• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Serangga Hama Gudang yang Terbawa Bahan Baku Pakan Ternak Impor

Serangga hama gudang yang terbawa bahan baku pakan ternak yang berasal dari negara-negara yang sudah dilaporkan terdapat serangga hama gudang strain resisten terhadap fosfin dapat mempengaruhi tingkat resistensi serangga hama gudang di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena terjadinya perkawinan diantara mereka. Berbagai jenis serangga hama gudang yang ditemukan terbawa pada bahan baku pakan ternak yang diimpor dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Bahan baku pakan ternak yang masuk ke Indonesia dan hasil intersepsi laboratorium sejak tahun 2011-2013

Jenis pakan

Pintu

pemasukan Negara asal Frekuensi Volume (ton) Intersepsi laboratorium Bungkil kedelai BBKP Belawan, BKP Batam, BKP Bandar Lampung, BKP Cilegon, BBKP Tj Priok, BBKP Soetta, BKP Semarang, BBKP Surabaya, BBKP Makassar, BKP Pontianak USA*, India*, Argentina, Brazil*, Cina, Taiwan, Kanada, Malaysia, Singapura, Australia, Belanda, Korsel, Philipina, Ukraina, Uruguay, Paraquay 4 691 9 926 234.49 T. castaneun, Tribolium sp, S. oryzae, S. zeamays, L. serricorne, H. hampei, Cryptolestes sp, C. ferrugineus, C. hemipterus, Oryzaephilus sp, O. surinamensis, L. oryzae, T. stercorea, Carpophilus sp, A. advena, R. dominica Biji jagung BBKP Belawan, BKP Cilegon, BBKP Soetta, BBKP Tj Priok, SKP Bandung, BKP Yoyakarta, BBKP Surabaya USA*, India*, Argentina, Brazil*, Philipina, Thailand, Pakistan, Afrika Selatan 412 5 999.44 T. castaneum, L. serricorne, S. oryzae, T. granarium, C. pusillus, L. oryzae, C. hemipterus, C. chinensis, A. diaperinus, T. stercorea, C. ferrugineus, L. pusillus, A. laevigatus, S. paniceum, O. surinamensis, N. rufipes, A. advena, R. dominica, A. fasciculatus, S. zeamays, C. dimidiatus, T. confusum, C. chinensis, P. ratzeburgii, Sitophilus sp, Latheticus sp, Carpophilus sp

Sumber: Barantan (2014).; *: Negara-negara yang sudah ada laporan resistensi beberapa serangga hama gudang terhadap fosfin.

14

Berdasarkan Tabel 6, volume dan frekuensi impor bungkil kedelai lebih tinggi dibandingkan biji jagung. Negara asal komoditi bungkil kedelai dan biji jagung yang masuk ke Indonesia yaitu: Argentina, Brazil, USA, India, Cina, Taiwan, Malaysia, Philipina, Thailand, Korea Selatan, Kanada, Singapura, Australia, Belanda, Ukraina, Uruguay, Paraguay, Pakistan dan Afrika Selatan. Bahan baku pakan ternak ini di pulau Jawa masuk melalui BKP Cilegon, BBKP Tanjung Priok, BBKP Soekarno Hatta, BKP Semarang, dan BBKP Surabaya.

Volume, frekuensi, dan negara asal bungkil kedelai dan biji jagung yang masuk melalui salah satu pintu pemasukan impor Indonesia, BKP kelas II Cilegon, dan disimpan dalam gudang bahan baku pakan ternak yang menjadi lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Bungkil kedelai dan biji jagung impor (A) volume dan (B) frekuensi pemasukan dari berbagai negara pada kelima gudang pakan ternak sejak tahun 2010-2013; Sumber: Barantan (2014)

Volume (Kg)

Semakin tinggi volume dan frekuensi komoditi bahan baku impor yang masuk ke suatu gudang, maka semakin besar peluang serangga hama gudang strain resisten terhadap fosfin dari luar negeri mempengaruhi tingkat resistensi serangga hama gudang yang ada di Indonesia. Asal komoditi biji jagung dan bungkil kedelai impor yang masuk melalui pelabuhan di wilayah kerja BKP Kelas II Cilegon selama empat tahun terakhir didominasi dari Argentina, Brazil, India dan USA. Beberapa literatur yang telah disebutkan di depan melaporkan bahwa beberapa serangga hama gudang di Brazil, India, USA telah resisten terdap fosfin.

Hasil pengamatan terhadap kelima gudang bahan baku pakan ternak yang menjadi lokasi penelitian menunjukkan bahwa pemilik kelima gudang pakan ternak tersebut adalah perusahaan swasta dengan variasi jarak antara lokasi gudang bahan baku dengan pabrik pengolahan dan penyimpanan pakan ternak. Lokasi gudang bahan baku P1, P2 dan P3 berdekatan atau satu komplek dengan pabrik pengolahan dan penyimpanan pakan ternak, sedangkan lokasi gudang bahan baku P4 dan P5 letaknya berjauhan atau tidak satu komplek dengan pabrik pengolahan dan penyimpanan pakan atau hanya sebagai tempat penyimpanan bahan baku saja.

Sistem pengelolaan komoditi bahan baku pakan ternak yang masuk dan keluar dari gudang pada kelima gudang lokasi penelitian sudah menggunakan sistem fist in fist out, dimana bahan baku yang masuk lebih dahulu akan dikeluarkan lebih dahulu juga. Walaupun menggunakan sistem fist in fist out, penyimpanan komoditi yang baru datang kadang-kadang diletakkan dalam satu ruang dengan komoditi bahan baku yang sudah lama jika komoditi bahan baku pakan ternak banyak yang masuk dan kondisi gudang banyak yang penuh. Penyimpanan bahan baku pakan ternak ini di gudang penyimpanan kurang lebih selama satu sampai tiga bulan. Penyimpanan bahan baku pakan ternak yang baru masuk dan sudah difumigasi dengan bahan baku pakan ternak yang sudah disimpan cukup lama di gudang mendorong berpindah serangga hama gudang dari komoditi yang sudah lama disimpan ke komoditi yang baru datang.

Kegiatan fumigasi pada gudang bahan baku yang berdekatan dengan komplek pabrik pengolahan dan penyimpanan pakan dilakukan sangat intensif baik oleh perusahaan itu sendiri maupun perusahaan fumigasi. Hal ini untuk mencegah berpindahnya serangga hama gudang dari bahan baku ke gudang pakan ternak yang sudah siap untuk didistribusikan. Kegiatan fumigasi jarang bahkan tidak pernah dilakukan di gudang bahan baku yang lokasinya tidak mempunyai atau tidak berada dalam satu komplek dengan pabrik pengolahan dan penyimpanan pakan pabrik pakan. Di gudang P4 dan P5, tindakan pengendalian terhadap serangga hama biasanya hanya dengan perlakuan penyemprotan atau pengabutan dengan pestisida berbahan aktif organofosfat.

Berdasarkan informasi petugas salah satu gudang pakan ternak yang berlokasi dekat dengan lokasi pabrik pengolahan pakan ternak, setelah kegiatan fumigasi fosfin dengan dosis 2 tablet/ton dan waktu papar 5 hari selesai dilakukan masih sering ditemukan T. castaneum dan C. ferrugineus yang masih hidup. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu proses fumigasi yang dilakukan kurang tepat karena kebocoran plastik fumigasi, waktu papar yang kurang atau telah terjadi resistensi pada kedua serangga tersebut.

16

Inventarisasi Serangga Hama Ordo Coleoptera di Gudang Pakan Ternak

Hasil inventarisasi dari lima gudang pakan ternak yang menjadi lokasi

penelitian ditemukan lima spesies serangga hama yaitu T. castaneum, O. surinamensis, C. ferrugineus, A. diaperinus, dan S. zeamays (Gambar 4-8).

Spesies serangga yang dikoleksi dari gudang-gudang pakan tersebut hampir sama dengan spesies-spesies yang ditemukan dari hasil intersepsi laboratorium BKP kelas II Cilegon dan Badan Karantina Pertanian di pintu-pintu pemasukan komoditi impor. Menurut Kalshoven (1981), T. castaneum, O. surinamensis, C. ferrugineus, A. diaperinus, S. zeamays sering ditemukan pada gudang-gudang penyimpanan biji-bijian di Indonesia.

Gambar 4 Imago Cryptolestes ferrugineus (a); Adanya ridge di samping mata yang memanjang sampai ke thorak (b); Tidak adanya ridge transversal pada pronotum (c)

Gambar 5 Imago Tribolium castaneum (a); Bentuk mata facet (b); Bentuk antena(c); Posisi fossa maksilla terhadap mata facet bagian bawah (d)

a b c d 1 mm a 1 mm b c

Gambar 6 Imago jantan Sitophilus zeamays (a); Bentuk moncong dan posisi mata facet terhadap antena (b); Midline pada pronotum (c); Bentuk puncture pada elitra (d); Bentuk skerit bebas pada dasar medial lobe aedagus (e); Dua cekungan longitudinal pada medial lobe aedagus (f)

Gambar 7 Imago Alphitobius diaperinus (a); Bentuk mata faset (b); Bentuk pronotum (c); Proporsi mata faset dengan bagian depan kepala (d); Bentuk tibia 1 (e); Elytra yang tidak mempunyai ridge (f)

e d c b a 1 mm a b c d e f 1 mm f

18

Gambar 8 Imago Oryzaephilus surinamensis dengan 6 buah gerigi pada pronotum (a); Panjang tonjolan bagian belakang mata pada

kepala ≥ dibandingkan dengan panjang mata facet (b)

Spesies-spesies serangga hama gudang hasil inventarisasi ini sudah banyak ditemukan di Indonesia dan tersebar hampir di seluruh dunia bahkan di beberapa negara sudah menunjukkan tingkat resistensi yang lebih tinggi terhadap fosfin. Jumlah spesies dan populasi serangga hama gudang dari masing-masing komoditi pada kelima gudang bervariasi (Tabel 7).

Tabel 7 Hasil inventarisasi hama gudang ordo Coleoptera dan populasinya (ekor) dalam 1 Kg contoh komoditi yang ditemukan di lima gudang pakan ternak selama pengamatan

Perusahaan OPT Pengamatan ke- Total

(ekor) ± sd I II III Bungkil kedelai P1 T. castaneum 1 1 0 2 0.7 ± 0.58 P2 T. castaneum C. ferrugineus 2 1 1 0 0 0 3 1 1.0 ± 1.00 0.3 ± 0.58 P3 T. castaneum 1 0 0 1 0.3 ± 0.58 P4 T. castaneum 2 1 4 7 2.3 ± 1.53 P5 T. castaneum A. diaperinus 2 1 0 0 0 0 2 1 0.7 ± 1.15 0.3 ± 0.58 Biji jagung P1 T. castaneum 0 1 0 1 0.3 ± 0.58 P2 S. zeamays 1 0 0 1 0.3 ± 0.58 P3 T. castaneum 0 0 1 1 0.3 ± 0.58 P4 T. castaneum C. ferrugineus 1 0 1 0 1 1 3 1 1.0 ± 0.00 0.3 ± 0.57 P5 T. castaneum A. diaperinus O. surinamensis 3 0 1 0 0 0 1 2 0 4 2 1 1.3 ± 1.53 0.7 ± 1.15 0.3 ± 0.58

P: Gudang pakan ternak perusahaan, OPT: Organisme pengganggu tumbuhan, : Rata-rata populasi, sd: Standart deviasi

1 mm

b a

Variasi serangga hama gudang yang ditemukan pada komoditi bungkil kedelai hampir sama dengan serangga hama yang ditemukan pada biji jagung. T. castaneum merupakan serangga hama yang ditemukan hampir di semua gudang yang menjadi lokasi penelitian dengan jumlah populasi bervariasi pada setiap gudang bahan baku pakan ternak. Rata-rata populasi serangga hama gudang

tertinggi pada komoditi bungkil kedelai dan biji jagung ditunjukkan oleh T. castaneum pada gudang pakan ternak P2, P4 untuk bungkil kedelai dan pada

P4, P5 untuk biji jagung.

Spesies serangga hama yang ada di gudang mempunyai bioekologi berbeda-beda sehingga mempengaruhi pola penyebaran spesies serangga tersebut pada komoditi yang disimpan dalam suatu gudang. Pola penyebaran suatu spesies dalam komoditi juga mempengaruhi peluang serangga hama gudang tersebut ikut terambil alat pengambil contoh sehingga mempengaruhi penghitungan populasi

pada kegiatan inventarisasi serangga hama gudang. Penyebaran serangga T. castaneum lebih terkonsentrasi pada lapisan atas, sedangkan C. ferrugineus

dan O. Surinamensis mempunyai penyebaran yang lebih merata pada gandum yang disimpan curah pada suhu 250C dengan kadar air 14% (Haines 1991).

Kondisi bahan yang disimpan dan kebersihan gudang juga menentukan jenis-jenis serangga hama yang dapat menyerang biji-bijian tersebut. Rendahnya populasi serangga hama di gudang pada komoditi bungkil kedelai dan biji jagung kemungkinan karena beberapa gudang pakan ternak sudah menerapkan sanitasi gudang yang bagus. Ditemukannya serangga hama gudang A. diaperinus pada gudang P5 baik pada komoditi bungkil kedelai maupun biji jagung menunjukkan bahwa gudang tersebut kondisinya lembab dan kurang bersih. Menurut Rees (2007), kehadiran serangga A. diaperinus merupakan salah satu indikator bahwa di lokasi tersebut kelembabannya tinggi dan tingkat kebersihannya rendah.

Rendahnya populasi serangga hama gudang yang ditemukan pada komoditi bungkil kedelai dan biji jagung dapat juga disebabkan serangga hama di gudang pakan ternak impor sudah resisten terhadap fosfin atau karena komoditi ini di negara asalnya sudah difumigasi fosfin sebelum dimasukkan ke Indonesia dengan tujuan untuk mencegah masuknya OPTK dari negara asal komoditi tersebut. Menurut Ridley et al. (2012), R. dominica yang mendapat perlakuan fumigasi fosfin fekunditasnya dapat menurun untuk beberapa saat. Serangga yang sudah resisten terhadap pestisida atau fumigan juga memiliki keperidian yang lebih rendah dibandingkan keperidian potensial yang dimilikinya (Haines 1991). Fragoso et al. (2005) juga mendeteksi adanya penurunan fekunditas dari populasi serangga yang resisten, karena memiliki kelemahan dalam reproduksi. Penurunan keperidian serangga yang sudah resisten akibat perlakuan fumigasi yang telah dilakukan di gudang tersebuat atau adanya perpindahan serangga resisten dari luar negeri yang masuk ke Indonesia juga berpeluang menyebabkan rendahnya populasi serangga hama yang ada digudang tersebut. Reinfestasi hama yang cepat di tempat penyimpanan menunjukkan kurang efektifnya tindakan pengendalian sebelumnya atau kondisi lain yang mendukung cepatnya infestasi serangga hama seperti kondisi gudang yang tidak memenuhi syarat atau faktor kegiatan manusia (Dadang 2012).

20

Berdasarkan data intersepsi laboratorium BKP Kelas II Cilegon pada komoditi bahan baku pakan ternak impor yang akan dikirim ke lima gudang pakan ternak yang menjadi lokasi penelitian sejak tahun 2010-2013 ditemukan spesies-spesies serangga hama gudang yang sudah kosmopolit atau tersebar luas di Indonesia. Serangga hama OPTK A1 Trogoderma granarium dalam kondisi mati ditemukan dalam komoditi bahan baku pakan ternak impor dari India di gudang P2, P3 dan dari Pakistan di Gudang P1 (Tabel 8).

Serangga hama gudang fase telur dan pupa sulit untuk dilihat pada saat bercampur dengan komoditi yang berbentuk seperti tepung, sehingga fase telur dan pupa ini berpeluang untuk lolos dan berinteraksi dengan serangga hama gudang yang ada di Indonesia. Fase telur dan pupa kurang aktif bernafas sehingga pada saat dilakukan fumigasi, maka kedua fase serangga hama gudang ini lebih toleran terhadap fumigan dan lolos dari pemeriksaan. Berdasarkan hasil intersepsi laboratorium BKP Kelas II Cilegon, jumlah spesies serangga hama gudang dari India lebih bervariasi dibandingkan dari negara lainnya.

Pengujian Resistensi Tribolium castaneum terhadap Fosfin di Laboratorium

Hasil pengujian tingkat resistensi T. castaneum terhadap fosfin yang dilakukan di laboratorium dapat dilihat dari tingkat mortalitas (Tabel 9) dan nilai faktor resistensi (Tabel 10) dari serangga uji yang telah diambil dari setiap gudang bahan baku pakan ternak.

Hasil analisis ragam (Lampiran 2-6) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi fosfin berpengaruh nyata (Pvalue < P0.05) terhadap mortalitas imago T. castaneum pada semua gudang bahan baku pakan ternak. Uji nilai tengah

Duncan terhadap perlakuan konsentrasi fosfin terhadap mortalitas imago T. castaneum dengan selang kepercayaan (95%) dapat dilihat pada Tabel 9.

Persentase mortalitas imago T. castaneum yang rendah menunjukkan bahwa serangga dari gudang tersebut semakin resisten. Tingkat mortalitas imago T. castaneum yang rendah (< 50%) dari lima lokasi gudang pakan ternak yang menjadi lokasi penelitian ditunjukkan oleh gudang pakan ternak P2 dan P4 pada saat pemaparan fosfin 20 jam. Berdasarkan analisis probit (Lampiran 7-11) nilai LC50 dan LC99 untuk imago T. castaneum yang sudah resisten maka nilai LC50 dan LC99 semakin tinggi. Faktor resistensi T. castaneum terhadap fosfin yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa semua T. castaneum yang diuji diduga sudah resisten dengan kisaran faktor resistensi 3 sampai 33 kali. Nilai RF dari tertinggi sampai terendah pada pemaparan fosfin selama 20 jam terdapat pada T. castaneum yang diambil dari gudang bahan baku pakan ternak P1, P2 yang diikuti oleh gudang P3, P4, dan P5 (Tabel 10).

Hubungan respon mortalitas T. castaneum yang diperoleh dari lima perusahaan bahan baku pakan ternak terhadap beberapa konsentrasi fosfin dengan lama pemaparan 20 jam menunjukkan pola hubungan searah (positif). Tingkat konsentrasi fosfin yang semakin meningkat pada penelitian ini cenderung akan diikuti dengan meningkatnya nilai mortalitas imago T. castaneum (Gambar 9).

21

Tabel 8 Intersepsi laboratorium BKP Kelas II Cilegon pada komoditi biji jagung dan bungkil kedelai dari berbagai negara dari tahun 2010-2013 di lima gudang pakan ternak impor

Gudang Intersepsi dari berbagai negara

pakan ternak Argentina Brazil USA India Pakistan Korea Selatan Thailand Paraguay Afrika Selatan

P1 T. castaneum*; S. zeamays*; R. dominica*; C. ferrugineus* C. ferrugineus*; S. zeamays* Tidak ditemukan OPT T. castaneum *; C. dimidiatus *; S. zeamays*; S. oryzae*; A. diaperinus* T. granarium* - - - - P2 T. castaneum*; S. zeamays*; C. ferrugineus*; R. domonica* C. ferrugineus*; S. zeamays* Tidak ditemukan OPT S. zeamays*; T. castaneum*; C. ferrugineus*; T. granarium*; A. diaperinus*; O. surinamensis* Tidak ditemukan OPT - - - - P3 T. castaneum*; S. zeamays*; S . oryzae*; C. ferrugineus*; S. zeamays*; T. castaneum*; C. ferrugineus* Tidak ditemukan OPT T. granarium*; S. zeamays* - Tidak ditemukan OPT Tidak ditemukan OPT - -

P4 T. castaneum* T. castaneum* Tidak ditemukan OPT Tidak ditemukan OPT - - Tidak ditemukan OPT Tidak ditemukan OPT Tidak ditemukan OPT P5 S. zeamays* S. zeamays* Tidak

ditemukan OPT

Tidak ditemukan OPT

- - - - -

22

Tabel 9 Persentase mortalitas imago T. castaneum setelah pemaparan 20 jam gas fosfin di laboratorium pada 14 hari setelah aerasi

Waktu paparan Konsentrasi Persentase rata-rata mortalitas a (mg/l) P1 P2 P3 P4 P5 20 jam Kontrol 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0.005 12 a 1 a 12 b 0 a 2 a 0.014 43 b 3 a 22 c 1 a 5 a 0.023 78 c 13 b 33 d 4 a 37 b 0.031 43 b 17 bc 45 e 10 b 59 c 0.040 52 bc 23 c 69 f 18 c 70 c a

Rata-ratapersentase mortalitas yang diikuti oleh huruf pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf 5%, P: gudang pakan ternak perusahaan.

Tabel 10 Faktor resistensi imago T. castaneum setelah 14 hari dari kegiatan aerasi pemaparan fosfin selama 20 jam

Gudang

pakan ternak DC LC50 LC 99 RF (Kali) Keterangan P1 0.04 0.023 1.350 33.750 Diduga resisten P2 0.04 0.093 1.347 33.675 Diduga resisten P3 0.04 0.032 0.679 16.975 Diduga resisten P4 0.04 0.077 0.401 10.025 Diduga resisten

P5 0.04 0.029 0.121 3.025 Diduga resisten

DC: Discriminating concentration T. castaneum FAO 1980; RF: Resistance factor (Faktor resistensi); LC: Lethal concentration

0,04 0,03 0,02 0,01 0,00 80 60 40 20 0 Kons e ntras i M o rt al it as ( % ) P1 P2 P3 P4 P5 Variable

Gambar 9 Respon mortalitas T. castaneum dari lima gudang bahan baku pakan ternak terhadap beberapa konsentrasi fosfin dengan pemaparan 20 jam

Keterangan

Besarnya derajat kemiringan garis respon mortalitas T. castaneum terhadap konsentrasi fosfin yang kecil atau cenderung mendatar (Gudang P2 dan P4) menunjukkan bahwa T. castaneum di gudang tersebut sudah resisten.

Hasil ini juga didukung oleh hasil analisis korelasi antara mortalitas imago T. castaneum dari berbagai gudang dengan konsentrasi fosfin (Lampiran 12-16). Hasil perhitungan analisis korelasi untuk mengukur derajat keeratan hubungan antar variabel konsentrasi fosfin dan mortalitas imago T. castaneum dapat dilihat pada Tabel 11. Koefisien korelasi antara konsentrasi fosfin dengan mortalitas imago T. castaneum yang mendekati atau sama dengan angka 1, berarti antara konsentrasi fosfin dengan mortalitas imago T. castaneum memiliki hubungan yang erat, dimana dengan meningkatnya konsentrasi akan memberikan persentase mortalitas imago yang semakin tinggi juga. Besarnya nilai faktor resistensi T. castaneum pada gudang P1 hampir sama dengan nilai faktor resistensi pada gudang P2 yaitu sebesar 33 kali. Hasil analisis regresi dan korelasi, besarnya derajat kemiringan hubungan mortalitas T. castaneum terhadap konsentrasi fosfin pada gudang P2 lebih kecil dibandingkan pada gudang P1 dan hubungan korelasinya sebesar 0.96 (sangat erat) dibandingkan dengan hubungan korelasi pada gudang P1 yang hanya sebesar 0.53. Besarnya nilai korelasi pada gudang P2 ini menunjukkan bahwa hubungan antara respon mortalitas T. castaneum terhadap konsentrasi fosfin lebih erat dan tingkat resistensi yang terjadi pada gudang P2 lebih besar dibandingkan pada gudang P1.

Tabel 11 Persamaan garis regresi dan korelasi antara mortalitas imago T. castaneum terhadap konsentrasi fosfin pada gudang bahan baku

pakan ternak

Gudang Persamaan regresi dan korelasi P1 y = 12.92 + 1 331.55x ; R2 = 0.53 P2 y = - 1.96 + 608.28x ; R2 = 0.96 P3 y = 0.34 + 1 583.63x ; R2 = 0.97 P4 y = - 2.69 + 434.97x ; R2 = 0.86 P5 y = - 7.82 + 1 956.03x ; R2 = 0.93

Tingginya resistensi imago T. castaneum yang diuji kemungkinan dipengaruhi oleh perlakuan rutin fumigasi yang dilakukan di lokasi gudang bahan baku pakan ternak impor maupun terjadinya perkawinan antara T. castaneum yang ada di Indonesia dengan T. castaneum yang terbawanya dari negara asal komoditi pada saat stadia T. castaneum yang toleran terhadap fosfin dan tidak terdeteksi pada saat pemeriksaan.

Fumigasi fosfin pada gudang P2 frekuensinya lebih sering dilakukan dibandingkan dengan gudang P4 dan P5. Fumigasi yang sering dilakukan pada gudang P2 bertujuan untuk mencegah berpindahnya serangga hama gudang yang ada dalam bahan baku pakan ternak ke gudang komoditi pakan yang sudah siap untuk didistribusikan karena jarak kedua lokasi gudang ini yang berdekatan. Disamping itu tingkat resistensi yang tinggi pada gudang P2 juga dapat karena pengaruh volume dan frekuensi asal komoditi pakan ternak yang banyak masuk

24

ke gudang P2 tersebut. Berdasarkan Gambar 3, volume dan frekuensi komoditi bahan baku pakan ternak yang masuk pada gudang P2 banyak berasal dari negara Argentina, Brazil, dan India. Walaupun demikian, Nilai RF pada gudang P4 yang tidak pernah difumigasi lebih tinggi dibandingkan gudang P1 dan P3 yang sering difumigasi. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya pengaruh T. castaneum yang terbawa bahan baku impor, terutama dari Argentina, Brazil dan India yang merupakan negara yang mendominasi volume dan frekuensi komoditi pakan ternak yang masuk pada gudang P4 dan gudang P2. Volume dan frekuensi komoditi bahan baku pakan yang berasal dari Argentina dan Brazil pada gudang P2 dan P4 mendominasi di kedua gudang ini sehingga komoditi yang berasal dari Argentina dan Brazil mempunyai peluang yang besar untuk mempengaruhi resistensi hama yang ada di gudang P2 dan P4 dan menyebabkan nilai RF T.castaneum terhadap fosfin di gudang P2 dan P4 lebih tinggi dibandingkan gudang yang lainya. Kemungkinan peluang masuknya T. castaneum dari Argentina dan Brazil di dukung oleh hasil intersepsi laboratorium BKP Kelas II Cilegon (Tabel 8) yang menemukan T. castaneum pada komoditi yang berasal dari Argentina dan Brazil.

Teknik aplikasi fumigan yang kurang tepat, misalnya kebocoran pada plastik fumigasi dan waktu pemaparan fumigan yang kurang, juga telah meningkatkan tekanan seleksi untuk resistensi. Hal ini menyebabkan terjadinya seleksi serangga hama yang difumigasi, dimana hanya individu yang resisten saja yang bertahan hidup dan berkembang biak menjadi suatu populasi yang resisten (Benhalima et al. 2004). Menurut Winks (1985), perlakuan fumigasi dengan fosfin lebih baik memperpanjang waktu fumigasi daripada meningkatkan konsentrasi. Peningkatan konsentrasi fosfin yang tinggi (>0,5 mg jam/L) pada serangga hama gudang dapat mengakibatkan efek narkosis, serangga menjadi tidak aktif, sehingga menghambat penyerapan fosfin oleh serangga dan menyebabkan serangga menjadi lebih toleran.

Menurut Benhalima et al. (2004), faktor lain yang dapat mempengaruhi evolusi resistensi serangga terhadap fosfin adalah gerakan serangga karena perdagangan komoditas. Kondisi serangga pada stadia telur dan pupa yang tidak aktif (diapuse) membuka peluang masuknya OPT yang tingkat resistensinya terhadap fosfin berbeda masuk ke wilayah negara Indonesia. Menurut Pimentel et al. (2010), evolusi resistensi fosfin pada T. castaneum yang terjadi di Brazil disebabkan oleh perdagangan komoditi dalam negeri dan proses seleksi yang terjadi di negara tersebut.

Berdasarkan survei Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 1972-1973, faktor resistensi Tribolium spp. terhadap fosfin di negara USA, India, China, Jepang, Australia lebih besar 16 kali dari discriminating dose FAO, negara Argentina dan Kanada sebesar 3 kali, sedangkan negara Indonesia pada saat itu belum ada laporan terjadinya resistensi (Champ 1985). Rajendran (2007) menyatakan bahwa resistensi T. castaneum pada 4x discriminating concentration FAO di India telah ditemukan pada 110 lokasi pengambilan contohnya dan Opit et al. (2012) menyatakan bahwa T. castaneum di Oklahoma-USA memiliki resistensi faktor terhadap fosfin sebesar 119 kali.

Faktor resistensi T. castaneum yang tinggi pada gudang P2 dan P4, dapat juga disebabkan oleh adanya perkawinan diantara T. castaneum yang

resistensinya terhadap fosfin tinggi dengan T. castaneum yang resistensinya rendah yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Menurut Collins et al. (2002), perkawinan serangga R. dominica yang resistensinya rendah dengan yang resistensinya tinggi maka faktor resistensi keturunannya menjadi 23 kali lebih resisten dibanding serangga yang resistensinya rentan ketika dipapar fumigan selama 20 jam, dan suatu serangga yang resisten sangat kuat dengan imago yang resisten maka faktor resistensi keturunanya menjadi enam ratus kali lebih tinggi dibandingkan dengan serangga yang resistensinya rentan ketika difumigasi selama 48 jam.

26

Dokumen terkait