• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Mineral tulang manusia diperoleh dengan mengeliminasi kandungan organik. Proses eliminasi kandungan organik disebut deproteinasi. Deproteinasi dapat dilakukan dengan larutan natrium hydroxide, hipoclorite dan hydrazinium hydroxide. Larutan yang digunakan deproteinasi yaitu hydrazinium hydroxide. Penggunaan hydrazinium hydroxide dalam mengeliminasi kandungan organik tulang tidak mempengaruhi pada sifat kimia dan kristalinitas tulang17. Hasil deproteinasi dipanaskan untuk menghilangkan air. Sample yang digunakan yaitu sampel tulang dari berbagai golongan usia dan jenis tulang. Golongan usia yang digunakan yaitu anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Jenis tulang yang digunakan yaitu iga, paha, kepala, dan tibia. Mineral tulang manusia yang diperoleh dalam penelitian ini rata-rata adalah 46,89%. Jumlah mineral tulang dipengaruhi oleh jenis tulang dan usia. Mineral setiap sampel yang digunakan yaitu ditunjukan pada tabel 4.

Mineral tulang merupakan senyawa apatit biologi. Karakter mineral ditinjau dari kuantitatif untuk mengetahui komposisi, tingkat kekerasan dan pengaruh termal. Analisis kuantitatif dengan menggunakan AAS dan UV-Vis, tingkat kekerasan dengan menggunakan uji Vickers dan analisis termal dengan DT-TGA.

Tabel 4 Presentase kandungan mineral tulang Manusia Gol. Usia/ jenis kelamin Usia Jenis tulang % (b/b) Anak-anak/L 1 hari paha 42,33 Remaja/L 16 tahun iga 50,65 Dewasa/L 30 tahun iga 32,99

31 tahun iga 48,12 31 tahun kepala 65,05 36 tahun tibia 56,27 Dewasa/P 21 tahun iga 43,03

Lansia/L 60 tahun iga 34,24

65 tahun iga 25,47 Lansia/P 75 tahun iga 23,85

Pengukuran komposisi komponen kandungan mineral tulang manusia

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan AAS dan UV-Vis, hasil yang diperoleh yaitu presentase unsur dalam sampel. Unsur yang diukur yaitu unsur kalsium, fosfor, magnesium, natrium dan kalium. Unsur mayoritas pada sampel yaitu kalsium dan fosfat. Kadar unsur kasium, magnesium, kalium, dan natrium diukur dengan menggunakan AAS. Sedangkan, kadar unsur fosfor diukur dengan menggunakan spektroskopi UV-Vis. Setiap sampel memiliki kadar unsur yang berbeda-beda.

Hasil perhitungan kadar unsur pada komponen mineral didominasi oleh unsur kalsium dan fosfat. Unsur lain yang dianalisis yaitu Mg, Na dan K. Kehadiran unsur ini dalam jumlah yang sedikit tetapi dapat menyebabkan adanya impuritas pada senyawa kalsium fosfat. Unsur-unsur ini dapat mensubtitusi posisi Ca. Karakter senyawa kalsium fosfat dapat dilihat dari nilai Ca/P (tabel 6). Nilai Ca/P yang dihasilkan pada sampel memiliki nilai yang lebih tinggi dari Ca/P HAp (1,67). Tulang tibia dan tulang kepala masing-masing memiliki nilai Ca/P 1,95 dan 2,07 yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai Ca/P untuk iga. Tulang paha anak-anak memiliki nilai Ca/P yang tinggi dengan jumlah kalsium yang tinggi. Pada usia lansia mengandung sedikit mineral dibandingkan dengan mineral pada remaja dan dewasa. Jenis kelamin juga dapat berpengaruh, pada tingkat usia lansia kadar kalsium dan jumlah mineral laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Sedangkan pada usia dewasa perempuan memiliki mineral yang lebih banyak daripada laki-laki, namun memiliki kadar kalsium yang lebih rendah. Kadar unsur pada sampel ditunjukan oleh tabel 5. Selain unsur Ca dan P dalam mineral tulang terdapat unsur-unsur lain yaitu Mg, Na, dan K. Unsur-unsur ini hadir dalam jumlah yang sedikit. Kadar Na dalam mineral tulang memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan kadar Mg dan K yaitu, rata-rata sampel 2,00%. Kadar Mg rata-rata sampel yaitu 0,39% dan kadar K rata-rata sampel 0,06%.

Gol. Usia/ jenis

kelamin Usia

Jenis

tulang % Ca % Mg % K % Na % P

Anak-anak/L 1 hari paha 72,1955 0,5583 0,0961 3,4743 11,3947 Remaja/L 16 tahun iga 67,9687 0,4367 0,1055 3,9375 11,3471

30 tahun iga 65,0602 0,3741 0,0681 3,5602 11,3998 31 tahun iga 36,9231 0,3942 0,0277 1,0433 13,6231 31 tahun kepala 37,1072 0,2218 0,0176 0,9566 13,8817 Dewasa/L

36 tahun tibia 36,8346 0,5703 0,0333 0,9648 14,5770 Dewasa/P 21 tahun iga 36,9339 0,4057 0,0141 0,8160 14,0137 60 tahun iga 53,6491 0,3081 0,1453 3,2857 7,9736 Lansia/L

65 tahun iga 37,2885 0,2725 0,0293 0,6015 11,6532 Lansia/P 75 tahun iga 34,2942 0,4498 0,0300 1,3916 10,7101

Tabel 6 Rasio Ca/P mineral tulang Gol. Usia/

jenis kelamin Usia Jenis tulang Ca/P Anak-anak/L 1 hari paha 4,91 Remaja/L 16 tahun iga 4,64

30 tahun iga 4,42 31 tahun iga 2,10 31 tahun kepala 2,07 Dewasa/L

36 tahun tibia 1,95

Dewasa/P 21 tahun iga 2,04 60 tahun iga 5,21

Lansia/L

65 tahun iga 2,47

Lansia/P 75 tahun iga 2,48

Tingkat kekerasan mineral tulang manusia

Mineral tulang yang terbentuk dari senyawa apatit biologi, merupakan material berbentuk padatan. Padatan yang dihasilkan dapat di ukur tingkat kekerasannya dengan Micro Hardness Tester. Alat yang digunakan yaitu perangkat uji Vickers. Kekerasan pada mineral tulang disebabkan karena komponen-komponen senyawa apatit yang menyususunnya. Nilai kekerasan pada sampel yaitu terdapat pada tabel 7.

Nilai kekerasan tulang dalam satuan HV (Hardness Vickers). Nilai kekerasan pada sampel diukur pada lima titik yang berbeda pada permukaan sampel. setiap titik memiliki nilai kekerasan yang berbeda. Sampel tulang iga untuk golongan lansia dengan usia 65 dan 75 tahun hanya dapat diukur pada satu titik. Nilai kekerasan yang dimiliki sampel tersebut sangat kecil yaitu masing-masing 1,9442 dan 1,9802 HV. Nilai kekerasan akan terus meningkat sampai usia masa puncak pertumbuhan. Kemudian akan menurun kembali saat usia semakin lanjut.

Pengecualian pada lansia usia 60 tahun memiliki nilai kekerasan yang paling tinggi dengan jumlah mineral yang cukup tinggi untuk golongan usia lansia yaitu, 13,5580 HV dengan jumlah mineral 34,23%.

Pada usia dewasa untuk jenis tulang yang berbeda memiliki nilai kekerasan yang berbeda. Tulang iga memiliki nilai kekerasan yang paling kecil jika dibandingkan dengan nilai kekerasan pada tulang tibia dan tulang kepala. Nilai kekerasan tulang kepala memiliki nilai kekerasan lebih besar dibandingkan dengan nilai kekerasan tulang tibia.

Nilai kekerasan masing-masing untuk iga, tibia dan kepala yaitu 4,7742, 6,2298 dan 8,0036 HV. Hal ini menunjukan bahwa jenis tulang mempenyaruhi nilai kekerasan mineral tulang. Jenis kelamin dapat berpengaruh juga terhadap nilai kekerasan yaitu nilai kekerasan pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Nilai kekerasan yang dimiliki mineral tulang laki-laki dewasa 10,1868 HV dan 4,7742 HV. Nilai kekerasan yang dimiliki mineral tulang perempuan dewasa 4,0942 HV. Hal ini terjadi pula pada usia lanjut.

Tabel 7 Nilai kekerasan mineral tulang manusia Gol. Usia/

jenis kelamin

Usia Jenis tulang VHN (HV) VHN rata-rata (HV) 5,8528 4,4999 5,8528 5,9866 Anak-anak/L 1 hari paha

5,4183 5,5222 6,1249 7,3351 7,4283 7,4755 Remaja/L 16 tahun iga

5,1368 6,7001 12,8777 12,0603 11,4973 7,0659 30 tahun iga 7,4283 10,1868 7,2437 5,5983 4,5899 3,2194 31 tahun iga 3,2194 4,7742 6,7295 7,8192 7,8192 9,0684 31 tahun kepala 8,5816 8,0036 4,4559 7,1540 6,9796 5,3601 Dewasa/L 36 tahun tibia 6,6492 6,1198 4,4126 4,2453 4,5446 3,2194 Dewasa/P 21 tahun iga

4,0493 4,0942 15,6081 13,0951 11,6805 11,4973 60 tahun iga 15,8985 13,5580 Lansia/L 65 tahun iga 1,9804 1,9804 Lansia/P 75 tahun iga 1,9422 1,9422

Analisis Termal Pada Mineral Tulang

Tabel 8 Analisis hasil karakterisasi TG-DTA

Fenomena Reaksi Gol. Usia/ jenis kelamin Usia Jenis tulang Temperatur (oC) ∆m (%) ∆H (cal/g) Keterangan Anak-anak/L

1 hari paha 120 -1000 - - Perubahan fasa menuju

kekristalan Remaja/L 16 tahun iga 120-1000 - - Perubahan fasa

menuju kekristalan 99,69-159,55 -2,9333 - Endotermik Eliminasi H2O 414,57-523,24 -2,8148 - Perubahan fasa menuju kekristalan 30 tahun iga 717,27-812,75 -2,2814 - Eliminasi CO32- 63,31-122,37 -2,2085 18,7594 Endotermik Eliminasi H2O 31 tahun iga 619,25-801,63 -2,5460 - Eliminasi CO32- 99,84-128,05 -1,3121 4,8032 Endotermik Eliminasi H2O 31 tahun kepala 718,64-832,20 -1,3462 - Eliminasi CO32- 73,49-121,46 -1,4408 7,3187 Endotermik Eliminasi H2O Dewasa/L 36 tahun tibia 719,53-833,71 -1,4408 - Eliminasi CO32- 68,51-123,35 -1,7579 12,0372 Endotermik Eliminasi H2O 392,50-560,25 -3,1675 - Perubahan fasa menuju kekristalan Dewasa/P 21 tahun iga

687,79-876,84 -1,9735 - Eliminasi CO32- 102,00-165,80 -4,4571 - Endotermik Eliminasi H2O 279,57-524,61 -16,1237 - Perubahan fasa menuju kekristalan 60 tahun iga 706,76-907,70 -4,1793 - Eliminasi CO32- 129,39-144,50 -2,0232 14,0955 Endotermik Eliminasi H2O 280,00-420,00 -12,9019 - 450,00-500,00 -5,4634 - Perubahan fasa menuju kekristalan Lansia/L 65 tahun iga 760,00-800,00 -1,6631 - Eliminasi CO32- 131,97-144,55 -1,9328 13,019 Endotermik Eliminasi H2O 250,00-412,00 -20,5771 - 450,00-500,00 -5,0363 - Perubahan fasa menuju kekristalan Lansia/P 75 tahun iga

Pengaruh termal yang diberikan pada sampel yaitu dari suhu ruang sampai 1000oC dengan kenaikan 5oC/menit. Terjadi proses perubahan termokimia dan pengurangan massa sampel pada rentang waktu tersebut. Perubahan fasa yang terjadi yaitu dari Amorphous Calsium Phosphate (ACP) menuju fasa kristal. Setiap sampel mengalami proses tersebut. Sampel tulang anak-anak dan remaja tidak terjadi pengurangn massa saat proses pengkristalan. Hasil analisis termogram terdapat pada tabel 8. Termogram hasil penelitian terdapat pada lampiran 7.

Semua sampel mengalami proses pengkristalan setelah proses pembebasan air atau eliminasi H2O. Proses pengkristalan ini ditunjukan reaksi eksotermik ditunjukan oleh peak ke atas. Suhu eliminasi H2O untuk sampel berkisar anata suhu 60oC sampai 165oC dengan massa yang hilang rata-rata 2,26% (b/b). Reaksi yang terjadi pada pembebasan air itu reaksi endotermik. Besarnya entalphi pada reaksi endotermik yaitu sebanding dengan massa air yang hilang. Semakin besar massa air yang hilang berarti semakin besar energi yang diserap. Terdapat peak endotermik yang kecil disertai dengan dekomposisi massa sampel pada Suhu antara 687,79oC-907,70oC. Hal iini disebabkan pada suhu tersebut terjadi pembebasan karbonat atau eliminasi CO32- menjadi gas karbon dioksida (CO2). Massa yang hilang saat eliminasi CO32- yaitu rata-rata 2,11% (b/b). Massa yang hilang pada eliminasi CO32- pada tulang iga lebih besar dibandingkan dengan pengurangan massa pada tulang tibia dan kepala. Setelah eliminasi H2O sampel mengalami proses eksotermik secara terus menerus, ini menunjukan bahwa komponen mineral tulang manusia yang diperoleh berfase amorf. Pemanasan menyebabkan adanya proses pengkristalan. Semakin tua proses pengkristalan menyebabkan adanya dekomposisi massa yang semakin banyak. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin pada mineral tulang perempuan mengalami dekomposisi yang lebih besar daripada laki-laki. Dekomposisi tersebut terjadi pada suhu 279,67oC-560,25oC. Tulang iga laki-laki usia 30 tahun tidak mengalami perubahan massa pada suhu tersebut. Begitu pula pada tulang kepala dan tulang tibia.

Pembahasan

Mineral tulang manusia berbeda-beda hal ini disebabkan oleh jenis tulang, usia dan jenis kelamin. Tulang tibia dan paha merupakan tulang panjang yang terbentuk tulang padat pada bagian luar dan sumsum pada bagian dalam. Pada masa anak-anak sumsum yang terbentuk adalah sumsum merah sedangkan pada usia remaja dan dewasa sumsum kuning19. Tulang iga merupakan tulang pipih yang terbentuk dari dua lapisan tulang padat yang diantara keduanya terdapat tulang jala5. Tulang kepala merupakan tulang pipih yang semuanya nerupakan tulang padat. Tulang tibia dan tulang paha merupakan tulang panjang, berbentuk padat pada bagiab diaphyses dan tulang jala pada bagian luar epipyses. Tulang padat memiliki susunan lamela yang konsentrik sedangkan tulang jala susunan lamelanya tidak konsentrik5. Lamela terdiri dari lakuna yang berisi osteosid. Osteosid disebut juga tulang muda dan memiliki sedikit mineral. Dengan demikian tulang padat akan memiliki mineral yang lebih besar dibandingkan tulang jala. Tulang paha, tibia dan kepala memiliki mineral yang lebih tinggi dibandingkan tulang iga.

Tabel 5 menunjukan kandungan mineral tulang. Kandungan mineral tulang akan meningkat dengan peningkatnya usia sampai masa puncak pertumbuhan, kemudian akan terjadi pengurangan kembali sampai lanjut usia. Hal ini ditunjukan komponen mineral pada anak-anak memiliki kadar yang lebih rendah dari remaja yaitu 42,33% pada tulang paha. dan remaja 50,65% pada tulang iga. Saat usia dewasa kandungan mineral tulang menurun menjadi dan terus menurus sampai lanjut usia . Hal ini disebabkan keperluan akan kalsium meningkat. Anak-anak dan remaja didominasi dengan proses pembentukan tulang. Sedangkan dewasa dan lansia didominasi dengan proses perbaikan tulang Masa pertumbuhan, metabolisme tubuh berfungsi dengan baik sehingga penyerapan kalsium dari makanan dan minuman cukup tinggi, proses perbaikan fungsi tubuh masih berkembang. Metabolisme tubuh akan semakin berkurang sedangkan keperluan kalsium terus meningkat setelah masa puncak pertumbuhan. Kalsium tubuh pada usia ini dipenuhi dari mineral tulang. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pengurangan massa mineral tulang. Hasil penelitian menunjukan pada usia remaja lebih besar dibandingkan dewasa dan lansia. Masa pertumbuhan hanya

berkembang pada usia remaja, menginjak dewasa pertumbuhan terhenti.

Jenis tulang juga mempengaruhi kandungan mineral tulang. Tulang kepala memiliki mineral lebih tinggi dari pada tulang paha dan tibia. Tulang paha dan tibia mineralnya lebih banyak dari tulang iga. Tulang kepala merupakan tulang pipih yang terbentuk dari tulang padat, tulang padat memiliki susunan lamela yang teratur dan padat tersusun konsentrik sehingga mineralnya lebih tinggi. Tulang paha dan tibia merupakan tulang panjang, bagian luar terbentuk dari tulang padat, sedangkan tulang iga memiliki susunan yang terdiri dari dua lapis yaitu lapisan luar tulang padat dan dalam tulang jala. Sehingga memiliki mineral lebih sedikit.

Mineral tulang juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Perempuan memiliki kandungan mineral lebih rendah daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh hormon estrogen yang dapat menyebabkan penurunan aktivitas osteoblas dan meningkatkan osteoklas sehingga terjadi osteoporosis primer. Pada laki-laki cenderung terjadi osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer disebabkan metabolisme tubuh, sedangkan osteoporosis sekunder oleh penyakit yang diderita. Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang memiliki ciri terjadinya pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang22. Pada usia lansia kadar testoteron dan estrogen meningkat, sehingga proses pembentukan tulang terganggu. Selain faktor-faktor tersebut, mineral tulang dipengaruhi oleh asupan kasium, genetik, aktivitas, paparan ulta violet, dan gaya hidup.

Setiap tulang berdasarkan golongan usia dan jenis tulang memiliki karakter masing-masing. Karakter yang ditinjau yaitu komposisi, kekerasan dan pengaruh termal. Mineral tulang merupakan apatit biologi. Apatit biologi berbentuk apatit karbonat [Ca10((PO4), (CO3))6(OH)2] 18.

Komponen utama mineral tulang yaitu kalsium (Ca) dan fosfat (P). Unsur yang lain hadir dalam kadar yang kecil. Unsur lain yang dianalisis yaitu magnesium (Mg), kalium (K) dan natrium (Na). Unsur tersebut di dalam tubuh berbentuk ion-ion, sehingga senyawa kalsium fosfat hadir dengan adanya impuritas dari ion-ion tersebut. Kadar unsur-unsur tesebut dalam tulang terdapat pada tabel 5. Kandungan mineral tulang didominasi oleh Ca dan P. Selebihnya kandungan Mg, Na dan K dalam jumlah yang kecil. Ion-ion dari

unsur-unsur tersebut merupakan ion-ion pembentuk senyawa kalsium fosfat10. Ion Mg2+, Na+, dan K+ dapat mensubtitusi Ca karena memiliki sifat kimia yang bersesuaian. Ion-ion tersebut memiliki ukuran yang hampir sama, ditinjau dari jari-jari atom. Jari-jari atom Ca, Mg, Na dan K masing-masing adalah 1,97 Å, 1,60 Å, 1,90 Å dan 2,35 Å. Panjang jari-jari yang semakin mendekati jari-jari Ca memiliki peluang yang semakin tinggi untuk menempati posisi Ca. Na memiliki jari-jari paling mendekati jari-jari Ca dibandingkan dengan Mg dan K. Jari-jari Mg lebih mendekati jari-jari Ca dibandingkan dengan K. Peluang Na menggantikan Ca lebih besar daripada Mg dan K. Peluang Mg untuk menggantikan Ca lebih besar dibandingkan K. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian menunjukan kadar Na lebih besar dari kadar Mg dan lebih besar dari kadar K. Kadar rata-rata Na, Mg dan K masing-masing yaitu, 2,00%, 0,39% dan 0,06%. Selain itu pensubtitusian ini disebabkan karena jenis logam yang sama yaitu alkali. Impuritas tersebut dapat menyebab terganggunya proses kekristalan apatit. Selain dengan unsur lain, impuritas disebabkan juga oleh kandungan karbonat (CO32-). CO32- juga dapat mensubtitusi senyawa apatit. CO32- dapat mensutitusi posisi hidroksil (OH-) membentuk apatit karbonat tipe A atau mensubtitusi fosfat (PO43-) membentuk apatit karbonat tipe B. Subtitusi ion-ion tersebut dalam tubuh tidak dapat dikontrol sehingga apatit yang terbentuk bersifat non stokiometri.

Semakin besar jumlah gugus CO3

2-menggantikan posisi PO43- maka nilai perbandingan kalsium dan fosfat (Ca/P) akan semakin tinggi. Hasil penelitian Ca/P sampel tinggi diatas HAp. Hal ini menunjukan bahwa banyak gugus CO32- menggantikan PO43-, Sehingga dapat diketahui, sebagian besar senyawa apatit yang terdapat dalam tulang manusia yaitu apatit tipe B. Nilai Ca/P merupakan karakteristik dari senyawa apatit Nilai Ca/P terdapat pada tabel 6. Tulang iga memiliki nilai Ca/P yang relatif tinggi dibandingkan dengan tulang tibia dan kepala. Hal ini dapat disebabkan oleh posisi tulang. Tulang iga sebagai pelindung sistem pernapasan. Saat bernapas manusia menghirup gas yang ada dialam, CO32- banyak terdapat di alam maka banyak karbonat yang terhirup dan dapat diserap oleh tulang. Banyaknya karbonat maka memungkinkan lebih banyak pula karbonat yang mensubtitusi PO43-. Ion CO32- akan menggangu presipitasi ion PO4

kristal. Semakin banyak CO32- yang terhirup maka akan semakin banyak PO43- yang tersubtitusi. Dalam hal ini berarti CO3

2-merupakan inhibitor pembentukan kristal kalsium fosfat20. Inhibitor ini menyebabkan tulang menjadi amorfus. Tulang iga memiliki nilai Ca/P yang tinggi berarti terdapat banyak CO32-, sehingga komponen mineral tulang iga memiliki sifat yang amorfus yang lebih tinggi dibandingkan dengan tibia dan kepala.

Ion/gugus impuritas dalam kristal HAp cenderung mensubtitusi kristal apatit dengan komposisi dan kristalinitas bervariasi Subtitusi ion-ion tersebut tidak dapat dikontrol, sehingga senyawa apatit yang dihasilkan sifat non stoikiometri dan diserap oleh permukaan kristal.

Kandungan mineral tulang akan berpengaruh pada kekerasan tulang. Kekerasan tulang merupakan ketahanan tulang terhadap penetrasi pada permukaan tulang. Besarnya nilai kekerasan tulang diukur dengan uji Vickers. Besarnya kekerasan yang dimiliki mineral tulang disajikan pada tabel 7. Semakin kecil jejak indentor menunjukan semakin tinggi nilai kekerasan.

Sampel yang sama menunjukan nilai kekerasan yang berbeda pada setiap titik. Perbedaan ini juga dapat menunjukan bahwa tulang bukan kristal tunggal akan tetapi tulang merupakan bagian yang terdiri dari tulang jala dan padat. Nilai kekerasan yang kecil menunjukan kekersan pada tulang tulang jala. Nilai kekerasan yang tinggi merupakan ukuran kekerasan pada bagian tulang padat. Perbedaan nilai d1 dan d2 yang cukup tinggi menunjukan bahwa tulang memiliki fase amorf.

Nilai kekerasan pada mineral tulang manusia disebabkan juga oleh jumlah mineral, jenis tulang, usia dan jenis kelamin. Untuk ukuran permukaan yang sama tetapi jumlah mineralnya berbeda akan menunjukan nilai kekerasan yang berbeda. Semakin tinggi jumlah mineral maka densitas luasnya akan semakin tinggi maka kekerasan bertambah. Tulang padat lebih keras dari tulang jala. Jenis kelamin juga mempengaruhi yaitu perempuan nilai kekerasannya lebih kecil dari laki-laki karena perempuan lebih mudah terkena osteoporosis. Pengaruh usia pada kekerasan tulang yaitu semakin tua akan semakin rapuh. Kecuali saat hidupnya asupan kalsium tinggi, jadi saat usia lanjut tidak terjadi pengkeroposan tulang yang tinggi karena kalsium terikat pada tulang. Kasus terjadi pada usia 60 tahun memiliki cadangan kalsium yang tinggi yaitu 53% maka

ketahanan mineralnya juga cukup tinggi. Kadar Ca yang tinggi dapat mempertinggi kekerasan pada komponen mineral hal ini terlihat dari sampel tulang iga yang memiliki jumlah Ca yang tinggi memiliki nilai kekerasan yang tinggi pula. Hal ini disebabkan sifat kalsium yang merupakan logam stabil.

Karakter komponen mineral juga dapat dianalisis dengan memberikan gangguan termal pada sampel. Penelitian ini menggunakan analisis termal TG-DTA untuk mengetahui karakter termalnya. Suhunya yang digunakan untuk memanaskan sampel sampai 1000oC dengan suhu naik 5oC/menit. Pada interval suhu ruang alat sampai 1000oC tersebut terdapat fenomena termokimia, meliputi perubahan fasa, dekomposisi massa, perubahan entalphi dan reaksi. Reaksi yang terjadi yaitu eksotermal dan endotermal. Secara umum hasil dari pengamatan semua sampel mengalami reaksi endotermal pada suhu 40-160oC yaitu disebabkan oleh adanya eliminasi H2O sebesar 1-4% dengan entalphi yang bervariasi untuk setiap sampel. Suhu yang dapat menyebabkan terjadinya eliminasi H2O 25oC-300oC21. Eliminasi H2O terjadi pada suhu tersebut dengan menyerap energi. Banyaknya energi yang diserap sebanding dengan jumlah H2O yang dieliminasi. Eliminasi H2O yaitu berasal dari air yang menyerap pada bagian dalam sampel. Tulang iga yang merupakan tulang padat dan jala sehingga H2O yang dieliminasi lebih tinggi dibandingkan dengan tulang tibia dan kepala. Tulang tibia eliminasinya lebih tinggi dari pada tulang kepala. Hal ini disebabkan oleh struktur tulang tersebut. Tulang kepala merupakan tulang padat sehingga air yang meresap ke bagian dalam lebih rendah dibanding tulang tibia dan iga. Semua sampel mengalami dekomposisi masa sekitar 2% pada suhu 700-800oC yang disebabkan adanya eliminasi gugus karbonat (CO32-)10,18,21. Hal ini menunjukan bahwa sampel mengandung CO32- yang menggantikan PO43-. Nilai Ca/P untuk tulang iga memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan tulang kepala dan tibia menunjukan CO32- yang menggantikan PO4

3-yang lebih banyak. Hal ini relevan dengan hasil TG-DTA yang menunjukan dekomposisi massa yang diakibatkan oleh eliminasi CO3

2-pada tulang iga memiliki presentase yang lebih tinggi yaitu 1,7579% - 4,4571%, sedangkan pada tulang tibia dan tulang kepala yaitu 1,4408% dan 1,3121%.

Setelah eliminasi H2O sampel mengalami proses eksotermik secara terus menerus, ini

menunjukan bahwa komponen mineral tulang manusia yang diperoleh merupakan campuran amorf (Amorphus Calcium Phosphate, ACP). Fase amorf tersebut disebabkan oleh adanya inhibitor dari ion-ion tubuh. Pemanasan menyebabkan adanya proses pengkristalan. Semakin tua metabolisme tubuh berkurang sehingga suplay Ca dari luar tidak diserap dengan baik. Kebutuhan Ca dipenuhi dari tulang menyebabkan ikatan kalsium semakin lemah. Ikatan yang lemah akan mudah putus dengan pemanasan. Dekomposisi yang semakin tinggi menunjukan bahwa ikatan kalsium fosfat mudah diputus oleh adanya pemanasan. Hal ini diperkuat dengan hasil karakterisasi TGA yang menunjukan semakin lanjut usia dekomposisi saat pemanasan semakin tinggi. Data yang memperkuat pernyataan tersebut yaitu dekomposisi massa mineral tulang iga laki-laki dewasa dan lansia, golongan dewasa (L, 30 tahun) pada suhu 414,57-523,24oC sebesar 2,8248% sedangkan lansia (L, 60 tahun) pada suhu 279,57-524,61oC sebesar 16,1237% dan lansia (L, 65 tahun) pada suhu 280-500oC sebesar 18,3653%. Dekomposisi massa mineral tulang dewasa (P, 21 tahun) pada suhu 392,50-560,25% sebesar 3,1675% sedangkan lansia (P, 75 tahun) pada suhu 250-500oC sebesar 25,6134%. Dari data tersebut jenis kelamin juga berpengaruh terhadap dekomposisi massa yaitu, mineral tulang perempuan lebih banyak terdekomposisi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan adanya faktor

Dokumen terkait