman ikan. Kegiatan penangkapan yang tidak terkontrol (overfishing) juga dapat mengancam kelangsungan hidup sumberdaya ikan lokal, terutama kegiatan penangkapan yang dilakukan tidak ramah lingkungan dan tanpa memperhatikan siklus reproduksi ikan berdampak pada tekanan seleksi ikan ukuran tertentu, yang berakibat pada penurunan jumlah populasi reproduksi efektif, ketidakpastian masa reproduksi dan kesinambungan populasi yang berkualitas.

(18)

2

Menurut Dunham (2004), ragam genetik penting untuk kelestarian jangka panjang suatu spesies atau populasi sehingga memungkinkan kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Di alam, ukuran populasi ikan tidak terbatas dan proses persilangan terjadi secara acak sehingga secara alamiah ragam genetik dalam keseimbangan. Pada proses domestikasi dimungkinkan ragam genetik populasi ikan mengalami reduksi karena jumlah populasi yang terbatas, perubahan tingkah laku, persilangan terarah dan proses seleksi yang mengarah pada perubahan struktur genetika populasi dari waktu ke waktu. Mekanisme seleksi menguntungkan populasi yang polimorfik, sebaliknya reduksi ragam genetik intra populasi dapat mengarah pada isolasi populasi, menurunkan produktivitas dan mengancam kesinambungan populasi. Struktur populasi dipengaruhi oleh kebugaran genotipe dan gap lingkungan di alam dan perairan budidaya. Potensi kebugaran (potensial fitness) menggambarkan kemampuan populasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan melalui proses seleksi alam. Kebugaran populasi ditentukan oleh keragaman genetik dari populasi efektif yang terlibat dalam pewarisan gen dan tingkat inbreeding (drift) pada populasi dengan jumlah individu yang terbatas atau pada populasi tercampur dengan perbedaan struktur genetik yang tidak setara.

Database sumber genetik populasi ikan-ikan lokal yang potensial akan dikembangkan dalam budidaya diperlukan untuk memastikan kebugaran genotipe dan fenotipe random mated dan aliran gen intra dan interpopulasi sehingga menjamin keberlanjutan populasi dan produktivitasnya. Pemetaan genotipe dapat dilakukan dengan metode RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA). Marka RAPD ideal karena polimorfismenya yang tinggi (Dunham 2004), serta tidak membutuhkan pengetahuan mengenai target sekuens DNA atau organisasi gennya (Liu 2007). RAPD telah digunakan pada pemetaan genotipe ikan mas (Faizal et al. 1999), ikan kancra (Nugroho et al. 2006), ikan butini (Mamangkey et al. 2007), ikan batak (Asih et al. 2008), ikan nilem (Mulyasari 2010), ikan tambakan (Putriana 2011), ikan baronang (Lante et al. 2012), ikan betok (Fayumi 2013), dan ikan gabus (Oktaviani 2013) untuk tujuan domestikasi ikan-ikan lokal.

(19)

3

Perumusan Masalah

Kegiatan penangkapan ikan sepat siam yang mengarah pada overfishing dan penurunan kualitas lingkungan dapat mengancam kelestariannya. Pengembangan budidaya ikan sepat siam harus terus dilakukan yang didukung dengan upaya domestikasi. Database genetika populasi ikan sepat dari alam dan yang didomestikasi diperlukan untuk mengevaluasi perubahan struktur genetik yang bisa menggambarkan kebugaran genotipe, persilangan atau aliran gen yang berlangsung maupun proses seleksi. Selain itu, genotipe dan fenotipe intra dan interpopulasi sangat penting dalam kegiatan budidaya untuk pengelolaan sumberdaya genetik yang berkelanjutan dan berkualitas.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan keragaman genotipe dan fenotipe 9 populasi ikan sepat siam asal pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan berdasarkan analisis RAPD dan truss morfometrik untuk mengevaluasi struktur genetik dan potensinya sebagai sumber genetik untuk dibudidayakan dan strategi pemuliaannya.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah menyediakan database genetika populasi ikan sepat siam untuk acuan seleksi dan pengembangan sumber genetik budidaya yang berkelanjutan serta strategi pemuliaannya.

(20)

4

2

METODE

Ikan Uji

Ikan uji yang digunakan adalah ikan sepat siam yang berasal dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Sampel dari pulau Sumatera diambil dari kota Jambi (Jambi), kabupaten Musi Rawas (Palembang), dan Lampung; sampel dari pulau Jawa diambil dari kota Bekasi (Jawa Barat), kota Purwokerto (Jawa Tengah) dan kabupaten Tulungagung (Jawa Timur); dan sampel dari pulau Kalimantan diambil dari kabupaten Pontianak (Kalimantan Barat), kabupaten Kapuas (Kalimantan Tengah) dan kabupaten Barito Kuala (Kalimantan Selatan). Masing-masing populasi terdiri dari 30 sampel untuk analisis truss morfometrik dan 10 sampel untuk analisis RAPD. Spesimen yang digunakan untuk analisis RAPD adalah sampel sirip yang disimpan dalam larutan alkohol 70%.

Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD)

Langkah pertama dalam analisis RAPD adalah ekstraksi DNA. Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode Phenol-Chloroform (Nugroho et al. 1997). Sampel sirip diambil sebanyak 5 – 10 mg dan dimasukkan dalam mikrotube, kemudian ditambahkan 500 ml TNES Urea dan 10 µ l Protein Kinase. Setelah itu sampel dihomogenisasi dengan vortex selama 1 menit lalu diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Setelah ditambah dengan larutan Phenol Chloroform sebanyak 1000 µ l, dihomogenisasi selama 1 menit lalu disentrifius dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatannya diambil, kemudian ditambah dengan 1000 µ l ethanol 90% dan 10 µ l CH3COONa. Setelah itu disentrifius dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit, cairannya dibuang dan dikeringanginkan pada suhu kamar. Pellet DNA kemudian dilarutkan dengan 100 µ l Tris-EDTA (TE) buffer.

(21)

5

Truss Morfometrik

Pemilihan titik-titik truss pada ikan sepat mengacu pada teori Blezinsky and Doyle (1987). Pembuatan titik dilakukan dengan cara ikan diletakkan di atas kertas folio yang dilapisi plastik dan styrofoam, kemudian titik-titik truss ditusuk menggunakan jarum suntik. Selanjutnya antar titik truss tersebut ditarik garis sehingga diperoleh 16 karakter yang terbentuk seperti tampak pada Gambar 1.

Gambar 1 Penentuan titik-titik truss morfometrik pada ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis)

Ket:

A1 : Jarak antara titik di ujung mulut bagian atas dengan titik di bagian akhir tulang kepala

A2 : Jarak antara titik di bagian akhir tulang kepala dengan titik di awal sirip ventral A3 : Jarak antara titik di awal sirip ventral dengan titik di ujung bawah operculum A4 : Jarak antara titik di ujung bawah operculum dengan titik di ujung mulut bagian

atas

A5 : Jarak antara titik di ujung mulut bagian atas dengan titik di awal sirip ventral A6 : Jarak antara titik di ujung bawah operculum dengan titik di bagian akhir tulang

kepala

B1 : Jarak antara titik di bagian akhir tulang kepala dengan titik di awal sirip dorsal B2 : Jarak antara titik di awal sirip dorsal dengan titik di awal sirip anal

B3 : Jarak antara titik di awal sirip anal dengan titik di awal sirip ventral

B5 : Jarak antara titik di bagian akhir tulang kepala dengan titik di awal sirip anal B6 : Jarak antara titik di awal sirip ventral dengan titik di awal sirip dorsal C1 : Jarak antara titik di awal sirip dorsal dengan titik di akhir sirip dorsal

C2 : Jarak antara titik di akhir sirip dorsal dengan titik di pangkal ekor bagian bawah C3 : Jarak antara titik di pangkal ekor bagian bawah dengan titik di awal sirip anal C5 : Jarak antara titik di awal sirip dorsal dengan titik di pangkal ekor bagian bawah C6 : Jarak antara titik di awal sirip anal dengan titik di akhir sirip dorsal

Analisis Data

(22)

6

(23)

7

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Keragaman Genetik

Berdasarkan hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPC 01-20 dan OPA 01-20 diperoleh 3 primer dengan hasil amplifikasi yang baik yaitu primer OPC-02, OPC-05 dan OPA-09 menghasilkan 9-28 fragmen dengan ukuran berkisar antara 1500-1800 bp (Tabel 1). Hasil amplifikasi disajikan pada Lampiran 2-4.

Tabel 1 Jumlah fragmen dan kisaran ukuran hasil amplifikasi DNA 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan menggunakan primer OPC-02, OPC-05 dan OPA-09

No. Populasi Jumlah Fragmen Kisaran ukuran

1. Jambi 25-27 150-1600 bp

2. Palembang 9-27 150-1500 bp

3. Lampung 13-25 150-1500 bp

4. Jawa Barat 19-25 150-1600 bp

5. Jawa Tengah 25-27 150-1500 bp

6. Jawa Timur 13-26 190-1800 bp

7. Kalimantan Barat 21-27 200-1600 bp

8. Kalimantan Tengah 24-26 200-1500 bp

9. Kalimantan Selatan 26-28 200-1600 bp

Hasil analisis TFPGA menunjukkan polimorfisme ikan uji berkisar antara 6.25-65.62% dan heterozigositas 0.02-0.29 (Tabel 2). Persentase polimorfisme dan heterozigositas tertinggi terdapat pada populasi sepat siam asal Jawa Timur, diikuti populasi asal Lampung dan Palembang dengan tingkat polimorfisme lebih dari 50%. Sedangkan populasi dengan keragaman genetik terendah adalah populasi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Jambi dengan tingkat polimorfisme kurang dari 10%.

(24)

8

Tabel 2 Persentase polimorfisme dan heterozigositas 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan

No. Populasi Polimorfisme (%) Heterozigositas

1. Jambi 6.25 0.02

2. Palembang 56.25 0.27

3. Lampung 59.37 0.25

4. Jawa Barat 31.25 0.13

5. Jawa Tengah 12.50 0.06

6. Jawa Timur 65.62 0.29

7. Kalimantan Barat 21.87 0.09

8. Kalimantan Tengah 9.37 0.03

9. Kalimantan Selatan 6.25 0.02

Tabel 3 Uji perbandingan berpasangan Fst 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan

Populasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 xxxx

2 1.00* xxxx

3 0.62* 1.00* xxxx

4 0.04 0.20* 0.18* xxxx

5 0.99* 1.00* 0.78* 0.18* xxxx

6 0.14* 0.99* 0.97* 0.01 0.58* xxxx

7 0.35* 0.83* 0.04 0.00 0.89* 0.07* xxxx

8 0.83* 0.99* 0.78* 0.22* 0.99* 0.42 * 0.93* xxxx

9 0.03 0.21* 0.01 0.00 0.49* 0.02 0.96* 0.94* xxxx

Ket:

1. Jambi 6. Jawa Timur

2. Palembang 7. Kalimantan Barat 3. Lampung 8. Kalimantan Tengah 4. Jawa Barat 9. Kalimantan Selatan 5. Jawa Tengah *) tidak berbeda nyata (P≥0.05)

(25)

9

Tabel 4 Jarak genetik 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan

Populasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 xxxx

2 0.08 xxxx

3 0.14 0.02 xxxx

4 0.13 0.11 0.09 xxxx

5 0.07 0.08 0.12 0.12 xxxx

6 0.15 0.05 0.06 0.15 0.11 xxxx

7 0.11 0.11 0.16 0.15 0.07 0.16 xxxx

8 0.06 0.07 0.12 0.13 0.05 0.13 0.06 xxxx

9 0.14 0.15 0.19 0.19 0.09 0.17 0.08 0.07 xxxx

Ket:

1. Jambi 6. Jawa Timur

2. Palembang 7. Kalimantan Barat

3. Lampung 8. Kalimantan Tengah

4. Jawa Barat 9. Kalimantan Selatan

5. Jawa Tengah

Dendrogram yang dibentuk berdasarkan jarak genetik 9 populasi ikan sepat siam dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan menunjukkan pengelompokkan 3 populasi ikan sepat siam (Palembang, Lampung, Jawa Timur) dengan populasi sepat siam dari Jawa Barat pada satu kluster terpisah dengan kelima populasi lainnya pada kluster kedua (Gambar 2).

(26)

10

Truss Morfometrik

Karakteristik 16 fenotip truss morfometrik 9 populasi ikan sepat siam dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan (Jambi, Palembang, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan) dalam koefisien keragaman dan uji signifikansi disajikan pada Tabel 5, sedangkan nilai rerata dan simpangan baku pada Lampiran 8. Koefisien keragaman (CV) 16 karakter 9 populasi sepat siam berkisar antara 2.92 - 12.99%, dengan rerata CV tertinggi pada karakter B3 (jarak antara titik di awal sirip anal dengan titik di awal sirip ventral) dan terendah pada karakter C3 (jarak antara titik di pangkal ekor bagian bawah dengan titik di awal sirip anal). Berdasarkan hasil uji signifikansi interpopulasi dari 16 karakter yang diukur, karakter A3 (jarak antara titik di awal sirip ventral dengan titik di ujung bawah operculum) menunjukkan keseragaman pada 9 populasi yang dianalisis, sedangkan 15 karakter lainnya berbeda nyata (P<0.05). Nilai koefisien keragaman dan hasil uji signifikansi dari 16 karakter fenotipe disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Koefisien keragaman (CV) dan hasil uji signifikansi 16 karakter truss morfometrik 9 populasi sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan

Ket: *) tidak berbeda nyata (P≥0.05)

Berdasarkan analisis diskriminan kanonikal 16 karakter morfometrik 9 populasi ikan uji, menunjukkan sebaran fenotipe intrapopulasi di semua kuadran dan saling bersinggungan antar populasi (Gambar 3 dan Lampiran

(27)

11

10). Adanya persinggungan ini menunjukkan kesamaan beberapa karakter morfometrik antar populasi.

Gambar 3 Penyebaran karakter truss morfometrik 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan

kalimantan

Berdasarkan hasil analisis sharing component (Tabel 6), terlihat bahwa nilai indeks kesamaan intra populasi tertinggi terdapat pada populasi ikan sepat asal Jawa Tengah (73.3%) dan Kalimantan Barat (66,7%), sedangkan yang terendah pada populasi ikan sepat asal Palembang (16.7%). Sedangkan indeks kesamaan interpopulasi berkisar 0-23.1%. Tingginya indeks kesamaan intrapopulasi pada populasi ikan sepat Jawa Tengah mengindikasikan terjadinya kecenderungan populasi yang terisolir dari populasi lain.

(28)

12

Tabel 6 Persentase sharing component 9 populasi ikan sepat siam

(Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan berdasarkan karakter truss morfometrik.

Ket:

1. Jambi 6. Jawa Timur

2. Palembang 7. Kalimantan Barat 3. Lampung 8. Kalimantan Tengah 4. Jawa Barat 9. Kalimantan Selatan 5. Jawa Tengah

Gambar 4 Dendrogram inter-populasi berdasarkan 16 karakter morfometrik 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan

Populasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah

(%)

Jambi 40 13,3 0 10 20 0 3,3 0 13,3 100

Palembang 3,3 16,7 3,3 13,3 3,3 10 20 16,7 13,3 100

Lampung 0 7,7 46,2 23,1 0 15,4 0 7,7 0 100

Jawa Barat 3,3 13,3 3,3 43,3 3,3 3,3 6,7 10 13,3 100

Jawa Tengah 10 0 0 10 73,3 0 3,3 0 3,3 100

Jawa Timur 10 10 3,3 3,3 3,3 33,3 13,3 13,3 10 100

Kalimantan Barat 0 13,3 0 0 0 6,7 66,7 6,7 6,7 100

Kalimantan Tengah 0 20 13,3 16,7 0 3,3 3,3 36,7 6,7 100

(29)

13

Pembahasan

Keragaman Genetika 9 Populasi Ikan Sepat Siam

Berdasarkan hasil analisis RAPD, jumlah fragmen DNA yang teramplifikasi pada hasil penelitian ini adalah 9-28 fragmen dengan kisaran ukuran 1500-1800 bp. Jumlah fragmen yang teramplifikasi dipengaruhi komposisi basa pada primer. Ukuran fragmen yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 1500-1600 bp. Pada ikan betok, ukuran fragmen berkisar antara 175-1750 bp, sedangkan pada ikan gabus kisarannya lebih luas, yaitu 120-3000 bp. Perbedaan ukuran pita menggambarkan adanya polimorfisme dari sampel. Menurut Gusmiaty et al. (2012), Perbedaan profil pita DNA hasil amplifikasi, terutama jumlah dan ukuran pita sangat berperan dalam menentukan tingkat keragaman populasi. Hasil analisis TFPGA menunjukkan polimorfisme ikan uji berkisar antara 6.25-65.62% dan heterozigositas 0.02-0.29. Tinggi rendahnya persentase polimorfisme dan heterozigositas berbanding lurus dengan tingkat keragaman genetiknya. 3 populasi ikan sepat siam menunjukkan polimorfisme lebih dari 50%, yaitu populasi asal Jawa Timur (65.62%), Lampung (59.37%) dan Palembang (56.25%). Sedangkan 6 populasi lainnya mempunyai tingkat polimorfisme 6.25-31.25%. Keragaman genetik merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan seleksi alam. Populasi ikan dengan keragaman genetik yang lebih tinggi biasanya memiliki kemampuan beradaptasi yang lebih baik terhadap lingkungannya. Menurut Leary et al. (1985), rendahnya keragaman genetik akan mengakibatkan munculnya sifat-sifat negatif, antara lain menurunnya pertumbuhan, keragaman ukuran, kestabilan perkembangan organ, tingkat sintasan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungannya. Tinggi rendahnya keragaman genetik dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu mutasi, migrasi, genetic drift dan seleksi.

(30)

14

sumber genetik yang memiliki jarak genetik yang lebih dekat. Dari dendrogram tersebut terlihat bahwa kedekatan hubungan kekerabatan antar populasi bukan berdasarkan kedekatan lokasi tetapi lebih disebabkan oleh adanya campur tangan manusia melalui introduksi antar satu lokasi ke lokasi lainnya.

Nilai koefisien keragaman (CV) berkisar antara 2.92-12.99%, dengan rerata CV tertinggi pada karakter B3 (jarak antara titik di awal sirip anal dengan titik di awal sirip ventral) dan terendah pada karakter C3 (jarak antara titik di pangkal ekor bagian bawah dengan titik di awal sirip anal). Nilai koefisien keragaman ini tergolong rendah. Rendahnya tingkat koefisien keragaman ini menandakan bahwa secara fenotipe 9 populasi ikan sepat siam yang dianalisis mempunyai karakterisrik fenotipe yang relatif seragam. Sebaran karakter morfometrik dari 9 populasi ikan uji pada hasil analisis canonical discriminant tampak menyebar di semua kuadran dan saling bersinggungan. Adanya persinggungan ini menandakan adanya kemiripan karakter antar populasi. Kemiripan karakter antar populasi tersebut secara lebih nyata dapat dilihat dari hasil analisis sharing component. Nilai indeks kesamaan intrapopulasi umumnya rendah kecuali pada populasi ikan sepat asal Jawa Tengah (73.3%) dan Kalimantan Barat (66,7%). Nilai indeks kesamaan intra populasi yang tinggi dimungkinkan tidak ada aliran gen melalui introduksi atau isolasi karena gap lingkungan, atau migrasi. Sebaliknya, indeks kesamaan intrapopulasi di bawah 50% menunjukkan terdapat kontribusi kemiripan dari populasi lainnya atau aliran genetik interpopulasi. Hasil uji signifikansi menunjukkan bahwa hanya karakter A3 (jarak antara titik di awal sirip ventral dengan titik di ujung bawah operculum) yang tidak berbeda nyata, sehingga karakter A3 dapat dijadikan sebagai karakter penciri ikan sepat siam.

Populasi Sepat Siam untuk Program Pemuliaan

Berdasarkan data dukung kualitas air di lokasi pengambilan sampel dan asal masing masing populasi (Tabel 7), dapat diketahui lebih lanjut bahwa populasi sepat siam Jambi dan Jawa Tengah merupakan sampel yang berasal dari kolam budidaya, sedangkan populasi Palembang, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan berasal dari hasil penangkapan. Populasi sepat siam yang berasal dari kolam budidaya mempunyai tingkat keragaman genetik yang rendah yaitu Jambi (6,25%) dan Jawa Tengah (12,5%). Sedangkan populasi sepat siam yang berasal dari hasil penangkapan (liar) umumnya mempunyai tingkat keragaman genetik yang lebih tinggi, kecuali populasi Kalimantan Tengah (9,37%) dan Kalimantan Selatan (6,25%).

(31)

15

mutasi dan seleksi lingkungan relatif rendah. Selain itu, pola rekruitmen yang tidak terarah dan terbatas juga dapat mempengaruhi penurunan variasi gen dari populasi ikan tersebut hingga strukturisasi interpopulasi stok. Umumnya petani tidak melakukan pola rekruitmen yang terarah karena sistem pemeliharaan ikan sepat siam ini masih bersifat tradisional. Menurut Tave (1995) dalam Mulyasari (2010), perkawinan yang dilakukan tanpa memperhatikan silsilah tetuanya memiliki peluang untuk terjadinya perkawinan sekerabat, dimana perkawinan tersebut akan meningkatkan nilai inbreeding yang ditandai penurunan heterozigositas dan variasi alelik. Inbreeding akan mengurangi heterozigositas dari suatu populasi ikan dan penurunan variasi gen yang berakibat pada hilangnya alel pengontrol pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit yang berakibat fatal pada generasi berikutnya dan terjadinya abnormalitas. Selain itu, inbreeding jugadapat meningkatkan peluang hilangnya alel-alel tertentu yang menyebabkan keragaman alel yang berbeda dengan kelompok lainnya meskipun secara garis keturunan masih sekerabat (Nugroho et al. 2006)

Tabel 7. Data kualitas air dan asal populasi

No. Populasi Suhu (°C) pH DO (ppm)

8. Kalimantan Tengah 27.2-32.1 4.4-5.8 4.5-6.5 penangkapan

9. Kalimantan Selatan 27.8-29.0 7.1-7.4 4.3-5.5 penangkapan

(32)

16

pembatas dan mengakibatkan terjadinya gap lingkungan sehingga berpengaruh terhadap populasi ikan dan menyebabkan tingkat keragaman genetik yang rendah dan membuat jarak genetik semakin jauh dari populasi lainnya. Dari dendrogram yang dibentuk berdasarkan 16 karakter morfometrik juga terlihat adanya pemisahan kluster antara ikan yang berasal dari budidaya dan penangkapan (liar), dimana populasi sepat siam Jambi dan Jawa Tengah yang berasal dari lingkungan budidaya berada pada satu kluster, sedangkan populasi yang berasal dari hasil penangkapan (liar) berada pada satu kluster lainnya.

Berdasarkan hasil analisis genotipe RAPD diketahui 3 populasi mempunyai tingkat polimorfisme di atas 50%, yaitu populasi ikan sepat siam asal Jawa Timur, Lampung dan Palembang. Potensi genetik suatu populasi untuk beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan tergantung dari keragaman genetiknya. Populasi yang mempunyai variasi genetik yang tinggi diharapkan mempunyai peluang untuk bertahan hidup dan berkembang biak yang lebih baik karena akan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Selain itu populasi sepat siam dari Jawa Timur, Lampung dan Palembang mempunyai nilai indeks kesamaan intrapopulasi di bawah 50% yang menandakan bahwa populasi tersebut bersifat terbuka terhadap adanya laju migrasi maupun reproduksi dengan populasi lain sehingga dapat menambah peluang untuk meningkatkan tingkat keragaman genetik maupun kebugaran populasinya.

(33)

17

4

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Keragam genetik populasi ikan sepat siam berkisar 6.25-65.62 %, dan tiga populasi dengan keragaman genetik yang tinggi berasal dari alam yaitu Jawa Timur (65.62%), Lampung (59.37%) dan Palembang (56.25%). Sedangkan populasi yang menunjukkan ragam genetik relatif rendah yaitu asal Jawa Tengah (12.5%) dan Jambi (6.25%) yang merupakan populasi hasil domestikasi. Populasi ikan sepat siam asal Jawa Barat dan Kalimantan Selatan menunjukkan jarak genetik yang paling jauh (0.19), sedangkan 3 populasi asal Jawa Timur, Lampung dan Palembang berkerabat lebih dekat dibandingkan keenam populasi lainnya. Koefisien keragaman karakter truss morfometrik berkisar antara 2.92-12.99%, dan indeks kesamaan truss morfometrik intrapopulasi umumnya rendah kecuali pada populasi ikan sepat siam asal Jawa Tengah yang menunjukkan indeks keseragaman tertinggi (73.3%) serta populasi asal Kalimantan Barat (66.7%).

Saran

Strategi pemuliaan sumber genetik ikan sepat siam dapat dilakukan dengan ujicoba hibridisasi interpopulasi yaitu penggabungan dua atau lebih populasi dari alam yang memiliki perbedaan genetik lebih besar atau introduksi populasi non budidaya untuk meningkatkan ragam genetik populasi budidaya yang tingkat keragaman genetiknya rendah.

(34)

18

DAFTAR PUSTAKA

Arifin OZ, Kurniasih T. 2007. Karakterisasi morfologi keturunan pertama ikan nila (Oreochromis niloticus) GET dan GIFT berdasarkan metode truss morfometrik. Jurnal Riset Akuakultur. 2: 377-387.

Asih S, Nugroho E, Kristanto AH, Mulyasari. 2008. Penentuan variasi genetik ikan batak (Tor soro) dari Sumatera Utara dan Jawa Barat dengan metode analisis Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD). Jurnal Riset Akuakultur. 3: 91-97.

Blezinsky VJ, Doyle RW. 1987. A morphometrics criterion for sex discrimination in tilapia. In RSV Pullin, T Bhukaswan, K Tonguthai and JL Maclan (Eds). The second international symposium on tilapia in aquaculture. ICLARM Conference Proceeding, Departemen of Fisheries, Bangkok, Thailand and ICKARM, Manila, Philiphines. 15: 439-444. Dunham RA. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology: Genetic

Approach. CABI Publishing Cambridge, USA. hlm 85-99.

Effendi I. 2004. Pengantar akuakultur. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. hlm 43-57.

Faizal I, Irawan D, Aliah RS, Makagiansar IT, Amarullah MH. 1999. Studi pendahuluan pengamatan polimorfisme DNA ikan mas menggunakan teknik RAPD-PCR. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Genetika Ikan: 40-44.

Fayumi U. 2013. Karakterisasi fenotip morfometrik dan genotip RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ikan betok Anabas testudineus (Bloch, 1792) [skripsi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor. IPB.

Gusmiaty, Restu M, Pongtuluran I. Seleksi primer untuk analisis keragaman genetik jenis bitti (Vites coffassus). Primary selection for the genetic diversity of bitti (Vitex coffassus). Jurnal Perennial. 8: 25-29.

Hadie W, Sumantadinata K, Carman O, Hadie LE. 2002. Pendugaan jarak genetik populasi udang galah (Macrobrachium rosenbergii) dari sungai Musi, sungai Kapuas, dan sungai Citanduy dengan truss morphometric untuk mendukung program pemuliaan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 8: 1-8.

Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2013. Data Statistik Kelautan dan Perikanan [Internet]. [diunduh 2013 Okt 30]. Tersedia pada: http// http://statistik.kkp.go.id/

Kusmini II, Gustiano R, Mulyasari. 2010. Karakterisasi truss morfometrik ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) asal Kalimantan Barat dengan ikan tengadak albino dan ikan tawes asal Jawa Barat. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010: 507-513.

Lante S, Tenriulo A, Palinggi NN. 2012. Variasi genetik ikan beronang (Siganus guttatus) asal perairan Barru, Lampung dan Sorong menggunakan penanda RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA). Jurnal Riset Akuakultur. 7: 195-204.

(35)

19

Liu ZJ. 2007. Randomly amplified polymorphism DNA (RAPD). In: Aquaculture genome technologies. Eds: Liu ZJ. Blackwell Publishing, USA. hlm 21-28.

Mamangkey JJ, Sulistiono, Sjafei DS, Soedarma D, Sukimin S, dan Nugroho E. 2007. Keragaman genetik ikan endemik butini (Glossogobius matanensis) berdasarkan penanda Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD) di danau Towuti Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Akuakultur. 2: 389-397.

Muflikhah N. 2007. Domestikasi ikan gabus (Channa striata). BAWAL. Widya Riset Perikanan Tangkap. 1: 169-175.

Mulyasari. 2010. Karakteristik fenotipe morfomeristik dan keragaman genotipe RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA) ikan nilem (Osteochilus hasselti) di Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nugroho E, Takagi M, Taniguchi N. 1997. Practical manual on detection of DNA polymorphism in fish population study. Bulletin of marine sciences and fisheries, Kochi University. 17: 109-129.

Nugroho E, Hadie W, Subagja J, Kurniasih T. 2005. Keragaman genetik dan morfometrik pada ikan baung, Mystus nemurus dari Jambi, Wonogiri dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11: 1-6.

Nugroho E, Subagja J, Asih S, Kurniasih T. 2006. Evaluasi keragaman genetik ikan kancra dengan menggunakan marker mt DNA D-loop dan Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD). Jurnal Riset Akuakultur. 1: 211-217.

Oktaviani T. 2013. Analisis ragam genotip RAPD dan fenotip truss morfometrik tiga populasi ikan gabus Channa striata (Bloch, 1793) [skripsi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.

Putriana I. 2011. Keragaman tiga populasi ikan tambakan (Helostoma temminckii) dengan metode RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) dan karakter morfometrik [skripsi]. Insitut Pertanian Bogor. Sugama K, Haryanti, Cholik F. 1996. Biochemical genetics of tiger shrimp

Penaeus monodon. description electrophoresis detectable loci. Indonesian Fisheries Research Journal. 11: 19 – 28.

Sukendi, Putra RM, Asiah N. 2013. Pematangan gonad ikan sepat siam Trichogaster pectoralis Regan jantan menggunakan jenis makanan yang berbeda. Berkala Perikanan Terubuk. 41: 1-9.

Taqwa FH, Nurdawati S, Haris S. 2012. Kebiasaan makan ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) di rawa banjiran desa Talang Paktimah kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan. Food habit of Siamese gourami (Trichogaster pectoralis) in Talang Paktimah village’s flood swamp, district of Muara Enim, South Sumatera. Majalah Ilmiah Surabaya. XXII: 13-20.

(36)

20

Turan C, Erguden D, Gurlek M, Basusta N, Turan F. 2004. Morphometric structuring of the anchovy (Engraulis encrasicolus L.) in the Black, Aegean and northeastern Mediterranean Seas. Turkish Journal of Veterinary & Animal Sciences. 28: 865-871.

(37)

21

Lampiran 1 Perbandingan volume hasil penangkapan dan hasil budidaya ikan sepat siam selama periode tahun 2008-2011

Tahun

Volume hasil penangkapan

Volume hasil budidaya

Total produksi per tahun

Persentase hasil budidaya

(ton) (ton) (ton) (%)

2008 17.588 1.718 19.306 8.90

2009 15.896 2.242 18.138 12.36

2010 22.306 648 22.954 2.82

2011 21.888 2.724 24.612 11.07

(38)

22

Lampiran 2 Hasil amplifikasi DNA 9 populasi ikan sepat (Trichogaster pectoralis) menggunakan primer OPC-02

(39)

23

Lampiran 3 Hasil amplifikasi DNA 9 populasi ikan sepat (Trichogaster pectoralis) menggunakan primer OPC-05

(40)

24

Lampiran 4 Hasil amplifikasi DNA 9 populasi ikan sepat (Trichogaster pectoralis) menggunakan primer Opa-09

(41)

Lampiran 5 Data fragmen hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPC-02, OPC-05 dan OPA-09 pada populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera

Ket: UF = Ukuran Fragmen, A = Jambi, B = Palembang, C = Lampung, 1 = ada fragmen, 2 = tidak ada fragmen

UF A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10

1800 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

1600 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

1500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2

1350 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

1300 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1

1200 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 1 2 1 2

1100 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1

1050 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1

1000 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

950 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1

900 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

850 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1

800 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 2 1 1

750 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 1 1 1 1

700 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 1 1 1 1

650 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

600 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

575 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1

550 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2

525 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1

500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

450 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1

425 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

400 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

375 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1

350 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2

325 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

300 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

275 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 1

200 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1

190 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

150 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2

(42)

Lampiran 6 Data fragmen hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPC-02, OPC-05 dan OPA-09 pada populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Jawa

Ket: UF = Ukuran Fragmen, D = Jawa Barat, E = Jawa Tengah, F = Jawa Timur,1 = ada fragmen, 2 = tidak ada fragmen

UF D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10

1800 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2

1600 2 1 1 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2

1500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1

1350 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

1300 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1

1200 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1

1100 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1050 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1000 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1

950 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1

900 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1

850 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 2 1

800 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 1

750 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1

700 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

650 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

600 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2

575 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1

550 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2

525 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1

500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

450 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1

425 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

400 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

375 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1

350 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2

325 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1

300 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

275 2 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1

200 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

190 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1

150 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

(43)

Lampiran 7 Data fragmen hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPC-02, OPC-05 dan OPA-09 pada populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Kalimantan

Ket: UF = Ukuran Fragmen, G = Kalimantan Barat, H = Kalimantan Tengah, I = Kalimantan Selatan, 1 = ada fragmen, 2 = tidak ada fragmen

UF G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8 I9 I10

1800 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

1600 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1350 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1300 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1200 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2

1100 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1050 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1000 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

950 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

900 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

850 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

800 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

750 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

700 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

650 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

600 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

575 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

550 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

525 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

450 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

425 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

400 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

375 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

350 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2

325 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

300 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

275 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

200 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

190 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

150 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

(44)

28

Lampiran 8 Rerata 16 karakter truss morfometrik 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan Jambi Palembang Lampung Jawa

Barat Jawa Tengah

Jawa

Timur Kalbar Kalteng Kalteng

(45)

29

Lampiran 9 Penyebaran 16 karakter truss morfometrik 3 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Sumatera

(46)

30

Lampiran 10 Penyebaran 16 karakter truss morfometrik 3 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Jawa

Jawa Timur Jawa Tengah

(47)

31

Lampiran 11 Penyebaran 16 karakter truss morfometrik 3 populasi ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) dari pulau Kalimantan

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

(48)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 Oktober 1974 dari Ayah Nurdin Ibrahim dan Ibu Dedeh Nurjanah. Penulis merupakan anak ke-3 dari 12 bersaudara. Tahun 1992 penulis lulus dari Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Negeri Cikaret Bogor dan pada tahun 1997 menyelesaikan pendidikan sarjana di jurusan budidaya perairan Universitas Djuanda Bogor. Tahun 2000-2007 penulis menjadi pengajar bidang studi Biologi dan Matematika di beberapa SMA di Bogor. Tahun 2008 bekerja di Balai Pemuliaan Ikan Sukamandi dan sejak tahun 2009 sampai sekarang bekerja di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Bogor. Penulis melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Akuakultur Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas izin dari Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Bogor dengan biaya sendiri.

Gambar

Gambar 1  Penentuan titik-titik truss morfometrik pada ikan sepat siam
Tabel 1 Jumlah fragmen dan kisaran ukuran hasil amplifikasi DNA 9
Tabel 2 Persentase polimorfisme dan heterozigositas 9 populasi ikan sepat
Gambar 2 Dendrogram jarak genetik 9 populasi ikan sepat siam (Trichogaster
+5

Referensi

Dokumen terkait

Ruang lingkup penelitian meliputi skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia, pembuatan ekstrak daun jambu biji yang dilakukan secara refluks dengan

Dalam penelitian ini penulis akan mengumpulkan data dan informasi dari tokoh masyarakat dan masyarakat desa Tanjung Bumi yang mempraktikkan hadlânah berdasarkan

17 Perawat menjelaskan kepada anda cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis. 18 Perawat menjelaskan

Dan adapun dengan tujuan penelitian ini, yaitu: Untuk mengetahui pemanfaatan Teknologi Informasi di Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Rezky Makassar

Telkom University berdasarkan skor rata-rata motif dan kepuasan pada sumber integrasi dan interaksi sosial terpuaskan karena skor GS lebih kecil dari GO , yaitu

Pemberdayaan masyarakat yang memiliki pribadi yang luhur membutuhkan proses pembelajaran tertentu dan porses ini tidak akan berjalan tanpa komunikasi (interpersonal)

Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar 1945; Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1950; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004; Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000; Peraturan

Potensi airtanah mengacu hasil zonasi potensi airtanah, di mana hasil dari overlay 4 parameter airtanah yang ada, maka di daerah penelitian terbagi menjadi 2 zona potensi,