• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Hasil

5.1.1 Fekunditas dan Daya Tetas

Data hasil penelitian meliputi berat induk jantan dan betina, fekunditas, dan daya tetas disajikan pada tabel 1. berikut ini.

Tabel1. Data berat induk, fekunditas, dan daya tetas telur selama penelitian Perlakuan ulangan Berat betina (gram) Berat jantan (gram) Fekunditas (butir) Telur yang menetas (butir) Daya tetas (%) A 1 1,65 1,32 762 690 90,55 2 1,72 1,58 779 725 93,06 3 1,72 1,35 781 733 93,85 4 1,40 1.18 638 591 94,10 5 1,46 1,28 735 689 93,74 6 1,58 1,30 897 625 89,67 Hasil SD ± 1,58 ±0,8472a 1,335 ±0,132 71,014 1,8997 B 1 1,78 1,50 789 745 94,42 2 1,48 1,28 791 772 97,59 3 1,48 1,28 779 741 95,12 4 1,62 1,26 768 742 96,61 5 1,66 1,50 788 733 93,02 6 1,68 1,28 743 701 94,34 ± 1,61 ± 0,118a 1,35 ±0,107 18,435 1,5900 C 1 1,76 1,50 815 781 95,828 2 1,42 1,22 787 752 95,55 3 1,72 1,26 821 807 98,29 4 1,60 1,40 795 763 95,97 5 1,58 1,34 784 734 93,62 6 1,56 1,18 774 714 92,24 ± 1,60 ±0,1217a 1,31 ±0,1219 0,5306 2,0928

Dari 18 pasang induk yang diamati, terdapat sebanyak 591 butir sampai 897 butir telur yang dikeluarkan.

5.1.2 Data Kualitas Air

Data kualitas air selama penelitian adalah sebagai berikut Perlakuan Kuaitas air hari ke

1 2 3 4 5 pH oc pH oc pH oc pH oc pH oc A1 7 27 7 28 7 28 7 27 7 28 A2 7,1 27 7 28 7,1 28 7,1 27 7,1 28 A3 7,1 27 7 28 7,1 28 7,1 27 7,1 28 A4 7 27 7 28 7 28 7 27 7 28 A5 7,1 27 7,1 28 7,1 28 7,1 27 7,1 28 A6 7 27 7 28 7 28 7 27 7 28 B1 7 27 7,1 28 7,1 28 7,1 27 7,1 28 B2 7 27 7 28 7 28 7 27 7 28 B3 7 27 7 28 7 28 7 27 7 28 B4 7 27 7 28 7 28 7 27 7 28 B5 7 27 7 28 7 28 7 27 7 28 B6 7 27 7 28 7 28 7 27 7 28 C1 7 27 7 28 7 28 7 27 7 28 C2 7 27 7 28 7 28 7 27 7 28 C3 7 27 7 28 7 28 7 27 7 28 C4 7,1 27 7,1 28 7,1 28 7,1 27 7,1 28 C5 7,2 27 7,1 28 7,1 28 7,1 27 7,1 28 C6 7 27 7 28 7 28 7 27 7 28 5.2 Pembahasan 5.2.1 Faktor Fekunditas

Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang dari pada dengan berat, karena panjang penyusutannya relatif kecil sekali tidak seperti berat yang dapat berkurang dengan mudah. Fekunditas adalah jumlah telur ikan dihasilkan selama hidupnya. Fekunditas mutlak sering dihubungkan dengan berat, karena berat lebih mendekati kondisi ikan itu dari pada panjang. Fekunditas dengan berat adalah

gonad akan menimbulkan kesukaran atau kesulitan dalam statistik. Sebab telur akan masuk dalam jumlah besar dan ikan yang sebenamya berfekunditas kecil. Juga akan kesulitan akan sama apabila fekunditas dihubungkaan dengan faktor kondisi.

Tingginya persentase fertilitas menunjukkan bahwa sperma jantan memiliki kemampuan untuk membuahi telur. Keberhasilan pembuahan sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas sperma. Diduga telur yang dikeluarkan oleh betina akibat adanya rangsangan ikan jantan sehingga setiap telur yang keluar langsung dapat dibuahi. Selain itu didukung pula oleh kuantitas dan kualitas sperma yang tinggi serta tidak terdapatnya faktor penghalang dilingkungan seperti arus dan turbiditas air. Keberhasilan fertilitas tergantung pada periode ejakulasi sperma (mijah) dan kemampuan sperma bersaing untuk membuahi telur dan peluang fertilitas dipengaruhi oleh perilaku jantan, anantomi dan fisiologi (Berhead & Muller dalam Hosken 1998).

Tingginya daya tetas, diduga disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pengaruh tidak adanya goncangan air sewaktu perhitungan fertilitas. Apabila terdapat goncangan air, dapat menyebabkan telur jatuh dari sarangnya. Goncangan air dapat menurunkan keberhasilan fertilitas dan daya tetas telur (Affandi & Tang 2000). Selain itu kurangnya kelihaian induk jantan dalam memungut telur-telur yang jatuh ke dasar akuarium, menyebabkan sel-sel telur rusak. Menurut Sugandy (2002), bahwa induk yang sudah berpengalaman akan lebih lihai dalam memelihara telur sehingga daya tetas lebih tinggi.

5.2.2 Kualitas Air

Kualitas air media pemijahan seperti temperatur, pH, dan oksigen terlarut berada pada kondisi optimal. Hasil pengukuran temperatur air dalam akuarium pemijahan berkisar antara 270C sampai 280C. Kisaran temperatur ini secara umum memenuhi syarat untuk temperatur air pada wadah pemijahan. Hal yang sama dikemukakan oleh Perkasa (2001), bahwa temperatur optimal untuk pemijahan ikan hias Betta splendens berkisar antara 260C sampai 290C. Peningkatan suhu dan tekanan oksigen dapat mempengaruhi daya tetas,sedang suhu air dapat mempengaruhi efisiensi perubahan kuning telur menjadi bobot badan embrio ikan pada proses perkembangan (Effendi 1997). Telur ikan Betta splendens tergolong berukuran sedang, suhu optimal untuk penetasan berkisar antara 260C sampai 280C, dengan waktu penetasan sekitar 3 sampai 4 hari.

Pada wadah pemijahan pH air berkisar antara 6,3 sampai 6,8. Kondisi ini termasuk kedalam rentang kisaran pH air pemijahan ikan Betta splendens, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Perkasa (2001) bahwa pH yang optimal untuk penetasan ikan hias Betta splendens berkisar antara 6,2–7,8. Selanjutnya bila air pada pH 1-4 atau 11-14 maka ikan tidak dapat hidup di dalamnya. Kandungan oksigen terlarut berkisar antara 6,0–7,2 ppm.

Daya tetas dan laju pertumbuhan larva Betta splendens makanan tersebut

belum mencukupi untuk proses pertumbuhan larva. Menurut Kanazawa dalam Syandri (1996) bahwa salah satu komponen penting bagi pertumbuhan dan

pertumbuhan sel antara lain membran sel. Secara biosintesis fosfolipid tidak dapat dipenuhi secara cepat. Oleh karena itu harus dipasok melalui makanan alami.

Rataan mortalitas larva ikan Betta splendens selama pemeliharaan 21 hari bervariasi dari hari ke 7 sampai dengan hari ke 21. Mortalitas larva yang tertinggi antara lain disebabkan larva sudah kehabisan cadangan makanan berupa kuning telur, sedangkan makanan alami yang terdapat di dalam media hidupnya tidak sesuai dengan kebutuhannya. Tingginya mortalitas larva diduga disebabkan oleh makanan yang tidak sesuai dengan jenis, ukuran dan jumlahnya. Nagi et al, (1981) menyatakan bahwa umur berhubungan erat dengan masa kritis yaitu masa penentuan jenis kelamin pada proses perkembangan gonad dan fase paling kritis dalam daur larva adalah periode sampai mencapai umur 15 hari (Syandri 1996). Faktor penyebabnya adalah kurangnya makanan yang tersedia dan lingkungan yang tidak sesuai.

Pada penelitian ini faktor lingkungan yaitu kualitas air yang penting sebagai berikut temperatur air 270C-280C, ph 6,3–6,8 dan kandungan oksigen terlarut 6,0-7,2 ppm. Berarti mortalitas larva yang tinggi kemungkinan disebabkan oleh kurangnya makanan yang tersedia baik dalam jenis, jumlah maupun ukuran. Menurut Laskar dalam Syandri (1996) bahwa 50 persen larva ikan air tawar dapat memangsa dengan perbandingan bukaan mulut dan mangsa adalah 0,76 mm. Selanjutnya dinyatakan bahwa ukuran bukaan mulut dan kemampuan membuka akan menentukan ukuran makanan yang dapat dimakan, yang pada setiap spesies larva berbeda. Bukaan mulut larva ikan Betta splendens pada saat memangsa makanan dari luar belum dapat diketahui, tetapi untuk mengantisipasi ukuran

makanan pada penelitian ini, maka dilakukan penyaringan makanan dengan menggunakan saringan kain siphon. Semakin bertambah umur larva, maka mortalitas semakin kecil, terbukti pada hari 21 mortalitas hanya sebesar 0,80%, antara lain disebabkan larva sudah mampu mengkonsumsi artemia yang diberikan dengan baik.

5.2.3 Produksi Larva

Induk umur 6 bulan memiliki produksi larva lebih tinggi, hal ini dikarenakan kemampuan produksi larva didukung kuantitas dan kualitas dari telurnya, bila telur yang dihasilkan sedikit dan mernpunyai kualitas kurang baik maka produksi larvanya juga rendah. Menurut Sumandinata (1981), fekunditas dapat menunjukkan kemampuan induk untuk menghasilkan anak ikan di dalam suatu pemijahan. Peningkatan umur ikan ternyata menentukan pula tingkat produksi larvanya (Carlender, 1969 dalam Effendie, 1975). Berdasarkan pemberian pakan, Daphnia mernpunyai produksi larva lebih baik. Latscha (1990) berpendapat bahwa karoten juga berfungsi dalam sistem endokrin seperti daya tetas yang berhubungan dengan produksi larva.

Dokumen terkait